• Tidak ada hasil yang ditemukan

2011 Aspek sosial dan aspek simbolik pa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "2011 Aspek sosial dan aspek simbolik pa"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Aspek sosial dan aspek simbolik pada kritik estetika sebagai Penanda Modernitas1

Membaca modernitas arsitektur adalah membaca relasi-relasi yang terjadi antara pemikiran/gagasan arsitektur, karya arsitektur dan masyarakat

(pengguna/klien/publik). Era Modern menyebabkan makin jelas batas-batas antara karya arsitektur, pemikiran/teori dan praktek arsitektur, arsitek dan klien/publik-nya. Tulisan ini berusaha menelusuri relasi-relasi tersebut, dan bagaimana

perkembangan teori arsitektur merupakan representasi dari perkembangan relasi-relasi tersebut.

Norberg-Schulz menjelaskan pemahaman dia mengenai ‘building tasks’, Norberg-Schulz menjelaskan bahwa arsitektur setidaknya menghadapi empat aspek; 2

1. Aspek kontrol fisik; sebagai sebuah jawaban terhadap physical

milieu,ketika bangunan melindungi manusia terhadap faktor-faktor cuaca di luar dan menciptakan sebuah ‘iklim buatan’.

2. Aspek kerangka fungsional (functional frame); sebagai sebuah partisipasi bangunan terhadap aksi-aksi manusia,

3. Aspek sosial, suatu jawaban terhadap social milieu; ketika aksi-aksi manusia tersebut bersifat sosial, dan bangunan menjadi wujud makna-makna sosial.

4. Aspek simbolik, ketika bangunan menjadi representasi obyek sosial dan bersama dengan aspek sosial bangunan membentuk sebuah jawaban symbolic milieu.

Christian Norberg-Schulz mengungkapkan (terutama dalam kaitan antara arsitek dengan klien), terdapat tiga buah kritik yang muncul, yakni : 3

1. Kritik fungsional; ketika terjadi ketidakcocokan antara gaya hidup kekinian dengan kerangka arsitektur yang ditawarkan,

2. Kritik estetika; ketika terjadi ketidaksesuaian antara kebiasaan (dengan kehadiran yang baru)

3. Kritik ekonomis; hal ini terjadi berkaitan dengan “apa yg didapat setelah orang bayarkan”.

Dari dua ungkapan di atas, dapat diperhatikan bahwa kritik estetika tampil dominan pada aspek sosial dan aspek simbolik. Aspek kontrol fisik dan aspek kerangka

1 Tulisan ini merupakan sebuah tulisan dalam rangka Ujian Akhir Semester Mata Kuliah

Sejarah Teori, Kritik Arsitektur Lanjut pada Program Doktor Arsitektur, Pascasarjana Universitas Katolik Parahyangan, semester ganjil 2011/2012

2 Disarikan dari dari Christian Norberg-Schulz, 1965, Intentions in Architecture, MIT Press,

Cambridge, hal. 111-112

3 Paparan ini merupakan terjemahan bebas dari Christian Norberg-Schulz, 1965, Intentions

(2)

fungsional tampil sebagai teori-teori yang dominan hadir pada dimensi fisik dan nyata (tangible), sedangkan kritik estetika hadir sebagai teori pada dimensi pemahaman yang bersifat abstrak (intangible). Aspek kontrol fisik dan aspek

kerangka fungsional bersifat lebih terukur dan dapat diamati secara empiris. Aspek estetika, tentu penjelasan Christian Norberg-Schulz di atas belum memadai,

berkembang dari terjadinya ‘ketidaksesuaian’. Apakah yang kemudian dianggap sebagai ‘sesuai’ dan ‘tidak sesuai’, terlebih bila dikaitkan dengan kebiasaan dan kebaruan?

