DESA BUDAYA KERTALANGU
SEBAGAI USAHA DAYA TARIK WISATA
DI KOTA DENPASAR
ABSTRAK
Kepariwisataan di Bali khususnya, telah memberikan pengaruh nyata yang besar terhadap perekonomian regional. Sektor pariwisata akan tetap menjadi sektor terdepan (leading sector) dalam pembangunan ekonomi daerah Bali di masa-masa mendatang. Untuk menyikapi hal tersebut maka Pemerintah Propinsi Bali melalui Dinas Pariwisata dan instansi terkait lainnya berupaya membenahi dan menata daya tarik wisata yang ada serta mengembangkan desa-desa yang memiliki potensi pariwisata, salah satunya adalah Desa Kesiman Kertalangu, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. Berdasarkan kesepakatan bersama maka dibentuklah Desa Budaya Kertalangu yang diresmikan pada 22 Juni 2007. Sebagai usaha daya tarik wisata yang relatif baru, Desa Budaya Kertalangu memiliki misi konservasi, edukasi dan eksistensi budaya Bali.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi dan keberadaan Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata yang relatif baru di Kota Denpasar dari perspektif wisatawan yang berkunjung khususnya mengenai motivasi dan persepsi mereka. Penelitian dilakukan di Desa Budaya Kertalangu pada bulan Oktober 2011, sebagai informan adalah Kepala Desa Kesiman Kertalangu, dan pengelola Desa Budaya Kertalangu beserta staf yang dilakukan dengan teknik purposive sampling. Sebagai responden adalah 30 orang wisatawan asing dan nusantara, dimana pengambilan sampel dilakukan dengan teknik accidental sampling.
Berdasarkan hasil penelitian, keberadaan Desa Budaya Kertalangu sebagai usaha daya tarik wisata secara keseluruhan mendapat penilaian persepsi yang baik, namun perlu segera ditindaklanjuti indikator-indikator yang dinilai buruk oleh para responden agar dapat meningkatkan penilaian persepsi dari para pengunjung serta dapat memberikan pengalaman wisata yang lebih berkesan.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, kepariwisataan di Indonesia diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi; meningkatkan kesejahteraan rakyat; menghapus kemiskinan; mengatasi pengangguran; melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya; memajukan kebudayaan; mengangkat citra bangsa; memupuk rasa cinta tanah air; memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan mempererat persahabatan antar bangsa.
Dengan demikian, pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sarana untuk menciptakan kesadaran akan identitas nasional dan kebersamaan dalam keragaman. Pembangunan kepariwisataan dikembangkan dengan pendekatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan yang berorientasi pada pengembangan wilayah, bertumpu kepada masyarakat, dan bersifat memberdayakan masyarakat yang mencakupi berbagai aspek, seperti sumber daya manusia, pemasaran, destinasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, keterkaitan lintas sektor, kerjasama antar negara, pemberdayaan usaha kecil, serta tanggung jawab
dalam pemanfaatan sumber kekayaan alam dan budaya (penjelasan UU No. 10 tahun 2009). Kepariwisataan di Bali khususnya telah memberikan pengaruh nyata yang besar terhadap perekonomian regional. Hal ini diperkuat oleh kajian tim konsultan dari Bali. Management Project and Comprehensive Tourism Development Plan for Bali, (Erawan, 1993: 12) menyimpulkan bahwa pariwisata telah menjadi generator bagi pembangunan Bali, paling tidak dalam dua dasa warsa terakhir. Lebih lanjut dikatakan bahwa sektor pariwisata akan tetap menjadi sektor terdepan (leading sector) dalam pembangunan ekonomi daerah Bali di masa-masa mendatang.
Berdasarkan data Disparda Propinsi Bali tahun 2010, kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali mengalami fluktuasi, khususnya dalam 6 tahun terakhir dimana perkembangan kepariwisataan di Bali mengalami tahun-tahun yang sulit diakibatkan berbagai faktor eksternal maupun internal. Tahun 2004 jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Bali adalah 1.458.309 orang atau meningkat sebanyak 46,85 % dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 993.029 orang. Sedangkan tahun 2005, pariwisata Bali kembali dilanda bom 1 Oktober 2005 yang mengakibatkan jumlah kunjungan turun 4,93 % yaitu menjadi 1.386.449 orang.
Dampak bom di tahun 2005 masih berpengaruh terhadap jumlah kunjungan wisman ke Bali di tahun 2006 yang mengakibatkan penurunan lagi sebesar 9,10 % menjadi sebanyak 1.260.317 orang. Tanda ke arah pemulihan mulai terlihat di tahun
2009 data menunjukkan peningkatan kembali sebesar 13,26% dengan jumlah kunjungan wisman 2.229.945 orang. Peningkatan kunjungan wisman tersebut kembali berlanjut pada tahun 2010 dengan jumlah kunjungan sebanyak 2.493.058 orang atau meningkat sebesar 11,80%. Data historis menunjukkan bahwa tahun 2010 merupakan pencapaian jumlah kunjungan wisman terbanyak untuk Bali dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Untuk menyikapi hal tersebut maka Pemerintah Propinsi Bali melalui Dinas Pariwisata dan instansi terkait lainnya berupaya membenahi dan menata obyek-obyek dan daya tarik wisata yang ada serta mengembangkan desa-desa yang memiliki potensi pariwisata di seluruh kabupaten di Bali. Agar keberlangsungan pariwisata di Bali tetap terjaga, seluruh komponen pendukung dan pemangku kebijakan pariwisata diharapkan tetap menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan alam dan budaya sebagai modal dasar pariwisata Bali, sebagaimana telah ditetapkan dalam Perda No 3 tahun 1991 tentang pariwisata budaya yang diterapkan di Bali. Salah satu desa di Bali yang mengalami pengembangan untuk menjadi daya tarik wisata tersebut adalah Desa Kesiman Kertalangu, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar.
Berawal dari pertemuan intensif para tokoh masyarakat, kelian banjar adat, pemilik tanah,
organisasi subak, beserta segenap aparat desa, dengan agenda pembahasan: “bagaimana
mempertahankan kawasan jalur hijau Desa Kesiman Kertalangu agar tetap hijau, namun memiliki nilai tambah ekonomi bagi masyarakat sekitar,” maka lahirlah gagasan untuk mengembangkan
kawasan menjadi obyek wisata baru, dengan nama: “Desa Budaya Kertalangu”
(http://www.visitkertalangu.com diakses tanggal 10 Januari 2011).
Kawasan Desa Budaya Kertalangu berada di tengah lahan persawahan seluas 80 hektar yang terletak di kecamatan Denpasar Timur ini mengalami perkembangan yang cukup pesat sejak pertama kali diresmikan pada tanggal 22 Juni 2007 lalu. Saat ini Desa Budaya Kertalangu dikelola oleh pihak swasta yaitu PT.Uber Sari yang bekerjasama dengan desa dinas dan desa adat setempat. Ketersediaan tempat rekreasi, apalagi dikelola swasta, biasanya tidak gratis meski sekadar berkunjung. Dari setiap pengunjung biasanya dipungut biaya karcis masuk. Namun, berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu hingga sejauh ini justru gratis. Mengenai biaya pemeliharaan dan biaya operasional lainnya, pihak manajemen mengakui estimasi awal segala produk dari Kertalangu akan langsung laku hingga mancanegara, termasuk bisa cepat mendapatkan donatur yang peduli terhadap pelestarian budaya pertanian Bali. Namun, dalam perjalanannya ternyata belum membuahkan hasil seperti diharapkan (Kompas online edisi 6 Juni 2008, diakses tanggal 31 September 2009).
Berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan, produk Desa Budaya Kertalangu hingga saat ini masih menjadi kendala. Banyak atraksi dan fasilitas wisata
yang kurang terawat, papan pengumuman shuttle bus yang sudah rusak, kondisi taman yang kurang tertata, hingga keberadaan toilet di pinggir lintasan lari (jogging track) yang kondisinya cukup memprihatinkan karena tidak terurus dan bahkan telah ditumbuhi tanaman liar. Kendala produk Desa Budaya Kertalangu ini memerlukan penanganan lebih lanjut, dimana seharusnya produk wisata dipersepsikan dengan baik oleh wisatawan, karena berkaitan dengan kesan yang didapatkan selama berada di daerah tujuan wisata. Hal ini sesuai dengan pendapat Suwantoro (1997: 48) yang menyatakan bahwa citra wisata dan kesan (image) perjalanan seorang wisatawan di suatu daerah pada hakikatnya tergantung pada produk wisata yang tersedia. Untuk itu dipandang perlu melakukan suatu kajian mengenai persepsi wisatawan terhadap produk Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata yang relatif baru di Kota Denpasar
1.2 Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang, maka perumusan masalah sebagai dasar pengembangan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apa potensi yang dimiliki oleh Desa Budaya Kertalangu sebagai usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar?
2. Apa motivasi wisatawan untuk berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu pilihan usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar?
3. Bagaimana persepsi wisatawan terhadap produk Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis keberadaan Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata yang relatif baru di Kota Denpasar dari perspektif wisatawan yang berkunjung.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui potensi Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar.
2. Untuk mengetahui motivasi wisatawan yang berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat, antara lain:
1. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para pelaku pariwisata dan pemangku kepentingan, baik pemerintah maupun masyarakat dalam mengambil kebijakan yang dianggap perlu untuk mengoptimalkan produk Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Dalam sub bab ini diuraikan beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, khususnya tentang persepsi wisatawan. Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan penelitian terdahulu sebagai pembanding dengan penelitian ini.
penelitian Kanca (2009) tentang “ Persepsi Wisatawan Mancanegara Terhadap Pelayanan Informasi Pada Tourist Information Center Dinas Pariwisata Kota Denpasar”, menyatakan
bahwa dari hasil penelitian terhadap 85 sampel wisatawan mancanegara didapatkan persepsi wisatawan mancanegara terhadap pelayanan informasi pada TIC Dinas Pariwisata Kota Denpasar umumnya sudah memuaskan walaupun masih ada beberapa kendala seperti kendala bahasa, koordinasi antar dinas terkait belum begitu baik, serta pihak swasta yang berkompeten dalam bidang pariwisata belum berkoordinasi secara maksimal. Untuk itu pihak Dinas Pariwisata Kota Denpasar telah berupaya mencari jalan keluar yang sebaik-baiknya untuk mengatasi permasalahan yang telah disebutkan di atas.
2.2 Konsep
Agar tidak terjadi salah tafsir dalam penelitian ini, dipandang perlu menjelaskan batasan pengertian judul dengan mengedepankan beberapa istilah yang bersifat operasional. Sumber bacaan yang relevan untuk mendukung penelitian ini sangat diperlukan sebagai sumber kritik agar nilai keilmuan penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan (credible) serta dapat diterima dan pantas (acceptable) sebagai karya ilmiah. Beberapa sumber kepustakaan yang relevan adalah sebagai berikut:
2.2.1 Potensi Wisata
2.2.2 Produk Wisata
Burkart dan Medlik (1976: 46) memberikan rumusan “tourist product” sebagai berikut;
“In the narrow sense the tourist product consists of what the tourist buys. In a wider sense the tourist product is an amalgam of what he does at the destination and of services he uses to make it possible. Therefore, each destination has a particular product or products to offer”
Dikatakannya produk wisata dalam arti sempit meliputi apapun yang dibeli oleh wisatawan. Dalam arti luas, produk wisata adalah sebuah amalgam dari apa yang wisatawan lakukan di destinasi dan pelayanan yang digunakannya untuk membuatnya menjadi memungkinkan. Untuk itu, setiap destinasi memiliki sebuah produk khusus atau produk-produk yang ditawarkan.
Jadi pada hakikatnya produk wisata dapat kita gambarkan sebagai suatu rangkaian jasa pelayanan dan produk yang sifatnya nyata maupun tidak nyata yang dapat dinikmati oleh wisatawan di destinasi wisata sebagai satu komponen yang mampu memberikan pengalaman bagi wisatawan tersebut serta memerlukan penilaian dari wisatawan sebagai konsumen yang terlibat di dalamnya.
2.2.3 DesaWisata (Wisata Pedesaan)
Muljadi (2009: 27), menjelaskan desa wisata sebagai suatu produk wisata yang melibatkan anggota masyarakat desa dengan segala perangkat yang dimilikinya. Desa wisata tidak hanya berpengaruh pada ekonominya, tetapi juga sekaligus dapat melestarikan lingkungan alam dan sosial budaya masyarakat terutama berkaitan dengan nilai-nilai kebersamaan, kekeluargaan, kegotongroyongan, dan lain-lain. Dengan demikian, kelestarian alam dan sosial budaya masyarakat akan menjadi daya tarik bagi wisatawan yang melakukan perjalanan wisata.
Adapun Desa Budaya Kertalangu adalah merupakan salah satu bentuk penerapan dari konsep desa wisata, dimana penekanannya adalah pada pengenalan seni budaya sesuai dengan misi yang dibawa yaitu konservasi, edukasi dan eksistensi budaya Bali di tengah kawasan perkotaan. Istilah Desa Budaya yang dipergunakan bukan merupakan suatu konsep desa dalam arti sesungguhnya, melainkan merupakan sebuah brand yang digunakan sebagai nama pengenal dalam tujuan menjadi suatu usaha daya tarik wisata.
2.2.4 Usaha Daya Tarik Wisata
sebagai penggerak utama yang memotivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu tempat. Pengusahaan daya tarik wisata memiliki beberapa tujuan diantaranya; (a) memperoleh keuntungan baik dari segi ekonomi berupa devisa negara dan pertumbuhan ekonomi serta dari segi sosial berupa peningkatan kesejahteraan rakyat dan menghapuskan pemiskinan, (b) menghapuskan kemiskinan dengan pembukaan lapangan pekerjaan dan mengatasi pengangguran, (c) memenuhi kebutuhan rekreasi masyarakat, sekaligus mengangkat citra bangsa dan memperkukuh jati diri bangsa, memupuk rasa cinta tanah air melalui pengusahaan daya tarik dalam negeri, (d) melestarikan alam, lingkungan dan sumberdaya, sekaligus memajukan kebudayaan melalui pemasaran pariwisata, (e) mempererat persahabatan antar bangsa dengan memahamami nilai agama, adat istiadat dan kehidupan masyarakat.
2.3Landasan Teori
Penelitian ini menggunakan beberapa teori-teori yang relevan dalam menganalisis persepsi wisatawan terhadap Desa Budaya Kertalangu sebagai usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar, adapun teori-teori yang digunakan adalah teori persepsi, teori motivasi dan teori the tourist qualities of a destination.
2.3.1 Teori Motivasi
Kabanoff dan Ryan dalam Williams (2003: 13), motivasi orang melakukan perjalanan ke suatu destinasi untuk liburan adalah; (a) keinginan untuk menghindar dari rutinitas, (b) mencari manfaat relaksasi dan kesehatan (penyembuhan), (c) rangsangan mental/ rasa enjoy, (d) menguatkan ikatan keluarga, (e) prestise/ status, (f) interaksi sosial, (g) kesempatan mendapat pengetahuan (educational), (h) memperoleh tantangan baru. Teori motivasi ini digunakan untuk menjawab pokok permasalahan mengenai motivasi wisatawan untuk memilih mengunjungi Desa Budaya Kertalangu sebagai daya tarik wisata. 2.3.2 Teori Persepsi
2.4Model Penelitian
Untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan dalam penelitian ini, maka diperlukan suatu kerangka konsep berpikir atau model penelitian. Penelitian ini diawali dengan pariwisata Bali yang mengalami fluktuasi karena berbagai peristiwa dan faktor internal maupun eksternal. Pemerintah terus berusaha menggiatkan kegiatan pariwisata hingga menyentuh desa-desa adat di Bali, salah satunya adalah Desa Adat Kertalangu yang terletak di Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar dengan nama Desa Budaya Kertalangu. dalam perjalanannya ternyata belum membuahkan hasil seperti diharapkan. Produk Desa Budaya Kertalangu hingga saat ini masih menjadi kendala. Banyak atraksi-atraksi dan fasilitas wisata yang ditujukan untuk wisatawan kondisinya saat ini kurang baik dan kurang terawat.
