BULAN TAHUN 2015
Oleh :
ANASTASIA EKA PUTERI
120100322
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BULAN TAHUN 2015
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh :
ANASTASIA EKA PUTERI
120100322
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah mendapatkan
rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
tulis ilmiah ini. Penyusunan karya tulis ilmiah ini bertujuan memenuhi
persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran dalam program studi
pendidikan dokter,
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak lepas
dari adanya kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dekan Fakultas Kedokteran yang telah memberikan izin untuk
mengadakan penelitian, sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah
ini.
2. Dr. dr. Aldy S. Rambe, Sp.S (K) selaku dosen pembimbing yang telah
penuh kesabaran membimbing dan mengarahkan dalam menyelesaikan
penelitian ini.
3. dr. Tengku Helvi Mardiani, M.Kes dan dr. Lita Feriyawati, M.Kes. Sp.PA
selaku dosen penguji yang telah memberikan kritikan dan saran yang
membangun.
4. Ibu Bidan Imelda selaku penanggungjawab Posyandu Lansia di Puskesmas
Padang Bulan yang telah membantu.
5. Keluarga Penulis Bapak Tasri Tahir , Ibu Rohawati dan Saudara Thariq
Ibnu Tarmizi yang senantiasa mendukung dan mendoakan.
6. Teman-teman dari Fakultas Kedokteran Muhammad Mahadi Hasibuan,
Dara Novea Hutagalung, dan Lindia Fitri yang ikut turut serta membantu
dalam memperoleh data penelitian ini.
Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan karya tulis ilmiah ini,
penulis sangat mengharapkan masukan, kritik, dan saran yang bersifat
Akhir kata penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak dan semoga amal baik yang telah diberikan
kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT.
Penulis,
ABSTRAK
Hipertensi adalah penyakit penyebab komplikasi terbesar saat ini yang bahkan bisa berakhir dengan kematian. Dampak dan komplikasi dari hipertensi sendiri sudah jelas yang salah satunya adalah penurunan fungsi kognitif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya kaitan antara lamanya riwayat lansia yang menderita hipertensi terhadap terjadinya proses penurunan fungsi kognitif pada lansia di Posyandu Lansia Puskesmas Wilayah Padang Bulan. Penelitian ini dilakukan dengan metode studi cross sectional. Sampel penelitian diambil dari lansia di Posyandu Lansia Wilayah Padang Bulan secara
consecutive sampling. Responden dengan riwayat tekanan darah tinggi akan diuji fungsi kognitif dengan tes MMSE ( Mini Mental State Examination). Data akan diuji dengan analisis bivariat menggunakan uji Chi Square di SPSS.
Berdasarkan data yang didapat pada penelitian ini terdapat responden lansia yang menderita hipertensi <5 tahun sebanyak 16 orang, di antaranya sebanyak 14 orang (87,5%) tidak mengalami gangguan fungsi kognitif dan 2 orang (12,5%) mengalami gangguan fungsi kognitif. Responden lansia yang menderita hipertensi selama atau lebih dari 5 tahun sebanyak 34 orang, di antaranya terdapat 15 orang (44,1%) yang tidak mengalami gangguan fungsi kognitif dan terdapat 19 orang (55,9%) yang mengalami penurunan fungsi kognitif. Berdasarkan analisis data dengan menggunakan uji chi square
didapatkan nilai p = 0,004 , maka dengan ini hasil dikatakan signifikan dan terdapat hubungan antara lamanya hipertensi dan gangguan fungsi kognitif pada lansia.
ABSTRACT
Recently, hypertension is the main cause of complication which can even lead to death. One of the most obvious impact and complication of hypertension is the degression of cognitive function.
This research aims to discover the correlation between the length of history as a hypertension patient and the degression of cognitive function of elderly in Posyandu Lansia Puskesmas Padang Bulan region. This research is done by cross sectional study method. The research sample is taken from the elderly in Posyandu Lansia Puskesmas Padang Bulan region by consecutive sampling. Respondent with history of high blood pressure will have their cognitive function tested by MMSE (Mini Mental State Examination). The data will be examined by bivariate analysis using Chi Square test in SPSS.
Based on data collected, there are 16 elderly respondents who have hypertension less than 5 years, 14 of them (87,5%) have no cognitive function degression, while 2 others (12,5%) do. In the other hand, there are 34 elderly respondents who have hypertension for five years and above. Fifteen of them (44,1 %) have no cognitive function degression, while the rest 19 person (55,9 %) do. Based on analysis data using Chi Square test, value of p = 0,004 is obtained, therefore the result of this research in considered as significant and it is proven that there is correlation between the length of history as a hypertension patient and the degression of cognitive function in elderly.
DAFTAR ISI 2.1.1 Definisi, Etiologi dan Klasifikasi……… 4
2.1.2 Patofisiologi………. 4
2.1.3 Faktor Resiko……… 5
2.1.4 Komplikasi……… 8
2.1.5 Sirkulasi Darah Otak……….. 9
2.1.6 Mekanisme Penurunan Fungsi Kognitif ... 11
2.2 Kognitif 2.2.1 Definisi Kognitif……….. 12
2.2.2 Aspek- Aspek Kognitif……… 12
2.2.3 Faktor yang berpengaruh pada Fungsi Kognitif…… 14
2.3 Lansia 2.3.1 Definisi Lansia ..……….. 17
2.3.2 Klasifikasi Lansia ……… 17
2.4 MMSE (Mini Mental Status Examination) 2.4.1 Tujuan……….. 17
2.4.2 Gambaran………. 18
2.4.3 Pelaksanaan……….. 19
2.4.4 Penggunaan Klinis……… 19
BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep ………... 21
3.2 Definisi Operasional……… 21
3.3 Hipotesis………. 22
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian……….. 23
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian……….. 23
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian……….. 23
4.4 Metode Pengumpulan Data………. 25
4.5 Metode Analisa Data……….. 25
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ………. 27
5.2 Karakteristik Subjek Penelitian ………... 27
5.3 Hasil Penelitian ………...…..…. 28
5.4 Pembahasan ………..………..………...… 30
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ………. 35
Saran ………... 35
DAFTAR PUSTAKA……….. 36
LAMPIRAN Daftar Riwayat Hidup Penulis ……… 40
Tabel skor MMSE ………..……….... 41
Analisis Data Statistik………. 42
Data Induk……….. 47
Surat Survey Awal Penelitian……….. 49
Surat Ethical Clearance……….... 50
Surat Izin Penelitian………. 51
DAFTAR SINGKATAN
AHA American Heart Association
CBF Cerebral blood flow
CPP Cerebral perfusion pressure
CVR Cerebral vascular resistance
HDL High density lipoprotein
IMT Indeks Massa Tubuh
LCS Liquid serebro spinal
MAP Mean arterial pressure
MMSE Mini Mental State Examination
NIH National Institutes for Health USA
Riskesdas RisetKesehatanDasar
SA Sinoatrium
SPSS Statistical Package for the Social Sciences
TIA Transient Ischaemic Attack
TPR Total peripheral resistance
WHO World Health Organization
Daftar Tabel
2.1 Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII ………... 4
5.1 Jadwal Posyandu Lansia Puskesmas Padang Bulan ………. 27
5.2 Distribusi Frekuensi mengenai Jenis Kelamin, Riwayat Pendidikan, Lama
Hipertensi, dan Hasil Tes MMSE pada lansia penderita hipertensi Puskesmas
Padang Bulan Tahun 2015………... 28
5.3 Hubungan lamanya hipertensi dengan Gangguan Fungsi Kognitif pada lansia di
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.1 Latar Belakang
Hipertensi merupakan suatu penyakit kronis yang sering disebut The Silent Killer karena biasanya pasien tidak mengetahui bahwa mereka menderita penyakit hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Selain itu penderita
hipertensi umumnya tidak merasakan adanya suatu tanda gejala pada tubuhnya
sebelum terjadi komplikasi yang lebih lanjut (Chobanian et al, 2004).
