• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata-kata kunci: tugas, aktivitas berbasis tugas, rekaman video

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kata-kata kunci: tugas, aktivitas berbasis tugas, rekaman video"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA MAHASISWA DALAM PERKULIAHAN SPEAKING 2

DENGAN TASK-BASED ACTIVITY BERBANTUAN AUDIO-VIDEO RECORDING (AVR)

Dewa Putu Ramendra dan AA Sri Barustyawati

Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Bahasa dan Seni Undiksha

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan keterampilan mahasiswa yang mengambil mata kuliah “speaking 2” khususnya kelas IIC dalam berbicara. Hal ini dilakukan atas dasar temuan awal bahwa mahasiswa memiliki keterampilan berbicara yang rendah. Selain itu, mereka juga memiliki motivasi yang kurang dalam perkuliahan. Untuk mencapai tujuan tersebut, desain penelitian tindakan kelas kemudian dipilih untuk diaplikasikan. Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri atas empat pertemuan, dengan aktivitas-aktivitas (1) menonton presentasi (AVR) dan berdiskusi tentang ekspresi-ekspresi bahasa tentang topik yang dibahas, (2) membahas tentang fungsi-fungsi bahasa yang bisa digunakan dan meminta mahasiswa untuk melakukan task; (3) presentasi hasil kegiatan (task) mahasiswa satu per satu; dan (4) memberikan umpan balik. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) keterampilan mahasiswa dalam berbicara dapat ditingkatkan dengan penerapan model pembelajaran yang berbasis pada task-based activities yang berbantuan Audio Visual Recording. Peningkatan keterampilan tersebut tampak sangat jelas, karena keterampilan mereka yang sebelumnya berada dalam kategori kurang kemudian dapat ditingkatkan sehingga berada pada kategori baik selama dua siklus penelitian tindakan kelas; dan (2) respon mahasiswa selama proses belajar-mengajar sangat positif, seperti terlihat pada perilaku mereka selama proses belajar-mengajar dan pada hasil wawancara. Kepada para pengajar yang memegang mata

kuliah speaking disarankan agar mengadopsi model

pembelajaran yang berorientasi pada task, karena model ini sangat efektif dan dapat dipakai untuk meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam berbicara.

(2)

Abstract

This research aimed at improving the students’ skill in speaking, especially grade IIC students. It was conducted based on the result of the reconnaissance that showed that the students had a poor speaking skill. Besides, they were observed to be poorly motivated in speaking class. To achieve the purpose, classroom based action research design was then selected to be implemented. This research is conducted in two cycles, in which in each cycle contains planning, action, observation and reflection. Every cycle consists of four meetings that include the activities of: (1) viewing presentation (AVR) and discussing about the language expressions of the discussed topic, (2) discussing the language functions used and asking the students to do the task; (3) speech presentation; and (4) Feedback. The results of the research showed that (1) the students’ skill in speaking could be improved through the application of task-based activities combined with Audio Visual Recording. The increased skill was obvious, since the students’ skill which was previously low can be improved to the level of sufficient in two cycles of classroom based research; and (2) the students’ responses during the teaching and learning process were very positive, as shown by their behavior during the teaching and learning process and by the results of the interview. As a recommendation based on the results of the study, it was suggested to the speaking teachers/lecturers and curriculum designers to pay attention and adopt the teaching model based on task, because it was effective and appropriate to improve the students’ skill in speaking.

Keywords: task, Task-based Activity, Audio-Video Recording

(AVR)

Pendahuluan

(3)

Berhubungan dengan deskripsi di atas, Ur (1996) menyatakan bahwa “Jika seseorang menguasai suatu bahasa, secara intuitif ia mampu berbicara dalam bahasa tersebut”. Ungkapan ini jelas mengidentifikasikan bahwa keterampilan berbicara menunjukkan suatu indikasi bahwa seseorang mengetahui suatu bahasa. Selain itu, keterampilan berbicara bisa juga digunakan sebagai suatu media untuk belajar (Izquirdo, 1993), karena keterampilan ini sangat terkait dengan pelafalan, grammatika, kosa kata, diskursus, keterampilan mendengarkan dan lain lain.

