Tugasa Maklah
KEWIBAWAAN, KEKUASAAN, TANGGUNG
JAWAB, DALAM MANAJEMNEN
D I S U S U N
Oleh AMIRUDDIN NIM. 8156114002
Dosen Pengampu: Dr. Sukarman Purba, M.Pd Mata Kuliah: Teori-Teori Manajemen
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM DOKTOR (S3)
UNIVERSITS NEGERI MEDAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat ini penting bagi kita untuk mengetahui lebih jauh kewibawaan, kekuasaan, dan tanggung jawab. Hal ini disebabkan dalam suatu organisasi (manajemen) kita diharuskan untuk beradaptasi dan menghadapi berbagai macam watak dan tingkah laku seseorang. Untuk itu, pemahaman dalam masalah di atas diperlukan untuk menjalin kerjasama dalam menjalankan suatu organisasi secara efektif dan efisien.Terkadang banyak orang salah mengartikan posisi atau jabatannya dalam suatu organisasi yang tentunya dapat merugikan orang lain dan dirinya. Hal ini dapat menimbulkan masalah antar individu/kelompok ataupun antar organisasi. Tentunya hal tersebut tidak diinginkan oleh kita dan organisasi, sehingga kita dapat mengetahui batasan-batasan yang tidak dapat dilanggar serta cara berkomunikasi dengan baik. Sehingga penyusun menyuguhkan berbagai macam hal dalam berinteraksi dengan orang-orang di dalam suatu organisasi, serta hal-hal seputar kewibawaan, kekuasaan, dan tanggung jawab yang dimiliki oleh setiap orang atau pemimpin yang tentunya berbeda-beda cakupan luasnya.
Berbicara kewibawaan, kekuasaan, dan tanggung jawab memang sangat menarik, karena secara alami manusia sebagai makhluk sosial memiliki keinginan untuk diakui ekstensinya sekecil apapun dalam suatu komunitasnya, dan salah satu faktor yang mendukung keberadaan ekstensi tersebut adalah memiliki kewenangan dan kekuasaan serta tanggung jawab.
Dalam kewibawaan, kekuasaan, dan tanggung jawan untuk mencapai tujuan, tetapi power tidak selalu diikuti oleh authority dan responsibility. Jadi aothorutylah
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A. Kewibawaan
1. Definisi Kewibawaan
Kewibawaan merupakan salah satu unsur kepribadian pada diri seseorang baik sebagai pribadi maupun sebagai pemegang otoritas tertentu. Secara umum kewibawaan dapat diartikan sebagai suatu kualitas “daya pribadi” pada diri seorang idividu yang sedemikian rupa membuat pihak lain menjadi tertarik, bersikap mempercayai, menghormati, dan menghargai secara intrinsik (sadar, ikhlas), sehingga secara intrinsik pula akan mengikutinya.
Kewibawaan seseorang banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor baik formal maupun informal, baik dari dalam maupun dari luar, baik yang bersifat material maupun non-material, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, baik yang bersifat semu maupun yang asli. Kewibawaan dapat dipengaruhi oleh simbol-simbol materi yang dimiliki seseorang seperti kekayaan, rumah, kendaraan, dan sebagainya. Dapat pula dipengaruhi oleh atribut-atribut tertentu seperti pangkat, gelar, pakaian seragam, kendaraan, tanda-tanda kebesaran, dan sebagainya.
tidak akan berlaku secara permanen dalam segala lingkungan dan situasi.
Kewibawaan berasal dari kata wibawa berasal dari arti kata “gezag” asal kata “zeggen” artinya “berkata”. Brang siapa yang perkataannya mempunyai kekuatan mengikat terhadap orang lain berarti mempunyai “kewibawaan” atau gezag (Russen, 1982: 64).
Kewibawaan atau “gezag” adalah suatu daya mempengaruhi yang terdapat pada seseorang, sehingga orang lain yang berhadapan dengan dia secara sadar dan suka rela menjadi tunduk dan patuh kepadanya. Jadi barang siapa yang memiliki kewibawaan, akan dipatuhi secara sadar, dengan tidak terpaksa, dengan penuh kesadaran, keinsyafan, tunduk, patuh, menuruti semua yang dikehendaki oleh pemilik kewibawaan itu
Gezag atau kewibawaan“ itu ada pada orang dewasa, terutama pada orang tua. Dapat kita katakan bahwa kewibawaan yang ada pada orang tua (ayah dan ibu) itu adalah asli. Orang tua dengan langsung mendapat tugas dari tuhan untuk mendidik anak-anaknya. Orang tua atau keluarga mendapat hak untuk mendidik anak-anaknya, suatu hak yang tidak dapat dicabut karena terikat dengan kewajiban.
Kewibawaan adalah sesuatu yang sangat penting untuk dimiliki oleh seorang guru. Guru yang mempunyai kewibawaan berarti mempunyai kesungguhan, suatu kekuatan, sesuatu yang dapat memberikan kesan dan pengaruh pada siswanya.
