• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN LAMANYA HIPERTENSI DENGAN GANGG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN LAMANYA HIPERTENSI DENGAN GANGG"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

BULAN TAHUN 2015

Oleh :

ANASTASIA EKA PUTERI

120100322

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

BULAN TAHUN 2015

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

ANASTASIA EKA PUTERI

120100322

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah mendapatkan

rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya

tulis ilmiah ini. Penyusunan karya tulis ilmiah ini bertujuan memenuhi

persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran dalam program studi

pendidikan dokter,

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak lepas

dari adanya kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran yang telah memberikan izin untuk

mengadakan penelitian, sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah

ini.

2. Dr. dr. Aldy S. Rambe, Sp.S (K) selaku dosen pembimbing yang telah

penuh kesabaran membimbing dan mengarahkan dalam menyelesaikan

penelitian ini.

3. dr. Tengku Helvi Mardiani, M.Kes dan dr. Lita Feriyawati, M.Kes. Sp.PA

selaku dosen penguji yang telah memberikan kritikan dan saran yang

membangun.

4. Ibu Bidan Imelda selaku penanggungjawab Posyandu Lansia di Puskesmas

Padang Bulan yang telah membantu.

5. Keluarga Penulis Bapak Tasri Tahir , Ibu Rohawati dan Saudara Thariq

Ibnu Tarmizi yang senantiasa mendukung dan mendoakan.

6. Teman-teman dari Fakultas Kedokteran Muhammad Mahadi Hasibuan,

Dara Novea Hutagalung, dan Lindia Fitri yang ikut turut serta membantu

dalam memperoleh data penelitian ini.

Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan karya tulis ilmiah ini,

penulis sangat mengharapkan masukan, kritik, dan saran yang bersifat

(5)

Akhir kata penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak dan semoga amal baik yang telah diberikan

kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT.

Penulis,

(6)

ABSTRAK

Hipertensi adalah penyakit penyebab komplikasi terbesar saat ini yang bahkan bisa berakhir dengan kematian. Dampak dan komplikasi dari hipertensi sendiri sudah jelas yang salah satunya adalah penurunan fungsi kognitif.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya kaitan antara lamanya riwayat lansia yang menderita hipertensi terhadap terjadinya proses penurunan fungsi kognitif pada lansia di Posyandu Lansia Puskesmas Wilayah Padang Bulan. Penelitian ini dilakukan dengan metode studi cross sectional. Sampel penelitian diambil dari lansia di Posyandu Lansia Wilayah Padang Bulan secara

consecutive sampling. Responden dengan riwayat tekanan darah tinggi akan diuji fungsi kognitif dengan tes MMSE ( Mini Mental State Examination). Data akan diuji dengan analisis bivariat menggunakan uji Chi Square di SPSS.

Berdasarkan data yang didapat pada penelitian ini terdapat responden lansia yang menderita hipertensi <5 tahun sebanyak 16 orang, di antaranya sebanyak 14 orang (87,5%) tidak mengalami gangguan fungsi kognitif dan 2 orang (12,5%) mengalami gangguan fungsi kognitif. Responden lansia yang menderita hipertensi selama atau lebih dari 5 tahun sebanyak 34 orang, di antaranya terdapat 15 orang (44,1%) yang tidak mengalami gangguan fungsi kognitif dan terdapat 19 orang (55,9%) yang mengalami penurunan fungsi kognitif. Berdasarkan analisis data dengan menggunakan uji chi square

didapatkan nilai p = 0,004 , maka dengan ini hasil dikatakan signifikan dan terdapat hubungan antara lamanya hipertensi dan gangguan fungsi kognitif pada lansia.

(7)

ABSTRACT

Recently, hypertension is the main cause of complication which can even lead to death. One of the most obvious impact and complication of hypertension is the degression of cognitive function.

This research aims to discover the correlation between the length of history as a hypertension patient and the degression of cognitive function of elderly in Posyandu Lansia Puskesmas Padang Bulan region. This research is done by cross sectional study method. The research sample is taken from the elderly in Posyandu Lansia Puskesmas Padang Bulan region by consecutive sampling. Respondent with history of high blood pressure will have their cognitive function tested by MMSE (Mini Mental State Examination). The data will be examined by bivariate analysis using Chi Square test in SPSS.

Based on data collected, there are 16 elderly respondents who have hypertension less than 5 years, 14 of them (87,5%) have no cognitive function degression, while 2 others (12,5%) do. In the other hand, there are 34 elderly respondents who have hypertension for five years and above. Fifteen of them (44,1 %) have no cognitive function degression, while the rest 19 person (55,9 %) do. Based on analysis data using Chi Square test, value of p = 0,004 is obtained, therefore the result of this research in considered as significant and it is proven that there is correlation between the length of history as a hypertension patient and the degression of cognitive function in elderly.

(8)

DAFTAR ISI 2.1.1 Definisi, Etiologi dan Klasifikasi……… 4

2.1.2 Patofisiologi………. 4

2.1.3 Faktor Resiko……… 5

2.1.4 Komplikasi……… 8

2.1.5 Sirkulasi Darah Otak……….. 9

2.1.6 Mekanisme Penurunan Fungsi Kognitif ... 11

2.2 Kognitif 2.2.1 Definisi Kognitif……….. 12

2.2.2 Aspek- Aspek Kognitif……… 12

2.2.3 Faktor yang berpengaruh pada Fungsi Kognitif…… 14

2.3 Lansia 2.3.1 Definisi Lansia ..……….. 17

2.3.2 Klasifikasi Lansia ……… 17

2.4 MMSE (Mini Mental Status Examination) 2.4.1 Tujuan……….. 17

2.4.2 Gambaran………. 18

2.4.3 Pelaksanaan……….. 19

2.4.4 Penggunaan Klinis……… 19

(9)

BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep ………... 21

3.2 Definisi Operasional……… 21

3.3 Hipotesis………. 22

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian……….. 23

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian……….. 23

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian……….. 23

4.4 Metode Pengumpulan Data………. 25

4.5 Metode Analisa Data……….. 25

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ………. 27

5.2 Karakteristik Subjek Penelitian ………... 27

5.3 Hasil Penelitian ………...…..…. 28

5.4 Pembahasan ………..………..………...… 30

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ………. 35

Saran ………... 35

DAFTAR PUSTAKA……….. 36

LAMPIRAN Daftar Riwayat Hidup Penulis ……… 40

Tabel skor MMSE ………..……….... 41

Analisis Data Statistik………. 42

Data Induk……….. 47

Surat Survey Awal Penelitian……….. 49

Surat Ethical Clearance……….... 50

Surat Izin Penelitian………. 51

(10)

DAFTAR SINGKATAN

AHA American Heart Association

CBF Cerebral blood flow

CPP Cerebral perfusion pressure

CVR Cerebral vascular resistance

HDL High density lipoprotein

IMT Indeks Massa Tubuh

LCS Liquid serebro spinal

MAP Mean arterial pressure

MMSE Mini Mental State Examination

NIH National Institutes for Health USA

Riskesdas RisetKesehatanDasar

SA Sinoatrium

SPSS Statistical Package for the Social Sciences

TIA Transient Ischaemic Attack

TPR Total peripheral resistance

WHO World Health Organization

(11)

Daftar Tabel

2.1 Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII ………... 4

5.1 Jadwal Posyandu Lansia Puskesmas Padang Bulan ………. 27

5.2 Distribusi Frekuensi mengenai Jenis Kelamin, Riwayat Pendidikan, Lama

Hipertensi, dan Hasil Tes MMSE pada lansia penderita hipertensi Puskesmas

Padang Bulan Tahun 2015………... 28

5.3 Hubungan lamanya hipertensi dengan Gangguan Fungsi Kognitif pada lansia di

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan suatu penyakit kronis yang sering disebut The Silent Killer karena biasanya pasien tidak mengetahui bahwa mereka menderita penyakit hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Selain itu penderita

hipertensi umumnya tidak merasakan adanya suatu tanda gejala pada tubuhnya

sebelum terjadi komplikasi yang lebih lanjut (Chobanian et al, 2004).