Kritik estetika merupakan sebuah bagian dari tubuh besar teori arsitektur. Kate Nesbitt mengungkapkan bahwa terdapat tiga kategori teori arsitektur; perskriptif (prescriptive), proskriptif (proscriptive) dan affirmasi (affirmative) atau kritis (critical)4. Kritik estetika kemudian terkait sebagai sebuah teori kritis yang

mengamati ‘kesesuaian’ antara ‘kebiasaan’ dengan kehadiran elemen yang baru (ungkapkan oleh Christian Norberg-Schulz). Parameter kesesuaian berkaitan dengan kesepakatan mengenai unsur-unsur yang dianggap tepat dan pantas. Kesepakatan ini seringkali merupakan kesepakatan sosial. Parameter kebiasaan merupakan sebuah parameter yang berkaitan dengan dimensi waktu, kondisi kesejarahan dari sebuah situasi. Kehadiran elemen baru merupakan kondisi moderen yang tidak terelakkan, karena kehidupan selalu berjalan seiring dengan kebutuhan dan permasalahan yang baru.

Dalam perkembangan teori arsitektur yang kita kenal, bermunculannya

buku/naskah teoritis arsitektur merupakan penanda terhadap pemikiran terhadap kebutuhan dan permasalahan yang terkait dengan konteks tempat dan waktu pemikirian-pemikiran itu, misal: Vitruvius (Ten Books on Architecture5), Sigmund Giedion (Space, Time and Architecture 6), Christopher Alexander (Notes on The

4 Ke-tiga kategori di atas dibedakan dengan posisi netral dari teori yang bersifat deskripsi

(descriptive); yang pada umumnya diusung oleh sejarawan yang menjelaskan fenomena dan merangkainya dengan kejadian-kejadian faktual. Teori preskriptif menawarkan solusi baru atau solusi terkini dari problem-problem yang spesifik; sebagai sebuah panduan norma standar bagi praktek arsitektur. Teori ini menyebarluaskan standar positif dan bahkan terkadang menawarkan sebuah metoda merancang. Teori proskriptif bersifat mengatur dan membatasi, seperti halnya peraturan bangunan (building codes) yang membatasi kualitas tertentu (terhadap material, gaya, skala,dll). Teori yang kritis (critical theory) bersifat lebih luas daripada penulisan-penulisan deskriptif dan preskriptif. Teori kritis menawarkan evaluasi dari arsitektur dan relasinya terhadap sosialnya. Penulisan ini terkadang bersifat polemik dan seringkali merupakan ekspresi dari orientasi politis dan etis serta bermaksud untuk menstimulasi perubahan. (mis. Kenneth Frampton, Critical Regionalism. Ini disarikan dari Nesbitt, Kate, 1996, Theorizing A New Agenda for Architecture: an Anthology of Architectural Theory 1965-1995, Princeton Architectural Press, New York

5 Vitruvius, 1914, The Ten Books on Architecture. (Terj.Morris Hicky Morgan). Cambridge:

Harvard University Press. London: Humphrey Milford. Oxford University Press.

6 Sigfried Giedion, 1974, Space, Time and Architecture, Harvard University Press,

(3)

Synthesis of Form7), Robert Venturi (Complexity and Contradiction in

Architecture8),Hasan Fathy (Architecture fot the Poor9), Charles Jencks (The

Language of Post-Modern Architecture10), Aldo Rossi (Architecture of the City11), Jane Jacobs (The Death and Life of Great American Cities12), Kenneth Frampton (Modern Architecture13), Mark Wigley (Deconstructivist Architecture14), Bernard Tschumi (The Manhattan Transcript15)

Aspek sosial dan aspek simbolik muncul paling nyata dalam skala dan tataran perkotaan. Kota juga merupakan saksi terharap perubahan-perubahan,

penyesuaian-penyesuaian terhadap permasalahan-permasalahan kolektif yang muncul setiap saat.

Kota adalah sebuah tarik menarik antara kepastian dan ketidakpastian. Kota hidup antara kepastian perencanaan dan ketidakpastian pertumbuhan (dalam pola pikir naturalistic). Kehidupan, pertumbuhan sebuah kota kemudian memunculkan elemen-elemen yang bersifat permanen (perubahan yang sangat/lebih lambat dibandingkan persepsi manusia), dan elemen-elemen yang berubah-ubah (perubahan yang bisa sangat cepat).