Menurut George R. Terry memandang otoritas (authority) sama dengan power
atau right. Selanjutnya, ia menyebutkan. “ authority is the official and legal right to command action by others and to enforce compliance… implied in authoroty is the power making dicision and seeing that they are carried out”.
Ada sebagian orang yang menganggap otoritas dan power itu tidak sama. Otoritas dalam bahasa Indonesia disebut kewenanngan atau kewibawaan, yaitu dari “gezag” (bahasa Belanda), sedangkan power disebut kekuasaan. James D. Mooney membedakan antara otoritas dan power. Power yaitu kecakapan membuat sesuatu adalah tugas, suatu “posseion” sedangkan otoritas adalah hak (right). Dia mengemukakan contoh apa yang disebut otoritas moral yang berarti kewibawaan.
Power berarti kekuasaan biasanya dalam arti fisik, sedangkan otoritas merupakan hala yang bergandengan dengan tanggung jawab. Otoritas dapat menggunakan power untuk mencapai maksudnya, tetapi tidak sama dengan power.
Contohnya kita lihat dalam hukum internasional yang mengenal pemerintah
de jure terpisah dengan de facto. Indonesia pada 1945 merderka secara de facto. Setelah itu oleh semua negara baru diakui secar de jure, yaitu setelaah pergerakan kedaulatan 1947. Sedangkan J. Panglaykim membedakan otoritas sebagai kewibawaan dan power sebagai kekuasaan, dan menggunakan contoh Nabi Muhammad Saw pada mulanya mempunyai kewibawaan. Pengertian otoritas dalam kaitan dengan konteks manajemen merupakan suatu kewenangan berupa hak untuk bertindak, memerintah, mengendalikan, mengadakan pengawasan, termasuk pula membuat keputusan. Yayat M. Herujito, (2001:169-170).
Karl D. Jackson, (1990:201) memberikan definisi mengenai kewibawaan, adalah suatu jenis kekuasaan. Kekuasaan diterjemahkan secara perilaku sebagai interaksi antara pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok di mana pada saat tertentu pelaku mengubah dan memengaruhi perilaku orang lain.
Menurut Kartini Kartono di atas kewibawaan melekat pada kekuasaan yang didapati melalui kelebihan seseorang atau dengan keistimewaan yang ada dalam diri seseorang. Sedangkan menurut Karl, kewibawaan dianggap tradisional dengan menggunakan komunikasi antar individu. Artinya, seseorang (komunikator) memberi pesan kepada orang lain (komunikan), interaksi yang dilakukan keduanya mengubah perilaku komunikan dan melakukan sesuai apa yang diinginkan oleh komunikator. Maka, itu yang dikatakan sebagai kewibawaan. Namun, menurut penulis antara pendapat keduanya memiliki persamaan, yaitu pada aspek „memengaruhi . Karena‟ kemampuan seseorang untuk memengaruhi orang lain dapat dinyatakan kewibawaan sesuai apa yang telah dinyatakan pada pendapat Kartini Kartono di muka.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1988:1011) wibawa berarti pembawaan untuk dapat menguasai dan memengaruhi orang lain melalui sikap dan tingkah laku yang mengandung kepemimpinan dan penuh daya tarik. Sedangkan berwibawa berarti mempunyai wibawa yang disegani dan dipatuhi. Kemudian arti dari kewibawaan adalah hal yang menyangkut wibawa, yang mempunyai sifat wibawa yang telah disebutkan di atas.
Ja cuba Karepesina, (1988:16) memberi definisi kewibawaan sebagai‟ kekuatan yang memancar dari diri seseorang karena kelebihan yang dimilikinya sehingga mendatangkan kepatuhan tanpa paksaan kepadanya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa wibawa adalah ciri khas yang asli melekat pada diri seseorang kemudian disahkan melalui jabatan yang didudukinya sehingga ia memiliki kekuasaan atau kemampuan untuk memegang peranan dan fungsinya dalam suatu organisasi. Dan perlu diketahui bahwa banyak juga yang menyebutkan wibawa dengan istilah lain seperti kharisma, pengaruh, dan otoritas.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa wibawa adalah ciri khas yang asli melekat pada diri seseorang/pemimpin kemudian disahkan melalui jabatan yang didudukinya sehingga ia memiliki kekuasaan/mempengaruhi atau kemampuan untuk memegang peranan dan fungsinya dalam suatu organisasi. Dan perlu diketahui bahwa banyak juga yang menyebutkan wibawa dengan istilah lain seperti kharisma, pengaruh, dan otoritas.
2. Asal-usul Kewibawaan
Menurut sosiolog Jerman yang bernama Max dalam Yayat M. Herujito, (2001:170) dalam susunan masyarakat kewibawaan itu ada tiga macam:
1. Kewibawaan yang legal
Sifatnya percaya pada sahnya peraturan secra hukum. Contohnya perkantoran (birokrasi)
2. Kewibawaan yang serba tradisi
Yang percaya pada sucinya atau agungnya tradisi dan adat istiadat sehingga mensahkan kewibawaan itu. Contohnya orang yang tertua dalam keluarga tertentu
3. Kewibawaan yang karismatis
Percaya pada sucinya orang yang berwibawa, misalnya orang yang diakui mandat rahmat dan hidaya dari Tuhan. Hal ini sering berdasarkan agama atau kepercayaan.
