• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN TEKNIK PEMBENIHAN IKAN KERAPU MA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN TEKNIK PEMBENIHAN IKAN KERAPU MA"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai garis pantai sepanjang lebih dari 81.000 km. Kondisi tersebut menggambarkan betapa besarnya potensi laut di Indonesia, khususnya dalam bidang budidaya laut.

Budidaya laut merupakan salah satu usaha yang dapat memberikan alternatif sumber penghasilan bagi masyarakat pesisir. Salah satu contoh hasil laut yang telah berhasil dibudidayakan dan memiliki harga yang cukup tinggi adalah ikan kerapu.

Kerapu merupakan jenis ikan demersal yang menyukai hidup di perairan karang, diantara celah-celah atau di dalam gua di dasar perairan. Ikan kerapu relatif mudah dibudidayakan, karena mempunyai daya adaptasi cukup tinggi. Upaya perintisan pembenihan ikan kerapu di Indonesia khususnya jenis ikan kerapu macan ( Epinephelus Fuscoguttatus) telah dimulai sejak tahun 1990. Berbagai tahapan dalam kegiatan pembenihan ikan kerapu macan mengalami banyak kendala diantaranya pada pemeliharaan induk dan pemeliharaan larva.

Upaya pengembangan teknik pembenihan ikan kerapu macan dilakukan secara terus menerus hingga akhirnya menghasilkan teknik pembenihan yang cukup maju, terutama di lingkup pelaksana pembenihan ikan kerapu macan Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut ( BBPBL ) Lampung.

Sebagai seorang siswa tidak cukup hanya mendalami ilmu di bangku sekolah saja, namun juga harus memahami peraktik di lapangan. Oleh karena itu dilakukanlah Praktek Kerja Lapangan ( PKL) tentang pembenihan ikan kerapu macan ini sebagai suatu program pengaplikasian teori-teori yang didapat di bangku sekolah untuk ditterapkan di lapangan. Laporan PKL ini membahas tentang kondisi umum BBPBL Lampung, hasil kegiatan selama melakukan PKL, dan pada bagian akhir laporan diulas secara rinci tentang analisa usaha pembenihan ikan kerapu macan.

1.2. Tujuan

(2)

1. Menambah wawasan tentang budidaya ikan kerapu macan ( Epinephelus fuscoguttatus ).

2. Mempelajari teknik pembenihan ikan kerapu macan ( fuscoguttatus ), mengidentifikasi dan memecahkan masalah dalam usaha pembenihan ikan kerapu macan ( Epinephelus fuscoguttatus ).

3. Mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan meningkatkan keterampilan serta wawasan pada kegiatan pembenihan ikan kerapu macan ( Epinephelus fuscoguttatus ).

4. Mengetahui analisa usaha pembenihan ikan kerapu macan ( Epinephelus fuscoguttatus ).

1.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan Praktek Kerja Lapangan

Waktu pelaksanaan praktek kerja lapangan ini dimulai sejak tanggal 16 januari sampai tanggal 28 mei 2014, di Balai Besar Penembangan Budidaya Laut Lampung, di Desa Padang Cermin, Kecamatan Hanura, Kabupaten Pesawaran, Propinsi Lampung.

1.4. Manfaat

(3)

II. KEADAAN UMUM LOKASI

2.1. Sejarah BBPBL Lampung

Direktorat Jenderal Perikanan telah merintis pembentukaan Balai Budidaya Laut (BBL) di Lampung sejak tahun 1982 melalui proyek pengembangan budiaya laut di Indonesia. Berdasarkan Keputusan Presiden RI No.23 Tahun 1982 yang pelaksanaannya tertuang dalam SK Menteri Pertanian No.473/KPTS/UM/1982. Sejak berdirinya Balai Budidaya Laut (BBL) Lampung memperoleh bantuan teknisi dari FAO/UNDP melalui

sea farming development project INS/81/008 selama 6 tahun yaitu dari tahun 1983 sampai dengan tahun 1989.

Keberadaan Balai Budidaya Laut (BBL) Lampung secara resmi diakui tanggal 5 Agustus 1986 yang ditetapkan berdasarkan SK Menteri Pertanian No.347/OT210/5/1994 tanggal 6 Mei 1994, kemudian disempurnakan dengan terbitnya SK Menteri Kelautan dan Perikanan No.26F/MEN/2001. Pada tahun 2006 Balai Budidaya Laut (BBL) Lampung ditingkatkan statusnya menjadi Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) berdasarkan Surat Keputusan Kelautan dan Perikanan No.Per.07/MEN/2006 tentang organisasi dan tata kerja Balai Besar Pengembangan Budidaya (BBPBL) Lampung.

2.2. Lokasi BBPBL Lampung

Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung terletak di Desa Hanura Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran, Lampung Selatan. BBPBL terletak di kawasan teluk Hurun yang merupakan bagian dari teluk Lampung.

Secara astronomis Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung terletak antara 105o12,45 BT – 105o13 BT dan 5o31,30 LU – 5o33,36 LS. BBPBL Lampung adalah instansi Pemerintah di bawah naungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia. BBPBL Lampung dibangun diatas lahan seluas 5,9 Ha.

BBPBL Lampung berbatasan dengan:

1. Sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Lampung

(4)

4. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sidodadi

Jarak Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung dengan Ibu kota Bandar Lampung yaitu ± 15 km dan jarak dengan Desa Hanura yaitu ± 1,5 km. Dasar perairan teluk Lampung sekitar bibir pantai bagian tenggara yaitu ± 10-15 m, Teluk Hurun pada bagian barat daya dan selatan umumnya landai dengan kedalaman ± 5 m, luas 1,5 km2 dengan panjang 1,5 km dan lebar 1 km. Sedangkan kedalam perairan dekat mulut teluk mencapai 5-10 m. Kondisi teluk bersih dan bebas dari pencemaran dan perairan tenang bebas dari gelombang sepanjang tahun.

Terdapat 4 buah sungai yang bermuara di Teluk Hurun masing-masing 2 sungai dibagian barat daya, 1 sungai dibagian selatan dan satu sungai dibagian barat laut Teluk Hurun. Keadaan tanah di Teluk Hurun lumpur berpasir dan di daerah pantai terdapat hutan bakau (mangrove) dan daerah Teluk Turun beriklim tropis.

2.3. Fasilitas BBPBL Lampung 2.3.1.Laboratorium

a. Laboratorium Kesehatan dan Lingkungan (keskanling)

Laboratorium Kesehatan dan Lingkungan ( keskanling ) memiliki luas 200 m2 yang terdiri dari laboratorium histopatologi, parasitologi, mikrobiologi, dan PCR, kontruksi laboratorium beton ( permanen ).

Laboratorium histopatologi dan parasitologi berfungsi untuk melakukan diagnosa terhadap penyakit ikan melalui jaringan dan diagnosa penyakit disebabkan oleh parasit. Laboratorium mikrobiologi berfungsi untuk mendiagnosa penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan jamur serta melakukan pengujian obat bagi penyakit yang menyerang ikan. Dan laboratorium PCR/Virologi berfungsi untuk mendiagnosa penyakit berdasarkan pada pemeriksaan materi genetik penyebab infeksi virus.

b. Laboratorium Fitoplankton

(5)

Nannochloropsis sp, Coccolith sp, Chaetoceros sp, Dunaliela sp, Isochrysis galbana, Tetraselmis chuii, Nitzchia sp, Skeletonema costatum, Thallasiosira sp.

c. Laboratorium Zooplankton

Laboratorium zooplankton berfungsi untuk memproduksi zooplankton untuk pakan larva ikan yang meliputi isolasi, kultur murni, semi massal, dan massal. Laboratorium zooplankton berfungsi juga untuk persediaan bibit murni. Jenis zooplankton yang diproduksi yaitu Brachionus plicatilis, Diaphanosoma sp, kopepoda

( Oithona sp., Acartia sp., Tigriopus sp ). d. Laboratorium Kualitas Air

Laboratorium kualitas air berfungsi untuk menganalisis parameter kualitas air seperti parameter fisika ( suhu, kecerahan, salinitas ), parameter kimia ( nitrat, nitrit, phospat, alkalinitas, DO2, pH ), dan parameter biologi ( kepadatan plankton ).

Laboratorium ini juga berfungsi untuk menunjang kegiatan pembenihan, dan pembesaran dalam hal kualitas air.

e. Laboratorium Pakan Buatan

Laboratorium pakan buatan berfungsi untuk memproduksi pakan pelet sebagai pakan untuk ikan pada kegiatan pembesaran, pengembangan riset formulasi pakan untuk kegiatan budidaya kakap dan kerapu. Laboratorium ini juga mengkaji formulasi pakan yang terkandung dalam pakan.

2.3.2. Hatchery

Hatchery yang terdapat di BBPBL Lampung yaitu hatchery Kerapu Bebek, hatchery Kerapu Macan, hatchery Kakap Putih, Kakap Merah, dan Cobia, hatchery Kuda Laut, dan hatchery clownfish.

a. Hatchery Kerapu Bebek

(6)

b. Hatchery Kerapu Macan

Hatchery ini berfungsi untuk menetaskan telur kerapu macan hingga pemeliharaan larva. Di hatchery tersebut larva dirawat hingga ukuran pendederan. Hatchery kerapu macan memiliki fasilitas seperti bak larva ukuran 10 ton berjumlah 12 buah berkontruksi beton, 2 buah bak induk yang terletak diluar ruangan, kulkas 1 unit, lemari penyimpanan 1 unit, dispenser 1 unit.

c. Hatchery Kakap Putih, Kakap Merah, dan Cobia

Hatchery ini berfungsi untuk pemeliharaan larva dari telur hingga ukuran pendederan. Hatchery ini memproduksi larva ikan kakap putih, kakap merah, dan cobia secara bergantian. Hal ini dilakukan agar memaksimalkan pemeliharaan larva komoditi ikan yang dipelihara.

d. Hatchery Kuda Laut

Hatchery ini adalah tempat untuk mengembangkan kuda laut. Kuda laut dikembangkan dan dipelihara dengan perlakuan-perlakuan yang baik. Kuda laut adalah salah satu komoditi non ikan yang langka dan patut untuk dilestarikan.

e. Hatchery Clownfish

Hatchery ini adalah tempat mengembangbiakkan ikan hias air laut yaitu jenis Clownfish atau dikenal dengan nama Nemo. Ikan ini adalah ikan yang sangat disukai oleh para penggemar ikan hias, keberadaannya juga sudah mulai langka.

