• Tidak ada hasil yang ditemukan

DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN DEFINISI PENY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN DEFINISI PENY"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN

DEFINISI PENYAKIT TUMBUHAN

Oleh :

1. Afrida Brilianti (134170107)

2. Cecilya Silalahi (134170109)

3. Abi Kurnialdi (134170110)

4. Rhana Batara (134170111)

KELOMPOK 5

Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Yogyakarta

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Definisi penyakit tumbuhan, menurut Jones (1987) menyebutkan bahwa penyakit tumbuhan adalah adanya penyimpangan dalam proses fisiologi pada tubuh tanaman. Sedangkan, menurut Triharso (1993), penyakit tumbuhan secara umum adalah pembicaraan tentang tanaman yang menderita. Hal ini didasari dari pengertian Plantpathology yang diartinya adalah plant = tumbuhan, pathos = menderita, dan logos = membicarakan.

Definisi dari penyakit tumbuhan adalah :

1. Dari segi biologi yaitu proses fisiologi yang tidak normal, seperti gangguan pertumbuhan, reproduksi dan sebagainya.

2. Dari segi ekonomi yaitu ketidakmampuan dari tanaman yang diusahakan untuk memberikan hasil yang cukup baik kualitas maupun kuantitas.

Dalam mempelajari penyakit tumbuhan ada beberapa istilah yang perlu untuk diketahui yang tentunya sangat dibutuhkan di dalam proses pemahaman ilmu penyakit tumbuhan itu sendiri, seperti istilah pathogen yaitu digunakan untuk menyebutkan organisasi penyebab penyakit,

host atau tanaman inang yaitu kata lain dari tanaman yang menderita sakit, gejala atau

symptom adalah respon yang nyata dari tanaman yang sakit terhadap pathogen, identifikasi

yaitu proses meneliti dan menetapkan nama yang sesungguhnya, isolasi yaitu proses pemisahan satu mikroorganisme atau virus dari substrat atau inang, inokulasi yaitu pemberian inokulum pada inang atau medium, infeksi yaitu masuknya organisme pathogen atau virus kedalam inang dan terjadi hubungan parasitic baik permanen atau tidak diantara keduanya, inkubasi yaitu masa diantara terjadinya infeksi dan timbulnya gejala, inokulum

yaitu spora atau bahan penyakit lain yang dapat menyebabkan infeksi, substrat yaitu media tumbuh dari mikroorganisme, dan masih banyak lagi istilah-istilah penting lainnya.

(3)

dengan memberikan tindakan yang tepat kita dapat mengurangi resiko penyebaranya dan menyelamatkan tanaman yang kita budidayakan.

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

Untuk langkah awal dari tanaman yang terserang penyakit, bisa dilihat gejalanya dengan telitan dan dapat di pastikan pemicu utama timbulnya penyakit tersebut. Dengan kita mengetahui gejala penyakit yang terjadi pada tumbuhan itu, bisa memudahkan kita untuk mengantisipasi kerugian yang akan terjadi. Gejala yang sering kali diperlihatkan pada tumbuhan yang terserang suatu penyakit biasanya muncul pada bagian daun, akar, kulit batang, batang, dan lain lain.

Tanaman akan mengalami perubahan yang sangat jelas ketika hal ini terjadi, seperti pada warna daun yang menguning, daun yang layu, pertumbuhan yang tidak maksimal, keredil, kualitas pada buah yang menurun, atau akar mudah rebah yang di sebabkan oleh virus atau bakteri. Hal yang pasti terjadi jika penyakit serius ini tidak segera di tangani akan berdampak buruk bahkan tanaman akan mati dengan serempak dan tidak wajar.

Metode Identifikasi patogen Tanaman a. Teknik Molekuler

Identifikasi patogen penyebab penyakit dilakukan dalam rangka menentukan spesies penyebab penyakit yang terbawa oleh media pembawa. Pengelolaan sampel kerja (Media Pembawa) dalam identifikasi penyebab menggunakan metode molekuler akan memudahkan Petugas Karantina melakukan tindakan pengujian di laboratorium. Indeksing adalah istilah yang digunakan untuk suatu prosedur pengujian keberadaan patogen yang diketahui, terutama virus, pada tanaman. Indeksing memberi peluang untuk menerapkan secara cepat strategi pengendalian dan mengurangi kemungkinan berkembangnya wabah penyakit.