Gaya hidup masa kini yang semakin berkembang telah menyebabkan
meningkatnya angka kejadian hipertensi pada banyak orang. Diperkirakan sekitar
20% populasi orang dewasa menderita hipertensi, terutama pada orang dengan
usia lanjut lebih dari 60 tahun. Sekitar 50% dari orang berusia lanjut menderita
hipertensi.Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 1 miliar orang menderita
hipertensi yang memberikan kontribusi 7,1 juta kematian per tahun (Dreisbach,
2013).
Di Indonesia, menurut Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan RI
tahun 2007, diketahui prevalensi di Indonesia mencapai 31,7 % dari populasi pada
usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah tersebut 60% penderita hipertensi berakhir pada
stroke. Sedangkan sisanya pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Kemudian
pada tahun 2013 prevalensi hipertensi pada usia di atas 20 tahun mencapai 25,8%
(Riskesdas, 2013)
Salah satu komplikasi hipertensi di sistem saraf pusat selain stroke juga
dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif, salah satunya fungsi memori yang
bila dibiarkan secara kronis dapat menyebabkan demensia (Vascular Cognitive Impairment) (Sharp S,, 2011).
Beberapa studi menunjukkan bahwa hipertensi merupakan faktor risiko
independen terhadap gangguan fungsi kognisi, baik dengan maupun tanpa riwayat
menyatakan penurunan fungsi kognisi pada penderita hipertensi berupa atensi
sebesar 13%, fungsi eksekutif 36% dan penurunan memori sebesar 26% (Arntzen
et al, 2011). Pada penelitian yang lainnya, didapatkan hasil penurunan fungsi kognitif yang bermakna pada lansia penderita hipertensi yang lebih dari 5 tahun
dibanding yang baru saja didiagnosa menderita hipertensi (Taufik E, 2012)
Pendapat lain menyatakan pengaruh tekanan darah terhadap fungsi
kognitif adalah karena hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke, dan juga
dapat meningkatkan risiko penyakit Alzheimer mungkin melalui penyakit
pembuluh darah kecil, iskemi, stress oksidatif, dan inflamasi (Dai W, 2008).
Berdasarkan latar belakang di atas tentang tingginya risiko hipertensi dan
pengaruhnya terhadap penurunan fungsi kognitif, penulis ingin melakukan
penelitian mengenai kaitan lamanya hipertensi terhadap terjadinya penurunan
fungsi kognitif pada lansia yang menderita hipertensi di Posyandu Lansia
Puskesmas Padang Bulan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka penulis
merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Apakah ada hubungan lamanya
hipertensi terhadap gangguan fungsi kognitif pada lansia di Posyandu Lansia
Puskesmas Padang Bulan?”
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan lamanya
hipertensi terhadap terjadinya gangguan fungsi kognitif pada lansia.
1. Mengetahui lamanya riwayat hipertensi pada lansia hipertensi di posyandu
lansia Puskesmas Padang Bulan.
2. Menilai gangguan fungsi kognitif pada lansia di posyandu lansia Puskesmas
Padang Bulan.
3. Menganalisis hubungan lamanya hipertensi terhadap gangguan fungsi kognitif
pada lansia di posyandu lansia Puskesmas Padang Bulan.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan penjelasan mengenai hubungan
risiko hipertensi terhadap gangguan fungsi kognitif pada lansia sehingga
nantinya penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan dalam upaya
pencegahan penurunan fungsi kognitif pada lansia.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat untuk mengontrol tekanan
darahnya agar meminimalisir gangguan fungsi kognitif pada usia lanjut.
b. Bagi Peneliti Selanjutnya
Menjadi bahan referensi untuk peneliti berikutnya untuk melakukan dan
memperdalam penelitian dalam bidang ini.
c. Bagi Penulis
Menambah wawasan penulis untuk mengetahui hubungan antara lamanya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Hipertensi
2.1.1 Definisi , Etiologi dan Klasifikasi
Definisi yang terkini dari hipertensi adalah tingkat tekanan darah sistolik
pada atau di atas 140 mmHg (18,7 kPa), atau tingkat tekanan darah diastolik pada
atau di atas 90 mmHg (12,0 kPa) (Brunner & Suddarth, 2001).
Hipertensi diklasifikasikan atas dua jenis, yaitu hipertensi primer
(esensial) (90-95%) dan hipertensi sekunder (5-10%). Hipertensi primer adalah
hipertensitanpa ditemukan adanya etiologi dari keadaan tersebut, sedangkan
hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit/keadaan
tertentu seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme primer (sindroma Conn),
sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal dan renovaskuler, serta akibat obat
(Bakri, 2008 dalam Hanifa 2009).
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII
Kategori Tekanan darah sistol Tekanan darah diastole
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥160 ≥100
(Sumber L Kaplan N.M et al, 2002)
2.1.2 Patofisiologi
Menurut Corwin (2000) tekanan darah bergantung pada kecepatan denyut
jantung volume sekuncup atau curah jantung, heart ratedan total peripheral resistance (TPR).Kecepatan denyut jantung yang meningkat disebabkan oleh adanya rangsangan abnormal pada nodus sinoatrium (SA) oleh beberapa faktor
hipertiroidisme, karena adanya peningkatan kecepatan denyut biasanya akan
dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau TPR.
Peningkatan total peripheral resistance (TPR) yang berlangsung lama, terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormone pada arteriol, atau
responsivitas yang berlebihan dari arteriol terhadap rangsangan normal. Kedua hal
tersebut menyebabkan penyempitan pembuluh. Pada peningkatan TPR, jantung
harus memompa lebih kuat supaya menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk
mendorong darah melintasi pembuluh-pembuluh yang menyempit. Hal ini disebut
afterload yang biasanya berkaitan dengan tekanan diastolik. Apabila afterload
berlangsung lama, ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrofi
(membesar). Dengan hipertrofi kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin
meningkat sehingga harus memompa darah lebih keras lagi untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Serat-serat otot jantung juga mulai teregang melebihi panjang
normal yang akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume
sekuncup atau curah jantung (Basha, 2008 dalam Shakir Ariff 2012)
2.1.3 Faktor Risiko
Sampai saat ini penyebab hipertensi primer tidak diketahui dengan pasti.
Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini
disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan
oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat
tertentu, stres akut, kerusakanvaskuler dan lain-lain (Anggrainiet al, 2009). Berdasarkan dari faktor pemicunya, faktor resiko dibagi menjadi dua faktor, yaitu
faktor yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.
a. Faktor Genetik
Dari berbagai hasil penelitian menyebutkan bahwa orang yang mempunyai
riwayat atau silsilah dengan keluarga yang memiliki riwayat hipertensi ada
kecendrungan untuk dapat juga terjadi hipertensi (Sudarmoko, 2010). Hal ini
antara potasium terhadap sodium. Individu dengan orang tua dengan hipertensi
mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang
yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan
70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga
(Anggraini et al, 2009).
b. Usia
Kepekaan terhadap hipertensi akan meningkat seiring dengan bertambahnya
usia seseorang. Individual yang berumur diatas 60 tahun, sekitar 50-60%
mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal itu
merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya
(Susilo dan Wulandari, 2011).
c. Jenis Kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan wanita sama, hanya saja
wanita terlindungi dari penyakit kardiovaskular sebelum menopause. Wanita yang
belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang dapat
meningkatkan jumlah High Density Lipoprotein (HDL). Kadar HDL yang tinggi
mampu mencegah terjadinya arterosklerosis (Anggrainiet al, 2009). Namun dari hasil penelitian menyebutkan bahwa pria lebih mudah terserang hipertensi
dibandingkan dengan wanita, mungkin dikarenakan gaya hidup pria yang
kebanyakan lebih tidak terkontrol dibandingkan wanita, misalnya kebiasaan
merokok, bergadang, stres kerja, hingga pola makan yang tidak teratur
(Sudarmoko, 2010).
d. Etnis
Hipertensi banyak terjadi pada orang berkulit hitam daripada yang berkulit
putih. Belum diketahui secara pasti penyebabnya, namun pada orang berkulit
hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitivitas terhadap
e. Obesitas
Menurut National Institutes for Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan
darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas)
adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi
18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi
normal menurut standar internasional).