Untuk menjawab permasalahan diatas, digunakan teori persepsi, teori motivasi dan teori The Tourist Qualities of a Destination. Penentuan sampel penelitian sebagai responden, dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu penentuan responden secara sengaja yang benar-benar memiliki kompetensi dan kaitan dalam penelitian ini. Sedangkan untuk responden wisatawan, digunakan metode accidental sampling, yaitu teknik atau metode penarikan sampel secara kebetulan.
Gambar 2.1 Model Penelitian Desa Budaya Kertalangu Sebagai Usaha Daya Tarik Wisata di Kota Denpasar.
Potensi Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar.
Motivasi wisatawan yang berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha
Persepsi wisatawan terhadap produk Desa
Budaya Kertalangu. daya tarik wisata di Kota
Pariwisata Bali
Desa Budaya Kertalangu
Produk Desa Budaya Kertalangu
Teori :
1. Teori Persepsi 2. Teori Motivasi
Konsep :
1. Potensi Wisata 2. Produk Wisata
Hasil Pembahasan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan dukungan data kualitatif dan kuantitatif karena dalam menentukan nilai persepsi, ukuran persepsi dari responden diukur melalui Skala Likert. Skala ini merupakan alat untuk mengukur sikap dari keadaan yang sangat positif, untuk menunjukkan tingkat penilaian terhadap pertanyaan yang diajukan. Selanjutnya unsur penilaian tersebut diberikan ranking untuk masing-masing variabel persepsi. Penyajian hasil analisis data dapat dilakukan baik secara formal (dalam bentuk tabel) maupun informal (dalam bentuk naratif).
3.2Lokasi Penelitian
Gambar 3.1: Peta Lokasi Penelitian
3.3Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif,
a.Data kuantitatif, yaitu data yang dinyatakan bentuk numerik atau angka,
misalnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali tahun (2004-2010),
data persepsi wisatawan, dan data lainnya yang berhubungan dengan
penelitian ini.
b.Data kualitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk
keterangan-keterangan dan uraian-uraian baik dari pihak pengelola Desa Budaya
Kertalangu, wisatawan yang digunakan sebagai responden dalam penelitian
Sedangkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder, yaitu:
a. Data primer, yaitu sumber data yang diperoleh secara langsung dari
sumber- sumber utama yang dijadikan responden dalam penelitian ini,
seperti data persepsi wisatawan maupun hasil wawancara secara langsung.
b. Data sekunder, yaitu sumber data yang tidak diperoleh secara langsung
melainkan bersumber dari data-data pendukung hasil publikasi, jurnal atau
penelitian dari berbagai pihak, seperti data jumlah kunjungan wisatawan ke
Bali dari Dinas Pariwisata Provinsi Bali dan lainnya.
3.4Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut;
1. Observasi, adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
pengamatan secara langsung ke lokasi penelitian untuk mengetahui secara
jelas aktivitas, perilaku, lingkungan dan gambaran umum lokasi penelitian.
2. Penyebaran angket, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
memberikan kuisioner kepada responden dengan menggunakan instrumen
berupa kuisioner terstruktur.
3. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
melakukan wawancara langsung dengan informan kunci, pihak-pihak yang
berkompeten, dan responden lainnya secara terstruktur.
4. Studi dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
menelusuri dokumen-dokumen terkait yang berhubungan dengan penelitian
seperti makalah, brosur tentang Desa Budaya Kertalangu, publikasi lewat
3.5Teknik Pengambilan Sampel
Populasi yang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah wisatawan baik nusantara maupun asing yang berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu selama proses penelitian ini. Populasi tersebut memiliki karakteristik heterogen yang diambil dari pengunjung yang secara kebetulan mengunjungi Desa Budaya Kertalangu, dan sudah dapat dianggap mewakili populasi dari karakteristiknya masing-masing. Adapun teknik pengambilan sampel dilakukan dengan 2 cara yaitu:
a. Accidental Sampling
Yaitu teknik pengambilan sampel secara tidak sengaja/ kebetulan dengan
cara memberikan kuisioner (daftar pertanyaan) kepada wisatawan sebagai
responden yang secara kebetulan berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu.
Menurut Harini dan Kusumawati (2007: 100), sebenarnya tidak ada aturan
yang tegas mengenai berapa besarnya anggota sampel yang disyaratkan suatu
penelitian. Demikian pula batasannya bahwa sampel itu besar atau kecil.
Mutu suatu penelitian tidaklah ditentukan oleh besarnya anggota sampel yang
digunakan, sesungguhnya tidak ada anggota sampel yang 100 persen
representative, kecuali anggota sampelnya sama dengan anggota populasinya
(total sampling). Dengan pertimbangan keterbatasan waktu, biaya dan tingkat
kesulitan pencarian responden, maka penelitian ini menggunakan jumlah
sampel sebanyak 30 orang yang dipandang cukup representatif untuk
penelitian kualitatif. Jadi jumlah wisatawan yang digunakan sebagai
responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 orang yang meliputi
wisatawan nusantara dan asing yang dipilih secara aksidental.
b.Purposive Sampling
Yaitu teknik pengambilan sampel yang secara sengaja dilakukan dengan
penentuan sampel para informan kunci atau responden yang ahli dan sangat
berkaitan dengan penelitian ini, antara lain wawancara dengan Kepala Desa/
Lurah Kertalangu, pimpinan PT.Uber Sari selaku pengelola kawasan Desa
3.6Identifikasi Variabel
Untuk dapat menjawab pokok permasalahan tentang motivasi wisatawan menggunakan teori motivasi dari Mc. Intosh (1977) dan Murphy (1985, cf. Sharpley, 1994) dalam Pitana dan Gayatri (2005: 58), serta untuk mengetahui persepsi wisatawan terhadap produk Desa Budaya Kertalangu sebagai usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar, maka variabel-variabel yang akan dipergunakan dalam penelitian ini diambil dari persepsi wisatawan terhadap produk wisata yang merupakan implementasi dari teori The Tourist Qualities of a Destination oleh Burkart dan Medlik (1976: 44), mengenai pembagian motivasi dan persepsi dibagi menjadi empat kelompok yang dapat diuraikan dalam Tabel 3.1: bali (paket budaya dan edukasi). 10. Workshop demonstration.
Motivasi Status
Sumber : Hasil pengolahan data
3.7Analisis Data
Penelitian ini menganalisis persepsi wisatawan terhadap Desa Budaya
Kertalangu sebagai usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar dengan
menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif dengan menggunakan konversi
data melalui Skala likert.
Sugiono (1997: 73) mengemukakan bahwa Skala Likert merupakan skala
pengukuran yang diberikan pembobotan secara gradasi dari nilai yang positif
hingga negatif. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan
persepsi sekumpulan atau seseorang tentang fenomena sosial yang selanjutnya
disebut sebagai variabel penelitian.
Dengan menggunakan Skala Likert, maka variabel yang akan diukur
dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variabel kemudian
sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur.
Akhirnya indikator-indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk
membuat item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu
dijawab oleh responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk
pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata sebagai
berikut:
Dalam mengklasifikasikan dan membantu interpretasi hasil penelitian,
maka digunakan Skala Likert yang dapat dilihat pada Tabel 3.2. Dimana nilai
I = Skor Tertinggi- Skor Terendah
Jumlah Kelas
I = 5 - 1
5
I = 4 = 0,8
5
Nilai rata-rata yang dihasilkan dari perhitungan akan dikonfirmasikan oleh Tabel
3.2 sehingga dapat diklasifikasikan pada suatu kategori persepsi.