Permanensi dan perubahan ini terdapat dalam berbagai tingkatan, yaitu pada tingkatan fisik (ruang dan bentuk) dan gagasan/ide (konseptual). Tingkatan ruang dan bentuk merupakan tempat dimana komunitas/pengguna kota melaksakan aktivitasnya, sedangkan tingkatan konseptual merupakan citra, kesan, dan pengalaman komunitas/pengguna/penduduk kota dalam keseharian mereka. Secara sederhana, fenomena ini dapat dipahami sebagai pertemuan dua buah sumbu; antara sumbu tingkatan permanensi dan perubahan serta sumbu tingkatan

fisik dan gagasan/ide (konseptual). Joseph Rykwert, mengungkapkan bahwa (fisik) kota merupakan hasil

7 Alexander, Christopher, 1964, Notes on The Synthesis of Form, Harvard University,

Cambridge

8 Robert Venturi, 1977, Complexity and Contradition in Architecture, Museum of

Modern Art, New York,

9 Fathy, hasa, 1973, Architecture for the Poor, university of Chicago Press, Chicago 10 Jenck, Charles, 1978, The Language of Architecture, Academy Editions, London 11 Rossi, Aldo, 1982, Architecture of The City, (terj. Diane Ghirardo&Joan Okman), MIT

Press, Cambridge

12 Jacobs, Jane, 1961, The Death and Life of Great American Cities, Jonathan Cape,

London

13 Frampton, Kenneth, 1985, Modern Architecture: A Critical Hostory, Thames and

Hudson, London

14 Johnson, Philip dan Wigley, Mark (eds.), 1988, Deconstructivist Architecture, MOMA,

New York

(4)

keputusan yang tarik menarik antara faktor-faktor kesadaran dan ketidaksadaran (pada tataran konseptualnya)

“..idea-that the town is shaped by impersonal forces. It seemed to me then-as it still does now-that the other notions, feelings, and desires governed the makers and builders of towns, that the city did not grow, as the economists taught, by quasi-natural laws, but was a willed artifact, a human construct in which many conscious and unconscious factors played their part. It appeared to have some of the interplay of the conscious and unconscious that we fnd in dreams.”

“Cities and towns are not entirely imposed on us by political or economic direction from above; nor are they quite determined from below by the working of obscure forces we cannot quite identify, never mind control.” 16

Dengan berkembang dan bertumbuhnya kota dengan keberagaman pengguna/penduduk-nya, mengakibatkan kota untuk terdiri dari dinamika ide/gagasan dari dinamika penduduknya itu sendiri.

“The modern city is a city of contradictions, however; it houses many ethnes, many cultures, and classes, many religions. This modern city is too fragmentary, too full of contrast and strife: it must therefore gave many faces, not one. The very condition of openness is what makes our city of conficts so attractive to its growing crowd of inhabitants. The lack of any coherent, explicit, image may therefore, in our circumstances, be a positive virtue, not a fault at all, or even a problem.”17

Konsep tempat kemudian menjadi faktor penentu dalam upaya kritik estetika dalam melihat kesesuaian, terutama dalam keterkaitannya terhadap kehadiran elemen-elemen baru. Tempat (dalam bahasa Inggris: place) menurut Paul-Alan Johnson yaitu:

…is an extensive, a possession of space, a defnite part of space.”18 Tempat (dalam bahasa Latin: locus) merupakan sebuah titik ‘setempat’, ruang, relung, yang bersifat local. Tempat (dalam bahasa Yunani: topos), yang berkaitan erat dengan pemahaman-pemahaman mengenai topografi dan topophilia

(kecintaan pada tempat). Kecintaan pada tempat kemudian berkaitan juga dengan ingatan dan kesan terhadap kejadian-kejadian yang pernah berlangsung di masa lalu.

16 Rykwert, Joseph, 2000, The Seduction of Place: The City in the Twenty-frst Century, Weidenfeld&Nicholson, New York , hal.4

17 Rykwert, Joseph, 2000, The Seduction of Place: The City in the Twenty-frst

Century, Weidenfeld&Nicholson, New York , hal.5

18 Johnson, Paul-Alan, Theory of Architecture: Concepts, Themes, & Practice, Van Nostrand

(5)

-

Perkembangan kontemporer yang begitu cepat telah membaurkan batasan-batasan aspek sosial dan aspek terhadap konsep tempat. Seperti pada kasus terkini pada proyek biro arsitektur Belanda MVRDV dengan label “The Cloud”. Proyek ini terletak di Distrik Yongsan, sebuah distrik bisnis di Seoul, Korea Selatan. Ini merupakan proyek bangunan menara multi fungsi yang mengatur program-programnya secara kluster.