2.3.3. Bangsal Pendederan

(7)

Gambar 1. Bangsal Pendederan 2.3.4. Bangsal Penggelondongan

Bangsal penggelondongan berfungsi untuk memeliharan ikan 75–100 gr, bangsal ini memelihara ikan yang di jadikan calon induk unggul. Bangsal penggelondongan ada 2, yaitu bangsal indoor dan bangsal semi indoor.

Bangsal indoor menggunakan wadah yang terbuat dari fiberglass volume 2 ton berjumlah 12 buah dan dipelihara secara intensif untuk memelihara calon induk kerapu macan dan bangsal semi indoor menggunakan wadah yang terbuat dari fiberglass volume 2 ton berjumlah 4 buah, 3 ton berjumlah 8 buah berbentuk lingkaran, dan 8 ton berjumlah 8 buah untuk memelihara calon induk kerapu bebek dan sebagai tempat perekayasaan budidaya kerapu. Air media pemeliharaan selalu berganti (sirkulasi). Setiap harinya air media pemeliharaan berganti hingga >200%. Untuk lebih jelas bangsal penggelondongan dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini.

Gam

bar 2. a. Pengelondongan (Semi Indor) b. Pengelondongan (Indor)

(8)

Keramba jaring apung ( KJA ) yang di miliki BBPBL Lampung 2 unit yaitu unit budidaya dan unit Induk. Unit induk untuk memelihara induk unggul sebagai produsen benih yang baik untuk kegiatan pembenihan, induk yang dipelihara yaitu induk kerapu bebek ( Cromileptes altivelis ), Kerapu macan ( Ephinephelus fuscoguttatus ), Kakap merah Thailand, Cobia, Kerapu kertang, bawal bintang, dan Napoleon. Sedangkan Unit budidaya untuk pembesaran dan kegiatan rekayasa komoditas ikan ekonomis. Untuk lebih jelas keramba jaring apung dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini.

Gambar 3. Keramba Jaring Apung (KJA)

2.3.6. Bak penampungan air (Tandon)

Bak tandon yang terdapat di BBPBL Lampung ada 2 yaitu bak penampungan air laut dan bak penampungan air tawar. Bak penampungan air laut berkontruksi beton dan penutup bak terbuat dari seng dengan kapasitas 200 m³ dan kedalaman 3 m. Bak tandon menggunakan sistem gravitasi jadi air yang di alirkan menggunakan sistem gravitasi yang di bantu dengan tenaga pompa.

(9)

a

aaa

B

Gambar 4. Tandon Air Laut dan Tandon Air Tawar 2.3.7. Sarana Aerasi

a. Blower

Balai besar pengembangan budidaya laut ( BBPBL ) Lampung menggunakan high blower jenis root blower dan vortex blower sebagai sumber aerasi dengan daya 380/660 volt sebanyak 6 unit yang di gerakkan oleh motor berkekuatan 7,5 Kw dan di gunakan selama 12 jam secara bergantian agar blower tidak cepat rusak. 6 unit blower tersebut terbagi dalam tiga tempat, yaitu bak aklimatisasi kerapu (untuk memenuhi kebutuhan pembenihan kerapu, laboratorium alga, laboratorium molusca, dan kultur rotifer), di bak pembenihan kakap, dan untuk kegiatan budidaya. Untuk lebih jelas jenis-jenis blower dapat di lihat pada gambar 5 di bawah ini.

Gambar 5 : Blower

9

(10)

Gambar 5. Blower b. Pipa distribusi aerasi

Pipa distribusi aerasi menggunakan pipa paralon (PVC), namun untuk melayani aerasi skala besar pada bagian pangkal yang berhubungan langsung dengan blower menggunakan pipa besi. Penggunaan pipa besi ini bertujuan untuk mencegah kerusakan pipa. Karena pada bagian awal udara mengalami peningkatan suhu, pipa besi yang di gunakan adalah dari jenis Galyanis, sehingga tidak mudah mngalami korosi karena air.

c. Selang, Regulator, dan Batu Aerasi

Selang aerasi yang digunakan adalah dari jenis gelang plastik besar PE (poly ethylene), karena selain lentur juga tidak mudah pecah selang ini juga tahan terhadap panas. Regulator atau sering di sebut dengan kran aerasi berfungsi untuk mengatur besarnya volume udara yang keluar dari pipa distribusi. Selang aerasi di atur sedemikian rupa sehingga tidak berlebihan dengan banyak lilitan yang dapat mempengaruhi tekana udara. Batu aerasi berfungsi untuk memperhalus gelembung udara yang keluar dan di letakkan pada ujung selang aerasi. Jumlah batu aerasi pada pemeliharaan larva adalah sekitar 2-4 buah/m². Untuk lebih jelas regulator, selang aerasi, pemberat dan batu aerasi dapat dilihat pada gambar 6 di bawah ini.

Keterangan :

(11)

Gambar 6. Regulator, Selang aerasi, Pemberat, dan Batu aerasi 2.3.8. Sumber Energi Listrik

Sumber tenaga listrik yang di gunakan di BBPBL Lampung berasal dari PLN cabang tanjung karang, Lampung selatan dan mempunyai cadangan generator set

(Genset) sebanyak empat unit. Dua unit dengan kapasitas 125 KVA dan dua unit dengan kapasitas 50 KVA sebagai pembangkit listrik apabila aliran listrik dari PLN padam. Untuk lebih jelas genset (generator setting ) dapat dilihat pada gambar 7 di bawah ini.

Gambar 7. Generator Setting (Genset ) 2.3.9. Fasilitas Lainnya

a. Perkantoran

Perkantoran merupakan tempat pegawai BBPBL Lampung melaksanakan administrasi yang berhubungan dengan kegiatan pembenihan, pembesaran dan kegiatan rutin hari-hari. Kantor BBPBL Lampung terdiri dari kantor utama, kantor divisi pembenihan, dan kantor divisi budidaya.

(12)

Perpustakaan merupakan tempat dokumentasi bahan-bahan pustaka kegiatan di BBPBL Lampung, koleksi study literatur, dan sebagai tempat mencari informasi tentang BBPBL dan perikanan.

c. Asrama

Asrama sebagai tempat penginapan bagi para peserta magang atau penelitian selama di BBPBL Lampung. Asrama yang tersedia di BBPBL Lampung ada 2 yaitu asrama kakap bagi peserta PKL dari SMK dan sederajat dan asrama kerapu bagi peserta PKL atau penelitian dari perguruan tinggi.

(13)

3.1. Biologi Ikan Kerapu Macan 3.1.1.Toksonomi dan Morfologi

Menurut Subyakto dan Cahyaningsih (2005), klasifikasi kerapu macan ( Epinephelus fuscoguttatus ) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Osteichtyes Subkelas : Actinopterigi Ordo : Percomorphi Subordo : Percoidea Family : Serranidae Genus : Epinephelus

Spesies : Epinephelus fuscoguttatus

Gambar 8. Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus)

(14)

Kerapu macan memiliki sirip dorsal (punggung), sirip anal (perut), sirip pectoral (dada), sirip caudal (ekor), dan garis lateral (gurat sisi), sirip dorsal memanjang hampir sebagian bagian punggung, di mana bagian jari-jari kerasnya memiliki jumlah yang sama dengan jari-jari lunaknya, jumlah jari-jari adalah 13-15 buah, sirip anal terdiri dari 3 buah jari-jari, sedangkan jumlah jari-jari sirip ekor adalah 15-17 dan bercabang dengan jumlah 13-15 buah. Sisik yang menutupi seluruh permukaan tubuh berbentuk kecil, mengkilat dengan bentuk sikloid. Warna dasar kerapu macan adalah cokelat dengan perut berwarna putih serta bercak hitam dan putih disekujur tubuh yang tidak beraturan (BBL Batam, 2006).

3.1.2. Habitat dan Penyebaran

Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) hidup di habitat berkarang sehingga sering disebut juga ikan kerapu karang, penyebarannya mulai daerah tropic sampai sub tropic (Heemastra dan Randall et al. 1993). Daerah penyebaran kerapu macan di mulai dari Afrika Timur, Kepulauan Ryukyuj (Jepang), Australia, Taiwan, Mikronesia dan Polinesia (Antono et al 1998). Di Indonesia ikan kerapu macan terdapat hampir diseluruh wilayah perairan seperti Teluk Banten, Ujung Kulon, Kepulauan Riau, Kepulauan Seribu, Kepulauan Karimunjawa, Madura, Kalimantan, dan Nusa Tenggara (Sugama et al 2001). Selain terumbu karang lokasi kapal tenggelam juga menjadi rumpon yang nyaman bagi ikan kerapu macan. Ikan-ikan tersebut akan berdiam dalam lubang-lubang karang atau rumpon dengan aktifitas relatif rendah.

