Seleksi Asisten –Laboratorium Perencanaan dan Optimasi Sistem Industri ITB 10 Maret 2015
Pricing Research :
Penentuan Harga Makanan Prasmanan di
Kantin Barat Laut
Faustine Avina Wijoyo
Manajemen Rekayasa Industri / 14412030Institut Teknologi Bandung Indonesia
E-mail: faustine227@gmail.com
Abstract: Penentuan harga merupakan perihal terpenting dalam memasarkan suatu produk. Baru-baru ini, KOKESMA ITB telah menentukan standar harga baru bagi makanan-makanan yang berada di Kantin Barat Laut. Akibat kenaikan harga ini KBL mengalami lost sales. Lost sales ini dapat diatasi apabila Kantin Barat Laut mengadakan penelitian mengenai berapakah nilai yang dihargai konsumen pada setiap makanan. Adanya penelitian ini akan menjadi pertimbangan manajemen agar kenaikan harga yang dilakukan KOKESMA ITB terhadap makanan di Kantin Barat Laut tidak terlalu rendah dan tidak juga terlalu tinggi. Metode yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah metode van Westendorp. Dari metode ini akan didapatkan range harga produk, Indifference Price Point (IPP), dan Optimum Price Point (OPP) dari setiap jenis makanan yang berada di Kantin Barat Laut. Data-data tersebut nantinya akan menjadi pertimbangan KOKESMA ITB untuk menentukan harga dari masing-masing jenis makanan.
Keywords: Market research, Pricing research, Price Sensitivity Measurement, van Westendorp’s Model, Kantin Barat Laut
I.
L
ATARB
ELAKANGSebagai salah satu elemen dari marketing mix, dalam melakukan pemasaran, sering kali penentuan harga produk merupakan hal yang paling sulit dan merupakan keputusan yang krusial. Alasannya, harga produk merupakan satu-satunya elemen dalam marketing mix yang langsung menentukan penjualan dan keuntungan yang didapat perusahaan, sementara elemen lainnya (product, price, dan promotion) justru hanya menambah beban kepada faktor biaya saja.
Menurut Kotler (2001), harga merupakan sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa harga harus diatur sedemikian rupa sehingga konsumen merasa jumlah uang yang dikeluarkan setara atau lebih rendah daripada nilai produk yang didapatkan.
Apabila penjelasan di atas dirangkum, maka penentuan harga bagi suatu produk sebaiknya harus mempertimbangkan :
1. Laba yang ingin didapat 2. Biaya produksi produk 3. Harga jual kompetitor 4. Pergerakan harga di pasar 5. Kemampuan target konsumen
Kemampuan target konsumen dalam membeli produk (willingness to pay) merupakan poin yang disoroti dalam makalah kali ini.
Baru-baru ini, Koperasi Kesejahteraan Mahasiswa ITB atau sering dikenal dengan KOKESMA ITB telah menentukan standar harga baru bagi makanan-makanan yang berada di Kantin Barat Laut. Ternyata, standar harga baru ini ternyata menyebabkan konsumen langganan dari Kantin Barat Laut enggan membeli makanan di kantin ini lagi. Mereka lebih memilih untuk makan di kantin lain atau membawa bekal dari rumah.
Mengapa hal ini dapat terjadi? Sebenarnya, banyak hal yang dapat menyebabkan turunnya angka penjualan dari Kantin Barat Laut. Lebih jelasnya, faktor-faktor tersebut dapat dilihat pada diagram cause and effect pada Gambar 1. Namun, peneliti percaya bahwa penyebab utama kehilangan pelanggan dari Kantin Barat Laut disebabkan oleh konsumen yang tidak lagi percaya bahwa uang yang dikeluarkan setara dengan harga makanan yang ditawarkan Kantin Barat Laut. Artinya harga yang ditentukan oleh KOKESMA ITB terlalu tinggi dan dengan kata lain, ada kesalahan dalam menentukan harga makanan di Kantin Barat Laut.
Seleksi Asisten –Laboratorium Perencanaan dan Optimasi Sistem Industri ITB 10 Maret 2015
Pada kenyataannya, saat ini harga makanan prasmanan di Kantin Barat Laut sama, bahkan lebih mahal daripada kantin-kantin di ITB yang menawarkan jasa pengambilan dan pengantaran makanan. Oleh karena itu tidaklah aneh apabila konsumen dari Kantin Barat Laut justru berpindah ke kantin lain.
Lost sales dari Kantin Barat Laut dapat dihindari apabila Kantin Barat Laut melakukan riset mengenai willingness to pay makanan prasmanan oleh konsumen terlebih dahulu. Riset ini menjadi penting karena target konsumen dari Kantin Barat Laut itu sendiri adalah mahasiswa sangat yang sensitif terhadap perubahan harga. Pada umumnya mahasiswa memiliki kemampuan finansial yang terbatas dan cenderung mencari produk dengan harga yang termurah. Bagi mahasiswa, perubahan harga sedikit saja rasanya sudah membebani dan justru menjadi bahan pertimbangan apakah mereka tetap membeli produk tersebut atau tidak.
Dapat disimpulkan bahwa harga makanan yang ditawarkan Kantin Barat Laut harusnya tidak hanya mengejar profit saja, melainkan harus mempertimbangkan range sensitivitas harga dari konsumennya (mahasiswa). Oleh karena itulah pricing research menjadi sangat penting bagi penentuan harga makanan di Kantin Barat Laut.
II. M
ETODEP
ENELITIANTerdapat banyak alternatif metode pricing research yang dapat dilakukan. Pada makalah kali ini metode yang akan diterapkan adalah Pricing Sensitivity Analysis : Van Westendorp. Output dari model Van Westendorp ini akan menghasilkan range antara harga maksimum dimana konsumen masih mau membeli produk dan harga minimum di mana konsumen mulai mempertanyakan kualitas dari produk. Model Van Westendorp merupakan model yang sederhana dan mudah dilakukan, bahkan oleh orang yang tidak memiliki pengalaman sekalipun.
