• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KONSEP DIRI SISWA DI SMPN 1 BATUSANGKAR SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KONSEP DIRI SISWA DI SMPN 1 BATUSANGKAR SKRIPSI"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

SISWA DI SMPN 1 BATUSANGKAR

SKRIPSI

Diajukan sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Jurusan Bimbingan dan Konseling

Oleh:

IRMA MULIANI NIM. 14 108 047

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR

(2)
(3)
(4)
(5)

i ABSTRAK

Irma Muliani. NIM 14 108 047 (2019). Judul Skripsi: “Hubungan Keharmonisan Keluarga dengan Konsep Diri Siswa di SMPN 1 Batusangkar”. Jurusan Bimbingan dan Konseling Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar.

Masalah pokok pada penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara keharmonisan keluarga dengan konsep diri siswa di SMPN 1 Batusangkar.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat seberapa besar hubungan keharmonisan keluarga dengan konsep diri siswa di SMPN 1 Batusangkar.

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yaitu untuk melihat atau menemukan ada atau tidaknya suatu korelasi antara dua variabel yang akan diteliti, jika ada hubungannya, maka seberapa erat korelasi tersebut, dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif. Instrumen pengumpul data yang digunakan angket dengan model skalalikert. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII di SMPN 1 Batusangkarsebanyak 86 orang yang terdiridari 3 kelas dengan pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah: (1) terdapat hubungan keharmonisan keluarga dengan konsepdiri siswa denganrxy = 0,596>rt= 0,276 pada taraf signifikan 0,5%. (2) terdapat hubungan yang sifnifikan antara keharmonisan keluarga dengan konsep diri siswa di SMPN 1 Batusangkar.

(6)

ii DAFTAR ISI HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Identifikasi Masalah ...8

C. Batasan Masalah ...8

D. Rumusan Masalah ...9

E. Tujuan Penelitian ...9

F. Manfaat dan Luaran Penelitian ...9

G. Defenisi Operasional ...10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. LandasanTeori 1. Konsep Diri a. Pengertian Konsep Diri ...12

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ...13

c. Jenis-Jenis Konsep Diri...15

d. Fungsi Konsep Diri ...18

e. Perkembangan Konsep Diri ...19

f. Dimensi Konsep Diri ...20

2. Keharmonisan Keluarga a. Pengertian Keharmonisan Keluarga ...22

b. Aspek-Aspek Keharmonisa nKeluarga ...23

c. Ciri-Ciri Keharmonisan Keluarga...25

(7)

iii

e. Upaya Pembentukkan Keluarga Harmonis ...29

B. Keterkaitan Keharmonisan Keluarga dan Konsep Diri ...31

C. Penelitian Relevan...33

D. Kerangka Berfikir ...34

E. Hipotesis ...35

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...36

B. Tempat dan Waktu Penelitian ...36

C. Populasi dan Sampel ...36

D. Variabel Penelitian ...38

E. Pengembangan Instrumen ...38

F. Teknik Pengumpulan Data ...45

G. Teknik Analisis Data ...47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ...51

B. Pengujian Persyarata nAnalisis ...58

C. Pengujian Hipotesis ...61 D. Pembahasan ...69 BAB V PENUTUP A. Simpulan ...74 B. Implikasi ...74 C. Saran ...75 DAFTAR KEPUSTAKAAN LAMPIRAN-LAMPIRAN

(8)

iv

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel3.1. Populasi Penelitian 37

Tabel3.2. Kisi-Kisi Skala Keharmonisan Keluarga 39

Tabel 3.3. Kisi-Kisi Skala Konsep Diri 41

Tabel 3.4. Reliability Statistics variabel X 44

Tabel 3.5. Reliability Statistics variabel Y 44

Tabel 3.6. Kriteria dan Nilai Alternatif Jawaban 46

Tabel 3.7. Klasifikasi Skor Keharmonisan Keluarga 46

Tabel 3.8. Skor Jawaban Skala Likert Keharmonisan Keluarga 46

Tabel 3.9. Klasifikasi Skor Konsep Diri 47

Tabel 3.10. Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r 50

Tabel 4.1. Klafikasi Skor Keharmonisan Keluarga 52

Tabel 4.2. Klasifikasi Skor Keharmonisan Keluarga pada Sub Variabel Kasih Sayang

52

Tabel 4.3. Klafikasi Skor Konsep Diri pada Sub Variabel Saling Pengertian

53

Tabel 4.4. Klasifikasi Skor Keharmonisan Keluarga pada Sub Variabel Komunikasi yang Efektif

54

Tabel 4.5. Klafikasi Skor Konsep Diri pada Sub Variabel Kerja Sama 55

(9)

v

Tabel 4.7. Klafikasi Skor Konsep Diri pada Sub Variabel Pengetahuan

56

Tabel 4.8. Klafikasi Skor Konsep Diri pada Sub Variabel Harapan 57 Tabel 4.9. Klafikasi Skor Konsep Diri pada Sub Variabel Penialaian 56

Tabel 4.10. Tests Of Normality 58

Tabel 4.11. ANOVA 59

Tabel 4.12. Tabel Scatter Diagram Keharmonisan Keluarga dan Konsep Diri

63

Tabel 4.13 Contoh Diagram Scatter Keharmonisan Keluarga dan Konsep Diri

65

Tabel 4.14. Correlations Variabel X dan Y 66

Tabel 4.15. Tabel Interval Indeks Korelasi “r” Product Moment 68

(10)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hal

I Indikator Instrumen Penelitian 105

II Lembar Validasi Instrumen Penelitian 115

III Kategoro Skor KK dan KD

IV Kisi-Kisi Angket

III Absen Sampel Penelitian 117

IV Surat Permohonan Penerbitan Surat Izin Penelitian dari LPPM IAIN Batusangkar

127

V Surat Keterangan/ Rekomendasi Izin Penelitian dari Dinas Permodalan dan PSTP Kota Padang Panjang

128

VI Surat Keterangan telah melakukan Penelitian dari SMKN 1 Padang Panjang

(11)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Salah satu satu penentu dalam keberhasilan perkembangan adalah konsep diri.Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut. Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada akhirnya menyebakan ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukkan konsep diri indvidu yang bersangkutan. Segala keberhasilan banyak bergantung kepada cara individu memandang kualitas kemampuan yang dimiliki. Konsep diri belum ada saat dilahirkan, tetapi dipelajari dari pengalaman unik melalui eksplorasi diri sendiri, hubungan orang dekat dan berarti bagi dirinya. Dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu.

Menurut Yusuf (2005:122) konsep diri merupakan “Persepsi (pandangan), penilaian dan perasaan seseorang terhadap dirinya,baik menyangkut aspek fisik, psikis maupun sosial”.Konsep diri berarti pandangan,penilaian dan perasaan seseorang mengenai dirinya sendiri yang berkaitan dengan aspek fisik, psikis maupun sosial yang dimilikinya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa konsep diri gagasan diri seseorang terhadap dirinya berdasarkan pandangan atau gambaran terhadap dirinya, penilaian dan juga perasaan yang diharapkan menyangkut aspek fisik dan sosial. Selain itu konsep diri juga menentukan determinan dalam komunikasi kita dengan orang lain.

Calhoun dan Acocella (dalam Ghufron 2011:9) mengatakan konsep diri terdiri dari tiga dimensi, yaitu:

1. Pengetahuan. 2. Harapan. 3. Penilaian.

(12)

2

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwaada tiga dimensi konsep diri, yaitu pengetahuan, harapan, dan penilaian.Pertama

pengetahuan merupakan wawasan individu mengenai dirinya

sendiri.Misalnya, seseorang yang menganggap dirinya sendiri.Misalnya, seseorang yang menganggap dirinya sempurna karena telah dikaruniai fisik yang lengkap. Kedua, harapan ialah pandangan dan keinginan individu terhadap dirinya, mau menjadi apa ia dimasa yang akan datang. Terakhir, penilaian merupakan bagaimana individu menilai dirinya sendiri. Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku individu. Jika perilaku atau suasana lingkungan membentuk konsep diri yang positif bagi individu, maka individu akan memperlakukan dirinya dan cendrung memilih individu yang sekiranya dapat memperlakukan dirinya seperti perlakuan yang diperoleh dalam lingkungan sebelumnya.Lingkungan keluarga yang harmonis dapat memberikan peluang bagi anak untuk mengaktualisasikan potensi-potensiyang dimilikinya agar tumbuh dan berkembang secara optimal. Keharmonisan keluarga dapat terlihatdan tercermin dari sikap dan pandangan akan hidup, kegemaran dan kepribadian para anggota di dalamnya. Lingkungan keluarga yang harmonis dapat memberikan peluang bagi anak untuk mengaktualisasikan potensi-potensiyang dimilikinya agar tumbuh dan berkembang secara optimal. Keharmonisan keluarga dapat terlihatdan tercermin dari sikap dan pandangan akan hidup, kegemaran dan kepribadian para anggota di dalamnya.

