• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proposal tesis (6) id. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Proposal tesis (6) id. docx"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Setiap orang merindukan kebahagiaan dalam hidupnya termasuk dalam

kehidupan keluarganya. Tidak ada seorang manusia pun yang memilih hidup dalam

keluarga yang disharmoni oleh karena berbagai sebab. Ketika memutuskan untuk

menikah dan membangun kehidupan pernikahan dan keluarga, kebahagiaan pasti

menjadi tujuan dan harapan utama. Namun dalam realitanya, ternyata ada banyak

tujuan yang melenceng keluar dari yang sesungguhnya serta banyak harapan yang

terpaksa harus pupus. Berbagai penyebab menjadi faktor pendorong kehidupan keluarga

yang disharmoni tadi. Salah satunya adalah perselingkuhan. Berapa banyak keluarga

yang mengalami masalah ini dan yang pada akhirnya dilanda kehancuran bahkan tak

sedikit yang berujung pada perceraian?. Hal ini menandakan bahwa ternyata pernikahan

dan keluarga tidak lagi dilihat sebagai institusi yang sakral dan harus dijaga serta

dipelihara. Pernikahan kehilangan fungsinya yang hakiki justru karena adanya berbagai

praktek menyimpang seperti perselingkuhan tadi. Malah yang lebih parah terkadang

orang melihat perselingkuhan sebagai hal yang biasa dan yang berlaku umum karena itu

bukanlah merupakan sebuah dosa besar jika orang selingkuhan.

Pemahaman-pemahaman yang seperti ini menjadikan perselingkuhan sebagai pilihan untuk

menikmati hidup meskipun pada akhirnya pilihan ini membawa banyak resiko tidak

hanya kepada korban perselingkuhan tetapi juga kepada pelaku perselingkuhan itu dan

berimbas juga kepada orang lain.

Sebuah keluarga yang mengalami masalah perselingkuhan dan kemudian

(2)

suaminya yang selingkuh mengatakan: “ saya tidak tahan lagi menghadapi

perselingkuhan suami saya yang tidak hanya sekali terjadi melainkan berulang-ulang.

Bagi saya menikah itu untuk menikmati firdaus dan bukan mengalami neraka setiap hari.

Lebih baik saya bercerai daripada harus terus hidup seperti ini”. Atau ada juga suami di

keluarga yang lain yang memilih meninggalkan istri dan anak-anaknya dan hidup

bersama perempuan selingkuhannya kerena merasa bahwa bersama selingkuhannya ia

lebih dapat menikamti hidup yang indah. Keadaan ini menggambarkan bahwa ternyata

perselingkuhan sanggup menjadi faktor penghancur dengan skala yang sangat besar bagi

sebuah keluarga. Dalam keluarga Kristen saja banyak yang hancur karena

perselingkuhan. Ironisnya justru kehancuran ini seperti dilanggengkan oleh

pernyataan-pernyataan yang membenarkan perilaku perselingkuhan terutama dari pihak pelaku. “

saya tidak tahan hidup dengan istri yang cerewet dan hampir tidak berhenti menuntut”

atau “ istri saya jarang merawat diri, setiap saya pulang saya harus melihat istri yang

awut-awutan dan berbau kompor, saya lalu membayangkan dia yang selalu wangi dan

tampak cantik”. Ini mungkin manjadi faktor pemicu terjadinya perselingkuhan tetapi

bukanlah segalanya sebab jika cinta kasih menjadi faktor utama dan dasar yang kokoh

dari keluarga maka sebuah pernikahan tidaklah harus hancur karena kelemahan

pasangan dilihat sebagai acaman dan bukan dikelola secara bersama dengan lebih baik. Realita banyaknya keluarga yang hancur karena perselingkuhan adalah juga

masalah yang sedang digumuli oleh gereja. Sayangnya banyak keluarga yang dengan

menyesal harus mengakui bahwa selama mengalami masalah, mereka hampir tidak

pernah didampingi. Ataupun kalau pendampingan itu dilakukan justru ketika masalah

(3)

yang masih bisa diselamatkan namun banyak juga yang terpaksa harus berakhir dengan

perceraian. Ironis memang namun lagi-lagi hidup ini memang pilihan. Setiap orang

berhak memilih yang terbaik dalam hidupnya. Misalnya ketika didampingi ada seorang

suami yang istrinya selingkuh kemidian mengatakan bahwa ia lebih memilih diamputasi

kakinya daripada seluruh tubuhnya binasa karena penyakit. Akhirnya perceraian menjadi

pilihan.

