• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. LANDASAN TEORI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Pengertian

Budaya

Kerja

Budaya berasal dari bahasa sansakerta budhayah sebagai bentuk jamak dari kata dasar “budhi” yang artinya akal atau segala sesuatu yang berkaitan dengan akal pikiran, nilai-nilai dan sikap mental (Kepmenpan No. 25/KEP/M.PAN/04/2002). Budidaya berarti memberdayakan budi sebagaimana dalam bahasa Inggris di kenal sebagai culture (latin – cotere) yang semula artinya mengolah atau mengerjakan sesuatu (mengolah tanah pertanian), kemudian berkembang sebagai cara manusia mengaktualisasikan nilai (value), karsa (creativity), dan hasil karyanya (performance). Budidaya dapat juga diartikan sebagai keseluruhan usaha rohani dan materi termasuk potensi-potensi maupun keterampilan masyarakat atau kelompok manusia. Budaya selalu bersifat sosial dalam arti penerusan tradisi sekelompok manusia yang dari segi materialnya dialihkan secara historis dan diserap oleh generasi-generasi menurut “nilai” yang berlaku. Nilai disini adalah ukuran-ukuran yang tertinggi bagi perilaku manusia.

Budaya diartikan juga sebagai seperangkat perilaku, perasaan dan kerangka psikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi (Osborn dan Plastrik, 2000:252). Sehingga untuk merubah sebuah budaya harus pula merubah paradigma orang yang telah melekat. Pada bagian lain Sofo (2003:384) memandang budaya sebagai sesuatu yang mengacu pada nilai-nilai,

(2)

 

keyakinan, praktik, ritual dan kebiasaan-kebiasaan dari sebuah organisasi. Dan membantu membentuk perilaku dan menyesuaikan persepsi.

Elemen-elemen budaya kerja menurut Tim Pusdiklat Pegawai BPPK (2008:5) dan AB Susanto, FX Sujanto, H. Wijanarko, P. Susanto, S. Mertosono, W. Ismangil (2008:7) dapat digambarkan sebagai berikut:

G a m b a r 2 . 1 Elemen-elemen Budaya Kerja Sumber: Tim Pusdiklat Pegawai BPPK (2008:5)

Pentingnya budaya dalam mendukung keberhasilan satuan kerja menurut Newstrom dan Davis (1993:58-59) adalah bahwa budaya memberikan identitas pegawainya, budaya juga sebagai sumber stabilitas serta kontinyuitas organisasi yang memberikan rasa aman bagi pegawainya, dan yang lebih penting adalah budaya

NILAI DASAR SIKAP ASUMSI/PERSEPSI PERILAKU OUTPUT/HASIL TIDAK TAMPAK TAMPAK

(3)

 

membantu merangsang pegawai untuk antusias akan tugasnya. Sedangkan tujuan fundamental budaya adalah untuk membangun sumber daya manusia seutuhnya agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu hubungan sifat peran sebagai pelanggan pemasok dalam komunikasi dengan orang lain secara efektif dan efisien serta menggembirakan (Triguno, 2004:6).

Menurut Hasibuan (2000:47), kerja adalah pengorbanan jasa, jasmani, dan pikiran untuk menghasilkan barang-barang atau jasa-jasa dengan memperoleh imbalan prestasi tertentu. Kerja perlu diartikan sebagai kegiatan luhur manusia. Bukan saja karena kerja manusia dapat bertahan hidup tetapi juga kerja merupakan penciptaan manusia terhadap alam sekitarnya menjadi manusiawi. Dengan demikian kerja juga merupakan realisasi diri (S. Poepowardojo, 1985:116).