Tabel
3.2
Skala
Likert
No. Skala Persepsi Wisatawan
Persepsi Skor Rentang
1. Sangat Baik 5 4,2 < 5,0
2. Baik 4 3,4 < 4,2
3. Cukup 3 2,6 < 3,4
4. Buruk 2 1,8 < 2,6
5. Sangat Buruk 1 1,0 < 1,8
3.8Penyajian Hasil Analisis Data
Hasil analisis data dalam penelitian ini akan disajikan secara formal (dalam
bentuk tabel) dan secara informal (dalam bentuk naratif). Hasil analisis mengenai
persepsi wisatawan terhadap produk Desa Budaya Kertalangu sebagai usaha daya
tarik wisata di Kota Denpasar disajikan dalam bentuk tabel yang didukung oleh
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Gambaran Umum Lokasi dan Obyek Penelitian
4.1.1Kondisi Geografis Desa Kesiman Kertalangu
Desa Kesiman Kertalangu terletak ± 15 km ke arah timur dari jantung Kota
Denpasar. Desa Kesiman Kertalangu berada dalam posisi yang sangat strategis,
karena terletak diantara pusat pariwisata Sanur dengan Kabupatan Gianyar, dan
berada pada jalur transportasi ekonomi produktif (Jalan By Pass Ngurah Rai),
dengan batas wilayah di sebelah utara Desa Penatih Dangin Puri, di sebelah
selatan Samudra Indonesia, di sebelah timur Kabupaten Gianyar, dan di sebelah
barat Desa Kesiman Petilan.
Desa Kesiman Kertalangu merupakan bagian dari wilayah Kota Denpasar
yang terletak di antara 08°35¨31´ - 08°44¨49´ Lintang Selatan dan 115°10¨23´-
115°16¨27´ Bujur Timur. Ditinjau dari topografi keadaan medan Desa Kesiman
Kertalangu merupakan wilayah dataran rendah yang mempunyai ketinggian 0-25 m
di atas permukaan laut, dengan temperatur suhu udara rata-rata 32° C, dengan curah
hujan berkisar antara 1430 mm per tahun, serta mengalami dua musim yaitu musim
hujan dan musim kemarau (Profil Desa Kesiman Kertalangu, 2007).
Desa Kesiman Kertalangu adalah merupakan desa yang paling selatan di
wilayah Kecamatan Denpasar Timur, yang diapit oleh dua sungai besar yaitu:
Sungai Ayung dan Sungai Palirang. Pada desa ini juga terdapat/ dialiri oleh sungai
kecil yaitu sungai (Telabah). Jadi desa ini juga merupakan daerah pinggiran pantai
(Pantai Biaung) yang merupakan muara dari aliran sungai yang ada dan membawa
arti penting bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat petani. Irigasi untuk lahan
pertanian di wilayah ini dikelola oleh subak yaitu Subak Padanggalak (Pendataan
Potensi Desa Wisata, 2011).
Luas wilayah Desa Kesiman Kertalangu adalah 405 hektar, dengan komposisi
pemanfaatan lahan untuk sawah irigasi ½ teknis 112 hektar, tanah sawah untuk
pengembangan Desa Budaya Kertalangu seluas 80 hektar, tanah kering tegal/
ladang 20 hektar, pemukiman penduduk 230, 84 hektar, tanah fasilitas umum dalam
bentuk lapangan seluas 3 hektar, perkantoran pemerintah 3 hektar, dan lainnya 1
4.1.2Kondisi Demografis Desa Kesiman Kertalangu
Jumlah penduduk Desa Kesiman Kertalangu pada tahun 2010 tercatat
sebanyak 10.870 orang, bila dilihat dari komposisi jenis kelamin jumlah penduduk
laki-laki adalah sebanyak 5.741 orang, dan jumlah penduduk perempuan adalah
sebanyak 5.129 orang. Sedangkan ditinjau dari komposisi jumlah penduduk usia
produktif yaitu yang berumur 15 sampai 54 tahun terdapat sebanyak 7.521 orang,
yang terdiri dari 3.957 orang berjenis kelamin laki-laki, dan 3.545 orang berjenis
kelamin perempuan. Jumlah penduduk usia non produktif yang terdapat di Desa
Kesiman Kertalangu berumur 55 sampai 59 tahun dan 0 sampai 14 tahun adalah
sebanyak 3.349 orang, yang terdiri dari penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak
1.784 orang, dan penduduk berjenis kelamin perempuan sebanyak 1.584 orang. Desa
Kesiman Kertalangu tergolong cukup padat, hal ini ditinjau dari pengamatan tingkat
kepadatan penduduk dimana pada tahun 2010 jumlah penduduk sebesar 10.870 orang
serta luas lahan/ wilayah seluas 405 hektar, maka tingkat kepadatannya adalah
sebesar 26, 83 % (Pendataan Potensi Desa Wisata, 2011).
Dari segi ekonomi, mata pencaharian masyarakat Desa Kesiman Kertalangu
cukup bervariasi, antara lain sebagai petani sebanyak 247 orang, serta sebagai buruh
tani sebanyak 165 orang. Masyarakat yang memiliki mata pencaharian sebagai
buruh/ swasta/ pariwisata sebanyak 4.188 orang, dan sebagai Pegawai Negeri Sipil
sebanyak 1.893 orang. Mata pencaharian yang lain adalah pengrajin sebanyak 89
orang, pedagang sebanyak 721 orang, peternak sebanyak 78 orang, montir sebanyak
86 orang, dan dokter sebanyak 54 orang. Sedangkan mata pencaharian sebagai
nelayan kurang diminati warga sehingga tidak ada yang bermata pencaharian ini di
Desa Kesiman Kertalangu. Adapun keterangan lebih jelas dapat dilihat pada Tabel
Tabel 4.1
Komposisi Penduduk Desa Kesiman Kertalangu
Menurut MataPencaharian
No. Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1. Petani 247 0,023
2. Buruh tani 165 0,015
3. Buruh/ swasta/ pariwisata 4.188 0,39
4. Pegawai Negeri Sipil 1.893 0,17
5. Pengrajin 89 0,008
6. Pedagang 721 0,066
7. Peternak 78 0,007
8. Montir 86 0.008
9. Dokter 54 0,005
10. Nelayan 0 0
Sumber : Pendataan Potensi Desa Wisata, 2011
4.1.3Sejarah Berdirinya Usaha Daya Tarik Wisata Desa Budaya Kertalangu
Usaha daya tarik wisata Desa Budaya Kertalangu berdiri di kawasan seluas 80
hektar yang termasuk dalam wilayah administratif Desa Kesiman Kertalangu. Sejarah
berdirinya Desa Budaya Kertalangu seperti telah dipaparkan pada Bab 1, tidak lepas
dari peranan para tokoh masyarakat Desa Kesiman Kertalangu yang mencetuskan
gagasan pembentukan usaha daya tarik wisata ini. Berawal dari pertemuan intensif
para tokoh masyarakat, kelian banjar adat, pemilik tanah, organisasi subak, beserta segenap aparat desa, dengan agenda pembahasan: “bagaimana mempertahankan kawasan jalur hijau Desa Kesiman Kertalangu agar tetap hijau, namun memiliki nilai tambah ekonomi bagi masyarakat sekitar,” maka lahirlah gagasan untuk mengembangkan kawasan menjadi usaha daya tarik wisata baru, dengan nama: “Desa
Budaya Kertalangu” (http://www.visitkertalangu.com diakses tanggal 10 Januari
Pendirian Desa Budaya Kertalangu mengalami proses perijinan yang cukup
panjang dimulai dari permohonan rekomendasi pembuatan jogging track (lintasan
lari santai) kepada Bapak Walikota Denpasar saat itu yaitu Bapak A.A Puspayoga,
dan permohonan tersebut disetujui dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Walikota
Denpasar dengan nomor SK.503/10272/TKB tertanggal 10 Oktober 2005. Hingga
diresmikan menjadi usaha daya tarik wisata seperti saat ini pada tanggal 22 Juni 2007
langsung oleh Walikota Denpasar Bapak A.A Puspayoga. Penetapan Desa Kesiman
Kertalangu Kecamatan Denpasar Timur sebagai desa budaya dikukuhkan dengan
penerbitan Surat Keputusan Walikota Denpasar Nomor 25 Tahun 2008. Dalam surat
keputusan tersebut menyebutkan mengenai pengembangan Desa Kertalangu sebagai
desa budaya terdiri dari penyiapan sarana jalan setapak sebagai jogging track;
program pertanian sebagai atraksi wisata; penyediaan tempat wisata budaya dan
pentas seni tradisional; sentra industri kerajinan rakyat; sarana kolam pancing dan
pembibitan ikan (Mina Padi); program wisata kuliner dan masakan desa; dan fasilitas
lain sebagai pendukung desa budaya.
