41
RANCANG BANGUN PENGUAT SEBAGAI ANTARMUKA
STETOSKOP DENGAN KOMPUTER PRIBADI
Yudianingsih
Program Studi Teknik Elektro Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Respati Yogyakarta
Jl. Laksda Adisucipto km. 6,3 Yogyakarta 55281 Telp. (0274) 489780, 489781 Hp.: 08156850500 Email: nadia_yudia@yahoo.co.id.
Abstract
This research is purposed to get a stetoscope amplifier circuit which used to CPU interface. Stetoscope is used to early diagnostic aspecially for breathing disorder and heart sound disorder. This research is resulting an amplifier with 1kHz cut-off frequency, 120 dB/decade slope, maximum gain 8800 times, and 1Vpp output voltage. It is used 9 V power supply.The frequency response of sensor is between 20 Hz to 4kHz. It could to recording heart sound signal with CPU, with connecting the amplifier to audio-input in CPU. Then the recorded data could be analized with any algorithm.
Keyword: Stetoscope, Amplifier, Gain, Frequency response.
1. Pendahuluan
Auskultasi adalah proses pemantauan suara yang bersumber dari dalam tubuh manusia.
Pengenalan fenomena auskultasi penting, bukan hanya untuk diagnosa tetapi untuk menghindari
kesalahan penafsiran, terutama untuk menghindari kesalahan atau kecurigaan diagnosa penyakit
jantung dan pernapasan yang dapat menimbulkan kecemasan atau menyebabkan pembatasan yang
tidak diharapkan [1].
Penggunaan stetoskop sangat diperlukan bagi seorang tenaga medis, diperkirakan lebih 90
% dari tenaga medis dalam mendiagnosa pasien menggunakannya [2].
Stetoskop yang baik mampu mendiagnosa awal regurgitasi aorta, suara yang terdengar
melalui stetoskop (bising) seperti ini selalu lebih baik bila menggunakan diafragma. Demikian
pula dengan bising diastol apikal yang bernada rendah dan bergemuruh, bising ini akan
terlewatkan tanpa menggunakan diafragma [3].
Suara jantung manusia berada pada frekuensi yang berbeda-beda antara 65 Hz – 1kHz
dan dengan mengamati dari perbedaan frekuensi tersebut dapat menunjukkan apakah jantung itu
berfungsi secara normal atau sebaliknya, untuk jantung normal tidak memiliki bagian frekuensi
tinggi lebih dari 1kHz, dengan cara melatih pendengaran manusia dapat membedakannya [4].
Telinga manusia hanya dapat menanggapi sinyal-sinyal akustik dalam jangkauan frekuensi
antara 20 Hz hingga 18 kHz [5]. Artinya diperlukan pengolahan keluaran sensor yang dapat
murah dan relatif lebih cepat, memungkinkan untuk mengkonstruksi sistem digital yang lebih
canggih dan dapat mengolah sinyal digital yang komplek.
Pada umumnya sangat sulit dan mahal jika dilakukan menggunakan rangkaian analog
karena itu, dilakukan dengan perangkat digital melalui komputer yang lebih murah dan lebih
dipercaya tetapi untuk melakukannya diperlukan antarmuka yang sesuai [6]. Selain didukung
kemajuan pada perangkat keras, perkembangan kemajuan pada perangkat lunak tidak ketinggalan,
dengan adanya bahasa pemrograman yang bermacam-macam. Matlab mudah digunakan namun
tetap berkemampuan tinggi. Matlab sudah banyak digunakan di berbagai bidang seperti
pemrosesan sinyal, jaringan saraf tiruan, citra, fuzzy logic, wavelet, statistik, optimisasi dan
lain-lain [7].
2. Tinjauan Pustaka
Sri Widodo (2004) telah mencoba melakukan penelitian tentang perangkat yang dapat
digunakan menganalisa spektral isyarat jantung. Tetapi pada ragam gelombangnya masih terlihat
adanya derau 50 Hz yang berasal dari jalur daya, sehingga masih perlu tapis takik yang sempit
untuk menghilangkan derau [8].
2.1 Isyarat Suara Jantung
Bunyi kardiovaskular dapat dibagi menjadi bunyi yang terbatas atau transien, disebut
bunyi jantung, dan kombinasi yang lebih panjang dari getaran-getaran, disebut murmur jantung.