Pada hakikatnya bekerja merupakan bentuk atau cara manusia untuk mengaktualisasikan dirinya. Bekerja merupakan bentuk nyata dari nilai-nilai, keyakinan-keyakinan yang dianutnya dan dapat menjadi motivasi untuk melahirkan karya yang bermutu dalam pencapaian suatu tujuan (Kepmenpan No. 25/KEP/M.PAN/04/2002). Dalam agama Islam bekerja adalah ibadah, perintah Tuhan atau panggilan mulia.Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani dan Baehaqi; “Bahwasanya Allah SWT mencintai orang-orang yang bekerja”. Dostoyevsky dalam Sofo (2003:390) mengganti istilah kerja dengan kata “pembelajaran”.

Bagaimana dengan budaya kerja? Sebenarnya budaya kerja sudah lama dikenal oleh manusia, namun belum disadari bahwa suatu keberhasilan kerja berakar

(4)

 

pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku yang menjadi kebiasaan. Nilai-nilai tersebut bermula dari adat istiadat, agama, norma dan kaidah yang menjadi keyakinan pada diri pelaku kerja atau organisai. Nilai-nilai yang menjadi kebiasaan tersebut dinamakan budaya dan mengingat hal ini dikaitkan dengan mutu kerja, maka dinamakan budaya kerja. (Triguno, 2004:1).

Budaya kerja merupakan suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai “kerja atau bekerja” (Triguno, 1996:3). Budaya kerja adalah cara kerja sehari-hari yang bermutu dan selalu mendasari nilai-nilai yang penuh makna, sehingga menjadi motivasi, memberi inspirasi, untuk senantiasa bekerja lebih baik, dan memuaskan bagi masyarakat yang dilayani (Kepmenpan Nomor: 25/KEP/M.PAN/04/2002).

Dengan demikian, maka setiap fungsi atau proses kerja mempunyai perbedaan dalam cara bekerjanya, yang mengakibatkan berbedanya pula nilai-nilai yang sesuai untuk diambil dalam kerangka kerja organisasi, seperti nilai-nilai apa saja yang sepatutnya dimiliki, bagaimana perilaku setiap orang akan dapat mempengaruhi kerja mereka, kemudian falsafah yang dianutnya seperti “budaya kerja” merupakan suatu proses tanpa akhir” atau “terus menerus”. Biech dalam Triguno (2004:31) menyebutkan bahwa nilai-nilai, perilaku, dan falsafah yang dianut setiap orang mempunyai arti proses yang panjang yang terus menerus disempurnakan sesuai

(5)

 

dengan tuntutan dan kemampuan SDM itu sendiri sesuai dengan prinsip pedoman yang diakui. Sehingga budaya kerja dapat diartikan sebagai cara pandang yang menumbuhkan keyakinan atas dasar nilai-nilai yang diyakini pegawai untuk mewujudkan prestasi kerja terbaik.

2.2 Terbentuknya Budaya Kerja

Budaya kerja terbentuk begitu satuan kerja atau organisasi itu berdiri, menurut Sithi-Amnuai dalam Ndraha (2003:76) menjelaskan “being developed as they learn to cope with problems of external adaption and internal integration” artinya pembentukan budaya kerja terjadi tatkala lingkungan kerja atau organisasi belajar menghadapi masalah, baik yang menyangkut perubahan-perubahan ekternal maupun internal yang menyangkut persatuan dan keutuhan organisasi. Perlu waktu bertahun bahkan puluhan dan ratusan tahun untuk membentuk budaya kerja. Pembentukan budaya kerja di awali oleh (para) pendiri (founders) atau pimpinan paling atas (top management) atau pejabat yang ditunjuk, di mana besarrnya pengaruh yang dimilikinya akan menentukan suatu cara tersendiri apa yang dijalankan dalam satuan kerja atau organisasi yang dipimpinnya. Gambar 2.2 berikut ini merupakan proses terbentuknya budaya kerja dalam satuan kerja atau organisasi.