f. Asupan garam
Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di
dalam cairan ekstraseluler meningkat.Untuk menormalkannya cairan intraseluler
ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.Meningkatnya
volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah,
sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi (Anggraini et al, 2009).
g. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor penyebab dan faktor resiko yang
dapat dimodifikasi untuk terjadinya hipertensi. Dalam penelitian kohort prospektif
oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital,
Massachussetts (2007) terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat
hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5%
subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih
dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8
tahun.Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada
kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari
g. Stres
Stres dapat meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah
jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Peningkatan simpatis
akan meningkatkan kerja jantung dan meningkatkan tekanan darah (Susilo dan
Wulandari, 2011).
h. Kafein
Konsumsi kafein dalam jumlah yang berlebihan juga dapat menjadi faktor
resiko terjadi hipertensi. Kafein dapat menimbulkan perangsangan saraf simpatis,
yang pada orang-orang tertentu dapat menimbulkan gejala jantung
berdebar-debar, sesak nafas dan lain-lain (Susilo dan Wulandari, 2011).
i. Kolesterol tinggi
Kandungan lemak yang berlebihan dalam darah dapat menyebabkan
penimbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah
akan menyempit dan akibatnya tekanan darah akan meningkat (Susilo dan
Wulandari).
2.1.4 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata,
ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan
penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang
sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan pada miokard. Pada otak
sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang
dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses
tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic
Attack/TIA) dikarenakan menurunnya aliran ke pembuluh darah yang menyempit
Komplikasi hipertensi dapat bersifat akut maupun kronik. Komplikasi pada
otak yang bersifat akut biasanya karena kenaikan tekanan darah yang cepat dan
mendadak seperti ensefalopati hipertensi. Sedangkan komplikasi yang bersifat
kronik berupa kelainan-kelainan pembuluh darah otak berupa: 1)Nodular
atherosclerosis. 2) Charcot-Bouchard aneurysm. 3)Fibrinoid necrosis.
Hipertensi merupakan sebagai salah satu faktor risiko terpenting untuk
terjadinya atheroma di pembuluh darah otak. Faktor risiko lainnya adalah diabetes
mellitus, merokok, hiperkolesterolemia. Terjadinya atheroma pada pembuluh
darah di otak akan menimbulkan terjadinya penyakit pembuluh darah di otak
berupa stroke non haemoragik, dementia, dan penurunan fungsi kognitif
(Sugiyanto E, 2007).
2.1.5 Sirkulasi Darah Otak
Sistem serebrovaskular sangat penting bagi otak karena berfungsi
memberikan nutria yang berguna untuk kerja otak. Apabila aliran darah serebrum
terganggu beberapa detik saja maka akan terjadi disfungsi dari serebrum, yang
akan berlanjut menjadi iskemi. Kerusakan irreversible terjadi bila pasokan oksigen terhenti selama 4-6 menit.Aliran darah serebrum atau atau disingkat
menjadi CBF normal adalah sekitar 50 ml/100g jaringan otak per menit. Pada
keadaan istirahat otak menerima seperenam dari curah jantung , sedangkan 20%
oksigen yang beredar dalam tubuh bersirkulasi dalam otak . Apabila pembuluh
darah serebrum terhambat sirkulasi kolateral akan membantu mempertahankan
CBF ke daerah iskemik, bagian otak yang berdekatan dengan daerah yang
mendapat sirkulasi kolateral tersebut disebut penumbra iskemik. Cerebral perfusion pressure (CPP) merupakan suatu gradien tekanan yang menyebabkan darah serebral (CBF) dapat mengalir menuju otak, nilai CPP harus dipertahankan
dalam batas yang sempit karena perubahan tekanan sedikit saja akan dapat
menyebabkan jaringan otak menjadi iskemik, atau dapat juga menyebabkan
Pengaruh CPP terhadap CBF dapat dirumuskan sebagai berikut :
CBF = CPP/ CVR (resistensi serebrovaskuler)
Sedangkan CPP sendiri dipengaruhi oleh mean arterial pressure (MAP) dan
tekanan intra kranial (ICP) sehingga didapatkan :
CPP = MAP – ICP
MAP merupakan tekanan arteri rata-rata yang didapatkan dari tekanan sistol dan
diastol dengan rumus :
MAP = (2 diastol + 1 sistol) : 3
Dan tekanan intrakranial dipengaruhi oleh hukum Monroe Kelly yaitu
merupakan hasil penjumlahan dari volume LCS, dijumlah volume darah, dan
dijumlahkan dengan volume otak. Autoregulasi otak adalah kemampuan otak
normal mengendalikan volume aliran darahnya sendiri di bawah kondisi tekanan
darah arteri yang selalu berubah-ubah, yang dilakukan dengan cara mengubah
ukuran pembuluh-pembuluh darah di otak untuk mempertahankan tekanan aliran
darah ke otak dalam rentang fisiologis yaitu sekitar 60-160 mmHg. Yang pada
penderita hipertensi rentang ini dapat berubah menjadi 180-200 mmHg. Apabila
MAP turun mendadak hingga angka dibawah rentang fisiologis maka arteriol akan
berdilatasi sehingga menurunkan resistensi sehingga aliran darah ke otak tetap
konstan, dan sebaliknya bila MAP meningkat di atas batas fisiologis arteriol akan
berkonstriksi untuk mempertahankan aliran darah ke kapiler otak, walaupun
terjadi peningkatan dorongan darah arteri (Ropper, 2009)
Autoregulasi merupakan suatu proses penting yang menjaga sirkulasi pada
saat terjadinya kenaikan maupun penurunan mendadak tekanan arteri, yang
tentunya penting bagi sirkulasi kapiler otak, tanpa adanya sistem autoregulasi
maka otak akan rentan terjadi iskemik atau pada tekanan tinggi merusak kapiler
mmHg.Volume CBF dipengaruhi oleh volume dan kekentalan darah, tekanan
perfusi, dan tekanan intra kranial. Sehingga dari rumus yang telah disebutkan di
atas dapat menjelaskan efek peningkatan tekanan darah terhadap gangguan fungsi
pada otak (Price S, 2002 dalam Taufik 2012).
2.1.6 Mekanisme Penurunan Fungsi Kognitif Akibat Hipertensi
Hipertensi memberikan efek terhadap otak melalui banyak mekanisme yang
pada akhirnya memberikan efek terhadap penurunan fungsi kognitif. Beberapa
studi telah dilakukan dan didapatkan hasil bahwa hipertensi menyebabkan
penurunan cerebral blood flow (CBF) dan metabolisme otak (penggunaan glukosa
untuk menghasilkan energi) pada regio otak tertentu, seperti pada lobus frontal,
temporal, dan area subkortikal.Penurunan CBF ini ditemukan lebih besar efek
yang ditimbulkan pada pasien hipertensi tanpa terapi medikasi dibandingkan
dengan pasien yang mendapatkan terapi obat. Beberapa penelitian selanjutnya
juga menunjukkan bahwa pada subjek penderita hipertensi memiliki respon yang
lebih buruk pada fungsi memorinya dibandingkan dengan yang memiliki tekanan
darah normal ( Kalariaet al, 2002). Penemuan ini menunjukkan bahwa CBF memiliki peranan penting pada fungsi memori dan juga pada fungsi kognitif yang
lain. Transmisi neurokimiawi pada otak dan pada fungsi basal sel juga terkena
efek akibat dari hipertensi, selain itu berbagai macam karakteristik neurofisiologis
hipertensi juga dapat memberikan andil terhadap gangguan fungsi kognitif.
