• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEGRADASI IN VITRO MIKROSFER POLIPADUAN POLI(ASAM LAKTAT) DENGAN POLI(ε-KAPROLAKTON) MIA KARFENY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEGRADASI IN VITRO MIKROSFER POLIPADUAN POLI(ASAM LAKTAT) DENGAN POLI(ε-KAPROLAKTON) MIA KARFENY"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

MIA KARFENY

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

ABSTRAK

MIA KARFENY. Degradasi in vitro Mikrosfer Polipaduan Poli(asam laktat) dengan

Poli(ε-kaprolakton). Dibimbing oleh TETTY KEMALA dan AHMAD SJAHRIZA.

Poli(asam laktat) (PLA) dan poli(ε-kaprolakton) (PCL) merupakan polimer yang

dapat digunakan sebagai matriks pengungkung obat karena sifatnya yang degradabel.

Sistem pengungkung obat tersebut dilakukan dengan cara pembuatan mikrosfer.

Mikrosfer dibuat dengan berbagai metode, salah satunya emulsifikasi. Penelitian ini

bertujuan mengamati degradasi secara in vitro mikrosfer polipaduan PLA-PCL pada pH

7.4. Tahapan penelitian ini adalah sintesis PLA, pembuatan polipaduan PLA-PCL,

pembuatan mikrosfer, pengamatan bentuk, dan uji degradasi secara in vitro. Sintesis PLA

menghasilkan bobot molekul 6064 g/mol. Mikrosfer dibuat dengan metode emulsifikasi

menggunakan polivinilalkohol (PVA) 1.5% (v/v) sebagai pengemulsi. Pengamatan

bentuk dilakukan dengan mikroskop stereo dan mikroskop elektron payaran (SEM). Uji

degradasi dilakukan selama 2 bulan pada pH 7.4, setiap minggu dianalisis bobot molekul

dan viskositasnya dengan viskometer sedangkan kehilangan bobot diukur dengan neraca

analitik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mikrosfer komposisi PLA:PCL 9:1

memiliki waktu degradasi lebih cepat daripada komposisi yang lain. Perbedaan komposisi

PLA dan PCL juga mempengaruhi struktur morfologi, viskositas, dan bobot mikrosfer

selama uji degradasi. Semakin besar komposisi PLA, semakin kecil nilai viskositas,

sehingga bobot molekul mikrosfer juga kecil. Selama masa degradasi nilai viskositas dan

%kehilangan bobot mikrosfer juga semakin menurun tiap minggunya. Kinetika

penurunan bobot mikrosfer mengikuti model kinetika antara orde nol dan orde kesatu.

ABSTRACT

MIA KARFENY. In Vitro Degradation of Polyblend of Poly(lactic acid) with

Poly(ε-caprolactone)

Microspheres.

Supervised

by

TETTY

KEMALA

and

AHMAD

SJAHRIZA.

Poly(lactic acid) (PLA) and poly(ε-caprolactone) (PCL) are examples of polymer

that can be used as a matrix in drug delivery system because of its degradability property.

Drug encapsulation system could be achieved by microspheres formation with emulsion

method. The aim of this research was to examine in vitro degradation of microspheres

obtained from PLA-PCL polyblend at pH 7.4. Several stages in the study consisted of

PLA synthesis, mixing of PLA-PCL in polyblend, microspheres formation, shape and

texture observation, and in vitro degradation test. Synthesis PLA produced a polymer

with molecular weight 6064 g/mol. Microspheres were formed by emulsification with

polyvinylalcohol (PVA) 1.5% (v/v) as an emulsifier. Physical texture of the microspheres

was observed with stereomicroscope and scanning electron microscope (SEM).

Degradation was analyzed weekly by measuring its molecular weight and viscosity using

a digital viscometer, while its weight loss was measured using an analytical balance. The

results showed that the composition of PLA microspheres: PCL (9:1) had degradation

time faster than the others and it also affected morphological structure, viscosity, and

weight of microsphere during degradation analysis. The higher the PLA composition the

lower the viscosity value, therefore, the lower the molecular weight of microspheres.

During degradation time, viscosity value and weight loss percentage decreased gradually.

Kinetics of microsphere weight loss followed between zero and first order kinetic model.

(3)

MIA KARFENY

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(4)

Judul : Degradasi In Vitro Mikrosfer Polipaduan Poli(asam laktat) dengan

Poli(ε-kaprolakton)

Nama : Mia Karfeny

NIM

: G44062819

Menyetujui

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Tetty Kemala, S.Si., M.Si.

Drs. Ahmad Sjahriza

NIP 19710407 199903 2 001

NIP 19620406 198903 1 002

Mengetahui:

Ketua Departemen Kimia

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS

NIP 19501227 197603 2 002

(5)

Segala puji bagi Allah SWT berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya

penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Degradasi In Vitro

Mikrosfer Polipaduan Poliasamlaktat dengan Polikaprolakton. Penelitian ini

dilaksanakan dari bulan Februari sampai September 2010 yang bertempat di

Laboratorium Kimia Anorganik, Departemen Kimia Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Tetty Kemala, S.Si., M.Si. dan

Bapak Drs. Ahmad Sjahriza selaku pembimbing atas segala saran, kritik,

dorongan, dan bimbingannya selama penelitian. Selain itu, penulis sampaikan

terima kasih juga kepada Bapak Yani dari departemen Fisika dan seluruh pegawai

Laboratorium Kimia IPB yang membantu dan mempermudah saya dalam

menjalani penelitian ini.

Ungkapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Mama,

Papa, Kak Sumi, Mita dan seluruh keluarga atas nasihat, semangat, bantuan

materi, dan doa-doanya. Ucapan terima kasih kepada Rania, Evi, Peni, Siti, Nurul,

Nia, Wemby, Ningsih, teman-teman seperjuangan di Laboratorium Anorganik,

dan seluruh Kimia Angkatan 43 yang telah memberikan semangat, motivasi,

canda tawa dan dorongan; Kak Ikhsan, Kak Sulfi, dan Kak Nana yang banyak

membantu selama penelitian, memberi masukan, dan kritik dalam menyusun

karya ilmiah ini. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2011

(6)

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 5 Februari 1988 dari pasangan

Ano Sukarno dan Mimin Karmini. Penulis merupakan anak kedua dari tiga

bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Sumedang dan pada tahun

yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI). Penulis masuk Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar TPB pada tahun

ajaran 2009/2010, dan praktikum Kimia Polimer pada tahun 2009/2010. Pada

bulan Juli-Agustus 2009 penulis berkesempatan melaksanakan kegiatan Praktik

Lapangan di Laboratorium Quality Control PT Krakatau Tirta Industri di Cilegon.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ...

vi

DAFTAR TABEL ...

vi

DAFTAR LAMPIRAN ...

vii

PENDAHULUAN ...

1

TINJAUAN PUSTAKA

Biodegradasi polimer...

1

Poli(asam laktat) (PLA)...

2

Poli(ε-caprolakton) (PCL) ...

2

Poli(vinil alkohol)...

2

Mikrosfer ...

3

Mikroskop elektron payaran (SEM) ...

3

BAHAN DAN METODE

Alat dan bahan ...

3

Metode ...

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sintesis poli(asam laktat)...

5

Mikrosfer ...

5

Perubahan morfologi mikrosfer...

7

Viskositas dan bobot mikrosfer ...

8

Kinetika penurunan bobot mikrosfer ...

9

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ...

10

Saran ...

10

DAFTAR PUSTAKA ...

10

(8)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

1

Sifat fisik dan mekanis poli(asam laktat) ...

2

2

Sifat fisik poli(ε-kaprolakton) ...

2

3

Kinetika penurunan bobot mikrosfer ...

9

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1

Struktur poli(asam laktat) ...

2

2

Struktur poli(ε-kaprolakton) ...

2

3

Struktur poli(vinil alkohol) ...

3

4

Skema SEM...

3

5

Hasil sintesis poli(asam laktat) ...

5

6

Persentase rendemen mikrosfer (a) PLA:PCL 9:1; (b) PLA:PCL 8:2; (c)

PLA:PCL 7:3; (d) PLA:PCL 6:4...

5

7

Foto SEM mikrosfer sebelum degradasi dengan perbesaran 800× (a)

PLA:PCL 9:1; (b) PLA:PCL 8:2; (c) PLA:PCL 7:3; (d) PLA:PCL 6:4 ....

6

8

Foto SEM mikrosfer setelah degradasi 8 minggu dengan perbesaran

800× (a) PLA:PCL 9:1; (b) PLA:PCL 8:2; (c) PLA:PCL 7:3; (d)

PLA:PCL 6:4...

7

9

Foto Mikrosfer dengan mikroskop stereo pada minggu ke-8 dengan

perbesaran 40 X (a) PLA:PCL 9:1; (b) PLA:PCL 8:2; (c) PLA:PCL 7:3;

(d) PLA:PCL 6:4 ...

8

10 Penurunan bobot mikrosfer selama 8 minggu...

8

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1

Diagram alir kerja penelitian... 13

2

Penentuan bobot molekul poli(asam laktat)... 14

3

Persentase rendemen mikrosfer... 15

4

Gambar mikrosfer dengan mikroskop stereo ... 16

5

Penurunan bobot mikrosfer selama masa degradasi ... 20

6

Viskositas mikrosfer selama masa degradasi ... 24

(10)

PENDAHULUAN

Polimer adalah makromolekul yang

memiliki bobot molekul besar dan dibangun dari pengulangan unit monomer. Polimer dengan bobot molekul rendah yang hanya terdiri dari beberapa unit monomer disebut oligomer (Steven 2000). Polimer terdiri atas polimer biodegradabel dan polimer non-degradabel. Polimer biodegradabel merupakan polimer yang dapat terurai secara biologis. Poli(asam laktat) (PLA), poli(ε-kaprolakton) (PCL), dan poli(asam glikoat) (PGA) merupa-kan contoh polimer biodegradabel sintetik.

