• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isis dan Distorsi sejarah islam Informasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Isis dan Distorsi sejarah islam Informasi"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ISIS dan Distorsi Informasi Oleh Naufal Syahrin Wibowo

Era Informasi merupakan era yang sangat mutakhir selama perjalanan peradaban manusia dari zaman dulu hingga saat ini. Bagaimana Tidak? Dengan adanya era ini manusia dapat dengan mudah mengakses informasi yang mereka ingini dan mereka butuhkan; ditambah dengan adanya fenomena internet, siapa saja dapat mengakses informasi hanya dengan satu kali ‘klik’ atau satu kali ‘ketikan’. Era informasi tidak hanya dimulai sejak munculnya atau merebaknya fenomena internet di abad 21 atau akhir abad 20-an; tetapi era itu justru dimulai sejak radio mulai ditemukan, kemudian dilanjutkan dengan penemuan televisi, komputer yang pada akhirnya memang berpuncak pada penemuan dan meluasnya fenomena internet ditambah dengan munculnya wacana globalisasi. Tidak hanya cukup dengan fenomena internet yang muncul di akhir abad 20; era informasi kemudian diperkuat dengan munculnya berbagai macam media sosial seperti Friendster, yahoo mail, facebook, twitter dan yang lainnya serta didukung dengan adanya gadget-gadget mutakhir sejenis smartphone yang membantu pemudahan akses oleh manusia. Dengan adanya tiga fenomena ini, lengkap sudah kemudahan akses manusia terhadap informasi yang mereka inginkan dan butuhkan tanpa adanya hambatan atau proses yang sangat ‘njelimet’ atau ‘ruwet’; kapan saja dan di mana saja.

(2)

terhadap terorisme atau jaringan terorisme global yang dianggapnya bermarkas di Afganishtan dan sekitarnya yang dipimpin oleh Osama ibn Laden sehingga invasi tersebut diperluas hingga Afganishtan dan negara sekitarnya. Tidak hanya dalam permasalahan militer dan politik, tapi hal tersebut juga menimbulkan permasalahan pada sisi paham dan akademis sehingga muncul lah istilah fundamentalisme dalam hal keagamaan.

Bila merujuk pada buku karya teolog kontemporer, Karen Armstrong, yang berjudul Masa Depan Tuhan (2011) dan Sejarah Tuhan: Kisah 4.000 Tahun Pencarian Tuhan dalam Agama-Agama Manusia (2012), sebenarnya fundamentalisme dalam keagamaan itu sudah muncul bahkan sejak akhir abad pertengahan yang dipelopori oleh Yahudi dengan paham mistisnya yang terkenal, Kabbalah yang pada akhirnya menjadi paham dasar terbentuknya Politik Bukit Sion atau lebih dikenal dengan Zionisme. Lalu apa hubungannya dengan merebaknya fundamentalisme dalam Islam? Sangat erat karena semangat yang diusung oleh Yahudi adalah kembali menerapkan ajaran-ajaran dasar Taurat dan Talmud dalam setiap kebijakan politik dan sosialnya, sehingga hal itu menginspirasi umat Islam yang dimulai sejak awal abad 18 mulai mengalami kemunduran akibat penjajahan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa seperti Inggris, Portugal, Spanyol, Perancis bahkan Jerman seperti di Mesir, Palestina, India, Persia, Arab, Pakistan serta wilayah-wilayah Maghrib1.

Tetapi, bila ditarik kembali permasalahan yang tidak lepas dari konteks sejarah ini, fundamentalisme dalam Islam justru sudah muncul sejak masa kekhalifahan Imam ‘Ali ibn Abu Thalib tepatnya ketika terjadi abitrase dengan Mu’awiyah ibn Abu Sufyan atas Perang Shiffin. Ketika terjadi abitrase, kedua belah pihak sepakat akan meninggalkan jabatannya sebagai khalifah dan akan dipilih kembali melalui Majelis Syura yang telah dibentuk oleh khalifah ‘Umar ibn al-Khatthab pada akhir masa pemerintahannya; akan tetapi, karena kepintaran ‘Amr ibn al-Ash yang pada waktu itu berada pada pihak Mu’awiyyah ibn Abu Sufyan beserta Bani Umayyah-nya, jabatan kekhalifahan tetap berada di tangan Mu’awiyyah ibn Abu Sufyan. Hal tersebut menimbulkan kejengkelan berbagai pihak khususnya dari pihak ‘Ali ibn Abu Thalib. Banyak yang mulai menuduh ‘Ali dan Mu’awiyyah sebagai kafir dan fasik sehingga mereka memisahkan diri dari keduanya dan membentuk kubu sendiri yang dikenal dengan istilah khawarij2. Lagi-lagi, hal itu dilihat dari segi militer dan politik. Bila

1 Sebutan wilayah barat Kekaisaran Islam. Tepatnya di wilayah Afrika Utara bagian barat terhitung dari Libya hingga Maroko

(3)

dilihat dari segi pemahaman, fundamentalisme Islam muncul ketika ‘Umar ibn Abdu al-Aziz mulai menyerukan prototipe sunni atau ahlul sunnah wal jama’ah sebagai jawaban atas merebaknya paham-paham ‘liberal’ dalam Islam seperti Mu’tazilah dan Qadariyah serta sebagai tandingan atas paham Syi’ah yang juga pada waktu itu banyak melakukan pemberontakan terhadap kepemimpinan Dinasti Umayyah3. Seruan tersebut menyatakan bahwa sudah seharusnya umat Islam kembali ke sunnah-sunnah Muhammad ibn Abdullah karena hanya dengan itu kemakmuran umat akan tercapai.