(Dewianti, 2011)

(5)

Polymerase chain reaction (PCR) merupakan sebuah metode yang digunakan untuk memperbanyak suatu fragmen DNA yang spesifik secara invitro. Posisi fragmen DNA yang spesifik tersebut ditentukan oleh sepasang primer yang akan menjadi cetakan awal untuk proses perbanyakan fragmen DNA selanjutnya dengan bantuan enzim polimerase dan deoxyribonucleotide triposphate (dNTPs) yang dikondisikan pada suhu tertentu. Fragmen DNA, yang pada awalnya terdapat dalam konsentrasi yang sangat rendah akan diperbanyak menjadi cetakan fragmen DNA baru yang cukup untuk dapat divisualisasi pada gel agarosa . Secara prinsip, PCR merupakan proses yang diulang-ulang antara 20–30 kali. Setiap siklus terdiri dari tiga tahap. Berikut adalah tiga tahap bekerjanya PCR dalam satu siklus: 1. Tahap peleburan (melting) atau denaturasi. Pada tahap ini (berlangsung pada suhu tinggi, 94–96°C) ikatan hidrogen DNA terputus (denaturasi) dan DNA menjadi berberkas tunggal. Biasanya pada tahap awal PCR tahap ini dilakukan agak lama (sampai 5 menit) untuk memastikan semua berkas DNA terpisah. Pemisahan ini menyebabkan DNA tidak stabil dan siap menjadi templat (“patokan”) bagi primer. Durasi tahap ini 1–2 menit.

2. Tahap penempelan atau annealing. Primer menempel pada bagian DNA templat yang komplementer urutan basanya. Ini dilakukan pada suhu antara 45–60°C. Penempelan ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya penempelan atau primer menempel di sembarang tempat. Durasi tahap ini 1–2 menit. 3. Tahap pemanjangan atau elongasi. Suhu untuk proses ini tergantung dari jenis DNApolimerase yang dipakai. Dengan Taq-polimerase, proses ini biasanyadilakukan pada suhu 76°C. Durasi tahap ini biasanya 1 menit. Pada denaturasi awal (1) Dna akan dipisah menjadi untai tunggal. Kemudian primer melekat pada posisi target dari masing-masing untai DNA (2) pada saat annealing. Setelah itu taq polimerase melakukan ekstensi DNA dari ujung 3’ primer pada tahap ekstensi. Lepas tahap 3, siklus diulang kembali mulai tahap 1. Tahap 4 pada gambar menunjukkan perkembangan yang terjadi pada siklus-siklus selanjutnya. Akibat denaturasi dan renaturasi, beberapa berkas baru (berwarna hijau) menjadi templat bagi primer lain. Akhirnya terdapat berkas DNA yang panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai dalam jumlah yang melimpah karena penambahan terjadi secara eksponensial.

(6)

Prinsip kerja serologi didasarkan pada reaksi spesifik antara antigen dan antibodi (antiserum) sehingga terbentuk reaksi conjugate antibody-enzyme (Hunter D. 2001).Salah satu metode pengujian serologi adalah Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) Metode pengujian ini mulai berkembang sejak tahun 1971. ELISA merupakan suatu metode pengujian serologi yang melekatkan kompleks ikatan antara antibodi dengan antigen di dalam sumuran plate ELISA yang terbuat dari bahan plastik (Dijkstra et al. 1998). Jika terjadi reaksi kompatibel antara antibodi dengan antigen akan ditunjukkan dengan adanya perubahan warna yang terjadi.

Keunggulan metode ini (Dijkstra et al. 1998):

1. Dapat mendeteksi virus padakonsentrasi rendah (1-10 ng/ml). 2. Penggunaan antibodi dalam jumlah sedikit.

3. Hasil pengujian pada sap tanaman sama baiknya dengan pengujian pada suspensi virus yang dimurnikan.

4. Pengujian dapat diaplikasi pada sampel pengujian dalam jumlah besar. 5. Pengujian dapat distandarkan dengan menggunakan kit bahan pengujian .

6. Memungkinkan untuk mendapatkan hasil secara kuantitatif (nilai absorbansi) disamping hasil kualitatif (perubahan warna).

Dalam perkembangannya, metode ini mengalami modifikasi dalam prosedur pelaksanaan pengujian, diantaranya adalah pengujian standar (direct) DAS ELISA dan indirect ELISA. Perbedaan kedua metode ini adalah pada tempat enzim terikat. Bila konjugasi enzim dilakukan pada imunoglobulin antivirus maka metode itu termasuk DAS ELISA, tetapi bila konjugasi enzim dilakukan pada imunoglobulin dari serum darah hewan maka metode tersebut diklasifikasikan sebagai Indirect ELISA.

(7)

Menggunakan mikroskop elektron payar Scanning Electron Microscope (SEM) untuk menghasilkan gambar. Metode ini terbilang paling sederhana diantara metode yang lain, prosedur kerjanya dapat dilakukan secara langsung dengan cara pengamatan terhadap sampel patogen yang telah diisolasi dan ditumbuhkan pada media buatan. Teknik ini lebih mudah apabila digunakan untuk mengidentifikasi patogen yang dapat dibiakkan pada media buatan misalnya jamur.setelah diletakkan diatas preparat lalu lakukan pengamatan dengan mikroskop kemudian hasil identifikasinya diambil gambarnya.(Anonymous, 2012)

2.3. Deskripsi Gejala makroskopis Spesimen

Menurut Semangun (2007) jamur membentuk aservulus di bawah epidermis tumbuhan inang. Aservulus membentuk konidium yang setelah masak akan bebas dengan menembus epidermis. Konidium bersel 2, hialin, lebih kurang berukuran 14,5-21 x 3,5-5,3 µm. Konidiofor tegak atau agak melengkung, hialin, dengan ukuran 10,5-24 x 3,5-7 µm.

2.4. Postulat koch

Dalam Postulat Koch dijelaskan bahwa mikroorganisme dikatakan sebagai penyebab penyakit bila memenuhi kriteria berikut:

(1) mikroorganisme penyebab penyakit selalu berasosiasi dengan gejala penyakit yang bersangkutan,

(2) mikroorganisme penyebab penyakit harus dapat diisolasi pada media buatan secar murni, (3) mikroorganisme penyebab penyakit hasil isolasi harus dapat menimbulkan gejala yang sama dengan gejala penyakitnya, apabila diinokulasikan, dan

(4) mikroorganisme penyebab penyakit harus dapat direisolasi dari gejala yang timbul hasil lnokulasi.

Postulat Koch ini oleh Smith (1906) dimodifikasi, untuk parasit obligat, tidak perlu pada media buatan, tetapi harus dapat dibiakkan secara murni sekalipun pada inang.

(8)

Penyebab utama penyakit baik berupa organisme hidup patogenik (parasit) maupun faktor lingkungan fisik (fisiopath). Adapun mekanisme penyakit tersebut dihasilkan akan sangat bervariasi yang tergantung pada agensia penyebabnya dan kadang-kadang juga bervariasi dengan jenis tumbuhannya. Pada mulanya tumbuhan bereaksi terhadap agensia penyebab penyakit pada bagian terserang. Reaksi tersebut dapat berupa reaksi biokimia alami, yang tidak dapat dilihat. Akan tetapi reaksinya dengan cepat menyebar dan terjadinya perubahan-perubahan pada jaringan yang dengan sendirinya menjelma menjadi makroskopik dan membentuk gejala penyakit

Berbagai macam penyakit yang dapat menular, yaitu bakteri, jamur, virus, mikoplasma, dan tanaman tingkat tinggi. Kekhasan penyakit yang menular adalah terjadinya interaksi yang terus-menerus oleh faktor-faktor biotik (hidup) atau oleh faktor-faktor abiotik (fisik atau kimia). Sel dan jaringan dari tumbuhan sakit biasanya menjadi lemah atau hancur oleh agensia penyebab penyakit. Kemapuan sel dan jaringan tersebut melaksankaan fungsi-fungsi fisiologisnya yang normal menjadi menurun, atau terhenti sama sekali dan sebagai akibatnya, pertumbuhan menjadi terganggu atau tumbuhan mati. Jenis sel dan jaringan yang terinfeksi akan menentukan jenis fungsi fisiologis yang mulamula dipengaruhinya

Dapat dicontohkan sebagai berikut: a. infeksi yang terjadi pada akar (busuk akar) akan mengganggu penyerapan air dan hara dari dalam tanah b. infeksi pada pembuluh kayu (layu vaskular atau kanker tertentu) akan mengganggu translokasi air dan hara ke tajuk tumbuhan c. infeksi pada daun (becak daun, hawar (blight) daun dan mosaik) akan mengganggu fotosintesis d. infeksi pada korteks (kanker pada korteks) akan mengganggu translokasi hasil fotosintesis ke bagian bawah tumbuhan e. infeksi pada bunga akan mengganggu reproduksi f. infeksi pada buah (busuk buah) mengganggu reproduksi dan penyimpanan makanan cadangan bagi pertumbuhan baru.

Secara umum penyakit tumbuhan dapat dapat diklasifikasikan atau dikelompokan sebagai berikut :

I. Penyakit tumbuhan yang bersoifat infeksi atau (parasit) 1. Penyakit yang disebabkan oleh jamur

(9)

3. Penyakit yang disebabkan oleh tumbuhan tinggi parasite 4. Penyakit yang disebabkan oleh virus dan viroid

5. Penyakit yang disebabkan oleh nematoda 6. Penyakit yang disebabkan oleh protozoa

II. Penyakit non-infektif, atau abiotik (fisiopath) adalah penyakit yang disebabkan oleh:

1. Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah 2. Kekurangan atau kelebihan kelembaban tanah 3. Kekurangan atau kelebihan cahaya

4. Kekurangan oksigen 5. Polusi udara

6. Difesiensi hara 7. Keracunan hara

8. Kemasaman atau salinitas 9. Toksisitas pestisida 10. Kultur teknis yang salah

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN PENYAKIT

A. Penyebab Penyakit Faktor Lingkungan

(10)

perkembangan pohon yang bersangkutan. Makin besar penyimpangan jenis pohon tertentu, makin cepatlah dan mungkin makin beratlah penyakit yang ditimbulkannya. Tiap jenis pohon memerlukan syarat mengenai faktor fisik atau kimia tertentu untuk pertumbuhannya yang optimal, oleh karena itu suatu kondisi lingkungan fisik atau kimia tertentu mungkin sekali cukup baik untuk pertumbuhan jenis pohon yang satu tetapi tidak baik untuk pertumbuhan jenis pohon yang lain. Demikian pula pada suatu kondisi lingkungan fisik atau kimia tertentu, suatu jenis pohon yang semula pada umurumur tertentu tidak menunjang gejala suatu penyakit, pada umur-umur lebih lanjut dapat menjadi sakit

B. Pengaruh Suhu

Tumbuhan umumnya tumbuh pada kisaran suhu 1 sampai 40 OC, kebanyakan jenis tumbuhan tumbuh sangat baik antara 15 dan 30 OC. Tumbuhan berbeda kemampuan bertahannya terhadap suhu ekstrim pada tingkat prtumbuhan yang berbeda. Misalnya, tumbuhan yang lebih tua, dan lebih keras akan lebih tahan terhadap suhu rendah dibanding kecambah muda. Jaringan atau organ berbeda dari tumbuhan yang sama mungkin sangat bervariasi kesensitifannya (kepekaannya) terhadap suhu rendah yang sama. Tunas jauh lebih sensitif (peka) dibanding daun dan sebagainya

 Pengaruh Suhu Tinggi

(11)

 Pengaruh Suhu Rendah

Kerusakan tumbuhan yang disebabkan oleh suhu rendah lebih besar dibanding dengan suhu tinggi. Suhu di bawah tiitik beku menyebabkan berbagai kerusakan terhadap tumbuhan. Kerusakan tersebut meliputi kerusakan yang disebabkan oleh late frost (embun upas) terhadap titik meristematik muda atau keseluruhan bagian tumbuhan herba, embun upas yang membunuh tunas pada persik, cherry, dan pepohonan lain, dan membunuh bunga, buah muda dan kadangkadang ranting sukulen sebagian pepohohonan. Kerusakan yang terjadi bervariasi tergantung pada tingkat penurunan suhu dan lama suhu rendah tersebut berlangsung. Kerusakan awal hanya mempengaruhi jaringan vaskular utama yang lebih meluas yang berselang-selang pada umbi akan menghasilkan nekrosis seperti jaring. Tingkat kerusakan yang lebih umum, sebagian besar umbi menjadi rusak, menghasilkan nekrosis yang disebut blotch-type (tipe bisul).

C. Pengaruh Kelembaban

 Pengaruh Kelembaban Tanah Rendah

Gangguan kelembaban di dalam tanah mungkin bertanggung jawab terhadap lebih banyaknya tumbuhan yang tumbuh jelek dan menjadi tidak produktif sepanjang musim. Kekurangan air mungkin juga terjadi secara lokal pada jenis tanah tertentu, kemiringan tertentu atau lapisan tanah yang tipis yang dibawahnya terdapat batu atau pasir. Tumbuhan yang menderita karena kekurangan kelembaban tanah biasanya tetap kerdil, hijau pucat sampai kuning terang, mempunyai daun, bunga dan buah sedikit, kecil dan jarang, dan jika kekeringan berlanjut tumbuhan layu dan mati. Walaupun tumbuhan setahun jauh lebih rentan terhadap periode pendek kekurangan air, tetapi tumbuhan dan pepohonan juga dapat rusak dengan periode kering yang berlangsung lama dan menghasilkan pertumbuhan yang lambat, daun menjadi kecil dan hangus, ranting pendek, dieback, defoliasi (pengguguran daun), dan akhirnya layu dan mati. Tumbuhan yang lemah karena kekeringan juga lebih rentan terhadap serangan patogen dan serangga tertentu.

 Pengaruh Kelembaban Tanah Tinggi

(12)

Kekurangan oksigen menyebabkan sel-sel akar mengalami stres, sesak napas dan kolapsi. Keadaan basah, an-aerob menguntungkan pertumbuhan mikroorganisme an-aerob, yang selama proses hidupnya membentuk substansi seperti nitrit, yang beracun bagi tumbuhan. Disamping itu, sel-sel akar yang dirusak secara langsung oleh kekurangan oksigen akan kehilangan permeabilitas selektifnya dan dapat memberi peluang terambilnya zat-zat besi atau bahan-bahan beracun lain oleh tumbuhan. Drainase yang jelek menyebabkan tumbuhan tidak vigor, seringkali menyebabkan layu dan daun berwarna hijau pucat atau hijau kekuningan. Banjir selama musim tanam dapat menyebabkan kelayuan tetap dan kematian tumbuhan semusim sukulen dalam dua sampai tiga hari. Pepohonan yang dapat mati karena tergenang air, tetapi biasanya muncul kerusakan lebih lambat yaitu selama beberapa minggu jika akar tergenang terus-menerus.

D. Kekurangan Oksigen

Tingkat oksigen rendah yang terjadi pada pusat buah atau sayuran yang berdaging di lapangan, terutama selama periode pernapasan cepat pada suhu tinggi, atau pada penyimpanan produk tersebut di dalam tumpukan yang besar sekali. Contoh dari kasus ini adalah berkembangnya penyakit yang disebut blackheart pada kentang, yang dalam suhu cukup tinggi merangsang pernapasan dan reaksi enzimatik yang abnormal pada umbi kentang. Suplai (penyediaan) oksigen sel pada bagian dalam umbi tidak mencukupi untuk mendukung peningkatan pernapasan, dan sel tersebut mati karena kekurangan oksidasi. Reaksi enzimatik yang diaktivasi oleh suhu tinggi dan kurang oksidasi berjalan sebelum, selama dan sesudah kematian sel. Reaksi tersebut secara abnormal mengoksidasi penyusun tumbuhan yang normal menjadi pigmen melanin hitam. Pigmen tersebut menyebar ke sekitar jaringan umbi dan akhirnya menjadikan umbi tampak hitam

E. Cahaya

(13)

tumbuhan. Banyak kerusakan yang berhubungan dengan cahaya mungkin akibat suhu tinggi yang menyertai intensitas cahaya tinggi.

F. Polutan Udara

Hampir semua polutan udara yang menyebabkan kerusakan pada tumbuhan berbentuk gas, tetapi beberapa bahan yang berupa partikel atau debu juga mempengaruhi vegetasi. Beberapa gas kontaminan seperti etilen, amoniak, klorin dan kadang-kadang uap air raksa, menyebarkan pengaruh buruknya melewati daerah tertentu. Seringkali tumbuhan atau hasil tumbuhan yang disimpan dalam gudang dengan ventilasi yang tidak baik dipengaruhi oleh polutan yang dihasilkan oleh tumbuhan itu sendiri (etilen) atau dari kebocoran sistem pendingin (amoniak). Beberapa kerusakan yang disebabkan oleh polutan udara sebagai berikut : - Klorin (Cl2) yang berasal dari kilang minyak, menyebabkan daun terlihat keputihan, terjadinya nekrosis antar tulang daun, tepi daun nampak seperti hangus. - Etilen (CH2CH2) yang berasal dari gas buangan automobil, menyebabkan tumbuhan tetap kerdil, daun berkembang secara abnormal dan senesen secara prematur. - Sulfur dioksida (SO2) yang berasal dari asap pabrik, pada konsentrasi menyebabkan klorosis umum dan pada konsentrasi tinggi menyebabkan keputihan pada jaringan antar tulang daun.