Selanjutnya mengenai persyaratan teknis pengembangan Desa Budaya
Kertalangu ditetapkan perbandingan antara kawasan terbangun dengan ruang terbuka
hijau diijinkan sebesar 10% dari luas areal yang dikembangkan yaitu seluas 80
hektar. Sedangkan mengenai persyaratan teknis bangunan penunjang kawasan dapat
dibangun dengan memperhatikan ketentuan teknis yang berlaku, tidak bertingkat
serta tetap mencerminkan arsitektur tradisional Bali, dan untuk bangunan penunjang
wisata jogging track dapat dibangun bangunan tempat berteduh pada tempat-tempat
tertentu dengan ukuran 2 x 2 meter tanpa dinding. Mengenai daya tarik pertanian
pada Desa Budaya Kertalangu, dalam surat keputusan walikota tersebut juga
ditegaskan untuk tetap mempertahankan sistem Subak sebagai pola pengairan
tradisional Bali.
Dari segi operasionalnya, berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa
Kesiman Kertalangu Ida Bagus Bima Putra, saat ini Desa Budaya Kertalangu sebagai
salah satu usaha daya tarik di Kota Denpasar secara keseluruhan berada dalam
pengawasan tiga komponen utama, yaitu pihak masyarakat Desa Kesiman
Kertalangu, Pemerintah Kota Denpasar, dan investor yang menanamkan modal dan
teknis pelaksanaan operasionalnya, pihak Desa Kesiman Kertalangu menyerahkan
kepada investor dalam hal ini PT.Uber Sari beserta koleganya yaitu PT. Bali Multi
Wisata untuk mengelola kawasan Desa Budaya Kertalangu sebagai usaha daya tarik
wisata. Sedangkan mengenai putusan apa pun yang menyangkut masalah
pembangunan atau pengembangan kawasan haruslah seijin dari masyarakat Desa
Kesiman Kertalangu sebagai pemilik lahan dan seijin Pemerintah Kota Denpasar
sebagai penentu kebijakan yang berwenang.
Mengenai kepemilikan lahan sawah yang digunakan sebagai kawasan Desa
Budaya Kertalangu adalah lahan milik masyarakat Desa Kesiman Kertalangu yang
diikat dengan perjanjian sewa menyewa dengan PT.Uber Sari selaku pengelola
kawasan. Adapun perjanjian yang disepakati adalah pengikatan sewa menyewa untuk
jangka waktu yang bervariasi antara 5 sampai 30 tahun. Perolehan pendapatan yang
didapat dari operasional Desa Budaya Kertalangu sebagai usaha daya tarik wisata
disepakati sebanyak 5% diterima oleh Desa Kesiman Kertalangu, sedangkan sisanya
dipergunakan untuk biaya operasional dan lain-lain.
4.2Karakteristik Responden
Responden yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah wisatawan
yang mengunjungi Desa Budaya Kertalangu selama durasi penelitian yaitu bulan Oktober
2011. Sampel penelitian ditentukan dengan metode accidental sampling, dan jumlah
responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 orang. Adapun
karakteristik wisatawan tersebut akan dipaparkan berdasarkan jenis kelamin, daerah asal,
tingkat usia, pekerjaan, lama tinggal, frekuensi kunjungan, dan lokasi tinggal selama
berada di Bali.
4.2.1 Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Budaya Kertalangu pada
bulan Oktober 2011, dari 30 orang wisatawan baik asing maupun wisatawan
nusantara sebagai responden, diperoleh data bahwa jumlah wisatawan yang
mengunjungi Desa Budaya Kertalangu yang berjenis kelamin perempuan lebih
dominan, yaitu sebanyak 18 orang (60%). Sedangkan wisatawan yang
mengunjungi Desa Budaya Kertalangu yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak
mengunjungi Desa Budaya Kertalangu dari jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Budaya Kertalangu pada
bulan Oktober 2011, dari 30 orang wisatawan baik asing maupun wisatawan
nusantara sebagai responden, diperoleh data bahwa responden yang mengunjungi
Desa Budaya Kertalangu berasal dari berbagai daerah, yaitu; Denpasar sebanyak 10
orang (33,3%), Surabaya sebanyak 3 orang (10%), Surakarta sebanyak 2 orang
(6,7%), Jakarta sebanyak 2 orang (6,7%), Malang sebanyak 3 orang (10%), Bandung
sebanyak 3 orang (10%), Gianyar sebanyak 2 orang (6,6%), Perancis sebanyak 1
orang (3,3%), Belanda sebanyak 2 orang (6,7%), Jerman sebanyak 2 orang (6,7%).
Adapun perbandingannya dapat dilihat pada Tabel 4.3.
4.2.3 Tingkat Usia
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Budaya Kertalangu pada
bulan Oktober 2011, dari 30 orang wisatawan baik asing maupun wisatawan
nusantara sebagai responden, diperoleh data bahwa bila ditinjau dari tingkat usia
wisatawan diperoleh hasil wisatawan dari tingkat usia 15-29 tahun sebanyak 11 orang
(36,6%), wisatawan dari tingkat usia 30-44 tahun sebanyak 9 orang (30%), tingkat
usia 45-64 tahun sebanyak 8 orang (26,7%), dan wisatawan yang berusia diatas 65
tahun sebanyak 2 otang (6,7%). Perbandingan jumlah wisatawan sebagai responden
yang mengunjungi Desa Budaya Kertalangu ditinjau dari tingkat usia dapat dilihat
pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Usia Tingkat Usia
(Tahun)
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
15-29 11 36,6
30-44 9 30
45-64 8 26,7
>65 2 6,7
Jumlah 30 orang 100%
Sumber: Hasil penelitian 2011
4.2.4 Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Budaya Kertalangu pada
bulan Oktober 2011, dari 30 orang wisatawan baik asing maupun wisatawan
nusantara sebagai responden, diperoleh data bahwa responden yang mengunjungi
Desa Budaya Kertalangu berasal dari berbagai kalangan profesi. Adapun detailnya
adalah sebagai berikut; jumlah responden yang memiliki pekerjaan sebagai
pengusaha/ pebisnis sebanyak 5 orang (16,7%), guru/ dosen sebanyak 5 orang
(16,7%), seniman/ artis sebanyak 2 orang (6,7%), dokter sebanyak 1 orang (3,3%)
orang, pelajar/mahasiswa sebanyak 7 orang (23,3%), pegawai swasta sebanyak 7
orang (23,3%), pensiunan Pegawai Negeri Sipil 2 orang (6,7%), dan ibu rumah
tangga sebanyak 1 orang (3,3%). Perbandingan responden yang mengunjungi Desa
Tabel 4.5
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Budaya Kertalangu pada
bulan Oktober 2011, dari 30 orang wisatawan baik asing maupun wisatawan nusantara
sebagai responden, diperoleh data bahwa dilihat dari frekuensi kunjungan responden ke
Desa Budaya Kertalangu, sebanyak 9 orang (30%) menyatakan kunjungannya yang
pertama kali, 14 orang (46,7%) telah berkunjung sebanyak 2 sampai 5 kali, dan
sebanyak 7 orang (23,3%) telah berkunjung lebih dari 5 kali. Adapun perbandingannya
dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Budaya Kertalangu pada
sebagai responden, diperoleh data bahwa bila ditinjau dari lama tinggal wisatawan di
Bali, diketahui bahwa dari 30 orang responden, 9 orang (30%) menyatakan lama
tinggal mereka di Bali kurang dari 1 minggu, dan 21 orang menyatakan tinggal lebih
dari 1 minggu (70%). Adapun perbandingannya dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7
Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Tinggal (length of stay)
Lama Tinggal Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
Kurang dari 1 minggu 9 30
Lebih dari 1 minggu 21 70
Jumlah 30 orang 100%
Sumber: Hasil penelitian 2011
4.2.7 Lokasi Tinggal
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Budaya Kertalangu pada
bulan Oktober 2011, dari 30 orang wisatawan baik asing maupun wisatawan nusantara
sebagai responden, diperoleh data bahwa bila ditinjau dari lokasi tinggal selama berada
di Bali, maka diperoleh hasil sebagai berikut; 13 orang (43,3%) tinggal di kawasan
Denpasar, 5 orang (16,7%) tinggal di kawasan Kuta, 4 orang (13,3%) tinggal di
kawasan Nusa Dua, 6 orang (20%) tinggal di kawasan Sanur, dan 2 orang (6,7%)
tinggal di kawasan Gianyar. Perbandingan responden yang mengunjungi Desa Budaya
Kertalangu ditinjau dari lokasi tinggal selama berada di Bali, dapat dilihat pada Tabel
4.8.