Ikan kerapu macan pada umumnya hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 100-200 m (Heemastra dan Randall et al 1993). Pada umumnya ikan kerapu macan menyukai air laut pada salinitas 30-35 ppt. Suhu perairan di Indonesia tidak menjadi masalah karena perubahan suhu, baik harian maupun tahunan sangat kecil dan biasanya berkisar antara 27-32ºC. Pada lapisan air yang tidak tercemar biasanya mengandung oksigen terlarut yang memadai untuk pertumbuhan ikan. Kandungan oksigen terlarut dalam air laut minimal 4 ppm. Air laut memiliki pH berkisar antara 7,6-8,7 dan mempunyai daya penyangga yang besar terhadap perubahan keasaman.

(15)

Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) merupakan jenis ikan karnivora. Sifat kanibalnya muncul apabila kekurangan pakan terutama terlihat pada stadia awal. Dari pengamatan isi perut kerapu kecil diketahui kandungan didalamnya didominasi oleh ikan-ikan. Jenis udang-udangan yang banyak dijumpai dalam isi perut ikan kerapu macan adalah jenis udang krosok (Parapeneus sp.), udang dogol (Melapeneus sp.), dan udang jerbung (Penaeus merguiensis). Sementara kelompok ikan yang ditemukan dalam isi perut ikan kerapu macan adalah jenis ikan teri (Stelopterus sp.), ikan baronang (Siganus sp.), ikan belanak (Mungil sp.), dan cumi-cumi (Loligo sp.), dalam jumlah kecil (Akbar 2000).

Ikan kerupu macan mempunyai kebiasaan makan pada pagi hari sebelum matahari terbit dan menjelang matahari tenggelam. Di alam ikan kerapu macan makan sambil berenang diantara batu-batu karang, lubang atau celah-celah batu yang merupakan tempat persembunyiannya. Dari tempat itulah ikan kerapu menunggu mangsanya, bila mangsa tampak dari jauh ikan kerapu macan melesat cepat untuk menangkap dan menelannya, kemudian kembali ketempat persembunyiannya (Akbar 2000). Ikan kerapu macan yang dibudidayakan secara terkontrol, saat akan memijah ditandai dengan nafsu makan yang menurun jadi pada saat ikan akan memijah pemberian pakan dikurangi dan saat memijah tidak diberi pakan.

3.2. Sarana dan Prasarana 3.2.1.Sarana Pokok

a. Bak Pemeliharaan Induk

Bak induk berfungsi untuk mengelola serta memelihara induk secara terkontrol. Bak induk berkontruksi beton volume 50 m³ dengan kedalaman 3 meter dan diameter 5 meter yang berjumlah 1 buah yang berbentuk bulat, dasar bak berbentuk kerucut dengan kemiringan 5 derajat.

(16)

collector. Bak penampungan telur juga mempunyai saluran pembuangan didasar bak yang menggunakan pipa berukuran 3 inchi. Untuk lebih jelas bak induk dapat dilihat pada gambar 9 dibawah ini.

Berikut langkah-langkah persiapan bak induk

- Menyikat dasar dan dinding bak menggunakan sikat, pemusnahan tritip dengan menggunakan kap, serta menghilangkan lumut, kemudian dibilas dengan air laut.

- Menyiram bak dengan kaporit yang dilarutkan dengan air laut dengan cara menyiramkan kaporit pada dinding dan dasar bak.

- Membersihkan dinding dan dasar bak untuk menghilangkan kaporit dengan menyikat dan setelah itu membilasnya dengan air laut hingga bau kaporit hilang dan tidak ada lagi lumut yang menempel pada dinding bak, kemudian bak dapat langsung digunakan.

Gambar 9. Bak pemeliharaan induk Keterangan :

a. Pipa pemasukan d. Bak penampungan telur b. Pipa pembuangan dasar e. Pipa goyang

c. Pipa pengeluaran telur

(17)

Hal ini sesuai dengan pendapat Anindiastuti, et, al, (2004), bak untuk pemeliharaan induk atau pematangan gonat dapat terbuat dari fiberglass pasangan bata. Bak sebaiknya berbentuk bulat agar memudahkan dalam pengumpulan telur dan sirkulasi air media akan lebih sempurna. Kapasitas bak minimal adalah 50 m³ dengan kedalaman 2,5-3.0 m. Untuk keperluan dalam penampungan telur bak dilengkapi dengan bak penampungan telur yang terletak tepat pada pipa pembuangan air yang dibuat pada permukaan bak. Disamping pipa pembuangan pada permukaan yang berfungsi untuk mengeluarkan telur, juga harus dilengkapi pipa pembuangan yang terletak pada dasar bagian tengah untuk mengeluarkan kotoran dan pengeringan. Bak induk seluruhnya ditempatkan dalam ruang terbuka yang mendapatkan cukup cahaya matahari.

b. Bak Pemeliharaan Larva

Bak pemeliharaan larva berbentuk empat persegi panjang, sudut bak larva tumpul. Bak terbuat dari beton dengan ukuran panjang 4,54 m, lebar 2,05 m dan tinggi 1,23 m berkapasitas 10 m³ yang berjumlah 12 buah. Bak berwarna biru laut untuk mamanipulasi lingkungan pemeliharaan larva.

Pada sudut bak dibuat melengkung agar tidak ada titik mati. Sebelum digunakan bak dibersihkan dengan menyiramkan kaporit pada dinding dan dasar bak, setelah itu bak disikat sampai bersih dan selanjutnya bak diisi dengan air laut yang di saring menggunakan filter bag.

Langkah-langkah persiapan bak pemeliharaan larva :

a. Menyikat dinding dan dasar bak dengan sikat untuk menghilangkan kotoran yang menempel.

b. Menyiram dinding dan dasar bak dengan kaporit yang telah dilarutkan dengan air laut yang di tampung didalam bak plastik.

c. Menyikat bak mnggunakan sikat dan menyiram dengan air laut untuk menghilangkan kaporit yang melekat pada dinding dan dasar bak.

d. Mengisi bak dengan air laut yang disaring menggunakan filter bag.

(18)

dengan saluran pemasukan inlet dengan diameter pipa 2 inchi yang berjumlah dua buah dan pipa pengeluaran air dengan diameter 4 inchi yang berjumlah dua buah.

Hal ini sesuai dengan pendapat Minjoyo, et al, (1999) yang menyatakan pada umumnya bak yang digunakan dalam pemeliharaan larva secara massal berukuran 10-20 m³. Penggunaan bak yang besar untuk mengurangi fluktuasi suhu. Sebelum digunakan bak terlebih dahulu di bersihkan, dikeringkan dan dibilas atau direndam dengan kaporit, dan selanjutnya dapat dilakukan penambahan fitoplankton. Fitoplankton berfungsi untuk menyerap CO2 dan menghasilkan O2 pada proses fotosintesisnya. Untuk lebih jelas bak pemeliharaan larva dapat dilihat pada gambar 10 dibawah ini.

Gambar 10. Bak Pemeliharaan Larva c. Bak Pendederan

(19)

Bak pendederan juga membutuhkan pengatapan tetapi tanpa dilengkapi dinding bangunan. Pada area pendederan juga diberi pengatapan yang bertujuan untuk memberikan rasa nyaman bagi benih dan operator karena pada fase ini benih ikan kerapu membutuhkan waktu yang cukup lama pada saat penanganan seperti pemberian pakan dan grading, dengan demikian benih akan mendapat penanganan lebih intensif. Letak bak pendederan yang dekat dengan bak pemeliharaan larva akan memudahkan pada saat pemindahan benih dari bak larva ke bak pendederan, yaitu dapat mengurangi stres pada benih karena pada saat ini benih masih rentan terhadap perubahan lingkungan. Hal ini bisa terjadi karena pada saat pemindahan benih dibawa menggunakan wadah terbatas tanpa aerasi sehingga pemindahan benih membutuhkan waktu singkat dan efisien. Untuk lebih jelas bak pendederan yang terbuat dari fiberglass dengan kapasitas sekitar 2 m³ dapat di lihat pada gambar 11 dibawah ini.

Gambar 11: Bak Pendederan d. Bak Penampungan Plankton

Bak penampungan plankton berfungsi untuk menampung plankton yang akan diberikan kepada larva. Plankton berasal dari bak kultur plankton massal yang terletak tidak jauh dari area hatcehery. Bak penampungan plankton terbuat dari fiberglass dengan volume 8 m³ dengan kedalaman 120 cm, terletak di luar ruangan hatcehery karena fitoplankton membutuhkan cahaya matahari untuk berkembang dan kelangsungan hidupnya.

(20)

pembuangan akan menjadi lebih mudah. Dasar bak miring kearah pengeluaran dengan dengan kemiringan 5-8% untuk memudahkan dalam pengeringan bak, bak penampungan plankton hanya 1 buah. Untuk lebih jelas bak penampungan plankton dapat dilihat pada gambar 12 dibawah ini.

Gambar 12: Bak Penampungan Plankton e. Aerasi

Aerasi sangat dibutuhkan oleh larva ikan untuk berkembang karena dengan adanya aerasi suplai oksigen kedalam air (DO) dapat terpenuhi. Pada priode larva ikan sangat membutuhkan oksigen karena pada masa larva, ikan masih dalam kondisi sangat lemah. Oksigen juga dibutuhkan untuk proses fotosintesis bagi fitoplankton yang terdapat di dalam bak larva.

Aerasi di pompa dengan menggunakan high blower jenis root blower dan

vortex blower sebagai sumber aerasi dengan daya 380/660 volt sebanyak enam unit yang digerakkan oleh motor berkekuatan 7,5 Kw. Aerasi di setting dengan jumlah 2-3 titik/m² untuk memenuhi kebutuhan larva untuk metabolisme dalam tubuh dan bagi fitoplankton untuk proses fotosintesis. Peralatan untuk aerasi yaitu regulator, selang aerasi, pemberat, dan batu aerasi.

f. Wadah Inkubasi Telur

(21)

pengontrolan telur dengan volume 100 liter. Untuk lebih jelas wadah inkubasi telur dapat di lihat pada gambar 13 dibawah ini.