Menurut Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, (2007:159-160) membagi kewibawaan menjadi dua macam, yaitu:
1. Kewibawaan pemimpin
Seperti kewibawaan pemimpin organisasi, baik organisasi politik atau organisasi massa, kewibawaan kepala kantor atau kepala sekolah dan sebagainya. Kewibawaan tersebut adalah karena jabatan dan kekuasaan. 2. 2. Kewibawaan keistimewaan.
Seperti kewibawaan seseorang yang mempunyai kelebihan atau keunggulan di bidang tertentu. Di antara kelebihan yang dapat menimbulkan kewibawaan seseorang ialah: 1) Kelebihan di bidang ilmu pengetahuan, baik umum maupun agama; 2) Kelebihan di bidang pengalaman, baik pengalaman hidup maupun pekerjaan; 3) Kelebihan di bidang kepribadian, baik di bidang akhlak maupun sosial; 4) Kelebihan di bidang harta baik harta tetap maupun harta berpindah-pindah; dan 5) Kelebihan di bidang keturunan yang mewarisi charisma leluhurnya.
Berbeda dengan pendapat M. Ngalim Purwanto, (2009:58) yang membagi kewibawaan menjadi dua macam, yakni:
1. Kewibawaan pendidikan
Kewibawaan yang didapat karena jabatan atau berkenaan dengan jabatan sebagai pendidik, diserahkan sebagian tugas orang tua kepada kepala sekolah dan guru untuk mendidik anak-anaknya.
2. Kewibawaan memerintah
Kepala sekolah dan guru memiliki kekuasaan yang diperoleh dari pemerintah atau instansi yang mengangkat mereka. Sehingga kepala sekolah dan guru mempunyai kewenangan dalam memerintah dan kewibawaan yang dimiliki untuk memerintah peserta didik untuk mencapai pendewasaan.
Adapun menurut Jhon R.P French dan Bertram Raven dalam Wahjosumijdo, (2010:20-21) macam-macam kewibawaan yaitu sebagai berikut :
Bawahan melakukan sesuatu karena pemimpin memiliki kekuasaan untuk meminta bawahan dan bawahan mempunyai kewajiban menuruti atau mematuhinya. Dapat diartikan bahwa seorang pemimpin dipilih secara formal dan resmi sehingga ia memiliki kekuasaan untuk memerintah, sehingga bawahan pun mempunyai kewajiban untuk menuruti, disebabkan adanya surat keputusan yang memberikan kewenangan atas jabatan yang diberikan kepada pemimpin.
2. Kewibawaan berdasarkan Hadiah
Bawahan mengerjakan sesuatu agar memperoleh penghargaan yang miliki oleh pemimpin. Penghargaan yang ditawarkan dapat berupa kenaikan pangkat, pemberian uang, atau hanya sekedar ucapan terima kasih sebagai tanda penghargaan yang telah dicapai bawahan.
3. Kewibawaan yang dipaksakan
Bawahan mengerjakan sesuatu agar dapat terhindar dari hukuman yang dimiliki oleh pemimpin. Seorang pemimpin harus menjadi pengendali dalam organisasinya, dalam hal ini pemimpin dapat pula memberlakukan hukuman, ancaman, pemecatan, dan mutasi kepada bawahannya agar menuruti peraturan yang telah ada dalam organisasi.
4. Kewibawaan berdasarkan keahlian
Bawahan mengerjakan sesuatu karena bawahan percaya bahwa pemimpin memiliki pengetahuan khusus dan keahlian serta mengetahui apa yang diperlukan. Seorang pemimpin memiliki keahlian dalam bidang tertentu melalui pendidikan dan pengalaman. Karena dengan pengalaman yang luas memberikan tanggapan bahwa pemimpin tersebut mempunyai keistimewaan yang lebih dari pada yang lainnya. Sehingga bawahan akan mematuhi instruksi yang diberikan oleh pemimpin tersebut.
5. Kewibawaan teladan
4. Unsur Kewibawaan
Ada bebera faktor yang mempengaruhi kewibawaan seseorang. Secara umum, sekurang-kurangnya ada empat unsur yang ikut menentukan kewibawaan seseorang.
1. Memiliki keunggulan
2. Memiliki rasa percaya diri
3. Ketepatan dalam pengambilan keputusan
4. Tanggung jawab atas keputusan yang telah diambilnya. Keempat faktor tersebut merupakan suatu kesatuan yang utuh dan akan bermuara pada penampilan seseorang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Kekurangseimbangan dari keempat faktor tersebut akan mempengaruhi penampilan dan kemudian akan mempengaruhi kualitas kewibawaannya. Yang paling diharapkan adalah munculnya kewibawaan yang sesungguhnya dan bukan kewibawaan semu atau yang dibuat-buat. Kewibawaan yang semu akan bersifat sementara dan kurang memberikan jaminan dalam proses interaksi. Sebaliknya kewibawaan yang sesungguhnya dapat lebih memberi makna dalam proses interaksi. (http://sahabatkonsultasi.blogspot.co.id/2014/02/cara-menampilkan-kewibawaan).