Tabel 4.8
Karakteristik Responden Berdasarkan Lokasi Tinggal
Lokasi Tinggal Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
Denpasar 13 43,3
Kuta 5 16,7
Nusa Dua 4 13,3
Sanur 6 20
Gianyar 2 6,7
Jumlah 30 orang 100%
4.3Potensi Desa Budaya Kertalangu Sebagai Usaha Daya Tarik Wisata di Kota
Denpasar
Potensi yang dimiliki Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik
wisata di Kota Denpasar, dapat kita tinjau dari segala hal dan keadaan, baik nyata dan
dapat diraba maupun yang tidak teraba, yang digarap, diatur dan disediakan sedemikian
rupa sehingga dapat bermanfaat atau dimanfaatkan atau diwujudkan sebagai kemampuan.
Hal ini sesuai dengan konsep yang diberikan oleh Damardjati yang kemudian dipertegas
kembali menjadi dua garis besar sesuai dengan pendapat Pendit, menjadi potensi budaya
dan potensi alamiah.
4.3.1 Potensi Budaya
Adapun potensi budaya yang terdapat di Desa Budaya Kertalangu dapat kita
lihat dari beberapa fasilitas penunjang serta produk wisata yang dikemas dalam
bentuk program-program edukasi bagi para pengunjung untuk menambah wawasan
mengenai budaya Bali, khususnya budaya masyarakat Desa Kesiman Kertalangu.
Berdasarkan teori the tourist qualities of a destination oleh Burkart & Medlik,
potensi budaya tersebut dapat dikategorikan dalam kategori atraksi-atraksi, berupa
produk- produk wisata berikut :
a). Seni Arsitektur
b). Pementasan seni
c). Aktivitas Budaya
Dari hasil wawancara dengan pengelola Desa Budaya Kertalangu, Bapak Dewa
Ngurah Rai, mengungkapkan:
“Potensi budaya yang dimiliki Desa Budaya Kertalangu sesungguhnya sangat besar, namun ada beberapa kendala yang kita hadapi. Misalnya untuk kegiatan pertunjukan seni dan lain-lain, belum berjalan sebagaimana mestinya (secara reguler), karena terkendala pasar dan tempat yang kurang representatif.”
Selanjutnya beliau juga menambahkan mengenai tujuan awal pendirian Desa Budaya
Kertalangu sebagai berikut:
4.3.2 Potensi Alamiah
Desa Budaya Kertalangu memiliki potensi alamiah yang menjadi daya tarik
tersendiri khususnya bagi para pengunjungnya. Adapun definisi konsep dari potensi
alamiah tersebut adalah potensi yang ada di masyarakat, yang berupa potensi fisik
dan geografi seperti alam. Potensi alamiah yang sangat jelas terlihat dan menjadi
andalan dalam pengemasan produk wisata di Desa Budaya Kertalangu, adalah
pertanian dan bentang alam. Pengunjung dapat menikmati potensi alamiah berupa
pertanian dan bentang alam dalam berbagai aktivitas yang dikemas dalam produk-
produk wisata yang berbentuk atraksi wisata maupun fasilitas yang melengkapinya,
seperti:
a). Jogging Track dan menunggang kuda pony.
b). Fasilitas Outbound dan lahan edukasi pertanian
c). Bale Bengong (gazebo)
Potensi yang dimiliki Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya
tarik wisata di Kota Denpasar seperti dipaparkan di atas, sangatlah besar. Saat ini
menurut pendapat Bapak Dewa Ngurah Rai selaku penggagas dan pengelola kawasan
ini, potensi yang dimiliki masih bisa dikembangkan lagi.
“Potensi Desa Budaya (ini) sangat luar biasa, saat ini menurut pandangan saya hanya sekitar 5% saja yang baru digarap. Ide pemikiran ke depan adalah membangun kawasan yang mencirikan Kota Denpasar dengan konsep eksistensi pertanian, terpadu, organik, berbudaya, ritual dan pariwisata, agar dapat mengemas pertanian tradisional menjadi suatu konservasi eksistensi budaya Bali.”
4.4Motivasi Wisatawan Untuk Mengunjungi Desa Budaya Kertalangu Sebagai Salah Satu
Usaha Daya Tarik Wisata di Kota Denpasar.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada periode Oktober 2011, dari 30
orang wisatawan asing maupun nusantara yang menjadi responden penelitian diperoleh
hasil sebagai berikut; 9 orang (30%) menyatakan motivasi mereka untuk berkunjung ke
Desa Budaya Kertalangu adalah untuk berolahraga, 7 orang (23,3%) menyatakan
motivasi mereka adalah untuk refreshing/ penyegaran, 4 orang (13,4%) menyatakan
motivasi mereka untuk relaksasi, 3 orang (10%) menyatakan motivasi mereka adalah
untuk melakukan interaksi sosial, 3 orang (10%) menyatakan motivasi mereka untuk
melihat hal-hal yang berhubungan dengan kesenian, dan 1 orang (3,3%) menyatakan
motivasi mereka untuk merasakan petualangan.
Motivasi yang paling dominan mendorong para wisatawan tersebut untuk
mengunjungi Desa Budaya Kertalangu adalah motivasi fisik yang didalamnya termasuk
relaksasi, kesehatan, kenyamanan, dan olahraga. Sebanyak 30% responden menyatakan
motivasi mereka untuk berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu adalah untuk
berolahraga.
4.4.1 Motivasi-motivasi Fisik (Physical Motivators)
Motivasi-motivasi ini meliputi segala motivasi yang berhubungan dengan
istirahat fisik (relaksasi), kenyamanan, berpartisipasi dalam kegiatan olahraga,
bersantai, dan sebagainya, termasuk motivasi yang berhubungan langsung dengan
kesehatan jasmani seseorang.
4.4.2. Motivasi-motivasi Kebudayaan (Cultural motivators)
Motivasi-motivasi kebudayaan diidentifikasikan dengan keinginan
wisatawan asing maupun nusantara yang menjadi responden penelitian, untuk
mengetahui tentang musik, seni, sejarah, tari-tarian, lukisan-lukisan, agama dan
aktivitas-aktivitas budaya.
4.4.3 Motivasi-motivasi Pribadi (Interpersonal Motivators)
Motivasi-motivasi yang bersifat pribadi mencakup keinginan untuk bertemu
dengan orang-orang baru, mengunjungi teman dan keluarga, pelarian dari rutinitas
hidup yang membosankan, atau untuk membangun pertemanan-pertemanan baru
dan seterusnya. Pengunjung Desa Budaya Kertalangu.
4.4.4Motivasi-motivasi Status atau Prestise (Status and Prestige Motivators)
Motivasi-motivasi karena status atau prestise, merupakan motivasi-motivasi
yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan kepercayaan diri dan pengembangan
pribadi. Dalam kategori ini adalah perjalanan-perjalanan yang berkaitan dengan
bisnis, menghadiri konvensi, belajar, pemenuhan hobi-hobi dan pendidikan,
4.5Persepsi Wisatawan Terhadap Produk Desa Budaya Kertalangu Sebagai Salah
Satu Usaha Daya Tarik Wisata di Kota Denpasar.