Pada dasarnya, ada 4 pertanyaan yang perlu ditanyakan kepada konsumen. Keempat pertanyaan tersebut adalah :
1. Pada harga berapa produk dikatakan mahal sehingga konsumen tidak mau membeli produk tersebut? (TooExpensive)
2. Pada harga berapa produk dianggap terlalu murah sehingga konsumen mulai mempertanyakan kualitas dari produk? (TooCheap)
3. Pada harga berapa produk mulai dianggap mahal, namun konsumen masih mempertimbangkan untuk membeli produk tersebut? (Expensive)
4. Pada harga berapa konsumen menganggap uang yang dikeluarkan setara dengan produk yang didapatkan ? (Bargain)
Dari keempat pertanyaan di atas akan dipetakan berapakah acceptable price range dari makanan prasmanan yang berada di Kantin Barat Laut. Namun, sebelum dilakukan pemetaan, peneliti harus memastikan terlebih dahulu apakah responden dari kuesioner berasal dari populasi yang sama. Hal ini penting karena populasi yang berbeda akan menyebabkan pricing sensitivity analysis ini menjadi tidak valid. Hal ini disebabkan oleh kesensitivitas-an konsumen terhadap harga dipengaruhi juga oleh segmen konsumennya. Beda segmen konsumen akan menghasilkan range harga yang berbeda pula. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji homogenitas data untuk memastikan responden berasal dari populasi yang sama. Uji yang digunakan adalah Levene’s Test.
Selain uji homogenitas akan dilakukan juga uji statistika lain seperti normalitas dan uji validitas. Kedua uji ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa responden dari kuesioner sudah representatif dan layak digunakan ke dalam model.
Sudah jelas bahwa pada penelitian ini data diambil dari kuesioner. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah convenience sampling : di mana responden yang mengisi kuesioner hanya berasa dari lingkungan yang dekat
Lost Sales
Seleksi Asisten –Laboratorium Perencanaan dan Optimasi Sistem Industri ITB 10 Maret 2015
dengan peneliti. Target responden dari kuesioner ini adalah mahasiswa yang kuliah di sekitar Kantin Barat Laut. Sebagian besar kuesioner disebarkan kepada mahasiswa jurusan Teknik Industri dan Manajemen Rekayasa Industri yang memang sering beraktivitas di daerah Kantin Barat Laut.
Berdasarkan penelitian, pada jumlah konsumen Kantin Barat Laut perharinya adalah 500 orang. Apabila mengikuti rules of thumb, jika populasi sebenarnya kurang dari 10.000, jumlah sample yang harus didapat minimal harus 30% dari populasinya. Dalam kasus ini berarti peneliti harus mengumpulkan minimal 150 responden.
III. D
ASART
EORIA. Metode Van Westendorp
Metode Van Westendorp Price Sensitivity Meter telah dikembangkan dari tahun 1970-an oleh seorang ekonom Belanda bernama Peter H. van Westendorp. Metode ini bertujuan untuk mengetahui kesadaran harga dari konsumen terhadap produk tertentu. Pendekatan yang digunakan oleh metode Van Westendorp ini adalah pendekatan tidak langsung,
di mana peneliti tidak langsung menanyakan, “Berapa harga
yang konsumen bayarkan untuk mendapat produk X?” melainkan melalui beberapa pertanyaan yang tidak langsung menjurus.
Metode Van Westendorp didasarkan pada premis bahwa harga ditentukan oleh nilai maksimum yang siap untuk diberikan konsumen dan nilai minimum dimana pada titik tersebut konsumen mempertanyakan kualitas dari produk.
Terdapat dua teori psikologis yang melatarbelakangi metode Van Westendorp ini. Teori tersebut adalah :
Theory of Reasonable Prices
Teori ini mengasumsikan bahwa pembeli memiliki sifat untuk mengamati suatu produk dan memperkirakan harga atau range kasar dari produk tersebut.
Price Signaling Quality
Teori ini mengasumsikan bahwa ada harga tertentu di mana pembeli ragu untuk membeli produk dikarenakan khawatir akan kualitas produk yang ditawarkan. Hal ini sering terjadi jika penjual mematok harga suatu produk terlalu murah.
Terdapat dua output analisis yang dapat diketahui dari hasil metode Van Westendorp, yaitu real-time analysis dan post hoc analysis.
Real time analysis digunakan untuk mengetahui variabel harga purchase-producing dari suatu produk, sedangkan post hoc analysis digunakan untuk memahami lebih lanjut
sensitivitas dari harga dan harga ideal bagi produk di mata konsumen.
Perlu ditekankan bahwa hasil dari metode Van Westendorp Price Sensitivity Analysis ini murni menurut sudut pandang konsumen. Pada metode ini harga tidak ditentukan oleh biaya pembuatan produk melainkan melalui pandangan konsumen berapa harga yang layak bagi suatu produk tersebut.
Perhitungan Real-Time
Pada analisis real-time, peneliti akan menggunakan jawaban
responden untuk mengetahui titik tengah antara “harga yang dirasa pas untuk produk” (bargain price) dan “harga dimana produk mulai terasa mahal untuk” (expensive price) untuk mengetahui Unique Target Point (UTP). Perhitungan titik tengah ini dilakukan supaya menghasilkan harga yang jatuh di dalam range harga wajar (reasonable price range/ acceptable range) untuk setiap responden.
Untuk lebih jelasnya, rumus dari Unique Target Point adalah sebagai berikut:
Post Hoc Analysis
Post Hoc Analysis sebenarnya dapat dilakukan dengan menggunakan metode case-level dari nilai UTP atau melalu metode agregat lainnya untuk mengetahui range harga dan kurva permintaan yang relevan.