Menghadapi realita ini, maka gereja harus memainkan peranan yang

sungguh-sugguh mampu mentransformasi sebuah keluarga. Mulai dari pendampingan yang intens

mengawali dan mempersiapkan umat memasuki sebuah pernikahan dan menjalani

pernikahan selanjutnya. Agar pasangan suami istri sungguh-sungguh mampu menghayati

arti dan makna sebuah keluarga, mampu membangun dan merawat cinta kasih dan

terhindar dari berbagai praktek yang berujung kepada kehancuran bangunan keluarga.

Pendampingan pastoral sebagai tugas gereja adalah cara yang efektif sebab dengan tools

yanmg dimiliki lewat pendampingan pastoral maka fungsi pastoral yang bertujuan untuk

menyembuhkan, menopang, membimbing, mendamaikan, memelihara, membebaskan

dan memberdayakan, dapat menciptakan kondisi yang jauh lebih baik dan meminimalisir

kerusakan yang mungkin saja terjadi. Gereja harus menciptakan sebuah model

pendampingan yang sungguh-sungguh menyentuh dan mampu mentransformasi

kehidupan umat dalam berbagai lini kehidupan serta menyerukan panggilan pertobatan

dan pembaharuan hidup yang sungguh-sungguh sebagaimana yang Tuhan kehendaki

bagi umatNya. Banyak keluarga yang sementara mengalami kesesakan akibat

(4)

Marilah kepadaku semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan

kelagaan kepadamu”, melalui pendampingan pastoral yang sungguh dan utuh.

B. PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana realita perselingkuhan dan permasalannya bagi keluarga dan gereja? 2. Bagaimana merumuskan dan menciptakan model pendampingan pastoralia

terhadap masalah perselingkuhan? C. PEMBATASAN MASALAH

1. Memaparkan realita perselingkuhan dan masalahnya bagi keluarga dan gereja. 2. Merumuskan dan menciptakan model pendampingan pastoral terhadap masalah

perselingkuhan. D. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Memberikan gambaran yang deskriptif sesuai realita masalah perselingkuhan yang

dihadapi serta memaparkan masalahnya secara objektif lewat analisa yang akurat. 2. Memperoleh sebuah model pendampingan pastoral yang dapat digunakan oleh

gereja.

E. MANFAAT PENELITIAN

Peneltian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis bagi pengembangan kajian

teologi pastoral pada Fakultas Teologi dan memberikan kontribusi bagi gereja dalam

menciptakan model pendampingan pastoral terhadap umat terkhusus yang mengalami

(5)

TINJAUAN PUSTAKA

A. KERANGKA TEORITIK

Perselingkuhan merupakan suatu fenomena yang cukup kompleks karena sulit

ditentukan batas-batasnya, namun sering kali dirasakan sebagai hal yang real bagi pihak-pihak

yang berkonfrontasi dengannya. Perselingkuhan sering juga diartikan secara berbeda terutama

oleh mereka yang menganut perilaku itu dan menganggapnya sebagai sebuah hal yang lumrah.

Menurut Hunter, dalam kamus Pastoral And Care Counseling, perselingkuhan secara tradisional

diartikan sama dengan perzinahan (Hunter 1990,581).1 Meskipun sebenarnya perzinahan

memiliki cakupan yang lebih luas, namun keduanya sama-sama merupakan tindakan yang dapat

merusak pernikahan. Menurut Stella Luciana, perselingkuhan memiliki pengertian ketika

seseorang melakukan aktivitas seksual dengan orang lain yang bukan pasanganyaa. Aktivitas

seksual di sini bukan hanya persetubuhan, tetapi berbagai macam kegiatan yang dapat

melibatkan nafsu seseorang2. Perselingkuhan yang dilakukan oleh satu orang bisa berbeda

motif dan caranya dengan orang lain. Ada orang yang melakukan perselingkuhan tunggal artinya

dengan satu orang pasangan selingkuh, namun ada juga yang melakukan perselingkuhan

dengan lebih dari satu orang. Menurut Subotnik dan Haris dalam buku Surviving Infidelity :

Making Decisions, Recovering From The Pain, mengemukakan bahwa perselingkuhan dapat

1 Dikutip oleh Stella.Luciana “pelayanan pastoral Terhadap Warga jemaat Yang Selingkuh” dalam Pdt.DR.Daniel.Susanto, Kapita Selekta Pelayanan pastoral, editor (GKI Menteng jakarta, 2013)

(6)

dikatagorikan ke dalam 4 bentuk yaitu : Serial affairs, Flings ( teman kencan), romantic affairs

(Hubungan romantis), dan Long term affairs (Hubungan jangka panjang)3.