Data yang berhasil diperoleh di lapangan, dari 30 orang wisatawan asing maupun
nusantara yang menjadi responden penelitian, memiliki karakteristik sebagai berikut;
responden terdiri dari 18 orang perempuan dan 12 orang laki-laki, tingkat usia responden
paling dominan adalah usia 15-29 tahun yaitu 11 orang, 30-44 tahun sebanyak 9 orang, 45-64
tahun sebanyak 8 orang, dan diatas 65 tahun sebanyak 2 orang. Hal ini menunjukkan bahwa
produk-produk Desa Budaya Kertalangu cukup diminati oleh kalangan usia remaja dan
produktif. Latar belakang pekerjaan para responden dari yang terbanyak adalah
pelajar/mahasiswa sebanyak 7 orang, pegawai swasta sebanyak 7 orang, pengusaha sebanyak
5 orang, guru/dosen sebanyak 5 orang, seniman/artis sebanyak 2 orang, pensiunan Pegawai
Negeri Sipil sebanyak 2 orang, dokter sebanyak 1 orang, dan ibu rumah tangga sebanyak 1
orang.
4.5.1 Persepsi Wisatawan Terhadap Atraksi-atraksi di Desa Budaya Kertalangu
Persepsi wisatawan terhadap Desa Budaya Kertalangu sebagai usaha
daya tarik wisata diambil dari hasil pengolahan data persepsi 30 orang
responden sebagai sampel penelitian selama periode Oktober 2011. Persepsi
yang diteliti adalah persepsi para responden terhadap variabel-variabel
penelitian berupa produk-produk wisata yang dihubungkan dengan teori The
Tourist Qualities of A Destination dari Burkart dan Medlik, dikategorikan
menjadi 4 variael yaitu atraksi-atraksi, aksesibilitas, amenitas/fasilitas-fasilitas,
dan organisasi wisatawan/ pengelola. Adapun data yang diperoleh mengenai
persepsi wisatawan terhadap atraksi-atraksi yang terdapat di Desa Budaya
Kertalangu dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9
Persepsi Wisatawan Terhadap Atraksi-atraksi di Desa Budaya Kertalangu
Pemandangan
Sumber : Hasil Pengolahan Data (2011)
4.5.2 Persepsi Wisatawan Terhadap Aksesibilitas Desa Budaya Kertalangu
Variabel berikutnya menurut teori The Tourist Qualities of A Destination
dari Burkart dan Medlik, adalah aksesibilitas. Dimana aksesibilitas yang
dimaksudkan dalam hal ini adalah transportasi eksternal dan
komunikasi-komunikasi, yang memungkinkan sebuah destinasi untuk dijangkau. Adapun
persepsi para responden terhadap aksesibilitas Desa Budaya Kertalangu sebagai
usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar dapat kita lihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10
Persepsi Wisatawan Terhadap Aksesibilitas Desa Budaya Kertalangu
Aksesibilitas
4.5.3 Persepsi Wisatawan Terhadap Amenitas/ Fasilitas-fasilitas Desa Budaya
Kertalangu
Variabel amenitas/ fasilitas-fasilitas adalah variabel yang ketiga menurut
teori The Tourist Qualities of A Destination dari Burkart dan Medlik, amenitas
yang dimaksudkan adalah fasilitas-fasilitas di destinasi yang mencakup
akomodasi, catering, transportasi internal dan komunikasi-komunikasi, yang
memungkinkan wisatawan untuk berkeliling selama ia tinggal di destinasi
tersebut. Fasilitas-fasilitas ini telah terbukti mampu memberikan kontribusi
yang banyak bagi perkembangan suatu usaha daya tarik wisata seperti
resort-resort ternama di dunia. Sedangkan kebalikannya apabila suatu usaha daya
tarik wisata atau destinasi tidak dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang
dibutuhkan oleh wisatawan khususnya, maka destinasi tersebut akan susah
berkembang. Data yang berhasil dikumpulkan dari para responden tentang
persepsi mereka terhadap amenitas/ fasilitas-fasilitas yang terdapat di Desa
Budaya Kertalangu dapat kita lihat pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11
Persepsi Wisatawan Terhadap Amenitas/fasilitas Desa Budaya Kertalangu
Area Parkir 13 65 12 48 4 12 1 2 - - 127/30 = 4,2
Baik
Sumber : Hasil Pengolahan Data (2011)
4.5.4 Persepsi Wisatawan Terhadap Organisasi Kepariwisataan/ Pengelola
Usaha Daya Tarik Wisata Desa Budaya Kertalangu
Variabel keempat menurut teori The Tourist Qualities of A Destination
dari Burkart dan Medlik, adalah organisasi kepariwisataan yang dalam hal ini
adalah pihak pemerintah, Desa Adat Kesiman Kertalangu serta pihak swasta
sebagai pengelola kawasan Desa Budaya Kertalangu. Pihak pemerintah memiliki
peranan yang besar pada pendirian Desa Budaya Kertalangu sebagai pembuat
kebijakan dan regulasi, sekaligus memiliki fungsi pengawasan terhadap
pengelolaan kawasan. Adapun persepsi para responden terhadap organisasi
kepariwisataan/ pengelola kawasan Desa Budaya Kertalangu dapat kita lihat pada
Tabel 4.12.
Tabel 4.12
Persepsi Wisatawan Terhadap Organisasi
Kepariwisataan/ Pengelola Desa Budaya Kertalangu
Sumber : Hasil Pengolahan Data (2011)
Salah satu contoh persepsi tersebut adalah pendapat dari seorang
responden yaitu Ms. Claudia Gertsch dari Jerman tentang atraksi yang paling dia
“The ricefield is very nice, the air is clean, it’s good to have a small walk while enjoying the view. You probably want to pay attention on the path,
you know, fix the broken ones.”
Menurutnya pemandangan sawah sangat bagus, udaranya bersih, sangat
baik berjalan-jalan sambil menikmati pemandangan. Anda mungkin harus
memperhatikan jalur lintasannya, (mem)perbaiki yang sudah rusak.
Lain halnya dengan pendapat Bapak Utut Miraz dari Surabaya yang
kurang meminati atraksi jogging track, ia berpendapat;
“Kalo saya kurang begitu suka jogging, saya lebih suka liat aktivitas
masyarakatnya, budaya(nya) kan beda sekali sama daerah saya. Jadi
kayaknya sesuatu yang baru dan bisa nambah pengetahuan anak-anak
juga. Sekalian refreshing tapi juga nambah wawasan gitu.”
Secara keseluruhan persepsi para responden memang menunjukkan
penilaian yang cukup positif, namun ada beberapa pendapat yang perlu
diperhatikan khususnya menyangkut kebersihan, penataan area taman, serta
penyajian kuliner di Desa Budaya Kertalangu, seperti yang disampaikan oleh Ibu
Buda dari Surabaya:
“Tempat ini memang cukup baik, tapi sayang ya kurang ditata sedikit. Ini
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan pada Bab I dan berdasarkan
hasil penelitian yang telah dipaparkan dalam Bab IV, maka dapat disampaikan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil penelitian, observasi dan wawancara yang telah dilakukan, maka
dapat diuraikan sebagai berikut; potensi yang dimiliki Desa Budaya Kertalangu
sebagai salah satu usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar, dibagi menjadi 2
kategori yaitu potensi budaya dan alamiah. Potensi budaya yang dimiliki Desa
Budaya Kertalangu dapat kita lihat dari beberapa fasilitas penunjang serta produk
wisata yang dikemas dalam bentuk program-program edukasi bagi para
pengunjung untuk menambah wawasan mengenai budaya Bali, khususnya budaya
masyarakat Desa Kesiman Kertalangu, seperti seni arsitektur yang digunakan
dalam pembangunan dan penataan fasilitas-fasilitas penunjang, pementasan seni
tari-tarian seperti Tari Barong dan Kecak, Joged Bumbung, Legong dan Jegog
yang dilaksanakan berdasarkan permintaan konsumen (based upon request), serta
aktivitas-aktivitas budaya yang dilakukan oleh masyarakat setempat dalam bentuk
ritual keagamaan yang dilakukan oleh krama subak, maupun aktivitas sehari-hari
warga Desa Kesiman Kertalangu khususnya yang melakukan kegiatan bercocok
tanam di persawahan serta program edukasi dalam Pesraman Budaya Bali, dimana
pengunjung dapat belajar menari, belajar mejejahitan, belajar memasak, belajar
melukis serta belajar menabuh. Seluruh potensi budaya ini memanfaatkan sumber
daya manusia dari masyarakat setempat. Sementara potensi alamiah berupa
pertanian dan bentang alam dapat dinikmati oleh pengunjung melalui berbagai
aktivitas yang dikemas dalam produk-produk wisata yang berbentuk atraksi wisata
maupun fasilitas yang melengkapinya, seperti jogging track, fasilitas outbound dan
2. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada periode Oktober 2011 terhadap
30 orang responden wisatawan asing dan nusantara yang berkunjung ke Desa
Budaya Kertalangu, diketahui terdapat beragam motivasi yang mendorong mereka
untuk berkunjung.