43
Bunyi jantung yang tersering diauskultasi, dapat dibagi menjadi bunyi normal (S1 dan S2), dan variasi abnormal dari S1 dan S2, dapat juga bunyi “fisiologis” atau “patologis” (S3 dan S4) dan bunyi yang biasanya mencerminkan penyakit jantung seperti suara ejeksi atau klik (SE),
klik mid-atau akhir sistolik (KMS) dan opening snap (OS). Tetapi munculnya S3 apabila tidak memiliki nada yang keras maka suara jantung tersebut masih dapat dikatakan normal.
2.2 Penguat Emitor Terbumi
Dalam rangkaian emitor terbumi saluran emitor ada pada rangkaian masukan maupun pada
rangkaian keluaran. Arus balik kolektor jenuh merupakan arus kolektor yang muncul jika arus
emitor sama dengan nol. Pada rangkaian emitor terbumi ini diberi sebuah R1, R2, R3, dan R4 serta
Vcc seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Rangkaian emitor terbumi
Maka akan berlaku persamaan 1 untuk Vbb:
bb
Sedangkan perolehan arus maksimum (β) transistor adalah
b
2.3 Ekstraksi ciri dengan FFT
Transformasi Fourier cepat atau Fast Fourier Transform (FFT) merupakan salah satu
jenis alih ragam. Alih ragam berfungsi sebagai mengubah fungsi pada kawasan waktu f(t) menjadi
fungsi pada kawasan frekuensi F(f) dan atau sebaliknya :
dalam alih ragam ini memberi hasil fungsi komplek, meski untuk keperluan teknis dapat saja diambil
absolutnya. Dalam hal sinyal objek pada kawasan waktu, maka alih ragam Fourier berada dalam
kawasan frekuensi. Komputasi sesungguhnya untuk nilai kontinyu tidak mudah, sehingga DFT
(Discreate Fourier Transform) menjadi acuan pendekatan.
45
juga dipilih yang dapat menimbulkan bunyi pada frekuensi rendah. Speaker tersebut
dihubungkan dengan penguat yang diberi masukan melalui pembangkit sinyal. Sementara bagian
sensor dihubungkan ke penguat, osiloskop digunakan untuk mengetahui tegangan keluaran yang
dihasilkan.
Pengujian ini dilakukan pada berbagai mikrofon tetapi dari hasil pengujian tersebut ada tiga
buah sensor yang cukup baik digunakan untuk merespon frekuensi rendah. Sayangnya ketiga
sensor tersebut tidak memiliki tipe atau nomor seri, yang membedakannya adalah bentuknya.
Masing-masing sensor tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 3. Pengujian karakteristik sensor.
Sensor 1 Sensor 2 Sensor 3
Gambar 4. Berbagai sensor yang diuji
3.2 Rangkaian Penguat Stetoskop
Pada rangkaian penguat ini, terdiri dari dua buah penguat, pertama adalah penguat transistor
emitor terhubung bumi dengan menggunakan transistor C2222 dan
penguat yang kedua adalah penguat dengan menggunakan IC KA2220 seperti diperlihatkan pada
Gambar 5.
Kotak pengujian Lapisan Gabus
Lapisan Busa
Lapisan Glasswool
Mikrofon/sensor Speaker Subwoofer
Penguat Penguat
Gambar 5. Rangkaian penguat stetoskop.
3.3 Pemasangan Sensor
Pemasangan sensor dilakukan dengan cara hati-hati mengingat sensor yang digunakan
berukuran kecil ± 5 mm, begitu pula saat melakukan penyolderan. Sebaiknya penyolderan
dilakukan setelah sensor dipasang pada selang karet guna mempermudah penyolderan. Selang
karet digunakan untuk menghubungkan antara stetoskop dengan sensor. Panjang selang karet yang
digunakan ± 50 cm. Tidak ada aturan khusus pengenai ukuran ini, penentuan ini berdasarkan
percobaan yang dilakukan, karena ukuran yang terlalu panjang atau pendek akan mempengaruhi
sinyal yang dihasilkan. Konstruksi sensor ini dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Konstruksi pemasangan sensor.