(6)

 

G a m b a r 2 . 2 Proses terbentuknya budaya kerja Sumber: Robbins (2006:734)

Robbins (2006:734) menjelaskan bagaimana budaya kerja dibangun dan dipertahankan yang ditunjukkan dari filsafat pendiri atau pimpinannya. Selanjutnya budaya ini sangat dipengaruhi oleh kriteria yang digunakan dalam mempekerjakan pegawai. Tindakan pimpinan akan sangat berpengaruh terhadap perilaku bawahannya untuk dapat diterima di lingkungan tempat kerjanya. Bagaimana bentuk sosialisasi akan tergantung kesuksesan yang dicapai dalam menerapkan nilai-nilai dalam proses seleksi. Namun secara perlahan nilai-nilai tersebut dengan sendirinya akan terseleksi untuk melakukan penyesuaian terhadap perubahan yang pada akhirnya akan muncul budaya kerja yang diinginkan.

Filosofi organisasi yang dijumpai Sosialisasi Kriteria seleksi Manajemen puncak Budaya Organisasi

(7)

 

2.3 Nilai-nilai Budaya Kerja Aparatur

Menurut Kepmenpan Nomor: 25/KEP/M.PAN/04/2002 nilai-nilai budaya kerja aparatur pemerintah itu terdiri dari 34 unsur/17 pasang yang diharapkan dapat dikembangkan, sehingga akan menumbuhkan motivasi dan tanggung jawab terhadap peningkatan produktivitas dan kinerja aparatur pemerintah.

Di bawah ini dijelaskan nilai-nilai budaya kerja yang mencakup: nilai-nilai, arti, seharusnya, dan upaya untuk dapat dikembangkan lebih lanjut.

Tabel 2.1 Nilai-nilai Budaya Kerja Aparatur Pemerintah

No. Nilai-nilai Arti Seharusnya Upaya

1. Komitmen dan Konsisten Memegang teguh dan berjanji melaksanakan

tugas secara taat asas Komit dan konsisten terhadap visi dan misi organisasi

Merumuskan visi dan misi organisasi secara jelas

2. Wewenang dan tanggung jawab

Setiap pegawai diberi peran dan tanggung jawab sesuai posisi

Wewenang dan tanggung jawab jelas dan tegas

Harus menyampaikan laporan pelaksanaan tugas berdasarkan rencana kerja 3. Keikhlasan dan kejujuran Tidak mengharap imbalan dan berani melawan ketidak benaran yang bertentangan dengan suara hatinya Pegawai jujur dan ikhlas menjadi kunci bagi tumbuhnya rasa hormat dan kepercayaan masyarakat Perbaikan kesejahteraan, pengawasan, pengembangan sikap dan perilaku positip (ikhlas dan jujur)

       

(8)

 

No. Nilai-nilai Arti Seharusnya Upaya

4. Integritas dan profesionalis me Konsisten dalam kata dan perbuatan serta berkemampuan kerja tinggi Pegawai punya integritas profesionalisme yang tinggi Memberi teladan,penghargaan dan sanksi berdasarkan penilaian

objektif sesuai debgan tolak ukur kinerja yang jelas 5. Kreativitas

dan Kepekaan

Punya gagasan baru lebih baik dan peka terhadap peluang dan perkembangan di dalam dan di luar organisasi Lingkungan kerja mendorong kretivitas.Keluh an masyarakat segera dicarikan jalan keluarnya. Penghargaan bagi pegawai yang kreatif dan menciptakan suasana yang trasparan. 6. Kepemimpin an dan Keteladanan Kemampuan memotovasi bawahan dan perilaku yang dapat dijadikan acuan Pemimpin mengenal visi dan misi organisasi

secara baik dan memberi contoh Rekrukment pejabat yang berdasarkan profesionalisme dan dapat memberi tauladan 7. Kebersamaan dan Dinamika Kelompok Kepentingan pribadi dan kelompok setara dan untuk mencapai tujuan bersama Setiap pegawai harus menyadari bahwa ia merupakan bagian dari organisasi Sosialisasi tujuan organisasi, termasuk resiko (pribadi dan kelompok) dan keuntungan yang akan

diperoleh 8. Ketepatan dan Kecepatan Pelayanan diberikan tepat jumlah, mutu, biaya, prosedur dan waktu Pelayanan memberikan kepuasan kepada masyarakat Setiap pegawai mempunyai uraian tugas dan tanggung jawab yang jelas