Beberapa karakteristik ini juga dapat menyebabkan perubahan patologis pada
anatomi otak setelah melalui beberapa tahun (Kalaria et al, 2002)
Pembuluh darah besar yang memberikan suplainya ke otak (arteri carotis)
serta pembuluh darah besar dan pembuluh darah kecil yang berada didalam otak
juga terkena imbas dari hipertensi. Hipertensi menyebabkan kerusakan pada
endotel dari arteri serebral. Kerusakan ini dapat menimbulkan gangguan pada
blood brain barrier,sehingga substansi toksik dapat dengan mudah masuk menuju
ke otak. Selain itu kerusakan pembuluh darah menurunkan suplai darah ke otak,
ini menyebabkan kerusakan pada substansia alba yang berperan dalam transmisi
pesan dari satu regio otak menuju yang lainnya, selain itu juga menyebabkan mini
stroke atau sering disebut silent infarction karena simptom yang muncul tidak
terlihat dengan jelas. Pada penderita hipertensi yang mengkonsumsi obat
ditemukan kerusakan pada substansia alba tidak sehebat pada penderita tanpa
mengkonsumsi obat anti hipertensi, dan juga pada penderita yang tekanan
darahnya tidak terkontrol terlihat kerusakan yang ekstensif. Pada tahap akhir
penderita hipertensi ditemukan bahwa terjadi atropi atau penyusutan pada massa
otaknya. Berbagai gangguan inilah yang secara bertahap menimbulkan vascular disease pada otak yang pada tahap akhir menimbulkan stroke ataupun demensia vaskuler (Kalaria et al, 2002)
Pada beberapa studi juga telah memeriksa mekanisme hubungan aliran
darah otak yang telah dijelaskan di atas dengan kaitannya terhadap performa
kognitif. Pada salah satu studi menunjukkan bahwa pada penderita hipertensi yang
mengalami kerusakan substansia alba menunjukkan hasil kognitif yang lebih
buruk dibandingkan dengan subjek yang memiliki tensi normal dan kerusakan
substansia alba yang minimal ( Scimdt R, 1993 dalam Taufik 2012).
2.2 Kognitif
2.2.1 Definisi Kognitif
Kognitif merupakan suatu proses pekerjaan pikiran yang dengannya kita
menjadi waspada akan objek pikiran atau persepsi, mencakup semua aspek
pengamatan, pemikiran dan ingatan (Dorland, 2002).
2.2.2 Aspek-Aspek Kognitif
Fungsi kognitif seseorang meliputi berbagai fungsi berikut, antara lain :
1. Orientasi
Orientasi dinilai dengan pengacuan pada personal, tempat dan waktu.
ditanya) menunjukkan informasi yang “overlearned”. Kegagalan dalam
menyebutkan namanya sendiri sering merefleksikan negatifism, distraksi,
gangguan pendengaran atau gangguan penerimaan bahasa.
Orientasi tempat dinilai dengan menanyakan Negara, provinsi, kota, gedung
dan lokasi dalam gedung. Sedangkan orientasi waktu dinilai dengan menanyakan
tahun, musim, bulan, hari dan tanggal.Karena perubahan waktu lebih sering
daripada tempat, maka waktu dijadikan indeks yang paling sensitif untuk
disorientasi.
2. Bahasa
Fungsi bahasa merupakan kemampuan yang meliputi 4 parameter, yaitu :a)
Kelancaran, merujuk pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat dengan
panjang, ritme dan melodi yang normal. Suatu metode yang dapat membantu
menilai kelancaran pasien adalah dengan meminta pasien menulis atau berbicara
secara spontan. b) Pemahaman, merujuk pada kemampuan untuk memahami suatu
perkataan atau perintah, dibuktikan dengan mampunya seseorang untuk
melakukan perintah tersebut. c) Pengulangan, adalah kemampuan seseorang untuk
mengulangi suatu pernyataan atau kalimat yang diucapkan seseorang. d) Naming, merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai suatu objek beserta
bagian-bagiannya.
3. Atensi
Atensi merujuk pada kemampuan seseorang untuk merespon stimulus
spesifik dengan mengabaikan stimulus yang lain di luar lingkungannya. Fungsi
Atensi memiliki dua aspek, yaitu : a) Mengingat segera, aspek ini merujuk pada
kemampuan seseorang untuk mengingat sejumlah informasi selama <30 detik dan
mampu untuk mengeluarkannya kembali. b) Konsentrasi, aspek ini merujuk pada
sejauh mana kemampuan seseorang untuk memusatkan perhatiannya pada satu
7 secara berturut-turut dimulai dari angka 100 atau memintanya mengeja kata
secara terbalik.
4. Memori
a. Memori verbal, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat kembali
informasi yang diperolehnya. Memori verbal terbagi menjadi memori baru dan
memori baru. Memori baru adalah kemampuan seseorang untuk mengingat
informasi yang diperolehnya pada beberapa menit atau beberapa hari yang lalu.
Memori lama adalah kemampuan seseorang untuk mengingat informasi yang
diperolehnya pada beberapa minggu atau bertahun-tahun lalu.
b. Memori visual, yaitu kemampuan untuk mengingat kembali informasi
berupa gambar.
5. Fungsi konstruksi
Kemampuan seseorang untuk membangun dengan sempurna.Fungsi ini
dinilai dengan meminta orang tersebut untuk menyalin gambar, memanipulasi
balok atau membangun kembali suatu bangunan balok yang telah dirusak
sebelumnya.
6. Kalkulasi
Mengacu kepada kemampuan untuk menghitung angka
7. Penalaran
Kemampuan seseorang untuk membedakan baik buruknya suatu hal, serta
berpikir abstrak (Goldman, 2000 dalam Dayamaes 2013)
2.2.3 Faktor yang berpengaruh pada fungsi kognitif
Ada beberapa faktor penting yang memiliki efek penting terhadap fungsi
kognitif seperti usia, gangguan perfusi darah otak, stress, ansietas, latihan memori,
a. Usia
Semakin tua usia seseorang maka secara alamiah akan terjadi apoptosis pada
sel neuron yang berakibat terjadinya atropi pada otak yang dimulai dari atropi
korteks, atropi sentral, hiperintensitas substantia alba dan paraventrikuler. Yang
mengakibatkan penurunan fungsi kognitif pada seseorang, kerusakan sel neuron
ini diakibatkan oleh radikal bebas, penurunan distribusi energi dan nutrisi
otak(Carayannis G, 2001).
b. Stress, Depresi, Ansietas
Depresi, stress dan ansietas akan menyebabkan penurunan kecepatan aliran
darah dan stress memicu pelepasan hormon glukokortikoid yang dapat
menurunkan fungsi kognitif (Parkin A, 1999 dalam Taufik 2012)
c. Perfusi darah otak
Otak merupakan organ manusia yang hanya memiliki berat 2% dari tubuh
namun menggunakan konsumsi oksigen 20% dari O2 total (45 mL O2/min), dan
juga menggunakan konsumsi glukosa 25% dari glokosa tubuh, karena otak tidak
memiliki cadangan glukosa. Aliran darah otak berkisar 50-60 ml/100g/menit
dengan CBF istirahat 800 mL/min yang kira-kira 15% dari cardiac output. Otak tidak memiliki cadangan glukosa dan oksigen sehingga bila terjadi gangguan
perfusi otak akan didapatkan gangguan pada sel neuron, makin lama gangguan
perfusi darah ke hippokampus akan semakin berat derajat gangguan kognitif, yang
dibuktikan oleh penelitian De Jong, dkk yang meligasi arteri carotis tikus wistar
setelah 1 bulan didapatkan penurunan fungsi kognitif (De Jong G, 1999).
d. Lingkungan
Pada orang yang tinggal di daerah maju dengan sistem pendidikan yang
cukup maka akan memiliki fungsi kognitif yang lebih baik dibandingkan pada
didapat maka akan semakin berkembang pula kemampuan otak seseorang
ditunjukkan pada penelitian pada tikus yang berada pada lingkungan yang sering
diberikan rangsang memiliki kadar asetilkolin lebih tinggi dari kelompok kontrol
(Wood E, 2000 )
e. Infeksi dan penyakit sistemik
Penyakit sistemik seperti atherosklerosis, hipertensi, dislipidemia, obesitas,
rokok akan menghambat aliran darah otak sehingga terjadi gangguan suplai nutrisi
bagi otak yang berakibat pada penurunan fungsi kognitif. Selain itu infeksi akan
merusak sel neuron yang menyebabkan kematian sel otak (Stinga E, 2000)
f. Latihan memori
Semakin sering seseorang menggunakan atau melatih memorinya maka
sinaps antar neuron akan semakin banyak terbentuk sehingga kapasitas memori
seseorang akan bertambah, berdasar penelitian Vancocellos pada tikus yang diberi
latihan berenang selama 1 jam perhari selama 9 minggu terbukti memiliki fungsi
memori jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik daripada kelompok
control (Vasconcellos A, 2003 dalam Taufik)
g. Intoksikasi obat
Beberapa zat seperti toluene, alkohol, bersifat toksik bagi sel neuron, selain
itu defisiensi vitamin B kompleks terbukti menyebabkan penurunan fungsi
kognitif seseorang, obat golongan benzodiazepin, statin juga memiliki efek
2.3 Lansia
2.3.1 Definisi lansia
Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia
menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.
Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia, ada tiga aspek yang perlu
dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN
1998 dalam Zulsita). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang
mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan
menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit
yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan
dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
2.3.2 Klasifikasi lansia
WHO dalam menkes RI mempunyai batasan usia lanjut sebagai
berikut:middle / young elderly usia antara 45-59 tahun, elderly usia antara 60-74
tahun, old usia antara 75-90 tahun dan dikatakan very old berusia di atas 90 tahun.
Pada saat ini, ilmuwan sosial yang mengkhususkan diri mempelajari
penuaan merujuk kepada kelompok lansia : “lansia muda” (young old), “lansia
tua” (old old). Dan “lansia tertua” (oldest old). Secara kronologis, young old
secara umum dinisbahkan kepada usia antara 65 sampai 74 tahun, yang biasanya
aktif, vital dan bugar. Old-old berusia antara 75 sampai 84 tahun, dan oldest old
berusia 85 tahun ke atas (Papalia, Olds & Feldman, 2005 dalam Zulsita 2010).
2.4 MMSE (Mini Mental State Examination)
2.4.1. Tujuan
MMSE awalnya dirancang sebagai media pemeriksaan status mental singkat
serta terstandardisasi yang memungkinkan untuk membedakan antara gangguan
penggunaan tes ini selama bertahun-tahun, kegunaan utama MMSE berubah
menjadi suatu media untuk mendeteksi dan mengikuti perkembangan gangguan
kognitif yang berkaitan dengan kelainan neurodegeneratif, misalnya penyakit
Alzheimer (Lezak, 2004)
2.4.2. Gambaran
MMSE merupakan suatu skala terstruktur yang terdiri dari 30 poin yang
dikelompokkan menjadi 7 kategori : orientasi terhadap tempat (negara, provinsi,
kota, gedung dan lantai), orientasi terhadap waktu (tahun, musim, bulan, hari dan
tanggal), registrasi (mengulang dengan cepat 3 kata), atensi dan konsentrasi
(secara berurutan mengurangi 7, dimulai dari angka 100, atau mengeja kata
WAHYU secara terbalik), mengingat kembali (mengingat kembali 3 kata yang
telah diulang sebelumnya), bahasa (memberi nama 2 benda, mengulang kalimat,
membaca dengan keras dan memahami suatu kalimat, menulis kalimat dan
mengikuti perintah 3 langkah), dan kontruksi visual (menyalin gambar). Skor
MMSE diberikan berdasarkan jumlah item yang benar sempurna; skor yang
makin rendah mengindikasikan performance yang buruk dan gangguan kognitif
yang makin parah. Skor total berkisar antara 0-30 (performance sempurna). Skor
ambang MMSE yang pertama kali direkomendasikan adalah 23 atau 24, memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang baik untuk mendeteksi demensia; bagaimanapun,
beberapa studi sekarang ini menyatakan bahwa skor ini terlalu rendah, terutama
terhadap seseorang dengan status pendidikan tinggi. Studi-studi ini menunjukkan
bahwa demensia dapat didiagnosis dengan keakuratan baik pada beberapa orang
dengan skor MMSE antara 24-27.Gambaran ini terfokus pada keakuratan dalam
populasi. Untuk tujuan klinis, bahkan skor 27 tidak sensitif untuk mendeteksi
demensia pada orang dengan status pendidikan tinggi, dimana skor ambang 24
2.4.3. Pelaksanaan
MMSE dapat dilaksanakan selama kurang lebih 5-10 menit.Tes ini
dirancang agar dapat dilaksanakan dengan mudah oleh semua profesi kesehatan
atau tenaga terlatih manapun yang telah menerima instruksi untuk
penggunaannya.
2.4.4. Penggunaan Klinis
MMSE merupakan pemeriksaan status mental singkat dan mudah
diaplikasikan yang telah dibuktikan sebagai instrumen yang dapat dipercaya serta
valid untuk mendeteksi dan mengikuti perkembangan gangguan kognitif yang
berkaitan dengan penyakit neurodegeneratif.Hasilnya, MMSE menjadi suatu
metode pemeriksaan status mental yang digunakan paling banyak di dunia. Tes ini
telah diterjemahkan ke beberapa bahasa dan telah digunakan sebagai instrumen
skrining kognitif primer pada beberapa studi epidemiologi skala besar demensia..
Data psikometri luas MMSE menunjukkkan bahwa tes ini memiliki tes
retest dan reliabilitas serta validitas sangat baik berdasarkan diagnosis klinis
independen demensia dan penyakit Alzheimer. Karena performance pada MMSE dapat dibiaskan oleh pengaruh status pendidikan rendah pada pasien yang sehat,
beberapa pemeriksa merekomendasikan untuk menggunakan ambang skor
berdasarkan umur dan status pendidikan untuk mendeteksi demensia. Kelemahan
terbesar MMSE yang banyak disebutkan ialah batasannya atau
ketidakmampuannya untuk menilai beberapa kemampuan kognitif yang terganggu
di awal penyakit Alzheimer atau gangguan demensia lain (misalnya terbatasnya
item verbal dan memori dan tidak adanya penyelesaian masalah atau judgment),
MMSE juga relatif tidak sensitif terhadap penurunan kognitif yang sangat ringan
(terutama pada individual dengan status pendidikan tinggi). Walaupun batasan-
batasan ini mengurangi manfaat MMSE, tes ini tetap menjadi instrumen yang
sangat berharga untuk penilaian penurunan kognitif (Rush, 2000 dalam Dayamaes
2.4.5 Interpretasi MMSE
Interpretasi MMSE didasarkan pada skor yang diperoleh pada saat
pemeriksaan : 1. Skor 24-30 diinterpretasikan sebagai fungsi kognitif normal 2.
Skor 17-23 berarti probable gangguan kognitif 3.Skor 0-16 berarti definite
gangguan kognitif. Pada penelitian ini penulis mengambil kategori kognitif
BAB 3
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
jangka
Terdapat adanya hubungan antara lamanya hipertensi dan gangguan fungsi kognitif
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik untuk mengetahui
hubungan antara lamanya hipertensi dengan gangguan fungsi kognitif pada Lansia
di Posyandu Lansia Wilayah Padang Bulan tahun 2015. Desain penelitian yang
digunakan adalah studi cross sectional.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Posyandu Lansia Puskesmas Padang
Bulan.Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan bahwa
Posyandu Lansia Puskesmas Padang Bulan aktif dilaksanakan setiap bulannya dan
belum dilakukan penelitian sebelumnya mengenai judul penelitian ini.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu mulai bulan September
2015 sampai dengan bulan Oktober 2015.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitan
Populasi pada penelitian adalah pasien Lansia di Posyandu Lansia Wilayah
4.3.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah penderita hipertensi yang bekunjung ke Posyandu Lansia
Wilayah Puskesmas Padang Bulan yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak
termasuk dalam kriteria ekslusi. Pengambilan sampel dengan metode consecutive sampling.