(4)

parafrase, menyediakan konteks untuk menginterpretasikan makna-makna kata, meminta pertolongan dan secara tepat menilai seberapa baik interlokutor memahami apa yang dikatakan.

Selain keterampilan-keterampilan mikro tersebut, keterampilan berbicara juga memerlukan penguasaan empat kompetensi yang lain, yaitu (1) kompetensi gramatika, (2) kompetensi diskursus, (3) kompetensi sosiolinguistik, dan (4) kompetensi strategi (Canala dan Swain dalam Shumin, 2002)

Berdasarkan hasil observasi yang berkelanjutan yang dilakukan terhadap mahasiswa yang mengambil mata kuliah Speaking 2 di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, ditemukan bahwa mahasiswa memiliki keterampilan berbicara yang kurang memadai. Permasalahan yang diketemukan meliputi kefasihan dan ketepatan berbahasa. Dalam masalah kefasihan, mahasiswa cenderung gagap atau ragu-ragu dalam mengungkapkan ide-ide mereka. Ketika mereka diberi pertanyaan atau diminta untuk mengungkapkan ide-ide mereka, mereka cenderung terdiam lama dan berpikir tentang apa dan bagaimana cara mengungkapkan ide-ide tersebut. Dalam masalah ketepatan berbahasa, mahasiswa sering melakukan kesalahan gramatika dengan tidak mengindahkan kaidah-kaidah bahasa. Hal ini menyangkut penggunaan tenses, seperti I stay here two days ago; subject-verb agreement, seperti She go to campus everyday; plural, seperti all my friend like to have a party.

(5)

Berdasarkan berbagai pemecahan yang bisa dipakai untuk memecahkan permasalahan tersebut dan untuk meningkatkan keterampilan berbicara pembelajar, task-based activity merupakan salah satu pemecahan yang terbaik. Task-based activity merupakan suatu teknik pengajaran keterampilan berbicara yang dikembangkan dari pendekatan komunikatif yang menekankan atau berorientasi pada pentingnya tugas-tugas atau tujuan-tujuan komunikasi dalam melakukan komunikasi lisan. Task-based activity

berfungsi untuk memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi yang bermakna.

Dalam menerapkan task based activity, pembelajar melakukan suatu kegiatan yang berhubungan dengan menegosiasikan makna, melakukan parafrase dan melakukan eksperimen yang akan membawa pembelajar pada pertumbuhan bahasa yang sukses (Richard and Renandya, 2002:94). Kegiatan ini sejalan dengan definisi task yang diajukan oleh Skehan (dalam Beglar dan Hunt, 2002) yang menyatakan bahwa task adalah suatu aktivitas Dalam hal makna adalah sesuatu yang mendasar, ada suatu masalah komunikasi untuk dipecahkan, dan sangat berhubungan dengan kegiatan sehari-hari. Prinsip-prinsip dalam metode task-based activity ini juga sesuai dengan konsep pembelajaran inovatif yang sedang digalakkan saat ini.

Task memberikan pembelajar beberapa keuntungan yang sangat menarik untuk diperhatikan (Beglar and Hunt, 2002). Task menyediakan

input dan kesempatan bagi pembelajar untuk penggunaan bahasa yang bermakna, yang tentu saja dipandang penting bagi penguasaan bahasa, khususnya keterampilan berbicara. Selain itu, task menyediakan lingkungan yang secara linguistik kaya yang pada dasarnya mampu untuk mengaktifkan keterampilan pembelajar dalam berbahasa. Task memberikan banyak penekanan pada pemberian kesempatan untuk menghasilkan bahasa memaksa pembelajar untuk memberikan perhatian yang lebih pada bentuk dan keterhubungan antara bentuk dan makna. Terakhir, hubungan antara bentuk dan fungsi lebih mudah dipahami pembelajar dalam task-based activity.