3.4 Pengujian Penguat Stetoskop
Pengujian dilakukan untuk mendapatkan sinyal yang sesuai dengan suara jantung yang
memiliki tegangan keluaran puncak ke puncak sebesar 1 Vpp. Besar tegangan tersebut ditetapkan
berdasarkan masukan kartu suara yang ada pada komputer. Sebelum tegangan tersebut
dihubungkan dengan komputer, pengukuran dan pengecekan dilakukan dengan menggunakan
47
Gambar 7. Perekaman isyarat suara Jantung
3.5 Instansiasi (Perekaman)
Dilakukan dengan cara merekam suara jantung, usahakan suasana lingkungan sekitar
setenang mungkin (hening). Sehingga tegangan yang dihasilkan mendekati 0 (nol). Kemudian
stetoskop diletakkan di dada, pilih daerah-daerah yang memiliki sinyal paling kuat. Atur potensio
50kΩ dan 20kΩ hingga mendapatkan sinyal keluaran yang sesuai.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Sensor
Pada Tabel 1 merupakan data hasil pengujian sensor. Dari tabel tersebut dapat digambarkan
tanggapan frekuensi masing-masing sensor, seperti diperlihatkan pada Gambar 8(a). Sensor 3
memiliki lebarbidang tanggapan frekuensi yang paling baik, hampir merata di kisaran frekuensi
antara 20 sampai dengan 4kHz dan tanggapan ini sudah dapat mencakup frekuensi yang dimiliki
oleh suara jantung, yaitu antara 65 sampai dengan 1kHz nilai tersebut sesuai dengan hasil
penelitian Dampley 1994 [4].
Tabel 1. Hasil perhitungan tanggapan frekuensi berdasarkan pengamatan
No. Frekuensi
(Hz)
Perolehan Tegangan dB=20log Av
Sensor 1 Sensor 2 Sensor 3
1 20 -12 -13,5 -9,7
2 30 -13,1 -13,3 -9,6
4.2 Penguat Sensor
Rangkaian penguat stetoskop terdiri atas dua unit penguat, pertama adalah penguat
transistor emiter terhubung bumi menggunakan transistor C2222 dan penguat kedua adalah
penguat dengan menggunakan IC KA 2220 seperti diperlihatkan pada Gambar 5. Tanggapan
frekuensi penguat stetoskop dapat dilihat pada Gambar 8 (b). Kemampuan penguat ini berada pada
frekuensi cut-off 1kHz dengan kemiringan -120 dB/decade (orde-6) dengan penguatan maksimum
8800 kali, tegangan keluaran 1 Vpp.
Gambar 8 (a). Tanggapan frekuensi beberapa sensor yang diuji.
(b). Tanggapan frekuensi penguat stetoskop.
Pada penguat emiter terhubung bumi digunakan potensio 50kΩ sebagai pembagi tegangan
basis dan hambatan maksimum 20kΩ sebagai penahan keluarannya. Kapasitor 10µF dipasang
(a)
(b)
4 50 -11,8 -12,5 -9
5 60 -12 -11,8 -8,7
6 70 -12,5 -10,3 -7
7 80 -12,3 -10,3 -6
8 90 -12,4 -11,3 -5
9 100 -13 -11,2 -3
10 200 -12 -11,5 -1
49
antara mikrofon dan hambatan pembagi yang bertujuan agar arus dc, yang berasal dari catu daya
tidak dapat masuk ke transistor. Pembagi tegangan berfungsi untuk mengatur arus basis sehingga
arus yang melewatinya dapat diatur melalui potensio 50kΩ sekaligus, berfungsi untuk mengatur
kepekaan sensor/mikrofon. Penguat kedua adalah penguat yang dibangun menggunakan IC KA
2220, penguat ini sering digunakan pada penguat pre-amp sebagai alat pungut pita kaset.
Karakteristik penguat secara umum memiliki tanggapan frekuensi antara 20 – 25 kHz. Dengan
mengganti kapasitor C1 sebesar 10µF dan C2 sebesar 332 nF maka, tanggapan frekuensinya menjadi 50 – 1,2 kHz. Pada bagian masukan dihubungkan dengan kapasitor 104 nF, dan pada
bagian keluarannya dihubungkan dengan kapasitor 10µF. Keduanya berfungsi untuk mencegah arus dc, catu daya yang digunakan adalah sebuah baterai yang memiliki tegangan sebesar 9 volt .