Gambar 13: Wadah Inkubasi Telur g. Saringan (Filter)

Saringan berfungsi untuk menyaring air yang akan digunakan sebagai media pemeliharaan larva. Saringan yang digunakan adalah rangkaian saringan sand filter dan saringan UV (Ultraviolet), sand filter berbentuk tabung seperti pinguin berjumlah sepasang dan saringan UV berbentuk bulat memanjang dengan ukuran 2 inchi berjumlah dua buah. Saringan ini dilengkapi dengan pompa air jenis self priming untuk mengalirkan air yang akan disaring.

3.2.2.Sarana Penunjang a. Wadah Kultur Artemia

(22)

tinggi wadah 120 cm. Untuk lebih jelasnya wadah kultur artemia dapat dilihat pada gambar 14 dibawah ini.

Gambar 14: Conical Tank

b. Kulkas

Kulkas berfungsi untuk menyimpan obat-obatan untuk kegiatan pembenihan agar tetap layak untuk dipakai. Kulkas yang terdapat pada hatchery kerapu macan berjumlah satu buah.

c. Wadah Penampungan Air Tawar

Wadah penampungan air tawar yang terdapat di hatchery yaitu drum plastik berjumlah 2 buah dengan kapasitas masing-masing 150 liter. Air tawar digunakan untuk mencuci peralatan hatchery agar tidak mudah rusak.

d. Peralatan Lainnya

(23)

untuk memudahkan pemberian pakan larva, baskom berjumlah 5 buah untuk memudahkan penebaran larva dan tempat pelarutan obat-obatan.

3.3.Pemeliharaan Induk

Kegiatan pemeliharaan induk merupakan kegiatan awal dari pembenihan. Tujuan dari pemeliharaan induk adalah untuk mendapatkan induk yang matang gonat yang siap dipijahkan untuk menghasilkan telur. Keberhasilan suatu kegiatan pembenihan tergantung dari ketersediaan calon induk kualitas dan kuantitas induk. 3.3.1.Asal Induk

Induk ada yang berasal dari alam ada juga yang berasal dari BBPBL yang telah melewati beberapa rangkaian seleksi. Induk yang berasal dari alam di tangkap sekitar kepulauan Sulawesi dengan bobot berkisar 4-6 kg. Induk yang berasal dari BBPBL adalah induk unggul F1 yang telah memenuhi syarat sebagai induk unggul.

3.3.2.Jumlah Induk

Jumlah induk kerapu macan di BBPBL Lampung yaitu pada bak pemeliharaan terkontrol berjumlah 19 ekor yang terdiri dari jantan 14 ekor dan betina 5 ekor. Induk jantan memiliki berat rata-rata 9,5 kg dan panjang rata-rata 76 cm dan untuk induk betina memiliki berat rata-rata 10,5 kg dan panjang rata-rata 77,8 cm.

3.3.3.Pakan Induk

(24)

Gambar 15. Pakan Induk Ikan Rucah dan Cumi-Cumi

Pemberian pakan dilengkapi dengan pemberian vitamin E dan vitamin C pemberian pakan diberikan secara adlibitum (sekenyang-kenyangnya) atau dengan dosis pemberian 1-3 % dari berat biomassa. Untuk lebih jelasnya jadwal pemberian pakan dapat di lihat pada tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Jadwal pemberian pakan dan multivitamin induk kerapu macan Hari Pakan dan Multivitamin yang Diberikan

Senin Cumi – cumi + Multivitamin

Selasa Ikan Rucah

Rabu Ikan Rucah

Kamis Cumi-cumi

Jum’at Ikan Rucah + Multivitamin

Sabtu Ikan Rucah

Minggu Ikan Rucah

Biovit diberikan seminggu dua kali sebagai multivitamin berbentuk bubuk dan di berikan setiap hari senin dan hari jum’at. Pemberian Biovit di lakukan dengan cara menaburkan biovit kedalam insang ikan rucah dan diberikan kepada induk.

Hal ini sesuai dengan pendapat Mustamin, et al (2004) yang menyatakan pemberian pakan dilakukan secara adlibitum atau sampai sekenyang-kenyangnya berkisar antara 1-3 % dari berat biomassa. Frekuensi pemberian pakan satu kali sehari yaitu pada pagi atau sore hari. Selain pemberian pakan ikan segar, setiap minggu induk diberikan multivitamin dan mineral.

(25)

- Menyimpan ikan rucah dan cumi-cumi dalam freezer.

- Mencuci ikan rucah dengan cara menyiram ikan rucah dengan air laut hingga gumpalan es menghilang.

- Menimbang pakan dan setelah itu pakan diberikan dengan cara menebarnya secara merata.

- Menghentikan pemberian pakan jika ikan sudah tidak lagi merespon pakan.

3.3.4. Pengelolaan Kualitas Air Induk

Pengelolaan kualitas air di bak pemeliharaan induk di BBPBL Lampung di lakukan dengan cara menyedot langsung air laut dengan menggunakan pompa dan selanjutnya di alirkan ke bak pemeliharaan induk dengan menggunakan pipa PVC. Untuk suplay oksigen digunakan blower yang diatur dengan stop kran dan dialirkan lewat selang aerasi ke batu aerasi, aerasi yang dipasang berjumlah 12 buah yang terletak di dinding bak. Sistem pergantian air yang digunakan adalah sistem air mengalir selama 24 jam setiap harinya sehingga pergantian air dalam satu harinya di perkirakan dapat mencapai 200 % setiap harinya. Selain itu, agar kualitas air pada bak tetap baik dilakukan pembersihan dan penyikatan pada bak dua minggu sekali dan tergantung pada kotoran yang melekat pada dinding dan dasar bak, apabila sebelum dua minggu bak sudah kotor dan pada dinding bak banyak ditumbuhi lumut maka dapat dilakukan pembersihan dan penyikatan bak.

Hal ini sesuai dengan pendapat Priyono (2005) yang menyatakan bahwa air laut yang digunakan diambil langsung dengan menggunakan pompa di distribusikan melalui pipa-pipa PVC ke masing-masing unit bak pemeliharaan induk. Jumlah pergantian selama pemeliharaan adalah 200 % perhari. Untuk suplai oksigen di gunakan blower/Hiblow diatur dengan menggunakan stop kran dan selang aerasi yang dihubungkan ke masing-masing batu aerasi. Untuk mengurangi jumlah ekskresi yang di timbulkan dari induk, setiap satu atau dua minggu sekali di lakukan pembersihan dasar bak dengan cara menyipon.

3.3.5. Pematangan Gonat

(26)

a. Manipulasi Lingkungan

Manipulasi lingkungan dilakukan dengan cara menurunkan permukaan air pada pagi hari dan menjelang sore diisi kembali dengan air baru, hal ini bertujuan untuk menciptakan fluktuasi suhu air sekitar 2-3 ºC yang diharapkan dapat merangsang terjadinya pemijahan. Sebagai salah satu parameter lingkungan, suhu mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap proses reproduksi (Fujita, 1992) merangsang kelenjar hypotalamus dan condo spinalis untuk menghasilkan hormon GnRh dan LHRH di mana kedua hormon tersebut merangsang kelenjar pituitary penghasil hormon HCG yang merangsang kelamin untuk produksi (Murray, 1971 dan Smith, 1982). Perlakuan ini di lakukan pada akhir bulan gelap kurang lebih satu minggu sebelum musim pemijahan sampai awal bulan terang atau sampai induk memijah. Dari hasil pengamatan dapat dipastikan induk memijah pada minggu pertama bulan Arab/Jawa. Induk kerapu bila terlambat memijah maka akan menyimpan telurnya dalam gonat selama 1-2 bulan, bila bulan berikutnya tetap tidak memijah maka telur akan di absorpsi kembali.

Pematangan gonat induk di BBPBL Lampung dilakukan dengan pemberian vitamin C dua kali seminggu yang di sisipkan di sirip pakan untuk mempercepat pematangan gonat, pemberianya dilakukan setiap hari senin dan jum’at.

Vitamin diberikan dengan dosis 30 mg/kg induk/minggu dengan cara disisipkan di sirip pakan rucah yang diberikan kepada ikan.

(27)

Gambar 16. Biovit

3.3.6.Seleksi Induk

Seleksi induk di BBPBL Lampung dengan cara visual, untuk jantan ciri-cirinya badan pipih dan panjang, selain itu juga dilakukan dengan pengurutan (stripping) pada bagian perut kearah lubang genital yang dilakukan secara perlahan-lahan, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kerusakan pada organ dalam, pada saat pengurutan terdapat cairan sperma berwarna putih susu dan kental dan dapat diduga bahwa induk tersebut adalah jantan dan telah matang gonat, hal ini sesuai dengan pendapat Sudaryanto, et al., (1999) yang menyatakan, seleksi jantan di lakukan dengan metode stripping yang mengurut bagian perut ke arah lubang genital. Stripping di lakukan secara perlahan-lahan yang bertujuan untuk menghindari keluarnya sperma yang berlebihan serta terjadinya kerusakan organ dalam. Sperma yang baik dan siap untuk dipijahkan adalah berwarna putih susu dan kental. Untuk lebih jelas seleksi induk dapat dilihat pada lampiran 3.

Di bawah ini adalah langkah-langkah seleksi induk, yaitu:

a. Mengambil induk menggunakan seser, kemudian menampungnya kedalam bak penampungan telur yang terletak di ujung pipa pembuangan air pada bagian atas bak dengan ukuran panjang panjang 162 cm, lebar 151 cm, dan tinggi 104 cm. b. Merendam induk dengan air tawar selama 3-5 menit.

c. Melakukan pengecekan kematangan gonat. - Betina dengan cara pengamatan secara visual

- Jantan dengan cara di stripping, mengurut bagian perut kearah lubang urogenital

d. Pengamatan secara visual pada induk betina di tandai dengan membesarnya pada bagian perut.

e. Pada induk jantan dengan dengan mengurutkan ke arah lubang urogenital dan apabila ada cairan sperma berwarna putih susu dan kental maka itu adalah induk jantan yang telah matang gonat.