Gaya hidup masa kini yang semakin berkembang telah menyebabkan

meningkatnya angka kejadian hipertensi pada banyak orang. Diperkirakan sekitar

20% populasi orang dewasa menderita hipertensi, terutama pada orang dengan

usia lanjut lebih dari 60 tahun. Sekitar 50% dari orang berusia lanjut menderita

hipertensi.Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 1 miliar orang menderita

hipertensi yang memberikan kontribusi 7,1 juta kematian per tahun (Dreisbach,

2013).

Di Indonesia, menurut Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan RI

tahun 2007, diketahui prevalensi di Indonesia mencapai 31,7 % dari populasi pada

usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah tersebut 60% penderita hipertensi berakhir pada

stroke. Sedangkan sisanya pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Kemudian

pada tahun 2013 prevalensi hipertensi pada usia di atas 20 tahun mencapai 25,8%

(Riskesdas, 2013)

Salah satu komplikasi hipertensi di sistem saraf pusat selain stroke juga

dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif, salah satunya fungsi memori yang

bila dibiarkan secara kronis dapat menyebabkan demensia (Vascular Cognitive Impairment) (Sharp S,, 2011).

Beberapa studi menunjukkan bahwa hipertensi merupakan faktor risiko

independen terhadap gangguan fungsi kognisi, baik dengan maupun tanpa riwayat

(13)

menyatakan penurunan fungsi kognisi pada penderita hipertensi berupa atensi

sebesar 13%, fungsi eksekutif 36% dan penurunan memori sebesar 26% (Arntzen

et al, 2011). Pada penelitian yang lainnya, didapatkan hasil penurunan fungsi kognitif yang bermakna pada lansia penderita hipertensi yang lebih dari 5 tahun

dibanding yang baru saja didiagnosa menderita hipertensi (Taufik E, 2012)

Pendapat lain menyatakan pengaruh tekanan darah terhadap fungsi

kognitif adalah karena hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke, dan juga

dapat meningkatkan risiko penyakit Alzheimer mungkin melalui penyakit

pembuluh darah kecil, iskemi, stress oksidatif, dan inflamasi (Dai W, 2008).

Berdasarkan latar belakang di atas tentang tingginya risiko hipertensi dan

pengaruhnya terhadap penurunan fungsi kognitif, penulis ingin melakukan

penelitian mengenai kaitan lamanya hipertensi terhadap terjadinya penurunan

fungsi kognitif pada lansia yang menderita hipertensi di Posyandu Lansia

Puskesmas Padang Bulan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka penulis

merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Apakah ada hubungan lamanya

hipertensi terhadap gangguan fungsi kognitif pada lansia di Posyandu Lansia

Puskesmas Padang Bulan?”

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan lamanya

hipertensi terhadap terjadinya gangguan fungsi kognitif pada lansia.

(14)

1. Mengetahui lamanya riwayat hipertensi pada lansia hipertensi di posyandu

lansia Puskesmas Padang Bulan.

2. Menilai gangguan fungsi kognitif pada lansia di posyandu lansia Puskesmas

Padang Bulan.

3. Menganalisis hubungan lamanya hipertensi terhadap gangguan fungsi kognitif

pada lansia di posyandu lansia Puskesmas Padang Bulan.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan penjelasan mengenai hubungan

risiko hipertensi terhadap gangguan fungsi kognitif pada lansia sehingga

nantinya penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan dalam upaya

pencegahan penurunan fungsi kognitif pada lansia.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat untuk mengontrol tekanan

darahnya agar meminimalisir gangguan fungsi kognitif pada usia lanjut.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Menjadi bahan referensi untuk peneliti berikutnya untuk melakukan dan

memperdalam penelitian dalam bidang ini.

c. Bagi Penulis

Menambah wawasan penulis untuk mengetahui hubungan antara lamanya

(15)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Hipertensi

2.1.1 Definisi , Etiologi dan Klasifikasi

Definisi yang terkini dari hipertensi adalah tingkat tekanan darah sistolik

pada atau di atas 140 mmHg (18,7 kPa), atau tingkat tekanan darah diastolik pada

atau di atas 90 mmHg (12,0 kPa) (Brunner & Suddarth, 2001).

Hipertensi diklasifikasikan atas dua jenis, yaitu hipertensi primer

(esensial) (90-95%) dan hipertensi sekunder (5-10%). Hipertensi primer adalah

hipertensitanpa ditemukan adanya etiologi dari keadaan tersebut, sedangkan

hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit/keadaan

tertentu seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme primer (sindroma Conn),

sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal dan renovaskuler, serta akibat obat

(Bakri, 2008 dalam Hanifa 2009).

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII

Kategori Tekanan darah sistol Tekanan darah diastole

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi derajat 1 140-159 90-99

Hipertensi derajat 2 ≥160 ≥100

(Sumber L Kaplan N.M et al, 2002)

2.1.2 Patofisiologi

Menurut Corwin (2000) tekanan darah bergantung pada kecepatan denyut

jantung volume sekuncup atau curah jantung, heart ratedan total peripheral resistance (TPR).Kecepatan denyut jantung yang meningkat disebabkan oleh adanya rangsangan abnormal pada nodus sinoatrium (SA) oleh beberapa faktor

(16)

hipertiroidisme, karena adanya peningkatan kecepatan denyut biasanya akan

dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau TPR.

Peningkatan total peripheral resistance (TPR) yang berlangsung lama, terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormone pada arteriol, atau

responsivitas yang berlebihan dari arteriol terhadap rangsangan normal. Kedua hal

tersebut menyebabkan penyempitan pembuluh. Pada peningkatan TPR, jantung

harus memompa lebih kuat supaya menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk

mendorong darah melintasi pembuluh-pembuluh yang menyempit. Hal ini disebut

afterload yang biasanya berkaitan dengan tekanan diastolik. Apabila afterload

berlangsung lama, ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrofi

(membesar). Dengan hipertrofi kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin

meningkat sehingga harus memompa darah lebih keras lagi untuk memenuhi

kebutuhan tersebut. Serat-serat otot jantung juga mulai teregang melebihi panjang

normal yang akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume

sekuncup atau curah jantung (Basha, 2008 dalam Shakir Ariff 2012)

2.1.3 Faktor Risiko

Sampai saat ini penyebab hipertensi primer tidak diketahui dengan pasti.

Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini

disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan

oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat

tertentu, stres akut, kerusakanvaskuler dan lain-lain (Anggrainiet al, 2009). Berdasarkan dari faktor pemicunya, faktor resiko dibagi menjadi dua faktor, yaitu

faktor yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.

a. Faktor Genetik

Dari berbagai hasil penelitian menyebutkan bahwa orang yang mempunyai

riwayat atau silsilah dengan keluarga yang memiliki riwayat hipertensi ada

kecendrungan untuk dapat juga terjadi hipertensi (Sudarmoko, 2010). Hal ini

(17)

antara potasium terhadap sodium. Individu dengan orang tua dengan hipertensi

mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang

yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan

70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga

(Anggraini et al, 2009).

b. Usia

Kepekaan terhadap hipertensi akan meningkat seiring dengan bertambahnya

usia seseorang. Individual yang berumur diatas 60 tahun, sekitar 50-60%

mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal itu

merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya

(Susilo dan Wulandari, 2011).

c. Jenis Kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan wanita sama, hanya saja

wanita terlindungi dari penyakit kardiovaskular sebelum menopause. Wanita yang

belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang dapat

meningkatkan jumlah High Density Lipoprotein (HDL). Kadar HDL yang tinggi

mampu mencegah terjadinya arterosklerosis (Anggrainiet al, 2009). Namun dari hasil penelitian menyebutkan bahwa pria lebih mudah terserang hipertensi

dibandingkan dengan wanita, mungkin dikarenakan gaya hidup pria yang

kebanyakan lebih tidak terkontrol dibandingkan wanita, misalnya kebiasaan

merokok, bergadang, stres kerja, hingga pola makan yang tidak teratur

(Sudarmoko, 2010).

d. Etnis

Hipertensi banyak terjadi pada orang berkulit hitam daripada yang berkulit

putih. Belum diketahui secara pasti penyebabnya, namun pada orang berkulit

hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitivitas terhadap

(18)

e. Obesitas

Menurut National Institutes for Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan

darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas)

adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi

18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi

normal menurut standar internasional).

f. Asupan garam

Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di

dalam cairan ekstraseluler meningkat.Untuk menormalkannya cairan intraseluler

ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.Meningkatnya

volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah,

sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi (Anggraini et al, 2009).

g. Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor penyebab dan faktor resiko yang

dapat dimodifikasi untuk terjadinya hipertensi. Dalam penelitian kohort prospektif

oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital,

Massachussetts (2007) terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat

hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5%

subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih

dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8

tahun.Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada

kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari

(19)

g. Stres

Stres dapat meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah

jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Peningkatan simpatis

akan meningkatkan kerja jantung dan meningkatkan tekanan darah (Susilo dan

Wulandari, 2011).

h. Kafein

Konsumsi kafein dalam jumlah yang berlebihan juga dapat menjadi faktor

resiko terjadi hipertensi. Kafein dapat menimbulkan perangsangan saraf simpatis,

yang pada orang-orang tertentu dapat menimbulkan gejala jantung

berdebar-debar, sesak nafas dan lain-lain (Susilo dan Wulandari, 2011).

i. Kolesterol tinggi

Kandungan lemak yang berlebihan dalam darah dapat menyebabkan

penimbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah

akan menyempit dan akibatnya tekanan darah akan meningkat (Susilo dan

Wulandari).