Case Level Analysis
Dengan menggunakan perhitungan case-level UTP, peneliti dapat mengkalkulasikan persentase konsumen yang akan membeli produk pada range harga tertentu. Selain itu, peneliti juga dapat memperkirakan analisis sensitivitasnya.
Beberapa hal lain yang dapat dianalis dengan melakukan case level adalah sebagai berikut :
Revenue Maximization Point
Lewat kurva permintaan yang telah ditentukan sebelumnya, dengan melakukan metode Van Westendorp, peneliti juga dapat mengetahui harga teoritis di mana pada harga tersebut terdapat kesetimbangan antara titik harga dan jumlah proporsi konsumen yang berkenan membeli produk pada harga tersebut yang mampu memaksimumkan keuntungan yang akan didapat atau disebut juga Unitary Revenue Contributon (URC).
Unitary Revenue Contribution (URC) adalah rata-rata pendapatan yang didapat dari tiap konsumen pada harga tertentu.
Seleksi Asisten –Laboratorium Perencanaan dan Optimasi Sistem Industri ITB 10 Maret 2015
Van Westendorp Indifference Price Point (IPP)
Van Westendorp Indefference Price Point adalah titik poin di mana jumlah responden yang yang berpendapat produk dihargai dengan harga X sama dengan jumlah responden yang berpendapat bahwa pada harga tersebut produk mulai dirasa mahal, namun responden masih tetap mempertimbangkan untuk membeli produk tersebut.
Menurut teori van Westendorp dan beberapa studi lainnya, titik IPP ini juga merepresentasikan harga tengah atau median yang hendak dibayarkan konsumen untuk produk tertentu. IPP juga dapat diartikan sebagai harga rata-rata dari produk mempertimbangkan banyaknya produk lain yang ada di pasar oleh konsumen.
Van Westendorp Optimum Price Point (OPP)
Optimum Price Point adalah titik di mana penjual akan kehilangan pembeli karena harga dinilai terlalu mahal atau terlalu murah. Titik ini dapat diperoleh dengan melihat titik potong antara kurva harga (too expensive) yang terlalu mahal dan kurva harga yang terlalu murah (too cheap).
Seringkali nilai IPP dan OPP yang diperoleh tidak jauh berbeda. Hal ini terjadi sering terjadi pada produk yang bersifat kompetitif di pasar yang tidak terlalu besar. Oleh karena nilai IPP dan OPP-nya tidak jauh berbeda, alternatif keputusan yang dapat diambil perusahaan pun menjadi terbatas.
Range of Competitive Price
RCP adalah penentuan range harga yang mana akan membantu perusahaan dalam melakukan strategi penentuan harga produk. RCP mengidentifikasikan titik maksimal harga di mana produsen akan kehilangan pangsa pasar, namun keuntungan yang didapat akan lebih banyak dari biasanya dan titik minimum harga apabila produsen ingin menggunakan low-cost strategy.
Penentuan range harga ini dapat diketahui dengan menemukan titik point of marginal cheapness(PMC) dan point of marginal expensiveness (PME).
Point of marginal cheapness adalah titik di mana presentasi responden yang menganggap harga X adalah harga yang terlalu murah sama dengan kebalikan dari presentase responden yang merasa produk tersebut pas untuk dihargai pada harga X (atau dengan kata lain presentasi responden yang mengganggap harga X adalah harga yang tidak cocok untuk produk tersebut, (1-(%bargain)).
Point of marginal expensiveness adalah titik dimana persentase responden yang mengganggap harga Y terlalu mahal
sama dengan kebalikan dari jumlah persentasi responden yang menganggap harga tersebut mahal, namun masih patut dipertimbangkan (atau dengan kata lain presentasi dari responden yang menganggap harga Y tidak mahal, (1-(%expensive)).
B. Levene’s Test
Levene’s Test adalah uji statistik inferensi yang sering digunakan untuk menguji apakah suatu kelompok data memiliki variansi yang sama dengan kelompok data lain. Pada uji ini digunakan hipotesis :
H0 =
H1 = setidaknya terdapat satu kelompok yang variansinya tidak sama
Apabila nilai P-Value dari Levene’s Test berada di bawah 0,05, artinya tolak H0. Penolakan H0 memiliki arti bahwa variansi dari kelompok berbeda dan tidak homogen. Jika didapat hasil seperti ini, peneliti perlu melalukan analisis kluster terhadap hasil data responden. Melalui analisis kluster, data akan dikelompokkan kedalam segmen-segmen sesuai dengan pola persebaran datanya. Seharusnya, data yang berada di dalam kluster yang sama memiliki variansi yang homogen. Selanjutnya peneliti harus memilih kluster mana yang mau dianalisis lebih lanjut.
IV. P
ENGOLAHAND
ATAMelalui kuesioner yang berisikan empat pertanyaan yang telah dijelaskan sebelumnya, peneliti berhasil mengumpulkan sebanyak 160 responden. Oleh karena di Kantin Barat Laut terdapat banyak sekali menu prasmanan, peneliti mengelompokkan menu-menu tersebut ke dalam 4 kategori, yaitu : nasi, sayur, ikan, ayam, dan daging. Asumsi penelti perlu melakukan data cleaning terlebih dahulu. Data cleaning ini bertujuan untuk memastikan bahwa data yang akan diolah adalah data yang berkualitas. Pada penelitian kali ini, ada dua tahap data cleaning yang dilakukan :
1. Penghapusan data yang tidak valid
Seleksi Asisten –Laboratorium Perencanaan dan Optimasi Sistem Industri ITB 10 Maret 2015
responden benar-benar memahami setiap pertanyaan
pada kuesioner, seharusnya jawaban responden memiliki pola tertentu.
Pola yang dimaksudkan adalah seperti sebagai berikut:
Jawaban harga dari responden untuk masing-masing kelompok makanan harus berurutan dari besar ke kecil sesuai urutan variabel di bawah ini :
TooCheap – Bargain – Expensive – TooExpensive
Untuk mengecek apakah jawaban responden sudah sesuai dengan prasyarat ini, peneliti menggunakan bantuan formula fungsi excel.