Menurut Gunarsa (2004:185) keluarga adalahunit sosial yang paling kecil dalam masyarakat yang peranannya besar sekali terhadap perkembangan sosial, terlebih pada awal-awal perkembangannya yang menjadi landasan bagi perkembangan kepribdian selanjutnya.Sehingga Gunarsa (2000:31) menyatakan bahwa “seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai dengan berkurangnya ketegangan, kekecewaan dan

(13)

puas terhadap seluruh kadaan dan keberadaan dirinya (eksistensi dan aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental, sosial dan emosi”.

Daradjad (2009:37) juga mengemukakan bahwa “keharmonisan suatu keluarga merupakan suatu keadaan dimana anggota keluarga tersebut menjadi satu dan setiap anggota menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing, terjalin kasih sayang, saling pengertian, dialog dan kerja sama yang baik dalam anggota keluarga”. Dengan demikian keharmonisan keluarga tersebut merasakan kesejahteraan hidup lahir dan batin.

Pendapat di atas dapat dipahami bahwa keharmonisan keluarga bersumber dari kerukunan hidup yang selaras, yang ditandai dengan adanya hubungan baik dan teratur dalam anggota keluarga baik antara orang tua dengan anak.Selain itu keharmonisan keluarga merupakan sarana pembentuk karakter kepribadian anak.Oleh sebab itu keluarga memiliki pengaruh besar dalam pembentukan karakter anak.

Menurut Gunarsa (2000:50) aspek-aspek dari keharmonisan keluarga, diantaranya adalah:

1. Kasih sayang antara keluarga.

2. Saling pengertian sesama anggota keluarga.

3. Dialog atau komunikasi efektif yang terjalin di dalam keluarga. 4. Mempunyai waktu bersama dan kerja sama dalam keluarga.

Dari pendapat di atas dapat kita pahami aspek-aspek dalam keharmonisan keluarga itu terjalin karena adanya kasih sayang pengertian terhadap sesama anggota keluarga.Selain itu komunikasi sangat

menentukan juga dalam berhubungan, karna apabila terjadi

kesalahpahaman antar keluarga biasanya itu disebabkan karna komunikasi yang tidak baik antara anggota keluarga.Waktu luang sangat dibutuhkan oleh anak agar kasih sayang dan perhatian orang tua tetap ada untuk anak, sehingga anak merasa orang tua selalu ada untuknya disaat apapun.Hawari (1997:81) menyatakan “keharmonisan keluarga sendiri mempunyai beberapa kualifikasi yaitu menciptakan kehidupan beragama dalam

(14)

4

keluarga, mempunyai waktu bersama keluarga, mempunyai komunikasi yang baik antar keluarga, saling menghargai sesama anggota keluarga, kualitas dan kuantitas konflik yang minim dan adanya hubungan atau ikatan yang erat antar keluarga”.

Sebagai mana yang djelaskan oleh Surya (2003:401), adapun faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga faktormenurut Islam sebagai berikut:

1. Berlandaskan ketauhidan. Keluarga sakinah adalah keluarga yang dibangun di atas fondasi ketauhidan yaitu dibangun semata-mata atas dasar keyakinan kepada Allah SWT dan bukan berhala.

2. Bersih dari syirik. Syarat utama ketauhidan yaitu bebasnya dari syirik atau mempersekutukan Allah SWT. Demikianlah satu keluarga yang sakinah harus bebas dari suasana syirik yang hanya akan menyesatkan kehidupan keluarga.

3. Keluarga yang penuh dengan kegiatan ibadah. Ibadah merupakan kewajiban manusia sebagai hasil ciptaan Tuhan. Oleh karena itu kegiatan ibadah baik dalam bentuk hablum minallah maupun hablum minannas merupakan ciri utama keluarga sakinah segala aspek perilaku kehidupannya merupakan ibadah.

Dari pendapat di atas dapat dipahami faktor-faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga diantaranya suasana rumah, apabila suasana rumah tentram dan damai maka anggota keluarga akan nyaman di dalamya. Selanjutnya faktor ekonomi. Faktor ekonomi yang rendah akan menyebabkan konflik karna kebutuhan di dalam keluarga kurang terpenuhi. Sedangkan menurut Islam yang menjadi faktor keharmonisan keluarga berlandaskan ketauhidan, bersih dari syirik, dan keluarga yang penuh ibadah akan membuat keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah. Menurut Smith (dalam Pudjijogyanti, 1995:30-31) menjelaskan bahwa “kondisi keluarga yang buruk dapat menyebabkan konsep diri yang rendah”. Pendapat Smith di atas dapat dipahami bahwa hubungan antara anggota keluarga tidak harmonis. Hubungan keluarga yang tidak harmonisbiasanya disebabkan karna hubungan orang tua dan anak tidak

(15)

baik dan hal itulah yang menyebabkan anak menjadi pembangkang, tidak menghargai orang lain serta tidak mematuhi aturan-aturan yang ada di sekolah maupun lingkungan tempat tinggalnya. Berbeda dengan anak yang apabila hidup dari keluarga yang harmonis, biasanya mereka memiliki konsep diri yang tinggi. Karena didikan atau pola asuh orang tua yang baik akan membentuk karakter anak yang baik pula. Sehingga anak memiliki konsep diri yang tinggi.

Sedangkan menurut Pudjijogyanti (1995:35) menjelaskan bahwa “Kondisi keluarga yang kurang kondusif (kurang mendukung) dalam keberlangsungan interaksi yang sehat dapat menyebabkan konsep diri yang rendah”.Pendapat ini dapat kita pahami kondisi di dalam keluarga sangat mempengaruhi keberlangsungan sebuah interaksi. Interaksi yang terjadi di dalam keluarga akan kurang baik atau tidak lancar karna kondisi yang tidak kondusif tadi.

Selain dari pada pendapat di atas, adapun faktor lain menyebutkan yang mempengaruhi konsep diri. Hurlock (2005: 58) menggungkapkan kondisi yang mempengaruhi konsep diri remaja meliputi:

1. Usia kematangan. Remaja yang matang lebih awal, diperlukanseperti orang yang hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik.

2. Penampilan diri. Penampilan diri yang berbeda membuat ramaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang menambah daya tarik fisik. Tiap cacat fisik merupakan sumber yang memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah diri. Sebaliknya, daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian yang menambah dukungan sosial.

3. Kepatutan Seks. Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat, dan prilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. 4. Nama dan julukan. Remaja peka dan malu bila teman-teman

sekelompok menilai namanya buruk atau bila mereka member julukan yang bernada cemooh.

5. Hubungan Keluarga. Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seseorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan ciri dengan orang tersebut dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama.

(16)

6

6. Teman-teman sebaya. Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara yakni pertama konsep diri remajamerupakan cerminan dan anggapan tentang konsep teman

dan dirinya. Kedua berada dalam tekanan untuk

mengembangkan ciri-ciri kepribadian diakui oleh kelompok. 7. Kreativitas. Remaja yang semasa kanak-kanak didorong agar

kreatif dalam berman dalam tugas akademis, mengembangkan peran individualitas dan identitas yang member pengaruh baik pada konsep dirinya.

8. Cita-cita. Bila remaja mempunyai cita-cita yang tidak realistis,

ia akan mengalami kegagalan yang menimbulkan

ketidakpercayaan dirinya dan timbul perasaan tidak mampu serta reaksi yang bertahan dimana ia menyalahkan orang lain atas kegagalannya.

Pendapat di atas nomor 5dapat dipahami bahwasanya salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah hubungan keluarga. Hubungan di dalam keluarga akan membentuk konsep diri anak tergantung kepada pola asuh, pendidikan yang diberikan keluarga terhadapnya. Apabila anak diberikan kasih sayang, pendidikan yang baik oleh orang tuanya di rumah, anak tidak akan canggung lagi untuk keluar rumah dan bahkan mengaplikasikan ajaran-ajaran yang diberikan oleh orang tuanya di luarrumah. Sebaliknya, apabila anak yang dari kecil kurang mendapatkan perhatian dari orang tua, pendidikan yang sepatutnya tidak diberikan, maka di luar anak akan cendrung bersikap buruk, seperti sulit untuk bergaul, membangkang terhadap orang yang disekitarnya. Sulit untuk menerima masukkan-masukkan dari siapapun. Jika di sekolah anak tidak mematuhi aturan-aturan yang di sekolah karena disebabkan perhatian orang tua yang kurang di rumah akan membuat anak tidak peduli terhadap aturan sekolah. Jadi, apapun bentuk hubungan yang ada di dalam keluarga baik buruknya akan mengembangkan kepribadian anak.