2.1.4 Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata,

ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan

penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang

sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan pada miokard. Pada otak

sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang

dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses

tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic

Attack/TIA) dikarenakan menurunnya aliran ke pembuluh darah yang menyempit

(20)

Komplikasi hipertensi dapat bersifat akut maupun kronik. Komplikasi pada

otak yang bersifat akut biasanya karena kenaikan tekanan darah yang cepat dan

mendadak seperti ensefalopati hipertensi. Sedangkan komplikasi yang bersifat

kronik berupa kelainan-kelainan pembuluh darah otak berupa: 1)Nodular

atherosclerosis. 2) Charcot-Bouchard aneurysm. 3)Fibrinoid necrosis.

Hipertensi merupakan sebagai salah satu faktor risiko terpenting untuk

terjadinya atheroma di pembuluh darah otak. Faktor risiko lainnya adalah diabetes

mellitus, merokok, hiperkolesterolemia. Terjadinya atheroma pada pembuluh

darah di otak akan menimbulkan terjadinya penyakit pembuluh darah di otak

berupa stroke non haemoragik, dementia, dan penurunan fungsi kognitif

(Sugiyanto E, 2007).

2.1.5 Sirkulasi Darah Otak

Sistem serebrovaskular sangat penting bagi otak karena berfungsi

memberikan nutria yang berguna untuk kerja otak. Apabila aliran darah serebrum

terganggu beberapa detik saja maka akan terjadi disfungsi dari serebrum, yang

akan berlanjut menjadi iskemi. Kerusakan irreversible terjadi bila pasokan oksigen terhenti selama 4-6 menit.Aliran darah serebrum atau atau disingkat

menjadi CBF normal adalah sekitar 50 ml/100g jaringan otak per menit. Pada

keadaan istirahat otak menerima seperenam dari curah jantung , sedangkan 20%

oksigen yang beredar dalam tubuh bersirkulasi dalam otak . Apabila pembuluh

darah serebrum terhambat sirkulasi kolateral akan membantu mempertahankan

CBF ke daerah iskemik, bagian otak yang berdekatan dengan daerah yang

mendapat sirkulasi kolateral tersebut disebut penumbra iskemik. Cerebral perfusion pressure (CPP) merupakan suatu gradien tekanan yang menyebabkan darah serebral (CBF) dapat mengalir menuju otak, nilai CPP harus dipertahankan

dalam batas yang sempit karena perubahan tekanan sedikit saja akan dapat

menyebabkan jaringan otak menjadi iskemik, atau dapat juga menyebabkan

(21)

Pengaruh CPP terhadap CBF dapat dirumuskan sebagai berikut :

CBF = CPP/ CVR (resistensi serebrovaskuler)

Sedangkan CPP sendiri dipengaruhi oleh mean arterial pressure (MAP) dan

tekanan intra kranial (ICP) sehingga didapatkan :

CPP = MAP – ICP

MAP merupakan tekanan arteri rata-rata yang didapatkan dari tekanan sistol dan

diastol dengan rumus :

MAP = (2 diastol + 1 sistol) : 3

Dan tekanan intrakranial dipengaruhi oleh hukum Monroe Kelly yaitu

merupakan hasil penjumlahan dari volume LCS, dijumlah volume darah, dan

dijumlahkan dengan volume otak. Autoregulasi otak adalah kemampuan otak

normal mengendalikan volume aliran darahnya sendiri di bawah kondisi tekanan

darah arteri yang selalu berubah-ubah, yang dilakukan dengan cara mengubah

ukuran pembuluh-pembuluh darah di otak untuk mempertahankan tekanan aliran

darah ke otak dalam rentang fisiologis yaitu sekitar 60-160 mmHg. Yang pada

penderita hipertensi rentang ini dapat berubah menjadi 180-200 mmHg. Apabila

MAP turun mendadak hingga angka dibawah rentang fisiologis maka arteriol akan

berdilatasi sehingga menurunkan resistensi sehingga aliran darah ke otak tetap

konstan, dan sebaliknya bila MAP meningkat di atas batas fisiologis arteriol akan

berkonstriksi untuk mempertahankan aliran darah ke kapiler otak, walaupun

terjadi peningkatan dorongan darah arteri (Ropper, 2009)

Autoregulasi merupakan suatu proses penting yang menjaga sirkulasi pada

saat terjadinya kenaikan maupun penurunan mendadak tekanan arteri, yang

tentunya penting bagi sirkulasi kapiler otak, tanpa adanya sistem autoregulasi

maka otak akan rentan terjadi iskemik atau pada tekanan tinggi merusak kapiler

(22)

mmHg.Volume CBF dipengaruhi oleh volume dan kekentalan darah, tekanan

perfusi, dan tekanan intra kranial. Sehingga dari rumus yang telah disebutkan di

atas dapat menjelaskan efek peningkatan tekanan darah terhadap gangguan fungsi

pada otak (Price S, 2002 dalam Taufik 2012).

2.1.6 Mekanisme Penurunan Fungsi Kognitif Akibat Hipertensi

Hipertensi memberikan efek terhadap otak melalui banyak mekanisme yang

pada akhirnya memberikan efek terhadap penurunan fungsi kognitif. Beberapa

studi telah dilakukan dan didapatkan hasil bahwa hipertensi menyebabkan

penurunan cerebral blood flow (CBF) dan metabolisme otak (penggunaan glukosa

untuk menghasilkan energi) pada regio otak tertentu, seperti pada lobus frontal,

temporal, dan area subkortikal.Penurunan CBF ini ditemukan lebih besar efek

yang ditimbulkan pada pasien hipertensi tanpa terapi medikasi dibandingkan

dengan pasien yang mendapatkan terapi obat. Beberapa penelitian selanjutnya

juga menunjukkan bahwa pada subjek penderita hipertensi memiliki respon yang

lebih buruk pada fungsi memorinya dibandingkan dengan yang memiliki tekanan

darah normal ( Kalariaet al, 2002). Penemuan ini menunjukkan bahwa CBF memiliki peranan penting pada fungsi memori dan juga pada fungsi kognitif yang

lain. Transmisi neurokimiawi pada otak dan pada fungsi basal sel juga terkena

efek akibat dari hipertensi, selain itu berbagai macam karakteristik neurofisiologis

hipertensi juga dapat memberikan andil terhadap gangguan fungsi kognitif.