(28)

sesuai dengan pendapat (Sugama, et al., 2001) yang menyatakan bahwa induk betina dapat dicirikan dengan membesarnya bagian perut ikan.

3.3.7.Pemijahan

Di BBPBL Lampung pemijahan dilakukan dengan cara alami yaitu dengan cara manipulasi lingkungan. Metode manipulasi lingkungan di lakukan dengan cara menaik turunkan air pada bak pemeliharaan induk kerapu macan sehingga setinggi 68 cm dapat menaikkan suhu air, dari suhu awal 28ºC sampai 31ºC sehingga terjadi kenaikan suhu sebesar 3ºC dan di perkirakan akan terjadi penurunan suhu kembali pada saat diisi air baru pada sore hari. Selain itu dengan adanya penurunan dan penaikan ketinggian air akan menyebabkan perubahan tekanan air sehingga akan penyebabkan kondisi yang sama dengan kondisi di habitat hidup kerapu macan dan akan dapat merangsang terjadinya pemijahan.

Pemijahan dilakukan dengan manipulasi lingkungan. Langkah-langkah manipulasi lingkungan yaitu :

a. Menurunkan air pada bak pemeliharaan induk pada pagi hari, atau setelah pemberian pakan

b. Penjemuran bak, tetapi air tetap melakukan pengisian air atau masih dalam proses resirkulasi.

c. Mengisi air kembali hingga ketinggian semula pada sore hari,

Hal ini sesuai dengan pendapat Mustamin, et al (2004) yang menyatakan bahwa pemijahan alami dengan manipulasi lingkungan di lakukan dengan cara menurunkan permukaan air pada pagi hari dan menjelang sore air diisi kembali dengan air yang baru penurunan air bertujuan untuk menaikkan suhu air sekitar 2-3ºC dan akan terjadi penurunan suhu kembali pada saat diisi air yang baru pada sore hari dan kondisi ini diharapkan dapat merangsang terjadinya pemijahan.

3.4. Penanganan Telur 3.4.1.Pemanenan Telur

(29)

a. Mengalirkan air dari bak pemeliharaan induk ke dalam bak penampungan telur yang telah di pasang egg colector.

b. Mengambil telur di dalam egg colector dengan menggunakan serok/scop net. c. Memasukkan telur kedalam ember dan di pindahkan ke dalam wadah, serta di beri

aerasi sedang.

Dari hasil pemanenan telur di dapatkan jumlah telur pada bulan April, untuk lebih jelasnya jumlah telur pada bulan April dapat di lihat pada tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Jumlah Telur Bulan April 2014

Hari Tanggal

J umlah Telur (butir)

Induk darat

1 05 April 2014 5.963.052

2 06 April 2014 6.556.708

3 07 April 2014 4.601.520

Total Telur 16.121.280

Selanjutnya untuk pemanenan telur dilakukan dengan cara air mengalir, dimana air dan telur terbawa aliran air yang keluar menuju bak pemanena telur dari bak pemeliharaan induk yang sebelumnya pada bak pemanenan telur telah di beri tempat atau wadah pengupul telur ( egg colector ), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 17 dibawah ini.

Gambar 17. Pemanenan Telur

(30)

panen menggunakan serok dan di tampung di dalam ember yang kemudian di pindahkan kedalam wadah inkubasi untuk dilakukan seleksi dan perhitungan di dalam wadah.

Hal ini sesuai dengan pendapat Mustamin, et al., 2004 yang menyatakan bahwa pemanenan telur dilakukan pada pagi hari atau jika telur telah mengalami perkembangan embrio fase gastrula, sehingga sudah cukup kuat untuk dipindahkan. Panen telur dilakukan dengan cara mengalirkan air media pemeliharaan yang berisi telur ke bak penampungan telur yang sudah dilengkapi dengan scop net. Aliran air melalui saluran pembuangan yang ada pada bagian permukaan air, agar telur yang mengendap tidak terbawa keluar. Selanjutnya telur yang sudah terkumpul dalam bak penampungan telur di pindahkan ke wadah penampungan untuk di seleksi dan perhitungan jumlah telur.

3.4.2.Penghitungan Telur

Penghitungan telur dilakukan di dalam wadah inkubasi, yaitu pada pagi hari setelah dilakukan seleksi telur. Pertama hitung jumlah telur semua baik yang terbuahi maupun yang tidak terbuahi. Untuk lebih jelas penghitungan telur dapat dilihat pada gambar 18 dibawah ini.

Gambar 18. Penghitungan Telur

Langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan sampling jumlah telur adalah sebagai berikut :

a. Mengambil sampel secara acak sebanyak tiga titik dengan menggunakan gelas ukur 5 ml.

(31)

c. Kemudian dijumlah dibagi 3 kali sampling selanjutnya dikali 200 agar volumenya yang 5 ml menjadi satu liter kemudian dikalikan dengan volume wadah sehingga akan ditemukan jumlah telur.

Adapun rumus perhitungan jumlah total telur dan total telur yang terbuahi (FR) adalah sebagai berikut.

 Rumus perhitungan jumlah total telur :

Jumlah total telur = Jumlah sampel x Volume wadah Volume sampel

 Rumus perhitungan jumlah telur yang terbuahi (FR)

Sedangkan cara perhitungan total telur dan telur yang terbuahi dapat di lihat pada lampiran 4 halaman 64.

3.4.3.Seleksi Telur

Telur yang sudah di panen selanjutnya di pindahkan kedalam wadah dan diberi aerasi. Setelah itu aerasi diangkat dan di diamkan selama ± 15 menit agar telur yang telah teraduk oleh aerasi dapat terpisah. Selanjutnya dilakukan seleksi telur. Dari hasil seleksi di dapatkan telur yang terbuahi berwarna bening, transparan dan mengapung di permukaan air, sedangkan telur yang tidak terbuahi berwarna putih susu dan mengendap di dasar. Selanjutnya telur yang jelek yang mengendap di dasar wadah dibuang dengan cara di sipon, untuk lebih jelasnya telur yang terbuahi dan yang tidak terbuahi dapat dilihat pada gambar 19.

Hal ini sesuai dengan pendapat Minjoyo, et al., (1999) yang menyatakan telur yang baik akan terapung atau melayang pada bagian permukaan air dengan warna transparan, sebaliknya telur yang jelek akan mengendap di dasar bak berwarna putih susu, telur yang jelek dibuang dengan cara disipon.

Seleksi telur dilakukan di dalam wadah. Seleksi telur bertujuan untuk memisahkan telur yang berkualitas baik dengan telur yang jelek seleksi ini dilakukan dengan cara :

(32)

a. Mengendapkan telur hasil pemanenan dengan cara mematikan aerasi selama 10 menit.

b. Menyipon secara perlahan-lahan telur yang jelek pada bagian dasar.

Setelah telur yang jelek pada bagian dasar terbuang, selanjutnya aerasi dihidupkan kembali.

Telur yang tidak terbuahi akan dibuang karena telur tersebut akan ditumbuhi jamur, jamur tersebut akan mengganggu kestabilan kualitas air. Pada air akan muncul bau busuk, itu pertanda kualitas air media inkubasi telur sudah terjadi pembusukan telur yang tidak terbuahi. Untuk lebih jelasnya telur yang terbuahi dan tidak terbuahi dapat dilihat pada gambar 19 dibawah ini.

(a) (b)

Gambar 19. (a) Telur Terbuahi (b). Telur Tidak Terbuahi

Selama pemijahan induk kerapu macan menghasilkan telur dengan frekuensi pemijahan selama 3 hari berturut-turut dari induk yang dipijahkan dengan menggunakan satu buah bak. Hal ini dikarenakan pengelolaan lingkungan yang baik dengan sistem sirkulasi air selama 24 jam dan pemberian pakan yang cukup dan teratur. Hal ini sesuai dengan pendapat Mustamin, et al., (2004), yang menyatakan bahwa beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam kegiatan produksi telur agar didapatkan hasil maksimal antara lain kualitas calon induk, sarana, pakan dan pengelolaan media pemeliharaan serta teknik pemijahan.

Perhitungan fekuditas di BBPBL Lampung belum bisa dihitung. Hal ini di sebabkan karena bak pemeliharaan induk hanya digunakan satu buah, sehingga tidak bisa diperkirakan apakah semua induk betina menghasilkan telur.

(33)

Setelah di seleksi, kemudian telur akan di rendam dengan iodine. Tujuannya agar telur tidak berjamur dan derajat penetasan telur meningkat. Dosis pemberian iodine adalah 2-3 ml dalam 3 liter air, pengukuran dosis dengan menggunakan pipet tetes perendaman dilakukan selama 2-3 menit. Setelah itu telur di bilas dengan air laut dan kemudian di masukkan kembali kedalam wadah inkubasi. Jadi, perendaman telur dengan iodine tujuannya agar telur kebal terhadap patogen yang menyerang telur tersebut karena telur sudah dilapisi dengan iodine. Untuk lebih jelasnya iodine dapat dilihat pada gambar 20 dibawah ini.

Gambar 20. Perendaman Telur

Langkah-langkah perendaman dengan iodine adalah sebagai berikut : a. Siapkan 2 buah baskom untuk air bilasan dan air dengan iodine b. Masukkan air laut pada 2 baskom tersebut

c. 1 baskom dilarutkan iodine dengan dosis 2-3 ml d. Saring telur dalam wadah inkubasi

e. Kemudian rendam dalam larutan iodine selama 2-3 menit f. Setelah itu, bilas dengan air laut

g. Masukkan kembali telur kedalam wadah inkubasi 3.4.5.Penetasan Telur

(34)

larvanya dipindahkan kebak pemeliharaan larva. Kedua, telur langsung ditetaskan dalam bak pemeliharaan larva.