=IF(AND(TooCheap<=Bargain,Bargain<=Expensive, Expensive<=TooExpensive),Valid,Not Valid)
Hasil dari pengolahan data ini adalah :
Tabel 1. Hasil uji Validasi Data
R too
cheap bargain exp too
exp Validation
1 3 5 7 8 Valid
2 4 4.5 7 7 Valid
3 2 2.5 8 4 Not Valid dst dst Dst dst dst dst
Dari tabel 1, dapat dilihat bahwa responden 3 memiliki data yang tidak valid. Apabila peneliti menemukan data yang seperti ini, peneliti dianjurkan
untuk meghapus data responden tersebut. Kesalahan pemodelan akan terjadi apabila peneliti tidak menghapus data yang tidak valid.
2. Penghapusan outlier
Setelah peneliti yakin bahwa tidak ada lagi data responden yang tidak sesuai dengan prasyarat awal, barulah uji outlier dapat dilaksanakan. Uji outlier ini penting untuk dilakukan untuk memastikan tidak ada responden yang memiliki data yang jauh berbeda dengan responden lainnya. Misalnya saja harga yang dimasukkan responden terlalu tinggi atau terlalu rendah. Apabila data responden yang seperti itu tidak dibuang, lagi-lagi model yang didapat seringkali salah dan dapat mengakibatkan kesalahan analisis.
Hasil uji outlier dengan menggunakan bantuan software SPSS 20.0 dapat dilihat pada Gambar 2. Bintang merah yang terdapat pada pada Gambar 2 menunjukkan bahwa adanya outlier pada data. Untuk menangani hal tersebut, peneliti perlu melakukan data cleaning lagi dengan cara menghapus outlier-outlier dari data responden. Tahap ini bersifat iteratif, jadi setelah menghapus data, peneliti harus memetakan lagi boxplot dari data baru. Peneliti baru boleh lanjut ke tahap berikutnya ketika tidak ada lagi bintang yang terlihat pada boxplot.
B. Uji Normalitas
Seleksi Asisten –Laboratorium Perencanaan dan Optimasi Sistem Industri ITB 10 Maret 2015
Menurut George & Mallery (2010), suatu data dikatakan
normal apabila nilai variabel skewness dan kurtosis-nya berada diantara -2.58 dan +2.58.
Hasil uji normalitas yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rekapitulasi Skewness dan Kurtosis Data
Descriptives Skewness Kurtosis
Too Cheap Nasi 1.13 0.61 Expensive Daging -0.10 -0.43 Too Expensive Daging -0.04 1.03
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai skewness dan kurtosisnya masih berada di dalam batas wajar. Oleh karena itu dapat diambil kesimpulan bahwa data telah berdistribusi normal.
C. Uji Homogenitas
Selanjutnya akan dilakukan uji homogenitas. Terdapat empat data yang akan diuji homogenitasnya, yaitu variabel TooCheap, Bargain, Expensive, dan TooExpensive. Masing-masing data dalam variabel akan dibagi ke dalam dua kelompok secara random, kemudian rata-ratanya akan dibandingkan dan variansinya akan dianalisis menggunakan Levene’s Test.
Hasil dari Levene’s Test yang dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS 20.0 dapat dilihat pada Tabel 3.
Nilai significance Levene’s Test pada Tabel 3 semuanya lebih dari 0.05. Artinya, variabel-variabel tersebut sudah lulus uji homogenitas.
Berdasarkan data ini dapat diambil kesimpulam bahwa data yang diambil pada penelitian berasal dari satu populasi yang sama, yaitu mahasiswa.
Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas Data TooCheap1
D. Penentuan Unitary Target Point (UTP)
Dengan dilakukannya uji normalitas dan homogenitas, dapat disimpulkan bahwa data yang akan dipakai untuk melakukan analisis sensitivitas harga di Kantin Barat Laut sudah lulus uji statistik awal dan layak digunakan untuk penelitian. Oleh karena itu, barulah data boleh diolah dengan menggunakan metode van Westendorp.
Pada tulisan ini, oleh karena keterbatasan tempat, pengolahan data yang akan dideskripsikan adalah sensitivitas harga pada makanan prasmanan berbahan baku ayam saja. Ayam dipilih karena jenis makanan ini adalah makanan yang sering dibeli oleh konsumen Kantin Barat Laut.
Pertama, akan ditentukan harga UTP dari masing-masing responden. Penentuan UTP ini akan berpengaruh pada kurva demand yang didapat. Kurva demand dapat dilihat pada Gambar 3.
E. Penentuan Unitary Target Point (UTP)
Seleksi Asisten –Laboratorium Perencanaan dan Optimasi Sistem Industri ITB 10 Maret 2015
Tabel 4. Unitary Revenue Contribution
Price Frequency Revenue
Rp 1,000.00 0 Rp 0.00 Rp 1,500.00 0 Rp 0.00 Rp 2,000.00 0 Rp 0.00 Rp 2,500.00 1 Rp 2,500.00 Rp 3,000.00 3 Rp 9,000.00 Rp 3,500.00 3 Rp 10,500.00 Rp 4,000.00 4 Rp 16,000.00 Rp 4,500.00 10 Rp 45,000.00 Rp 5,000.00 20 Rp 100,000.00 Rp 5,500.00 25 Rp 137,500.00 Rp 6,000.00 31 Rp 186,000.00 Rp 6,500.00 15 Rp 97,500.00 Rp 7,000.00 15 Rp 105,000.00 Rp 7,500.00 9 Rp 67,500.00 Rp 8,000.00 7 Rp 56,000.00 Rp 8,500.00 3 Rp 25,500.00 Rp 9,000.00 2 Rp 18,000.00 Rp 9,500.00 1 Rp 9,500.00 Rp 10,000.00 1 Rp 10,000.00
Dengan membuat kurva demand dan URC nya, dapat diketahui pada harga berapakah makanan prasmanan berbahan baku ayam dapat memberikan profit yang maksimum (Revenue Maximization Point).