5. Bagaimana Mengembangakan Kewibawaan Dalam Manajemen
Ada beberapa cara untuk mengembangkan kewibawan diantaranya:
1. Meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Keimanan dan ketakwaan merupakan kendali internal dalam diri seseorang agar lebih mampu memahami dirinya dan mampu mengarahkan perwujudan dirinya.
Pemahaman terhadap keberadaan diri dalam bentuk pemahaman di mana, pada saat mana, dalam posisi apa, untuk apa, akan menentukan penampilan diri secara tepat. Pada gilirannya akan menentukan perwujudan kewibawaan diri. Memahami tugas dan tanggung jawab yang berada dipundaknya akan sangat menentukan dalam perwujudan pelaksanaannya.
3. Memahami lingkungan tempat diri berada.
Individu akan berada dalam lingkungan yang berbeda dan menuntut pola-pola perilaku tertentu. Perilaku dirumah sebagai orang tua sudah tentu berbeda dengan perilaku ditempat kerja. Interaksi yang tepat dan berwibawa akan dipengaruhi oleh pemahaman seseorang tempat ia berada. Di samping memahami lingkungan, kewibawaan dapat dikembangkan melalui penciptaan situasi lingkungan yang kondusif.
4. Mengembangkan kompetensi pribadi secara memadai. Kompetensi atau kemampuan pribadi meliputi kompetensi fisik, sosial, intelektual, spiritual, mental, diri, dan sebagainya. Semua kompetensi ini akan tercermin dalam penampilan diri yang dilandasi dengan penguasaan berbagai pengetahuan dan keterampilan. Misalnya, untuk menjadi seorang ayah yang berwibawa tentu harus memiliki penampilan yang dilandasi dengan pengetahuan dan keterampilan tertentu. Demikian pula dalam situasi kewibawaan lainnya seperti dalam manajemen, organisasi, pendidikan, dan sebagainya. Penguasaan kompetensi ini sangat diperlukan.
Kewibawaan seseorang akan tampak dalam penampilan diri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya secara efektif dan bertanggung jawab. Penampilan ini akan ditunjukkan dalam pikiran, ucapan, dan tindakan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
(http://sahabatkonsultasi.blogspot.co.id/2014/02/cara-menampilkan-kewibawaan).
B. Kekuasaan
1. Definisi Kekuasaan
Dalam Bahasa Ingris ada istilah power yang dalam bahasa Indonesia bererti kekuatan atau tenaga atau daya yang jika ditambah dengan kata lainnya dapat mempunyai berbagai pengertian. Kekuasaan merupakan penggerak-pendorong dan penarik perubahan umat manusia. Menurut Moss Kanter (1979) dalam Wirawan, (2014:305) mengatakan dalam sebuah artikelnya dalam Harvard Business Review. Kekuasaan merupakan kata yang paling kotor diseluruh dunia. Kekuasaan yang menyebabakan orang saling membunuh dalam perang saudara. Kekuasaan juga yang menciptakan perubahan peradaban dunia.
Kekuasaan sangat penting bagi kepemimpinan sejumlah teoretis kepemimpinan mendefinisikan kepemimpinan dalam pengertian kekuasaan. Sebagimana MacGregor Burns (1979) dalam Wirawan, (2014:306) dalam bukunya yang berjudul “Leadership” ia menyatakan sebagai berikut: “To understand the nature of leadership requires understanding og the essence of power, for leadershop is special form of power” menurut Burns kepemimpinan merupakan betuk khusus dari kekuasaan.
didefenisikan oleh Harold D. Laswel dan Abra dan Wibawa (1992) dalam Badeni, (2013:165) kepasitas atau kemampuan yang dimiliki seseorang/kelompok untuk mempengaruhi orang lain bertindak seperti yang diinginkan oleh pemilik kuasa. Sejalan dengan pendapat Sthepen P. robbins (1996) dalam Badeni, (2013:165) mengatakan bahawa kekuasaan adalah suatu kapasitas/potensi yang dimiliki A untuk mempengaruhi perilaku B sehingga bertindak sesuai dengan keinginan A.
Dari definisi tersebut di atas menyiratkan bahwa aspek-aspek yang paling penting darai kekekuasaan adalah bahwa kekuasaan merupakan suatu fungsi ketergantungan. Artinya semakin besar ketergantungan B pada A semakin besar kekuasaan A dan B dalam hubungan itu.