3.5.Pemeliharaan Larva 3.5.1.Penebaran Larva

Penebaran dilakukan setelah telur menetas menjadi larva yaitu sekitar pukul 20.00 - 21.00 WIB, caranya aerasi di angkat perlahan-lahan dan di diamkan selama 5-10 menit, larva akan berkumpul di permukaan. Larva yang ada dipermukaan tersebut diambil dengan menggunakan baskom volume 10 liter. Sebelum larva ditebar dilakukan aklimatisasi suhu terlebih dahulu supaya larva bisa beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Selanjutnya larva ditebar kedalam bak pemeliharaan dengan cara dituang dengan jumlah 250.00 - 300.000 ekor/bak atau 34 – 41 ekor/liter. Padat tebar 40 ekor/liter memberikan tingkat keleluasaan hidup lebih baik pada masa pemeliharaan larva ikan kerapu untuk umur 1 – 15 hari dan 10 ekor/liter untuk masa pemeliharaan larva umur 15 – 30 hari.

Tabel 3. Jumlah tebar larva pada bak pemeliharaan larva

Tanggal Bak Jumlah ekor/bak Jumlah ekor/liter

05 April 2014 A 300.000 41

06 April 2014 B 300.000 41

07 April 2014 C 250.000 34

3.5.2.Perkembangan Larva

Dari hari pengamatan saat praktek, larva kerapu macan yang baru menetas berwarna putih transparan dan bersifat planktonis yaitu yaitu melayang-layang dipermukaan air serta masih mempunyai kuning telur (volk egg).

Selanjutnya larva berumur satu hari (D.1), untuk lebih jelasnya larva umur D.1 dapat dilihat pada gambar 21, mengalami beberapa kali metamorphosis hingga berumur 35 hari (D-35). Untuk lebih jelasnya perkembangan larva kerapu macan hingga menjadi benih D.35 hari dapat dilihat pada tabel 6.

(35)

mengikuti arus, alat penglihatan (mata) belum berfungsi, serta masih mempunyai yolk egg (kuning telur) sebagai cadangan makanan sehingga larva belum membutuhkan pakan tambahan dari luar tubuhnya

Tabel 4. Perkembangan Larva Kerapu Macan Pada tanggal 5 April – 6 Mei 2014

Umur Tanggal Pengamatan Keterangan

D0 05 April 2014 Telur baru menetas dan memiliki kuning telur sebagai cadangan makanan.

D1 06 April 2014

Larva bersifat (planktonis), bergerak mengikuti arus, memiliki cadangan makanan berupa kuning telur, warna putih transparan.

D2 07 April 2014

Larva bersifat planktonis, sistem penglihatan sudah mulai terlihat dan masih memiliki kuning telur.

D3 08 April 2014

Sudah terlihat dua bintik hitam yaitu system penglihatan dan organ – organ pencernaan sudah terbentuk.

D6 11 April 2014 Spina/duri sirip punggung dan sirip perut terlihat seperti tonjolan.

D9 14 April 2014 Spina/duri sirip punggung dan sirip perut sudah terlihat jelas.

D11 16 April 2014 Spina mulai memanjang.

D15 20 April 2014 Spina tampak semakin memanjang. D16-25 21 April – 30 April

2014

Spina bertambah panjang.

D26-35 01 Mei – 09 Mei 2014

(36)

Pada saat kerapu berumur D.3, cadangan makanan atau kuning telur sudah terserap habis, mulut dan sistem penglihatan sudah mulai berfungsi sehingga larva membutuhkan pakan dari luar tubuhnya. Pada larva D.6 bakal sirip punggung dan sirip perut mulai tampak berupa tonjolan dan larva D.9 spina sudah terlihat jelas. Pertambahan panjang spina berlangsung sampai larva berumur D.20 – D.25 dan selanjutnya akan mereduksi menjadi duri keras pertama pada sirip dorsal dan sirip perut. Mereduksinya spina sampai umur D.30 – D.35 diikuti dengan bertambah panjangnya tubuh larva menjadi ikan muda sampai umur D.35 – D.40 dan selanjutnya ikan muda mengalami perubahan warna (pigmentasi) yang sama seperti ikan dewasa. Sutrisno, et al., (2004). Larva umur D.1 dapat dilihat pada Gambar 21 dibawah ini.

Gambar 21. Larva D.1 Pembesaran 400x (Umur 1 Hari) 3.5.3.Penyiponan dan Pergantian Air Larva

Air laut yang digunakan untuk pemeliharaan larva kerapu macan adalah air laut murni yang diambil langsung dari laut yang sebelumnya telah diendapkan di dalam tandon, setelah diendapkan di dalam tandon air laut tersebut selanjutnya dialirkan ke bak-bak pemeliharaan larva dengan menggunakan pompa. Sebelum air dimasukkan ke dalam bak pemeliharaan larva air disaring terlebih dahulu dengan filter bag.

(37)

lebar 5 cm sebagai pembersih bagian dasar bak pemeliharaan. Penyiponan ini bertujuan untuk membuang hasil metabolisme dan pakan yang tidak termakan yang mengendap di dasar bak pemeliharaan. Pergantian air pada bak pemeliharaan larva kerapu macan dilakukan pada larva berumur D.8-D.15 sebanyak 5-10%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Pergantian Air Larva Kerapu Macan.

No Umur Larva Pergantian Air

1. D.8-D.15 5- 10 %

2. D.15-D.25 25-50 %

3. D.25-D.30 50-100 %

4. D.30 > Sirkulasi

Pada umur D.30-D.35 pergantian air pada bak larva dilakukan dengan sistem air mengalir pada pagi, siang dan malam hari.

Hal ini sesuai dengan pendapat Sutrisno, et al., (2004) yang menyatakan penyiponan dapat dilakukan setelah larva D.20 atau dengan melihat kondisi dasar bak pemeliharaan larva, apabila sudah kotor maka dilakukan penyiponan. Penyiponan ditujukan untuk membuang sisa hasil metabolisme, pakan buatan yang tidak termakan dan kotoran lain yang mengendap didasar bak pemeliharaan. Pergantian air mulai dilakukan pada larva D.8-D.15 sebanyak 5-10%. Pergantian air semakin meningkat dengan bertambahnya umur larva. Setelah larva berumur 15-25 hari, pergantian air dilakukan sebesar 25-50% dan selanjutnya pergantian air dilakukan sebanyak 50-100% setelah larva berumur 25-30 hari dengan cara air mengalir secara perlahan sepanjang hari.

3.5.4.Kualitas Air Larva

Adapun kualitas air media pemeliharaan larva yang diamati adalah : suhu, pH, salinitas, dan DO.

(38)

Hasil pengukuran suhu pada pagi hari adalah 30°C dan siang hari adalah 31°C, fluktuasi suhu tidak terlalu tinggi hal ini disebabkan karena pemeliharan larva dilakukan pada bak terkontrol dan pada malam hari bak ditutup dengan plastik untuk mencegah fluktuasi suhu. Kisaran suhu ini masih tergolong baik untuk pemeliharaan larva. Hal ini sesuai dengan pendapat, Subyakto dan Suriawan, (2008) yang menyatakan selama masa pemeliharaan larva, kualitas air yang ideal adalah suhu 28-32°C.

Langkah-langkah mengukur suhu air media pemeliharaan larva adalah sebagai berikut:

1. Memasukkan dan mencelupkan ujung bawah termometer (alkohol) ke dalam wadah pemeliharaan yang akan diukur suhu airnya.

2. Mendiamkan beberapa saat hingga permukaan alkohol tidak bergerak lagi (stabil) selama lima menit.

3. Mencatat skala yang ada pada termometer, yang merupakan nilai dari pada suhu pada wadah pemeliharaan.

b. pH

Pengukuran pH rutin dilakukan setiap satu minggu sekali, hasil pengukuran pH berkisar antara 8,04-8,06, hasil pengukuran pH yang diperoleh masih baik untuk pemeliharaan larva kerapu macan. Hal ini sesuai dengan pendapat Subyakto dan Suriawan, (2008) yang menyatakan selama masa pemeliharaan larva, kualitas air yang ideal adalah pH 7,8 - 8,3.

Langkah-langkah mengukur pH, yaitu: 1. Menyiapkan pH meter.

2. Mengukur pH dengan frekuensi pengukuran satu minggu sekali.

3. Menghidupkan pH meter dengan menggeser tombol ON pada alat tersebut.

4. Mengkalibrasi skuid pH meter terlebih dahulu dengan menggunakan aquades hingga nilai di layar stabil.

5. Mencelupkan skuid pH meter pada satu titik media pemeliharaan yaitu pada badan air.

(39)

Hasil pengukuran salinitas adalah 32 ppt, hasil pengukuran salinitas yang diperoleh selama pemeliharaan larva masih baik untuk pemeliharaan larva kerapu macan. Hal ini sesuai dengan pendapat Subyakto dan Suriawan, (2008) yang menyatakan selama masa pemeliharaan larva, kualitas air yang ideal adalah salinitas berkisar antara 31-32 ppt.

Pengukuran salinitas dengan menggunakan alat Refraktometer. Untuk mendapatkan ketepatan tingkat salinitas atau kadar garam, sebelum digunakan sebaiknya alat Refraktometer tersebut dilakukan kalibrasi dengan langkah-langkah sebagai berikut : Membuka penutup prisma yang ada pada refraktometer.

