POLA PENERAPAN PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI
ARTIKEL
Oleh :
WAWAN KURNIA NPM. 1410018412017
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BUNG HATTA
POLA PENERAPAN PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI
Wawan Kurnia1, Fitriati2, Miko Kamal1 1)
Program Studi Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta 2)
Program Studi Ilmu Hukum Universitas Taman Siswa E-mail:wawankurnia789@yahoo.com
ABSTRAK
Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bagian dari hukum pidana khusus. Ancaman pidana khusus tidak sebagaimana tindak pidana lainnya, sebagaimana terdapat dalam Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Salah satu unsur dalam tindak pidana korupsi ialah adanya kerugian keuangan negara. Kerugian keuangan negara itu harus dikembalikan atau diganti oleh pelaku tindak pidana korupsi. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Penerapan Pidana Tambahan Uang Pengganti Pada Tindak Pidana Korupsi? 2. Bagaimana Pola Penerapan Pidana Tambahan Uang Pengganti Pada Tindak Pidana Korupsi? Metode Penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Teknik pengumpulan data yang gunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder kemudian data dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian 1. Penerapan pidana tambahan uang pengganti sudah diterapkan pada setiap putusan tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara. 2. Pola penerapan pidana tambahan uang pengganti dalam tindak pidana korupsi dilihat dari tuntutan jaksa, kerugian negara dan pertimbangan hakim.
Kata Kunci: Pola, Penerapan, Uang Pengganti, Korupsi.
ABSTRACT
Corruption is one part of a special criminal law. No specific criminal threats as other crimes, as contained in Article 18 Paragraph (1) of the Law on Corruption Eradication. One element in the crime of corruption is the existence of the state financial losses. Losses to the state it must be returned or replaced by the perpetrators of corruption. Formulation of the problem. 1. How Application of Criminal Extra Money Substitutes On Corruption? 2. How Patterns of Criminal Supplementary Application Money Substitutes On Corruption? Methods used are normative. Data collection techniques used in this research is secondary data consists of primary legal materials and secondary legal materials and then the data is analyzed qualitatively. Research result 1. Application of additional criminal compensation has been applied to every decision corruption resulting in state losses. 2. The pattern of the application of additional criminal restitution in corruption seen from the prosecution, the loss of state and consideration of the judge.
A. Pendahuluan
Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bagian dari hukum pidana khusus (ius singulare, ius speciale atau bijzonder strafrecht) dan ketentuan hukum positif (ius
constitutum) Indonesia, yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam beberapa perkara, beberapa jenis pidana tersebut dapat dijatuhkan secara bersamaan karena diancam secara kumulatif (yaitu pidana penjara, pidana denda, dan pembayaran uang pengganti). Salah satu unsur dalam tindak pidana korupsi ialah adanya kerugian keuangan negara. Terhadap kerugian keuangan negara ini, pemerintah membuat undang-undang korupsi, baik yang lama yaitu undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 maupun yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, menetapkan kebijakan bahwa kerugian keuangan negara itu harus dikembalikan atau diganti oleh pelaku tindak pidana korupsi. Sebagaimana berlaku pada tindak pidana umumnya, pelaku tindak pidana korupsi diancam dengan pidana pokok dan pidana tambahan.
Pidana pokok diatur dalam Pasal 10 KUHP, yaitu pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, dan pidana denda. Sedangkan pidana tambahan, diatur lebih detail dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana khusus, karena itu ancaman pidananya juga khusus tidak sebagaimana tindak pidana lainnya, sebagaimana terdapat dalam Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang hukum pidana, sebagai pidana tambahan adalah;
a. Perampasan barang bergerak dan berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut;
c. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu 1 (satu) tahun;
d. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana.
Ayat (2), jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana yang dimaksud dalam Ayat (1) huruf b paling lama dalam 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Ayat (3) Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) huruf b, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
Berdasarkan uraian di atas yang melatarbelakangi masalah dalam penelitian ini, maka menarik perhatian penulis untuk penelitian dengan judul “POLA
PENERAPAN PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK
PIDANA KORUPSI”.
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan yang menjadi permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Penerapan Pidana Tambahan Uang Pengganti Pada Tindak Pidana Korupsi?