Fundamentalisme Islam ini memuncak ketika Islam memulai ‘kebangkitan’ keduanya di wilayah Semenanjung Arab yang diprakarsai oleh Muhammad ibn Abdu al-Wahab yang pada waktu itu juga didukung oleh Klan Saud dalam mendoktrin rakyat Arab agar terlepas dari cengkraman Turki Usmani dan penjajahan negara barat. Paham itu kemudian dikenal dengan Wahabi. Tidak berhenti hanya sampai di situ; fundamentalisme Islam juga dilakukan oleh kelompok Syi’ah tepatnya pada akhir kekuasaan Dinasti Safavid di Iran yang dimotori oleh Imam Khomeini4; keduanya terjadi pada abad ke 20. Lalu apa hubungannya dengan peran media massa dalam hal ini internet, media sosial dan gadget? Justru dengan adanya penjajahan dan kesewenang-wenangan pihak barat yang dekat-dekat ini dimotori oleh Amerika Serikat dan munculnya paham-paham fundamentalisme Islam – yang berpuncak pada munculnya ISIS - yang didukung oleh kemajuan di bidang informatika, paham-paham fundamentalisme tersebut dapat dengan mudah mengajak umat Islam di seluruh belahan dunia untuk melakukan ‘jihad’ demi mendirikan negara Islam di Timur Tengah.

Isu-isu yang tidak lama, sekitar akhir tahun 2014 dan di awal tahun 2015, dunia digemparkan oleh beberapa orang Islam yang bermukim di Indonesia dan Inggris pergi ke Timur Tengah, tepatnya Irak, untuk membantu ISIS dalam menegakkan ‘jihad’-nya. Setelah diselidiki, ternyata, pihak yang mengatasnamakan Islam ini mengajak pemuda-pemudi tersebut melalui media sosial seperti facebook dan twitter. Masalahnya, apa yang dilakukan oleh ISIS bukan hanya sekedar ‘berjihad’ melawan para negara penjajah yang berasal dari barat (baca: Eropa), tetapi juga ISIS mendoktrin umat Islam khususnya yang beraliran Sunni agar memerangi saudara mereka sendiri yang beraliran Syi’ah di negara Irak, Suriah dan Lebanon. Dengan provokasi ISIS yang ditambah dengan provokasi oleh Klan Saud melalui doktrin Wahabismenya atas pensesatan Islam Syi’ah, banyak mereka akhirnya mengira

(4)

bahwa Islam Syi’ah bukanlah Islam dan harus diperangi layaknya Abu Bakr ibn Abu Quhafah dulu memerangi kaum murtadin pada Perang Riddah. Khusus di Indonesia, doktrin pensesatan Syi’ah tidak hanya diprovokasi oleh ISIS dan Klan Saud melalui media sosial, tetapi juga didukung oleh lembaga resmi yang bernama MUI. Doktrin ini, melalui MUI, tidak hanya melalui internet dan media sosial, tetapi juga melalui buku – yang sayangnya juga berlogo MUI – yang disebarluaskan ke masyarakat luas juga melalui institusi pendidikan seperti kampus-kampus negeri ternama sekaliber Universitas Indonesia5. Lengkap sudah, dengan adanya berbagai macam doktrin mengenai ‘jihad’ dan pensesatan Syi’ah ini, banyak dari pemuda-pemuda Indonesia yang berangkat ke Timur Tengah untuk memerangi semua orang kafir di sana. Anehnya, ‘jihad’ yang dilakukan oleh ISIS ini tidak hanya sekedar ‘jihad’, tetapi juga melakukan genosida bagi mereka yang tidak mau mendukung ‘jihad’ ISIS tersebut.

Padahal, bila merujuk pada teori moderat yang dipelopori oleh Imam al-Ghazali melalui bukunya, ‘Ihya Ulumuddin, yang juga diadaptasi dari pemikiran Aristoteles, fundamentalisme ekstrem yang selalu melakukan perang serampangan yang mengatasnamakan Islam telah melenceng dari kaidah-kaidah akhlak yang diajarkan Islam melalui Qur’an dan sunnah Muhammad ibn Abdullah6. Selain itu, Imam al-Ghazali, juga didukung oleh pernyataan adiknya yang bernama Muhammad al-Ghazali, menyatakan bahwa pensesatan Syi’ah yang dilakukan oleh fundamentalisme ekstrem sangat tidak berdasar pada Islam; hal itu dikarenakan mereka memerangi sesama orang Islam, orang yang masih mendirikan shalat lima waktu, membayar zakat dan melakukan haji ke Makkah7. Ibn Khaldun, dengan teori sejarah dan sosialnya melalui mahakaryanya yang berjudul Mukaddimah (2014) menyatakan sendiri bahwa pensesatan Syi’ah dan perang melawan orang-orang Eropa hanya sekedar kepentingan politik semata; bagi Ibn Khaldun, apa yang dilakukan oleh orang Islam itu hanya mengikuti syahwat dan hawa nafsu demi memperluas kekuasaan dan memperbanyak harta kekayaan pribadi8.