Sementara T. Hani Handoko, (2012:213) menyatakan bahwa kekuasaan sering dicampur adukan denagan wewenang. Meskipun kekuasaan dan wewenang sering ditemui bersama, tetapi keduanya berbeda. Bila wewenang adalah hak untuk melakukan sesuatu, sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk melakukanhak tersebut. Menurut Amiti Rtzioni dalam T. Hani Handoko, (2012:214) seseorang pemimpin dapat mempengaruhi perilaku adalah hasil dari kekuasaan posisi (kedudukan atau jabatan) atau kekuasaan pribadi atau kombinasi dari keduanya.
Lebih lanjut Max Weber, (1946) dalam Wirawan, (2014:315) mendefinisikan kekuasan sebagi kemampuan seorang aktor untuk memahami keinginannya dalam aksi sosial, walaupun bertentangan dengan keinginan aktor-aktor sosialnya. Kekuasaan berhubungan dengan kemampuan untuk memberi komando atau perintah sumber-sumber dalm konteks khusus.
2. Karakteristik Kekuasaan
independen atau dependen. Adapaun yang menjadi karakteristi kekuasaan sebagai berikut:
1. Kekuasan meruapakan suatu yang abstrak, tidak kelihatan atau illegible.
2. Kekuasaan merupakan milik interaksi sosial, bukan milik individu.
3. Kekuasaan memampukan orang membuat orang tidak mampu mempengaruhi atau melakukan sesuatu menjadi mampu mempengarruhi bahkan memaksa orang.
4. Dalam interaksi sosial nilai kekuasaan agen terhadap target nilai kekuasaan dapat disamakan dengan nilai tukar mata uang asing.
5. Kekuasaan dapat diperoleh, bertambah, berkurang bahkan hilang
Kekuasaan di samping dapat bertambah, dapat juga meredup, berkurang dan akhirnya hilang dari diri seseorang pemimpin. Dalam sejarah kepmimpinan, banyak pemimpin yang kehilangan kekuasaan. Ada sejumlah keadaan yang menyebabkan seorang pemimpin kehilangan kekuasaan sebagi berikut;
1. Pemegang kekuasaan menyalahgunakan kekuasaan 2. Terjadi proses penuaan pemimpin
3. Pemimpin menderita sakit 4. Pergantian kepemimpinan
5. Perbutan kekuasaan secara paksa tersebut (Coup d’etat)
3. Sumber Kekuasaan
Menurut Badeni, (2013:165) menyatakan bahwa seseorang mempunyai kekuasaan karena: 1) memiliki posisi dalam sebuah organisasi (position power); 2) kepribadian seseorang (personality power); 3) keahlian sesorang ( expert power); 4) memiliki kesempatan pada sesuatu yang penting (opportunity power); 5) memiliki kemampuan fisik yang kuat (physical power); 6) memiliki kemampuan ekonomi
(economi power); 7) memilki kemampuan pengetahuan yang lebih dari lain
( knowladge power); 8) memilki idologi yang dikagumi orang (idological power); dan 9) penampilan kerja yang baik. Hal akn dijelaskan secra terperinci sebagai berikut:
Seseorang mempunyai pengaruh dan kapisitas untuk mempengaruhi disebabkan yang bersangkutan memiliki kedudukan dalam organisasi sehingga dia dapat memaksakan sesuatu pada orang lain.
2. Personality power
Sesorang memiliki pengaruh karena memiliki sifat-sifat tertentu sehingga ia dihormati dan dituruti.
3. Expert power
Seseorang memilki pengaruh karena keahliannya yang diakui orang lain sehingga orang lain menjadi bergantung kepadanya.
4. Opportunity power
Seseorang memilki kekuasaan karena memilki kesempatan pada suatu hal yang penting, misalnya akses terhadap suatu informasi yang penting atau memilki akses terhadap sesuatu yang diperlukan oleh orang lain.
5. Physical power
Kemampuan atau pengaruh seseorang atau kelompok karena memilki kemampuan fisik yang kuat. Misalnya seseorang dengan badan yang besar dan kuat atau sebuah kelompok dengan pemilikan anggotanya yang
Pengetahuan yang dimilki sesaeorang yang mengakibatkan orang tersebut dapat menguasai informasi (hal yang sama seperti dengan expert power). 8. Idological power
Kekuasan karena memiliki cita-cita atau pandangan-pandangan tertentu yang dihormaati orang lain.
9. Performance power
Disamping klasifikasi di atas masih ada sumber kekuasaan sebagaiman dijelaskan di bawah ini:
1. Coerciver power
Kekeuasaan seseorang untuk memaksa orang lain yang didasarkan pada ancaman dan ketakutan.
2. Reward power
Kekuasaan seseorang karena memiliki sumber-sumber yang dapat memberikan ganjaran.
3. Legitimate power
Kekuasan yang bersumber dari pengakuan yang diberikan oleh orang lain, masyarkat, atau organisasi.
4. Referent power
Kekuasan yang bersumber dari keinginan orang lain untuk menyamakan diri dengan pemegang kekuasaan yang sangat dikagumi dan dihormati. 5. Connecting power
Kekuasaan yang dimiliki seseorang disebabkan memilki hubungan dekat dengn pemegang pusat kekuasaan.