2. Bagaimana Pola Penerapan Pidana Tambahan Uang Pengganti Pada Tindak Pidana Korupsi?
C. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian
Penelitian yang dilakukan untuk tesis ini adalah penelitian hukum normatif (normative law research) adalah penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek tetapi tidak mengkaji aspek terapan atau implementasinya. Ilmu hukum normatif bersifat sui generis, maksudnya ia tidak dapat dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain.
tempat tertentu, yaitu suatu aturan atau norma tertulis yang secara resmi dibentuk dan diundangkan oleh penguasa, disamping hukum yang tertulis tersebut terdapat norma di dalam masyarakat yang tidak tertulis yang secara efektif mengatur perilaku anggota masyarakat. Penelitian normatif seringkali disebut dengan penelitian hukum dogmatik yaitu objek penelitiannya adalah dokumen perundang-undangan, dokumen hukum, putusan pengadilan, laporan hukum, catatan hukum dan bahan pustaka.
Hal yang paling mendasar dalam penelitian ilmu hukum normatif, adalah bagaimana seorang peneliti menyusun dan merumuskan masalah penelitiannya secara tepat dan tajam, serta bagaimana seorang peneliti memilih metode untuk menentukan langkah-langkahnya dan bagaimana ia melakukan perumusan dalam membangun teorinya.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), yakni suatu penelitian dengan menggunakan legislasi dan regulasi yang bergantung pada bahan hukum primer yang merupakan bahan hukum Autoritatif (mempunyai otoritas), bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, dan pendekatan konseptual
(conceptual approach) yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum.
3. Instrumen Pengumpulan Bahan Hukum
Dalam penelitian ini diperlukan sumber data yang berasal dari literatur yang berhubungan dengan penelitian, sebab penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan normatif yang bersumber pada sekunder.
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan yang mengikat yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasi, yurisprudensi.
Data yang diperoleh dari perundang-undangan terdiri dari:
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
4) Putusan Pengadilan
i. Putusan Nomor: 4/Pid.Sus-TPK/2014/PN.Pdg
ii. Putusan Nomor: 16/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Pdg
iii.Putusan Nomor: 18/Pid.Sus-TPK/2014/PN.Pdg
iv. Putusan Nomor: 20/Pid.Sus-TPK/2014/PN.Pdg
v. Putusan Nomor : 5/Pid.Sus-TPK/2014/PN.Pdg
b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa buku, majalah, makalah, pendapat para pakar.
c. Bahan hukum tersier, yaitu berupa kamus hukum, ensklopedia hukum
4. Analisis Data
Metode yang digunakan dalam analisis data adalah analisis kualitatif, yaitu memberikan arti dari setiap data yang diperoleh dengan cara menggambarkan atau menguraikan hasil penelitian dalam bentuk uraian kalimat secara terperinci, kemudian dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan
sebagai jawaban masalah yang dikemukakan dalam penulisan ini.
A. Penerapan Pidana Tambahan Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi
Ditemukan Aturan Tentang Uang Pengganti yaitu Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penerapan uang pengganti tersebut ditemukan dalam 5 (lima) kasus :
1. Putusan Nomor 4/Pid.Sus/2014/PN.Pdg
denda sebesar Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan hukuman kurungan selama 3 (tiga) bulan. Menghukum terdakwa RO membayar uang pengganti sebesar Rp.64.252.815,73 (enam puluh empat juta dua ratus lima puluh dua ribu delapan ratus lima belas koma tujuh puluh tiga rupiah) dan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang tidak cukup untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipidana penjara selama 6 (enam) bulan. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Memerintahkan terdakwa tetap dalam tahanan.
2. Putusan nomor 16/Pid.Sus-TPK/2015 /PN.Pdg
Memperhatikan Pasal 2 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55
dijatuhkan. Memerintahkan terdakwa tetap dalam tahanan.
3. Putusan nomor 18/Pid.Sus/ TPK/ 2014/ PN.Pdg
Mengingat Pasal 2 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-undang RI No 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, Mengadili : Menyatakan terdakwa SA telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa SA oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan pidana denda sebesar Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan hukuman kurungan selama 3 (tiga) bulan. Menghukum terdakwa SA membayar uang pengganti sebesar Rp. 129.225.000,- (seratus dua puluh sembilan juta dua ratus dua puluh lima ribu rupiah) dan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti
tersebut dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang tidak cukup untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipidana penjara selama 1 (satu) tahun. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Memerintahkan terdakwa tetap dalam tahanan.