9. Rasionalitas dan

Kecerdasan Emosi

Berfikir cerdas, objektif, logis dan sistematis, baik dari segi akal maupun emosi Kebijakan dapat diuji dan menggunakan iptek.Emosi memperkokoh motivasi. Keterbukaan terhadap kritik, diskusi, musyawarah setara. 10. Keteguhan dan Ketegasan Kuat memegang prinsip dan tidak ragu-ragu Teguh dalam berprinsip dan tidak ragu-ragu dalam bertindak Penempatan jabatan melalui fit dan proper test.

(9)

 

No. Nilai-nilai Arti Seharusnya Upaya

11. Disiplin dan Keteraturan Kerja Taat aturan, sistematis dalam langkah pelaksanaan, evaluasi, perbaikan rencana. Disiplin dan teratur dalam melaksanakan pekerjaan Perangkat lunak (SOP) jelas, merit rating diaplikasikan, perangkat keras dicukupi 12. Keberanian dan Kearifan Berani menanggung resiko dalam membuat keputusan yang tepat waktu dan sesuai nilai-nilai Berani menanggung nresiko kegagalan sesuai dengan pertimbangan nilai-nilai yang ada Menegakkan hukum secara konsisten, tegas dan adil tanpa pandang bulu 13. Dedikasi dan Loyalitas Sifat rela berkorban demi pengabdian kepada instansi, bangsa dan negara Dedikasi dan loyalitas tinggi terhadap bangsa & negara, bukan loyalitas tinggi terhadap atasan demi kepentingan pribadi Membentuk kelompok budaya kerja (KBK). Menanamkan kesadaran terhadap pencapaian visi 14. Semangat dan Motivasi Daya yang mendorong pada perilaku sampai pada tingkat tertinggi Bersemangat kerja tinggi, untuk membangun kepercayaan dan pencapaian tujuan individu dan oragisasi Peningkatan kesejahteraan pegawai.Sosialisasi pengembangan budaya kerja 15. Ketekunan dan Kesabaran

Teliti, rajin dan tidak emosional dan tidak putus asa dalam mencapai sasaran pekerjaan Pegawai memiliki sifat pejuang, semangat pelayanan prima dan tidak mengeluh Merumuskan sasaran organisasi secara spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis dan jelas (SMART).

   

(10)

 

No. Nilai-nilai Arti Seharusnya Upaya

16. Keadilan dan Keterbukaan

Adil pada pegawai dan masyarakat sesuai fungsi, hak dan kewajibanya, serta melakukan kegiatan secara terbuka sehingga diketahui oleh stakeholders Ketentuan agar dijalankan secara terbuka dan dilaksanakan secara adil Sosialisasi ketentuan secara terbuka dan jelas, pelanggar mendapatkan sanksi yang tegas. 17. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pekerjaan dilaksanakan atas dasar ilmu yang

baku dan menggunakan alat

yang tepat guna

Mengikuti era globalisasi informasi dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi Program diklat Penyebaran informasi dan teknologi.

Sumber: Kepmenpan Nomor: 25/KEP/M.PAN/04/2002

Penerapan budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan perilaku aparatur menuju tata kerja yang terartur, rapi, bersih dalam menggapai peningkatan produktivitas dan kualitas kerja, agar pencitraan aparatur Departemen Agama yang mengemban misi penjaga moral bangsa menjadi lebih baik dan berwibawa.