Poli(asam laktat) dapat disintesis melalui

polikondensasi langsung. Metoda ini

merupakan metoda paling murah untuk

menghasilkan PLA, namun sangat sulit untuk mendapatkan PLA dengan bobot molekul yang tinggi (Averous 2008). Sintesis PLA

umumnya menggunakan katalis Sn(Oct)5

(Steven 2001). Logam dari katalis ini bersifat

toksik dan sulit dipisahkan bila sudah

berikatan dengan polimer, sehingga akan berbahaya untuk PLA yang diaplikasikan sebagai kebutuhan medis (Badami 2004).

Hasil penelitian Rusmana (2009)

menunjukkan PLA disintesis dengan

polikondensasi langsung tanpa menggunakan katalis menghasilkan berat molekul yang tidak

jauh berbeda dengan sintesis PLA

menggunakan katalis. Pencampuran PLA

dengan polimer lain seperti PCL atau PLGA memiliki fungsi yang lain seperti pembuatan plastik dan sebagai pengukung obat.

PCL digunakan sebagai pengukung obat karena mempunyai permeabilitas obat yang baik, memiliki kekuatan mekanik yang cukup baik, tapi memiliki waktu degradasi dalam tubuh lebih dari 24 bulan. Menurut Gunatilake dan Adhikari (2003) sistem pengukung obat merupakan salah satu aplikasi modifikasi pencampuran PCL dengan polimer lain yang memiliki berat molekul yang lebih rendah.

Penggabungan PCL dan PLA dapat

menurunkan sifat degradibilitas dan memiliki banyak keuntungan karena dapat didegradasi oleh proses hidrolisis dalam tubuh sehingga dapat digunakan sebagai sistem transplantasi atau pengukung obat (Lu & Chen 2004).

Sistem pengukung obat dilakukan dengan cara pembuatan mikrosfer yang berbahan

dasar polimer biodegradabel. Pembuatan

mikrosfer dilakukan dengan berbagai metode seperti emulsifikasi, pemisahan fase, dan pengeringan semprot. Pembuatan mikrosfer

dengan metode emulsifikasi mempunyai

keuntungan lebih, yakni akan mendapatkan

mikrosfer dengan diameter sesuai dengan yang diinginkan sehingga dapat digunakan sebagai pengungkung obat (Jain 2000). PLA dan PCL dalam diklorometana tidak dapat bercampur dengan air karena perbedaan bobot

jenis dan kepolaran. Kecepatan putar

pengadukan yang tinggi akan membentuk suatu emulsi antara air dan diklorometana sehingga keduanya terlihat satu fase pada awalnya tetapi semakin lama akan terlihat

perbedaan fase. Penambahan poli(vinil

alkohol) (PVA) ke dalam air berfungsi

sebagai pengemulsi. Gugus hidroksi dari PVA yang bersifat polar akan berinteraksi dengan molekul air, sedangkan rantai vinilnya akan berinteraksi dengan molekul diklorometana

sehingga emulsi menjadi lebih stabil.

Penggabungan PLA dan PCL dapat

menurunkan sifat degradibilitas. Perbedaan

komposisi penggabungan PLA dan PCL

mempengaruhi perbedaan dalam aplikasinya. PLA dan PCL memiliki sifat mekanik

berbeda yang apabila dicampurkan akan

menghasilkan polipaduan. Nurhayani (2008) telah melakukan penelitian tentang degradasi polipaduan PLA dan PCL yang diaplikasikan dalam pembuatan plastik. Pada penelitian ini polipaduan PLA dan PCL dibuat untuk

pembuatan mikrosfer yang diaplikasikan

sebagai pengukung obat. Penelitian bertujuan mengamati degradasi secara in vitro mikrosfer polipaduan PCL dan PLA pada pH 7.4 menggunakan pengemulsi PVA 1.5 %.

TINJAUAN PUSTAKA

Polimer Biodegradabel

Averous (2008) mengelompokkan polimer biodegradabel ke dalam dua kelompok, yaitu yang pertama agropolimer yang terdiri dari

polisakarida, protein, dan yang kedua

biopoliester seperti PLA, polihidroksi

alkanoat (PHA) dan poliester alifatik. Polimer biodegradabel adalah polimer yang dapat terdegradasi karena mikroorganisme.

Degradasi adalah proses terurainya suatu senyawa menjadi lebih sederhana. Proses degradasi melibatkan fotodegradasi (degradasi yang melibatkan cahaya), degradasi kimiawi

(hidrolisis), degradasi enzimatik, dan

degradasi mekanik (angin, abrasi) (Latief 2001). Degradasi dapat terjadi melalui empat tahap, yaitu penyerapan air, pengurangan

kekuatan mekaniknya (modulus dan

kekuatan), pengurangan masa molar, dan kehilangan bobot.

(11)

Poli(asam laktat)

Poli(asam laktat) (Gambar 1) merupakan polimer sintetik yang bersifat biodegradabel dan biokompatibel. PLA dapat terdegradasi secara alami oleh panas, cahaya, bakteri, maupun oleh proses hidrolisis. PLA dapat terdegradasi dalam tubuh tanpa menimbulkan efek yang berbahaya, bersifat termoplastik,

dan termasuk dalam kelompok poliester

alifatik. Polimer ini tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik seperti kloroform dan diklorometana (Algaer 1989). PLA dapat

disintesis dari pembukaan cincin laktida

dengan penambahan katalis seperti PbO, SbF5,

Sn (Oct)5atau pemanasan pada suhu 140 °C

(Ajioka 1995 dan Baimarck 2004).

n

CH3 O HC C

O

Gambar 1 Struktur poli(asam laktat). PLA mempunyai titik leleh yang tinggi dan dapat dibuat menjadi lembaran film yang transparan. Sifat fisik PLA disajikan dalam Tabel 1. Sifat fisik dan mekanis PLA dapat berubah apabila dicampur dengan polimer lain (Lu&Chen 2004).

Tabel 1 Sifat fisik poli(asam laktat)

Sifat Fisik Poli(asam laktat)

Suhu Transisi Kaca (°C) 55-75

Titik leleh (°C) 130-215

Kuat tarik (Mpa) 49

Elongasi (%) 2.5

Densitas (g/cm3) 1.25

Sumber : Lu&Chen 2004

PLA dapat berada dalam bentuk optis aktif (L-PLA) dan (D,L-PLA) atau dalam bentuk campuran rasemiknya yang tidak bersifat optis

aktif. L-PLA yang terdapat di alam

mempunyai struktur kristalin dengan derajat kristalinitas sekitar 37%. Bentuk D,L-PLA mempunyai struktur amorf karena rantai polimernya tidak teratur. Umumnya polimer ini tersusun dari campuran struktur kristalin dan amorf, dengan struktur yang dominan akan mempengaruhi sifat mekanik polimer

tersebut. Bentuk D,L-PLA lebih disukai

daripada L-PLA karena lebih mampu

didispersikan obat secara homogen dalam matriks polimer (Gonzales 1999).

Poli(ε-kaprolakton)

Poli(ε-kaprolakton) (Gambar 2) merupa-kan polimer semikristalin bersifat termo-plastik. Plastik biodegradabel ini disintesis dari turunan minyak mentah melalui proses polimerisasi pembukaan cincin kaprolakton.

PCL memiliki sifat tahan terhadap air,

minyak, dan klorin, mempunyai titik leleh, dan kekentalan yang rendah (Flieger et al. 2003).

n O (CH2)5 C

O

Gambar 2 Struktut poli(ε-kaprolakton).

Pencampuran PCL dengan polimer

berbentuk serat (seperti selulosa) dapat

menghasilkan polimer yang biodegradabel. Laju rata-rata hidolisis dan biodegradasi PCL bergantung pada bobot molekul dan derajat kristalinitas. Namun, banyak jenis mikrob di alam yang mampu mendegradasi PCL. Sifat

fisik poli(ε-kaprolakton) disajikan dalam

Tabel 2.

Tabel 2 Sifat fisik poli(ε-kaprolakton)

Sifat fisik Poli(ε-kaprolaktan)

Suhu transisi kaca (°C) -60

Titik leleh (°C) 60

Kuat tarik (MPa) 4

Elongasi (%) 800-1000

Densitas (g/cm3) 1,145

Sumber : Lu&Chen 2004

Poli(vinil alkohol)

Poli(vinil alkohol) (Gambar 3) adalah polimer yang terbentuk dari vinil alkohol. PVA terbentuk ketika banyak molekul vinil alkohol terhubung secara bersama membentuk polimer yang panjang (Flieger et al. 2003). PVA dibuat dari monomernya vinil asetat, PVA dijual dalam bentuk emulsi dalam air sebagai bahan perekat seperti kayu. PVA juga dapat digunakan untuk melindungi keju dari

jamur dan kelembaban. PVA bereaksi

perlahan dengan basa dan membentuk asam asetat sebagai hasil hidrolisis.

PVA berfungsi sebagai pengemulsi dalam pembuatan mikrosfer. Gugus hidroksi dari PVA yang bersifat polar akan berikatan dengan molekul air sedangkan rantai vinilnya akan berikatan dengan molekul diklorometana sehingga emulsi menjadi lebih stabil (Robani 2007).

(12)

CH OH

Gambar 3 Struktur poli

Mikrosfer

Mikrosfer adalah partikel berbentuk bola berskala mikron, yang terbuat dari bahan keramik, kaca, atau polimer yang digunakan

sebagai pengungkung gas, larutan atau

padatan dalam bentuk senyawa organik

maupun anorganik (Sudaryanto 2003).

Mikrosfer dapat dibuat dengan banyak cara, salah satunya dengan cara melarutkan bahan dasar mikrosfer meggunakan pelarut atsiri kemudian mendispersikan dalam pelarut lain

yang tak campur. Setelah itu, dengan

menguapkan pelarut awaln mikrosfer berupa serbuk halus yang tak larut dalam air.

Ukuran mikrosfer beragam sesuai dengan

fungsinya berkisar antara 1

Menurut Jain (2000), u

sebagai pembawa obat tidak boleh lebih besa dari 250 μm, idealnya <125 μm. M mikrosfer dan pelepasan obat harus didapat secara berulang dalam batas yang ditetapkan, dan mikrosfer yang didapat harus berupa

serbuk murni tanpa pengotor dan tidak

berbentuk agregat atau

Keunggulan lain dari mi

pelepasan obatnya dalam tubuh terjadi secara bertahap sehingga cocok untuk membawa obat-obat yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang tetap dan terus menerus seperti hormon (Xing et al. 1999).

Mikroskop Elektron Payaran

Mikroskop elektron payaran (SEM) adalah mikroskop yang menggunakan pancaran sinar yang timbul akibat eksitasi elektro

melihat partikel berukuran mikro. Sejak tahun

1950, SEM dikembangkan dan banyak

digunakan dalam bidang medis maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan. SEM telah banyak digunakan oleh para peneliti untuk menguji dan menemukan berbagai spesimen. Dibandingkan dengan mikros

sional, SEM dapat menunjukkan gambar spesimen dengan jelas dan memiliki tingkat resolusi lebih tinggi.

SEM mampu memfoto suatu permukaan

dengan perbesaan dari 20

Prinsip kerja SEM adalah permuka

dibombardir oleh elektron berenergi tinggi

CH2

n

Struktur poli(vinil alkohol).

Mikrosfer

Mikrosfer adalah partikel berbentuk bola berskala mikron, yang terbuat dari bahan keramik, kaca, atau polimer yang digunakan

sebagai pengungkung gas, larutan atau

padatan dalam bentuk senyawa organik

anik (Sudaryanto 2003).

Mikrosfer dapat dibuat dengan banyak cara, salah satunya dengan cara melarutkan bahan dasar mikrosfer meggunakan pelarut atsiri kemudian mendispersikan dalam pelarut lain

yang tak campur. Setelah itu, dengan

menguapkan pelarut awalnya, dapat diperoleh mikrosfer berupa serbuk halus berukuran kecil eragam sesuai dengan

berkisar antara 1-1000 µm.

Menurut Jain (2000), ukuran mikrosfer

tidak boleh lebih besar 250 μm, idealnya <125 μm. Mutu mikrosfer dan pelepasan obat harus didapat secara berulang dalam batas yang ditetapkan, dan mikrosfer yang didapat harus berupa

serbuk murni tanpa pengotor dan tidak

berbentuk agregat atau menggumpal.

Keunggulan lain dari mikrosfer adalah sifat pelepasan obatnya dalam tubuh terjadi secara bertahap sehingga cocok untuk membawa obat yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang tetap dan terus menerus seperti

1999).

Mikroskop Elektron Payaran (SEM)

roskop elektron payaran (SEM) adalah mikroskop yang menggunakan pancaran sinar timbul akibat eksitasi elektron untuk melihat partikel berukuran mikro. Sejak tahun

1950, SEM dikembangkan dan banyak

digunakan dalam bidang medis maupun dalam ilmu pengetahuan. SEM telah banyak digunakan oleh para peneliti untuk menguji dan menemukan berbagai spesimen. Dibandingkan dengan mikroskop konven-sional, SEM dapat menunjukkan gambar spesimen dengan jelas dan memiliki tingkat mampu memfoto suatu permukaan

dengan perbesaan dari 20–100.000 kali.

Prinsip kerja SEM adalah permukaan contoh tron berenergi tinggi

dengan energi kinetik antara 1

Elektron yang langsung menumbuk contoh ini

dinamakan elektron primer sedangkan

elektron yang terpantul dari contoh dinamakan elektron sekunder. Elektron sekunder yang berenergi rendah dilepaskan dari atom

yang ada pada permukaan contoh dan

menentukan bentuk rupa contoh. Skema SEM tersaji di Gambar 3.

Sampel dalam pengukuran menggunakan

SEM harus merupakan zat yang dapat

menghantarkan arus listrik atau dilapisi

dengan logam yang dapat menghantarkan arus listrik. Dua alasan utama untuk melapisi sampel yang tidak dapat menghantarkan arus listrik adalah untuk mengurangi artifak yang disebabkan oleh beban elektrik dan muatan termal (Mulder 1996). Logam emas lebih disukai sebagai lapisan penghantar listrik

karena emas merupakan

sehingga tidak turut bereaksi dengan PLA maupun PLC.

Gambar 4 Skema SEM.

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah peralatan gelas, alat pengaduk, viskometer

TV-10, SEM merk Jeol seri JSM

dan mikroskop stereo merk Kruss Optronic Germany.

Bahan-bahan yang digunakan adalah

asam laktat p.a, PCL (BM 42.000 g/mol) berasal dari Sigma-Aldrich

g/mol) berasal dari Merck, diklorometana berasal dari Bratachem, buffer fosfat

dan akuades.

Metode

Metode penelitian yang telah dilakukan mengikuti diagram alir pada Lampiran 1 Metode penelitian meliputi sintesis PLA,

3

energi kinetik antara 1-25 kV.

Elektron yang langsung menumbuk contoh ini

dinamakan elektron primer sedangkan

elektron yang terpantul dari contoh dinamakan elektron sekunder. Elektron sekunder yang berenergi rendah dilepaskan dari atom-atom

permukaan contoh dan

menentukan bentuk rupa contoh. Skema SEM Sampel dalam pengukuran menggunakan

SEM harus merupakan zat yang dapat

menghantarkan arus listrik atau dilapisi

dengan logam yang dapat menghantarkan arus n utama untuk melapisi sampel yang tidak dapat menghantarkan arus listrik adalah untuk mengurangi artifak yang disebabkan oleh beban elektrik dan muatan termal (Mulder 1996). Logam emas lebih disukai sebagai lapisan penghantar listrik

karena emas merupakan logam lembam

sehingga tidak turut bereaksi dengan PLA

Skema SEM.

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan

gunakan adalah peralatan viskometer Ostwald dan , SEM merk Jeol seri JSM-6360LA, merk Kruss Optronic

bahan yang digunakan adalah

, PCL (BM 42.000 g/mol) Aldrich, PVA (BM 72.000 g/mol) berasal dari Merck, diklorometana buffer fosfat pH 7.4,

Metode

Metode penelitian yang telah dilakukan mengikuti diagram alir pada Lampiran 1. meliputi sintesis PLA,

(13)

pembuatan polipaduan PLA-PCL, pembuatan mikrosfer, uji degradasi selama 8 minggu,

karakterisasi dengan mengukur nilai

viskositas dan bobot mikrosfer tiap minggu, dan pengamatan bentuk mikrosfer dengan fotomikroskop dan SEM.

Pembuatan PLA (Rusmana 2009 &

Gonzales, Ruseckaite, Cuadrado 1999)

Pembuatan PLA tanpa katalis dapat dibuat

optimal pada suhu 150 °C selama 24 jam.

Gelas piala 100 mL dibersihkan, dikeringkan, dan ditimbang bobotnya. Lalu asam laktat sebanyak 25 mL dimasukkan ke dalam gelas piala dan ditimbang. Selanjutnya, asam laktat tersebut dipanaskan secara perlahan-lahan sampai suhu 120 ºC selama 1 jam. Pemanasan

dilanjutkan sampai suhu 150 °C selama 24

jam. Kemudian PLA yang dihasilkan

didinginkan pada suhu ruang dan ditimbang.

Pembuatan Campuran PLA-PCL

(Nurhayani 2007)

Campuran PLA dengan PCL disiapkan

dengan komposisi total 1 gram dan

perbandingan komposisi PLA terhadap PCL 9:1, 8:2, 7:3, dan 6:4. Pembuatan dilakukan

dengan mencampurkan masing-masing

polimer, kemudian dilarutkan menggunakan 10 ml diklorometana, sehingga didapatkan larutan campuran. Larutan kemudian diaduk dengan pengaduk magnet sampai homogen.

Pembuatan Mikrosfer Polipaduan dan

PVA (Hasanah 2009 & Dinarvand R et al. 2003)

Masing-masing komposisi polipaduan

diemulsikan dalam 10 ml PVA 1.5%

menggunakan motor pengaduk dengan

kecepatan putar 600 rpm selama 30 menit. Emulsi tersebut didispersikan ke dalam gelas piala berisi 300 ml akuades sambil diaduk

menggunakan motor pengaduk dengan

kecepatan 900 rpm selama 90 menit. Setelah itu, campuran didekantasi hingga mikrosfer

yang terbentuk mengendap. Endapan

kemudian dicuci dengan akuades.

Selanjutnya, endapan mikrosfer disaring untuk memisahkan endapan tersebut dengan air lalu dibilas sebanyak tiga kali dengan akuades. Mikrosfer yang diperoleh dikeringudarakan selama 1 hari, lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 40 ºC selama 1 jam. Mikrosfer yang didapatkan diamati bentuknya dengan menggunakan SEM.

Pengamatan Bentuk Menggunakan

Mikroskop dan SEM

Permukaan sampel diamati menggunakan mikroskop stereo. Setiap 2 minggu, sampel diambil beberapa milligram lalu diletakkan di atas kaca preparat dan diamati permukaannya dengan mengatur perbesaran pada mikroskop sehingga bentuk permukaan sampel dapat teramati dengan baik. Pada minggu ke-nol dan

minggu ke-8, bentuk permukaan sampel

diamati pula menggunakan SEM. Beberapa miligram mikrosfer dikeringkan hingga bebas air yang dapat menguap ketika ditambahkan elektron. Sampel selanjutnya diletakkan pada pelat alumunium yang memiliki dua sisi kemudian dilapisi dengan lapisan emas setebal 48 nm. Sampel yang telah dilapisi diamati menggunakan SEM dengan tegangan 15 kV dan perbesaran 800x.

Degradasi Polipaduan secara In Vitro

(Kaitian et al. 1996)

Semua mikrosfer PLA-PCL setiap minggu diamati degradasinya dan dihitung perubahan massa sampel (kehilangan bobot), viskositas,

dan bobot molekulnya. Sampel direndam

dalam buffer pH 7.4 lalu diinkubasi pada suhu

37 °C di analisis tiap minggu selama 8

minggu.

Setiap mikrosfer dari masing-masing

komposisi diambil dan dikeringkan pada suhu ruang lalu ditimbang perubahan massanya dengan neraca analitik setiap minggunya. Setelah itu, sampel dilarutkan menggunakan pelarut diklorometana sampai homogen lalu

ditera menggunakan labu takar 25 mL.

Larutan dipipet sebanyak 20 mL ke dalam viskometer Ostwald pada suhu 25 °C (suhu

konstan) untuk menentukan waktu alir

sampel. Setelah itu, viskositas relatif (ηr)

ditentukan dengan cara membandingkan

waktu alir pelarut dengan waktu alir larutan

polimer (t0/t). Viskositas intrinsik [η] dicari

dengan cara memplotkan ηspesifik/[PLA]

sebagai sumbu y dan konsentrasi sebagai sumbu x.

Bobot molekul (Mv) dan bobot molekul

rata-rata ditentukan berdasarkan persamaan Mark-Houwink:

[η] = k(Mv)a

k dan a merupakan tetapan yang bergantung

pada pelarut, polimer, dan suhu. Nilai k dan a secara berturut-turut dengan menggunakan

pelarut etil asetat pada suhu 25 °C adalah

(14)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sintesis Poli(asam laktat)

Sintesis poli(asam laktat) dalam penelitian ini menggunakan metode polikondensasi asam laktat secara langsung dengan suhu tinggi tanpa menggunakan katalis. Tahap awal pada

pembuatan PLA, monomer asam laktat

dipanaskan terlebih dahulu selama 1 jam pada

suhu 120 °C. Hal ini bertujuan melepaskan

molekul air dan pembentukan dimer asam laktat. Setelah itu, suhu dinaikkan menjadi

150 °C selama 24 jam, pada tahap ini terjadi

pembukaan cincin laktida (Ajioka 1995).

Semakin tinggi suhu pemanasan akan

menghasilkan residu karbon yang banyak dan

terjadi oksidasi yang berlebih sehingga

menghasilkan warna PLA yang lebih pekat atau gelap (Rusmana 2009), sehingga lamanya pemanasan mempengaruhi warna hasil PLA.

Hasil PLA yang diperoleh berwarna

kuning muda (Gambar 5), akan tetapi

memiliki bobot molekul lebih rendah yaitu 6064.18 g/mol. Hal ini disebabkan oleh kondisi penghilangan uap air oleh pompa

vakum yang kurang optimum. Menurut

Kaitian et al. (1995) PLA yang memiliki bobot molekul lebih rendah disebabkan oleh

keberadaan molekul air yang masih

terkandung pada asam laktat sehingga

mengganggu proses polimerisasi dan

mempengaruhi rendemen PLA.

Gambar 5 Hasil sintesis poli(asam laktat). Rendemen PLA yang diperoleh dari hasil sintesis ini sebanyak 15.2021 gram dari bobot awal monomer asam laktat 29.4931 gram (25 mL). Rendemen diukur menggunakan neraca analitik sedangkan pengukuran bobot molekul PLA menggunakan viskometer ostwald yang dihitung berdasarkan laju alirnya.

Pengukuran bobot molekul dari PLA hasil

sintesis menggunakan metode viskometri

dapat dilihat pada Lampiran 2. Pelarut yang

digunakan adalah etil asetat

.

Pelarut etil asetat

digunakan pada pengukuran bobot molekul PLA karena sifatnya yang nonpolar, tidak

beracun, dan tidak higroskopis. Fungsi

penangas air pada pengukuran bobot molekul ialah untuk menjaga suhu agar tetap konstan pada suhu 25 °C. PLA yang dihasilkan dari sintesis ini kemungkinan berupa campuran

rasemiknya (D,L-PLA) karena menurut

Dutkiewicz et al. (2003) PLA yang disintesis

pada suhu lebih dari 140 оC akan dihasilkan

bentuk rasemiknya. PLA dalam bentuk D,L-PLA memiliki waktu degradasi yang lebih cepat dibandingkan L-PLA (Lu & Chen 2004).

Mikrosfer

Mikrosfer dibuat dari polipaduan PLA

dengan PCL menggunakan metode

emulsifikasi. Pengemulsi yang digunakan

adalah PVA 1.5 % karena memiliki efisiensi

enkapsulasi yang optimum. Efisiensi

mikroenkapsulasi memperlihatkan seberapa besar suatu senyawa atau obat dapat tersalut baik oleh polimer (Kemala 2010). Setelah emulsifikasi, polipaduan didispersi dengan akuades dengan sitem penguapan pelarut minyak dalam air (o/w).

Saat emulsi didispersikan dengan akuades,

volume akuades berpengaruh dalam

menghasilkan endapan mikrosfer karena

volume akuades yang sedikit atau terlalu berlebih akan menghasilkan mikrosfer yang pecah ditandai adanya gelembung saat proses

pendispersian. Hal ini disebabkan oleh

kestabilan mikrosfer yang terbentuk antara air

dan polipaduan yang telah mengalami

emulsifikasi dengan PVA pecah. Mikrosfer dikering-udarakan selama 1 hari kemudian dikeringkan lagi dengan menggunakan oven pada suhu di bawah 40°C agar mikrosfer tidak

rusak dan tidak menggumpal sehingga

diperoleh mikrosfer berupa serbuk halus. Menurut Jain (2000) mikrosfer yang diperoleh berupa serbuk murni tanpa pengotor dan tidak

berbentuk agregat atau menggumpal.

Mikrosfer yang menggumpal akan

mempengaruhi rendemen mikrosfer.

Rendemen mikrosfer yang diperoleh

dalam penelitian berkisar antara 61-71%. Ulangan ke-1, ke-3, dan ke-4 menunjukkan

mikrosfer nisbah PLA:PCL 6:4 bobot

rendemennya paling besar. Pada ulangan ke-2, bobot rendemen paling besar terdapat pada mikrosfer nisbah PLA:PCL 7:3 (Lampiran 3). Berdasarkan hasil penelitian, rendemen rata-rata mikrosfer dengan nisbah PLA:PCL 6:4

menghasilkan rendemen paling banyak

(15)

Gambar 6 Persentase Rendemen Mikrosfer

( ) PLA:PCL 9:,1( ) PLA : PCL

8:2, ( ) PLA:PCL 7:3, ( )

PLA:PCL 6:4.

Mikrosfer yang dihasilkan dengan nisbah PLA:PCL 9:1 memiliki struktur mikrosfer

yang lebih padat apabila dilihat dari

permukaannya (Gambar 7

nisbah PLA:PCL 6:4 sedikit rusak terlihat dari permukaannya yang berlubang mempunyai pori-pori cukup banyak di minggu ke PCL memiliki titik leleh 60

Gambar 7 Foto SEM mikrosfer dengan perbesaran PLA:PCL 7:3; (d) 60.00 62.00 64.00 66.00 68.00 70.00 72.00 % re nd em en nisbah PLA:PCL

Gambar 6 Persentase Rendemen Mikrosfer

( ) PLA:PCL 9:,1( ) PLA : PCL

8:2, ( ) PLA:PCL 7:3, ( )

PLA:PCL 6:4.

Mikrosfer yang dihasilkan dengan nisbah PLA:PCL 9:1 memiliki struktur mikrosfer

yang lebih padat apabila dilihat dari

7). Mikrosfer dengan nisbah PLA:PCL 6:4 sedikit rusak terlihat dari permukaannya yang berlubang mempunyai ukup banyak di minggu ke-nol.

leleh 60 °C sehingga

memungkinkan mikrosfer

kondisi suhu yang panas saat penyimpanan atau saat proses preparasi pengeringan sampel sebelum dilakukan SEM

minggu ke-nol.

Mikrosfer yang dihasilkan berbentuk bulat padat, berwarna putih, dan berukuran mikron. Foto SEM digunakan untuk melihat struktur mikrosfer dengan lebih jelas. Penglihatan

mikrosfer melalui mikroskop dengan

perbesaran 40x hanya menggambarkan

mikrosfer secara keseluruhan. Mikrosfer yang di dapat di penelitian ini rata

ukuran yang seragam. Menurut (2005) keseragaman dan ukuran bergantung pada kecepatan putar

tinggi kecepatan putar maka mikrosfer yang dihasilkan akan lebih seragam dan ukurannya lebih kecil. Kecepatan dan waktu dispersi yang dilakukan di penelitian ini merujuk pada Hasanah (2009) tentang optimasi pembuatan mikrosfer polipaduan PLA dan PCL, yaitu menggunakan kecepatan putar 900

lama dispersi 90 menit.

a b

c d

mikrosfer dengan perbesaran 800× (a) PLA:PCL 9:1; (b) ; (d) PLA:PCL 6:4.

1

nisbah PLA:PCL

memungkinkan mikrosfer sudah rapuh pada kondisi suhu yang panas saat penyimpanan atau saat proses preparasi pengeringan sampel sebelum dilakukan SEM walaupun masih di ikrosfer yang dihasilkan berbentuk bulat padat, berwarna putih, dan berukuran mikron. Foto SEM digunakan untuk melihat struktur mikrosfer dengan lebih jelas. Penglihatan

mikrosfer melalui mikroskop dengan

perbesaran 40x hanya menggambarkan

keseluruhan. Mikrosfer yang di dapat di penelitian ini rata-rata memilki Menurut Zang et al. (2005) keseragaman dan ukuran mikrosfer kecepatan putar. Semakin tinggi kecepatan putar maka mikrosfer yang ebih seragam dan ukurannya . Kecepatan dan waktu dispersi yang dilakukan di penelitian ini merujuk pada Hasanah (2009) tentang optimasi pembuatan mikrosfer polipaduan PLA dan PCL, yaitu menggunakan kecepatan putar 900 rpm dan

(16)

Perubahan Morfologi

Mikrosfer yang awalnya memiliki

permukaan halus dan pejal menjadi tida halus lagi dan berubah bentuk

kualitatif ini bertujuan melihat perubahan

morfologi mikrosfer sebelum, saat, dan

setelah degradasi dengan komposisi penyusun polipaduan mikrosfer yang berbeda.

morfologi mikrosfer dilakukan dengan waktu degradasi pada minggu ke 0, 2, 4, 6, dan 8 dengan mikroskop stereo perbesaran 40 X dan dengan SEM pada minggu ke

Pengamatan menggunak lihatkan permukaan mikrosfer

sehingga terlihat mikrosfer dalam penelitian ini yang awalnya permukaan halus dan berpori sedikit sudah rusak pada minggu ke (Gambar 8). Bentuk mikrosfer sebagian ada

yang pecah menjadi molekul

mikrosfer dan sebagian lagi ada yang terkikis dan lepas dari permukaan mikrosfer awalnya.

Pengamatan hasil degradasi morfologi

mikrosfer menunjukkan bahwa adanya

perbedaan morfologi dari tiap mikrosfer. Perubahan morfologi mikrosfer terjadi secara bertahap pada tiap minggun

dengan nisbah PLA:PCL pada minggu ke

sudah banyak yang rusak atau pecah

(Lampiran 4.a), begitupun dengan mikrosfer

yang memiliki nisbah PLA:PCL 8:2

(Lampiran 4.b). Mikrosfer yang memilik nisbah PLA:PCL 7:3 (Lampiran

Gambar 8 Foto SEM mikrosfer setelah degradasi 8 minggu dengan perbesaran 800× (a) PLA:PCL 9:1; (b) PLA:PCL 8:2; (c) PLA:PCL 7:3; (d) PLA:PCL 6:4.

Perubahan Morfologi Mikrosfer

Mikrosfer yang awalnya memiliki

permukaan halus dan pejal menjadi tidak halus lagi dan berubah bentuk. Analisis kualitatif ini bertujuan melihat perubahan

morfologi mikrosfer sebelum, saat, dan

setelah degradasi dengan komposisi penyusun uan mikrosfer yang berbeda. Pencirian morfologi mikrosfer dilakukan dengan waktu degradasi pada minggu ke 0, 2, 4, 6, dan 8 dengan mikroskop stereo perbesaran 40 X dan dengan SEM pada minggu ke-nol dan ke-8. Pengamatan menggunakan SEM memper-permukaan mikrosfer dengan jelas mikrosfer dalam penelitian ini yang awalnya permukaan halus dan berpori sedikit sudah rusak pada minggu ke-8 ). Bentuk mikrosfer sebagian ada

yang pecah menjadi molekul-molekul

gian lagi ada yang terkikis dan lepas dari permukaan mikrosfer awalnya.

Pengamatan hasil degradasi morfologi

mikrosfer menunjukkan bahwa adanya

perbedaan morfologi dari tiap mikrosfer. Perubahan morfologi mikrosfer terjadi secara bertahap pada tiap minggunya. Mikrosfer dengan nisbah PLA:PCL pada minggu ke-2

sudah banyak yang rusak atau pecah

), begitupun dengan mikrosfer

i nisbah PLA:PCL 8:2

). Mikrosfer yang memiliki nisbah PLA:PCL 7:3 (Lampiran 4.c) dan 6:4

(Lampiran 4.d) hanya sedikit pecah. Degradasi pada minggu ke

memperlihatkan kerusakan sampel di setiap nisbah PLA:PCL. Mikrosfer pada minggu ke 8 hampir semua sudah rusak.

nisbah mikrosfer PLA:PCL 6:4 masih ada sebagian mikrosfer yang berbentuk utuh bulat, tidak semuanya rusak seperti mikrosfer lain (Gambar 9). Hal ini dapat dikatakan bahwa

semakin banyak kandungan PLA yang

menyusun polipaduan mikrosfer maka

degradasi mikrosfer semakin cepat. Polimer penyusun mikrosfer mempernga

degradasi.

Secara umum, proses degradasi pada perusakan mikrosfer diawali dengan proses

perusakan langsung pada permukaan

mikrosfer. Mikrosfer yang telah terdegradasi umumnya masih memiliki bentuk bulat hanya permukaannya sudah rusak

beberapa mirosfer yang sudah pecah.

Permukaan mikrosfer yang awalnya rusak

menyebabkan air buffer mudah meresap

sehingga ikatan antar molekul polipaduan

menjadi melemah dan molekul

mikrosfer pecah menjadi molekul

baru dan ada pula sebagian mikrosfer terkikis dari mikrosfer awalnya (Kemala

Pori-pori mikrosfer juga menjadi lebih besar seperti lubang-lubang besar pada permukaan mikrosfer sehingga bentuk mikrosfer tidak beraturan.

a b

c d

Foto SEM mikrosfer setelah degradasi 8 minggu dengan perbesaran 800× (a) PLA:PCL 9:1; (b) PLA:PCL 8:2; (c) PLA:PCL 7:3; (d) PLA:PCL 6:4.

7

) hanya sedikit yang rusak atau pecah. Degradasi pada minggu ke-4 dan ke-6 memperlihatkan kerusakan sampel di setiap nisbah PLA:PCL. Mikrosfer pada minggu ke-8 hampir semua sudah rusak. Namun, pada nisbah mikrosfer PLA:PCL 6:4 masih ada er yang berbentuk utuh bulat, seperti mikrosfer lain Hal ini dapat dikatakan bahwa

semakin banyak kandungan PLA yang

menyusun polipaduan mikrosfer maka

degradasi mikrosfer semakin cepat. Polimer penyusun mikrosfer memperngaruhi proses proses degradasi pada awali dengan proses

perusakan langsung pada permukaan

mikrosfer. Mikrosfer yang telah terdegradasi umumnya masih memiliki bentuk bulat hanya udah rusak walaupun ada pula

beberapa mirosfer yang sudah pecah.

Permukaan mikrosfer yang awalnya rusak

menyebabkan air buffer mudah meresap

sehingga ikatan antar molekul polipaduan

menjadi melemah dan molekul-molekul

mikrosfer pecah menjadi molekul-molekul sebagian mikrosfer terkikis (Kemala et al 2010). pori mikrosfer juga menjadi lebih besar lubang besar pada permukaan mikrosfer sehingga bentuk mikrosfer tidak

(17)

a

c

Gambar 9 Foto Mikrosfer dengan mikroskop stereo pada minggu ke

perbesaran 40 X (a) PLA:PCL 9:1; (b) PLA:PCL 8:2; (c) PLA:PCL 7:3; (d) PLA:PCL 6:4.

Viskositas dan Penurunan Bobot

Degradasi mikrosfer dilakukan selama 8 minggu direndam dengan buffer fosfat pH 7.4

pada suhu 37 °C yang disesuaikan dengan

kondisi pH dalam darah dan suhu tubuh manusia yang sehat. Perubahan morfologi mikrosfer telah menjelaskan bahwa mikrosfer dengan nisbah PLA:PCL 9:1 lebih mudah terdegradasi. Hal ini di

yang mempunyai sifat mudah rapuh dan memiliki waktu degradasi yang lebih pendek

Gambar 10 Penurunan bobot mikrosfer s ( ) PLA:PCL 7:3, ( 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 pe nu ru na n bo bo t( b/ b% ) b d

Foto Mikrosfer dengan mikroskop stereo pada minggu ke-8 dengan perbesaran 40 X (a) PLA:PCL 9:1; (b) PLA:PCL 8:2; (c) PLA:PCL 7:3; (d) PLA:PCL 6:4.

Penurunan Bobot

Degradasi mikrosfer dilakukan selama 8 minggu direndam dengan buffer fosfat pH 7.4 C yang disesuaikan dengan kondisi pH dalam darah dan suhu tubuh manusia yang sehat. Perubahan morfologi mikrosfer telah menjelaskan bahwa mikrosfer ah PLA:PCL 9:1 lebih mudah sebabkan oleh PLA mempunyai sifat mudah rapuh dan memiliki waktu degradasi yang lebih pendek

daripada PCL, sehingga pada minggu ke mikrosfer dengan nisbah PLA:PCL 6:4 masih ada sebagian yang utuh. W

PLA yang pendek ini terbukti dengan

persentase penurunan bobot mikrosfer nisbah PLA:PCL 9:1 berkurang paling besar sebanyak 37.98% (Lampiran

8:2 31.06% (Lampiran 5.b 23.55% (Lampiran 5.c), dan

22.68% (Lampiran 5.d). Hal ini menjelaskan bahwa ada pengaruh komposisi PLA: dengan penurunan bobot mikrosfer selama proses degradasi. Semakin besar komposisi PLA maka penurunan bobot molekul semakin besar tiap minggunya. (Gambar

lama juga waktu perendaman maka jumlah

bobot mikrosfer yang berkurang semakin

banyak selama proses degradasi.

Proses degradasi PLA dan PCL terjadi secara hidrolisis. PLA dan PCL merupakan

polimer jenis poliester. Degradasi

dalam lingkungan berair t

pemutusan ikatan pada sambungan ester dari tulang punggung polimer. Serangan air pada

rantai poliester menyebabkan terputusnya

ikatan ester menghasilkan oligomer

poliester dengan bobot molekul lebih rendah daripada molekul poliester

dan Steven 2000). Selain adanya penurunan bobot, degradasi mikrosfer ditandai pula dengan adanya penurunan viskositas.

Penurunan bobot mikrosfer selama 8 minggu ( ) PLA:PCL 9:,1( ) PLA : PCL 8:2, ( ) PLA:PCL 7:3, ( ) PLA:PCL 6:4

1 2 3 4 5 6 7 8

minggu

daripada PCL, sehingga pada minggu ke-8 mikrosfer dengan nisbah PLA:PCL 6:4 masih ada sebagian yang utuh. Waktu degradasi

PLA yang pendek ini terbukti dengan

persentase penurunan bobot mikrosfer dengan nisbah PLA:PCL 9:1 berkurang paling besar sebanyak 37.98% (Lampiran 5.a), PLA:PCL 31.06% (Lampiran 5.b), PLA:PCL 7:3 ), dan PLA:PCL 6:4 ). Hal ini menjelaskan ahwa ada pengaruh komposisi PLA:PCL dengan penurunan bobot mikrosfer selama proses degradasi. Semakin besar komposisi PLA maka penurunan bobot molekul semakin besar tiap minggunya. (Gambar 10). Semakin juga waktu perendaman maka jumlah

bobot mikrosfer yang berkurang semakin

banyak selama proses degradasi.

PLA dan PCL terjadi . PLA dan PCL merupakan

polimer jenis poliester. Degradasi poliester

dalam lingkungan berair terjadi melalui

pemutusan ikatan pada sambungan ester dari tulang punggung polimer. Serangan air pada

rantai poliester menyebabkan terputusnya

ikatan ester menghasilkan oligomer-oligomer poliester dengan bobot molekul lebih rendah daripada molekul poliester awal. (Hanifa 2008 Selain adanya penurunan bobot, degradasi mikrosfer ditandai pula dengan adanya penurunan viskositas.

(18)

Nilai viskositas yang semakin menurun menunjukan bahwa bobot molekul mikrosfer menurun pula tiap minggunya

Menurut persamaan Mark

Sakurada, nilai viskositas berbanding lurus dengan besarnya bobot molekul sehingga

dapat dikatakan bahwa bobot molekul

mikrosfer tiap minggunya menurun. Gambar

10 menunjukkan bahwa nilai viskositas

mikrosfer nisbah PLA:PCL

tiap minggunya daripada mikrosfer nisbah PLA:PCL 9:1. Hal ini menunjukkan bahwa bobot molekul mikrosfer PLA:PCL 6:4 lebih besar pula daripada bobot molekul mikrosfer PLA:PCL 9:1. Bobot molekul PLA hasil

sintesis yang kecil mempengaruhi bo

molekul mikrosfer.

Kinetika Penurunan

Model kinetika yang digunakan untuk analisis mikrosfer secara

et al. (2006) adalah orde nol, orde satu, orde

dua, Higuchi, Crossmayer

Hixson-Crowel. Orde nol, orde

Higuchi lebih digunakan dalam penelitian ini karena PLA dan PCL

yang bersifat erosi sedangkan

crossmayer-peppas dan Hixon

cenderung untuk polimer yang bersifat

hidrogel (Muthu MS dan

Metode yang dapat digunakan untuk

menghitung model kinetika kimi

metode substitusi, metode grafis, dan metode waktu fraksional. Penelitian ini menggunakan perhitungan metode grafis sehingga diperoleh persamaan garis dan koefisien korelasi.

Gambar 11

Viskositas

8:2, ( ) PLA:PCL 7:3, ( ) PLA:PCL 6:4. 0 1 2 3 4 5 6 vi sk os ita s (m pa s)

Nilai viskositas yang semakin menurun menunjukan bahwa bobot molekul mikrosfer menurun pula tiap minggunya (Lampiran 6 ).

Menurut persamaan

Mark-Houwink-Sakurada, nilai viskositas berbanding lurus dengan besarnya bobot molekul sehingga

dapat dikatakan bahwa bobot molekul

mikrosfer tiap minggunya menurun. Gambar

10 menunjukkan bahwa nilai viskositas

mikrosfer nisbah PLA:PCL 6:4 paling besar tiap minggunya daripada mikrosfer nisbah PLA:PCL 9:1. Hal ini menunjukkan bahwa bobot molekul mikrosfer PLA:PCL 6:4 lebih besar pula daripada bobot molekul mikrosfer PLA:PCL 9:1. Bobot molekul PLA hasil

sintesis yang kecil mempengaruhi bobot

Kinetika Penurunan Bobot Mikrosfer

Model kinetika yang digunakan untuk secara in vitro oleh Shoaib adalah orde nol, orde satu, orde

dua, Higuchi, Crossmayer-Peppas, dan

rde nol, orde satu, dan lebih digunakan dalam penelitian ini dan PCL merupakan polimer

yang bersifat erosi sedangkan model

peppas dan Hixon-Crowel

cenderung untuk polimer yang bersifat

dan S Singh 2009).

Metode yang dapat digunakan untuk

menghitung model kinetika kimia, yaitu

metode substitusi, metode grafis, dan metode waktu fraksional. Penelitian ini menggunakan perhitungan metode grafis sehingga diperoleh persamaan garis dan koefisien korelasi.

Berdasarkan hasil yang diperoleh (Tabel 3) terlihat bahwa koefisien korelasi penurunan bobot molekul yang paling tinggi untuk mikrosfer PLA: PCL yaitu pada orde antara nol dan satu. Model orde nol menjelaskan bahwa penurunan bobot mikrosfer bergantung

pada bobot molekul polimer

penyusunnya. Koefisien korelasi yang paling baik adalah koefisien korelasi yang nilainya paling mendekati angka satu. Perhitungan kinetika penurunan bobot mikrosfer tercantum di lampiran 7.

Tabel 3 Kinetika penurunan

PLA:PCL Koefisien korelasi (r

Orde nol Orde satu

9:1 0.9870 0.9955

8:2 0.9899 0.9792

7:3 0.9929 0.9948

6:4 0.9878 0.9817

Kinetika pelepasan obat pada penelitian Shoaib et al. (2006) dan Bolourtchian (2005)

menghasilkan kinetika yang koefisien

korelasinya paling tinggi adalah model

Higuchi, sedangkan Muthu MS dan S Singh (2009) mendapatkan hasil kinetika dengan koefisien korelasi yang tinggi pada model orde satu. Perbedaan model kinetika yang memiliki koefisien korelasi paling tinggi

berhubungan dengan faktor

mempengaruhi kinetika laju reaksi yaitu

macam zat yang bereaksi, konsentrasi

pereaksi, suhu, katalis, tekanan, luas

permukaan, dan cahaya.

Viskositas

mikrosfer selama masa degradasi ( ) PLA:PCL 9:,1( ) PLA : PCL

8:2, ( ) PLA:PCL 7:3, ( ) PLA:PCL 6:4.

1 2 3 4 5 6 7 8

minggu

9

rkan hasil yang diperoleh (Tabel 3) terlihat bahwa koefisien korelasi penurunan bobot molekul yang paling tinggi untuk mikrosfer PLA: PCL yaitu pada orde antara nol dan satu. Model orde nol menjelaskan bahwa penurunan bobot mikrosfer bergantung

molekul polimer-polimer

penyusunnya. Koefisien korelasi yang paling baik adalah koefisien korelasi yang nilainya paling mendekati angka satu. Perhitungan kinetika penurunan bobot mikrosfer tercantum

Tabel 3 Kinetika penurunan bobot mikrosfer

Koefisien korelasi (r2)

Orde satu Higuchi

0.9955 0.9966

0.9792 0.9495

0.9948 0.9895

0.9817 0.9539

Kinetika pelepasan obat pada penelitian (2006) dan Bolourtchian (2005)

menghasilkan kinetika yang koefisien

korelasinya paling tinggi adalah model

Higuchi, sedangkan Muthu MS dan S Singh (2009) mendapatkan hasil kinetika dengan koefisien korelasi yang tinggi pada model orde satu. Perbedaan model kinetika yang ien korelasi paling tinggi

berhubungan dengan faktor-faktor yang

mempengaruhi kinetika laju reaksi yaitu

macam zat yang bereaksi, konsentrasi

pereaksi, suhu, katalis, tekanan, luas

(19)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, mikrosfer

nisbah PLA:PCL 9:1 memiliki waktu

degradasi paling cepat dibandingkan

mikrosfer nisbah PLA:PCL yang lain. Hasil SEM mikroskop foto stereo membuktikan bahwa telah terjadi perubahan morfologi mikrosfer sebelum, saat, dan setelah proses

degradasi. Komposisi polimer dalam

mikrosfer mempengaruhi nilai viskositas dan bobot mikrosfer selama proses degradasi. Bobot molekul hasil sintesis PLA akan mempengaruhi bobot molekul dan viskositas mikrosfer polipaduan PLA:PCL. Semakin

besar komposisi PLA dalam mikrosfer

polipaduan maka waktu degradasi semakin

cepat dan persentase penurunan bobot

molekul semakin besar. Kinetika penurunan bobot mikrosfer mengikuti model kinetika antara orde nol dan orde satu.

Saran

Mikrosfer yang tersalut obat

(mikro-kapsul) perlu diteliti untuk mengetahui

perbedaan degradasi antara mikrosfer dengan mikrokapsul.

DAFTAR PUSTAKA

Algaer MSM. 1989. Polymer Science

Dictionary. London: Elsevier Applied

Sciene.

Ajioka et al. 1995. The basic properties of poly(lactic acid) produced by the direct Condensation Polymerization of Lactic Acid. J Environ Polymer Degradation 4 : 225.

Averous L, Belgacem MN, Gandini A, editor.

2008. Polylactic Acid: Synthesis,

Properties and Applications, in

Monomers, Polymers and Composites

from Renewable Resources. Ed ke-1.

Amsterdam: Elsevier Ltd.

Badami AS. 2004. Bioresorbable electrospun tissue scaffolds of poly(ethylene glycol

-lactide) copolymers for bone tissue

engineering. [thesis]. Virginia: Virginia Polytechnic Institute and State University.

Bolourtchian N, K Karimi, R Aboofazeli. 2005. Preparation and characterization of ibuprofen. Journal of Microencapsulation

microspheres 55 : 529-538.

Dinarvard R, Moghadam SH, Mohammadfard

L, Atyabi F. 2003. Preparation of

biodegradable microspheres and matrikx

devices containing naltrexone. AAPS

Pharm Sci Tech 7:E1-E8.

Dutkiewicz S, Daniela GL, Tomaszewski W. 2003. Synthesis of poly (L(+)) lacticacid by polycondensation method in solution.

Fibres & Textiles in Eastern Europe

11:66-70.

Flieger M et al. 2003. Biodegradable plastics from renewable sources. Folia Microbiol 48 (1):27-44.

Gonzalez MF, Ruseckaite RA, Cuadrado TR. 1999. Structural changes of poly(lactic

acid) (PLA) microspheres under

hydrolytic degradation. J Appl Polym Sci 71:1221-1230.

Gunatillake PA, Raju A. 2003. Biodegradable synthetic polymers for tissue engineering.

Eur Cells and Materials 5:1-16.

Hanifa IK. 2008. Optimasi Poli(vinil alkohol) pada pembuatan mikrosfer polipaduan

poli(asam laktat) dengan

poli(ε-kaprolakton) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matemetika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Hasanah SM. 2009. Optimasi pembuatan mikrosfer polipaduan poli(asam laktat)

dengan poli(ε-kaprolakton) [Skripsi].

Bogor: Fakultas Matemetika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut Pertanian

Bogor.

Jain RA. 2000. The manufacturing techniques of various drug loaded biodegradable

poly(lactide-co-glycolide) (PLGA)

devices. Biomaterial 21:2475-2490. Kaitian X et al. 1996. Poly(D,L-lacticacid)

homopolimers: Synthesis and

characterisation. Turkey Journal of

Chemistry 20:43-53.

Kemala T. 2010. Mikrosfer polipaduan

poli(asam laktat) dengan

(20)

11

ibuprofen secara in vitro [disertasi].

Jakarta : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. Kemala T, Emil B, Bambang S. 2010.

Preparation and charachterization of

microspheres based on blend poly(lactid

acid) and poly(ε-caprolactone) with

poly(vinyl alcohol) as emulsifier. Arabian

Journal of Chemistry 1-6.

Latief R. 2007. Pembuatan pencirian

poli(asam laktat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Lu Y, Chen SC. 2004. Micro and

nanofabrication of biodegradable polymers for drug delivery. Advanced drug Delivery

Reviews 56:1621-1633.

Muthu MS dan S Singh. 2009. Poly (D, L-Lactide) nanosuspensions of risperidone for parenteral delivery: formulation and

In-Vitro evaluation. Current drugs delivery 6:

62-68.

Mulder M. 1996. Basic Principle of

Membrane Technology. Ed ke-2.

Dordrecht: Kluwer.

Nurhayani. 2008. Degradasi poliblend

poli(asam laktat) dengan

poli(ε-kaprolakron) secara in vitro [skripsi]. Bogor: Fakultas Matemetika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut Pertanian

Bogor.

Robani MN. 2004. Biodegradasi struktur dan

morfologi mikrosfer poli(asam laktat)

[skripsi]. Bogor: Fakultas Matemetika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Rusmana N. 2009. Optimasi pembuatan

poliasamlaktat tanpa katalis [skripsi].

Bogor: Fakultas Matemetika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut Pertanian

Bogor.

Shoaib et al. 2006. Evaluation of drug release kinetics from ibuprofen matrix tablets using HPMC. Pak. J. Pharm. Sci 19: 119-124.

Steven MP. 2000. Kimia Polimer. Sopyan I, penerjemah. Jakarta : Pradnya Paramitha. Terjemahan dari Polymer Chemistry : An

Introduction.

Sudaryanto, Sudirman, Alona K. 2003.

Pembuatan Mikrosfer Berbasis Polimer

Biodegradabel Polilaktat, Prosiding

Simposium Nasional Polimer IV. 8 Juli 2003. 181-188

Xing DKL et al . 1999. Physicochemical and immunological studies on the stability of free and microsphere-encapsulated tetanus toxoid in vitro. Vaccine 14: 1205-1213. Zang et al. 2005. Preparation of bovine serum

albumin loaded poly (D,

L-lactic-co-glycolic acid) microspheres by a modified phase separation technique. Journal of

(21)
(22)

13

Lampiran 1 Diagram alir kerja penelitian

Sintesis PLA

PLA

PCL

POLIPADUAN

PLA:PCL

(9:1; 8:2; 7:3; 6:4)

PVA 1.5 %

MIKROSFER

Degradasi

(8 Minggu)

Viskositas

Mikroskop

stereo

SEM

(23)

Lampiran 2 Penentuan bobot molekul PLA

[PLA] (g/dL) t (detik) η relatif η spesifik η reduktif (dL/g)

0.0000 40.428 − − − 0.1018 41.061 1.0157 0.0157 0.1539 0.2026 41.788 1.0336 0.0336 0.1660 0.3000 42.578 1.0532 0.0532 0.1773 0.4106 43.681 1.0805 0.0805 0.1960 0.5080 44.593 1.1030 0.1030 0.2028 Contoh perhitungan: [PLA] = 0.1018 g/dL η relatif

=

୲ୱୟ୫ ୮ୣ୪ ୲୮ୣ୪ୟ୰୳୲ ik ik det 428 . 40 det 061 . 41

= 1.0157 η spesifik = η relatif – 1 = 1.0157 –1 = 0.0157 η reduktif

=

ηୱ୮ୣୱ୧ϐ୧୩ [୔୐୅] = dL g / 1005 . 0 0271 . 0 = 0.1539 dL/g

Penentuan bobot molekul

Persamaan garis: y = 0.1410 + 0.1255x Viskositas intrinsik ([η]) = 01410 [η] = 1.58 x 10-4(Mv)0.78 0.1410 = 1.58 x 10-4(Mv)0.78 (Mv)0.78= 892.405 Mv = 6064.18 g/mol y = 0.125x + 0.141 R² = 0.989 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 η re du kt if [PLA] g/dL

(24)

15

Lampiran 3 Persentase rendemen mikrosfer

PLA:PCL Ulangan Bobot

PLA (g) Bobot PCL (g) Bobot kertas saring kosonng (g) Bobot kertas saring + mikrosfer (g) Bobot mikrosfer (g) Rendemen (%)

9:1

1

0.4535

0.0524

1.2641

1.5774

0.3133

61.92

2

0.4506

0.0524

1.2571

1.5838

0.3267

64.95

3

0.4577

0.0546

1.2502

1.5724

0.3222

62.89

4

0.4514

0.0515

1.2524

1.5812

0.3288

65.38

8:2

1

0.4015

0.1024

1.2759

1.5990

0.3231

64.12

2

0.4055

0.1019

1.2445

1.5838

0.3393

66.87

3

0.4003

0.1084

1.2469

1.5656

0.3187

62.65

4

0.4048

0.1019

1.2506

1.5704

0.3198

63.11

7:4

1

0.3519

0.1503

1.2696

1.6015

0.3319

66.09

2

0.3532

0.1568

1.2803

1.6491

0.3688

72.31

3

0.3515

0.1534

1.2852

1.6202

0.3350

66.35

4

0.3515

0.1523

1.2996

1.6458

0.3462

68.72

6:4

1

0.3031

0.2034

1.3006

1.6736

0.3730

73.64

2

0.3026

0.2034

1.3373

1.6699

0.3326

65.73

3

0.3037

0.2048

1.3666

1.7265

0.3599

70.78

4

0.3008

0.2000

1.3042

1.6578

0.3536

70.61

Contoh perhitungan :

Perlakuan PLA:PCL 9:1 ulangan pertama

Bobot mikrosfer = (bobot kertas saring+mikrosfer) – bobot kertas saring kosong = 1.5774 gram – 1.2641 gram

= 0.3133 gram

Rendemen = bobot mikrosfer * 100 %

Bobot PLA + bobot PCL

= 0.3133 * 100 %

0.4535 + 0.0524 = 61.92 % (b/b)

(25)

Lampiran 4 Gambar mikrosfer dengan mikroskop stereo perbesaran 40x

a) PLA:PCL 9:1

Minggu

ke-Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

0

2

4

6

(26)

17

b) PLA:PCL 8:2

Minggu

ke-Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

0

2

4

6

(27)

c)

PLA:PCL 7:3

Minggu

ke-Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

0

2

4

6

(28)

19

d)

PLA:PCL 6:4

Minggu

ke-Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

0

2

4

6

(29)

Lampiran 5 Penurunan bobot mikrosfer selama masa degradasi

a)

PLA : PCL 9:1

Minggu Ulangan Bobot Bobot mikrosfer (g) Penurunan Rata-rata

ke- botol kosong (g) Sebelum degradasi Setelah degradasi + botol Setelah degradasi bobot (%) penurunan bobot (%)

0

1

11.6530

0.0200

11.6730

0.0200

0.00

2

11.6304

0.0202

11.6506

0.0202

0.00

3

11.9192

0.0201

11.9393

0.0201

0.00

0.00

1

1

11.6530

0.0200

11.6720

0.0200

5.00

2

11.6304

0.0202

11.6497

0.0193

4.46

3

11.9192

0.0201

11.9380

0.0188

6.47

5.31

2

1

11.6034

0.0201

11.6208

0.0174

13.43

2

11.6428

0.0202

11.6608

0.0180

10.89

3

11.6437

0.0201

11.6613

0.0176

12.44

12.25

3

1

11.5338

0.0200

11.5505

0.0167

16.50

2

11.6650

0.0200

11.6814

0.0164

18.00

3

11.3852

0.0203

11.4017

0.0165

18.72

17.74

4

1

11.8760

0.0200

11.8914

0.0154

23.00

2

12.5223

0.0200

12.5380

0.0157

21.50

3

11.8311

0.0200

11.8466

0.0155

22.50

22.33

5

1

11.6259

0.0200

11.6409

0.0150

25.00

2

11.6102

0.0201

11.6253

0.0151

24.88

3

11.7527

0.0201

11.7676

0.0149

25.87

25.25

6

1

11.5658

0.0201

11.5800

0.0142

29.35

2

11.6833

0.0200

11.6971

0.0138

31.00

3

11.5608

0.0201

11.5748

0.0140

30.35

30.23

7

1

11.6083

0.0201

11.6214

0.0131

34.83

2

11.4644

0.0200

11.4775

0.0131

34.50

3

13.0278

0.0202

13.0413

0.0135

33.17

34.16

8

1

11.5969

0.0202

11.6097

0.0128

36.63

2

11.5070

0.0201

11.5194

0.0124

38.31

3

11.6345

0.0200

11.6467

0.0122

39.00

37.98

(30)

21

b) PLA : PCL 8:2

Minggu Ulangan Bobot Bobot mikrosfer (g) Penurunan Rata-rata

ke- botol kosong (g) Sebelum degradasi Setelah degradasi + botol Setelah degradasi bobot (%) penurunan bobot (%)

0

1

12.8189

0.0201

12.8390

0.0201

0.00

2

11.5770

0.0200

11.5970

0.0200

0.00

3

11.7282

0.0201

11.7483

0.0201

0.00

0.00

1

1

12.8189

0.0201

12.8381

0.0192

4.48

2

11.5770

0.0200

11.5962

0.0192

4.00

3

11.7282

0.0201

11.7472

0.0190

5.47

4.65

2

1

11.5954

0.0200

11.6137

0.0183

8.50

2

10.3989

0.0202

10.4175

0.0186

7.92

3

11.7604

0.0201

11.7788

0.0184

8.46

8.29

3

1

11.7555

0.0201

11.7732

0.0177

11.94

2

11.6540

0.0200

11.6719

0.0179

10.50

3

11.9067

0.0201

11.9246

0.0179

10.95

11.13

4

1

11.5309

0.0200

11.5481

0.0172

14.00

2

11.8362

0.0201

11.8535

0.0173

13.93

3

11.8253

0.0200

11.8423

0.0170

15.00

14.31

5

1

11.5020

0.0200

11.5185

0.0165

17.50

2

11.7058

0.0201

11.7226

0.0168

16.42

3

11.5450

0.0201

11.5615

0.0165

17.91

17.28

6

1

11.9124

0.0200

11.9279

0.0155

22.50

2

11.8593

0.0202

11.8751

0.0158

21.78

3

11.7138

0.0200

11.7292

0.0154

22.90

22.39

7

1

10.3712

0.0200

10.3858

0.0146

27.00

2

11.4046

0.0201

11.4195

0.0149

25.87

3

11.6261

0.0202

11.6409

0.0148

26.73

26.53

8

1

11.4962

0.0201

11.5099

0.0137

31.84

2

11.5590

0.0200

11.5728

0.0138

31.00

3

11.6146

0.0201

11.6286

0.0140

30.35

31.06

(31)

c) PLA : PCL 7:3

Minggu ulangan Bobot Bobot mikrosfer (g) Penurunan Rata-rata

ke- botol kosong (g) Sebelum degradasi Setelah degradasi + botol Setelah degradasi bobot (%) penurunan bobot (%)

0

1

11.6823

0.0200

11.7023

0.0200

0.00

2

11.5953

0.0202

11.6155

0.0202

0.00

3

13.3601

0.0201

13.3803

0.0201

0.00

0.00

1

1

11.6823

0.0200

11.7016

0.0193

3.50

2

11.5953

0.0202

11.6147

0.0194

3.96

3

13.3601

0.0201

13.3794

0.0193

3.98

3.81

2

1

11.6790

0.0200

11.6975

0.0185

7.50

2

11.6530

0.0201

11.6716

0.0186

7.46

3

12.8185

0.0201

12.8369

0.0184

8.46

7.81

3

1

11.4344

0.0201

11.4523

0.0179

10.95

2

11.4550

0.0201

11.4732

0.0182

9.45

3

11.4815

0.0200

11.4995

0.0180

10.00

10.13

4

1

11.4610

0.0200

11.4785

0.0175

12.50

2

11.5715

0.0201

11.5890

0.0175

12.94

3

11.7461

0.0200

11.7634

0.0173

13.50

12.98

5

1

10.3052

0.0200

10.3221

0.0169

15.50

2

11.6497

0.0201

11.6666

0.0169

15.92

3

11.3749

0.0201

11.3918

0.0169

15.92

15.78

6

1

11.5274

0.0201

11.5440

0.0166

17.41

2

11.7124

0.0202

11.7289

0.0165

18.32

3

11.6835

0.0201

11.7001

0.0166

17.41

17.71

7

1

11.5407

0.0200

11.5567

0.0160

20.00

2

11.4760

0.0200

11.4920

0.0160

20.00

3

11.1377

0.0200

11.1533

0.0156

22.00

20.67

8

1

11.5206

0.0201

11.5360

0.0154

23.38

2

10.1280

0.0202

10.1436

0.0156

22.77

3

11.6369

0.0200

11.6520

0.0151

24.50

23.55

Gambar

Tabel 1 Sifat fisik poli(asam laktat) Sifat Fisik Poli(asam laktat) Suhu Transisi Kaca ( ° C) 55-75 Titik leleh ( ° C) 130-215
Gambar 3 Struktur poli Mikrosfer
Gambar 5 Hasil sintesis poli(asam laktat).
Gambar 7 Foto SEM mikrosfer dengan perbesaran PLA:PCL 7:3; (d)60.0062.0064.0066.0068.0070.0072.00%rendemen nisbah PLA:PCL
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sempena umat Kristiani tidak merasa bersalah dengan dalihnya memaklumkan Injil ke seluruh penjuru dunia dan kepada semua manusia adalah perintah dan kewajiban dari Tuhan, umat

Surabaya : adalah Kota terbesar kedua setelah Jakarta. Surabaya merupakan ibukota propinsi Jawa Timur dengan jumlah penduduk mencapai 3 juta jiwa. Batas wilayah Kota Surabaya

Metode pelaksanaan pekerjaan dibuat untuk memudahkan personil pelaksana Metode pelaksanaan pekerjaan dibuat untuk memudahkan personil pelaksana proyek dalam mengelola

b) aliran magma cair Bubbly berlangsung di zona menengah, antara Exsolution yang (Nukleasi) dan permukaan fragmentasi mana p, pnuc. Di wilayah nukleasi yang

Sampai saat ini, di seluruh Indonesia terdapat lebih dari 30 lembaga yang telah bekerja secara langsung dengan kelompok pengguna Napza suntik dalam bentuk kegiatan pencegahan

d) Bereaksi dengan permukaan logam. Secara umum, radikal-radikal kecil lebih stabil daripada radikal-radikal yang lebih besar, dan akan lebih siap bereaksi dengan hydrocarbon

Dari hasil ketiga wawancara bahwa konflik peran ganda dan gender ada nya pegaruh melalui konflik peran ganda dan gender terhadap kinerja karyawan keseluruhan yang dapat

China dikenal dunia dengan kebijakan “Satu Anak” dalam mengurangi pertumbuhan penduduk yang tinggi, sedangkan Indonesia melalui Badan Kependudukan dan Keluarga