6. Information power
Kekuasaan yang dimiliki seseorang akibat orang tersebut memiliki akses atau memiliki informasi yang sangat penting.
Dari papran di atas dapat kita simpulkan bahwa sumber-sumber kekuasaan tersebut mengimplikasikan bahwa sumber kekuasaan itu sangat heterogen dan juga situasional. Selain itu, dinamikanya juga sangat bisa kompleks.
Sementara menurut Sarwono ,( 2001:45) Sumber kekuasaan ditinjau dari hubungan anggota (target) dan pemimpin (agent), sebagai berikut:
Kekuasaan ganjaran Target taat agar ia mendapat ganjaran yang diyakininya, dikuasai, atau dikendalikan oleh
Agent.
Kekuasaan koersif (pemaksaan) Target taan agar ia terhindar dari hukuman yang diyakininya diatur oleh Agent.
Kekuasaan resmi (legitimate) Target taat karena ia yakin bahwa Agent
mempunyai hak untuk membuat keputusan atau peraturan. Bahwa Target mempunyai kewajiban untuk taat.
bahwa Agent mempunyai pengetahuan khusus tentang cara yang terbaik untuk melakukan sesuatu.
Kekuasaan rujukan Target taat karena ia memuja Agent atau mengidentifikasikan dirinya dengan Agent
dan mengharapkan persetujuan Agent
Lebih lanjut David McClelland dalam T. Hani Handoko, (2012:2016) mengemukakan bahwa ada dua muka dari kekuasaan yakni:
1. Sisi negatif
Memiliki kekuasaan berarti menguasai orang lain yang lebih lemah. Kepemimpinan yang didasarkan atas sisi negatif kekuasaan memperlakukan orang sebagai tidak lebih dari “bidak” yang digunakan atau dikorbankan bila perlu. Hal ini jelas merugikan, karena orang-orang yang merasa hanya sebgai “bidak” akan cendrung menentang kepemimpinan atau menjadi pasif.
2. Sisi positif
Kekuasaan ditandai dengan perhatian pada pencapaian tujuan kelompok. Ini meliputi penggunaan pengaruh atas nama, dan bukan kekuasaan di atas orang lain. Manajer yang mengguankan kekuasaan positif mendorong anggota kelompok untuk mengembangkan kekuatan dan kecakapan yang mereka butuhkan untuk meraih sukses sebagai perseorangan atau anggota suatu organsasi.
4. Taktik dan Strategi Kekuasaan
Sebagaiman diungkapan oleh Badeni, (2013:168) mengatakan bahwa strategi kekuasaan didefinisikan sebagi usaha atau upaya yang dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan dengan cara meningkatkan ketergantungan terhadapnya. Seperti seseorang ingin menjadi dekan atau rektor, ia membujuk bebrapa orang untuk mendukung dirinya dalam meraih jabatan tersebut dengan mengatakan kalau saya jadi dekan atau rektor anda nanti yang menjadi pembantu dekan atau rektor. Dengan paparan tersebut oleh para ahli ini menyatakan strategi dengan disebut strategy coalition yaitu mencoba mendapat dukungan orang lain dalam organsiasi untuk mencapai tujuannya. Di samping itu, terdapat beberapa stategi yang lain yang digunakan oelh penguasa untuk mencapai tujuannya, yaitu:
1. Reason
Suatu usaha untuk mempengaruhi orang lain dengan memberikan alasan yang masuk akal dari suatu tindakan yang akan dilakukan
2. Friendliness
Usaha yang dilakukan seseorang untuk mempengaruhi orang lain melalui bujukan atau persuasi.
3. Bargaining
Usaha yang dilakukan seesorang untuk mempengaruhi orang lain melalui penentuan berbagai keuntungan yang akan didapat oleh masing-masing pihak.
4. Assertiveness
Usaha yang dilakukan untuk mempengaruhi orang lain melalui paksaan 5. Higher authority
Usaha yang dilakukan seseorang dalam mempengaruhi pihak lain dengan mengushakan dukungan pemilik otoritas yang lebih tinggi.
Dengan meleihat penjelasan di atas apa yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dalam upaya mempengaruhi atau memaksa orang lain sangat bergantung pada pemilikan kekeuasaan dan hubungan kekuasaan yang ada di lingkungan sekitar kita.
5. Kekuasaan Dalam Manajemen
Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi adaalah seseorang/kelompok memiliki sumber kekuasaan yang lebih besar daripada sumber kekuasaan yang lain atau hampir sama.