4.3.2.1 Kriteria Inklusi
- Pria dan wanita
- Usia ≥ 60 tahun
- Menderita hipertensi atau memiliki riwayat hipertensi
- Pendidikan minimal sekolah dasar atau setingkat
4.3.2.2 Kriteria Ekslusi
- Pasien menolak untuk diikutsertakan dalam penelitian
- Pasien dengan data pendukung tidak lengkap
- Pasien tidak dapat menyelesaikan tes MMSE
- Pasien dengan gangguan psikiatri, retardasi mental, stroke, riwayat tumor
otak, dislipidemia, diabetes mellitus, riwayat infeksi susunan saraf pusat,
epilepsi, pemakaian obat penenang, dan penyakit yang berkaitan dengan
sistem saraf pusat lainnya.
4.3.3 Besar Sampel
Sesuai dengan jenis penelitian dengan sampel proporsi tunggal. Maka
digunakan rumus sampel sebagai berikut :
𝑛 = (𝑍𝛼)
2 × 𝑃 × 𝑄
𝑑2
n : Jumlah sampel
P : Perkiraan proporsi kejadian pada sampel 50%
Q : 1-P = 0,5
D : ketepatan relatif 0,1
Dengan perhitungan rumus sampel di atas, diperlukan besar sampel untuk
kelompok Lansia penderita hipertensi sebanyak 49 orang.
4.4 Metode Pengumpulan Data
1. Penderita hipertensi yang berkunjung ke Posyandu Lansia di Wilayah
Puskesmas Padang Bulan yang memenuhi kriteria inklusi serta bersedia
dijadikan sampel penelitian maka akan dilakukan anamnesis dan pemeriksaan
hipertensi oleh peneliti.
2. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan oleh peneliti menggunakan tensimeter
air raksa.
3. Lansia yang menderita hipertensi dikelompokkan menjadi penderita hipertensi
≥ 5 tahun atau penderita hipertensi <5 tahun.
3. Pemeriksaan fungsi kognitif dengan Mini Mental State Examination oleh peneliti.
4.5 Metode Analisa Data
1. Sebelum dianalisis, data diedit, dikoding, ditabulasi dan dientri ke dalam
komputer.
2. Data dengan skala kategorial seperti jenis kelamin, karakteristik subyek
penelitian, riwayat penyakit, dan sebagainya dideskripsikan sebagai distribusi
frekuensi dan presentase. Variabel yang berskala kontinyu seperti umur,
3. Untuk menguji hubungan derajat hipertensi dengan fungsi kognitif yang
diperiksa dengan tes MMSE dilakukan uji Chi Square.
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Tempat Penelitian adalah Puskesmas Padang Bulan yang terletak di jalan
Letjen Jamin Ginting Kompleks Pamen Padang Bulan. Wilayah kerja Puskesmas
Padang Bulan mencakup 6 kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Baru dengan
luas 527 hektar. Puskesmas Padang Bulan memiliki program Posyandu Lansia
yang rutin dilaksanakan setiap bulannya dengan jadwal sebagai berikut :
Tabel 5.1 Jadwal Posyandu Lansia Puskesmas Padang Bulan Tahun 2015
No. Kelurahan Posyandu Alamat Jadwal
1. Padang Bulan Anggrek I Gg. Dipanegara Selasa Minggu I
2. T. Rantai Seroja I Kantor Camat Kamis Minggu III
Seroja II Kantor Lurah Rabu Minggu III
3. Merdeka Kenanga Gg. Aman Selasa Minggu II
4. Darat Cempaka Gg. H. Arif Jumat Minggu III
5. Petisah Hulu Mawar Lr. Baru Rabu Minggu II
6. Babura Melati Sei Bahorok Senin Minggu IV
5.2 Karateristik Subjek Penelitian
Penelitian ini diambil dari subjek sebanyak 50 orang yang berada di wilayah
Puskesmas Padang Bulan. Subjek penelitian adalah lansia yang berusia di atas 60
tahun yang memiliki riwayat menderita hipertensi. Pemeriksaan tekanan darah
dan tes MMSE dilakukan terhadap subjek penelitian guna mendapatkan data
untuk hasil penelitian. Subjek penelitian diambil dari posyandu lansia yang
5.3 Hasil Penelitian
5.3.1 Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk menganalisis data yang telah
dikumpulkan secara deskriptif dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi mengenai Jenis Kelamin, Riwayat Pendidikan, Lama Hipertensi, dan Hasil Tes MMSE pada Lansia Penderita Hipertensi Puskesmas Padang Bulan Tahun 2015
Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Proporsi
1 Perempuan 28 56,0
2 Laki-laki 22 44,0
Riwayat Pendidikan
No. Riwayat Pendidikan Jumlah Proporsi
1 SD 10 20,0
2 SMP 7 14,0
3 SMA 16 32,0
4 Sarjana 17 34,0
Lama Hipertensi
No Lama Hipertensi Jumlah Proporsi
1 <5 Tahun 16 32,0
Berdasarkan Tabel 5.2 mengenai distribusi frekuensi berdasarkan jenis
kelamin responden lansiadi Posyandu Lansia Wilayah Puskesmas Padang Bulan,
perempuan sebanyak 28 orang (56%) dan laki-laki sebanyak 22 orang (44%).
Diketahui bahwa mayoritas responden penelitian berjenis kelamin perempuan
lebih banyak dibandingkan laki-laki.
BerdasarkanDistribusi frekuensi mengenai riwayat pendidikanresponden
lansiadi Posyandu Lansia Wilayah Puskesmas Padang Bulan dapat dilihat bahwa
lansia penderita hipertensi yang memiliki riwayat pendidikan terakhir SD
sebanyak 10 orang (20%), lansia penderita hipertensi yang memiliki riwayat
pendidikan SMP sebanyak 7 orang (14%), lansia penderita hipertensi yang
memiliki riwayat pendidikan SMA sebanyak 16 orang (32%), dan lansia penderita
hipertensi yang memiliki riwayat pendidikan Sarjana sebanyak 17 orang (34%).
Distribusi frekuensi mengenai lamanya riwayat hipertensi dapat dilihat
bahwa responden lansiadi Posyandu Lansia Wilayah Puskesmas Padang Bulan
yang menderita hipertensi kurang dari 5 tahun sebanyak 16 orang (32 %) dan
lansia yang menderita hipertensi selama 5 tahun atau lebih sebanyak 34 orang
(68%).
Berdasarkan distribusi frekuensi mengenai hasil tes MMSE dapat dilihat
bahwa berdasarkan dari hasil tes MMSE, responden lansiadi Posyandu Lansia
Wilayah Puskesmas Padang Bulan penderita hipertensi yang mengalami gangguan
fungsi kognitif sebanyak 21 orang (42%) dan lansia penderita hipertensi yang
tidak mengalami penurunan fungsi kognitif sebanyak 29 orang (58 %).
5.3.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan antara
lamanya hipertensi dengan terjadinya gangguan fungsi kognitif pada responden
lansiadi Posyandu Lansia Wilayah Puskesmas Padang Bulan.
No
penurunan fungsi kognitif. Lansia dengan kategori yang menderita hipertensi
selama atau lebih dari 5 tahun sebanyak 34 orang, di antaranya terdapat 15 orang
(44,1%) yang tidak mengalami penurunan fungsi kognitif dan terdapat 19 orang
(55,9%) yang mengalami penurunan fungsi kognitif. Perhatikan bahwa karena
nilai probabilitas, yakni 0,004 lebih kecil dibandingkan 𝛼= 0,05 . Maka penelitian bisa dikatakan signifikan secara statistik.
5.4 Pembahasan
5.4.1 Analisis Data Univariat Distribusi Frekuensi berdasarkan jenis kelamin pada Lansia di Posyandu Lansia Puskesmas Padang Bulan
Pada penelitian ini didapati lansia yang menderita hipertensi yang berjenis
kelamin perempuan sebanyak 28 orang (56%) dan laki-laki sebanyak 22 orang
(44%). Hal ini tidak sesuai dengan faktor risiko yang dijelaskan bahwa jenis
kelamin laki-laki berpengaruh lebih besar dengan angka kejadian terjadinya
hipertensi dibandingkan jenis kelamin perempuan. Hal ini mungkin dikarenakan
jumlah mayoritas pasien perempuan di Posyandu Lansia Wilayah Padang Bulan
lebih banyak dibanding laki-laki. Hal ini sesuai dengan data yang didapat dari
Badan Pusat Statistik Sumatera Utara mengenai jumlah pendudukan berdasarkan
penduduk dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 184.592 orang, sementara
penduduk dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 174.601 orang dari total
359.193. Penduduk pada kelompok usia lebih dari 65 tahun dengan jenis kelamin
perempuan berjumlah 310.752, sementara jumlah penduduk laki-laki sebanyak
230.265 orang dari total 541.017.
