LAPORAN
Kunjungan Objek Sejarah
LAPORAN
Kunjungan Objek Sejarah
Gereja Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran
oleh :
01. Afrilya Puji Prayoga (NIM : 1412336024/R) 02. Aulia Azziawaty (NIM : 1412312024/R)
03. Ayuwilis Ciptaning S. D. (NIM : 1412311024/R) 04. Destanty Azelliaswari (NIM : 1412303024/R) 05. Edy M. Sahal M. (NIM : 1412333024/R) 06. Hasnaul Husna (NIM : 1412320024/R) 07. Hasnaul Ikhtarosa (NIM : 1412319024/R) 08. Marrisa Dwi Praseptiani (NIM : 1412341024/R) 09. Nisa Aghnia Rusyda (NIM : 1412330024/R) 10. Regina Sembiring (NIM : 1412316024/R) 11. Yohansen Eka Andika S. (NIM : 1412331024/R)
PROGRAM STUDI
Desain Komunikasi Visual
FAKULTAS
Seni Rupa
KATA
Pengantar
Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan Kunjun-gan Objek Sejarah Gereja Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran ini dengan baik. Laporan ini disusun untuk memenuhi Tugas Ujian Akhir Se-mester Genap matakuliah Sejarah Seni Rupa Indonesia T.A. 2014/2015.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepa-da Orang tua tercinta atas dukungan material kepa-dan spiritual, Bapak Drs. Baskoro S.B., M.Sn. dan Terra Bajraghosa, S.Sn., M.Sn. selaku dosen pen-gampu matakuliah Sejarah Seni Rupa Indonesia atas bimbingan dan motivasinya dan semua pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu selama penyusunan dan penulisan paper.
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini masih banyak keku-rangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Mudah-mudahan informasi yang ada dalam laporan ini dapat memberikan banyak pengetahuan dan wawasan bagi kita semua.
Yogyakarta, 26 Juni 2015
DAFTAR
Isi
COVER
halaman 02
KATA PENGANTAR
halaman 03BAB 1 PENDAHULUAN
halaman 05
DAFTAR ISI
halaman 04
BAB 2 TENTANG
GEREJA GANJURAN
halaman 06
Letak, hal 06 Sejarah, hal 06 Kondisi Fisik, hal 07 Pintu Masuk, hal 08 Arsitektur Gereja, hal 09 Arsitektur Candi, hal 11
BAB 3 PENUTUP
halaman 13
DOKUMENTASI
P
ada mulanya bangunan-bangunan ge-reja Katolik di Indonesia digunakan untuk memenuhi kebutuhan berib-adah orang-orang Belanda. Seiring dengan bertambahnya umat pribumi maka dibutuh-kan gereja yang sesuai dengan budaya lokal sebagai bentuk penyesuaian. Maka uncul-lah gereja yang disebut dengan gereja inkulturasi. Gereja Inkulturasi ada-lah gereja yang menggunakanun-sur-unsur lokal baik fisik maupun non-fisik. Salah satu gereja
inkulturasi di zaman modren ini adalah Gereja Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganju-ran yang terletak di Bantul, DI Yogyakarta. Laporan ini mengambil metode pen-gambilan data melalui ob-servasi langsung, tinjauan pustaka dan wawancara.
PROSES INKULTURASI
I
nkulturasi adalah sebuah proses budaya yang terjadi ketika dua budaya yang ber-temu dan budaya yang satu menambah nilai-nilai terhadap budaya lain. Terdapat 2 faktor yang terlibat dari proses inkulturasi adalah budaya akar setempat dan budaya asal individu. Secara ilmu internasional terdapat 3 proses budaya yaitu inkulturasi, akulturasi dan modernisasi. Berkaitan dengan objek-objek inkulturasi, Gereja memperbolehkanpenggu-naan unsur budaya setempat pada
objek-ob-jek yang tidak terlalu signifikan misalnya pa -kaian, bahasa, musik dan kesenian.
Arsitektur pada masa lampau tidak jauh dari konsep pengkastaan dan konsep istana sentris artinya bentuk tempat tinggal menunjukkan
kasta penghuni dan kasta paling tinggi adalah raja maka tidak diperbolehkan
memban-gun tempat tinggal lebih indah dari tempat tinggal raja. Pada
mas-yarakat jawa terdapat bentuk rumah yang khas yaitu Joglo. Rumah Joglo ini merupakan
tempat tinggal untuk orang-orang kaya dan Raja.
Budaya Jawa sendiri san-gat identik dengan ragam hias tertentu. Indonesia sebenarnya tidak memiliki ragam hias yang khas. Rag-am hias masuk bersRag-amaan dengan masuknya agama Hindu kemudian menyatu dengan budaya asli Indonesia. Pada ragam hias jawa terbagi menjadi 5 jenis rag-am hias utrag-ama yaitu Flora, Fauna, Alrag-am, Agrag-ama dan Anyam-anyaman. Ragam hias ini banyak menghiasi rumah Joglo. Arsitektur Gereja Can-di Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran yang iden-tik dengan rumah joglo tersebut membawanya menjadi gereja yang unik dan menarik untuk dibahas.