Berkaitan dengan kondisi keluarga di atas, maka pembentukkan konsep diri pun dalam keluarga turut menentukan perilaku anak atau individu. Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku. Bagaimana individu memandang dirinya akan tampak dari

(17)

seluruh perilaku. Dengan kata lain perilaku individu akan sesuai dengan cara individu memandang dirinya, jika ia merasa seorang tidak mempunyai cukup kemampuan untuk melakukan suatu tugas, maka seluruh perilakunya akan menunjukkan ketidakmampuan tersebut.

Pada saat sekarang ini bisa kita lihat fenomena yang terjadi di lapangan.Pada keyataannya siswa dengan keluarga yang harmonis (utuh) konsep dirinya sudah berbeda dengan siswa yang keluarganya tidak harmonis. Siswa dengan latar belakang keluarga harmonis, mereka akan mudah untuk bergaul dengan orang-orang disekitarnya, tidak tertutup serta jujur dengan apa yang mereka rasakan atau hadapi, peka terhadap kritikan orang lain. Berbeda dengan siswa yang latar belakangkeluarga yang tidak harmonis, maka konsep diri siswa cendrung akan negatif, hal tersebut dapat dilihat dari setiap perilakunya, sulit untuk bergaul dengan teman sebayanya, tertutup dengan apa yang dirasakan, tidak senang ketika dikritik. Sementara lingkungan tempat belajarnya yang utama dan pertama adalah keluarga, sehingga hasil belajar keluarga yang ia peroleh itulah yang diterapkan dalam kehidupannya.Sementara hasil belajar dari keluarganya belum tentu keseluruhannya baik, ada pula yang buruk. Maka dari itu suatu keluarga yang harmonis akan membentuk konsep diri anak menjadi baik dan sebaliknya keluarga yang kurang harmonis akan membentuk konsep diri yang tidak baik pada anak.

Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan pada tanggal 13 Oktober 2018 dengan Guru Bk di SMP N 1 Batusangkar menyatakan bahwa, ada sebagian siswa yang mengalami permasalahan dalam keluarganya yang menyebabkan siswa sulit utuk bergaul dengan lingkungannya, mereka tertutup dengan apa yang dihadapinya sehingga menyebabkan konsep diri siswa itu rendah, yaitu:

1. kurangnya kasih sayang dari kedua orang tua yang menyebabkan mereka sulit untuk bergaul karena takut jika lingkungan tidak menerimanya.

(18)

8

2. Tidak adanya saling pengertian antara anggota keluarga akan membuat anak sering bertengkar dengan sesama anggota keluarga.

3. Komunikasi yang tidak efektif dalam keluarga akan membuat anak tertutup dan sering kali tidak jujur dengan apa yang ia rasakan. Anak akan merasa tidak senang dikritik oleh orang lain.

4. Selain itu jarangnya kebersamaan yang terjalin di dalam keluarga yang membuat anak sulit untuk mengekpresikan dirinya diluar sehingga dalam melakukan sesuatu anak sering kali merasa tidak percaya diri.

Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan Keharmonisan Keluarga Dengan Konsep Diri Siswa Di SMP N 1 Batusangkar”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Korelasi antara konsep diri dengan teman sebayasiswa di SMP N 1 Batusangkar.

2. Hubungan antara keharmonisan keluarga dengan konsep diri siswa di SMP N 1 Batusangkar.

3. Korelasi antara konsep diri dengan komupenampilan diri remaja didik SMP N 1 Batusangkar.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti yaitu: “Hubungan keharmonisan keluarga dengan konsep diri siswa di SMP N 1 Batusangkar”.

(19)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas penulis merumuskan permasalahan yang akan diteliti yaitu “AdakahHubungan Antara Keharmonisan Keluarga dengan Konsep Diri Siswa di SMP N 1 Batusangkar?”

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan keharmonisan keluarga dengan konsep diri siswa di SMP N 1 Batusangkar.

F. Manfaat dan Luaran Penelitian 1. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Untuk menguji teori-teori yang berhubungan dengan konsep diri dan keharmonisan keluarga, dan penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bidang bimbingan konseling, khususnya untuk meningkatkan konsep diri padasiswa yang masih rendah.

b. Manfaat Praktis

1) Sebagai bahan acuan bagi pihak kampus IAIN batusangkar untuk konsep diri.

2) Sebagai bahan bagi penulis untuk wawasan dan

mengembangkan ilmu pengetahuan sesuai dengan profesi penulis nantinya.

3) Sebagai salah satu syarat bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan di IAIN Batusangkar, khususnya dalam bidang Bimbingan dan Konseling.

(20)

10

2. Luaran Penelitian

Sementara luaran penelitian atau target yang ingin dicapai dari penelitian ini selanjutnya adalah melahirkan jurnal yang teruji untuk konsep diri.

G. Devenisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami istilah-istilah yang terdapat pada judul skripsi ini, maka perlu dijelaskan defenisi operasional dari beberapa istilah-istilah yang ada, berikut penjelasan dari istilah tersebut:

Konsep Diri,Calhoun dan Acocella (dalam Fadhilah Syafwar 2011:159) mengatakan “Konsep diri konsep diri adalah pandangan pribadi individu terhadap dirinya yang meliputi tiga dimensi yaitu pengetahuan, tentang diri, pengharapan mengenai diri, dan penilaian tentang diri sendiri”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwaada tiga dimensi konsep diri, yaitu pengetahuan, harapan, dan penilaian.Pertama

pengetahuan merupakan wawasan individu mengenai dirinya

sendiri.Misalnya, seseorang yang menganggap dirinya sempurna karena telah dikaruniai fisik yang lengkap. Kedua, harapan ialah pandangan dan keinginan individu terhadap dirinya, mau menjadi apa ia dimasa yang akan datang. Terakhir, penilaian merupakan bagaimana individu menilai dirinya sendiri.

Keharmonisan Keluarga, menurut Gunarsa

(1995:51)“Keharmonisan keluarga ialah bilamana anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai dengan berkurangnya ketegangan, kekecewaan dan puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya yang meliputi aspek-aspek kasih sayang antara keluarga, saling pengertian sesama anggota keluarga, dialog atau komunikasi efektif yang terjalin di

(21)

dalam keluarga, mempunyai waktu bersama dan kerjasama dalam keluarga”.

Dari pendapat di atas dapat kita pahami bahwa keharmonisan keluarga suatu keadaan dalam keluarga dimana di dalamnya keluarga merasakan kenyamanan serta menerima keberadaan dirinya sendiri yang ditandai dengan adanya kasih sayang, pengertian, komunikasi yang baik, dan meluangkan waktu bersama.

(22)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORITIS

1. Konsep Diri

a. Pengertian Konsep Diri

Sejak kecil, individu telah dipengaruhi dan dibentuk oleh berbagai pengalaman baik yang dijumpai dalam hubungan dengan orang lain, terutama yang dekat dengan individu tersebut, maupun yang diperoleh dalam peristiwa-peristiwa kehidupan.Sejarah hidup individu dari masa lalu dapat membuat individu itu memandang diri lebih baik atau lebih buruk dari kenyataan sebenarnya.

Menurut Burn (dalamPudjijogyanti, 1993:2) “Konsep diri adalah “hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri”. Sedangkan menurut William James (dalam Elida Prayitno, 2002:118) konsep diri adalah “Pendapat seseorang tentang dirinya sendiri atau pemahaman seseorang tentang dirinya sendiri, baik menyangkut kemampuan mental maupun fisik, ataupun menyangkut segala sesuatu yang menjadi miliknya yang bersifat material”.Selanjutnya Gage dan Berliner (dalam Elida Prayitno, 2002:118) mengemukakan “Konsep diri sebagai keseluruhan (totalitas) dari penerapan yang dimiliki seseorang terhadap dirinya, sikap tentang dirinya dan keseluruhan gambaran diri”.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri mengandung pengertian pendapat seseorang terhadap dirinya, yang terdiri atas bagaimana seseorang memandang, memikirkan, menilai dirinya sehingga tindakan-tindakannya sesuai dengan konsep dirinya tersebut serta bagaimana seseorang

memandang,memikirkan dan menilai dirinya baik yang

(23)

sehingga tindakan-tindakannya sesuai dengan konsep tentang dirinya.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Individu tidak dilahirkan dengan konsep diri.konsep diri berasal pada pengalaman masa anak ke remaja didik yang berkembang, terutma sebagai akibat hubungan individu dengan keluarga.Dalam pengalaman hubungan dengan keluarga dan bagaimana keluarga memperlakukannya tersebut, individu menangkap refleksi tentang dirinya sendiri dan membentuk gagasan dalam diri individu itu seperti apakah individu itu sebagai pribadi.Tanggapan yang diberikan itu dijadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri. Jadi konsep diri itu terbentuk karena terjadinya suatu proses umpan balik dari individu lain.

Hurlock (2005: 58) menggungkapkan kondisi yang mempengaruhi konsep diri remaja meliputi:

1. Usia kematangan. Remaja yang matang lebih awal,

diperlukanseperti orang yang hampir dewasa,

mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik.