Dua buah menara ganda yang kemudian dihubungkan pada bagian tengah oleh kotak-kotak moduler yang kemudian menjadi perpaduan antara ruang publik dan privat (e.g. retail, taman, kolam renang).

(6)

Namun proyek ini menimbulkan reaksi cukup beragam, terutama karena proyek ini memiliki kemiripan terhadap citra menara ganda World Trade Centre di New York ketika terbakar dan runtuh.

Reaksi keras bermunculan terkait dengan aspek simbolik dan traumatik bagi

sebagian pengamat.19 Citra dari proyek ini dianggap secara simbolik sebagai proyek yang tidak sensitif terhadap trauma sebagian orang di tempat lain. Hal ini kemudian mengundang perdebatan bahwa “Amerika bukanlah dunia” dan “dunia bukanlah berpusat di Amerika belaka”.

Respon yang lebih positif bermunculan sebagai bentuk simpati. Juga hadir berupa pernyataan bahwa bila citra traumatik berhasil terus menerus membayangi

persepsi masyarakat (dalam hal ini masyarakat dunia), hal ini sama saja dengan membiarkan terorisme untuk berhasil secara simbolik. Menurut rujukan berita terkini, menara-menara ini akan tetap dilanjutkan hingga tahap konstruksi.20

--Citra telah menjadi sebuah medan perdebatan dimana konsep tempat adalah situasi dimana perdebatan itu terjadi. Sebuah kehadiran elemen yang baru (terutama pada tataran kota, bersifat publik) akan membawa konsekuensi-konsekuensi pada aspek sosial dan aspek simbolik. Kedua aspek ini menggiring pada bermunculannya perdebatan-perdebatan pada kritik estetika. Hal ini telah berlangsung pada setiap masa dan periode sejarah arsitektur (e.g. kasus Pruitt-Igoe yang menandai kemunculan fenomena pasca moderen di arsitektur).

(7)

Aspek sosial dan aspek simbolik adalah aspek-aspek yang menentukan bagi kritik estetika. Aspek-aspek yang akan menjadi isu abadi ketika kita membahas

moderenitas arsitektur?

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Sugiyono bahwa penelitian kualitatif mempunyai beberapa karakteristik diantaranya yaitu dilakukan pada kondisi yang alamiah, langsung ke sumber data dan

Hal tersebut membuat peneliti melakukan penelitian dengan tujuan mendapatkan gambaran dan dampak dari psychological capital pada wirausaha yang memiliki pekerjaan tetap. Peneliti

Tunjangan Kehadiran adalah komponen Tunjangan Kinerja yang diberikan kepada Pegawai berdasarkan jumlah kehadiran yang sesuai dengan jam kerja yang diatur dalam Peraturan Menteri

Teknik Bentuk Instrumen Contoh Instrumen Alokasi Waktu Sumber Belajar 4.1 Mengungkapkan makna dalam bentuk teks lisan fungsional pendek sederhana dengan menggunakan

Atau mungkinkah ada bocah nakal atau binatang lapar yang mencuri timunku?" Ladang timun itu memang benar-benar berantakan.. Banyak pohon timun yang rusak

Secara umum berdasarkan letak geografisnya, perairan Kepulauan Seribu paling tidak dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok besar yaitu perairan selatan yang berbatasan langsung

Indonesia sebaiknya tidak mengubah politik Kewarganegaraannya dari sistem kewarganegaraan tunggal dan ganda terbatas menjadi kewarganegaraan ganda tidak terbatas,

Dalam rangka menjamin mutu pemeriksaan laboratorium pelaksana pemeriksaan Uji Kepekaan M.tuberculosis perlu dilakukan program jaminan mutu yang terdiri aatas 3 komponen yakni