Terkait dengan teknik dan metode pengajaran yang konvensional, peneliti ingin menciptakan sebuah inovasi dalam pembelajaran dengan memanfaatkan media elektronik sehingga memberikan nuansa yang menyenangkan, menantang; atmosfer belajar yang selalu membuat

mahasiswa selalu stay tuned. Dalam hal ini, peneliti ingin

(6)

membuat segala aktivitas mereka dalam kelas Speaking menjadi bermakna sejalan dengan prinsip task-based activity.

Mengacu pada deskripsi tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan sekaligus mendeskripsikan respon mahasiswa dalam mperkuliahan Speaking 2 di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja dalam berbicara.

Metode

Subyek penelitian ini adalah mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris yang mengambil mata kuliah Speaking 2 pada semester IIC yang berjumlah 27 orang.

Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, desain penelitian yang dipilih adalah penelitian tindakan kelas. Pada dasarnya, desain penelitian tindakan kelas melibatkan beberapa siklus, yang pada setiap siklusnya terdiri atas fase perencanaan, implementasi tindakan, observasi/evaluasi, dan refleksi. Siklus-siklus tersebut dilukiskan seperti pada Gambar 1.

Penelitian ini diimplementasikan dalam dua siklus yang setiap siklus terdiri ats empat kali pertemuan. Secara garis besar langkah-langkah yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Perencanaan mencakup langkah-langkah sebagai berikut: (i) persiapan pembelajaran, berupa pembuatan satuan pembelajaran dan rencana pembelajaran, pemilihan sumber belajar yang akan digunakan sebagai materi; (ii) pengadaan media seperti video recorder, televisi, video player dan video compact disc; dan (iii) pengadaan instrumen observasi, seperti jurnal penelitian dan pedoman wawancara.

(7)

melaporkan hasil yang mereka dapatkan di depan kelas, dan (6) memberikan umpan balik tentang kelebihan dan kekurang mahasiswa dalam pelaporan dengan memutar kembali hasil rekaman presentasi mereka.

Gagal

Berhasil

Refleksi:

Menganalisa dan menyimpulkan data yang dikumpulkan.

Implementasi dan Observasi Tindakan: mengimplementasikan rencana pembelajaran dan melakukan observasi serta

perekaman terhadap efek dari implementasi tindakan.

Fase Perencanaan:

- Menyiapkan Rencana Pengajaran - Menyiapkan materi

Siklus n

Fase Identifikasi Masalah

- Mahasiswa Speaking 2 memiliki keterampilan berbicara yang rendah

- Mereka juga memiliki partisipasi yang kurang dalam pembelajaran keterampilan bicara

Kesimpulan

Laporan Penelitian

Gambar 1

Diagram Penelitian Tindakan Kelas

Sumber belajar diambil dari Intensive Course Program Handbook

(Ditjen Dikti, 2001), English Grammar in Use (Raymond Murphy, 1998);

(8)

digunakan untuk mengambil data yang berhubungan dengan proses belajar-mengajar, tes (dalam bentuk presentasi task) yang dikombinasikan dengan penggunaan handycam juga digunakan untuk mengetahui keterampilan mahasiswa dalam berbicara. Terakhir, pedoman wawancara juga diterapkan pada setiap akhir siklus untuk mengetahui respon, perasaan dan juga untuk mengumpulkan berbagai saran dari mahasiswa demi penyempurnaan proses belajar-mengajar.

Hal pertama yang perlu dilakukan pada fase refleksi ini adalah menganalisis data yang ditemukan melalui fase pengamatan. Dalam hal ini, data yang didapatkan melalui speech presentation mahasiswa dibahas secara deskriptif dengan memberikan skor atau nilai kuantitatif. Data yang lain yang didapat dari jurnal peneliti dan handycam, dan pedoman wawancara dianalisis secara deskriptif kualitatif dalam bentuk paparan yang terorganisasi dengan mengikuti prosedur analisis data deskriptif kualitatif, seperti (1) tabulasi data, (2) reduksi data melalui pengategorian, (3) interpretasi, dan (4) pengambilan simpulan. Fase berikutnya yang perlu dilakukan setelah data dianalisis adalah menyimpulkan data tersebut. Melalui simpulan ini, kelebihan dan kelemahan kinerja siklus dapat diketahui, yang kemudian berimplikasi pada pemahaman pada keberhasilan atau kegagalan penelitian.

Pengskoran yang dilakukan penelitian ini adalah dengan menggunakan pedoman pada Tabel 1.

Penelitian ini dinyatakan berhasil, jika (1) nilai keterampilan berbicara siswa minimal 6, sedangkan nilai pada ketepatan bahasa tidak boleh kurang daripada 3 dan nilai pada kefasihan berbahasa juga tidak boleh kurang daripada 3; dan (2) respon mahasiswa selama proses belajar mengajar positif.

Hasil

(9)

demi satu untuk berbicara di depan kelas tentang topik yang telah dipersiapkan; dan 4) memberikan umpan balik.

Tabel 1

Pedoman Penilaian Keterampilan Berbicara Mahasiswa

Ketepatan Berbahasa Kefasihan Berbahasa

Tidak ada bahasa yang dipakai 1 Hampir tidak ada komunikasi 1

1. Penggunaan kosakata yang kurang

2. Kesalahan mendasar pada gramatika

3. Penggunaan aksen bahasa Ibu yang kental

2 1. Sangat tergesa-gesa dengan penggunaan ungkapan yang pendek-pendek

2. Terkadang sulit untuk dimengerti

2

1. Penggunaan kosakata yang memadai tapi tidak

bervariasi

2. Membuat kesalahan gramatika yang jelas 3. Penggunaan aksen bahasa

Ibu yang tidak begitu kental

3 Dapat menyampaikan ide, tetapi dengan tergesa-gesa dan pendek.

3

1. Penggunaan kosakata yang cukup memadai dan luas 2. Terkadang masih terjadi

kesalahan gramatika 3. Menggunakan aksen bahasa

Ibu yang tidak begitu kental

4 Berkomunikasi secara efektif pada giliran

berbicara, tapi tidak bisa berbicara pada waktu yang lama.

4

1. Penggunaan kosakata yang luas dan tepat

2. Tidak terdapat kesalahan gramatika

3. Penggunaan aksen penutur asli

5 1. Dapat berkomunikasi secara efektif dan mudah 2. Dapat berbicara dengan

waktu yang lama

5

Total Skor = skor pada ketepatan berbicara + skor pada kefasihan berbicara

(10)

Secara klasikal, nilai rerata mahasiswa dalam tes keterampilan berbicara adalah 4,5 yang merupakan suatu kategori kurang. Dari nilai ini, ditemukan bahwa 5 (19,2%) mahasiswa mendapatkan skor 3; 10 (38,5%) mahasiswa mendapatkan skor 4; 5 (19,2%) mahasiswa mendapatkan skor 5; 5 (19,2%) mahasiswa mendapatkan skor 6; dan 1 (3,8%) mahasiswa mendapatkan skor 7.

Selain itu, hasil wawancara menunjukkan bahwa mahasiswa mengalami banyak masalah dalam keterampilan bebicara walaupun mereka sebenarnya memiliki antusiasme yang culup tinggi untuk meningkatkan keterampilan mereka dalam berbicara. Mahasiswa menyadari bahwa mereka banyak memiliki masalah dalam gramatika dan kefasihan. Hal ini cenderung disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri dan juga penguasaan materi presentasi. Dalam hal ini, mahasiswa mengakui bahwa mereka sering bingung tentang apa saja yang bisa mereka sampaikan di depan kelas secara terstruktur.

Proses Pembelajaran Siklus 1. Pada siklus 1, pembelajaran dilakukan dalam empat kali pertemuan tatap muka dengan topik Past Experience. Pertemuan empat kali tatap muka dilakukan dengan distribusi sebagai berikut: (1) menonton presentasi (AVR) dan berdiskusi tentang ekspresi-ekspresi bahasa tentang Past Experience, (2) membahas tentang fungsi-fungsi bahasa yang bisa digunakan dalam Past Experience dan meminta mahasiswa untuk melakukan task; (3) presentasi hasil kegiatan (task) mahasiswa satu demi satu; dan (4) pemberian umpan balik.

Berdasarkan hasil pengamatan, ditemukan bahwa mahasiswa cukup antusias dalam menonton Audio Visual Recording yang berupa presentasi tentang pengalaman seseorang ketika diserang seekor buaya (diambil dari majalah Kangoro), begitu juga pada fase diskusi dan tanya jawab berhubungan dengan topik yang dibahas. Bahkan, ketika aktivitas task

dijalankan mahasiswa langsung mencari temannya yang lain untuk mencari informasi yang diperlukan (wawancara) berhubungan dengan task-based activities. Dalam hal ini, mahasiswa cenderung menggunakan pemakaian bahasa Inggris dan sangat jarang memakai baik itu bahasa Indonesia maupun bahasa Ibu.

(11)

mahasiswa mendapatkan skor 7; dan 7 (26,9%) mahasiswa mendapatkan skor 8.

Hasil analisis yang dilakukan terhadap hasil presentasi mahasiswa menunjukan bahwa dari segi isi dan kefasihan berbahasa sudah cukup baik. Mereka rata-rata bisa memformulasikan dan menyampaikan informasi yang didapat dengan cukup baik dengan pelafalan yang tepat sehingga isi sajian dapat dipahami dengan mudah. Pemilihan kata juga cukup spesifik untuk menggambarkan situasi yang disampaikan dengan jelas.

Penggunaan gramatika yang tepat juga diobservasi pada presentasi mahasiswa. Kesalahan-kesalahan yang dibuat mahasiswa cenderung bersifat minor dan tidak mengganggu pemahaman mahasiswa. Secara umum kesalahan-kesalahan gramatika mahasiswa meliputi verb tense (1-8), voice

(9-10), pemilihan kosakata (11), pembuatan frase preposisi (12) dan kurangnya determiner (13), seperti yang ditunjukan pada ekspresi-ekspresi berikut ini.

those accident never happen again (1) Then he catched him (2)

Now he lived together with his family happily and have really close relation with his relatives (3)

They helped her to got up (4)

she want to take picture from her camera to the cheerleader (5) Ade was falled from her bike (6)

But he didn’t went directly (7) Ade was falled from her bike (8)

When she was starting to pose in front of the camera, suddenly her foot was slip (9)

her teeth was broke (10)

He forbided us never to do it again (11)

Her experience about she hit the people when she rode a motorcycle (12)

Their experience that happen be subject is very valuable (13)

(12)

terjadi karena mereka bisa merasakan kebutuhan untuk berkomunikasi dan ketika mereka melakukan dialog atau percakapan tersebut mereka melakukannya untuk tujuan-tujuan komunikasi. Mereka juga mengungkapkan bahwa pemberian kisi-kisi pertanyaan yang perlu untuk dipakai dalam mewawancarai mahasiswa yang lain dan juga presentasi yang dipakai dengan menggunakan AVA membantu mereka untuk membuat presentasi lebih terstruktur.

Proses Pembelajaran Siklus 2. Siklus 2 dilaksanakan dalam empat kali pertemuan tatap muka dengan topik Dreamed Holiday. Langkah-langkah pembelajaran hampir sama dengan Langkah-langkah-Langkah-langkah yang diambil pada siklus 1. Perbedaannya, naskah DVD tentang Dreamed Holiday tidak diberikan, sehingga mahasiswa harus mendengar dengan lebih serius. Selain itu, mahasiswa tidak diberikan lembar panduan untuk mengerjakan task, sehingga mereka mengembangkan sendiri pertanyaan yang diperlukan.

Pengamatan yang dilakukan terhadap proses pembelajaran seperti yang ditunjukan pada catatan lapangan menunjukkan hal yang sama seperti pada temuan siklus 1, bahwa mahasiswa cukup antusias dalam belajar keterampilan berbicara. Mahasiswa serius dalam menonton AVR, begitu juga pada saat diskusi tentang ekspresi-ekspresi gramatika dan fungsi-fungsi ekspresi tersebut dan juga pada fase pengerjaan task.

Keterampilan Mahasiswa dalam Bebicara. Pengskoran yang dilakukan terhadap presentasi mahasiswa menunjukkan bahwa nilai rerata keterampilan berbicara mahasiswa Speaking 2 adalah 7,54; 100% mahasiswa memperoleh skor di atas 5; 4 (15,4%) mahasiswa memperoleh skor 6; 9 (34,6%) orang memperoleh skor 7; 12 (46,2%) orang memperoleh skor 8; dan 1 (3,7%) mahasiswa memperoleh skor 9.

Hasil analisis yang dilakukan terhadap hasil presentasi mahasiswa menunjukan bahwa segi isi dan kefasihan berbahasa sudah baik. Mereka mampu memformulasikan dan menyampaikan informasi yang didapat dengan cukup baik dengan pelafalan yang tepat, sehingga isi sajian dapat dipahami dengan mudah. Pemilihan kata cukup spesifik dengan jelas menggambarkan situasi yang disampaikan dengan jelas.

Penggunaan gramatika yang tepat juga diobservasi pada presentasi mahasiswa. Kesalahan-kesalahan yang dibuat mahasiswa cenderung bersifat minor dan hanya sedikit. Secara umum kesalahan-kesalahan gramatika mahasiswa meliputi verb tense (1-3), subject-verb agreement (4-10),

(13)

kata (14), dan pernyataan yang agak membingungkan (15) seperti yang ditunjukan pada ekspresi-ekspresi berikut ini.

she’s never forget about her dreamed holiday (1) In chest of the hill, although there was silent (2) she wants to relaxed while watching TV (3) she go together (4)

In the evening she cleans her room and then take a bath (5) he feel tired (6)

When it come, firstly I will go straight to the hotel (7) During her vacation at Tokyo, she feel happy and enjoy her vacation (8)

He take a bath in the river (9)

He enjoy the party happily. Next day, he go to strawberry plantation, he taste lots of strawberry there (10)

there isn’t any people there (11)

Yuni’s dreamed holiday is go around the worlwith someone which she loves very much (12)

The next day his friend and him will be climbing (13) At midnight, he’ll ask her again what is the answer about his love (14)

Her room is on 200 room (15)

(14)

Pembahasan

Kalau hasil penelitian seperti diungkap di atas dicermati dengan saksama akan terungkap bahwa kriteria keberhasilan yang telah ditentukan sebelumnya telah dicapai pada siklus pertama. Dalam hal ini, kriteria yang ditetapkan berupa skor minimal untuk keterampilan mahasiswa dalam berbicara telah tercapai. Selain itu, respon dan motivasi mahasiswa selama proses pembelajaran juga positif.

Meskipun demikian, penelitian ini tetap dilakukan sampai pada siklus berikutnya. Hal ini dilakukan karena tim peneliti ingin memperkuat hasil penelitian yang telah ditemukan. Dengan adanya siklus kedua, di mana terjadi peningkatan yang lebih baik pada proses pembelajaran dan motivasi mahasiswa, dan juga pada pemahaman model pembelajaran yang diterapkan dalam meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam berbicara.

Pada bagian ini dibahas dua hal pokok, yaitu (1) peningkatan keterampilan mahasiswa dalam berbicara dan (2) respon mereka terhadap implementasi model pembelajaran yang berbasis task.