1. Meneteskan (1 - 2 tetes) aquades pada prisma. 2. Menutup kembali penutup prisma.

3. Mengamati nilai salinitasnya, apabila tidak menunjukkan nilai pada skala 0‰,maka aturlah skala yang ditunjukkan tersebut dengan cara memutar sekrup pengatur (sambil terus diamati) hingga nilai ditunjukkan tepat pada skala 0 ‰. 4. Membersihkan permukaan prisma dengan menggunakan tissu. Alat siap

digunakan.

d. Do (Oksigen terlarut)

Hasil pengukuran DO berkisar 5,11-5,13 ppm. Hasil pengukuran DO yang diperoleh selama pemeliharaan larva masih baik untuk pemeliharaan larva kerapu macan. Hal ini diduga disebabkan karena penggunaan aerasi yang tepat dan cukup pada media pemeliharaan larva, sehingga kebutuhan oksigen dapat tercukupi dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Subyakto dan Suriawan, (2008) yang menyatakan selama masa pemeliharaan larva, kualitas air yang ideal adalah DO > 5 ppm.

Langkah-langkah pengukuran DO adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan Do meter digital.

2. Mengukur kandungan oksigen terlarut dengan frekuensi pengukuran satu kali dalam seminggu.

(40)

5. Mencelupkan skuid DO meter pada satu titik media pemeliharaan yaitu pada badan air.

6. Mencatat angka yang tertera/tampil pada layar DO meter.

3.5.5.Pemberian Pakan

Selama pemeliharaan larva kerapu macan, larva diberikan pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami yang diberikan adalah fitoplankton jenis

Nannochloropsisoculata sebagai pakan dari Brachionus plicatilis, Zooplankton jenis

Brachionus plicatilis / rotifera dan naupli artemia sebagai pakan larva kerapu. Sedangkan pakan buatan yang diberikan dengan merk dagang “Love Larva”. Pemberian pakan pada pemeliharaan larva kerapu macan dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Pemberian Pakan Nannochloropsis oculata

Pemberian Nannochloropsis oculata dimulai pada larva berumur D-2 sampai D-20. Pemberian dilakukan dengan cara mengalirkan Nannochloropsis oculata

menggunakan pompa dari bak penampungan Nannochloropsis oculata ke bak pemeliharaan larva yang tujuannya diduga adalah untuk pakan rotifer. Hal ini sesuai dengan pendapat (Sutrisno, et al., 2004) yang menyatakan bahwa pemberian fitoplankton dalam bak larva dimaksudkan sebagai penetral kualitas air terhadap gas beracun dan sebagai pakan rotifer yang ada dalam bak pemeliharaan.

Kepadatan pemberian Nannochloropsis yang diberikan adalah 2-4 x 104, hal ini sesuai dengan pendapat (Sutrisno, et al., 2004) yang menyatakan bahwa larva kerapu macan umur D.1 pada media pemeliharaan diberi fitoplankton dari jenis

Nannochloropsis, Dunaliella sp atau Tetraselmis sp. Akan tetapi yang sering digunakan adalah Nannochloropsis dengan kepadatan 2-4 x 104 sel/ml.

b. Pemberian Pakan Rotifera ( Brachionus plicatilis ).

Pakan awal yang diberikan pada larva kerapu adalah pakan hidup yaitu rotifera

(41)

pengamatan setiap hari dengan menggunakan gelas ukur. Sebelum rotifera diberikan terlebih dahulu diberikan Nannoclorophsis oculata sebagai pakan rotifer di dalam bak larva kerapu macan. Rotifera diberikan dengan kepadatan 3-6 ind/ml, hal ini sesuai dengan pendapat (Sutrisno, et al., 2004) yang menyatakan bahwa pakan awal larva kerapu adalah pakan hidup yaitu rotifer yang diberikan pada larva D.3. Kepadatan pakan yang diberikan sebanyak 3-6 ind/ml. Rotifer diberikan hingga larva D.20.

c. Artemia

Naupli artemia diberikan pada larva berumur D-15 sampai D-35, pemberian artemia dilakukan sampai larva dipindahkan ke bak pendederan. Artemia yang digunakan adalah merk High 5. Penetasan kista artemia menggunakan bak kerucut ( conicle tank ) dengan volume 100 liter selama 24 jam.

Langkah – langkah penetasan artemia

 Siapkan wadah kultur artemia dan aerasi yang teleh di bersihkan

 Masukkan air media yang telah di saring dengan filter bag

 Masukkan telur artemia dengan dosis 3 – 5 gram/liter

 Kemudian aerasi yang kuat agar telur teraduk

 Penen 24 jam setelah kultur

Setelah menetas artemia dipanen dan dipindahkan ke dalam aquarium volume 90 liter dan diberi minyak cumi sebanyak 5 ml sebagai pengkaya. Pada awal pemberian

artemia yaitu pada umur D.15 pemberian dilakukan sedikit demi sedikit dan respon larva terhadap pakan artemia sangat cepat. Pemberiannya dilakukan menggunakan gayung dan diberikan pada setiap titik aerasi. Setelah larva merespon pakan artemia yang diberikan selanjutnya pemberian artemia dilakukan setiap hari sebanyak tiga kali sehari pada pagi pukul 09.00, siang pukul 11.00 dan sore pukul 15.00 WIB.

Kepadatan pemberian artemia pada D-15 sampai D-35 atau sampai larva dipindahkan ke bak pendederan adalah sebanyak 1-3 sel/ml, hal ini sesuai dengan pendapat (Sutrisno, et al., 2004) yang menyatakan bahwa pemberian naupli artemia

(42)

siang dan sore hari. Untuk lebih jelas skema pemberian pakan pada larva dapat dilihat pada Gambar 22 dibawah ini.

- Pakan Buatan --Naupli Artemia

--- Rotifer --- Nannochloropsis

Hari 0 5 10 15 20 25 30

Gambar 22. Skema Pemberian Pakan pada Larva Kerapu Macan d. Pakan Buatan

Pakan buatan yang digunakan adalah dengan merek dagang “Love Larva”. Dari hasil pengamatan saat praktek, pakan buatan mulai diberikan pada larva berumur D.17 secara adlibitum atau sekenyang-kenyangnya dengan cara ditebar merata pada permukaan bak pemeliharaan larva, pada saat awal pemberian pakan diberikan pakan buatan Love Larva No 1, pada saat awal pemberian pakan buatan ini, pakan buatan diberikan sedikit demi sedikit dan sambil diamati setiap jamnya, apabila pakan habis maka ditambahkan pakan buatan lagi.

(43)

Gambar 23. Pakan Buatan “Love Larva”

3.6. Penyakit Pada Kerapu dan Pengobatannya

Penyakit dapat diartikan sebagai suatu gangguan fungsi atau terjadinya perubahan anatomi kimia maupun fisiologi organ tubuh. Penyebabnya dapat dibedakan atas penyebab patogen dan non patogen. Penyakit yang disebabkan oleh organisme petogen disebut juga sebagai penyakit patogenik, yaitu disebabkan oleh bakteri, virus, cendawan maupun parasit. Penyakit non patogen dikenal dengan penyakit non patogenik, misalnya disebabkan oleh kekurangan gizi, faktor genetik, maupun oleh lingkungan. Timbulnya penyakit adalah akibat adanya interaksi antara ikan dengan patogen dan lingkungannya dalam kondisi yang memungkinkan.

3.6.1.Penyakit Pada Induk

Penyakit yang menyerang induk ikan kerapu macan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Parasit ini menyerang pada bagian mata dan kulit induk kerapu macan. Parasit ini dapat mengakibatkan kebutaan pada ikan. Untuk pengobatannya dapat dilakukan dengan perendaman ikan kerapu macan menggunakan air tawar, jamur akan terlepas dengan sendirinya setelah direndam selama 15 – 30 menit.

(44)

Penyakit pada larva ikan kerapu pada umumnya disebabkan oleh faktor non patogenik yaitu lingkungan. Faktor lingkungan erat kaitannya dengan kualitas air. Terjadinya perubahan kualitas air dapat menyebabkan penyakit, bahkan dapat menimbulkan kematian pada larva ikan kerapu. Selama kegiatan Pembenihan larva terserang iredo virus. Penyakit yang biasa menyerang larva yaitu iredo virus yang ditandai dengan gejala seperti nafsu makan berkurang, warna larva sedikit merah ke orange, gerakan perut menghadap keatas, Kematian perlahan. Iredo Virus pada umumnya adalah sifat bawaan yang terdapat dalam induk, karena kualitas air di KJA (Keramba Jaring Apung) yang tercemar, dan menyerang telur dan akan Menyerang larva dari umur D17 keatas. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu dilakukan perendaman dengan Acriflavine atau Methylene Green (MG) dengan dosis 5 ppm. Perendaman dilakukan dengan sistem air mengalir.

Selain itu pencegahan yang di lakukan di BBPBL Lampung adalah dengan cara pemberian Probiotik ( Lactobacillus ) yang bertujuan untuk menetralkan kualitas air di bak larva, dan untuk mencegah hama dan penyakit pada larva. Pemberian Probiotik di lakukan dengan cara di beri air 4 liter dan di aerasi kuat, agar teraduk dengan rata. Pemberian Probiotik di lakukan di bak larva setelah diaerasi kuat selama 4 jam. Untuk lebih jelasnya prebiotik yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 24 di bawah ini.

Gambar 24. Probiotik. 3.7. Pemanenan dan Grading

(45)

menyebabkan kestresan larva, karena sifat larva yang sangat sensitif terhadap goncangan. Pemanenan dilakukan pada pagi hari, yang sebelumnya larva sudah dipuasakan. Pemanenan dapat dilakukan setelah larva menjadi benih yang sudah siap untuk dipindahkan ke bak-bak pendederan. Sebelum dilakukan pemanenan ikan dipuasakan terlebih dahulu.