Menurut Suparta (2008), budaya kerja yang secara umum akan dikembangkan di lingkungan Departemen Agama dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi dinilai sangat strategis dalam upaya memulihkan dan memperkuat kepercayaan publik atas keberadaan, fungsi dan kinerja Departemen Agama. Gagasan atas pengembangan sikap kerja yang positif diyakini dapat menciptakan atmosfir yang baik dalam membentuk perilaku kerja produktif di Departemen Agama.

(11)

 

2.4 Persepsi Pegawai dan Pengaruhnya Terhadap Sikap dan

Perilaku

Persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka (Robbins, 2006:169). Persepsi sebagai penghayatan langsung oleh seorang pribadi atau proses-proses yang menghasilkan penghayatan langsung. Persepsi juga dipengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuan seseorang (Mar’at 1984:22-23). Manusia mengamati obyek dengan inderanya sendiri yang diwarnai oleh nilai dari kepribadiannya, sedangkan obyeknya dapat berupa kejadian, ide atau situasi tertentu.

Berdasarkan nilai dan norma yang dimiliki seseorang akan terjadi keyakinan terhadap obyek tersebut. Robbins (2006:170) membagi beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi berdasarkan keberadaan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi itu sendiri, apakah berada di pihak perilaku persepsi, dalam obyeknya atau target yang dipersepsikan, atau dalam konteks dari situasi dalam mana persepsi itu dilakukan, sebagaimana gambar berikut:

(12)

 

G a m b a r 2 . 3 Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Sumber: Robbins (2006:170)

Gambar tersebut di atas menunjukkan bagaimana pegawai mempersepsikan kerja berdasarkan nilai dan norma yang dimiliki akan membentuk persepsi tertentu mengenai kerja. Di sini setiap pegawai memberikan makna yang berbeda dalam memandang nilai-nilai budaya kerja yang ada.

Hubungan antara persepsi pegawai terhadap nilai, sikap dan perilaku sesuai dengan yang diinginkan dapat terjadi apabila terdapat kesesuaian antara persepsi yang didasarkan pada nilai-nilai yang diyakini dengan nilai-nilai budaya kerja yang ada.

Faktor dalam situasi

• Waktu • Keadaan / tempat kerja • Keadaan sosial

PERSEPSI

Faktor pada pemersepsi • Sikap • Motif • Kepentingan • Pengalaman • Pengharapan Faktor pada target • Hal baru • Gerakan • Bunyi • Ukuran • Latar belakang • Kedekatan

(13)

 

2.5 Budaya Kuat, Tepat dan Adaptif

Budaya kuat adalah budaya kerja yang ideal. Dimana kekuatan budaya mampu mempengaruhi intensitas perilaku. Ada tiga ciri khas budaya kuat thickness, extent of sharing, dan clarity of ordering (Sathe, 1985 dalam Ndraha, 2003:122-123). Sedangkan menurut Robbins “A strong culture is characterized by the organization’s core values being intensely held, clearly ordered, and widely shared”. Semakin kuat budaya, semakin kuat pengaruhnya terhadap lingkungan dan perilaku manusia. (Ndraha, 2003:123).

Kotter dan Heskett (1997) dalam penelitiannya menyimpulkan betapapun kuatnya budaya dan cocok untuk situasi atau lingkungan (context), tetapi tidak untuk situasi lainnya maka diperlukan dimensi lain yaitu ketepatan dan kecocokan. Budaya yang kuat namun pelaksanaannya tidak sesuai dengan situasi sesungguhnya dapat mengakibatkan orang berperilaku menghancurkan. Oleh karena itu Kotter dan Heskett memandang hanya budaya kerja yang mendukung satuan kerja atau organisasi untuk mengantisipasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan lingkunganlah yang dapat menunjukkan kinerja yang tinggi (Ndraha, 2003:124).

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perubahan dalam budaya kerja itu sangat penting, karena masalah budaya kerja terletak pada diri kita masing-masing dan musuh budaya kerja pun adalah diri kita sendiri. (Triguno, 2004:29).