Beberapa karakteristik ini juga dapat menyebabkan perubahan patologis pada

anatomi otak setelah melalui beberapa tahun (Kalaria et al, 2002)

Pembuluh darah besar yang memberikan suplainya ke otak (arteri carotis)

serta pembuluh darah besar dan pembuluh darah kecil yang berada didalam otak

juga terkena imbas dari hipertensi. Hipertensi menyebabkan kerusakan pada

endotel dari arteri serebral. Kerusakan ini dapat menimbulkan gangguan pada

blood brain barrier,sehingga substansi toksik dapat dengan mudah masuk menuju

ke otak. Selain itu kerusakan pembuluh darah menurunkan suplai darah ke otak,

(23)

ini menyebabkan kerusakan pada substansia alba yang berperan dalam transmisi

pesan dari satu regio otak menuju yang lainnya, selain itu juga menyebabkan mini

stroke atau sering disebut silent infarction karena simptom yang muncul tidak

terlihat dengan jelas. Pada penderita hipertensi yang mengkonsumsi obat

ditemukan kerusakan pada substansia alba tidak sehebat pada penderita tanpa

mengkonsumsi obat anti hipertensi, dan juga pada penderita yang tekanan

darahnya tidak terkontrol terlihat kerusakan yang ekstensif. Pada tahap akhir

penderita hipertensi ditemukan bahwa terjadi atropi atau penyusutan pada massa

otaknya. Berbagai gangguan inilah yang secara bertahap menimbulkan vascular disease pada otak yang pada tahap akhir menimbulkan stroke ataupun demensia vaskuler (Kalaria et al, 2002)

Pada beberapa studi juga telah memeriksa mekanisme hubungan aliran

darah otak yang telah dijelaskan di atas dengan kaitannya terhadap performa

kognitif. Pada salah satu studi menunjukkan bahwa pada penderita hipertensi yang

mengalami kerusakan substansia alba menunjukkan hasil kognitif yang lebih

buruk dibandingkan dengan subjek yang memiliki tensi normal dan kerusakan

substansia alba yang minimal ( Scimdt R, 1993 dalam Taufik 2012).

2.2 Kognitif

2.2.1 Definisi Kognitif

Kognitif merupakan suatu proses pekerjaan pikiran yang dengannya kita

menjadi waspada akan objek pikiran atau persepsi, mencakup semua aspek

pengamatan, pemikiran dan ingatan (Dorland, 2002).

2.2.2 Aspek-Aspek Kognitif

Fungsi kognitif seseorang meliputi berbagai fungsi berikut, antara lain :

1. Orientasi

Orientasi dinilai dengan pengacuan pada personal, tempat dan waktu.

(24)

ditanya) menunjukkan informasi yang “overlearned”. Kegagalan dalam

menyebutkan namanya sendiri sering merefleksikan negatifism, distraksi,

gangguan pendengaran atau gangguan penerimaan bahasa.

Orientasi tempat dinilai dengan menanyakan Negara, provinsi, kota, gedung

dan lokasi dalam gedung. Sedangkan orientasi waktu dinilai dengan menanyakan

tahun, musim, bulan, hari dan tanggal.Karena perubahan waktu lebih sering

daripada tempat, maka waktu dijadikan indeks yang paling sensitif untuk

disorientasi.

2. Bahasa

Fungsi bahasa merupakan kemampuan yang meliputi 4 parameter, yaitu :a)

Kelancaran, merujuk pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat dengan

panjang, ritme dan melodi yang normal. Suatu metode yang dapat membantu

menilai kelancaran pasien adalah dengan meminta pasien menulis atau berbicara

secara spontan. b) Pemahaman, merujuk pada kemampuan untuk memahami suatu

perkataan atau perintah, dibuktikan dengan mampunya seseorang untuk

melakukan perintah tersebut. c) Pengulangan, adalah kemampuan seseorang untuk

mengulangi suatu pernyataan atau kalimat yang diucapkan seseorang. d) Naming, merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai suatu objek beserta

bagian-bagiannya.

3. Atensi

Atensi merujuk pada kemampuan seseorang untuk merespon stimulus

spesifik dengan mengabaikan stimulus yang lain di luar lingkungannya. Fungsi

Atensi memiliki dua aspek, yaitu : a) Mengingat segera, aspek ini merujuk pada

kemampuan seseorang untuk mengingat sejumlah informasi selama <30 detik dan

mampu untuk mengeluarkannya kembali. b) Konsentrasi, aspek ini merujuk pada

sejauh mana kemampuan seseorang untuk memusatkan perhatiannya pada satu

(25)

7 secara berturut-turut dimulai dari angka 100 atau memintanya mengeja kata

secara terbalik.

4. Memori

a. Memori verbal, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat kembali

informasi yang diperolehnya. Memori verbal terbagi menjadi memori baru dan

memori baru. Memori baru adalah kemampuan seseorang untuk mengingat

informasi yang diperolehnya pada beberapa menit atau beberapa hari yang lalu.

Memori lama adalah kemampuan seseorang untuk mengingat informasi yang

diperolehnya pada beberapa minggu atau bertahun-tahun lalu.

b. Memori visual, yaitu kemampuan untuk mengingat kembali informasi

berupa gambar.

5. Fungsi konstruksi

Kemampuan seseorang untuk membangun dengan sempurna.Fungsi ini

dinilai dengan meminta orang tersebut untuk menyalin gambar, memanipulasi

balok atau membangun kembali suatu bangunan balok yang telah dirusak

sebelumnya.

6. Kalkulasi

Mengacu kepada kemampuan untuk menghitung angka

7. Penalaran

Kemampuan seseorang untuk membedakan baik buruknya suatu hal, serta

berpikir abstrak (Goldman, 2000 dalam Dayamaes 2013)

2.2.3 Faktor yang berpengaruh pada fungsi kognitif

Ada beberapa faktor penting yang memiliki efek penting terhadap fungsi

kognitif seperti usia, gangguan perfusi darah otak, stress, ansietas, latihan memori,

(26)

a. Usia

Semakin tua usia seseorang maka secara alamiah akan terjadi apoptosis pada

sel neuron yang berakibat terjadinya atropi pada otak yang dimulai dari atropi

korteks, atropi sentral, hiperintensitas substantia alba dan paraventrikuler. Yang

mengakibatkan penurunan fungsi kognitif pada seseorang, kerusakan sel neuron

ini diakibatkan oleh radikal bebas, penurunan distribusi energi dan nutrisi

otak(Carayannis G, 2001).

b. Stress, Depresi, Ansietas

Depresi, stress dan ansietas akan menyebabkan penurunan kecepatan aliran

darah dan stress memicu pelepasan hormon glukokortikoid yang dapat

menurunkan fungsi kognitif (Parkin A, 1999 dalam Taufik 2012)

c. Perfusi darah otak

Otak merupakan organ manusia yang hanya memiliki berat 2% dari tubuh

namun menggunakan konsumsi oksigen 20% dari O2 total (45 mL O2/min), dan

juga menggunakan konsumsi glukosa 25% dari glokosa tubuh, karena otak tidak

memiliki cadangan glukosa. Aliran darah otak berkisar 50-60 ml/100g/menit

dengan CBF istirahat 800 mL/min yang kira-kira 15% dari cardiac output. Otak tidak memiliki cadangan glukosa dan oksigen sehingga bila terjadi gangguan

perfusi otak akan didapatkan gangguan pada sel neuron, makin lama gangguan

perfusi darah ke hippokampus akan semakin berat derajat gangguan kognitif, yang

dibuktikan oleh penelitian De Jong, dkk yang meligasi arteri carotis tikus wistar

setelah 1 bulan didapatkan penurunan fungsi kognitif (De Jong G, 1999).

d. Lingkungan

Pada orang yang tinggal di daerah maju dengan sistem pendidikan yang

cukup maka akan memiliki fungsi kognitif yang lebih baik dibandingkan pada

(27)

didapat maka akan semakin berkembang pula kemampuan otak seseorang

ditunjukkan pada penelitian pada tikus yang berada pada lingkungan yang sering

diberikan rangsang memiliki kadar asetilkolin lebih tinggi dari kelompok kontrol

(Wood E, 2000 )

e. Infeksi dan penyakit sistemik

Penyakit sistemik seperti atherosklerosis, hipertensi, dislipidemia, obesitas,

rokok akan menghambat aliran darah otak sehingga terjadi gangguan suplai nutrisi

bagi otak yang berakibat pada penurunan fungsi kognitif. Selain itu infeksi akan

merusak sel neuron yang menyebabkan kematian sel otak (Stinga E, 2000)

f. Latihan memori

Semakin sering seseorang menggunakan atau melatih memorinya maka

sinaps antar neuron akan semakin banyak terbentuk sehingga kapasitas memori

seseorang akan bertambah, berdasar penelitian Vancocellos pada tikus yang diberi

latihan berenang selama 1 jam perhari selama 9 minggu terbukti memiliki fungsi

memori jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik daripada kelompok

control (Vasconcellos A, 2003 dalam Taufik)

g. Intoksikasi obat

Beberapa zat seperti toluene, alkohol, bersifat toksik bagi sel neuron, selain

itu defisiensi vitamin B kompleks terbukti menyebabkan penurunan fungsi

kognitif seseorang, obat golongan benzodiazepin, statin juga memiliki efek

(28)

2.3 Lansia

2.3.1 Definisi lansia

Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia

menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.

Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia, ada tiga aspek yang perlu

dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN

1998 dalam Zulsita). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang

mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan

menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit

yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan

dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.

2.3.2 Klasifikasi lansia

WHO dalam menkes RI mempunyai batasan usia lanjut sebagai

berikut:middle / young elderly usia antara 45-59 tahun, elderly usia antara 60-74

tahun, old usia antara 75-90 tahun dan dikatakan very old berusia di atas 90 tahun.

Pada saat ini, ilmuwan sosial yang mengkhususkan diri mempelajari

penuaan merujuk kepada kelompok lansia : “lansia muda” (young old), “lansia

tua” (old old). Dan “lansia tertua” (oldest old). Secara kronologis, young old

secara umum dinisbahkan kepada usia antara 65 sampai 74 tahun, yang biasanya

aktif, vital dan bugar. Old-old berusia antara 75 sampai 84 tahun, dan oldest old

berusia 85 tahun ke atas (Papalia, Olds & Feldman, 2005 dalam Zulsita 2010).

2.4 MMSE (Mini Mental State Examination)

2.4.1. Tujuan

MMSE awalnya dirancang sebagai media pemeriksaan status mental singkat

serta terstandardisasi yang memungkinkan untuk membedakan antara gangguan

(29)

penggunaan tes ini selama bertahun-tahun, kegunaan utama MMSE berubah

menjadi suatu media untuk mendeteksi dan mengikuti perkembangan gangguan

kognitif yang berkaitan dengan kelainan neurodegeneratif, misalnya penyakit

Alzheimer (Lezak, 2004)

2.4.2. Gambaran

MMSE merupakan suatu skala terstruktur yang terdiri dari 30 poin yang

dikelompokkan menjadi 7 kategori : orientasi terhadap tempat (negara, provinsi,

kota, gedung dan lantai), orientasi terhadap waktu (tahun, musim, bulan, hari dan

tanggal), registrasi (mengulang dengan cepat 3 kata), atensi dan konsentrasi

(secara berurutan mengurangi 7, dimulai dari angka 100, atau mengeja kata

WAHYU secara terbalik), mengingat kembali (mengingat kembali 3 kata yang

telah diulang sebelumnya), bahasa (memberi nama 2 benda, mengulang kalimat,

membaca dengan keras dan memahami suatu kalimat, menulis kalimat dan

mengikuti perintah 3 langkah), dan kontruksi visual (menyalin gambar). Skor

MMSE diberikan berdasarkan jumlah item yang benar sempurna; skor yang

makin rendah mengindikasikan performance yang buruk dan gangguan kognitif

yang makin parah. Skor total berkisar antara 0-30 (performance sempurna). Skor

ambang MMSE yang pertama kali direkomendasikan adalah 23 atau 24, memiliki

sensitivitas dan spesifisitas yang baik untuk mendeteksi demensia; bagaimanapun,

beberapa studi sekarang ini menyatakan bahwa skor ini terlalu rendah, terutama

terhadap seseorang dengan status pendidikan tinggi. Studi-studi ini menunjukkan

bahwa demensia dapat didiagnosis dengan keakuratan baik pada beberapa orang

dengan skor MMSE antara 24-27.Gambaran ini terfokus pada keakuratan dalam

populasi. Untuk tujuan klinis, bahkan skor 27 tidak sensitif untuk mendeteksi

demensia pada orang dengan status pendidikan tinggi, dimana skor ambang 24

(30)

2.4.3. Pelaksanaan

MMSE dapat dilaksanakan selama kurang lebih 5-10 menit.Tes ini

dirancang agar dapat dilaksanakan dengan mudah oleh semua profesi kesehatan

atau tenaga terlatih manapun yang telah menerima instruksi untuk

penggunaannya.

2.4.4. Penggunaan Klinis

MMSE merupakan pemeriksaan status mental singkat dan mudah

diaplikasikan yang telah dibuktikan sebagai instrumen yang dapat dipercaya serta

valid untuk mendeteksi dan mengikuti perkembangan gangguan kognitif yang

berkaitan dengan penyakit neurodegeneratif.Hasilnya, MMSE menjadi suatu

metode pemeriksaan status mental yang digunakan paling banyak di dunia. Tes ini

telah diterjemahkan ke beberapa bahasa dan telah digunakan sebagai instrumen

skrining kognitif primer pada beberapa studi epidemiologi skala besar demensia..

Data psikometri luas MMSE menunjukkkan bahwa tes ini memiliki tes

retest dan reliabilitas serta validitas sangat baik berdasarkan diagnosis klinis

independen demensia dan penyakit Alzheimer. Karena performance pada MMSE dapat dibiaskan oleh pengaruh status pendidikan rendah pada pasien yang sehat,

beberapa pemeriksa merekomendasikan untuk menggunakan ambang skor

berdasarkan umur dan status pendidikan untuk mendeteksi demensia. Kelemahan

terbesar MMSE yang banyak disebutkan ialah batasannya atau

ketidakmampuannya untuk menilai beberapa kemampuan kognitif yang terganggu

di awal penyakit Alzheimer atau gangguan demensia lain (misalnya terbatasnya

item verbal dan memori dan tidak adanya penyelesaian masalah atau judgment),

MMSE juga relatif tidak sensitif terhadap penurunan kognitif yang sangat ringan

(terutama pada individual dengan status pendidikan tinggi). Walaupun batasan-

batasan ini mengurangi manfaat MMSE, tes ini tetap menjadi instrumen yang

sangat berharga untuk penilaian penurunan kognitif (Rush, 2000 dalam Dayamaes

(31)

2.4.5 Interpretasi MMSE

Interpretasi MMSE didasarkan pada skor yang diperoleh pada saat

pemeriksaan : 1. Skor 24-30 diinterpretasikan sebagai fungsi kognitif normal 2.

Skor 17-23 berarti probable gangguan kognitif 3.Skor 0-16 berarti definite

gangguan kognitif. Pada penelitian ini penulis mengambil kategori kognitif

(32)

BAB 3

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

(33)

jangka

Terdapat adanya hubungan antara lamanya hipertensi dan gangguan fungsi kognitif

(34)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik untuk mengetahui

hubungan antara lamanya hipertensi dengan gangguan fungsi kognitif pada Lansia

di Posyandu Lansia Wilayah Padang Bulan tahun 2015. Desain penelitian yang

digunakan adalah studi cross sectional.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Posyandu Lansia Puskesmas Padang

Bulan.Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan bahwa

Posyandu Lansia Puskesmas Padang Bulan aktif dilaksanakan setiap bulannya dan

belum dilakukan penelitian sebelumnya mengenai judul penelitian ini.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu mulai bulan September

2015 sampai dengan bulan Oktober 2015.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Penelitan

Populasi pada penelitian adalah pasien Lansia di Posyandu Lansia Wilayah

(35)

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah penderita hipertensi yang bekunjung ke Posyandu Lansia

Wilayah Puskesmas Padang Bulan yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak

termasuk dalam kriteria ekslusi. Pengambilan sampel dengan metode consecutive sampling.

4.3.2.1 Kriteria Inklusi

- Pria dan wanita

- Usia ≥ 60 tahun

- Menderita hipertensi atau memiliki riwayat hipertensi

- Pendidikan minimal sekolah dasar atau setingkat

4.3.2.2 Kriteria Ekslusi

- Pasien menolak untuk diikutsertakan dalam penelitian

- Pasien dengan data pendukung tidak lengkap

- Pasien tidak dapat menyelesaikan tes MMSE

- Pasien dengan gangguan psikiatri, retardasi mental, stroke, riwayat tumor

otak, dislipidemia, diabetes mellitus, riwayat infeksi susunan saraf pusat,

epilepsi, pemakaian obat penenang, dan penyakit yang berkaitan dengan

sistem saraf pusat lainnya.

4.3.3 Besar Sampel

Sesuai dengan jenis penelitian dengan sampel proporsi tunggal. Maka

digunakan rumus sampel sebagai berikut :

𝑛 = (𝑍𝛼)

2 × 𝑃 × 𝑄

𝑑2

n : Jumlah sampel

(36)

P : Perkiraan proporsi kejadian pada sampel 50%

Q : 1-P = 0,5

D : ketepatan relatif 0,1

Dengan perhitungan rumus sampel di atas, diperlukan besar sampel untuk

kelompok Lansia penderita hipertensi sebanyak 49 orang.