3. Persepsi yang diteliti adalah persepsi para responden terhadap variabel-variabel
penelitian berupa produk - produk wisata yang dihubungkan dengan teori The
Tourist Qualities of A Destination dari Burkart dan Medlik, dikategorikan
menjadi 4 variabel yaitu atraksi-atraksi, aksesibilitas, amenitas/fasilitas-fasilitas,
dan organisasi kepariwisataan/ pengelola. ditinjau dari variabel atraksi-atraksi
yang menjadi produk wisata di Desa Budaya Kertalangu, indikator pemandangan
alam, pertanian, dan aktivitas masyarakat memperoleh persepsi yang sangat baik
(SB)
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1.Keberadaan Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata di
Kota Denpasar sangat perlu dipertahankan dan dikembangkan lagi karena
membawa misi konservasi, edukasi dan eksistensi budaya Bali, khususnya yang
menyangkut sistem pertanian tradisional dimana kondisinya saat ini kurang
mendapat perhatian masyarakat perkotaan.
2.Hasil penelitian menunjukkan beberapa indikator yang mendapatkan penilaian
persepsi dengan skor cukup, antara lain; hiburan, jarak dari bandara, transportasi
menuju lokasi, toilet serta promosi. Untuk indikator hiburan, sebaiknya pihak
pengelola membuat variasi hiburan bagi pengunjung atau dengan memperbaiki
fasilitas-fasilitas hiburan yang telah disediakan seperti taman bermain anak-anak
yang kondisinya kurang terawat. Sedangkan mengenai indikator toilet,
diperlukan perawatan rutin dari pihak pengelola serta kesadaran dari para
pengunjung untuk menjaga kebersihan toilet demi kenyamanan bersama.
3.Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan ditinjau dari persepsi para
namun pihak pengelola beserta masyarakat setempat yang terlibat langsung dalam
pelayanan di Desa Budaya Kertalangu, hendaknya memperhatikan pendapat-
pendapat para pengunjung yang menilai beberapa indikator dengan penilaian
persepsi buruk, yaitu; toilet, area parkir, promosi, kebersihan, dan informasi untuk
wisatawan.
4.Indikator-indikator yang mendapatkan penilaian buruk tersebut, dapat diteliti oleh
peneliti selanjutnya sebagai bahan penelitian, dan diharapkan hasilnya dapat
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009
Tentang Kepariwisataan. Pemerintah Republik Indonesia.
Anonim. 2010. Data Statistik Bali . Dinas Pariwisata Daerah Propinsi Bali.
Anonim. 2011. Pendataan Potensi Desa Wisata. Desa Kesiman Kertalangu.
Burkart, A.J and Medlik, S. 1976. Tourism Past, Present, and Future.
London: Heinemann.
Damanik, Janianton & Weber, Helmut F. 2006. Perencanaan Ekowisata: Dari Teori
ke Aplikasi. Yogyakarta: Andi.
Erawan, Nyoman. 1994. Pariwisata dan Pembangunan Ekonomi (Bali sebagai
Kasus).Denpasar: Upada Sastra.
Gunn, C. A. 1994. Tourism Planning Basic Concept Cases. Third Edition.
Washington D.C – USA: Taylor & Francis. http://
www.edyraguapo.blogspot.com (9/10/2011).
http://www.joggingcommunity.wordpress.com (9/10/2011).
http://www.visitkertalangu.com. (10/1/2011).
http://www.petra.ac.id/science/architecture/bali/bali.htm. (31/11/2011).
Harini, Sri. dan Kusumawati, Ririen. 2007. Metode Statistika. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Holloway, Christopher J. Humphreys, Claire. Davidson, Rob. 2009. The Business
of Tourism. Eighth edition. England: Pearson Education Limited.
Inskeep, Edward. 1991. Tourism Planning. An Integrated and Sustainable
Development Approach. New York: Van Nostrand Reinhold.
Ismayanti. 2009. Pengantar Pariwisata. Jakarta: PT. Grasindo.
Kanca, I Nyoman. 2009. Persepsi Wisatawan Mancanegara Terhadap
Pelayanan Informasi Pada Tourist Information Center Dinas
Pariwisata Kota Denpasar. (Tesis). Denpasar: Universitas
Kompas Online. 2008. Berjogging Gratis di Tengah Sawah. Jakarta. 6 Juni 2008
Diakses Tanggal 31 September 2009
McIntosh, Robert W. 1972. Tourism; Principles, Practices, Philosophies. Ohio; Grid
Inc.
Muljadi, A.J. 2009. Kepariwisataan dan Perjalanan. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada.
Pendit, Nyoman S. 1986. Ilmu Pariwisata sebuah Pengantar Perdana. Jakarta :
PT Pradnya Paramita.
Pitana, I Gede. 1999. Pelangi Pariwisata Bali. Denpasar: Bali Post.
………..., 2002. “Pariwisata, Wahana Pelestarian Kebudayaan dan Dinamika
Masyarakat Bali”. Orasi Ilmiah Dalam Pengukuhan Guru Besar
Unud. Denpasar: Universitas Udayana.
………..., dan Gayatri, G. 2005. Sosiologi Pariwisata. Kajian Sosiologis Terhadap
Struktur, Sistem, dan Dampak-dampak Pariwisata. Yogyakarta:
Andi.
………, dan Diarta, I Ketut Surya. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata.
Yogyakarta: Andi.
Putra, Dewa Gede. 2009. Persepsi Wisatawan Terhadap Pelayanan Hotel Melati
di Kawasan Ubud Kabupaten Gianyar. (Tesis). Denpasar:
Universitas Udayana.
Rangkuti, Freddy. 2003. Measuring Customer Satisfaction: Gaining Customer
Relationship Strategy. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Robbins, Stephen P. dan Judge, Timothy A. 2008. Perilaku Organisasi, Edisi 12.
Smith, S. 1989. Demand Outdoor Recreation in Canada. Edited by Geoffrey Wall.
John Wiley and Sons. Canada: Cagne Printing Ltd.
Sugiyono, 1997. Statistika Untuk Penelitian. Bandung. Alfabeta
Sujana, I Made. 2009. Persepsi Wisatawan dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kunjungan Wisatawan Ke Daya Tarik Wisata
Tanah Lot Tabanan Bali. (Tesis). Denpasar: Universitas
Udayana.
Suradnya, I Made dkk. 2002. Analisis Persepsi Wisatawan Eropa, Australia/
New Zealand dan Jepang serta Implikasinya Terhadap Strategi
Pemasarannya. Jurnal Kepariwisataan. Vol. I/ No. I. Bali: STP
Nusa Dua Bali.
Suwantoro, Gamal. 1997. Dasar-dasar Pariwisata. Yogyakarta. Andi.
Tim Penyusun. 1998. Pariwisata Untuk Bali (Konsep dan Implementasi
Pariwisata Berwawasan Budaya). Biro Humas dan Protokol
Setwilda Tingkat I Bali. Denpasar.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi Ketiga. Jakarta. PT. Balai Pustaka.
Widjaja, Bernard T. 2009. Lifestyle Marketing, SERVLIST: Paradigma Baru
Pemasaran Bisnis Jasa dan Lifestyle. Jakarta: PT.Gramedia