Berdasarkan kedua grafik di atas, harga makanan prasmanan berbahan baku ayam yang paling mengoptimalkan pendapatan Kantin Barat Laut adalah Rp 6.000,00. Dengan harga sedemikian, sejumlah 58% konsumen bersedia membeli ayam tersebut.
F. Penentuan Range of Competitive Price
Setelah mengetahui harga yang meminimumkan pendapatan akan dipetakan sensitivitas dari harga makanan prasmanan berbahan baku ayam di Kantin Barat Laut.
Pemetaan harga makanan berbahan baku ayam tersebut dapat dilihat pada Gambar . Grafik ini didapat dari rekapitulasi data dengan membuat tabel histogram dan cumulative percentage dari keempat variabel.
Keterangan :
PMC = Point of Marginal Cheapness OPP = Optimal Price Point
PME = Point of Marginal Expensiveness IPP = Indifference Price Point
Berdasarkan grafik tersebut, nilai Optimal Price Point adalah Rp 6.000,00; nilai Indifference Price Point adalah Rp 5.000,00; sedangkan Range Of Competitive Price atau sensitivitas harganya adalah Rp 4.500,00 – Rp 7.000,00
Gambar 3. Kurva demand dan Unitary Revenue Contribution
Gambar 4. Van Westerndorp’s Chart untuk menu ayam
Seleksi Asisten –Laboratorium Perencanaan dan Optimasi Sistem Industri ITB 10 Maret 2015
Apabila metode van Westendorp yang sama digunakan untuk menganalisis sensitivitas harga untuk makanan prasmana di Kantin Barat Laut yang berbahan dasar nasi, sayur, ikan, dan daging, di dapat hasil sebagai berikut :
Berdasarkan grafik di atas, nilai sensitivitas harga untuk berbagai jenis makanan prasmanan di Kantin Barat Laut adalah sebagai berikut :
Nasi
IPP : Rp 2.500,00 OPP : Rp 3.500,00
Range : Rp 2.000,00 – Rp 4.000,00 Sayur
IPP : Rp 2.5000,00 OPP : Rp 3.500,00
Range : Rp 2.000,00 – Rp 4.000,00 Ikan
IPP : Rp 4.000,00 OPP : Rp 5.500,00
Range : Rp 3.750,00 – Rp 6.500,00 Ayam
IPP : Rp 5.000,00 OPP : Rp 6.000,00
Range : Rp 4.500,00 – Rp 7.000,00 Daging
IPP : Rp 5.000,00 OPP : Rp 7.000,00
Range : Rp 4.750,00 – Rp 7.800,00 Gambar 5. Van Westendorp’s Chart untuk menu nasi
Gambar 5. Van Westendorp’s Chart untuk menu daging
Seleksi Asisten –Laboratorium Perencanaan dan Optimasi Sistem Industri ITB 10 Maret 2015
V.
A
NALISIS DANS
OLUSIBerdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, didapatkan sensitivitas harga dari masing-masing jenis makanan prasmanan yang ada di Kantin Barat Laut. Perlu ditekankan sekali lagi bahwa range harga yang didapatkan dari penelitian ini murni berdasarkan sudut pandang konsumen dan tidak mempertimbangkan harga bahan baku yang dikeluarkan oleh Kantin Barat Laut.
Pada kenyataanya, harga makanan prasmanan di Kantin Barat Laut per porsinya adalah sebagai berikut :
Tabel 5. Daftar Harga Menu Makanan Prasmanan KBL
Menu Makanan Harga
Apabila range harga persepsi konsumen dibandingkan dengan harga asli makanan di Kantin Barat Laut, dapat dilihat bahwa harga asli makanan prasmanan di kantin tersebut hampir menyentuh batas atas dari range of competitive price nya masing-masing. Bahkan ada salah satu jenis makanan yang harganya justru di atas batas toleransinya, yaitu makanan berbahan baku daging sapi.
Makanan daging sapi di Kantin Barat Laut diberi harga senilai Rp 8.000,00, sedangkan range of competitive price dari setiap makanan daging menurut konsumen Kantin Barat Laut adalah Rp 4.750,00 – Rp 7.800,00.
Dengan mengetahui data ini, sudah sewajarnya jika Koperasi Kesejahteraan Mahasiswa (KOKESMA) ITB mendapat keluhan bahwa harga makanan di Kanti Barat Laut cenderung mahal.
Menurut Peter van Westendorp, ada beberapa strategi yang dapat diambil terkait hasil model van Westendorp ini. Strategi-strategi tersebut adalah :
1. Apabila tujuan dari perusahaan tersebut adalah untuk membuat neraca keuangan (revenue) dan pangsa pasar yang sehat, harga sebaiknya dibuat sedekat mungkin dengan nilai OPP.
2. Apabila tujuan dari perusahaan tersebut adalah untuk memaksimumkan pangsa pasar atau penetrasi produk baru, harga produk sebaiknya ditetapkan diantara nilai PMC dan OPP.
3. Apabila tujuan dari perusahaan tersebut adalah untuk memaksimumkan pendapatan (revenue) atau ingin
menggunakan strategi “skim the cream”, harga produk sebaiknya ditetapkan diantara nilai OPP dan PME.
Kantin Barat Laut merupakan kantin yang telah lama berdiri di kampus Institut Teknologi Bandung. Saat ini, fokus utama inovasi menu masakan yang variatif. Monotonnya menu masakan Kantin Barat Laut menjadi bukti yang cukup kuat bahwa fokus utama dari kantin ini adalah untuk mengejar profit semata.