Dari keempat kategori yang dikemukakan di atas, semuanya berpotensi menjadi perilaku

yang dianggap biasa dan menyenangkan bahkan bisa sampai ke tahap lebih parah yaitu

menjadikan perselingkuhan sebagai pilihan untuk mengakhiri komitmen pernikahan. Apalagi jika

terdapat banyak ruang terbuka yang bisa digunakan sebagai jalan masuk untuk

mempertahankan perselingkuhan. Perselingkuhan terjadi bukan hanya karena lemahnya aspek

personal namun juga suatu bentuk kerapuhan individual baik secara moral maupun kerohanian

yang kemudian berdampak pada tindakan yang diambilnya. Dalam sebuah kehidupan

pernikahan, hal ini bisa dikarenakan lemahnya kesediaan untuk membangun dan

mepertahankan komitmen sebagai pasangan suami istri ditambah dengan pengaruh faktor

pendorong lainnya seperti kurangnya kesiapan ketika mulai membangun pernikahan, lemahnya

faktor kasih sebagai dasar utama dalam pernikahan dan ekspektasi yang terlalu tinggi terhadap

pasangan, dll.

Menghadapi fenomena perselingkuhan yang semakin marak terjadi baik yang nyata

maupun terselubung, yang dilanggengkan maupun yang telah menunjukan akibat fatal, maka

haruslah ada tindakan baik prefentif maupun tindakan mengatasi dan mengentaskan

perselingkuhan. Tentunya hal ini bukanlah sebuah upaya yang mudah. Karena di satu sisi,

perselingkuhan bukanlah satu-satunya masalah yang sementara digumuli oleh gereja dan di sisi

yang lain pun harus diakui bahwa terkadang gereka mengalami miss action dalam menghadapi

masalah ini. Karena itu maka seyogyanya perselingkuhan mendapat tempat yang cukup penting

dalam fokus pelayanan gereja terutama dalam tindakan pendampingan terhadap

(7)

masalah keumatan. Dengan tools yang dimiliki oleh gereja, gereja mampu untuk menolong

umat keluar dan mengatasi masalah tanpa menimbulkan masalah baru. Karena itu maka

pemahaman terhadap pendampingan pastoral harus menjadi skill dari seluruh pelayan gereja.

Memahami teologi pastoral sebagai landasan teoritis dalam melakukan tindakan pendampingan

pastoral akan sangat membantu gereja menciptakan model pendampingan yang efektif dan

berkesinambungan.

1. MAKNA TEOLOGI PASTORAL

Pastoral Theology atau Teologi Pastoral adalah salah satu cabang atau bidang ilmu

pengetahuan dan penyelidikan theologis yang mengarahkan perpektif penggembalaan kepada

semua kegiatan dan fungsi gereja dan pendeta dan kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan

teologis dari refleksi pada pengamatan-pengamatan ini4. Ini berarti pertama-tama bahwa

teologi pastoral dihasilkan oleh penyelidikan dari perpektif penggembalaan, kalau

penggembalaan tersebut didefenisikan menurut penjelasan diatas. Kedua, defenisi ini

menegaskan bahwa teologi pastoral adalah sebuah cabang teologi dalam pengertian yang

sebenarnya. Teologi pastoral memiliki otonomi yang sama seperti cabang-cabang teologi

lainnya. Ketiga, teologi pastoral adalah sebuah cabang teologi yang berpusat pada aktivitasnya

atau fungsinya dan bukan cabang teologi yang berpusat pada logika. Keempat, teologi pastoral

bersifat sistematis seperti halnya setiap cabang teologi lainnya namun prinsip disekitar teologi

pastoral disusun bersifat perspektif penggembalaan. Kelima, teologi pastoral memungkinkan

kita untuk menggunakan suatu metode dalam hubungan dengan hal itu, yang konsisten dengan

patokan-patokan dari segala metode teologi kritis.