4. Putusan Nomor : 20/Pid.Sus-TPK/ 2014/ PN.Pdg
puluh tujuh sen) dan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang tidak cukup untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipidana penjara selama 2 (dua) bulan. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Memerintahkan terdakwa tetap dalam tahanan.
5. Putusan No:5/Pid.Sus/2014/PN.Pdg.
Memperhatikan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2) dan ayat (3) undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana yang telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta ketentuan Undang-Undang yang terkait selainnya, Mengadili : Menyatakan terdakwa B telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa B oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan pidana denda
sebesar Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan hukuman kurungan selama 3 (tiga) bulan. Menghukum terdakwa B membayar uang pengganti sebesar Rp.342.671.950,- (tiga ratus empat puluh dua juta enam ratus tujuh puluh satu ribu sembilan ratus lima puluh rupiah) dan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang tidak cukup untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipidana penjara selama 6 (enam) bulan. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Memerintahkan terdakwa tetap dalam tahanan.
B. Pola Penerapan Pidana Tambahan uang Pengganti Pada Tindak Pidana Korupsi
1. Putusan Nomor 4/Pid.Sus/2014/PN.Pdg
kerugian negara yang dapat dibebankan kepada terdakwa adalah sejumlah yang dinikmati atau yang dipakai oleh terdakwa untuk kepentingan pribadinya, sedangkan yang tidak dinikmati oleh terdakwa tidak dapat dibebankan kepada diri terdakwa. Uang Pengganti Rp.64.252.815,73.
2. Putusan Nomor :16/Pid.Sus-TPK/ 2015 /PN.Pdg
Tuntutan Jaksa Rp.257.680.000,-, Kerugian Negara Rp.257.680.000,-, Pertimbangan Hakim, Penghitungan jumlah kerugian negara yang dapat dibebankan kepada terdakwa adalah sejumlah yang dinikmati atau yang dipakai oleh terdakwa untuk kepentingan pribadinya, sedangkan yang tidak dinikmati oleh terdakwa tidak dapat dibebankan kepada diri terdakwa. Uang Pengganti Rp.257.680.000,-.
3. No:18/Pid.Sus/TPK/2014/PN.Pdg
Tuntutan Jaksa Rp.129.225.000,-,
Kerugian Negara Rp.129.225.000,-,
Pertimbangan Hakim, Penghitungan jumlah kerugian negara yang dapat dibebankan kepada terdakwa adalah sejumlah yang dinikmati atau yang dipakai oleh terdakwa untuk kepentingan pribadinya, sedangkan yang tidak dinikmati oleh terdakwa tidak
dapat dibebankan kepada diri terdakwa. Uang PenggantiRp.129.225.000,-.
4. No:20/Pid.Sus-TPK/2014/PN.Pdg
Tuntutan Jaksa Rp.270.000.000,-, Kerugian Negara Rp.270.000.000,-, Pertimbangan Hakim, Penghitungan jumlah kerugian negara yang dapat dibebankan kepada terdakwa adalah sejumlah yang dinikmati atau yang dipakai oleh terdakwa untuk kepentingan pribadinya, sedangkan yang tidak dinikmati oleh terdakwa tidak dapat dibebankan kepada diri terdakwa. Uang Pengganti Rp.102.155.285,27.
5. No:5/Pid.Sus/2014/PN.Pdg.
Tuntutan Jaksa Rp.357.401.950,-, Kerugian Negara Rp.357.401.950,-, Pertimbangan Hakim, Penghitungan jumlah kerugian negara yang dapat dibebankan kepada terdakwa adalah sejumlah yang dinikmati atau yang dipakai oleh terdakwa untuk kepentingan pribadinya, sedangkan yang tidak dinikmati oleh terdakwa tidak dapat dibebankan kepada diri terdakwa. Uang Pengganti Rp.342.671.950,-.
tertentu dikarenakan dari 5 (lima) kasus yang diteliti ada 2 (dua) kasus yang tidak sama antara tuntutan jaksa dan jumlah kerugian negara yang ditimbulkan.