5.4.2 Analisis Data Univariat Distribusi Frekuensi berdasarkan Lama Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Puskesmas Padang Bulan
Pada penelitian ini, responden yang memiliki riwayat hipertensi dibagi
menjadi dua kelompok berdasarkan lamanya responden menderita hipertensi. Dari
hasil penelitian didapati bahwa responden lansia yang memiliki riwayat hipertensi
lebih dari lima tahun sebanyak 34 orang (68%) dan responden lansia yang
memiliki riwayat hipertensi kurang dari lima tahun atau dengan kata lain belum
lama menderita hipertensi adalah sebanyak 16 orang (32%). Hal ini mungkin
dikarenakan pada umumnya usia lanjut memiliki kecenderungan memiliki tekanan
darah lebih tinggi dibandingkan pada saat usia muda. Sesuai dengan literatur yang
ditulis oleh Susilo dan Wulandari pada tahun 2011 bahwa secara fisiologis, usia
yang semakin bertambah meningkatkan risiko seseorang menderita hipertensi.
Sekitar 50-60% individu pada usia di atas 60 tahun memiliki tekanan darah lebih
besar atau sama dengan 140/90. Hal ini dikarenakan pada pertambahan usia
terjadi degenerasi pada tubuh. Berdasarkan hal ini, mungkin saja ini dapat
menjelaskan kenapa jumlah lansia yang memiliki riwayat hipertensi di atas lima
tahun lebih banyak dibandingkan dengan yang baru saja menderita hipertensi
kurang dari lima tahun ini.
5.4.3 Analisis Data Univariat berdasarkan Hasil Tes MMSE pada Lansia di Posyandu Lansia Puskesmas Padang Bulan
Pada penelitian ini, berdasarkan dari hasil tes MMSE, lansia penderita
hipertensi yang mengalami penurunan fungsi kognitif sebanyak 21 orang (42%)
dan lansia penderita hipertensi yang tidak mengalami penurunan fungsi kognitif
interpretasi memiliki kognitif normal lebih banyak dibanding dengan lansia
dengan hasil skor MMSE yang menunjukkan terjadi gangguan fungsi kognitif.
Hal ini mungkin saja dipengaruhi oleh tingkat pendidikan oleh para responden
yang sudah dijelaskan di analisis data mengenai tingkat pendidikan responden
yang lebih banyak di tingkat sarjana, sehingga individu dengan tingkat pendidikan
tinggi cenderung memiliki pengetahuan yang lebih luas, salah satunya mungkin
saja tentang bahaya hipertensi sehingga mereka lebih menjaga pola dan gaya
hidup.
Pada penelitian lain yang pernah dilakukan Wood E. pada tahun 2000
menyatakan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi fungsi kognitif adalah
lingkungan yang salah satunya adalah pendidikan. Pada orang dengan pendidikan
yang baik akan memiliki fungsi kognitif yang lebih baik, hal ini disebabkan
karena rangsangan stimulus yang semakin kompleks akan merangsang
peningkatan kadar asetilkolin yang melindungi otak dari terjadinya gangguan
fungsi kognitif.
5.4.4 Analisis Data Bivariat mengenai Hubungan Lamanya Hipertensi dengan Penurunan Fungsi Kognitif pada Lansia di Posyandu Lansia Puskesmas Padang Bulan
Pada penelitian ini telah didapatkan data mengenai riwayat hipertensi dan
hasil skor MMSE yang diambil dari responden di Posyandu Lansia wilayah
Puskesmas Padang Bulan. Lansia yang menderita hipertensi selama <5 tahun
sebanyak 16 orang, di antaranya 14 orang (87,5%) tidak mengalami penurunan
fungsi kognitif dan 2 orang (12,5%) mengalami penurunan fungsi kognitif.
Lansia dengan kategori yang menderita hipertensi selama atau lebih dari 5 tahun
sebanyak 34 orang, di antaranya terdapat 15 orang (44,1%) yang tidak mengalami
penurunan fungsi kognitif dan terdapat 19 orang (55,9%) yang mengalami
penurunan fungsi kognitif.
Berdasarkan hasil data yang didapat, dilakukan uji chi square di SPSS, kemudian diperoleh nilai probabilitas 0,004. Dari hasil uji ini, didapati bahwa
ditolak dan 𝐻1 diterima. Hal ini menunjukkan hasil yang signifikan sehingga bisa
dikatakan bahwa ada kaitan antara riwayat lamanya hipertensi dengan terjadinya
penurunan fungsi kognitif yang diuji di Posyandu Lansia wilayah Puskesmas
Padang Bulan.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh
Kasmianto Abadi dkk dari Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara
Jakarta. Dengan 32 responden yang berusia rata-rata 61 tahun. 21 responden
(65,6%) memiliki riwayat hipertensi, dan 21 orang lainnya (65,6%) menderita
MCI (Mild Cognitive Impairment). Mild Cognitive Impairment didapati pada sebanyak 17 orang (81%) dari jumlah 21 orang pada kelompok yang memiliki
riwayat hipertensi, dan 4 orang (36%) menderita MCI pada kelompok responden
dengan tekanan darah normal. Dari penelitian ini didapati bahwa adanya riwayat
hipertensi berdampak signifikan terhadap risiko terjadinya MCI pada responden
yang tidak lain adalah para lansia dengan usia rata-rata 61 tahun. Risiko pada
individu yang lebih tua yang didiagnosa hipertensi dan memiliki MCI adalah 2,2
dibandingkan dengan individu yang memiliki tekanan darah normal (p value = 0,01).
Pada penelitian lain mengenai hubungan hipertensi dengan fungsi kognitif
yang dilakukan oleh Shilpa Gaidhane et al , Menurut Shilpa Gaidhane et al
Hipertensi esensial bisa dipertimbangkan menjadi salah satu faktor risiko
independen terhadap terjadinya gangguan fungsi kognitif yang dapat mengarah ke
demensia dan stroke pada usia lebih dari 60 tahun. Hal ini dibuktikan dengan
penelitian yang dilakukan dengan desain cross sectional yang melibatkan 62 orang penderita hipertensi, 21 orang dengan normotensi, dan 41 orang dengan
prehipertensi sebagai perbandingan. Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan
uji hasil yang cukup signifikan mengenai terjadinya gangguan fungsi kognitif
pada kelompok hipertensi yang dibandingkan dengan kelompok normotensi
dengan nilai p <0,001 .Hal ini membuktikan kaitan adanya pengaruh tekanan
darah tinggi terhadap terjadinya gangguan fungsi kognitif.
Penelitian lain yang juga menunjukkan hasil yang sesuai adalah penelitian
dilakukan secara studi longitudinal dengan follow up selama 6 tahun. Responden
penelitian memiliki rentang usia 47-70 tahun dengan jumlah sampel sebanyak
10.963 orang. Hasil penelitian dengan nilai p < 0,001 menunjukkan hasil yang
signifikan dan adanya hubungan antara hipertensi dan gangguan fungsi kognitif.
Penelitian ini tidak sesuai dengan beberapa penelitian lain yang
menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara hipertensi dan terjadinya
gangguan fungsi kognitif pada lansia, salah satunya adalah penelitan yang
dilakukan oleh Scherr pada tahun 1991. Penelitian Scherr dilakukan terhadap
responden dengan usia di atas 65 tahun dan sampel sebanyak 3.809 orang ,
didapati nilai p > 0,05 dan menunjukkan tidak adanya kaitan mengenai hipertensi
dan gangguan fungsi kognitif.
Penelitian lain yang tidak sesuai adalah penelitian yang pernah dilakukan
oleh Glynn pada tahun 1999. Penelitian Glynn dilakukan secara studi longitudinal
yang dilakukan follow up selama 6 tahun. Penelitian ini dilakukan pada responden dengan rentang usia 65- 102 tahun dengan jumlah sampel sebanyak 2.068 orang.