4.Steward Hiltner Pengantar Untuk Teologi Pastoral dalam Prof.Tjaard.G.Hommes TH.D, E.Gerrit Singgih,Ph.D (Ed),

Teologi Dan Praksis Pastoral :Ontologi Teologi Pastoral (Jakarta:BPK Gunung Mulia, Jokjakarta: Kanisius,

(8)

Selanjutnya menurut Hiltner, jika defenisi teologi pastoral adalah demikian maka ada

beberapa hal yang juga harus diingat yaitu bahwa teologi pastoral bukan hanya sekedar praktik

dari apapun, bukan pula sekedar teologi yang diterapkan, bukan hanya psikologi pastoral atau

sosiologi pastoral dibawah nama yang baru, bukan cuma teori dari segala fungsi dan kegiatan

dari pastor dan gereja melainkan cabang teologi yang berpusat pada aktifitasnya, yang dimulai

dengan pertanyaan-pertanyaan teologis dan diakhiri dengan jawaban-jawaban teologis.

Dengan demikian maka dapat dipahamai bahwa teologi pastoral memiliki peranan yang

sangat penting karena beberapa alasan yaitu : 1)karena sifat teologi pastoral yang khas dan

luasnya kebutuhan penggembalaan di masa kini, 2)karena perkembangan ilmu pengetahuan

baru, alat-alat baru dan dan profesi-profesi baru yang berkaitan dengan tugas pemeliharaan dan

penyembuhan, 3)karena tanpa studi pastoral,kegiatan-kegiatan penggembalaan walaupun

banyak dan berat tidak akan menerangi pemahaman kita tentang iman, 4)karena suasana

psikhologis intelektual yang khas di masa kini, dan 5) dalam kaitannya dengan kebangkitan

teologi dewasa ini.

Pentingnya teologi pastoral juga dikarenakan konteks pelayanan gereja di berbagai

bidang semakin diwarnai kompleksitas persoalan yang sarat dinamika dan karena itu

dibutuhkan pemahaman perspektif teologis yang membantu praktek pastoral gereja dan yang

berangkat dari teori-teori yang pasti. Karena itu, menurut Abineno, Teologi pastoral adalah

teologi tentang pastorat yang adalah bagian dari teologi praktika yang bertujuan untuk

(9)

manusia lewat relasi antar manusia5 . ini berarti bahwa antara teori dan aksi harus berjalan

bersama. Antara proses refleksi dan praksis mesti terjadi dialog dan komunikasi.

Menurut Emmanuel Y Lartey, pastoral teologi adalah aksi refleksi yang membawa

bersama aksi dan refleksi dalam dialog dan cara kritik yang saling menguntungkan atau saling

menopang6. Jadi dalam teologi pastoral nampak tindakan kepedulian Allah dan persekutuan

antar manusia. Lewat teologi pastoral, para teolog memberikan perhatian terhadap iman dalam

persekutuan, hasil dari kepedulian yang berangkat dari pengalaman real serta percaya bahwa

lewat cara itu, sesungguhnya itulah cara Allah menunjukan kepedulianNya. Oleh sebab itu, bagi

Imanuel Lartey, teologi pastoral adalah teologi yang sangat kontekstual karena lahir dari konteks

manusia yang sangat alami dan beragam baik sosial, ekonomi, budaya dan

pengalaman-pengalaman yang nyata. Dalam upaya memahami konteks itu, maka sangat diperlukan analisa

konteks yang mendalam agar suara dari teologi pastoral itu sendiri mampu menjadi suara Allah

di tengah beragam konteks dan perbedaan pengalaman hidup manusia.

II. PELAYANAN PASTORAL

Dari pemikiran secara teologis, perenungan secara kritis dan analisa konteks yang

mendalam lewat teologi pastoral, maka pelayanan pastoral dapat dilakukan. Pelayanan pastoral

adalah salah satu pelayanan gereja yang sangat penting saat dewasa ini manusia menghadapi

beragam persoalan dan masalah-masalah hidup yang amat sangat kompleks. Pelayanan pastoral

terhadap manusia yang hidup ditengah interaksi dengan sesama dan alam ciptaan

membutuhkan sebuah pendekatan pelayanan pastoral yang holistik yang didasarkan pada

(10)

pemikiran teologi pastoral yang terbuka dan luas. Selain belajar tentang peran gembala dan

domba (pemahaman tradisional tentang pelayanan pastoral), yang ditafsirkan secara relevan

pada masa kini, pelayanan pastoral holistik dilandasi pemikiran bahwa pelayanan pastoral pada

dasarnya mencerminkan pemeliharaan Allah terhadap ciptaanNya.