4.4 Metode Pengumpulan Data

1. Penderita hipertensi yang berkunjung ke Posyandu Lansia di Wilayah

Puskesmas Padang Bulan yang memenuhi kriteria inklusi serta bersedia

dijadikan sampel penelitian maka akan dilakukan anamnesis dan pemeriksaan

hipertensi oleh peneliti.

2. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan oleh peneliti menggunakan tensimeter

air raksa.

3. Lansia yang menderita hipertensi dikelompokkan menjadi penderita hipertensi

≥ 5 tahun atau penderita hipertensi <5 tahun.

3. Pemeriksaan fungsi kognitif dengan Mini Mental State Examination oleh peneliti.

4.5 Metode Analisa Data

1. Sebelum dianalisis, data diedit, dikoding, ditabulasi dan dientri ke dalam

komputer.

2. Data dengan skala kategorial seperti jenis kelamin, karakteristik subyek

penelitian, riwayat penyakit, dan sebagainya dideskripsikan sebagai distribusi

frekuensi dan presentase. Variabel yang berskala kontinyu seperti umur,

(37)

3. Untuk menguji hubungan derajat hipertensi dengan fungsi kognitif yang

diperiksa dengan tes MMSE dilakukan uji Chi Square.

(38)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Tempat Penelitian adalah Puskesmas Padang Bulan yang terletak di jalan

Letjen Jamin Ginting Kompleks Pamen Padang Bulan. Wilayah kerja Puskesmas

Padang Bulan mencakup 6 kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Baru dengan

luas 527 hektar. Puskesmas Padang Bulan memiliki program Posyandu Lansia

yang rutin dilaksanakan setiap bulannya dengan jadwal sebagai berikut :

Tabel 5.1 Jadwal Posyandu Lansia Puskesmas Padang Bulan Tahun 2015

No. Kelurahan Posyandu Alamat Jadwal

1. Padang Bulan Anggrek I Gg. Dipanegara Selasa Minggu I

2. T. Rantai Seroja I Kantor Camat Kamis Minggu III

Seroja II Kantor Lurah Rabu Minggu III

3. Merdeka Kenanga Gg. Aman Selasa Minggu II

4. Darat Cempaka Gg. H. Arif Jumat Minggu III

5. Petisah Hulu Mawar Lr. Baru Rabu Minggu II

6. Babura Melati Sei Bahorok Senin Minggu IV

5.2 Karateristik Subjek Penelitian

Penelitian ini diambil dari subjek sebanyak 50 orang yang berada di wilayah

Puskesmas Padang Bulan. Subjek penelitian adalah lansia yang berusia di atas 60

tahun yang memiliki riwayat menderita hipertensi. Pemeriksaan tekanan darah

dan tes MMSE dilakukan terhadap subjek penelitian guna mendapatkan data

untuk hasil penelitian. Subjek penelitian diambil dari posyandu lansia yang

(39)

5.3 Hasil Penelitian

5.3.1 Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk menganalisis data yang telah

dikumpulkan secara deskriptif dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi mengenai Jenis Kelamin, Riwayat Pendidikan, Lama Hipertensi, dan Hasil Tes MMSE pada Lansia Penderita Hipertensi Puskesmas Padang Bulan Tahun 2015

Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Proporsi

1 Perempuan 28 56,0

2 Laki-laki 22 44,0

Riwayat Pendidikan

No. Riwayat Pendidikan Jumlah Proporsi

1 SD 10 20,0

2 SMP 7 14,0

3 SMA 16 32,0

4 Sarjana 17 34,0

Lama Hipertensi

No Lama Hipertensi Jumlah Proporsi

1 <5 Tahun 16 32,0

Berdasarkan Tabel 5.2 mengenai distribusi frekuensi berdasarkan jenis

kelamin responden lansiadi Posyandu Lansia Wilayah Puskesmas Padang Bulan,

(40)

perempuan sebanyak 28 orang (56%) dan laki-laki sebanyak 22 orang (44%).

Diketahui bahwa mayoritas responden penelitian berjenis kelamin perempuan

lebih banyak dibandingkan laki-laki.

BerdasarkanDistribusi frekuensi mengenai riwayat pendidikanresponden

lansiadi Posyandu Lansia Wilayah Puskesmas Padang Bulan dapat dilihat bahwa

lansia penderita hipertensi yang memiliki riwayat pendidikan terakhir SD

sebanyak 10 orang (20%), lansia penderita hipertensi yang memiliki riwayat

pendidikan SMP sebanyak 7 orang (14%), lansia penderita hipertensi yang

memiliki riwayat pendidikan SMA sebanyak 16 orang (32%), dan lansia penderita

hipertensi yang memiliki riwayat pendidikan Sarjana sebanyak 17 orang (34%).

Distribusi frekuensi mengenai lamanya riwayat hipertensi dapat dilihat

bahwa responden lansiadi Posyandu Lansia Wilayah Puskesmas Padang Bulan

yang menderita hipertensi kurang dari 5 tahun sebanyak 16 orang (32 %) dan

lansia yang menderita hipertensi selama 5 tahun atau lebih sebanyak 34 orang

(68%).

Berdasarkan distribusi frekuensi mengenai hasil tes MMSE dapat dilihat

bahwa berdasarkan dari hasil tes MMSE, responden lansiadi Posyandu Lansia

Wilayah Puskesmas Padang Bulan penderita hipertensi yang mengalami gangguan

fungsi kognitif sebanyak 21 orang (42%) dan lansia penderita hipertensi yang

tidak mengalami penurunan fungsi kognitif sebanyak 29 orang (58 %).

5.3.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan antara

lamanya hipertensi dengan terjadinya gangguan fungsi kognitif pada responden

lansiadi Posyandu Lansia Wilayah Puskesmas Padang Bulan.

(41)

No

penurunan fungsi kognitif. Lansia dengan kategori yang menderita hipertensi

selama atau lebih dari 5 tahun sebanyak 34 orang, di antaranya terdapat 15 orang

(44,1%) yang tidak mengalami penurunan fungsi kognitif dan terdapat 19 orang

(55,9%) yang mengalami penurunan fungsi kognitif. Perhatikan bahwa karena

nilai probabilitas, yakni 0,004 lebih kecil dibandingkan 𝛼= 0,05 . Maka penelitian bisa dikatakan signifikan secara statistik.

5.4 Pembahasan

5.4.1 Analisis Data Univariat Distribusi Frekuensi berdasarkan jenis kelamin pada Lansia di Posyandu Lansia Puskesmas Padang Bulan

Pada penelitian ini didapati lansia yang menderita hipertensi yang berjenis

kelamin perempuan sebanyak 28 orang (56%) dan laki-laki sebanyak 22 orang

(44%). Hal ini tidak sesuai dengan faktor risiko yang dijelaskan bahwa jenis

kelamin laki-laki berpengaruh lebih besar dengan angka kejadian terjadinya

hipertensi dibandingkan jenis kelamin perempuan. Hal ini mungkin dikarenakan

jumlah mayoritas pasien perempuan di Posyandu Lansia Wilayah Padang Bulan

lebih banyak dibanding laki-laki. Hal ini sesuai dengan data yang didapat dari

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara mengenai jumlah pendudukan berdasarkan

(42)

penduduk dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 184.592 orang, sementara

penduduk dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 174.601 orang dari total

359.193. Penduduk pada kelompok usia lebih dari 65 tahun dengan jenis kelamin

perempuan berjumlah 310.752, sementara jumlah penduduk laki-laki sebanyak

230.265 orang dari total 541.017.

5.4.2 Analisis Data Univariat Distribusi Frekuensi berdasarkan Lama Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Puskesmas Padang Bulan

Pada penelitian ini, responden yang memiliki riwayat hipertensi dibagi

menjadi dua kelompok berdasarkan lamanya responden menderita hipertensi. Dari

hasil penelitian didapati bahwa responden lansia yang memiliki riwayat hipertensi

lebih dari lima tahun sebanyak 34 orang (68%) dan responden lansia yang

memiliki riwayat hipertensi kurang dari lima tahun atau dengan kata lain belum

lama menderita hipertensi adalah sebanyak 16 orang (32%). Hal ini mungkin

dikarenakan pada umumnya usia lanjut memiliki kecenderungan memiliki tekanan

darah lebih tinggi dibandingkan pada saat usia muda. Sesuai dengan literatur yang

ditulis oleh Susilo dan Wulandari pada tahun 2011 bahwa secara fisiologis, usia

yang semakin bertambah meningkatkan risiko seseorang menderita hipertensi.