Kita juga bisa melihat distorsi yang terjadi pada media-media tersebut melalui teori hiperrealitas Jean Braudillard yang sebenarnya sudah dipelopori lebih dulu oleh Ibn Khaldun pada abad 13 Masehi. Namun, perbedaan keduanya adalah bila Braudillard melihat dari segi

5 Buku ini berjudul Mengenal & Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia (2013) yang disebarluaskan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tanggal 30 Mei 2014 di Masjid Ukhuwah Islamiyah, Universitas Indonesia

(5)

konsumsi manusia secara umum, Ibn Khaldun melihat dari buku-buku sejarah yang hanya bersifat repetitif. Bagi Ibn Khaldun, distorsi informasi yang shahih rawan terjadi pada informasi mengenai sejarah; hal itu dikarenakan, bagi Ibn Khaldun, terdapat permainan kepentingan politik dan ekonomi para penguasa beserta pejabat-pejabat negara. Jargon anti-barat dan anti-Syi’ah yang diprovokasikan oleh ISIS sebenarnya hanya berupa pendistorsian sejarah yang sifatnya repetitif. Mereka mengangkat isu-isu yang sebenarnya tidak lagi dipermasalahkan tetapi karena adanya kepentingan politik dan ekonomi penguasa di dalamnya, isu-isu tersebut kemudian diangkat lagi dan dilebih-lebihkan melalui media sosial dan internet.

(6)

Referensi

Al-Ghazali. Metode Menaklukkan Jiwa (edisi kedua cetakan pertama) terjemahan Rahmani Astuti. Bandung: Penerbit Mizan (2013)

_________. Metode Menjemput Cinta (edisi kedua cetakan pertama) terjemahan Abdurrasyid Ridha. Bandung: Penerbit Mizan (2013)

Al-Husaini, H. M. H. Al-Hamid. Imamul Muhtadin ‘Ali Bin Abi Thalib: Pintu Gerbang Ilmu Nabi Saw.. Bandung: Pustaka Hidayah (2008)

Armstrong, Karen. Masa Depan Tuhan (cetakan ketiga) terjemahan Yuliani Liputo. Bandung: Penerbit Mizan (2011)

______________. Sejarah Tuhan: Kisah 4.000 Tahun Pencarian Tuhan dalam Agama-Agama Manusia (cetakan keenam) terjemahan Zaimul Am. Bandung: Penerbit Mizan (2012)

Gulpaygani, Ali Rabbani. Kalam Islam: Kajian teologis dan Isu-Isu Kemazhaban terjemahan Muhammad Jawad Bafaqih. Jakarta: Nur Al-Huda (2015)

Khaldun, Ibnu. Mukaddimah (cetakan keempat) terjemahan Matsuri Ilham, Malik Supar & Abidun Zuhri. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar (2014)

Riswanto, Arif Munandar. Buku Pintar Islam. Bandung: Penerbit Mizan (2010)

Tim AhlulBait Indonessia. Syiah Menurut Syiah. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat AhlulBait Indonesia (2014)

Referensi

Dokumen terkait

Pada umumnya pasien yang datang di unit perawatan kritis ini adalah dalam keadaan mendadak dan tidak direncanakan, hal ini yang menyebabkan keluarga dari pasien datang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ektoparasit Ciliophora yang menyerang udang vannamei di lahan pertambakan polikultur Kabupaten Sidoarjo adalah Zoothamnium sp.,

Abstrak: Pembelajaran IPA diarahkan pada penekanan pemberian pengalaman secara langsung pada peserta didik untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami

Secara umum bilamana suatu investasi dalam pembelian saham dilakukan dengan pilihan varian yang minimum dengan expected return tertentu, tentunya risiko yang ditimbulkannya

kemampuan akademik adalah suatu kecakapan yang berhubungan dengan akademis (pendidikan) siswa terhadap suatu materi pelajaran yang sudah dipelajari dan dapat

Berdasarkan permasalahan diatas, maka dibuatlah Sistem Penunjang Keputusan Untuk Menentukan Minat Jurusan Siswa di SMK Al-Ikhlash Menggunakan Metode Fuzzy Mamdani

Peta daerah dengan positive deviance antara status gizi dan lingkungan di Kabupaten Boyolali adalah daerah yang mempunyai kesen- jangan antara keadaan status gizi dengan kea-

Pokok bahasan mata kuliah ini akan berada lintas bagian manajemen dimana fungsi manajemen dianggap sebagai unsur yang saling terintegrasi di dalam strategi perusahaan untuk