Pelayanan pastoral menunjuk pada sikap yang memelihara dan mempedulikan (care and

concern)7. Care dan concern ini dilakukan sesuai fungsi pastoral yang dirumuskan oleh para ahli

pastoral seperti Wiliiam A. Clebbsch dan Charles R. Jaekle yaitu : menyembuhkan (healing),

menopang (sustaining), membimbing (Guiding) dan mendamaikan (reconciling). Howard

Clinebell menambahkan fungsi yang kelima yaitu memelihara (nurturing)8. Dan Emmaneul Y

Lartey menambahkan dua fungsi lainnya yaitu Liberating (membebaskan) dan Empowering

(Memberdayakan). Untuk melakukan ketujuh fungsi ini, maka dibutuhkan kesediaan untuk

remembering and hearing sebab Allah terus menerus berhubungan dengan manusia dengan

mengingat dan mendengarkan manusia. Menurut Jhon Patton dalam bukunya “Pastoral Care:

An essensial Guide”, pelayanan pastoral harus juga didasarkan pada pengakuan ini yaitu bahwa

Allah menciptakan manusia untuk membangun relasi dengan Allah dan dengan ciptaan lainnya.

Relasi itu akan tetap tercipta dengan baik jika manusia saling bisa mengingat dan mendengar.

Remembering dan hearing ini merupakan salah satu tools untuk membantu pelayanan pastoral

menuju pastoral wisdom dimana saling pengertian menjadi faktor pendorong. Saat pelayanan

pastoral dilakukan di tengah konteks persoalan dan masalah yang beragam, kehadiran

seseorang yang bersedia mengerti, mendengar dan mengingat akan sangat menolong.

7. Pdt.Dr.Daniel.Susanto Pelayanan Pastoral Holistik dalam Sekilas Pelayanan Pastoral Di Indonesia (Jakarta: Majelis Jemaat GKI Menteng, 2010),28&31-32.

(11)

Semua paparan diatas sangat dibutuhkan ketika terjadi persoalan dalam kehidupan umat

di mana gereja dan para pelayan dituntut untuk berperan sebagai pastor dalam melakukan

pelayanan pastoral. Misalnya persoalan dalam kehidupan keluarga atau rumah tangga seperti

perselingkuhan. Berhadapan dengan fenomena yang seperti ini maka gereja harus memainkan

peran. Gereja harus menjawab kasih dan kepedulian Allah memalui tindakan kasih dan

kepedulian terhadap umat. Care dan concern harus menjiwai pelayanan pastoral yang dilakukan

oleh gereja. Pelayanan pastoral gereja haruslah juga care of marriage and family perkawinan

membentuk sebuah keluarga dan keluarga adalah basis pembinaan gereja. Kepedulian terhadap

perkawinan dan keluarga oleh seorang pastor akan sangat membantu dalam menyikapi

berbagai persoalan keluarga.

Terhadap masalah perselingkuhan tadi, harus disiapkan beberapa tahapan pelayanan

yang dibedakan antara terhadap korban perselingkuhan dan pelaku perselingkuhan. Fokus

pelayanan dan pendampingan pastoral terhadap korban dan pelaku juga perlu dibedakan. Bagi

korban perselingkuhan, fokus pendampingan harus lebih diarahkan kepada soal pengampunan,

pembebasan dan pemulihan melalui tahapan:

- Membangun kepercayaan

- Membiarkan konseli (umat) mengungkapkan perasaannya

- Menggali masa lalu tetapi menghindari perhatian yang berlebihan terhadap masa lalu

- Merumuskan permasalahan

- Membangun kesediaan pengampunan - Re-building kepercayaan diri

(12)

Kepada pelaku fokusnya harus lebih diarahkan kepada kesadaran dan pertobatan serta pemulihan9, melalui tahapan :

- Membangun kepercayaan

- Membiarkan konseli mengungkapkan perasaannya - Menggali motivasi

- Menggali masa lalu tetapi harus menghindari perhatian yang berlebihan terhadap masa lalu

- Merumuskan masalah

- Penyadaran akan tingkah laku yang salah - Menyusun rencana tindakan rekonsiliasi

Dalam hal ini ketujuh fungsi pelayanan pastoral harus benar-benar diterapkan. Namun

perlu diingat bahwa terkadang dalam melakukan fungsi-fungsi ini kita sering terjatuh dalam

kecenderungan men-judge orang lain terutama pelaku. Padahal tugas seorang pastor yang

melakukan pelayanan dan pendampingan pastoral adalah membantu umat untuk menyadari

tentang hukuman dari kaca mata firman Tuhan yaitu bahwa hukuman adalah konsekuensi dari

setiap perbuatan manusia dan pengalaman hidup manusia dan itu hak Allah bukan hak pastor.