Oleh sebab itu, menurut teori van Westendorp strategi penentuan harga bagi setiap jenis makanannya berada diantara nilai Optimal Price Point dan Price Marginal Expensiveness. Artinya, Kantin Barat Laut disarankan untuk menggunakan
strategi “skim the milk”, di mana harga ditentukan semaksimal mungkin namun dijaga jangan sampai pendapatannya berkurang.
Sayangnya, pada strategi “skim the milk” , walaupun harga yang ditentukan masih berada pada range of competitive price-nya, terkadang konsumen masih menganggap harga tersebut terlalu mahal apabila terdapat kompetitor lain yang menjual produk sama dengan harga lebih murah. Terlebih lagi konsumen utama dari Kantin Barat Laut adalah mahasiswa yang notabene sensitif terhadap harga.
Seleksi Asisten –Laboratorium Perencanaan dan Optimasi Sistem Industri ITB 10 Maret 2015
Tabel 6. Daftar Menu Makanan Kantin GKU Barat
Menu Makanan Harga mengiriskannya dengan range harga makanan kompetitor, akan didapat range harga baru yang diyakini akan mengoptimasi pendapatan KBL.
Range harga baru sesuai strategi “skim the milk” atau harga diantara nilai OPP dan PME untuk setiap menu makanan prasmanan di Kantin Barat Laut adalah sebagai berikut :
Nasi : Rp 3.500,00 – Rp 4.000,00 Sayur : Rp 3.500,00 – Rp 4.000,00 Ayam : Rp 6.000,00 – Rp7.000,00 ,Ikan : Rp 5.500,00 – Rp 6.500,00 Daging : Rp 7.000,00 – Rp 7.800,00
Apabila harga tersebut diiriskan dengan harga kompetitor dan harga optimal Kantin Barat Laut yang disarankan adalah harga yang masih berada di dalam range OPP-PME namun berada sedikit di bawah harga kompetitor, maka harga menu makanan Kantin Barat Laut yang disarankan adalah :
Nasi : Rp 3.500,00 Sayur : Rp 4.000,00 Ayam : Rp 7.000,00 ,Ikan : Rp 5.500,00 Daging : Rp 7.800,00
VI.
I
MPLIKASIM
ANAJERIALHasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa seharusnya Kantin Barat Laut mematok harga yang lebih rendah dari yang sekarang telah dilakukan. Untuk melakukan hal ini, berarti Kantin Barat Laut harus menerapkan low cost strategy di mana semua pengeluaran yang dibutuhkan oleh Kantin Barat Laut harus ditekan dan dilakukan semurah mungkin.
Sampai saat ini, untuk mengantisipasi fluktuasi konsumen yang cenderung berubah-ubah, Kantin Barat Laut selalu memasak bahan masakan jauh lebih banyak daripada seharusnya. Sayangnya jumlah bahan makanan yang dimasak tidak diperkirakan sebelumya sehingga ketika sudah waktuya Kantin Barat Laut untuk tutup, masih ada makanan yang
belum terjual. Sisa-sisa makanan yang tidak dapat dijual ini akhirnya dibagi-bagikan kepada pekerja Kantin Barat Laut. Untuk mengejar target harga yang sudah ditentukan, pihak Kantin Barat Laut harus mengurangi kebiasan tersebut. Perlu adanya optimasi jumlah bahan masakan yang diolah supaya jumlah masakaan yang tidak terjual tidak terlalu banyak.
Implikasi manajerial lain yang harus dilakukan untuk mencapai target harga adalah dengan mencari sumber pemasok bahan yang lebih murah dibandingkan dengan pemasok yang digunakan sekarang. Semakin rendahnya ongkos yang dikeluarkan untuk memproduksi makanan, harga minimal yang harus dibayar konsumen supaya Kantin Barat Laut balik modal pun semakin kecil sehingga Kantin Barat Laut dapat mematok harga yang lebih rendah, namun keuntungan yang didapat tidak berkurang.
VII.
K
ESIMPULANBerdasarkan penelitian mengenai harga makanan prasmanan di Kantin Barat Laut, diketahui bahwa Koperasi Kesejahteraan Mahasiswa ITB telah mematok harga yang terlalu mahal untuk menu-menu makan prasmanan yang ada di kantin. Oleh sebab itu perlu dilakukan pricing research untuk menentukan pada harga berapakah makanan prasmanan di Kantin Barat Laut dikatakan mahal atau sebaliknya. Penelitian mengenai harga ini sering juga dikenal dengan istilah Price Sensitivity Analysis. Metode yang digunakan untuk melakukan PSA adalah metode van Westendorp.
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa fokus utama Kantin Barat Laut saat ini adalah untuk meningkatkan pendapatan dan bukan untuk meningkatkan pangsa pasar. Oleh karena itu, strategi penentuan harga yang sebaiknya digunakan Kantin Barat Laut adalah strategi “skim the milk”. Maksud dari strategi ini adalah perusahaan disarankan untuk mematok harga setinggi mungkin namun pendapatan yang dihasilkan harus tetap dijaga supaya tetap maksimal. Pada strategi ini range harga yang dianjurkan adalah harga yang berada diantara titik Optimal Price Point (OPP) dan Price Marginal Expensiveness (PME).
Selain itu, supaya jumlah konsumen yang makan di Kantin Barat Laut tidak berkurang, Kantin Barat Laut perlu untuk mematok harga sedikit di bawah harga menu serupa pada kompetitornya. Berdasarkan hal tersebut, solusi penawaran harga untuk masing-masing menu prasmanan yang ada di Kantin Barat Laut adalah sebagai berikut :
Seleksi Asisten –Laboratorium Perencanaan dan Optimasi Sistem Industri ITB 10 Maret 2015
Untuk mencapai target harga yang sudah ditentukan, Kantin
Barat Laut perlu mengoptimasasi jumlah makanan yang diolah setiap harinya dan mencari pemasok bahan baku lain yang menawarkan harga lebih murah.
VIII.