PENUTUP Simpulan
1. Penerapan pidana tambahan uang pengganti sudah diterapkan pada setiap putusan tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara. Penerapan pidana tambahan uang pengganti dalam Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor 4/Pid.Sus/2014/PN.Pdg, Nomor
16/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Pdg, Nomor
18/Pid.Sus/TPK/2014/PN.Pdg, Nomor 20/Pid.Sus-TPK/2014/PN.Pdg, Nomor 5/Pid.Sus/2014/PN.Pdg, ditemukan aturan tentang uang pengganti yaitu berdasarkan Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, dan sanksi pidana uang pengganti dari segi penerapan penjatuhan sanksi dalam putusan pengadilan tindak pidana korupsi sudah berperan dengan baik.
2. Pola penerapan pidana tambahan uang pengganti dalam tindak pidana korupsi dilihat dari tuntutan jaksa, kerugian keuangan negara dan pertimbangan hakim, yaitu kerugian yang secara nyata dinikmati atau memperkaya terdakwa, hukuman pembayaran uang pengganti wajib dikenakan kepada terdakwa yang benar-benar menikmati keuangan secara rill dengan melawan hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Arif , Barda Nawawi, 2011, Kebijakan Hukum Pidana, Bunga Rampai, Jakarta.
Asikin, Zainal, dan Amirudin, 2004, Pengantar Metode Penelitian
Hukum, PT RajaGrafindo, Jakarta.
Chazawi, Adami, 2008. Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Alumni,
Bandung.
---, 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Girsang, Juniver, 2012, Abuse of Power, Penyalahgunaan Kekuasaan Aparat
Penegak Hukum Dalam Penanganan
Tindak Pidana Korupsi, J.G. Publishing.
---, 2008, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana
Nasional dan Internasional Revisi 4,
Rajawali Pers, Jakarta.
---, 1977, Hukum Pidana Ekonomi, Cetakan 1 Erlangga, Jakarta.
Hartati, Evi, 2005. Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grfika, Jakarta.
Irsan, Koesparmono, 2005, Kejahatan Korporasi suatu Pengantar dan
Korupsi,Jakarta.
Kartono, Kartini, 1996, Pengantar Metodologi Riset Sosial. Mandar
Maju, Bandung.
Laila Kholis, Efi, 2010, Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi,
Solusi Publishing, Depok.
Lamintang, Dalam Simons, 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana, Citra Aditya
Bakti, Bandung.
Lamintang, P.A.F, 1984,Hukum Penitensier Indonesia, Cetakan 1 Armico, Bandung.
Mas, Marwan, 2014.Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ghalia Indonesia.
Bogor.
Mertokusumo, Sudikno, 2005, Mengenal Hukum:Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta.
Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT.Citra
Aditya Bakti Bandung.
Muladi, dan Arief, Barda Nawawi, 1992, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana,
Alumni, Bandung.
Mulyadi, Lilik, 2007Tindak Pidana Korupsi di Indonesia (Normatif, Teoritis,
Praktik, dan Masalahnya), PT. Alumni, Bandung.
Nasution, Bahder Johan, 2008, Metode Penelitian Hukum, Mandar Maju, Bandung.
Priyatno, Dwidja, 2006, Sistem Pelaksanaan penjara di indonesia
cetakan pertama, Refika Aditama,
Bandung.
Prodjohamidjojo, Martiman, 2001. Penerapan Pembuktian Terbalik
dalam Delik Korupsi UU No. 31
Tahun 1999), CV Mandar Maju.
Bandung.
Schravendijk, H.J. Van, Buku Pelajaran Tengtang Hukum Pidana Indonesia,
(Jakarta – Groningen : J.B Wolters, 1986).
Soekanto, Soerjono, 2001, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, , Jakarta.
Suparni, Niniek, 2007, Eksistensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana dan
Pemidanaan, , Sinar Grafika, Jakarta.
Suryani Nilma, Aria Zurneti dan Neng Sarmida, 2002, Diktat Hukum Pidana, Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang.
Triyandani, Luh Nyoman Dewi, Budaya Korupsi Ala Indonesia Cetakan
Pertama, Jakarta, Pusata Studi Pengembangan Kawasan (PSPK). Tongat, 2008, Dasar-dasar Hukum Pidana
Indonesia Dalam Perspektif
Pembaruan, , Universitas Muhammadiyah, Malang.