Dengan cara itu, orang akan dibimbing untuk tidak serta merta merasa dihukum oleh Allah atau

sebaliknya merasa dibiarkan tanpa hukuman sebagai konsekuensi perbuatan melainkan

tertolong untuk melihat dan menyadari dirinya sendiri sesauai apa adanya dia10. Baik korban

maupun pelaku yang didampingi juga harus dilihat sebagai pribadi utuh yang hidup dalam

konteks serta berinteraksi dengan orang lain dan dalam komunikasi sebagai suami istri yang

sedang disharmoni. Pendekatan pastoral holistik yang transformatif penting dilakukan.

Tujuannya agar setiap aspek dari kehidupan dapat diperhatikan baik aspek fisik, mental, sosial,

budaya, spiritual dan bahkan aspek-aspek lainnya yang saling berhubungan. Dari seluruh aspek

9. Stela Luciana Pelayanan Pastoral Terhadap Warga Jemaat Yang Selingkuh dalam Pdt.Dr.Daniel Susanto Kapita

Selekta Pelayanan Pastoral (Ed) (Jakarta:GKI Menteng,2013),42-46.

(13)

itu, aspek spiritual adalah aspek yang sangat penting, mengapa demikian? Karena relasi dengan

Tuhan yang merenggang akan sangat mempengaruhi relasi interpersonal dengan orang lain.

Pelayanan dan pendampingan pastoral harus mendorong seseorang untuk kembali

memperbaiki hubungannya dengan Tuhan, menyadari dirinya sendiri dan memperbaiki relasinya

dengan orang lain. Sebab pendampingan pastoral yang dilakukan oleh gereja berbeda dengan

konseling pada umumnya sekalipun pendampingan itu memerlukan bantuan tools ilmu-ilmu

lain karena sesungguhnya dalam pendampingan pastoral, yang terjadi adalah trialogis bukan

hanya dialogis yaitu relasi antara manusia dengan manusia dan dengan Tuhan. Kesadaran ini

akan membantu setiap pelayanan pastoral yang dilakukan tidak keluar jalur.

III. SUBJEK PELAYANAN PASTORAL

Lalu bagaiman memahami tugas pelayanan pastoral itu sendiri, siapa yang menjadi

subjek dari pelayanan pastoral? Menurut Steward Hiltner, setiap pendeta adalah subjek

pelayanan pastoral. Betapapun luasnya pelayanan dan peran seorang pendeta, setiap pendeta

harus menjadi teolog pastoral, setiap pendeta harus menjadi gembala dalam arti yang

seharusnya. Tugas pastoral seorang pendeta harus dimaknai di dalam Allah sebagai Gembala

Agung yang memberikan banyak teladan penggembalaan. Karena itu pendidikan seorang

pendeta haruslah sangat berkaitan juga dengan pastoral, sebab menjadi spesialis teologi

pastoral juga serta merta menjadi spesialis dalam bidang yang lain yang tentunya sangat

membantu pelayanan yang lebih luas.

Namun apakah hanya pendeta saja pelaku teologi pastoral? Masih menurut Hiltner,

(14)

teologi yang kuat, namun mereka adalah orang-orang yang mungkin punya latar belakang untuk

dapat menopang pelayanan pastoral dan karena itu selain inspirasi, bagi mereka harus

ditumbuhkan minat imajinasi untuk melakukan tugas pastoral. Sebab ketika ada kerja sama yang

baik antara pendeta dan awam, maka masalah-masalah yang kompleks dapat tertanggulangi

lewat pelayanan pastoral yang holistik dan efektif.

B. KERANGKA BERPIKIR

Realita masalah perselingkuhan yang cukup multi dimensional memang tidak

bisa disikapi dengan sederhana sebab individu yang terlibat didalammnya adalah mereka yang

memiliki keterikatan batin sebagai suami istri. Sekalipun dalam kenyataanya relasi keterikatan

itu terganggu karena komitmen yang dilanggar namun paling kurang masih ada keterkaitan yang

dapat dijadikan kekuatan dalam mengatasi masalah. Banyak cara pendampingan gereja yang

dinilai belum sungguh-sungguh menyentuh persoalan umat bukan hanya karena intensitas

pendampingan yang sangat lebar kurvanya, tetapi juga juga karena seringkali kesibukan

pelayanan yang lain menyita waktu seorang pendeta dalam melakukan tugas sebagai pastor.