Sekitar 50-60% individu pada usia di atas 60 tahun memiliki tekanan darah lebih

besar atau sama dengan 140/90. Hal ini dikarenakan pada pertambahan usia

terjadi degenerasi pada tubuh. Berdasarkan hal ini, mungkin saja ini dapat

menjelaskan kenapa jumlah lansia yang memiliki riwayat hipertensi di atas lima

tahun lebih banyak dibandingkan dengan yang baru saja menderita hipertensi

kurang dari lima tahun ini.

5.4.3 Analisis Data Univariat berdasarkan Hasil Tes MMSE pada Lansia di Posyandu Lansia Puskesmas Padang Bulan

Pada penelitian ini, berdasarkan dari hasil tes MMSE, lansia penderita

hipertensi yang mengalami penurunan fungsi kognitif sebanyak 21 orang (42%)

dan lansia penderita hipertensi yang tidak mengalami penurunan fungsi kognitif

(43)

interpretasi memiliki kognitif normal lebih banyak dibanding dengan lansia

dengan hasil skor MMSE yang menunjukkan terjadi gangguan fungsi kognitif.

Hal ini mungkin saja dipengaruhi oleh tingkat pendidikan oleh para responden

yang sudah dijelaskan di analisis data mengenai tingkat pendidikan responden

yang lebih banyak di tingkat sarjana, sehingga individu dengan tingkat pendidikan

tinggi cenderung memiliki pengetahuan yang lebih luas, salah satunya mungkin

saja tentang bahaya hipertensi sehingga mereka lebih menjaga pola dan gaya

hidup.

Pada penelitian lain yang pernah dilakukan Wood E. pada tahun 2000

menyatakan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi fungsi kognitif adalah

lingkungan yang salah satunya adalah pendidikan. Pada orang dengan pendidikan

yang baik akan memiliki fungsi kognitif yang lebih baik, hal ini disebabkan

karena rangsangan stimulus yang semakin kompleks akan merangsang

peningkatan kadar asetilkolin yang melindungi otak dari terjadinya gangguan

fungsi kognitif.

5.4.4 Analisis Data Bivariat mengenai Hubungan Lamanya Hipertensi dengan Penurunan Fungsi Kognitif pada Lansia di Posyandu Lansia Puskesmas Padang Bulan

Pada penelitian ini telah didapatkan data mengenai riwayat hipertensi dan

hasil skor MMSE yang diambil dari responden di Posyandu Lansia wilayah

Puskesmas Padang Bulan. Lansia yang menderita hipertensi selama <5 tahun

sebanyak 16 orang, di antaranya 14 orang (87,5%) tidak mengalami penurunan

fungsi kognitif dan 2 orang (12,5%) mengalami penurunan fungsi kognitif.

Lansia dengan kategori yang menderita hipertensi selama atau lebih dari 5 tahun

sebanyak 34 orang, di antaranya terdapat 15 orang (44,1%) yang tidak mengalami

penurunan fungsi kognitif dan terdapat 19 orang (55,9%) yang mengalami

penurunan fungsi kognitif.

Berdasarkan hasil data yang didapat, dilakukan uji chi square di SPSS, kemudian diperoleh nilai probabilitas 0,004. Dari hasil uji ini, didapati bahwa

(44)

ditolak dan 𝐻1 diterima. Hal ini menunjukkan hasil yang signifikan sehingga bisa

dikatakan bahwa ada kaitan antara riwayat lamanya hipertensi dengan terjadinya

penurunan fungsi kognitif yang diuji di Posyandu Lansia wilayah Puskesmas

Padang Bulan.

Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh

Kasmianto Abadi dkk dari Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara

Jakarta. Dengan 32 responden yang berusia rata-rata 61 tahun. 21 responden

(65,6%) memiliki riwayat hipertensi, dan 21 orang lainnya (65,6%) menderita

MCI (Mild Cognitive Impairment). Mild Cognitive Impairment didapati pada sebanyak 17 orang (81%) dari jumlah 21 orang pada kelompok yang memiliki

riwayat hipertensi, dan 4 orang (36%) menderita MCI pada kelompok responden

dengan tekanan darah normal. Dari penelitian ini didapati bahwa adanya riwayat

hipertensi berdampak signifikan terhadap risiko terjadinya MCI pada responden

yang tidak lain adalah para lansia dengan usia rata-rata 61 tahun. Risiko pada

individu yang lebih tua yang didiagnosa hipertensi dan memiliki MCI adalah 2,2

dibandingkan dengan individu yang memiliki tekanan darah normal (p value = 0,01).

Pada penelitian lain mengenai hubungan hipertensi dengan fungsi kognitif

yang dilakukan oleh Shilpa Gaidhane et al , Menurut Shilpa Gaidhane et al

Hipertensi esensial bisa dipertimbangkan menjadi salah satu faktor risiko

independen terhadap terjadinya gangguan fungsi kognitif yang dapat mengarah ke

demensia dan stroke pada usia lebih dari 60 tahun. Hal ini dibuktikan dengan

penelitian yang dilakukan dengan desain cross sectional yang melibatkan 62 orang penderita hipertensi, 21 orang dengan normotensi, dan 41 orang dengan

prehipertensi sebagai perbandingan. Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan

uji hasil yang cukup signifikan mengenai terjadinya gangguan fungsi kognitif

pada kelompok hipertensi yang dibandingkan dengan kelompok normotensi

dengan nilai p <0,001 .Hal ini membuktikan kaitan adanya pengaruh tekanan

darah tinggi terhadap terjadinya gangguan fungsi kognitif.

Penelitian lain yang juga menunjukkan hasil yang sesuai adalah penelitian

(45)

dilakukan secara studi longitudinal dengan follow up selama 6 tahun. Responden

penelitian memiliki rentang usia 47-70 tahun dengan jumlah sampel sebanyak

10.963 orang. Hasil penelitian dengan nilai p < 0,001 menunjukkan hasil yang

signifikan dan adanya hubungan antara hipertensi dan gangguan fungsi kognitif.

Penelitian ini tidak sesuai dengan beberapa penelitian lain yang

menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara hipertensi dan terjadinya

gangguan fungsi kognitif pada lansia, salah satunya adalah penelitan yang

dilakukan oleh Scherr pada tahun 1991. Penelitian Scherr dilakukan terhadap

responden dengan usia di atas 65 tahun dan sampel sebanyak 3.809 orang ,

didapati nilai p > 0,05 dan menunjukkan tidak adanya kaitan mengenai hipertensi

dan gangguan fungsi kognitif.

Penelitian lain yang tidak sesuai adalah penelitian yang pernah dilakukan

oleh Glynn pada tahun 1999. Penelitian Glynn dilakukan secara studi longitudinal

yang dilakukan follow up selama 6 tahun. Penelitian ini dilakukan pada responden dengan rentang usia 65- 102 tahun dengan jumlah sampel sebanyak 2.068 orang.

Hasil penelitian ini memiliki nilai p >0,005 sehingga menunjukkan tidak ada

(46)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Responden penelitian di Posyandu Lansia Wilayah Puskesmas Padang Bulan

sebagian besar berjenis kelamin perempuan.

2. Jumlah responden lansia di Posyandu Lansia Wilayah Padang Bulan yang

memiliki riwayat hipertensi lebih dari lima tahun lebih banyak dibanding yang

menderita hipertensi kurang dari lima tahun.

3. Terdapat adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara lamanya

riwayat hipertensi dengan terjadinya penurunan fungsi kognitif pada lansia di

Posyandu Lansia Wilayah Padang Bulan.

Saran

1. Bagi para lansia yang memiliki riwayat tekanan darah tinggi hendaknya tetap

mengontrol tekanan darahnya agar stabil dengan cara mengubah pola gaya

hidup dan mengkonsumsi obat hipertensi yang diberikan dokter secara teratur

agar tekanan darah tetap terkontrol dengan baik. Hal ini karena berdasarkan

penelitian bahwa ada kaitannya riwayat menderita hipertensi dengan

terjadinya penurunan fungsi kognitif pada lansia di Posyandu Lansia Wilayah

Puskesmas Padang Bulan.