Sebagaimana diungkapkan oleh Badeni, (2013:165) ada bebrapa faktor yang menyebabkan seesorang atau kelompok mempunyai kekuasaan yang lebih besar daripada yang lain Pertama, organsasi selalu memilki strukturt. Struktur mengakibatkan terdapat berbagai kedudukan/wewenang dalam organsasi. Wewenang didefinisikan sebagi hak untuk bertindak atau memerintah orang lain untuk bertindak ke arah pencapaian tujuan organisasi. (Stphen P. Robbin 1994) dalam Badeni, (2013:171). Denagn pegertian bahwa kekuasaan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain dilihat pada kedudukan seseorang dalam organsasi menentukan kekuasaan seseorang, baik dilihat dari hak ataupun dilihat dari ketregantungan orang lain terhadapnya.
Seseorang yang memilki wewenang dalam organisasi tidak senantiasa memiliki kekuasaan yang lebih besar dibandingkan orang yang tidak memiliki wewenang. Bisa saja terjadi orang yang tidak memiliki wewenang dapatmemiliki kekuasaan yang lebih besar dibandingkan orang yang memilki wewenang. Namun, sesuatu yang difahami bersama bahwa dalam organisasi formal, kedudukan merupakan suatu hal yang sangat penting karena ini menentukan kedekatan seseorang dalam organisasi semakin dekat seseorang kepada inti kekuasaan. Walaupun demikian, hal ini bukan suatu keharusan bahwa untuk dapat dekat dengan inti kekuasaan harus melalui kedudukan dalam struktur organisasi, tetapi juga dapat melalui sektor lain. Sektor tersbut adalah:
1. Peran strategis yang dimiliki seesorang dalam suatu jaringan kerja. Peranan ini dapat muncul akibat masalah-masalah yang dihadapi organsasi atau strategi yang dijalankan yang menjadikan seeseorang atau kelompok menjadi dekat dengan inti kekuasaan.
dengan pemimpin organsasi mengakibatkan dia menjadi dekat dengan inti kekuasaan.
Untuk menjawab pertanyaan siapa yang memilki kekuasaan dalam organisasi agar sukar ditemukan jawaban karena hal ini sangat bergantung pada hubungan-hubungan yang terjadi dalam organsasi dan organsasi apa yang sedang dibicarakan. Namun, dalam menganalisis lokasi kekuasaan dalam organisasi, khususnya organsasi formal kedudukan seseorang dalam struktur kelihatannya dapat dijadikan landasan atau titik tolak.
C. Tanggung Jawab (Responsibility) 1. Definisi Responsibilit
Menurut T. Hani Handoko, (2012:217-218) menyatakan bahwa tangung jawab adalah kewajiban untuk melakukan sesuatu yang timbul bila seorang bawahan menerima wewenang manajer untuk mendelegasikan tugas atau fungsi tertentu. Istilah lain yang sering digunakan adalah akuntabilitas yang berkenaan dengan kenyataan bahwa bawahan akan selalu diminta pertanggungjawabannya atas pemenuhan tangung jawab yang dilimpahkan kepadanya.
Tidak seperti tangung jawab, akuntabilitas adalah faktor di luar individu dan perasaan pribadinya. Pemegang akuntabilitas berarti bahwa seseorang atasan dapat memberlakukan hukuman atau balas jasa kepadanya tergantung dia sebagai bawahan telah menjalankan tanggung jawabnya.
2. Tanggung Jawab Dalam Manajemen
Menurut Yayat M. Herujito, (2001:172-173).Tanggung jawab mempunyai tiga aspek yakni:
1. Tanggung jawab sebagi kewajiban uyang harus dilaksanakan 2. Tanggung jawab sebagai penentuan kewajiban
3. Tanggung jawab sebagi kewibawaan
Eksistensi dari tanggung jawab adalah apa yang kita sebut “ duty” atau kewajiban. Untuk melaksanakan kewajiban (duty) atau tugas (task) harus selalu sejalan dengan pemberian tugas.
Action Centred Leadership model yang digambarkan oleh Adair (kearifan.blogspot.co.id/2009/05/tanggungjawab-seorang-manager.) dengan diagram ‘tiga lingkaran’, megilustrasikan 3 inti tanggung jawab manajemen, yakni: Menyelesaikan ugas, Mengelola Team atau Kelompok, dan Mengelola Individu.
1. Tanggung Jawan Menyelesaikan Tugas
Menentukan tujuan dan visi dari kelompok, menentukan maksud dan
arahan, serta identifikasi aktivitas (Tugas)
identifikasi sumberdaya, manusia, proses, sistem dan peralatan
(termasuk finasial, komunikasi, IT)
Membuat rencana untuk menyelesaikan tugas, termasuk pengiriman,
pengukuran, jadwal waktu, strategi dan tatik.
Menetapkan tanggungjawab, saaran, akuntabilitas, dan delegasi
wewenang.
Menetapkan standar, kualitas, parameter laporan dan waktunya.
Mengawasi dan menjaga aktivitas sesuai parameter yang ditetapkan.
Memonitor dan menjaga kinerja secara keseluruhan sesuai rencana.
Melaporkan perkembangan pencapaian kelompok.
Mereview, evaluasi, menyesuaikan rencana, metoda dan target bila
diperlukan
2. Tanggung Jawab Mengelola Team
Menetapkan, menyetujui dan mengkomunikasikan standar kinerja dan
perilaku.