Pemanenan larva dilakukan dengan cara membuka pipa pemanenan dan pada bagian luar pipa pemanenan telah dipasang waring kolektor berukuran 150 x 60 x 50 cm dengan ukuran mata jaring 250 mikron dan pada bagian sudut waring dipasang pemberat agar waring tidak mengapung. Waring kolektor ini berfungsi sebagai wadah menampung larva yang keluar pada saat pembuangan air. Setelah larva terkumpul pada waring kolektor, larva diambil menggunakan baskom bersamaan dengan airnya. Kemudian larva dipindahkan ke dalam bak pendederan. Untuk lebih jelas pemanenan larva dapat dilihat pada gambar 25 di bawah ini.

Gambar 25. Pemanenan Larva

Selama pemeliharaan larva sampai umur 35 hari jumlah larva yang diperoleh 40.500 ekor. Hasil panen larva sampai D.35 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Larva yang dihasilkan Sampai Umur 35 Hari.

(46)

A B C

300.000 300.000 250.000

12.800 13.200 14.500

5,12 4,4 4.7

Pada saat pemindahan larva ke bak pendederan dilakukan grading untuk menyeragamkan ukuran larva pada bak pendederan. Grading dilakukan untuk mengurangi kanibal, mencegah terjadinya persaingan memperoleh pakan. Grading adalah memisahkan ukuran ikan besar dari ikan yang kecil, sehingga ukuran ikan relatif lebih seragam sehingga dapat menekan kematian ikan karena kanibal.

Grading dilakukan dengan cara, larva yang ada di dalam bak pendederan diserok menggunakan tudung saji kemudian larva dipilih satu – persatu sesuai dengan kelompok ukurannya yang seragam. Pengambilan larva menggunakan gayung dan juga dapat menggunakan gelas plastik. Pengambilan larva ini dilakukan dengan airnya agar ikan tidak menjadi stres. Hal ini sesuai dengan pendapat Hermawan, et al. (2001) yang menyatakan bahwa dalam melakukan grading harus dilakukan dengan hati – hati karena pada saat grading akan terjadi banyak sentuhan yang dapat menyebabkan larva mati. Untuk menghindari kematian dapat dilakukan grading dengan cara memilih ikan dengan mengikutkan airnya agar dapat mengurangi tingkat stres. Untuk lebih jelasnya preses grading dapat dilihat pada Gambar 26 di bawah ini.

Gambar 26. Greding Larva Kerapu Macan 3.8. Pemeliharaan Benih

(47)

Di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung bak pemeliharaan benih berbentuk bulat yang terletak di ruangan tertutup. Bak terbuat dari bahan fiber dengan volume 3 m3. Untuk mencukupi kebutuhan oksigen dalam bak pemeliharaan larva dilengkapi dengan aerasi, bak juga dilengkapi saluran pemasukan dan saluran pengeluaran air. Hal ini sesuai dengan Andiastuti et al. (1999), bak fiberglass yang tahan terhadap benturan dan beban atau tekanan air sesuai dengan volume yang ditentukan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 27 di bawah ini.

Gambar 27. Bak Pemeliharaan Benih

Sebelum digunakan terlebih dahulu bak dan peralatan yang di pakai seperti selang aerasi, batu aerasi, timah pemberat dan peralatan lainnya disiram dengan kaporit 100 ppm kemudian di cuci sampai bersih. Hal ini dilakukan untuk mensterilkan semua peralatan supaya bebas dari penyakit seperti bakteri dan jamur.

3.8.2.Pemberian Pakan

Pemberian pakan benih menggunakan pakan buatan dengan merk Love larva

dan KRA yang diberikan 5 – 6 kali dalam sehari yaitu pada pukul 07.00, 09.00, 11.00, 13.00, 15.00 dan 17.00 WIB. Pemberian pakan menggunakan pakan buatan ini karena pakan buatan memiliki kandungan nutrisi yang tinggi dan dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan ikan. Pemberian pakan dilakukan sampai ikan kenyang atau adlibitum. Kebutuhan nutrisi untuk benih kerapu harus memiliki kadar protein yang tinggi karena tergolong hewan karnivora. Jenis pakan yang umum digunakan dalam kegiatan pendederan yaitu pakan buatan.

(48)

Untuk menjaga kualitas air pada bak pemeliharaan benih tetap baik yaitu dengan cara pergantian setiap hari sebanyak 100 – 150%. Penyiponan dasar bak dilakukan 1-2 kali sehari setelah pemberian pakan dan pembersihan bak apabila sudah kotor atau ditumbuhi lumut dengan demikian kualitas air dapat dipertahankan dengan baik. Selain itu pada bak pendederan dilakukan sirkulasi air selama 24 jam nonstop. Pada masa pendederan benih memerlukan pergantian air mengalir secara terus menerus selama 24 jam.

Selama pemeliharaan benih pengukuran kualitas air menunjukkan kisaran yang ideal untuk pembenihan kerapu macan. Selama Praktek Kerja Lapang kisaran suhu pada bak pemeliharaan benih yaitu 28 – 30 oC. Suhu optimal untuk pembenihan kerapu berkisar antara 25–35 oC. Kisaran salinitas selama pemeliharaan benih yaitu 30 – 32 ppt, Salinitas yang ideal untuk pemeliharaan kerapu macan adalah 30 – 35 ppt. Kisaran oksigen terlarut selama pemeliharaan benih yaitu 5,3 – 5,6 ppm, Oksigen terlarut untuk pembenihan kerapu macan > 5 ppm.

3.8.4.Grading

Grading bertujuan untuk menyeragamkan ukuran benih, mengurangi sifat kanibalisme dan mengurangi persaingan dalam mendapat makanan. Grading dilakukan setiap 5 hari sekali atau jika ukuran benih tidak seragam. Grading dilakukan dengan alat bantu berupa tudung saji, gayung dan ember untuk menangkap benih dan tempat grading. Pemilihan benih dilakukan satu persatu sesuai dengan ukuran benih. Apabila telah seragam benih dimasukkan lagi ke bak pemeliharaan. Grading atau pemilahan ukuran adalah salah satu kegiatan dalam pendederan untuk menyeleksi sekaligus memilah-milah benih sesuai dengan ukurannya. Untuk lebih jelasnya proses grading dapat dilihat pada Gambar 28 di bawah ini.

(49)

3.8.5.Pemanenan Benih

Proses pemanenan di mulai dengan mempersiapkan semua bahan dan alat yang di perlukan untuk kegiatan panen. Kemudian proses pemanenan di mulai dengan menurunkan permukaan air dengan cara membuka saluran outlet. Kemudian benih di tangkap dengan di giring menggunakan bantuan alat, yaitu serokan dan tudung saji yang di beri pelampung dan di tampung di dalam tudung saji. Sebelum di lakukan pemanenan benih, di puasakan antara 12 – 24 jam, tergantung lama pemeliharaan. 3.8.6.Pengepakan dan Transportasi

Sistem pengangkutan yang dilakukan di BBPBL Lampung adalah sistem tertutup yaitu dengan menggunakan plastik packing yang diisi oksigen dari tabung oksigen. Tahap awal pengepakan adalah benih terlebih dahulu ditampung pada bak volume 1m³ dan diberi aerasi selama 25 menit. Selanjutnya benih dimasukkan ke dalam plastik packing berukuran panjang 125 cm x lebar 60 cm x dengan ketebalan plastic 0,6 mm yang dirangkap sebanyak 2 buah plastic dengan kepadatan 300 ekor/kantong plastik. Pengisian oksigen ke dalam plastik packing dengan perbandingan air dan oksigen 1 : 3.

Selanjutnya plastik packing diikat menggunakan karet gelang, kemudian dimasukkan ke dalam box styrofoam dan diberikan es batu sebanyak 2 buah yang sebelumnya es batu telah dibungkus koran terlebih dahulu. Setelah itu box styrofoam

ditutup dan dilakban dengan kuat dan rapat agar posisi plastik di dalamnya tidak bergeser dan tidak menyebabkan ikan menjadi stress. Pada bagian luar box styrofoam

diberi kode atau nomor. Selanjutnya box styrofoam dimasukkan ke dalam mobil pick up dan disusun dengan rapi lalu diikat agar selama perjalanan tidak jatuh.

Hal ini sesuai dengan pendapat Dhoe, et al ., (2004), yang menyatakan tujuan panen benih dari bak pemeliharaan larva adalah untuk melanjutkan kegiatan ke tahap berikutnya dalam lingkup usaha pembenihan yaitu kegiatan pendederan. Umur benih pada kondisi ini biasanya berkisar antara 30-40 hari dan mencapai ukuran 1,5-2 cm.

(50)

Setelah jumlah ikan yang berada di permukaan berkurang, pemanenan dilanjutkan dengan cara mengurangi air media pemeliharaan hingga tersisa ⅓-¼ bagian dari volume awal. Ikan digiring ke sudut bak dan ditangkap dengan keranjang pelastik kemudian dimasukkan ke dalam baskom dan dipindahkan ke bak pendederan, atau siap dihitung dan dikemas jika akan ditebar ke lokasi yang berbeda. Sebelum dilakukan pemanenan, sebaiknya benih dipuasakan atau tidak diberi pakan selama minimal 1 hari.

Pengemasan benih dilakukan setelah benih, bahan dan sarana telah siap. Bahan dan sarana yang diperlukan adalah : benih yang telah dipuasakan, kantong plastik poly ethylin dengan ketebalan plastik 0,6 mm berukuran 50 cm x 80 cm, kotak kardus atau insulator (styrofoam), selotip besar, oksigen murni, es batu dalam kantong plastik 0,5 kg yang dibungkus dengan kertas koran dan air laut bersih. Dhoe, et al ., (2004)

Gambar

Gambar 1.  Bangsal Pendederan
Gambar 3. Keramba Jaring Apung (KJA)
Gambar 5. Blower
Gambar 6. Regulator, Selang aerasi, Pemberat, dan Batu aerasi
+7

Referensi

Dokumen terkait