2. Penampilan diri. Penampilan diri yang berbeda membuat ramaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang menambah daya tarik fisik. Tiap cacat fisik merupakan sumber yang memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah diri. Sebaliknya, daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian yang menambah dukungan sosial.

3. Kepatutan seks. Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat, dan prilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik.

4. Nama dan julukan. Remaja peka dan malu bila teman-teman sekelompok menilai namanya buruk atau bila mereka member julukan yang bernada cemooh.

5. Hubungan Keluarga. Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seseorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan ciri dengan orang tersebut dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama.

(24)

14

6. Teman-teman sebaya. Teman-teman sebaya

mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara yakni pertama konsep diri remajamerupakan cerminan dan anggapan tentang konsep teman dan dirinya. Kedua berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian diakui oleh kelompok.

7. Kreativitas. Remaja yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatif dalam berman dalam tugas akademis, mengembangkan peran individualitas dan identitas yang member pengaruh baik pada konsep dirinya.

8. Cita-cita. Bila remaja mempunyai cita-cita yang tidak realistis, ia akan mengalami kegagalan yang menimbulkan ketidakpercayaan dirinya dan timbul perasaan tidak mampu serta reaksi yang bertahan dimana ia menyalahkan orang lain atas kegagalannya.

Sejalan dengan itu Verdeber (dalam Alex Sobur, 2003: 518-521) menyebutkan empat faktor yang mempengaruhi konsep diri: a.) Self Apraisal-Viewing Self as an Object. Istilah ini menunjukkan suatu pandangan, yang menjadikan diri sendiri sebagai objek dalam komunikasi, atau dengan kata lain adalah kesan kita terhadap diri kita sendiri. Semakin besar pengaruh positif yang kita peroleh atau kita miliki, semakin positif konsep diri kita.Sebaliknya semakin besar pengalaman negatif yang kita peroleh atau yang kita miliki, semakin negatif konsep diri kita.b.)Reacion and Response of Other.Konsep diri itu tidak saja berkembang melalui pandangan kita terhadap diri sendiri, namun juga berkembang dalam rangkaian interaksi kita dengan masyarakat. Oleh sebab itu konsep diri dipengaruhi oleh reaksi serta respon orang lain terhadap diri kita. c.) Roles You Play-Role Talking. Hubungan pengaruh peran terhadap konsep diri, adanya aspek peran yang kita mainkan sedikit banyak akan mempengaruhi konsep diri kita. permainan peran inilah yang merupakan awal dari pengembangan konsep diri. Dari permainan peran itu pula, kita mulai memahami cara orang lain memahami diri kita. d.) Referenc Group. Artinya kelompok dimana kita menjadi anggota

(25)

didalamnya. Jika kelompok ini kita anggap penting, dalam arti mereka dapat menilai dan bereaksi pada kita, halini akan menjadi kekuatan untuk menentukan konsep diri kita.

Dari faktor-faktor di atas dapat disimpulkan, yang mempengaruhi konsep diri individu itu adalah perkembangan individu ketika berinteraksi dengan lingkungan, keluarga, teman sebaya, persepsi individu terhadap dirinya, gambaran diri (cara individu memandang dirinya), ideal diri (bagaimana seharusnya individu bertindak). Identitas dan kesadaran diri yang diperoleh dari penilaian terhadap diri pribadi.

Pudjijogyanti (1993:34) menyebutkan “faktor lain yang ikut

mempengaruhi perkembangan konsep diri anak adalah

kelengkapan orang tua. Karena remaja didik selalu berada diantara ayah dan ibu”.Apabila salah satu orang tua tidak hadir dalam kehidupan anak (baik meninggal maupun bercerai) anak akn memindahkan perbandingannya dengan menilai orang tua yang mengasuhnya”.

Jadi dapat dipahami kelengkapan orang tua juga sangat mempengaruhi terbentuknya konsep diri anak, karena interaksi yang pertama kali terjalin antara anak dengan orang tua baik ayah maupun ibu. Sehingga pola asuh yang diberikan orang tua akan sangat menentukan konsep diri anak.

c. Jenis-Jenis Konsep Diri

Elizabeth B. Hurlock (dalam Elida Prayitno, 2002:15-16) membagi konsep diri menjadi empat bagian, yaitu:

1.Konsep diri dasar

Konsep diri dasar meliputi persepsi mengenai penampilan.Kemampuan dan peran status dalam

kehidupan, nilai-nilai, kepercayaan serta

aspirasinya.Konsep diri dasar cendrung memiliki kenyataan yang sebenarnya.Individu melihat dirinya seperti keadaan sebenarnya, bukan seperti yang

(26)

16

diinginkannya.Keadaan ini menetap di dalam dirinya walaupun tempat dan situasinya berbeda.

2. Konsep diri sementara

Konsep diri sementara adalah konsep diri yang sifatnya hanya sementara saja dijadikan patokan.Apabila tempat dan situasi berbeda, konsep-konsep ini dapat menghilang.Konsep diri sementara ini terbentuk dari interaksi dengan lingkungan dan biasanya dipengaruhi oleh suasana hati, emosi dan pengalaman baru yang dilaluinya.

3.Konsep diri sosial

Konsep diri sosial timbul berdasarkan cara seseorang mempercayai persepsi orang lain tentang dirinya. Jadi tergantung terhadap sikap dan pandangan orang lain terhadap dirinya. Konsep diri sosial diperoleh melalui interaksi sosial dengan orang lain.

4.Konsep diri ideal

Konsep diri ideal terbentuk dari persepsi dan keyakinan remaja didik tentang dirinya yang diharapkanya, atau yang ingin dan seharusnya dimilikinya.

Berdasarkan uraian di atas konsep diri itu terbagi atas empat bagian yaitu, konsep diri dasar, konsep diri sementara konsep diri sosial, konsep diri ideal. Konsep diri dasar akan menetap dalam dalam diri individu walaupun tempat dan situasinya berbeda. Konsep diri sementara, seperti namanya bahwa konsep diri ini akan menghilang jika tempat dan situasinya berbeda dan dipengaruhi oleh suasana hati. Konsep diri sosial dibutuhkan dalam berhubungan dengan orang lank arena diperoleh melalui interaksi dengan orang lan. Konsep diri ideal itu terbentuk bagaimana penilaian remaja didik terhadap dirinya seperti yang diharapkannya.

Menurut Calhaoun dan Acocella (dalam Ghofron dan Rini, 2012: 19-20) konsep diri dibagi menjadi konsep diri positif dan konsep diri negatif.Konsep diri positif adalah penerimaan yang mengarah individu kea rah sifat yang rendah hati, dermawan dan tidak egois.Sedangkan konsep diri yang negatif merupakan

(27)

pandangan seseorang terhadap dirinya yang tidak teratur, tidak memiliki kestabilan, dan keutuhan diri.

Dari pendapat di atas dapat dipahami orang yang memiliki konsep diri yang tinggi akan cendrung mematuhi aturan yang ada yang sesuai dengan peraturan yang sudah ditentukan. Berbeda dengan orang yang memiliki konsep diri yang rendah, mereka akan cendrung melanggar peraturan yang ada.

Ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri positif menurut Jalaluddin (2007: 105), yaitu sebagai berikut:

1. Yakin akan kemampuannya dalam mengatasi masalah. 2. Merasa setara dengan orang lain.

3. Menerima pujian tanpa rasa malu.

4. Menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.

5. Mampu memperbaki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak desenanginya dan berusaha mengubahnya.

Sedangkan, Ciri-ciri yang memiliki konsep diri negatif menurut Jalaluddin (2007:105), yaitu sebagai berikut:

1. Peka terhadap kritik, orang ini sangat tidak tahan kritik yang diterimanya.

2. Responsif terhadap pujian. Walaupun ia mungkin berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya pada waktu menerima pujian.

3. Punya sikap hiperkritis. Ia selalu mengeluh, mencela dan meremehkan apapun pada siapapun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan dan pengakuan pada kelebihan orang lain.

4. Cendrung merasa tidak disukai oleh orang lain. Ia merasa tidak diperhatikan karena itulah ia bereaksi pada orang lain. Sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban dan persahabatan. 5. Bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti terungkap

dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam prestasi.

(28)

18

Dari pendapat di atas dapat dipahami orang yang memiliki konsep diri yang positif terlihat memiliki prinsip dan nilai dalam hidupnya, mempunyai keyakinan untuk dapat mengatasi masalah yang dialami, merasa sama dengan orang lain, serta dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan menyenangkan. Jadi, individu yang memiliki konsep diri yang positif dapat memahami dan menerima dirinya sendiri dan juga dapat menerima orang lain.Sedangkan konsep diri yang negatif akan mudah menyerah sebelum berperang, aka nada pihak yang disalahkan baik orang lan maupun dirinya. Terlihat dari sika pesimis terhadap persaingan, merasa tidak disenangi oleh orang lain, suka mengeluh dan susah untuk memberikan penghargaan pada orang lain. Dengan demikian, individu tidak dapat menerima atau mengetahui kelebihan serta kekurangan yang dimilikinya.

d. Fungsi Konsep Diri

Konsep diri memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Manusia akan menjalani kehidupan sebagaimana konsep diri yang dimilikinya. Peran konsep diri menurut Falker (dalam Desmita 2009:170) yaitu:

1. Self concept as maintainer of inner consistency.Konsep diri memainkan peran dalam memperhatikan keselarasan batin seseorang.

2. Self concept as intertrapetion of experience. Konsep diri menentukan bagaimana individu memberikan penafsiran atas pengalamannya.

3. Self concept of expectation. Konsep diri juga berperan sebagai penentu pengharapan individu.

Berdasarkan kutipan diatas dapat dipahami konsep diri berperan dalam keselarasan batin, membantu dalam menafsirkan pengalaman dan sebaga faktor penentu terhadap harapan seseorang. Konsep diri akan berusaha dalam memperthankan keselarasan batin, dengan berusaha mengubah dirinya sesuai

(29)

dengan yang diungkapkan orang lain untuk menunjukkan kesesuaian dirinya dengan lingkungan.

e. Perkembangan Konsep Diri

Konsep diri bukanlah bawaan sejak lahir atau bukan ditentukan secarabiologis.Menurut Fauzan (dalam Nuraini, 2002:11) “Konsep diri berkembang melalui proses interaksi individu dengan lingkungannya”. Pengembangan konsep diri ini dipengaruhi oleh konsep diri primernya.Oleh karena itu dengan semakin banyak dan luas lingkungan dimana individu dapat bergaul maka perubahan konsep diri dapat terjadi setiap kali individu mengadakan penilaian ulang terhadap dirinya berdasarkan pengalaman-pengalaman individu yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya.

Dari uraian di atas dapat bahwa konsep diri berkembang apabila individu berinteraksi dengan lingkungan sekitar, sehingga individu memperoleh pengalaman pengalaman dari lingkungannya. Pengalaman yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya maka individu akan melakukan penilaian terhadap dirinya sendiri sehingga perubahan konsep diri dapat terjadi.

Hurlock (1997:233) mengatakan bawa “Konsep diri anak berkembang didasarkan pada hubungannya atau interaksinya dengan keluarga”. Perlakuan-perlakuan yang diterima anak baik lisan maupun fisik atau perbuatan akan membentuk konsep diri anak. Konsep diri dimulai dari lingkungan keluarga (oleh orang tua) dalam perkembangannya dapat lebih dimantapkan atau diubah. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perlakuan-perlakuan dari keluarga baik fisik maupun nonfisik dapat mempengari konsep diri anak sehingga dapat berdampak tidak baik bagi pembentukkan konsep dirinya.Misalnya, anak dididik oeleh

(30)

20

orang tua dengan keras hal ini dapat menyebabkan anak menjadi anak yang pemarah, keras.

Selain itu Menurut Marcel (dalam Fadhilah Syafwar, 2011:160) mengatakan bahwa“Kita mengenal diri setelah mengenal orang lain terlebih dahulu”. Bagaimana orang lain menilai kita, memberikan respon terhadap diri kita akan membentuk konsep diri kita, pandangan individu terhadap dirinya sendiri adalah dari konsep diri individu, dan untuk memperoleh pengertian mengenai ciri individu tersebut dapat dilakukan melalui “interaksi dengan orang lain” yang tentunya disertai persepsi dan kesadaran individu. Konsep diri menurut perkembangannya menurut Hurlock (dalam Imam Musbikin, 2013:17) ada dua, yaitu:

Konsep diri primer dan konsep diri sekunder.Konsep diri primer adalah konsep diri yang terbentuk berdasarkan pengalaman anak di rumah, berhubungan dengan anggota keluarga seperti orang tua dan saudara.Sedangkan konsep diri sekunder adalah konsep diri yang terbentuk oleh lingkungan luar rumah, seperti teman sebaya atau teman bermain.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat dipahami bahwa keluarga dan lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukkan konsep diri sebab pertama kali anak berinteraksi dengan keluarga dan setelah keluarga yang berperan adalah lingkunga teman bermain atau teman sebaya.

f. Dimensi Konsep Diri

Konsep diri dibangun dari beberapa dimensi yang ada dalam ciri Pudjijoyanti (1998:3) mengemukakan bahwa konsep diri terbentuk dari dua komponen yaitu komponen kognitif dan komponen afektif.Komponen kognitif merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan komponen afektif merupakan penilaian individu terhadap diri.

(31)

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa konsep diri seseorang terbentuk dari komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif merupakan pengetahuan individu tentang dirinya secara objektif atau apa adanya, misalnya: “saya pintar”, atau “saya ini orang baik”, atau “saya ini penakut”, dan sebagainya. Sedangkan komponen afektif adalah penilaian individu terhadap dirinya secara sujektif yang akan membentuk penerimaan diri dan rasaharga diri. Pernyataan afektif ini dapat dicontohkan dengan kalimat berikut berdasarkan pengetahuan secara objektif sebelumnya: “saya bangga dengan kepintaran saya”, “saya senang dengan diri saya yang selalu baik pada siapapun”, dan lain-lain.

Calhoun dan Acocella (dalam Fadhilah Syafwar 2011:159) mengatakan konsep diri terdiri dari tiga dimensi, yaitu:

1. Pengetahuan.

Pengetahuan adalah apa yang individu ketahui tentang dirinya. Individu di dalam benaknya terdapat satu daftar yang menggambarkan dirinya, kelengkapan atau kekurangan fisik, usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, agama, dan lain-lain.

2. Harapan.

Pada saat tertentu, seseorang mempunyai satu pandangan tentang dirinya. Individu juga mempunyai satu pandangan lain yaitu tentang kemungkinan diri menjadi apa dimasa depan. Pendeknya, individu mempunyai harapan bagi dirinya sendiri untuk menjadi diri ideal. 3. Penilaian

Di dalam penilaian, individu berkedudukan sebagai penilaian tentang dirinya sendiri.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwaada tiga

(32)

22

penilaian.Pertama pengetahuan merupakan wawasan individu mengenai dirinya sendiri.Misalnya, seseorang yang menganggap dirinya sendiri.Misalnya, seseorang yang menganggap dirinya sempurna karena telah dikaruniai fisik yang lengkap. Kedua, harapan ialah pandangan dan keinginan individu terhadap dirinya, mau menjadi apa ia dimasa yang akan datang. Terakhir, penilaian merupakan bagaimana individu menilai dirinya sendiri.

2. Keharmonisan Keluarga

a. Pengertian Keharmonisan Keluarga

Menurut Lestari (2012:6) “Keluarga adalah rumah tangga yang memiliki hubungan darah atau perkawinan atau menyediakan terselenggaranya fungsi-fungsi ekspresif keluarga bagi para anggotanya yang berada dalam suatu jaringan”. Sedangkan menurut Mighwar (2011:73) “Keluarga merupakan sebuah institusi terkecil di dalam masyarakat yang berfungsi sebagai wahana untuk mewujudkan kehidupan yang tentram, aman, damai dan sejahtera dalam suasana cinta dan kasih sayang diantara anggotanya”.

Dari kedua pendapat di atas dapat dipahami keluarga itu terdapat anggota didalamnya yang memiliki hubungan yang erat antar sesamanya untuk mewujudkan kehidupan yang aman, damai dan sejahtera dan dari situlah akan timbul nantinya kasih sayang antar sesama anggota keluarga.

Menurut Gunarsa (2000:31) “Keharmonisan keluarga adalah “bilamana seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, kekecewaan dan puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya (eksistensi dan aktualisasi diri)”.Menurut Mahali (dalam Inggrid, 2004: 44) “Keluarga yang harmonis adalah keluarga yang dapat mengantarkan seseorang hidup lebih bahagia, lebih layak dan lebih tentram”.

(33)

Menurut Drajat (2009: 37) “Keharmonisan suatu keluarga merupakan suatu keadaan dimana anggota keluarga tersebut menjadi satu dan setiap anggota menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing, terjalin kasih sayang, saling pengertian dialog dan kerja sama yang baik antara keluarga". Selain itu menurut Martin (dalam Oxford Learnery Pocket Dictionary 1991: 191) mengatakan “Keharmonisan adalah persetujuan dan kerja sama”.