Berdasarkan skor hasil tes mahasiswa, terlihat adanya suatu peningkatan yang bagus dari fase identifikasi masalah sampai pada siklus 2. Pada fase identifikasi masalah, nilai rerata mahasiswa secara klasikal adalah 4,5 yang berada pada kategori kurang. Dari nilai ini, hanya 6 (23%) orang yang mendapatkan skor lebih besar daripada atau sama dengan 6, sedangkan sisanya (77%) mendapatkan skor kurang daripada 5. Pada siklus 1 rerata keterampilan bebicara mahasiswa Speaking 2 Universitas Pendidikan Ganesha adalah 6,92; dari nilai tersebut diketahui bahwa ke-26 mahasiswa (100%) mahasiswa mendapatkan skor sama dengan atau lebih besar dari 6. Pada siklus 3 skor rerata keterampilan bebicara mahasiswa Speaking 2

meningkat menjadi adalah 7,54. Berdasarkan nilai tersebut diketahui bahwa 100% siswa mendapatkan skor sama dengan atau lebih besar daripada 6. Gambaran visual perbandingan ketiga hasil tes disajikan pada Gambar 2.

Pada Gambar 1, tampak suatu peningkatan yang bersifat kontinum. Pada fase identifikasi masalah, keterampilan mahasiswa dalam bebicara berada pada kategori kurang (4,5); kemudian terjadi peningkatan mendekati baik (6,92) pada siklus 1; dan peningkatan yang sedikit lebih banyak lagi terjadi pada siklus 2 (7,54). Di sini skor rerata mahasiswa berada pada kategori baik.

(15)

berdasarkan atas pengamatan atas perilaku mereka selama proses belajar-mengajar dan hasil wawancara.

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Fas e Aw al Sik lus 1 Sik lus 2

Sk or

Gambar 2

Peningkatan Keterampilan Mahasiswa dalam Berbicara

Selama proses belajar-mengajar mahasiswa terlihat serius dan juga antusias. Mereka mengikuti proses belajar mengajar dengan serius dan mengerjakan apa yang diinstruksikan tanpa negosiasi atau keluhan. Ketika berdiskusi tentang penggunaan ekspresi-ekspresi dan fungsi-fungsi bahasa dan ketika pelatihan membuat contoh-contoh kalimat/ekspresi-ekspresi bahasa tersebut dilakukan, misalnya, mereka dengan serius mendengarkan dan terlibat dalam diskusi mengenai materi yang dibahas dan melatih ekspresi atau fungsi bahasa yang diajarkan baik itu melalui pengulangan-pengulangan secara berkelompok maupun melalui pelatihan mandiri.

Ketika mahasiswa berada dalam kelompok, mereka juga tampak antusias dan serius. Diskusi dalam kelompok biasanya ribut, karena setiap orang berbicara dan dalam proses tersebut mereka benar-benar menggunakan bahasa Inggris. Sering terjadi bahwa mahasiswa tersebut saling belajar dan mengajar tentang bagian-bagian tertentu yang tidak terlalu mereka pahami, seperti diskusi tentang kata-kata sulit dan gramatika, selain juga mengerjakan hal-hal yang memang sudah ditugaskan kepada mereka.

(16)

suatu model pembelajaran yang efektif dan sangat membantu peningkatan keterampilan mereka dalam berbicara.

Simpulan

Berdasarkan temuan yang didapatkan dari penelitian dan pembahasan yang dilakukan, dapat ditarik simpulan-simpulan sebagai berikut.

Keterampilan mahasiswa dalam berbicara dapat ditingkatkan dengan penerapan model pembelajaran yang berbasis pada task-based activities yang berbantuan Audio Visua Aids.

Respon mahasiswa selama proses belajar-mengajar juga sangat baik. Hal ini terlihat dari antusiasme dan keseriusan mereka dalam belajar seperti terbetik pada hasil jurnal peneliti, handycam dan juga pedoman wawancara.

Model pembelajaran yang berorientasi pada task-based activity yang efektif yang merupakan modifikasi dari model Harmer (1997) mengandung langkah-langkah: (a) memperkenalkan dan mendemonstrasikan penggunaan ekspresi bahasa baru yang akan digunakan dengan menggunakan Audio Video Recording dan diskusi, (b) mendiskusikan bagaimana pola atau kata-kata yang membentuk ekspresi-ekspresi tersebut, (c) berlatih untuk menghasilkan ekspresi-ekspresi yang dipelajari, (d) menjelaskan dan menyuruh mahasiswa untuk mencari informasi pada mahasiswa yang lain sehubungan dengan topik bahasan, (e) melaporkan hasil yang mereka dapatkan di depan kelas, dan (f) memberikan umpan balik tentang kelebihan dan kekurangan mahasiswa dalam pelaporan dengan memutar kembali hasil rekaman presentasi mereka.