S
ARANPenentuan harga merupakan suatu hal yang rumit dan kompleks untuk dilakukan. Pada kenyataannya banyak sekali faktor yang menetukan harga suatu produk. Beberapa faktor tersebut sebenarnya telah dijelaskan pada latar belakang tulisan ini.
Jurnal ini hanya membahas penentuan harga berdasarkan sudut pandang konsumen saja. Dalam hal penentuan harga, rasanya kurang lengkap apabila tidak memperhitungkan faktor-faktor lain di luar hal tersebut. Untuk itu, setelah melakukan penelitian ini, ada baiknya jika penelitian dilanjutkan ke analisis konjoin. Melalui analisis konjoin peneliti mampu memahami faktor-faktor apa saja yang sebenarnya mempengaruhi harga makanan prasmanan di Kantin Barat Laut secara lebih mendalam.
Selain itu, dalam penggunaan metode van Westerndorp, ada beberapa hal yang harus diperhatikan.
1. Data yang diolah pada metode ini adalah data nominal yang sensitif terhadap kesalahan. Oleh karena data diambil dari hasil survey, peneliti harus memastikan bahwa setiap pertanyaan yang terdapat pada kuesioner mudah dipahami dan terhindar dari jawaban yang cenderung bias. Jumlah dari sample juga harus cukup besar agar memenuhi asumsi-asumsi statistika yang perlu dipenuhi.
2. Segmen konsumen yang berbeda memiliki senstivitas terhadap harga yang berbeda pula. Apabila metode ini diterapkan pada produk yang memilki banyak segmen konsumen, nilai OPP dan acceptable range nya kemungkinan akan berbeda pula.
3. Walaupun harga yang ditentukan masih berada dalam acceptable range, ada kemungkinan harga tersebut belum menutupi modal produksi produk. Hal ini dikarenakan harga ditentukan oleh konsumen, bukan produsen.
IX.
D
AFTARP
USTAKA[1] Hair, J., Black, W., Babin, B., & Anderson, R. (2010). Multivariate Data Analysis (7th ed.) . New Jersey: Pearson Prentince Hall.
[2] Stan Lipovetsky, Shon Magnan, “Pricing Model in
Marketing Research,” Intelligent Information Management,
2011, 3, 167-174 (doi:10.4236/iim.2011.35020) [3]
Lampiran yang ditampilkan adalah lampiran
form
kuesioner yang disebarkan dan hasil
pengolahan data dengan menggunakan SPSS 20.0
1. Lampiran Hasil Pengolahan Data SPSS
1.1
Uji Outlier
Berikut merupakan hasil akhir uji
outlier
1
.2 Uji Normalitas
Descriptives
Statistic Std. Error
Too Cheap Nasi
Mean 1.4688 .05523
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 1.3595
Upper Bound 1.5781
5% Trimmed Mean 1.4044
Median 1.0000
Std. Deviation .61754
Minimum 1.00
Maximum 3.60
Range 2.60
Interquartile Range 1.00
Skewness 1.129 .217
Kurtosis .606 .430
Bargain Nasi
Mean 2.7720 .04666
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 2.6796
Upper Bound 2.8644
5% Trimmed Mean 2.7556
Median 3.0000
Variance .272
Std. Deviation .52172
Minimum 1.00
Maximum 4.00
Range 3.00
Interquartile Range .50
Skewness -.119 .217
Kurtosis .904 .430
Expensive Nasi
Mean 3.7280 .06636
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 3.5967
Upper Bound 3.8593
5% Trimmed Mean 3.7344
Median 4.0000
Variance .550
Std. Deviation .74190
Minimum 2.00
Maximum 6.00
Range 4.00
Interquartile Range 1.00
Skewness .155 .217
Kurtosis .314 .430
Too Expensive Nasi
Mean 4.8000 .12927
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 4.5441
Upper Bound 5.0559
5% Trimmed Mean 4.6311
Median 5.0000
Variance 2.089
Std. Deviation 1.44524
Minimum 1.50
Range 8.50
Interquartile Range 1.00
Skewness 2.088 .217
Kurtosis 2.77 .430
Too Cheap Sayur
Mean 1.5960 .06995
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 1.4575
Upper Bound 1.7345
5% Trimmed Mean 1.5067
Median 1.5000
Variance .612
Std. Deviation .78210
Minimum 1.00
Maximum 5.00
Range 4.00
Interquartile Range 1.00
Skewness 1.847 .217
Kurtosis 2.56 .430
Bargain Sayur
Mean 2.8040 .06907
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 2.6673
Upper Bound 2.9407
5% Trimmed Mean 2.7778
Median 3.0000
Variance .596
Std. Deviation .77224
Minimum 1.00
Maximum 5.00
Range 4.00
Interquartile Range 1.00
Skewness .535 .217
Kurtosis .919 .430
Expensive Sayur
Mean 3.8320 .10127
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 3.6316
Upper Bound 4.0324
5% Trimmed Mean 3.7822
Median 4.0000
Variance 1.282
Std. Deviation 1.13227
Minimum 1.50
Maximum 8.00
Range 6.50
Interquartile Range 1.25
Skewness .722 .217
Too Expensive Sayur
Mean 4.8480 .13201
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 4.5867
Upper Bound 5.1093
5% Trimmed Mean 4.7244
Median 5.0000
Variance 2.178
Std. Deviation 1.47591
Minimum 2.50
Maximum 10.00
Range 7.50
Interquartile Range 1.00
Skewness 1.347 .217
Kurtosis 2.991 .430
Too Cheap Ayam
Mean 3.3800 .11279
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 3.1567
Upper Bound 3.6033
5% Trimmed Mean 3.3956
Median 3.0000
Variance 1.590
Std. Deviation 1.26108
Minimum .00
Maximum 6.00
Range 6.00
Interquartile Range 1.00
Skewness -.331 .217
Kurtosis -.078 .430
Bargain Ayam
Mean 5.3600 .10800
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 5.1462
Upper Bound 5.5738
5% Trimmed Mean 5.3500