Dari pendapat diatas dapat dipahami keharmonisan keluarga ditandai dengan adanya hubungan yang didalam keluarga dan juga keluarga merasa bahagia serta tentram dan damai. Keharmonisan keluarga akan terasa apabila anggota di dalam keluarga menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing. Apabila hak dan kewajiban terjalankan dengan baik, maka konflik yang tejadi di dalam keluarga dapat terhindarkan dengan baik.Apabila hubungan di dalam keluarga harmonis, maka anggota keluarga dapat mengurangi rasa kecewa atau kurang puas, selain itu ketegangan di dalam keluarga juga jarang terjadi, sehingga dengan hal tersebut anak nantinya bisa mengaktualisasikan dirinya dengan baik. Keharmonisan keluarga juga berarti keselarasan, keserasian atau persetujuan dan kerja sama hubungan antara suami-istri, istri dengan anak sehingga terbentuk keadaan yang aman, tentram, bahagia dan sejahtera.

b. Aspek-Aspek Keharmonisan Keluarga

Ada aspek- aspek keharmonisan keluarga menurut Kartono (2004:48) menjelaskan bahwa “Aspek-aspek keharmonisan di dalam keluarga seperti adanya hubungan atau komunikasi yang hangat antar sesama anggota keluarga, adanya kasih sayang yang tulus dan adanya saling pengertian terhadap sesama anggota

(34)

24

keluarga”.Sementara menurut Gunarsa (2000:50) ada banyak aspek dari keharmonisan keluarga, diantaranya adalah:

1. Kasih sayang antara keluarga. Kasih sayang merupakan kebutuhan manusia yang hakiki, karena sejak lahir manusia sudah menbutuhkan kasih sayang dari sesama. Dalam suatu keluarga yang memang mempunyai hubungan emosional antara satu dengan yang lainnya sudah semestinya kasih sayang yang terjalin diantara mereka mengalir dengan baik dan harmonis.

2. Saling pengertian sesama anggota keluarga. Selain kasih sayang, pada umunya para remaja sangat mengharapkan pengertian dari orang tuanya. Dengan adanya saling pengertian maka tidak akan terjadi pertengkaran-pertengkaran antar sesama anggota keluarga.

3. Dialog atau komunikasi efektif yang terjalin di dalam keluarga. Anggota keluarga mempunyai keterampilan berkomunikasi dan banyak waktu digunakan untuk itu. Dalam keluarga harmonis ada beberapa kaidah komunikasi yang baik, antara lain: (1) menyediakan cukup waktu. (2) mendengarkan. (3) pertahankan kejujuran.

4. Mempunyai waktu bersama dan kerjasama dalam keluarga. Keluarga menghabiskan waktu (kualitas dan kuantitas waktu yang besar) diantara mereka. Kebersamaan diantara mereka mereka sangatlah kuat, namun tidak mengekang.

Dari pendapat di atas dapat kita pahami aspek-aspek dalam keharmonisan keluarga itu terjalin karena adanya kasih sayang pengertian terhadap sesama anggota keluarga.Selain itu komunikasi sangat menentukan juga dalam berhubungan, karna apabila terjadi kesalahpahaman antar keluarga biasanya itu disebabkan karna komunikasi yang tidak baik antara anggota keluarga.Waktu luang sangat dibutuhkan oleh anak agar kasih sayang dan perhatian orang tua tetap ada untuk anak, sehingga anak merasa orang tua selalu ada untuknya disaat apapun.

(35)

Menurut Sadarjoen (2005:68) aspek-aspek keharmonisan keluarga antara lain sebagai berikut:

1. Faktor keimanan keluarga. Faktor keimanan merupakan faktor penentu penting, yaitu penentu tentang keyakinan atau agama yang akan dipilih kedua pasangan.

2. Continuous improvement. Terkait dengan sejauh mana tingkat kepekaan, perasaan, antar pasangan terhadap tantangan permasalahan pernikahan.

3. Kesepakatan tentang perencanaan jumlah anak. Sepakat untuk menentukan berapa jumlah anak yang akan dimiliki suatu pasangan yang baru menikah.

4. Kadar rasa bakti pasangan terhadap orang tua dan

mertua masing-masing. Keadilan dalam

memperlakukan kedua belah pihak: kelurga, orang tua atau mertua beserta keluarga besarnya.

5. Sense of humour. Menciptakan atau menghidupkan suasana ceria di dalam keluarga memiliki makna terapi, yang memungkinkan terciptanya relasi yang penuh keceriaan. Sikap adil antar a pasangan terhadap kedua belah pihak keluarga besar.

Pendapat di atas dapat dipahami aspek-aspek yang paling penting dalam keluarga adalah faktor keyakinan, yang mana pasangan akan memilih agama atau keyakinan yang akan dianut stelah berkeluarga nantinya. Selanjutnya apakah bisa pasangan suami istri ini mengatasi konflik di dalam keluarga nantinya atau tidak dengan apa-apa saja yang terjadi di dalam keluarga. Di dalam keluarga komitmen sangat penting, tanpa adanya komitmen, maka sesuatu apa pun itu tidak dapat berjalan dengan baik. Suami dan istri harus berlaku adil di dalam anggota kelurga, baik kepada anak, maupun mertua.

c. Ciri-Ciri Keharmonisan Keluarga

Menurut Danuri (dalam Pujosuwarno, 1994:53)

mengungkapkan bahwa keluarga bahagia adalah keluarga yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Adanya ketenangan jiwa yang dilandasi oleh ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

(36)

26

2. Hubungan yang harmonis antara individu yang satu dengan individu yang lain dalam keluarga dan masyarakat.

3. Terjamin kesehatan jasm.ani, rohani dan sosial. 4. Cukup sandang, pangan, dan papan.

5. Adanya jaminan hukum terutama hak asasi manusia. 6. Tersedianya pelayanan pendidikan yang wajar.

7. Ada jaminan dihari tua, sehingga tidak perlu khawatir terlantar dimasa tua.

8. Tersedianya fasilitas rekreasi yang wajar.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan ciri-ciri keluarga adanya ketenangan jiwa di dalam anggota keluarga yang dilandasi ketakwaaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.Terjalinnya hubungan yang harmonis di dalam keluarga, kebutuhan di dalam keluarga terpenuhi, serta terjaminnya kesehatan jasmani, rohani, dan sosial siswa.

Menurut Basri (1994:85-103) mengungkapkan beberapa ciri dari keluarga yang harmonis atau keharmonisan keluarga, yaitu: (a) dasar-dasar hubungan yang efektif, (b) Hubungan anak-anak dengan orang tua, (c) Hubungan anak-anak remaja dengan orang tua, (d) Memelihara komunikasi dalam keluarga. Berikut uraiannya:

1. Dasar-dasar hubungan yang efektif. Kelahiran makhluk baru dipermukaan bumi ini mudah-mudahanan adalah merupakan buah dari perasaan cinta dan kasih sayang diantara kedua orang tuanya. Perasaan yang penuh keindahan dan keluhuran itu hendaknya masih kuat berkelanjutan dalam keseluruhan proses pendidikan dan kehidupan anak selanjutnya. Kasih sayang dan kemesraan yang berkembang dalam kehidupan suami istri dan kemudian membuahkan kelahiran tunas-tunas baru dalam keluarga dan masyarakat serta bangsa, akan disambut dengan penuh kasih sayang. Dasar kasih

sayang yang murni akan sangat membantu

perkembangan dan pertumbuhan anak-anak dalam kehidupan selanjutnya.

2. Hubungan anak-anak dengan orang tua. Sejak anak-anak dilahirkan di dunia ketergantungan anak-anak terhadap

(37)

kedua orang tua sangat besar. Dengan penuh kasih sayang kedua orang tuanya memenuhi kebutuhan anak-anaknya yang masih belum berdaya. Hubungan orang tua yang efektif penuh kemesraan dan tanggung jawab yang didasari oleh kasih sayang yang tulus,

menyebabkan anak-anaknya akan mampu

mengembangkan aspek-aspek kegiatan manusia pada umumnya, ialah kegiatan yang berdifat individual, sosial dan kegiatan keagamaan.

3. Hubungan remaja dengan orang tua. Remaja pada umumnya sedang mengalami perubahan dan dan pertumbuhan yang pesat dalam kehidupannya. Hal tersebut disebabkan pertumbuhan yang begitu pesat dalam kehidupan. Hal tersebut disebabkan pertumbuhan yang begitu pesat dan perkembangan mental yang cukup membingungkan mereka. Pikiran, perasaan-perasaan tanggung jawab, kemauan dan nila-nilai kehidupan

memang sedang mngalami perkembangan dan

kematangan menuju taraf kemasakan atau kedewasaan. 4. Memelihara komunikasi dalam keluarga. Hasil penelitian

ahli psikologi dan sosiologi menunjukkan bahwa kurang lancarnya komunikasi dalam kegiatan keluarga

merupakan salah satu penyebab timbul dan

berkembangnya beberapa permasalahan yang gawat dalam keluarga. Permasalahan dalam bidang keuangan, seks, pendidikan anak-anak, anggota keluarga, hasrat menambah dan mengganti alat-alat rumah tangga, jika ada keperluan di luar rumah, dan sebagainya sangat perlu dikemukakan secara terbuka dengan yang lain, terutama antara suami-istri.

Menurut pendapat di atas dapat dipahami ciri-ciri keluarga yang harmonis ditandai dengan adanya hubungan yang efektif antara anak dengan orang tua, ibu dengan ayah, serta dapat memelihara komunikasi dalam keluarga.

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keharmonisan Keluarga Keharmonisan dalam suatu keluarga dapat terjadi karena adanya faktor-faktor yang memberikan pengaruhnya. Menurut Gunarsa (2000: 57) menyatakan bahwa suasana rumah dapat mempengaruhi keharmonisan keluarga, antara lain:

(38)

28

1. Suasana rumah adalah kesatuan yang serasi antara pribadi-pribadi, kesatuan yang serasi antara orang tua dan anak.

2. Kondisi ekonomi keluarga. Tingkat sosial ekonomi yang rendah seringkali menjadi penyebab terjadinya

permasalahan dalam sebuah keluarga. Akibat

banyaknya masalahnya yang ditemui karena karena

kondisi keuangan yang memprihatinkan ini

menyebabkan kondisi keluarga tidak harmonis.

Menurut Surya (2003:401) faktor-faktor yang

mempengaruhi keharmonisan keluarga menurut Islam:

1. Berlandaskan ketauhidan. Keluarga sakinah adalah keluarga yang dibangun di atas fondasi ketauhidan yaitu dibangun semata-mata atas dasar keyakinan kepada Allah SWT dan bukan berhala.

2. Bersih dari syirik. Syarat utama ketauhidan yaitu bebasnya dari syirik atau mempersekutukan Allah SWT. Demikianlah satu keluarga yang sakinah harus bebas dari suasana syirik yang hanya akan menyesatkan kehidupan keluarga.

3. Keluarga yang penuh dengan kegiatan ibadah. Ibadah merupakan kewajiban manusia sebagai hasil ciptaan Tuhan. Oleh karena itu kegiatan ibadah baik dalam bentuk hablum minallah maupun hablum minannas merupakan ciri utama keluarga sakinah segala aspek perilaku kehidupannya merupakan ibadah.

Dari pendapat di atas dapat dipahami faktor-faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga diantaranya suasana rumah, apabila suasana rumah tentram dan damai maka anggota keluarga akan nyaman di dalamya. Selanjutnya faktor ekonomi. Faktor ekonomi yang rendah akan menyebabkan konflik karna kebutuhan di dalam keluarga kurang terpenuhi. Sedangkan menurut Islam yang menjadi faktor keharmonisan keluarga berlandaskan ketauhidan, bersih dari syirik, dan keluarga yang penuh ibadah akan membuat keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.

(39)

e. Upaya Pembentukkan Keluarga Harmonis

sebagaimana mestinya dalam membentuk keluarga harus diawali dengan proses pernikahan terlebih dahulu yaitu adanya akad hubungan yang telah dihalkan Alah SWT.

Rumahku adalah surgaku, sebuah ungkapan paling tepat tentang bangunan keluarga harmonis.Rumah tidak hanyadimaknai fisik tetapi lebih bernuansa nilai fungsional dalam membentuk kepribadian anak manusia guna mencapai kedewasaan dan kesempurnaan hidup yaitu kehidupan rumah tangga yang dipenuhi pemenuhan fungsi dan nilai-nilai lahiriyah, nilai ekonomis, biologis, kerohanian, pendidikan.

Dalam hal ini Rasullullah SAW telah menjelaskan kepada umatnya berupa prinsip-prinsip pokok yang haruss ditempuh sehingga sesuai dengan yang diidam-idamkan oleh setiap pasangan suami istri yang harus tercapai dengan baik.

Menurut Ramayulis (2001:67) ada lima unsur pokok yang harus diterapkan dalam rumah tangga, yaitu:

1. Kecendrungan mempelajari dan mengamalkan ilmu aagama. Ajaran islam adalah unsur pokok yang paling penting dalam pembinaan keluarga untuk terciptanya ketenangan dan kebahagiaan yang berupa petunjuk

untuk mengerjakan kebaikan dan

menghindarkankeburukkan (kejahatan) artinya agama adalah sebagai benteng yang kokoh dan kuat untuk mencapainya tujuan perkawinan.

2. Akhlak dan kesopanan. Akhlak dan kesopanana dalam rumah tangga dapat membuat hubungan yang harmonis antara sesama keluarga, tetangga dan lingkungannya.

3. Harmonis dalam pergaulan. Manusia sebagai makhluk lemah tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain. Setiap manusia memerlukan terjadinya kerja sama yang kuat kesamaannya.

4. hakikat hidup sederhana. Hidup hemat adalah pangkal kebahagiaan dan ketenangan keluarga, sedangkan boros dan royal adalah pangkal kehancuran keluarga. 5. Menyadari kelemahan diri sendiri. Menyadari

(40)

30

demikian disadari maka kelemahan orang lain tidak akan kelihatan.

Dari unsur diatas dapat dipahami bahwa yang harus diterapkan dikeluarga itu mempelajari ilmu agama, menjaga akhlak dan kesopanan, harmonis dalam pergaulan dengan siapapun, hakekat hidup sederhana atau jangan berlebihan dalam sesuatu serta menyadari kelebihan diri sendiri.

Kelima unsur perlu dihayati dan diamalkan oleh setiap penghuni keluarga sebagai dasar untuk menciptakan kehidupan rumah tangga yang harmonis, bahagia lahir dan batin. Menurut Amanun Harahap (1993:167) suami istri dapat mencapainya dengan cara di bawah ini:

1. Memupuk rasa cinta kasih. Hendaknya suami istri selalu berupaya memupuk rasa cint kasih dengan saling menyayangi, kasih mengasihi, hormat menghormati dan rasa saling menghargai.

2. Memupuk saling pengertian. Bahwa suami istri sebagai manusia biasa mempunyai kelebihan dan kekurangan baik secara fisik maupun mental, karena itu hendaknya saling memahami.

3. Saling menerima kenyataan. Jodoh dan rizki adalah urusan Tuhan, ini harus disadari oleh suami istri. Namun kita diwajibkan untuk beriktiar, sedang nasibnya itulah yang harus diterima dengan lapang dada dan jadi masing-masing tidak menuntut di luar kemampuan.

4. Saling mengadakan penyesuaian diri. Setelah mengetahui kekurangan dan kelebihan masing-masing suami istri agar dapat menyesuaikan, saling melegkapi dan saling memberikan bantuan.

5. Saling memaafkan. Sikap ini paling penting untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan rumah tangga, karena kesalahan yang sangat sepele tidak jarang menjadi problem yang sangat rumit dan mengancam ketentraman dalam rumah tangga.

6. Saling bermusyawarah. Saling bermusyawarah dalam rumah tangga dapat mnumbuhkan rasa tanggung jawab ringan sama dijinjing, berat sama dipikul, diantara suami istri dan anggota keluarga yang lain oleh karena itu masing-masing pihak dituntut untuk jujur, terbuka

(41)

dan lapang dada, suka memberi dan menerima tidak menang sendiri. (Amanun Harahap, 1993:16-17)

7. Saling mendorong untuk kemajuan bersama. Suami istri saling berusaha untuk senantiasa member semangat dalam mengerjakan kemajuan karir, apalagi untuk keperluan bersama dan kebahagiaan di masa depan. Namun demikian jika mulai mengarah pada hal-hal negatif, suami istri mengingatkan.

Jadi dari uraian di atas dapat dipahami, demi terwujudnya keluarga keluarga yang harmonis, setiap anggota keluarga harus memahami secara baik fungsi keluarga. Dengan cara itu, anggota keluarga dapat mendeskripsikan peran yang harus dijalaninya dalam keluarga ersebut.

B. Hubungan Keharmonisan Keluaga dengan Konsep Diri

Lingkungan keluarga yang harmonis dapat memberikan peluang bagi anak untuk mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimilikinya agar tumbuh berkembang secara optimal. Keharmonisan keluarga dapat terlihat dan tercermin dari sikap dan pandangan akan hidup, kegemaran dan pola kepribadian para anggota didalamnya.

Menurut Pudjijogyanti (1995:35) menjelaskan bahwa “Kondisi

keluarga yang kurang kondusif (kurang mendukung) dalam

keberlagsungan interaksi yang sehat dapat menyebabkan konsep diri yang rendah”.Pendapat ini dapat kita pahami kondisi di dalam keluarga sangat mempengaruhi keberlangsungan sebuah interaksi. Interaksi yang terjadi di dalam keluarga akan kurang baik atau tidak lancar karna kondisi yang tidak kondusif tadi.

Hurlock (2005: 58) menggungkapkan kondisi yang mempengaruhi konsep diri remaja meliputi:

1. Usia kematangan. Remaja yang matang lebih awal, diperlukanseperti orang yang hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik.

(42)

32

2. Penampilan diri. Penampilan diri yang berbeda membuat ramaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang menambah daya tarik fisik. Tiap cacat fisik merupakan sumber yang memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah diri. Sebaliknya, daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian yang menambah dukungan sosial.

3. Kepatutan Seks. Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat, dan prilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. 4. Nama dan julukan. Remaja peka dan malu bila teman-teman

sekelompok menilai namanya buruk atau bila mereka member julukan yang bernada cemooh.

5. Hubungan Keluarga. Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seseorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan ciri dengan orang tersebut dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama.

6. Teman-teman sebaya. Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara yakni pertama konsep diri remajamerupakan cerminan dan anggapan tentang konsep teman

dan dirinya. Kedua berada dalam tekanan untuk

mengembangkan ciri-ciri kepribadian diakui oleh kelompok. 7. Kreativitas. Remaja yang semasa kanak-kanak didorong agar

kreatif dalam berman dalam tugas akademis, mengembangkan peran individualitas dan identitas yang member pengaruh baik pada konsep dirinya.

8. Cita-cita. Bila remaja mempunyai cita-cita yang tidak realistis,

ia akan mengalami kegagalan yang menimbulkan

ketidakpercayaan dirinya dan timbul perasaan tidak mampu serta reaksi yang bertahan dimana ia menyalahkan orang lain atas kegagalannya.

Pendapat di atas nomor 5 dapat dipahami bahwasanya salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah hubungan keluarga. Hubungan di dalam keluarga akan membentuk konsep diri anak tergantung kepada pola asuh, pendidikan yang diberikan keluarga terhadapnya. Apabila anak diberikan kasih sayang, pendidikan yang baik oleh orang tuanya di rumah, anak tidak akan canggung lagi untuk keluar rumah dan bahkan mengaplikasikan ajaran-ajaran yang diberikan oleh orang tuanya di luar rumah. Sebaliknya, apabila anak yang dari kecil kurang mendapatkan perhatian dari orang tua, pendidikan yang sepatutnya tidak diberikan, maka di luar anak akan cendrung bersikap buruk, seperti sulit untuk bergaul, membangkang terhadap orang yang disekitarnya. Sulit untuk

(43)

menerima masukkan-masukkan dari siapapun. Jika di sekolah anak tidak mematuhi aturan-aturan yang di sekolah karena disebabkan perhatian orang tua yang kurang di rumah akan membuat anak tidak peduli terhadap aturan sekolah. Jadi, apapun bentuk hubungan yang ada di dalam keluarga baik buruknya akan mengembangkan kepribadian anak.

C. Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang memilikirelevansi dengan penelitian ini adalah:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Afrina Wati pada tahun 2016 dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Penyesuaian Sosial Anak Yatim di Panti Asuhan Aisiyah Batusangkar”. Hasil penelitiannya dapat diketahui bahwa konsep diri anak yatim Panti Asuhan Aisiyah Batusangkar berada dalam kategori positif. Hasil penelitian tersebut juga mengungkap bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri dan penyesuaian anak yatim dip anti asuhan aisiyah Batusangkar. Perbedaanya dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu penulis akan melihat hubungan keharmonisan keluarga dan konsep diri siswa di SMP N 1 Batusangkar.

2. Penelitian yang dilakukan M. Hafidz tahun 2016 berjudul “Korelasi Konsep Diri Dengan Hubungan Sosial Remaja”. Persamaan peneliti dengan yang penulis teliti ini adalah sama-sama menggunkan penelitian korelasional yang mana mencari hubungan antara variabel X yaitu keharmonisan keluarga dan variabel Y yaitu konsep diri.

3. Penelitian yang dilakukan Susi Wulandari 2004 berjudul “Hubungan antara Keharmonisan Keluarga dengan Konsep Diri Siswa Pada Siswa SMA Negeri 1 Talun Pelajaran Tahun 2014/2015”. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data dalam tugas akhir adalah observasi. Dalam penelitian ini pendekatan penelitian dengan menggunakan penelitian kuantitatif dan teknik yang digunakan teknik

(44)

34

korelasional, data yang digunakan data yang berupa angka yang berkenaan dengan statistik. Jadi perbedaan penelitian ini dengan yang peneliti teliti adalah tahap pelaksanaanya yang terdiri dari lokasi, waktu, dan juga jumlah sampel yang digunakan.

D. Kerangka Berfikir

Hipotesis

Hubungan Keharmonisan Keluarga Dengan Konsep Diri Siswa Di SMPN 1 Batusangkar

Gambar 2.1 Variabel X= Keharmonisan

Keluarga

Variabel Y= Konsep Diri

1. Kasih Sayang 2. Saling Pengertian 3. Komunikasi Efektif 4. Kerja Sama 1. Pengetahuan 2. Harapan 3. Penilaian

(45)

E. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

Ho : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara keharmonisan keluarga dengan konsep diri siswa di SMP N 1 Batusangkar (to≤tt) Ha : Terdapat hubungan yang signifikan antara keharmonisan keluarga

(46)

36 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Metode penelitian ini adalah salah satu langkah yang yang penting dalam suatu penelitian. Cara atau metode penelitian adalah alat untuk mencapai tujuan dan kualitas penelitian sangat ditentukan oleh cara atau metode yang digunakan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional. Menurut Sukardi (2004:166) penelitian korelasional adalah “penelitian yang melibatkan tindakan pengumpulan data guna untuk menentukan, apakah ada hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih”. Penelitian ini terdiri dari dua variabel independen yaitu keharmonisan keluarga dan satu variabel terikat yaitu konsep diri.Selain itu pembahasan dalam penelitian ini meliputi rancangan peneitian, deskriptif penentuan subjek penelitian, instrument pengumpulan data, uji validtas, uji reliabilitas dan teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Batusangkar Kec. Lima Kaum, Kab. Tanah Datar. Waktu Penelitian Juni-Juli 2019.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Adapun objek dari hubungan keharmonisan keluarga dan konsep diri yang diambil adalah siswa SMP N 1 Batusangkar, dimana dalam hal ini menentukan polulasinya terlebih dahulu. Menurut Sugiyono (2007:117) populai adalah “wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

(47)

yang diterapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Adapun yang menjadi populasi padapenelitian ini adalah siswa kelas VIII di SMPN 1 Batusangkar.

Tabel 3.1

Daftar Populasi SMP N 1 Batusangkar

No Kelas Jumlah 1. VIII.1 31 2. VIII.3 30 3. VIII.6 25 Total 86 2. Sampel

Berdasarkan populasi di atas dapat ditentukan perwakilan dari anggotaobjek dalam penelitian di SMPN 1 Batusangkar, dimana sampel merupakan sebagian objek yang benar-benar diteliti (Ami Hadi dan Hariano, 1998:50).Dalam pengambilan sampel, penulis menggunakan teknik total sampling. Menurut Sugiyono (2014:156)total sampling adalah “teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel”. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil kurang dari 100 orang.

Adapun cara yang peneliti lakukan untuk menentukan sampel yaitu: pertama peneliti menetapkan populasi penelitian. Kedua peneliti menganalisis dari populasi tersebut nama yang akan menjadi sampel penelitian yang sesuai dengan karakteristik penelitian yaitu siswa kelas VIII. Ketiga peneliti menentukan jumlah sampel penelitian, ada pun jumlah sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII sebanyak 86 orang.

Gambar

Gambar 2.1 Variabel X= Keharmonisan
Tabel 4.6  Klafikasi Konsep Diri
Tabel 4.10  Tests of Normality
Tabel 4.11  ANOVA  Sum of  Squares  Df  Mean  Square  F  Sig.  Between  Groups  5402.760  33  163.720  1.917  .017  Within  Groups  4441.333  52  85.410  Total  9844.093  85   Interprestasi:

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Judul : Hubungan antara Keharmonisan Keluarga dengan Perilaku Agresif Siswa TK (Studi Kasus pada Siswa TK Nurul Islam Tengaran Semarang Tahun

Siswa yang hidup dalam keluarga yang harmonis akan merasakan bahwa dia adalah siswa yang sangat beruntung, karena siswa tersebut akan lebih tenang dan leluasa dalam

Korelasi Tingkat Keharmonisan Keluarga dengan Kematangan Emosi pada Siswa SMP Diponegoro Tumpang Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa tingkat keharmonisan keluarga siswa

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang berarti antara keharmonisan keluarga dengan perilkau siswa, dengan kata lain semakin

Fatimah, (2012:39) menjelaskan bahwa “kurangnya rasa percaya diri siswa tersebut tentunya bukanlah fenomena yang tiba-tiba terjadi, melainkan hasil binaan yang

Dalam konsep pendidikan modern, kedua orang tua harus sering berjumpa dan berdialog dengan anak-anaknya. Pergaulan dalam keluarga harus terjalin secara mesra dan

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Hubungan Antara Keharmonisan Keluarga Dengan Rasa Percaya Diri Pada Siswa SMP Negeri 3 Kota Jambi benar-benar merupakan hasil

Hasil penelitian menunjukkan: (1) terdapat hubungan positif dan signifikan antara persepsi siswa terhadap keharmonisan keluarga dengan kepercayaan diri siswa kelas X di