Hasil penelitian ini memiliki nilai p >0,005 sehingga menunjukkan tidak ada
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Responden penelitian di Posyandu Lansia Wilayah Puskesmas Padang Bulan
sebagian besar berjenis kelamin perempuan.
2. Jumlah responden lansia di Posyandu Lansia Wilayah Padang Bulan yang
memiliki riwayat hipertensi lebih dari lima tahun lebih banyak dibanding yang
menderita hipertensi kurang dari lima tahun.
3. Terdapat adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara lamanya
riwayat hipertensi dengan terjadinya penurunan fungsi kognitif pada lansia di
Posyandu Lansia Wilayah Padang Bulan.
Saran
1. Bagi para lansia yang memiliki riwayat tekanan darah tinggi hendaknya tetap
mengontrol tekanan darahnya agar stabil dengan cara mengubah pola gaya
hidup dan mengkonsumsi obat hipertensi yang diberikan dokter secara teratur
agar tekanan darah tetap terkontrol dengan baik. Hal ini karena berdasarkan
penelitian bahwa ada kaitannya riwayat menderita hipertensi dengan
terjadinya penurunan fungsi kognitif pada lansia di Posyandu Lansia Wilayah
Puskesmas Padang Bulan.
2. Bagi para pembaca yang tidak atau belum memiliki riwayat hipertensi
hendaknya tetap menjaga pola gaya hidup agar tidak menderita hipertensi dan
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, K., Wijayanti, D., Gunawan, E.A., Rumawas, M.E., Strisna, B. 2013.
Hipertensi dan Risiko Mild Cognitive Impairment pada Usia Lanjut.
Artikel Penelitian. Jakarta : Universitas Sumatera Utara
Anam, P., Muis, A., Widjojo, S., Rambe, S., Laksmidewi, A.P. and Pramono, A.,
et al. 2015.Panduan Nasional Praktik Klinik Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia. Jakarta : PERDOSSI
Anggraini, A.D., Waren, A., Situmorang, E., Asputra, H., Siahaan, S.S.,
2009.Faktor- Faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada
pasien yang berobat di poliklinik dewasa puskesmas Bangkinang periode
Januari sampai Juni 2008.Karya Tulis Ilmiah. Tidak dipublikasikan. Bangkinang : UNRI
Ariff, S., 2012. Hubungan Derajat Hipertensi dengan Kolesterol pada Pasien
Hipertensi di RSUP Adam Malik.Karya Tulis Ilmiah. Tidak dipublikasikan. Medan : Sumatera Utara.
Arntzen, K.A., Schirmer, H., Wilsgaard, T., Mathiesen, E.B., 2011. Impact of
cardiovascular risk factors on cognitive function : Te Tromso study. Eur J
Neurol 2011, 18:737-743. doi: 10.1111-c.1468-1331.2010.03263.x
Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 2014. Jumlah Penduduk menurut kelompok
usia berdasarkan jenis kelamin. : http://sumut.bps.go.id [accessed 11
Oktober 2015]
Carayannis, G. 2000. Memory Cognitive Function Loss: ReGenesis medical
centre. Avaible from
:http://carleenshope.weebly.com/uploads/4/0/3/6/4036917/memory_cogni
tive_function_loss.pdf. [accessed 19 Juni 2015]
Chobanian, A.V., 2004. The Seventh Report of the Joint National Committee on:
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
:http://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/guidelines/jnc7full.pdf [Accessed 3
Mei 2015]
Dai, W., Lopez, O.L, Carmichael, O.T., Becker, J.T., Kuller, L.H., and Gach,
H.M. . 2008. Abnormal Reginal Cerebral Blood Flow in Cognitively
Normal Elderly Subjects With Hypertension. National Institutes of
Health. 39(2): 349-354. doi: 10.1161/STROKEAHA. 107.495457
Dayamaes, R., 2013. Gambaran Fungsi Kognitif Klien Usia Lanjut di Posbindu
Rosella Legoso Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur Tangerang
Selatan. Karya Tulis Ilmiah. Tidak dipublikasikan. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
DeJong, G., Farkas, E., Stienstra, C.M., Plass, J.R., Keijser, J.N., de la Torre, J.C.,
et al 1999. Cerebral Hypoperfusion Yields Cappylary Damage in the Hippocampal CA1 Area that correlates with Spatial Memory Impairment.
Neuroscience 1999;91:203-210.
Dorland, W.A.N., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 606
Dreisbach, A.W., 2014. Epidemiology of Hypertension. Medscape. Avaible from
:http://emedicine.medscape.com/article/1928048-overview#a3 [Accessed
3 Mei 2015]
Faust R., 1994. Toxicity summary for toluene: Oak ridge reservational
environtment restoration program. Article. US : Departmen of Energy Ghaidane, S., Ghaidane, A.M., Zahirudin, Q.S., Khatib, N. 2014. Essential
Hypertension and cognitive function in elderly. GJMEDPH Vol.3 Issue 2
Hanifa, A., 2009.Prevalensi Hipertensi Sebagai Penyebab Penyakit Ginjal Kronik
di Unit Hemodialisis RSUP H.Adam Malik Tahun 2009.Karya Tulis Ilmiah. Tidak dipublikasikan. Medan : Sumatera Utara.
Kalaria, R.N., Skoog, I., 2002. Overlap with Alzheimer’s Disease. Dalam
Vascular Cognitive Impairment. London: Martin Dunitz LTD. 145-159
Kaplan, N.M, Victor, R.G., Flynn. J.T. 2006. Kaplan’S Clinical Hypertension. 9th
Lezak, M.D., Howieson, D.B., & Loring, D.W. 2004.Neuropsychological
Assessment, 4thedition.NY : Oxford University Press. Evidence Level VI:
Exert Opinion.
Rambe, A. 2015.Pengaruh hipertensi terhadap fungsi kognitif. Departemen
Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
RISKESDAS, Riset Kesehatan Dasar, 2013. Avaible from
:www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%20
2013.pdf [Accesed 24 April 2015]
Ropper, A,H., Samuel M.H. 2009. Adam’s and Victor’s Principles of Neurology.
9th Edition. USA. 592-597
Sharp, S.I., Aarsland, D., Day, S., Sonnesyn, H., . 2011. Hypertension is a
potential risk factor for vascular dementia: systemic review. Int J Geriatr
Psychiatry. Avaible from:
http://www.readcube.com/articles/10.1002%2Fgps.2572?r3_referer=wol
&tracking_action=preview_click&show_checkout=1&purchase_referrer=
onlinelibrary.wiley.com&purchase_site_license=LICENSE_DENIED
[Accessed : 19 Juni 2015]
Stinga, E., Knauper, G., Murphy, J., and Gavrilovic. 2000. Collagen Degradation
and Platelet Derived Growth Factor Stimulate the Migration of Vascular
Smooth Muscle Cells. J Cell. Avaible from
:http://jcs.biologist.org/content/113/11/2055.long [Accessed: 19 Juni
2015]
Sudarmoko, A., 2010.Tetap Tesenyum Melawan Hipertensi. Yogyakarta: Atma Media Press: 3-12
Sugiyanto, E. 2007.Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular.Dalam Cermin
Dunia Kedokteran Volume 34 Neurologi.Artikel. ISS 0125-913X
Surrena, H., 2010. Handbook for Brunner& Suddart’s Textbook of Medical
Surgical Nursing. 12th edition. Philadelpia: wolters Kluwer health/ Lippincott Williams &wilkins. 375-376
Taufik, E., 2012.Hubungan Hipertensi dengan Gangguan Fungsi Kognitif pada
Lansia.Karya Tulis Imiah. Tidak dipublikasikan. Semarang : Universitas Diponegoro.
Wood, E., Dudchenko, P., Robitsek, R., and Eichenbaum, H. 2000. Hippocampal
neurons encode information about different episodes occuring in the same
location. doi: 10.1016/S0896-6273(00)00071-4