Secara ilmu
inter-nasional terdapat 3
proses budaya :
inkulturasi,
akulturasi
dan modernisasi.
LETAK
G
ereja Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran terletak di 17 km Selatan Yogyakarta. Gereja ini beralamat-kan di Desa Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul, DI Yogyakarta, Kotak Pos 115, Bantul 55702. Bangunan di halaman gereja terletak diatas tanah seluas 2,5 hektar terdiri dari ba-ngunan gereja, pastoran, ruang pertemuan, candi dan halaman tempat parkir.SEJARAH
1
912 – Dr Joseph Schmutzer dan Ir. Julius Schmutzer, manager pabrik gula Ganju-ran Gondanglipuro Bantul, Yogyakarta melaksanakan agaran sosial gereja (rerum no-varum) di pabrik mereka sebagai ungkapan syukur mereka kepada Hati Kudus Tuhan Ye-sus. Para buruh diperlakukan sebagai rekanBAB 2
Tentang Gereja Ganjuran
Peta Lokasi Gereja Ganjuran via Google Maps
kerja (sahabat) dan mereka menerima tak hanya gaji tetapi juga keuntungan perusa-haan (sebagai bagi ha-sil).
1919 – 7 sekolah dasar didirikan di desa seki-tar pabrik. Beberapa masih aktif dan seka-rang dijalankan oleh yayasan Kanisius.
1920 – Ir. Julius Schmu-tzer menikah dengan Caroline dan Rijcker-vorsel, yang bekerja sebagai perawat dan pekerja sosial. Kepeduli-annya terhadap perempuan diwujudkan den-gan dibentuknya sekolah dasar dan asrama untuk kaum perempuan. Beliau juga membuka klinik Kesehatan yang selanjutnya berdiri den-gan nama Rumah Sakit St. Elizabeth Ganjuran. Beliau juga mendirikan rumah sakit di Yogya-karta yang pernah diberi nama Onderde Bogen, dimana sekarang dikenal dengan nama Rumah Sakit Panti Rapih yang dibangun dari keuntun-gan pabriknya.
1924 – Schmutzer mendirikan Gereja Hati Ku-dus Tuhan Yesus di Ganjuran pada tanggal 16 April 1924. Pada tahun yang sama Romo van Driesche, S.J. menjabat sebagai pastor perta-ma di gereja ini.
1927 – Candi Hati Kudus Tuhan Yesus (seperti tertulis dalam candi “Sang Maha Prabu Yesus Kristus Pangeraning para Bangsa”, engkaulah Kristus Raja Tuhan segala bangsa) yang meng-adopsi gaya hindu-jawa, mulai dibangun pada tanggal 26 Desember 1927 sebagai ungka-pan berkat Tuhan yang melimpah. Patung Hati
Kudus dan sekaligus Kristus Raja di pasang di dalam candi yang menggambarkan kedamaian dan keadilan Tuhan atas tanah ini. Patung ini juga melambangkan kebapakan dan keibuan Tuhan.
1930 – Uskup Jakarta, Mgr. Van Velsen, S.J. memberkati/meresmikan candi pada tanggal 11 Februari 1930 yang dihadiri oleh pemu-ka-pemuka Tarekat sebagai peristiwa syukur atas berkat Tuhan yang melimpah, sekaligus penyerahan bumi Nusantara pada Hati Kudus Tuhan Yesus.
KONDISI FISIK
B
erbeda dengan candi yang dibangun dengan mengadopsi langgam Hin-du-Jawa, bentuk bangunan arsitektur gereja pada awal pendiriannya mengacuIr. Julius Schumtzer
Caroline
Uskup Jakarta Mgr. Van Velsen, S.J. dan umat kristiani pertama di Ganjuran
bentuk arsitektur gereja di Eropa Barat, tempat keluarga Schmutzer berasal. Selama Perang Dunia II antara Indonesia dan Be-landa, pabrik gula Ganjuran Gondanglipuro dibumi-hanguskan, akan tetapi candi dan gereja masih tersisa dan tumbuh bersama dengan anggota jemaat Gereja sampai se-karang. Sesuai dengan perkembangan umat, bangunan gereja sempat mengalami perlua-san-pengembangan sebelum rusak total aki-bat gempa bumi tahun 2006, dan dibangun kembali pada tahun 2009 dengan bentuk ar-sitektur yang sama sekali berbeda dari ben-tuk asalnya. Dengan demikian, Gereja Can-di Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran dapat dikatakan dibangun dengan 2 aliran gaya arsitektur yaitu perpaduan antara Jawa dan Hindu.
PINTU MASUK
D
alam pemahaman masyarakat Jawa, diperlukan batas yang jelas an-tara rumah dan bangunan sebagaiPintu Gerbang masuk kearea Gereja Ganjuran
Relief singa di pintu masuk Gereja Ganjuran
mikrokosmos dengan bagian luar sebagai makrokosmos dan oleh karenanya pembatas memiliki peran yang sangat penting sebagai penanda peralihan antara bagian dalam dan luar. Pintu gerbang Gereja Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran dipengaruhi oleh ar-sitektur Hindu dengan tidak adanya corak/ relief. Dibagian sisi kanan pintu gerbang dapat relief patung domba, dan disisi kiri ter-dapat relief patung singa.
ARSITEKTUR GEREJA
B
entuk Arsitektur Gereja sangat dipen-garuhi bentuk arsitektur pendopo ker-aton Yogyakarta, dalam hal :Geometri Bangunan
Arsitektur gereja diposisikan seperti pendo-po (pendhopo) Keraton Yogyakarta bentuk
Joglo Lambangsari dengan skala, proporsi yang menjadikannya tampil dominan sebagai kompleks gereja. Dominasi bentuk dasar ar-sitektur Barat yang umumnya terdapat pada
gereja, tidak nampak pada gereja tersebut, akan tetapi yang ada adalah sebuah bangu-nan pendopo. Ruang pendopo ditumpang oleh empat tiang penyangga (soko guru) se-cara vertikal yang menandai bagian tengah pendopo. Langit-langit (uleng-ulengan) yang disangganya didukung oleh balok tumpang-sari, tersusun sebagai piramida berundak terbalik, dilengkapi dengan banyak hiasan ukiran dan warna yang memahkotai ruang dalam dan menguatkan eksistensi sebagai ruang pusat. Susunan ini menunjukkan ba-gian tengah sebagai baba-gian yang terpenting, merupakan bagian yang lebih sakral, dan semakin keluar atau semakin menjauh dari
soko guru, hirarki kesakralannya semakin berkurang. Kenyataan ini menunjukkan bah-wa ruang pendopo dibuat dengan maksud
membedakan klasifikasi tingkah laku orang,
yang berada di dalam, di tengah atau di tepi ruang pendopo.
Bentuk Geometri Keraton Yogyakarta
Bentuk Geometri Gereja Ganjuran
Keterbukaan (tanpa dinding) Keraton Yogyakarta
Dinding
Seperti halnya sebuah pendopo yang berupa ruang terbuka, gereja tidak memiliki gerbang formal sebagai pintu masuk ke dalam ban-gunan. Keterbukaan ruang sangat dominan, atau derajat keterlingkupan ruang gereja sangat rendah dengan hanya memiliki bidang masif pada sisi utara, sedangkan pada sisi lain hampir seluruhnya terbuka. Empat buah tiang penyangga (soko guru) pada Rumah Jo-glo yang melambangkan empat unsur alam yaitu tanah, air, api dan udara, dan keempat-nya dipercaya orang Jawa akan memperkuat
rumah secara fisik maupun mental penghuni
rumah tersebut, juga ditemui pada gereja.
Lantai
Batas ruang gereja adalah peninggian lan-tai berundak, jajaran kolom dan naungan
teritisan yang membentuk pelingkup ruang secara maya. Meskipun tidak terdapat pintu gerbang masuk secara formal, namun pen-empatan “cawan air suci”, yang digunakan
umat saat memasuki ruang gereja, pada po-sisi tertentu di po-sisi selatan dan timur, serta penyusunan kursi dalam ruang gereja, secara fungsional membatasi akses ke dalam ruang pendopo dan membentuk jalan masuk ke da-lam gereja.
Langit-langit
Pada gereja, pola langit-langit menyerupai pola langit-langit Rumah Joglo Lambang-sari, yaitu mengikuti kemiringan atap pada sisi bawah, dan datar pada bagian tengah di atas pilar-pilar (soko guru). Langit-langit (uleng-ulengan) pada pendopo keraton
Yo-gyakarta disangga oleh balok tumpangsari lima tingkat, dilengkapi dengan banyak hi-asan ukiran dan warna yang mengandung makna simbolik. Demikian pula pada gereja, keberadaan tumpang sari dilengkapi
den-Soko guru
Keraton Yogyakarta
Soko guru Gereja Ganjuran
Ruang utama gereja ganjuran dengan soko guru di bagian tengah
ARSITEKTUR CANDI
M
eskipun dibangun dengan arsitek-tur bergaya khas hindu, akan teta-pi relief candi yang dibangun tidak ditemukan. Hal ini dikarenakan pada awal-nya candi dibangun sebagai rasa ungkapan syukur dan pada saat sekarang digunakan sebagai sarana peribatan umat katolik. Dida-lam candi terdapat sebuah patung unik kare-na penggambarannya disesuaikan dengan budaya jawa. Pertama adalah patung men-genakan pakaian adat Jawa. Pakaian yang dikenakan Yesus merupakan pakaian khas raja-raja Jawa. Hal ini termasuk digunakann-ya hiasan kepala digunakann-yang tidak pernah terdapat pada patung Yesus pada umumnya. Pada pa-tung Yesus umunya pada bagian kepala ter-dapat lingkaran yang menunjukkan sifat Ila-hi, tetapi juga tidak terdapat pada patung ini. Kedua, Yesus digambarkan dalam posisi gan hiasan dan warna-warna simbolis yangmelambangkan kebenaran sejati.
Ornamen
Seperti halnya pada pendopo keraton Yog-yakarta, ornamen di gereja juga ditemukan pada berbagai elemen bentuk arsitektur pen-dopo seperti misalnya pada atap, terdapat
wuwung kembang turen yang melambangkan kewibawaan yang tinggi; dimaknai sebagai visi hidup umat kristen, menggunakan ren-cana Tuhan karena hanya Allah sendiri yang Mahabijaksana. Hiasan banyu tumetes pada papan lis (listplank) menggambarkan tetesan yang memberikan rejeki pada umat.
Ornamen soko guru berupa bunga Padma
pada umpak andesitnya, yang melambang-kan keabadian dan kelanggengan; pada ge-reja umpak adalah Iman. Ornamen probo
di atas dan di bawah pilar (kolom) melam-bangkan sabda Allah yang menjadi dasar kekuatan Gereja. Demikian pula ornamen pada langit-langit, misalnya usuk peniyung
melambangkan sinar Ilahi yang menaungi umat; nanasan pada tumpang sari melam-bangkan perjuangan hidup; berjuang dalam hidup dengan iman dan Kasih.
Warna
simbolisasi warna pare anom dan gula ke-lapa, yaitu hijau, kuning, merah dan putih, yang terdapat pada keraton Yogyakarta, juga terdapat pada gereja. Warna tersebut serupa dengan warna liturgi gereja Katolik; makna simbolik warna-warna tersebut adalah hijau sebagai masa pengharapan, kuning sebagai warna keagungan, putih melambangkan ke-sucian dan merah menunjukkan keberanian membela kebenaran untuk mempertahank-an darah martir sampai mati.
duduk di singgasana. Umumnya patung-pa-tung dalam gereja digambarkan dalam keadaan berdiri. Yesus disini diibaratkan se-bagai raja sehingga seorang raja tentu akan duduk disinggasananya untuk menunjuk-kan dejarat dan kekuasaannya. Pada bagian bawah patung juga dicantumkan semacam ‘gelar’ dalam bahasa Jawa yang diberikan pada patung tersebut, tertulis “Sang Maha Prabu Yesus Kristus Pangeraning para Bangsa” (engkaulah Yesus Kristus Raja Tuhan sega-la bangsa) yang menegaskan Yesus sebagai raya yang berkuasa akan mengayomi rakyat/ umat-Nya. Patung juga melambangkan keba-pakan dan keibuan Tuhan.
Candi Ganjuran tampak bagian atas
BAB 3
Penutup
S
ecara keseluruhan aspek-aspek bu-daya jawa begitu kuat dan mendom-inasi di Gereja Ganjuran ini. Wa-laupun begitu aspek budaya Jawa yang digunakan lebih cenderung dekoratif seh-ingga tidak mengubah nilai ajaran katolik. Ornamen dan gaya arsitektur yang berkem-bang di pulau Jawa sebenarnya sudah ber-campur dengan budaya-budaya lain yang telah ada sebelumnya seperti budaya Is-lam dan budaya Hindu-Buddha. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Inkulturasi Bu-daya yang terjadi di Gereja Ganjuran san-gat kental dan menyatu tetapi tidak mengu-bah nilai ajaran katolik yang diajarkannya.DAFTAR PUSTAKA
Joyce M. Laurens. 2014. Makna Transedental diba-lik Arsitektur Tradisional Jawa pada Gereja Katodiba-lik Ganjuran, Yogyakarta.pdf
Romo Gregorius Utomo. 2011. Gereja Hati Kudus Yesus di Ganjuran. Yogyakarta : Unggul Jaya Rini Pinasthika. Tinjauan Inkulturasi Budaya Jawa pada Ornamen Hias dalam Interior Gereja Katolik Ganjuran. Bandung : Jurnal Fakultas Seni Rupa dan Desain, ITB
DOKUMENTASI
Kelompok
Dari kiri ke kanan. Yohansen, Afri, Al, Husna, Edy (almamater), Nisa, Azel, Marrisa, Ayu, Regina.
Fotografer. Rosa