(14)

 

2.6 Pengertian

Kemampuan

Sumber daya manusia yang memiliki kemampuan tinggi sangat menunjang tercapainya visi dan misi organisasi untuk segera maju dan berkembang pesat, guna mengantisipasi kompetisi global. Kemampuan yang dimiliki seseorang akan membuatnya berbeda dengan yang mempunyai kemampuan rata-rata atau biasa saja.

Menurut Sofo (2003:150) istilah kemampuan didefinisikan dalam arti apa yang diharapkan di tempat kerja, dan merujuk pada pengetahuan, keahlian, dan sikap yang dalam penerapannya harus konsisten dan sesuai standar kinerja yang dipersyaratkan dalam pekerjaan. Ada tiga komponen penting yang tidak tampak dalam kemampuan diri manusia yaitu; keterampilannya, kemampuannya dan etos kerjanya. Tanpa ketiganya, semua sumber daya tetap terpendam, tidak dapat dimanfaatkan, dan tetap merupakan potensi belaka.

Lowler dan Porter (2000) mendefinisikan kemampuan (ability) sebagai karakterisik individual seperti intelegensia, manual skill, traits yang merupakan kekuatan potensial seseorang untuk berbuat dan sifatnya stabil (As’ad, 2000:61). Selain itu kemampuan dinyatakan sebagai seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Kemampuan pada individu tersebut paling tidak ditentukan oleh tiga aspek kondisi dasar yaitu; kondisi sensoris dan kognitif, pengetahuan tentang cara respon yang benar, dan kemampuan melaksanakan respon tersebut. Jadi kemampuan (ability) merupakan suatu potensi untuk melakukan sesuatu. Atau dengan kata lain

(15)

 

kemampuan (ability) adalah what one can do dan bukanlah what he does do (As’ad, 2000:60).

Kemampuan sejati adalah kekuatan yang dapat mendorong terwujudnya sinergi kemampuan konstruktif seluruh potensi yang ada dalam diri manusia berupa kekuatan fisik, akal pikiran, jiwa, hati nurani (spiritualitas) dan etika sosial di lingkungannya untuk mewujudkan hasil karya terbaik dan bermanfaat (Kepmenpan Nomor: 25/KEP/M.PAN/04/2002:72).

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan merupakan potensi yang dimiliki oleh seorang pegawai dalam menyelesaiakan tugasnya secara cepat dan tepat, efektif dan efisien sesuai dengan metode atau standar kerja yang diwujudkan dalam pelaksanaan tugasnya.

2.7 Hubungan Budaya Kerja Dengan Kemampuan

Budaya kerja yang telah diterima dan tertanam dengan baik pada setiap pegawai akan menunjukkan sejauhmana pegawai dapat menyelesaikan tugasnya dengan cepat, tepat dan benar sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Deal dan Kennedy (1982) dalam Narayanan dan Nath (1993:464) menggambarkan bagaimana budaya yang kuat mampu membantu pegawai mengerjakan tugasnya dengan lebih baik. Pegawai yang terlatih dalam budaya kerja akan mampu memecahkan permasalahan secara mandiri dengan bantuan keahliannya berdasarkan metode ilmu pengetahuan, dibangkitkan oleh pemikiran yang kritis kreatif, tidak menghargai penyimpangan dan akal bulus serta pertentangan (Wolseley dan Campbell, dalam

(16)

 

Triguno, 2004:9). Lebih lanjut dikatakan bahwa sifat khas budaya kerja adalah kemampuan mengelola proses perubahan, karena berdasar pada nilai-nilai kebersamaan/integritas, sehingga sedikit demi sedikit sikap perilaku yang negatif akan terkikis dan munculnya nilai-nilai baru yang lebih baik untuk mendorong menjadi lebih optimal (Triguno, 2004:64). Dengan kata lain, budaya kerja menjadi pengarah perilaku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. (Stoner, Freman dan Gilbert, 1996:186).