2. Bagi para pembaca yang tidak atau belum memiliki riwayat hipertensi

hendaknya tetap menjaga pola gaya hidup agar tidak menderita hipertensi dan

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Abadi, K., Wijayanti, D., Gunawan, E.A., Rumawas, M.E., Strisna, B. 2013.

Hipertensi dan Risiko Mild Cognitive Impairment pada Usia Lanjut.

Artikel Penelitian. Jakarta : Universitas Sumatera Utara

Anam, P., Muis, A., Widjojo, S., Rambe, S., Laksmidewi, A.P. and Pramono, A.,

et al. 2015.Panduan Nasional Praktik Klinik Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia. Jakarta : PERDOSSI

Anggraini, A.D., Waren, A., Situmorang, E., Asputra, H., Siahaan, S.S.,

2009.Faktor- Faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada

pasien yang berobat di poliklinik dewasa puskesmas Bangkinang periode

Januari sampai Juni 2008.Karya Tulis Ilmiah. Tidak dipublikasikan. Bangkinang : UNRI

Ariff, S., 2012. Hubungan Derajat Hipertensi dengan Kolesterol pada Pasien

Hipertensi di RSUP Adam Malik.Karya Tulis Ilmiah. Tidak dipublikasikan. Medan : Sumatera Utara.

Arntzen, K.A., Schirmer, H., Wilsgaard, T., Mathiesen, E.B., 2011. Impact of

cardiovascular risk factors on cognitive function : Te Tromso study. Eur J

Neurol 2011, 18:737-743. doi: 10.1111-c.1468-1331.2010.03263.x

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 2014. Jumlah Penduduk menurut kelompok

usia berdasarkan jenis kelamin. : http://sumut.bps.go.id [accessed 11

Oktober 2015]

Carayannis, G. 2000. Memory Cognitive Function Loss: ReGenesis medical

centre. Avaible from

:http://carleenshope.weebly.com/uploads/4/0/3/6/4036917/memory_cogni

tive_function_loss.pdf. [accessed 19 Juni 2015]

Chobanian, A.V., 2004. The Seventh Report of the Joint National Committee on:

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood

(48)

:http://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/guidelines/jnc7full.pdf [Accessed 3

Mei 2015]

Dai, W., Lopez, O.L, Carmichael, O.T., Becker, J.T., Kuller, L.H., and Gach,

H.M. . 2008. Abnormal Reginal Cerebral Blood Flow in Cognitively

Normal Elderly Subjects With Hypertension. National Institutes of

Health. 39(2): 349-354. doi: 10.1161/STROKEAHA. 107.495457

Dayamaes, R., 2013. Gambaran Fungsi Kognitif Klien Usia Lanjut di Posbindu

Rosella Legoso Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur Tangerang

Selatan. Karya Tulis Ilmiah. Tidak dipublikasikan. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

DeJong, G., Farkas, E., Stienstra, C.M., Plass, J.R., Keijser, J.N., de la Torre, J.C.,

et al 1999. Cerebral Hypoperfusion Yields Cappylary Damage in the Hippocampal CA1 Area that correlates with Spatial Memory Impairment.

Neuroscience 1999;91:203-210.

Dorland, W.A.N., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 606

Dreisbach, A.W., 2014. Epidemiology of Hypertension. Medscape. Avaible from

:http://emedicine.medscape.com/article/1928048-overview#a3 [Accessed

3 Mei 2015]

Faust R., 1994. Toxicity summary for toluene: Oak ridge reservational

environtment restoration program. Article. US : Departmen of Energy Ghaidane, S., Ghaidane, A.M., Zahirudin, Q.S., Khatib, N. 2014. Essential

Hypertension and cognitive function in elderly. GJMEDPH Vol.3 Issue 2

Hanifa, A., 2009.Prevalensi Hipertensi Sebagai Penyebab Penyakit Ginjal Kronik

di Unit Hemodialisis RSUP H.Adam Malik Tahun 2009.Karya Tulis Ilmiah. Tidak dipublikasikan. Medan : Sumatera Utara.

Kalaria, R.N., Skoog, I., 2002. Overlap with Alzheimer’s Disease. Dalam

Vascular Cognitive Impairment. London: Martin Dunitz LTD. 145-159

Kaplan, N.M, Victor, R.G., Flynn. J.T. 2006. Kaplan’S Clinical Hypertension. 9th

(49)

Lezak, M.D., Howieson, D.B., & Loring, D.W. 2004.Neuropsychological

Assessment, 4thedition.NY : Oxford University Press. Evidence Level VI:

Exert Opinion.

Rambe, A. 2015.Pengaruh hipertensi terhadap fungsi kognitif. Departemen

Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RISKESDAS, Riset Kesehatan Dasar, 2013. Avaible from

:www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%20

2013.pdf [Accesed 24 April 2015]

Ropper, A,H., Samuel M.H. 2009. Adam’s and Victor’s Principles of Neurology.

9th Edition. USA. 592-597

Sharp, S.I., Aarsland, D., Day, S., Sonnesyn, H., . 2011. Hypertension is a

potential risk factor for vascular dementia: systemic review. Int J Geriatr

Psychiatry. Avaible from:

http://www.readcube.com/articles/10.1002%2Fgps.2572?r3_referer=wol

&tracking_action=preview_click&show_checkout=1&purchase_referrer=

onlinelibrary.wiley.com&purchase_site_license=LICENSE_DENIED

[Accessed : 19 Juni 2015]

Stinga, E., Knauper, G., Murphy, J., and Gavrilovic. 2000. Collagen Degradation

and Platelet Derived Growth Factor Stimulate the Migration of Vascular

Smooth Muscle Cells. J Cell. Avaible from

:http://jcs.biologist.org/content/113/11/2055.long [Accessed: 19 Juni

2015]

Sudarmoko, A., 2010.Tetap Tesenyum Melawan Hipertensi. Yogyakarta: Atma Media Press: 3-12

Sugiyanto, E. 2007.Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular.Dalam Cermin

Dunia Kedokteran Volume 34 Neurologi.Artikel. ISS 0125-913X

Surrena, H., 2010. Handbook for Brunner& Suddart’s Textbook of Medical

Surgical Nursing. 12th edition. Philadelpia: wolters Kluwer health/ Lippincott Williams &wilkins. 375-376

(50)

Taufik, E., 2012.Hubungan Hipertensi dengan Gangguan Fungsi Kognitif pada

Lansia.Karya Tulis Imiah. Tidak dipublikasikan. Semarang : Universitas Diponegoro.

Wood, E., Dudchenko, P., Robitsek, R., and Eichenbaum, H. 2000. Hippocampal

neurons encode information about different episodes occuring in the same

location. doi: 10.1016/S0896-6273(00)00071-4

Gambar

Tabel skor MMSE …………………..…………………………....    41
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII
Tabel 5.1 Jadwal Posyandu Lansia Puskesmas Padang Bulan Tahun 2015
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi mengenai Jenis Kelamin, Riwayat

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Desa ditetapkan oleh kepala desa setelah mendapat persetujuan bersama Badan Perwakilan Desa, yang dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi desa.Perdes

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu apakah ekstrak etanol 70% herba tapak dara mempunyai

menganalisis pemanfaatan bunyi yang terdiri dari purwakanthi menggunakan metode distribusional dan analisis stilistika, serta untuk menganalisis unsur langsung pada

Costas Armenakis (York University) Mahdi Motagh (GFZ Potsdam) Richard Bamler (DLR, Oberpfaffenhofen) Stephan Nebiker (FHNW Basel) Francesca Bovolo (FBK Trento) Nicolas

KELOMPOK KERJA GURU (KKG) MADRASAH IBTIDAIYAH KECAMATAN GENUK KOTA

Rencana kegiatan disusun sejalan dengan tugas dan fungsi Komite Audit dalam.. membantu Dewan Komisaris melakukan pengawasan terhadap

Routing is designed by Transportation Salesperson Problem and Genetic Algorithm is used to make optimization.. The methodology framework is bellow on

1) Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif. 2) Media pengajaran merupakan bagian yang integral dari keseluruhan situasi