Bahkan di beberapa kasus yang diamati, ketika sudah sampai pada tahapan krisis barulah

pendampingan dilakukan. Pertanyaannya adalah apakah hal ini dikarenakan kurangnya in-put

data yang berhasil diterima oleh pelayan ataukah karena faktor lain?

Selain itu, terkesan pendampingan lebih banyak diarahkan kepada para korban untuk

memberikan kepada mereka semangat survive dalam hidup padahal rantai perselingkuhan itu

belum tersentuh sama sekali. Akibatnya pendampingan yang dialakukan berhasil

(15)

perubahan perpektif dan paradigma dalam meletakan fokus pendampingan. Sebab yang banyak

terjadi adalah pelaku perselingkuhan tidak dipaksa untuk melihat perilakunya sebagai

perbuatan menyimpang dan dosa. Mereka malah seperti dibiarkan menikmati kesenanangan

dari perilaku itu sebagai sesuatu yang bagi mereka sudan berlaku umum,”kalau orang lain saja

bisa selingkuh, masakan saya tidak bisa?” atau untuk pelaku yang laki-laki sering ada ungkapan “

ah..itu kan pakaian laki-laki”. Akibatnya perselingkuhan menjadi hal wajar yang berkembang

seiring dengan fenomena perkembangan moderen dunia ini.

Hal lain yang penting juga untuk dilihat adalah adanya kecenderungan untuk

membenarkan perilaku perselingkuhan dengan melemparkan kesalahan kepada korban. Dengan

mengemukakan segala kelemahan yang dimiliki dan tidak mampu memenuhi standar ekspektasi

yang terlalu tinggi. Dari kaca mata korban, hal ini sangat tidak adil, sebab tidak ada manusia

yang sempurna dan pernikahan bukanlah sarana dimana orang memaksa orang lain untuk hidup

bersama dan memenuhi segala macam impian dan keinginannya yang tentunya sangat egois.

Salah satu yang tidak dapat dikesampingkan juga adalah persoalan motif dan penyebab

seseorang selingkuh dan ini mesti ditempatkan dalam perpektif melihat dari kaca mata pelaku.

Karena itu memang tidak gampang jikalau pelayan sendiri kurang memiliki skill dalam

menangani masalah ini.

Memang adakalanya, melakukan pendampingan terhadap korban perselingkuhan jauh

lebih mudah ketimbang kepada pelaku perselingkuhan. Hal ini dikarenakan banyak pelaku yang

tidak ingin diusik dan diganggu urusan pribadinya. Tidak jarang terjadi ketika pelayan keluar

selesai pendampingan, korban justru mengalami tekanan yang lebih dasyat dari pelaku. Selain

itu ada juga kecenderungan untuk tidak bersedia mengakui bahwa apa yang sedang dilakukan

(16)

saya selingkuh, tetapi saya tetap pulang ke rumah dan memberikan jatah kepada istri”. Ini

sesungguhnya adalah bentuk arogansi yang tidak bisa ditolelir karena itu memang penting

untuk melihat dari perpektif pelaku juga dan berusaha menolongnya untuk keluar dari belenggu

kesalahan yang dianggap bukan kesalahan. Ini memang tidak bisa menjadi patokan untuk semua

kasus karena setiap masalah memiliki tingkat kerumitan yang berbeda-beda.

Di beberapa jemaat GPM misalnya, ada yang sudah memiliki Tim pastoral jemaat yang

beranggotakan pendeta dan awam gereja yang memiliki kompetensi di biadangnya

masing-masing, namun ternyata belum maksimal dalam menjalankan fungsinya dikarenakan kesibukan

dan hal-hal lain. Atau juga fungsi mereka tidak dilihat dalam penghargaan umat karena faktor

menjaga kerahasiaan adalah etika seorang pastor yang harus dijunjung tinggi. Yang lebih ironis

menurut saya adalah pola pendampingan pastoral yang diatur rutin bahkan perkunjungan

rumah tangga menjelang Perjamuan Kudus dikatakan sebagai kunjungan pastoral padahal

muatan pastoralnya hampir tidak ada. Atau pendampingan yang dilakukan bersifat sangat

kasuistik ibarat menunggu seorang penderita diabetes telah berada di meja operasi untuk

diamputasi barulah ditolong. Dengan melihat kepada funfsi-fungsi pastoral di atas, maka pola

pendampingan dan model pendampingan harus mengalami perubahan agar tujuannya pun

dapat dicapai.

Ini tentunya membutuhkan keseriusan gereja untuk peka terhadap persoalan

keumatan yang terkadang hanya disentuh kulit luarnya. Penguatan profil umat sebagai salah

satu pilar pelayanan gereja di Gereja Protestan Maluku misalnya, harus mendapat tendensi

besar. Terkesan bamyak pelayanan yang tidak berhasil karena pelayan lebih mengarahkan

perhatian kepada masalah penguatan kelembagaan. Padahal bagi saya, jika umat kuat dan

(17)

pelayanan. Perintah Yesus sebagai Sang Gembala Agung dalam Injil Yohanes 10 : “Akulah

Gembala Yang Baik” harus menjadi panggilan semua pelayan gereja sebab itu adalah respons

terhadap perintah Yesus sekaligus bentuk nyata dari pengakuan mengasihi Yesus. Sebagaimana

dalam epilog Yohanes ketika Yesus merespons pernyataan Petrus tentang kasihnya dengan

perintah “Gembalakanlah domba-dombaku”. Bagi saya ini sebuah kebahagiaan jika gereja dapat

melakukannya dengan benar.

METODOLOGI PENELITIAN

A. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian

(18)

ungkapan-ungkapan kata, dokumen tertulis, catatan wawancara, catatan lapangan, dokumen

historis, gambar, video dan sumber data kualitatif lainnya. B. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian adalah penelitian lapangan dan peneilitian kepustakaan dengan

pendekatan kualitatif

C. SUMBER DATA

Data diperoleh dari informan yang menjadi data primer dan berbagai tulisan,

catatan, grafik, gambar, video dll, sebagi data sekunder.

D. LOKASI PENELITIAN

Penulis melakukan penelitian beberapa jemaat di kota Ambon dan sekitarnya.

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Data dikumpulkan melalui wawancara dan observasi.Untuk kepentingan itu,

penulis menyaipkan istrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan wawancara.

F. TEKNIK ANALISA DATA

Data dianalisa dengan pendekatan kualitatif. Seluruh data yang diperoleh diolah

secara kualitatif, kemudian dianalisa dan dilakukan verifikasi ulang agar data yang

digunakan sungguh-sungguh valid.

G. CARA PENYAJIAN

Tulisan ini disajikan dalam 5 Bab yaitu Bab I PENDAHULUAN, Bab II TINJAUAN PUSTAKA,

Bab III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA, Bab IV REFLEKSI TEOLOGIS DAN AKSI PASTORAL

Referensi

Dokumen terkait

Dari data hasil penelitian di SMA Laboratorium Malang dapat diketahui bahwa peran seorang guru Sosiologi dalam meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran Sosiologi di

mempercayakan memesan alat musik gamelan di daerah Ponorogo ini. Berdasarkan hasil wawancara pra penelitian, pangsa pasar industri ini tidak pasti karena gamelan

Faktor lain yang mempengaruhi perbedaan tingkat depresi lansia yang berada di rumah dan di panti werdha adalah faktor support system meliputi dukungan keluarga, lingkungan

Bila didapatkan korelasi yang kuat antara kadar NGAL urin yang merupakan petanda kerusakan tubulus ginjal dengan status hiperferitinemia, maka diharapkan pemeriksaan status

Pengetahuan Umum, Kosakata, Hubungan Kata, Aritmatika, Deret Angka dan Menghafal. Jadi pada hari H tanggal 2 juni 2014 tes GAT dilaksanakan di Politeknik Negeri Ujung Pandang,

Pada pembuatan lotion ini, digunakan emulgator yang berbeda yaitu emulgator anionik dan nonionik dengan tujuan untuk menentukan emulgator yang paling stabil untuk

memulakan kerja sahaja nota-nota perlindungan dan resit-resit bayaran premium adalah mencukupi. Sekiranya petender gagal mengemukakan semua polisi insurans

Jika laporan keuangan dibuat sesuai dengan kerangka penyajian yang wajar, tidak mencapai penyajian yang wajar, auditor wajib membahas hal ini dengan manajemen dan, tergantung