Dalam Kepmenpan RI No. 25/2002 dinyatakan bahwa budaya kerja dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, lebih memahami makna hidup dan pengabdian sebagai aparatur negara dengan cara bekerja sebaik-baiknya dan berprestasi dalam lingkungan tugas kerja/intansinya. Kemampuan tanpa akhlak mulia akan membuahkan sosok manusia yang cerdas secara intelektual tetapi bodoh secara moral, sehingga kecerdasan dan keahliannya dapat digunakan untuk mengembangkan pikiran dan praktek negatif yang merugikan masyarakat dan negara. Budaya kerja juga dapat membangkitkan kesanggupan aparatur negara untuk mencari daya suai (adaptability) dengan keadaan-keadaan yang berbeda. Oleh karena itu penghayatan nilai-nilai budaya kerja harus diarahkan untuk menciptakan sikap kerja profesional, sedangkan apresiasi nilai-nilai yang aplikatif akan membuahkan akhlak mulia.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan yang meningkat menunjukkan kekuatan budaya dalam mempengaruhi perilaku pegawai untuk mencapai tujuan, sebaliknya kemampuan yang rendah menunjukkan lemahnya budaya mempengaruhi perilaku pegawai untuk mencapai tujuan.

(17)

 

2.8 Pengertian

Komitmen

Komitmen adalah keteguhan hati, tekad yang mantap dan janji untuk melakukan atau mewujudkan sesuatu yang diyakini (Kepmenpan No. 25 tahun 2002). Adanya rasa keterikatan pada suatu falsafah dan satuan kerja kemungkinan untuk bertahan dalam satuan kerja akan lebih tinggi ketimbang pegawai yang tidak mempunyai rasa keterikatan pada satuan kerja. Pegawai yang mempunyai komitmen terhadap satuan kerja menunjukkan kuatnya pengenalan dan keterlibatan pegawai dalam satuan kerja.

Pegawai yang memiliki komitmen terhadap satuan kerja kemungkinan untuk tetap bertahan lebih tinggi dari pada pegawai yang tidak mempunyai komitmen. Komitmen pegawai dapat mengurangi keinginan untuk melepaskan diri dari organisasi atau unit kerja. Mereka cenderung menunjukkan keterlibatan yang tinggi diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku. Selain itu pegawai yang menunjukkan sikap komitmennya akan merasa lebih senang dengan pekerjaan mereka, berkurangnya membuang-buang waktu dalam bekerja dan berkurangnya kemungkinan meninggalkan lingkungan kerja.

Komitmen merupakan fungsi karakteristik personal dan fungsi -fungsi situasional yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Karakteristik personal ini berupa usia, masa kerja, dan pendidikan sedangkan faktor situasional meliputi konflik peran dan iklim organisasi.

Komitmen akan timbul apabila ada pemahaman nilai kerja, mengkomunikasikan standar prestasi kerja dan menghubungkannya dengan reward

(18)

 

dan memberikan dukungan kepada pimpinan atau atasan. Untuk meningkatkan komitmen dapat dilakukan dengan meningkatkan atmosfer sosial satuan kerja dan pemahaman akan tujuan.

Pengertian mengenai komitmen pada dasarnya menekankan bagaimana hubungan pegawai dan satuan kerja menimbulkan sikap yang dapat dipandang sebagai rasa keterikatan pada falsafah dan satuan kerja. Di mana pegawai akan memegang teguh sepenuh hati dan berjanji melaksanakan tugas yang harus diemban secara taat asas, yang telah ditetapkan oleh sekelompok orang atau badan yang terikat dalam satu wadah kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.