Menetapkan gaya, pendekatan budya, atau elemen soft skill
Memonitor dan menjaga disiplin, etika, integritas dan fokus pada
Mengantisipasi dan menyelesaikan konflik, perdebatan atau
ketidak-kompakan.
Menkaji dan merubah, bila perlu, keseimbangan dan komposisi
kelomok.
Membangun team kerja, kerjasama, moral dan semangat team.
Mengembangkan kapabilitas dan maturitas klektif kelompok, yang
secara progresif meningkatkan kebebasan dan otoritas kelompok.
Merangsang team menuju sasaran dan tujuan, atau memotivasi
kelompokserta mewadahi sadar akan tujuan secara bersama.
Identikasi, mengembangkan dan menyetujui peran team serta peran
pimpinan proyek dalam kelompok.
Memampukan, mefasiltasi, dan menjamin komunikasi efektif baik
internal maupun eksternal kelopok.
Identifikasi, dan memenuhi kebutuhan trainig kelompok.
Memberi umpan balik (feedback) kepada kelompok tentang kemajua
secara keseluruhan, berkonsultasi dan mencari masukan dari kelompok. 3. Tanggung Jawab Mengelola Individu
Memahami anggota team sebagi sebuah individu – kepribadian, keterampilan, kekuatan, tujuan, dan kekuatiran mereka.
Membantu dan menduukng idividu – rencana, masalah, tantangan, naik dan turunnya kinerja merka.
Identifikasi dan menyetujui tujuan dan tanggungjawab individu sepantasnya.
Memberikan pengakuan dan memuji individu – menghargai usaha dan kerja yang baik.
Jika memungkinkan, beri imbalan dengan tanggungjawab yang lebih besar atau kenaikan status.
Identifikasi, mengembangkan dan menggunakan kekuatan dan kapabilitas anak buah.
Latih dan kembangkan individu anggota kelompok.
Mengembangkan otoritas dan kebebasan anak buah.
KESIMPULAN
Kewibawaan atau “gezag” adalah suatu daya mempengaruhi yang terdapat pada seseorang, sehingga orang lain yang berhadapan dengan dia secara sadar dan suka rela menjadi tunduk dan patuh kepadanya. Jadi barang siapa yang memiliki kewibawaan, akan dipatuhi secara sadar, dengan tidak terpaksa, dengan penuh kesadaran, keinsyafan, tunduk, patuh, menuruti semua yang dikehendaki oleh pemilik kewibawaan itu. Ada beberapa cara untuk mengembangkan kewibawan diantaranya: 1) Meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; 2) Memahami diri dan tanggung jawab yang harus dipikulnya; 3) Memahami lingkungan tempat diri berada; 3) Mengembangkan kompetensi pribadi secara memadai; 4) Kompetensi atau kemampuan pribadi meliputi kompetensi fisik, sosial, intelektual, spiritual, mental, diri, dan sebagainya; dan 5) Penampilan diri secara efektif yang didasari oleh unsur-unsur di atas.
Kekuasan sebagi kemampuan seorang aktor untuk memahami keinginannya dalam aksi sosial, walaupun bertentangan dengan keinginan aktor-aktor sosialnya. Kekuasaan berhubungan dengan kemampuan untuk memberi komando atau perintah sumber-sumber dalm konteks khusus. Adapaun yang menjadi karakteristi kekuasaan sebagai berikut: 1) Kekuasan meruapakan suatu yang abstrak, tidak kelihatan atau
DAFTAR PUSTAKA
Adair (kearifan.blogspot.co.id/2009/05/tanggungjawab-seorang-manager.) Tanggal diakses 14 September 2015 Jam. 15.00 Wib.
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. 2007. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Cet Ke- 2.
Badeni, 2013. Kepemimpinan dan Perilaku Organsasi. Bandung: Alfabeta M. Herujito Yayat, 2001. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Grasindo Handoko Hani. T, 2012. Manajemen. Yogyakarta: BPFE
Ja cuba Karesipena. 1988. ‟ Mitos, Kewibawaan, dan Perilaku Budaya. Jakarta: Pustaka Grafika Kita.
Karesipena, Ja’cuba. 1988. Mitos, Kewibawaan, dan Perilaku Budaya. Jakarta: Pustaka Grafika Kita.
Wirawan. S. Sarwono, 2001. Psikologi Sosial. Jakarta: Balai pustaka
Wirawan, 2014. Kepemimpinan (Teori, Psikologi, Perilaku Organsasi, Aplikasi dan Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
http://sahabatkonsultasi.blogspot.co.id/2014/02/cara-menampilkan-kewibawaan. Tanggal Akses 14 September 2015. Jam 17.30 Wib.
Purwanto, M. Ngalim,2009. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosydakarya. Cet. Ke-19.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan.1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Balai Pustaka. cet ke-1. Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007. Departemen Pendidikan
Nasional. Cet Ke-4.
Wahjosimidjo.2010. Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Cet ke-7.