KONSEP BAGAIMANA TANAMAN DAPAT MENJADI SAKIT

(14)

A. Konsep Segitiga Penyakit (Disease Triangle)

Konsep pertama yang dikembangkan para pakar adalah konsep segitiga penyakit (Gbr. 1), dimana konsep ini menjelaskan timbulnya penyakit biotik (penyakit yang disebabkan oleh pathogen) yang di dukung oleh kondisi lingkungan dan tanaman inang.

Pengaruh tanaman inang terhadapnya timbulnya suatu penyakit tergantung dari jenis tanaman inang, kerentanan tanaman, bentuk dan tingkat pertumbuhan, struktur dan kerapatan populasi, kesehatan tanaman dan ketahanan inang.

Suatu organisme disebut patogen apabila dapat memenuhi postulat Koch yaitu : 1. Patogen ditemukan pada pohon yang terserang patogen

2. Patogen dapat diisolasi dan diidentifikasi

3. Patogen dapat diinokulasikan pada spesies inang yang sama dan menunjukkan gejala yang sama

(15)

BAB III

KESIMPULAN

Definsi penyakit tumbuhan dari segi biologi yaitu proses fisiologi yang tidak normal, seperti gangguan pertumbuhan, reproduksi dan sebagainya sedangkan dari segi ekonomi yaitu ketidakmampuan dari tanaman yang diusahakan untuk memberikan hasil yang cukup baik kualitas maupun kuantitas. Dengan kita mengetahui gejala penyakit yang terjadi pada tumbuhan itu, bisa memudahkan kita untuk mengantisipasi kerugian yang akan terjadi. Gejala yang sering kali diperlihatkan pada tumbuhan yang terserang suatu penyakit biasanya muncul pada bagian daun, akar, kulit batang, batang, dan lain lain. Dapat menganalisa penyakit tumbuhan dengan segitiga penyakit.

Daftar Pustaka

file:///C:/Users/HEWLET~1/AppData/Local/Temp/konsep-timbulnya-penyakit1-2.pdf

(KONSEP TIMBULNYA PENYAKIT TANAMAN Oleh: Wahyu Catur Adinugroho NRP E451080091 / SVK MAYOR SILVIKULTUR TROPIKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008)

file:///C:/Users/HEWLET~1/AppData/Local/Temp/hutan-yunasfi.pdf (FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN PENYAKIT DAN PENYAKIT YANG DISEBABKAN OLEH JAMUR YUNASFI Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara)

https://ilmuusahatani.wordpress.com/2014/11/21/ilmu-penyakit-tumbuhan/

(16)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kalangan pelajar-pelajar di institusi pengajian tinggi, kajian oleh Chen dan Volpe (1998) merumuskan bahawa pengetahuan pelajar tentang kewangan peribadi adalah

Jumlah spesies terbanyak pada Famili Nymphalidae yaitu 9 genera, 10 spesies, dan 12 subspesies dan jumlah spesies yang paling sedikit yaitu satu spesies dari

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis faktor risiko dengan kejadian penyakit jantung koroner di RSUP Dr Kariadi Semarang.Metode penelitian ini adalah penelitian survey

Sedangkan al-Atsari dalam makalahnya di tahun 1976 menolak tawahhum, dengan berlandaskan kepada pendapat bahwa tawahhum itu adalah sinonim dengan أطخنا yang tidak

Pada Tahun 2018, penerapan log book penelitian memasuki tahap keharusan di lingkungan Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Pada pelaksanaan

[r]

Objek dalam penelitian ini adalah Kulit Kayu Manis yang dijadikan pengawet alami terhadap manisan basah buah nipah1. Alat

Sejarah Jakarta menuliskan bahwa pada tanggal 22 Oktober 1618 Jan Pieterzoon Coen sebagai Gubernur Jenderal VOC mulai memperkuat loji yang terdapat di Pelabuhan Sunda Kelapa