Median 5.0000
Variance 1.458
Std. Deviation 1.20750
Minimum 2.00
Maximum 9.00
Range 7.00
Interquartile Range 1.00
Skewness .195 .217
Kurtosis .533 .430
Expensive Ayam
Mean 6.4560 .12726
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 6.2041
Upper Bound 6.7079
Median 6.0000
Variance 2.024
Std. Deviation 1.42276
Minimum 3.00
Maximum 10.00
Range 7.00
Interquartile Range 1.50
Skewness .191 .217
Kurtosis .196 .430
Too Expensive Ayam
Mean 7.7600 .16160
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 7.4401
Upper Bound 8.0799
5% Trimmed Mean 7.8511
Median 8.0000
Variance 3.265
Std. Deviation 1.80680
Minimum .00
Maximum 10.00
Range 10.00
Interquartile Range 3.75
Skewness -.586 .217
Kurtosis 1.266 .430
Too Cheap Ikan
Mean 2.9720 .10721
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 2.7598
Upper Bound 3.1842
5% Trimmed Mean 2.9511
Median 3.0000
Variance 1.437
Std. Deviation 1.19863
Minimum 1.00
Maximum 6.00
Range 5.00
Interquartile Range 2.00
Skewness .345 .217
Kurtosis -.450 .430
Bargain Ikan
Mean 4.9000 .11331
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 4.6757
Upper Bound 5.1243
5% Trimmed Mean 4.8800
Median 5.0000
Variance 1.605
Std. Deviation 1.26682
Maximum 8.50
Range 6.50
Interquartile Range 2.00
Skewness .292 .217
Kurtosis -.140 .430
Expensive Ikan
Mean 6.1040 .14572
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 5.8156
Upper Bound 6.3924
5% Trimmed Mean 6.0156
Median 6.0000
Variance 2.654
Std. Deviation 1.62924
Minimum 3.00
Maximum 13.00
Range 10.00
Interquartile Range 2.00
Skewness .907 .217
Kurtosis 2.097 .430
Too Expensive Ikan
Mean 7.2200 .17109
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 6.8814
Upper Bound 7.5586
5% Trimmed Mean 7.2167
Median 7.0000
Variance 3.659
Std. Deviation 1.91282
Minimum 3.00
Maximum 14.00
Range 11.00
Interquartile Range 2.50
Skewness .421 .217
Kurtosis .051 .430
Too Cheap Daging
Mean 3.8456 .11811
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 3.6118
Upper Bound 4.0794
5% Trimmed Mean 3.8840
Median 4.0000
Variance 1.744
Std. Deviation 1.32047
Minimum 1.00
Maximum 6.00
Range 5.00
Interquartile Range 2.00
Kurtosis -.242 .430
Bargain Daging
Mean 6.1080 .11634
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 5.8777
Upper Bound 6.3383
5% Trimmed Mean 6.1289
Median 6.0000
Variance 1.692
Std. Deviation 1.30072
Minimum 3.00
Maximum 9.00
Range 6.00
Interquartile Range 2.00
Skewness -.166 .217
Kurtosis -.454 .430
Expensive Daging
Mean 7.3080 .12672
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 7.0572
Upper Bound 7.5588
5% Trimmed Mean 7.3044
Median 7.0000
Variance 2.007
Std. Deviation 1.41675
Minimum 4.00
Maximum 10.00
Range 6.00
Interquartile Range 1.50
Skewness -.101 .217
Kurtosis -.433 .430
Too Expensive Daging
Mean 8.5000 .14458
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 8.2138
Upper Bound 8.7862
5% Trimmed Mean 8.5556
Median 8.5000
Variance 2.613
Std. Deviation 1.61645
Minimum 5.00
Maximum 15.00
Range 10.00
Interquartile Range 2.50
Skewness -.038 .217
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Too Cheap Nasi .344 125 .000 .737 125 .000
Bargain Nasi .293 125 .000 .831 125 .000
Expensive Nasi .213 125 .000 .919 125 .000
Too Expensive Nasi .277 125 .000 .741 125 .000
Too Cheap Sayur .273 125 .000 .732 125 .000
Bargain Sayur .240 125 .000 .898 125 .000
Expensive Sayur .193 125 .000 .941 125 .000
Too Expensive Sayur .235 125 .000 .864 125 .000
Too Cheap Ayam .190 125 .000 .934 125 .000
Bargain Ayam .209 125 .000 .944 125 .000
Expensive Ayam .146 125 .000 .958 125 .001
Too Expensive Ayam .172 125 .000 .889 125 .000
Too Cheap Ikan .171 125 .000 .932 125 .000
Bargain Ikan .181 125 .000 .952 125 .000
Expensive Ikan .131 125 .000 .932 125 .000
Too Expensive Ikan .162 125 .000 .937 125 .000
Too Cheap Daging .155 125 .000 .933 125 .000
Bargain Daging .154 125 .000 .953 125 .000
Expensive Daging .135 125 .000 .954 125 .000
1.2
Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
TooCheap1
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.635 6 66 .702
ANOVA
TooCheap1
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 7.306 8 .913 .522 .836
Within Groups 115.474 66 1.750
Total 122.780 74
Test of Homogeneity of Variances
Bargain1
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.268 8 63 .277
ANOVA
Bargain1
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 15.902 11 1.446 .844 .598
Within Groups 107.885 63 1.712
Test of Homogency of variance
Expensive1
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.699 8 63 .691
ANOVA
Expensive1
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 35.096 11 3.191 1.094 .381
Within Groups 183.750 63 2.917
Total 218.847 74
Test of Homogeneity of Variances
TooExpensive1
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2.009 5 66 .089
ANOVA
TooExpensive1
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 11.676 8 1.459 .240 .982
Within Groups 400.571 66 6.069