2.9 Hubungan Budaya Kerja Dengan Komitmen

Budaya yang dibangun dari nilai-nilai yang dianut dianggap sebagai pemicu tumbuhnya komitmen pegawai sehingga pegawai dengan mudah akan memahami nilai-nilai dan norma yang dianut dalam satuan kerja dan menerapkannya dalam lingkungan kerja sebagai pedoman dalam berperilaku. Dalam Kepmenpan Nomor: 25/KEP/M.PAN/04/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara disebutkan bahwa untuk melaksanakan pengembangan nilai-nilai dasar Budaya Kerja Aparatur Negara di lingkungan instansi/lembaga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan diperlukan komitmen secara konsisten dalam kerangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi sesuai dengan kewenangan pada bidang masing-masing instansi. Pegawai yang mempunyai komitmen terhadap satuan kerja akan menunjukkan sikap dan perilaku positif serta cenderung mempertahankan

(19)

 

keanggotaannya sebagai wujud kebanggaan pada satuan kerja yang dianggap mampu memenuhi harapannya.

Setiap pegawai harus mempunyai pandangan bahwa bekerja adalah suatu hal yang penting dalam tujuan hidupnya ,jika mereka sudah menyukai pekerjaanya maka akan memperoleh kepuasan tersendiri dari hasil kerjanya (Sentono, 1999:82-83). Pegawai yang memperoleh kepuasan dari hasil kerjanya akan memiliki komitmen yang lebih terhadap satuan kerja (organisasinya). Hal inilah yang ditegaskan oleh West (1997:130) bahwa hubungan satuan kerja (organisasi) dengan budaya kerja akan melahirkan budaya kuat yang berorientasi pada hubungan manusia yang diwarnai kepedulian pada komitmen.

Komitmen pegawai tidak akan tumbuh dengan sendirinya. Ada hubungan yang signifikan antara budaya kerja dengan komitmen pegawai. Budaya kerja dianggap sebagai pemicu tumbuhnya komitmen pegawai, karena budaya kerja yang dibangun sejalan dengan nilai-nilai yang dianut pegawai, akan memotivasi untuk bersedia memberikan diri mereka dengan suka rela guna memajukan satuan kerjanya. Budaya kerja juga mempunyai peran dalam mengikat pegawai untuk selalu bekerja sama mencapai keberhasilan.

Gambar

Tabel 2.1 Nilai-nilai Budaya Kerja Aparatur Pemerintah
Gambar tersebut di atas menunjukkan bagaimana pegawai mempersepsikan  kerja berdasarkan nilai dan norma yang dimiliki akan membentuk persepsi tertentu  mengenai kerja

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan metode penelusuran diatas didapatkan dua studi dengan uji klinis mengenai pemberian G-CSF pada pasien acute on chronic liver failure dan

Selain itu, Ahmad et al., (2005) juga menyatakan bahwa bakteri Gram negatif umumnya lebih toleran terhadap pengaruh logam berat dibandingkan bakteri Gram positif

Konsumen yang merasa dapat memperoleh manfaat dan informasi terkait dengan produk yang sedang dicari sehingga memperoleh kesenangan, hiburan, dan kenikmatan ketika membaca online

pertambangan. Mereka yang membiayai hal ini terdorong oleh keuntungan yang dat diperoleh dari tiap ons akstraksi logam mulia dan harga tinggi pasar emas selama ini

atas segala nikmat cahaya ilmu pengetahuan, kemudahan serta petunjuk yang telah diberikan sehingga dapat terselesaikan dengan baik penulisan tesis dengan Pengujian Keseragaman

EFEKTIFITAS FLASH CARD DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGENAL HURUF PADA SISWA TUNARUNGU KELAS TK-A2 DI SLB NEGERI CICENDO KOTA BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Laporan Tugas Akhir ini mengkaji tentang masalah potensi wisata yang terdapat di Pasar Jumat Karanganyar, strategi pengembangan Pasar Jumat Karanganyar, dan

Tujuan diciptakannya produk ini adalah untuk meningkatkan nilai jual produk berbahan tempe, meningkatkan pamor tempe, mampu menarik minat konsumen untuk beralih ke produk lokal,