4.3 Analisis Isyarat Suara Jantung
Bentuk gelombang suara jantung memiliki nilai sebaran di beberapa frekuensi yang
semuanya berbeda-beda. Baik terjadi pada daerah S1, S2, dan S3 walaupun demikian, memiliki
rentang frekuensi antara 60 sampai dengan 1kHz. Pada isyarat jantung normal suara gemuruh
bernada rendah dan tinggi sangat jarang terjadi. Spektrum hasil rekaman suara jantung normal
dapat dilihat pada Gambar 9. Dengan jelas daerah S1 dan S2 memiliki amplitudo lebih tinggi,
sedangkan S3 muncul dengan amplitudo yang lebih kecil dan berimpit dengan S2. Perekaman
dilakukan pada frekuensi sampling 22kHz, seluruh isyarat jantung yang digunakan direkam dan
diberi nama, hasil rekaman tersebut disimpan dalam format WAV.
Setelah direkam kemudian isyarat tersebut diekstraksi dengan FFT koefisien NFFT = 4096
pada Gambar 10 merupakan isyarat suara jantung normal dan Gambar 11 merupakan isyarat
murmur jantung. Bentuk pola hasil ekstraksi menunjukkan adanya perbedaan dari masing-masing
suara jantung. Suara jantung normal memiliki komponen frekuensi rendah sedangkan untuk
murmur jantung memiliki komponen frekuensi tinggi. Analisa ini menggunakan bahasa
pemrograman Matlab 6.5. [10].
Gambar 10 Suara jantung normal
(a) Bentuk gelombang pada kawasan waktu,
51
Gambar 11. Suara murmur jantung regurgitari stenosis aorta
(a) Bentuk gelombang pada kawasan waktu.
(b) Pola ekstraksi ciri ternormalisasi di kawasan frekuensi.
5. KESIMPULAN
Sensor 3 memiliki lebar bidang tanggapan frekuensi yang paling baik, hampir merata di
kisaran frekuensi antara 20 sampai dengan 4kHz dan tanggapan ini sudah dapat mencakup
frekuensi yang dimiliki oleh isyarat suara jantung, yaitu antara 65 sampai dengan 1kHz.
Kemampuan penguat ini berada pada frekuensi cut-off 1kHz dengan kemiringan -120 dB/decade (orde-6) dengan penguatan maksimum 8800 kali, tegangan catu 9 Volt dan besarnya
tegangan maksimum keluaran penguat 1 Vpp.Perekaman dilakukan pada frekuensi sampling
22kHz, hasil rekaman tersebut disimpan dalam format WAV.
Melalui proses ekstraksi dengan FFT koefisien NFFT = 4096 menghasilkan suara jantung
normal memiliki komponen frekuensi rendah sedangkan untuk murmur jantung memiliki
komponen frekuensi tinggi.
6. DAFTAR PUSTAKA
[1] Oswari, Jonathan .,Tuner W.D, Richard., Gold G, Ronald., 1995, Auskultasi Jantung, terjemahan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
[2] Santoso, Agustinus Andi., 1999, Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan dan Sistem Koardiovaskuler, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
[3] Setiawan, Irawati dan Arthur, 1988, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, terjemahan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
[4] Dampley, R,A .1994, Functional Organization of Central Pathway Regulating the cardiovascular and diagnostic in the Brain Stem, Physol.No.290,Vol. 72.
[5] Jasfi, E., J.P. Holman., 1985, Metoda Pengukuran Teknik, terjemahan, Erlangga, Jakarta.
[6] Derenzo, Stephen E., 1990 , INTERFACING : A Laboratory Approach Using the Microcomputer for Instrumentation, Data Analysis, and Control, Prentice-Hall Int. Inc., New Jersey.
[7] Adianto, Josef., dan Duane Hanselman, Littlefield, 1997, MATLAB Bahasa dan Komputasi Teknis, terjemahan, Andi, Yogyakarta.
[9] Sunarno, Stein Emanuel dan Abner J. Delman, 1994, Interpretasi Akurat Bunyi Jantung, terjemahan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta