• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indonesia Dominasi Transaksi Di Singapore Airshow 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Indonesia Dominasi Transaksi Di Singapore Airshow 2012"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Indonesia

Dominasi

Transaksi

Di Singapore

Airshow 2012

Meski Merah-Putih tidak terlihat berkibar pada deretan tiang bendera negara peserta pameran, justru Indonesia mendominasi pembelian pesawat, sekaligus menjadi penyumbang terbesar bagi kontrak pembelian bernilai lebih dari 31 milyar dolar AS yang ditandatangani pada empat hari trade days Singapore Airshow 2012.

Nilai kontrak pembelian tersebut merupakan di luar perkiraan penyelenggara pameran Experia Events, tiga kali lipat dari pameran 2010 yang digelar dua tahun lalu. Dengan posisi tersebut, Singapore Airshow masih tetap menjadi panggung pameran kedirgantaraan tiga besar dunia setelah Paris Airshow dan Dubai Airshow.

Di luar dugaan sebab penyelenggara tidak muluk mengestimasi nilai kontrak 10 milyar dolar AS yang diraup tahun 2010. Target ini didasarkan situasi ekonomi dunia yang melesu dua tahun terakhir terutama di belahan bumi AS dan Eropa, tetapi beruntung kawasan Asia Pasifik kurang terpengaruh. Sebagai pembanding Dubai Airshow November 2011, menghimpun nilai kontrak lebih dari 63 miliar dolar AS.

Kontrak-kontrak besar diumumkan di antaranya oleh pabrik pesawat Boeing, Airbus, ATR, pabrik mesin Pratt & Whitney, Roll-Royce dan CFM. Namun yang terbesar digelontorkan oleh maskapai Indonesia. Lion Air yang mencuri perhatian pada hari pertama (kebetulan jatuh pada hari Valentine 14 Februari) sekaligus melambangkan cintanya pada produk pabrik pesawat AS dengan mengukuhkan kontrak senilai 22,4 miliar dolar AS pembelian 201 Boeing 737 MAX dan 29 Boeing 737-900ER. Kontrak terbesar ini merupakan kelanjutan dari MoUBoeing-Lion yang ditandatangani di Bali 18 November 2011 lalu yang disaksikan Presiden Barrack Obama. Dengan pesanan tersebut, Lion akan menjadi maskapai penerbangan Asia pertama yang mengoperasikan 737 MAX pada 2017, yakni pesawat irit bahan bakar pesaing langsung Airbus A320Neo bermesin teknologi pesaing langsung Airbus A320Neo

bermesin teknologi pesaing langsung Airbus A320Neo bermesin teknologi mutakhir geared turbofan yang dipesan Garuda Indonesia.

Dua hari kemudian Rusdi Kirana, pendiri dan pemilik maskapai berbiaya murah Lion Air meneken kontrak pembelian 27 pesawat turboprop ATR 72-600 senilai 610 juta dolar AS. Menjadikan total pesanan Lion untuk jenis pesawat komuter ini menjadi 60 unit, yaitu 33 pesawat dipesan pada 2009 dan 2011 dioperasikan Wing Air, anak perusahaannya. Pesanan Lion lainnya, empat nine-seater Hawker 900XP business jet produk Hawker Beechcraft Corporation senilai 64 juta dolar AS. Dua di antaranya akan diterima pada kuartal kedua dan ketiga tahun ini, sisanya akan datang tahun depan. Bizjet 900XP akan menjadi tulang punggung dari perusahaan baru Space Jet yang didirikan Lion Air khusus untuk sektor penyewaan pesawat bagi para VIP dan pengusaha yang bukan saja membutuhkan transporasi tetapi juga fleksibilitas.

Pesanan besar-besaran Lion Air ini merupakan program ekspansi low cost carrier (LCC) Indonesia dalam ambisinya melayani penerbangan ke negara-negara Asean, Australia, dan China. Tahun depan akan membuka hub baru di Batam dan Manado, baik bagi penerbangan domestik maupun interna-sionalnya.

Garuda pilih CRJ-1000

Secara terpisah, di chalet Bombardier Aerospace, Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar menambah nilai pembelanjaan Indonesia, bersama CEO Guy Hachey menekenkan kontrak pembelian 18 pesawat 100 seater CRJ-1000 Next Generation senilai

Angkasa, Maret 2012

“Hal ini dimungkinkan oleh

besar-nya wilayah Indonesia, letakbesar-nya yang

strategis di antara dua benua dan dua

samudera, jumlah penduduk yang besar

dan potensi ekonominya yang tinggi”

(2)

1,32 miliar dolar AS, dengan opsi 18 unit lainnya. Lima CRJ-1000 pertama buatan pabrik pesawat Kanada ini, akan diterima Garuda antara Oktober dan Desember 2012 untuk mendukung rencana perluasan jaringan penerbangannya, terutama pada jalur padat dan jarak sedang/pendek domestik dan regional pada hub Balikpapan, Makassar dan medan akhir tahun 2012 ini.

“Pesawat ini nantinya akan dioperasikan melalui hub Makassar, Medan, dan Balikpapan untuk meningkatkan connectivity kota-kota di sekitar ketiga hub tersebut sehingga akan semakin memperkuat jaringan/network Garuda Indonesia secara keseluruhan,” jelas Emirsyah Satar seusai mengukuhkan pesanan CRJ-1000. Ditambahkan selain itu, pesawat ini juga akan meningkatkan efisiensi Garuda karena hemat bahan bakar hingga 30 %.

Selain CRJ-1000, Garuda menandatangani kontrak pengadaan 25 pesawat irit bahan bakar A320Neo dengan Royal Bank of Scotland di chalet Airbus, bank yang mendukung finansial pembelian produk pabrik Eropa Airbus tersebut. Pesawat A320Neo dibeli Garuda untuk Citilink, terdiri dari 15 A320 Classic dan 10 A320Neo dengan opsi 25 unit lainnya. Sementara itu di booth Garuda Maintenance Facility AeroAsia, pusat perawatan milik Garuda ini berhasil meraup 12 kontrak bernilai sekitar 150 juta dolar AS.

Merpati Nusantara menambahkan jumlah transaksi maskapai Indonesia dengan membeli 40 pesawat ARJ 21-700 buatan China. Sedang Susi Air menambah lagi nilai kontrak pembelian dengan pesanan lima Cessna 208 Grand Caravan, dua Citation Sovereign Empat Pilatus PC6 Turbo-Porter dan dua PC6

Turbo-Porter dan dua Piaggio Avanti II, serta berminat membeli lima pesawat Viking Twin Otter atau RUAG Dornier 228NG.

Daftar pembelanjaan Indonesia di Singapore Air Show termasuk pembelian sembilan pesawat angkut ringan militer C295 buatan pabrik Airbus Military oleh pemerintah RI untuk TNI AU. Kontrak pengadaan pesawat militer ini bernilai 325 juta dolar AS, tiga di antaranya akan dipasok langsung oleh Airbus Military dari pabriknya di Seville, Spanyol, sisanya akan dirakit/dibuat di pabrik Dirgantara Indonesia di Bandung, Jawa Barat.

Kontrak pengadaan C295 ini ditandatangani bersama oleh Presiden dan CEO Airbus Military Domingo Urena-Raso dengan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso, kemudian antara PT DI dengan Kementerian Pertahanan RI disaksikan oleh Menhan Purnomo Yusgiantoro dan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono.

“Pesawat C295 mampu menyediakan kapasitas yang ideal untuk menjawab kebutuhan transporasi misi militer maupun kemanusiaan masa kini dan masa yang akan datang dengan biaya yang efektif, juga menciptakan pekerjaan yang memerlukan keterampilan yang tinggi dan transfer teknologi,” kata menteri. “Sekitar 40 sampai 60 % terdapat komponen local content pada pesawat ini,” jawab Budi Santoso kepada Angkasa. Pesawat angkut ringan ini merupakan modifikasi dari pesawat rancang bersama IPTN (sekarang PT DI) dengan CASA (sekarang Airbus Military) CN235 di mana Indonesia memasok 60 % komponennya. Kelanjutan dari pembelian ini, C295 nantinya akan diproduksi di Indonesia secara coproduction dengan Airbus Military.

Pesawat bukan buatan Airbus atau Boeing, Bombardier CRJ-1000 dari Kanada, digunakan oleh Garuda untuk

(3)

Kita peduli …

Ketika menyaksikan perkembangan dunia transportasi penerbangan sipil, yang semakin luas jangkauan operasi, semakin tinggi faktor keselamatan,

kenyamanan serta pelayanannya ...

Yang hanya dapat diwujudkan dengan pesawat-pesawat transpor semakin canggih berdasarkan perancangan berteknologi maju didukung riset dan pengembangan secara berkelanjutan, oleh industri bermanajemen mutakhir.

Kita peduli ... karena kita bukan hanya penonton dari perkembangan tersebut, kita adalah pengguna. Bagian dari perluasan luar biasa armada maskapai nasional kita* seiring perkembangan transportasi udara,

potensi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang menjanjikan.

Kita juga perlu peduli ... dengan apa yang sudah kita miliki: industri pendidikan teknologi, usaha-usaha bidang

perawatan pesawat, enjin, industri permesinan, bidang-bidang terkait lainnya, dan ... industri pesawat terbang PT DI!

Seluruhnya perlu dimanfaatkan seoptimal mungkin,

tak hanya sebagai pengguna, sebatas pembeli potensial, saat terbuka kesempatan emas berkontribusi dalam sepenggal upaya nasional, melakoni sendiri apa yang selama ini

kita tonton dan gunakan. ...

Sesungguhnya sebuah peluang

urunan menyasar pemerataan kesejahteraan.

* Lion Air pada Singapore Air Show 2012 memesan 230 pesawat: 221 unit B 737MAX dan 29 unit B 737-900ER. Garuda di pameran yang sama memesan 25 pesawat untuk Citilink :15 unit A320Classic dan 10 unit A320neo.

(4)

Kata Pengantar

Dalam mendukung kegiatan-kegiatan berdimensi nasional yang

dikemukakan di atas, kami ingin menyumbangkan secercah buah pikiran:

Pembahasan mengenai dasar-dasar

perancangan pesawat terbang komersial

berdasarkan pada pola yang

dikemukakan oleh Reinhardt Abraham

maupun pakar-pakar lain.

Pembahasan difokuskan pada perkembangan

yang terjadi pada masa kini, yakni terkait dengan

persaingan antara Airbus dan Boeing

berdasarkan segala aspek yang mendukungnya.

Pada penerbitan perdana ini, kami menyajikan sebagai pembuka masalah:

● Persaingan antara Airbus dan Boeing

● Perkembangan berkelanjutan

● Indonesia dominasi transaksi di Singapore Airshow 2012

Sebagai himbauan:

● Kita Peduli …

● Kata Pengantar

Sebagai pelintas zaman: awal penerbangan menuju masa kini:

● Perkembangan Airliner

●Perkembangan Propulsi

Dan sebagai bahasan pertama:

● Setengah Abad Perkembangan Motor Turbin Gas

● Supercritical Airfoil (Sayap untuk Pesawat Modern)

Harapan kami, sumbangan ini ada manfaatnya.

Selamat membaca.

FORUM AVIASI

FORUM AVIASI

Team

Forum Aviasi

Forum Aviasi

DR. Ir. Muso C. Soenhadji, MSc, IPU 021 798 8133 087 870 988 885 Suharto, Dipl. Ing. 021 770 5035

suharto_mahoni@yahoo.com

Jl. Mahoni Raya No.10 BL.24, Depok II Timur 16418

d/a Universitas Suryadarma, Halim Perdanakusuma, Jakarta 13610 Ir. Willem J. Pattiradjawane 021 9488 1290

(5)

Ada hal menarik ketika mengawali perkembang an airliner dunia. Tercatat, bahwa sekalipun kedua bersaudara Wright telah memerkenalkan pada dunia, Flyer, pesawat terbang pertama bertenaga mesin, pada 1903 di Kitty Hawk, North Carolina, Amerika Serikat, namun awal operasi perjalanan cepat lewat udara di dunia justru lahir di Eropa dan menggunakan “airship” atau “dirigible”. Kapal udara dengan konstruksi “lighter-than-air” berbasis prinsip balon udara yang sama sekali bukanlah pesawat terbang seperti pada konsep dari kedua bersaudara itu.

Tampaknya, faktor-faktor seperti enjin yang bukan tuntutan utama, mudah dikendalikan dan kemampuan angkut yang lebih baik ketimbang pesawat terbang nondirigible masa itu, membuat airship unggul, untuk sementara.

Sejarah penerbangan kemudian menunjukkan bahwa konsep “heavier-than-air” Wright mampu bertahan dan malah mendominasi sepenuhnya teknologi aeronautika hingga hari ini. Istilah pesawat terbang (aircraft) tanpa embel-embel, identik konsep ini, adalah sebuah bukti.

Malahan perkembangan mengagumkan propulsi (lihat tulisan Suharto Propulsi hlm 19)— diawali justru oleh internal combustion engine 4 silinder inline buatan Charlie Taylor khusus untuk Flyer itu—berperan penting bagi kemajuan dunia penerbangan termasuk industri airliner yang tidak lepas dari industri airline itu sendiri.

Benoist XIV atau LZ.7 Deutschlandd: Airliner Pertama Dunia?

Adalah airship Zeppelin LZ.7 Deutschland, yang dioperasikan oleh perusahaan DELAG

mengangkut 23 penumpang (sebagian besar jurnalis untuk peliputan) mengudara dari Duselldorf,

Jerman, pada 28 Juni 1910, tercacat sebagai operasi transpor udara yang pertama di dunia. Tidak heran, DELAG pun dalam sejarah penerbangan sipil dinobatkan sebagai airline pertama dunia. DELAG (Deutsche Luftschiffahrts AG/

Aktiengesellschaft; German Airship Transportation Company, Ltd) didirikan pada 1909 oleh Alfred Colsmann pimpinan eksekutif dari Zeppelin Company yang merupakan perusahaan pembuat airship rancangan Count Ferdinand von Zeppelin. Jadinya, DELAG adalah bagian dari Zeppelin Company.

Tercatat enam Zeppelin seri LZ lainnya di bawah DELAG selama 4 tahun hingga pecah Perang Dunia Pertama (PD I), membukukan sekitar

170.000 mil total penerbangan dengan kurang lebih 35.000 penumpang yang diangkut tanpa satu pun cedera. Sebuah pencapaian luar biasa untuk saat itu. Mengingat sebagian besar airship itu berujung jatuh, hancur atau meledak seperti Hindenburg (1937)— menandai akhir era transportasi airship tersebut.

Namun, seolah benih kompetisi Eropa-AS mulai tertebar, ketika di Amerika, tempat kelahiran pesawat terbang, mencatat rekor lain lagi.

Pada 1 Januari 1914 sebuah pesawat terbang nondirigible “Benoist XIV Flying-Boat” terbang selama 23 menit, 5 kaki di atas air dari St

Petersburg ke Tampa, berjarak 22 mil, keduanya di Florida. Mengangkut Mayor purnawiran Abe Pheil yang membayar $ 400 untuk terbang perdana itu.

Berjadwal 2 kali sehari atau 4 penerbangan pulang pergi sehari (bertarif $ 5 atau lebih bila beratnya di atas 200 lb), meski kemudian berakhir beberapa bulan berikutnya karena tidak ekonomis, rute udara St Petersburg-Tampa (SPT) tersebut adalah sebuah tonggak sejarah penerbangan sipil.

Awal dimulainya era bisnis transpor udara sipil, pelayanan airline terjadwal pertama di dunia— menggunakan “fixed-wing aircraft”. Operatornya SPT Airboat Line pun dijuluki airline pertama di dunia yang terjadwal dengan pesawat sayap tetap.

Tetapi, apakah pesawat biplane berenjin Roberts 75 DK (daya kuda)/Sturtevant 70 DK 6 silinder in-line, berat 1.299 lb, pilot dan satu

PERKEMBANGAN AIRLINER

Kop sebuah blog proyek pembuatan

update Benoist XIV menyambut peringatan 100 tahun penerbangan

perdananya pada 2014.

Zeppelin LZ-7 Deutchland

Walaupun awal perkembangannya memberi kesan kurang meyakinkan, tetapi setelah melewati pematangan dalam dua Perang Dunia, pesawat terbang menjadi moda transportasi yang paling tangguh, efisien dan

(6)

penumpang ini, otomatis menjadi airliner pertama di dunia? Ataukah airship LZ.7 Deutchland?

Tampaknya bukan kedua-duanya. Pasalnya, airlinenya, DELAG dan SPT Airboat Line, relatif lebih kesohor menyandang predikat “pertama dunia” terkait itu ketimbang kedua “aircraft” tersebut. Mungkin karena istilah “airliner” yang dipahami sebagai “pesawat yang dioperasikan airline untuk mengangkut passengers” atau didefinisikan sebagai “a large passenger aircraft operated by airline”. “Aircraft” yang dalam konteks ini tentunya bukan jenis “lighter-than-air” seperti airship. Tetapi sekaligus “fixed wing” jenis yang mampu mengangkut “banyak penumpang”.

PascaPD I: Lungsuran Pesawat Perang untuk Sipil

Yang pasti, upaya-upaya untuk

mengembangkan pesawat terbang yang lebih besar dengan kapasitas penumpang yang bertambah serta kinerja dan keandalan yang lebih baik, sudah dilakukan jelang PD I itu.

Dan lagi-lagi di Eropa. Pada 1913, Igor Sikorsky, dari Rusia, berhasil menerbangkan rancangannya sendiri: Bolshoi Baltiskiy (Russian Knight) atau Le Grand (The Great One)—sebutan dalam bahasa Prancis, negara yang sejak dikunjungi Wilbur Wright pada 1908, merupakan “home of European aviation” kalau bukan pusat aviasi dunia. Le Grand adalah pesawat berenjin empat pertama di dunia (masing-masing Argus 4 silinder inline 100 DK), dibuat oleh Russo-Baltic Carriage Works.

Berkapasitas 8 tempat duduk, rentang sayap 27 m, beratnya sekitar 4 ton.

Tetapi PD I menyebabkan kegiatan terkait transportasi udara terhenti. Tapi sekaligus maraknya kelahiran pesawat-pesawat militer; seiring makin berkembang dan tersedianya motor-motor piston inline type maupun Vee-type termasuk jenis unik rotary engine Gnome yang booming di masanya itu (simak Propulsi). Baru di antara rentang 5 tahunan pascaPD I itu, kegiatan

penerbangan sipil pada umumnya mulai menggeliat kembali.

Namun awal perkembangan (kembali)

penerbangan sipil dunia tercacat bukan didorong oleh faktor penumpang, tapi justru oleh kebutuhan pengiriman surat dan paket yang lebih cepat. Di samping tersedianya lungsuran pesawat-pesawat militer, baik tempur maupun pembom eks PD I yang redundan itu.

Pada Februari 1919, dengan menggunakan eks pesawat pembom Angkatan Udara Inggris (RAF) Airco D.H. 9 (de Havilland 9; enjin Amstrong Siddeley Puma 6 silinder inline 230 DK) dengan operator Air Transport and Travel (AT&T)

memerkenalkan pengiriman udara antara Folkstone, Inggris dan Ghent, di Belgia. Di mana pengiriman paket pada awal-awal penerbangan itu berupa pakaian dan makanan yang sangat dibutuhkan Belgia pascaPD I.

Dan pada Agustus tahun yang sama, AT&T meresmikan layanan reguler barang dan penumpang antara London-Paris. Antara Hounslow Heath Aerodrome dan bandara Le Bourget, menggunakan pesawat Airco D.H.4A kemudian de Havilland D.H.16.

Layanan ini, merupakan kali pertama di dunia, penerbangan penumpang komersial internasional terjadwal reguler, setiap harinya.

Dan masih pada 1919—tahun yang menorehkan pencapaian-pencapaian aviasi bersejarah—Dr Hugo Junkers dari Jerman memproduksi rancangan Otto Reuter: Junkers F 13.

Sebuah airliner pertama yang seluruhnya metal, cantilever-low wing monoplane, 2 awak dan 4 penumpang, berenjin Mercedes D IIIa 6 silinder inline 170 DK. Pesawat yang dari segi desain enjinering seolah “melampaui zamannya” yang biplane, berbahan kayu-kain, dan seterusnya. Tetapi versi modifikasi Junkers J 10 di bawah operator Junkers Luftverkehr yang melayani Dessau-Weimar diyakini sebagai airliner pertama all-metal aeroplane.

Sementara itu, kontes-kontes lintas-udara Samudra Atlantik dan antarbenua berhadiah cek tunai, meski tidak berkontribusi langsung bagi perkembangan industri airline yang baru bertumbuh itu, ternyata berdampak. Pesawat eks pembom yang sudah dirubah Vickers Vimy IV, misalnya.

Pada Juni 1919, Kapten John Alcock dan

Let-Junkers F13

(7)

nan Arthur W Brown berhasil menyelesaikan pe-nerbangan pertama dunia nonstop (16 jam 27 menit; 3.032 km) melintasi Atlantik Utara antara

Newfoundland, Kanada dan Irlandia, menggunakan pesawat eks pembom Vickers tersebut. Mereka berhak atas hadiah £ 10.000 dari Daily Mail.

Pesawat jenis yang sama (2 enjin Rolls-Royce Eagle VIII 12 silinder Vee-type 360 DK) enam bulan kemudian digunakan oleh dua bersaudara Ross dan Keith Smith. Mereka menyelesaikan penerbangan pertama dari Hounslow Heath, Inggris, melintasi antara lain Timur Tengah, India, Bangkok, Singapura—sempat singgah di Kalijati, Surabaya, Bima, Atambua—dan genap 28 hari mendarat di Fanny Bay, Darwin, Australia.

Memenangkan kontes lintas-udara Inggris-Australia bertenggat 30 hari berhadiah £ 10.000 dari

pemerintah Australia.

Sehingga bukanlah kejutan, bahwa pada era pascaPD I itu, Vickers Vimy Commercial yang telah diperbesar fuselage-nya dari desain aslinya dan berkapasitas sepuluh penumpang, disebut-sebut sebagai salah satu contoh pengoperasian komersil yang memicu daya tarik terhadap penggunaaan lungsuran pesawat-pesawat pembom yang redundan waktu itu. Meski kemudian reputasi Vickers ini sebagai airliner sangat minim.

Modifikasi serupa terjadi atas pesawat-pesawat eks pembom oleh Handeley Page di Inggris dan Farman di Prancis. Di samping sudah sejak jelang, pascaPD I, bahkan jauh setelah itu hadirnya para manufaktur airliner Prancis dan Italia, seperti Breguet, Savio-Marchetti, Blériot, Potez, Bloch, Caudron, Latécoère untuk memenuhi kebutuhan para airline baru negara mereka.

Fokker: Tren Pesawat Triple-engine

Lalu masih di era ini, tercacat seorang Belanda kelahiran Blitar, Jawa Timur: Anthony Fokker. Pesawat Fokker F II bermotor tunggal (BMW IIIa 6 silinder inline 185 DK) empat penumpang yang pertama kali terbang pada 1919, adalah awal dari rancangan Fokker atas serangkaian airliner dalam rentang 1920-1930-an. F II adalah pesawat long range pertama yang dibeli airline Belanda KLM pada 1920. Desain lainnya Fokker F VIIa/3m, pesawat kayu triple-engine yang merupakan pengembangan dari tipe single engine F VII dan F XX, menjadi tren pesawat berenjin tiga, trimotor.

Tak pelak lagi, konfigurasi trimotor Fokker tersebut memengaruhi munculnya pesawat all-metal trimotors 14 tempat duduk dari Ford pada 1926, sementara Boeing memproduksi yang lebih kecil pesawat biplane trimotor Model 80 pada 1928.

Diikuti Junkers trimotor G 24 dan G 31 serta pesawat ubikuitas (ada di mana-mana) tipe Ju 52 pada 1930, yang menggunakan corrugated metal skinning yang pertama kali muncul pada tipe Jun-kers F 13 seperti disinggung di atas; menjadikannya pesawat Eropa pertama yang setara Douglas DC-3. Setahun sebelumnya, 1929, Junkers meluncurkan pesawat besar 30 tempat duduk G 38 dengan sebagian tempat duduk berada di sayap.

Sementara di Inggris, tampilnya pesawat bermotor empat (Bristol Jupiter X [FNM] 9 silinder radial engine 550 DK) 24 tempat duduk Handley-Page HP. 42 yang dioperasikan oleh Imperial Airways menandai berakhirnya era biplane dalam desain airliner. Airline ini pada tahun 1930-an memiliki route sampai ke India, Australia, dan Afrika Selatan menjadikannya cukup terkenal waktu itu padahal menggunakan rancangan duralumin skinning yang cukup ruwet.

Kalau kita kembali pada „pertarungan‟ Eropa-Amerika; sampai di sini, pada 1920-an, Eropa unggul dalam pengembangan airliner. Tetapi kedudukan ini berubah pada awal dekade berikutnya, ketika industri airliner Amerika memimpin hingga beberapa dekade ke depan— sebelum munculnya Airbus Industries pada awal 1970-an.

Tampilnya pesawat Orion dari pabrik Lockheed pada akhir 1920, kemudian manufaktur lainnya juga

Vickers Vimy Commercial

(8)

dari Amerika, Boeing dan Douglas, yang lalu mendominasi industri airliner dunia sejak 1930-an (simak hlm 1).

Kelahiran Boeing, Flying Boat dan DC-3

Mungkin menarik menyimak apa yang terjadi pascaPD I di AS. Bahwa saat maraknya bisnis pos udara di Eropa setelah perang itu, rupanya Amerika kembali “hadir”.

Pada 1916 di Lake Union, Seattle, lahir cikal bakal pabrik pesawat Boeing yang didirikan oleh William E Boeing. Setahun kemudian manufaktur pesawat itu secara resmi bernama Boeing Airplane Company.

Di tahun menyejarah bagi aviasi dunia, 1919, pabrik Boeing berhasil membuat pesawat terbang komersilnya yang pertama B-1 Flying Boat. Dengan pesawatnya sendiri itu, pada tahun yang sama William Boeing dan pilot Hubbard

mengoperasikan layanan pos udara internasional pertama di Amerika Serikat, antara Seattle dan Vancouver, Kanada. Seiring berkembangnya layanan pos udara antara “coast-to-coast” di AS.

Pada 1928, berdiri airline baru sebagai bagian dari pabrik Boeing Airplane Company, Boeing Air Transport yang belakangan menjadi United

Airlines. Pada Februari 1933, lewat United Airlines pabrik Boeing memerkenalkan pesawat 10 tempat duduk Boeing Model 247. Dengan kecepatan jelajahnya 288 km/jam, membuat 247, nyaris dua kali lebih cepat ketimbang pesawat-pesawat Fokker maupun Ford masa itu.

Setahun kemudian, 1934, rancangan “Douglas Commercial” (DC) memerkenalkan pesawat 14 tempat duduk DC-2 sebagai respons atas Boeing Model 247. Tetapi, persyaratan sleeper version yang diajukan operator American Airlines untuk menggantikan pesawat Condors, justru membawa hikmah tersendiri. Pengembangan versi baru tersebut dengan fuselage yang lebih lebar, menghasilkan sebuah pesawat yang dijuluki “Douglas Sleeper Transport” atau “DST” yang tak lain adalah pesawat DC-3 Dakota atau C-47 untuk versi militer. Pesawat yang terbang pertama kali pada Desember 1935, dan setahun kemudian 30

unit DC-3 dikirim ke American Airlines.

Pesawat Douglas baru ini, yang di Indonesia lebih populer dengan sebutan “Dakota”, dengan kapasitas lebih besar, 21 penumpang, segera menyalip Boeing Model 247 dan menjadi rancangan airliner paling sukses di dunia.

Boeing: ‘Petarung’ Tangguh

Boeing tidak kalah sigap dan sudah sejak awal menunjukkan dirinya sebagai „petarung‟ tangguh. Mereka bergerak cepat menemukan kembali ikhtisar keuntungan-keuntangan yang dimiliki Boeing Model 247, kemudian memproduksi sebuah

pesawat revolusioner Boeing Model 307 Stratoliner yang terbang pada 1938. Stratoliner, yang

dikembangkan dari pesawat pembom B-17 Flying Fortress, merupakan airliner pertama dunia dilengkapi pressurised, memungkinkan para penumpang “terbang mengatasi cuaca”, sebagai suatu hal rutin yang belum terpecahkan sebelumnya. Boeing Model 307 pertama kali beroperasi pada 1940 di bawah airline TWA dan Pan American Airways (PAA).

Boeing kemudian mengindikasikan strategi jangka panjang untuk menjadi perintis rancangan airliner besar—hal yang tak terbantahkan hari ini— dengan penerbangan perdana pada Juni 1938, flying boat Boeing Model 314 Clipper. Pesawat Clipper seberat 37,5 ton 74 tempat duduk dengan empat enjin ini, dikembangkan untuk operasi trans-samudra dari airline PAA tujuan Eropa melintasi lautan Pasifik—yang dimulai tahun berikutnya sejak terbang pertama itu. Hal yang diikuti penerus

DC-3 Dakota atau C-47 untuk versi militer

Boeing Model 307 Stratoliner

(9)

Imperial Airways, BOAC (British Overseas Airways Corporation) yang mengoperasikan Clipper pada 1941. Dan pada 1947 terbang perdana Boeing 377 atau “Stratocruiser”: airliner besar jarak jauh pascaPD II; derivasi B-29 Superfortress.

Sementara DC-3 yang terus dijual kepada berbagai operator di seantero dunia, Douglas berhasil menyiapkan rancangan final pesawat berikutnya DC-4: lebih besar untuk memenuhi persyaratan airline AS. Dengan empat enjin merupakan airliner terbesar pertama di dunia menggunakan roda depan—pengganti tailwheel undercarriage DC-3. Namun, pecahnya PD II, pesanan DC-4 yang sudah definitif untuk diproduk-si pada 1940, tipe pertamanya yang beroperadiproduk-si adalah sebagai pesawat angkut militer C-54.

Airliner Eropa Semasa Suksesnya AS 1930-an

Penerbangan sipil Eropa seolah terkapar dengan suksesnya Amerika selama 1930-an itu, walaupun lahir beberapa rancangan penting termasuk

serangkaian airliner regional kecil dari de Havilland seperti D.H.84 Dragon dan D.H.89. Juga pesawat produksi Junkers berenjin empat (masing-masing BMW radial engine 830 DK) 40 tempat duduk Ju 90. Merupakan salah satu dari rancangan mereka terakhir praperang, tapi hanya 12 unit yang dikirim ke DLH (Deutche Luft Hansa) sebelum PD II.

Sementara, airline Jerman menggunakan Focke-Wulf Fw 200 Condor empat enjin 25 penumpang pada pelayanan di Eropa, dan pada Agustus 1938 Condor melakukan penerbangan bersejarah, 25 jam nonstop antara Berlin dan New York.

Manufaktur Eropa lainnya, Marcel Bloch dari Prancis, memproduksi SE 161 pada 1939, tapi rencana produksi yang dikenal sebagai pesawat SNCASE SE 161 Languedoc, tidak pernah

terlaksana hingga 1945. Sesudah perang, Air France tercatat sebagai operator pertama yang

menggunakan pesawat tersebut.

Pada masa kejayaan transportasi penumpang dengan airship di Eropa, ternyata Lockheed mengembangkan suatu famili airliner kecil sebagai kelanjutan produksi Orion, termasuk Model 10/12 Electra, dan 14 tempat duduk L14 Super Electra pada 1937, serta pesawat 14 tempat duduk lainnya L18 Lodestar pada 1940. Mereka juga memproduksi berbagai varian famili “Constellation”—yang kemudian sangat terkenal antara lain L-649, L-749, L-1049 Super (Super Constellation)—diawali varian pertama pada 1939, Model L-049

Constellation. Pesawat yang dijuluki “Connie” ini,

bermotor empat Wright R-3350 tipe radial masing-masing 2.200 DK dengan 60-81 penumpang. Dibuat untuk memenuhi persyaratan operator TWA (Trans World Airlines) pressurised aircraft dalam rencana airline tersebut (digagas pemegang saham

mayoritasnya Howard Huges) melakukan

penerbangan nonstop antarbenua dan antarsamudra pada range sekitar 3.500 mil.

Connie yang lebih besar juga lebih cepat dari rivalnya DC-4, pertama kali terbang pada Januari 1943. Namun dengan pecahnya perang, yang dikirim adalah versi militer C-69. Baru pada awal 1946, Connie dikirim ke TWA yang mengoperasi-kannya di tahun yang sama pada penerbangan transatlantik antara New York dan Paris.

Willem J. Pattiradjawane

Referensi:

1. Flight Internasional 1908-1998, Reed Business Information, Surrey, UK, 1998.

2. John W.R. Taylor & Kenneth Munson, History of Aviation, Octopus Book , Ltd, 1973, UK.

3. R.G. Grant, Flight, the Complete History,

Smithsonian, National Air and Space Museum, DK Publishing, London-New York, 2007.

Lockheed Super Constellation

Prototipe Junkers Ju 90-V1 Boeing Stratocruiser

Referensi

Dokumen terkait

i. Fuqaha' Hanafiyyah menjelaskan bahawa penggantian dalam ibadah haji hanya boleh dilakukan dalam dua keadaan. Yang pertama ialah apabila seseorang tidak mampu

Awalnya berupa tonjolan kecil yang lama kelamaan dirasakan semakin membesar dan terasa seperti menyumbat lubang pantat, gatal (-).,Pasien juga mengeluh nyeri setiap BAB dan

Hasil analisis efisiensi penggunaan input usahatani padi sawah di Subak Guama, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan pada satu musim tanam dari bulan Maret- Juni 2011 menunjukkan

Dengan pertimbangan karena begitu banyaknya masalah yang ditimbul akibat nyeri sindroma miofasial otot upper trapezius ini disamping karena keterbatasan waktu, tenaga, teori,

Metode klasifikasi dengan struktur pohon untuk peubah respons tunggal diperkenalkan oleh Breiman et al. Klasifikasi berstruktur pohon untuk peubah respons tunggal

Berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji Wilcoxon dan Mann Whitney, didapatkan nilai p-value 0,002 <  (0,05) menunjukkan bahwa ada perbedaan yang

multikulturailsme di Indonesia serta menggambarkan gejala – gejala di lingkungan masyarakat terhadap suatu kasus pelanggaran hak-hak minoritas atau konflik-konflik

Fragmen 16S rDNA patogen CVPD pada ukuran basa yang diharapkan, yaitu 1160 pasangan basa dideteksi pada setiap tipe ge- jala yang dikumpulkan dari Serdang, Bertam Valley,