Mengacu pada kesimpulan di atas, diajukan saran tindak lanjut sebagai berikut: 1) agar para pengajar yang memegang mata kuliah Speaking

memperhatikan dan mengadopsi model pembelajaran yang berorientasi pada

task, karena model ini sangat efektif dan dapat dipakai untuk meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam bebicara; 2) agar kurikulum dan silabus pengajaran Speaking juga memperhatikan temuan penelitian ini, sehingga terjadi semacam pengembangan yang bersifat positif pada kurikulum atau silabus yang ada; dan selain itu 3) bagi peneliti lain yang tertarik untuk meneliti tentang pengajaran bebicara agar menggunakan hasil dari penelitian ini sebagai masukan lebih lanjut dalam studi-studi mereka.

Daftar Rujukan

(17)

Brown, D. H. 2001. Teaching by principles: An interactive approach to language pedagogy. New York: Addison Wesley Longman, Inc. Bygate, M. 2001. Speaking. In Carter, R., & Nunan, D (Eds.). The

cambridge guide to teaching english to speakers of other language

(14-19).Cambridge: Cambridge University Press.

Harmer, J. 1997. The practice of english language teaching. New York: Addison Wesley Longman Limited.

Izquierdo, B. 1993. Speak up. English Teaching Forum, 31(3). July.

Kressel, R. H. 1989. Teaching the speaking skill. English Teaching Forum.

24(3). July.

Malinowski, B. M. 1989. Getting the students to talk. English Teaching Forum: 27(4). October.

McBeath. 1986. Using job-related pictures to stimulate oral production.

English Teaching Forum. 24(4). October.

Savignon, S. J. 1983. Communicative competence: Theory and classroom practice. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company. Shumin, K. 2002. Factors to consider: Developing adult EFL students’

speaking abilities. In Richards, Jack C. and Renandya, Willy A. (Eds). Methodology in languaget eaching. (204-211). Cambridge: Cambridge University Press.

Sionis, C. 1990. Let them do our job! English Teaching Forum. 28(2). April.

Tegeh, I M. 2005. Media pembelajaran. Modul (tidak dipublikasikan). IKIP Negeri Singaraja.

Ur, P. 1996. A Course in language teaching: Practice and theory.

Gambar

Gambar 1 Diagram Penelitian Tindakan Kelas
Tabel 1
Gambar 2 Peningkatan Keterampilan Mahasiswa dalam Berbicara

Referensi

Dokumen terkait

kabayan dan berbisik  > !dah akang mah iya-iya sa0a biar saya yang ngat!r.  > !dah akang mah iya-iya sa0a biar saya

Melalui diskusi penggalian informasi dan literasi (buku paket, modul, presentasi, internet) peserta didik diharapkan mampu mengevaluasi proses Komunikasi daring sinkron (Zoom,

Hasil persilangan antara ikan nila pandu F6 dan nila merah lokal aquafarm yang menghasilkan karakter reproduksi terbaik yaitu pada perlakuan A (strain pandu F6

Karena hasil pengujian piezoelektrik menggunakan tekanan air hujan lebih besar dari hasil pengujian piezoelektrik menggunakan tekanan pegas dan putaran disk baik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pinjaman dana bergulir dari Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kota Semarang dapat membantu meningkatkan produk, omzet penjualan,

Aplikasi e-label batik mampu memberikan dukungan penerapan Peraturan Daerah Kota PekalonganNomor 6 Tahun 2014 di lapangan, dan label “Batik Pekalongan” yang

Karakter siswa SMK yang lebih menekankan kepada praktik mengerjakan suatu proyek akan sangat cocok dengan model PBL, dan untuk membantu siswa menyelesaikan

Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan