• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Mangkunegara (2013) Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Selain itu menurut Manajemen sumber daya manusia juga dapat didefinisikan sebagai suatu pengelolaan dan pendayagunaan tersebut dikembangkan secara maksimal di dalam dunia kerja untuk mencapai tujuan organisasi dan pengembangan individu karyawan.

Menurut Schuler, et al (1992) dalam Sutrisno (2014), mengartikan manajemen sumber daya manusia (MSDM), merupakan pengakuan tentang pentingnya tenaga kerja organisasi sebagai sumber daya manusia yang sangat penting tenaga kerja organisasi sebagai sumber daya manusia yang sangat penting dalam memberi kontribusi bagi tujuan-tujuan organisasi, dan menggunakan beberapa fungsi dan kegiatan untuk memastikan bahwa SDM tersebut digunakan secara efektif dan adil bagi kepentingan individu, organisasi dan masyarakat.

Menurut Hasibuan (2000) dalam Hartatik (2014) MSDM adalah ilmu dan seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan organisasi, karyawan dan masyarakat.

Menurut Amstrong (1990) dalam Hartatik (2014) MSDM adalah suatu pendekatan terhadap manajemen manusia yang berdasarkan empat prinsip dasar, yaitu:

a. Sumber daya manusia adalah harta paling penting yang dimiliki suatu organisasi, sedangkan manajemen yang efektif adalah kunci bagi keberhasilan organisasi tersebut. Oleh karena itu, SDM harus dikelola dan diatur dengan baik, sehingga dapat menimbulkan peran aktif dari karyawan untuk mewujudkan organisasi yang efektif dan efisien.

(2)

b. Keberhasilan organisasi sangat mungkin dicapai jika peraturan atau kebijaksanaan dan prosedur yang bertalian dengan manusia dari perusahaan tersebut saling berhubungan, serta memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan perusahaan dan perencanaan strategis.

c. Kultur dan nilai perusahaan, suasana organisasi, dan perilaku manajerial yang berasal dari kultur tersebut akan memberikan pengaruh yang besar terhadap hasil pencapaian yang terbaik.

d. MSDM berhubungan dengam integrasi, yakni semua anggota organisasi anggota tersebut terlibat dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.

Dari seluruh definisi beberapa para ahli tersebut, MSDM, adalah sebuah ilmu serta seni dalam kegiatan perencanaan, pengelolaan, dan pengembangan segala potensi sumber daya manusia yang ada, serta hubungan antar manusia dalam suatu organisasi ke dalam sebuah desain tertentu yang sistematis, sehingga mampu mencapai efektivitas serta efisiensi kerja dalam mencapai tujuan, baik karyawan, masyarakat, maupun organisasi. Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan bagian dari manajemen keorganisasian yang memfokuskan diri pada unsur sumber daya manusia. Manajemen sumber daya manusia yang mempunyai tugas untuk mengelola unsur manusia secara baik agar diperoleh tenaga kerja yang puas akan pekerjaannya, yang bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi dengan baik.

Dan dapat dipahami sumber daya manusia adalah aspek terpenting yang harus ada di dalam organisasi, dan pentingnya suatu kebijakan dibuat, serta perlakuan yang diberikan kepada para karyawan secara optimal dalam upaya mencapai suatu keberhasilan organisasi. Dan kultur, nilai, suasana, serta perilaku manajerial organisasi memiliki pengaruh cukup besar dalam meningkatkan kinerja guru agar sesuai dengan harapan suatu organisasi memiliki pengaruh cukup besar dalam meningkatkan kinerja guru agar sesuai dengan harapan suatu organisasi. Menganggap bahwa karyawan bukan hanya sekedar mesin akan tetapi sekelompok rekan kerja dalam sebuah tim juga akan mempengaruhi kinerja mereka untuk mencapai tujuan organisasi. Sumber daya manusia menjadi sebuah faktor penting dalam sebuah kinerja suatu organisasi untuk mencapai tujuan suatu organisasi yang efektif dan efisien.

(3)

2.1.1 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Sesuai dengan pengertian manajemen sumber daya manusia yang telah dirumuskan sebelumnya, maka kegiatan – kegiatan pengelolaan sumber daya manusia di dalam suatu organisasi dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa fungsi. Sebagian ilmu terapan dari ilmu manajemen, MSDM memiliki fungsi manajemen dengan penerapan di bidang sumber daya manusia. Menurut Umar (1999) dalam Sutrisno (2014) dalam tugasnya manajemen sumber daya manusia dapat dikelompokkan atas tiga fungsi, yaitu:

a. Fungsi manajerial : perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian.

b. Fungsi operasional : pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja.

c. Fungsi ketiga adalah kedudukan manajemen sumber daya manusia dalam pencapaian tujuan organisasi perusahaan secara terpadu.

Dari fungsi – fungsi manajemen diatas dapat disimpulkan bahwa seluruh kegiatan melakukan fungsi manajemen sumber daya manusia tersebut untuk mewujudkan sasaran pokok manajemen sumber daya manusia, yaitu mendayagunakan secara optimal sumber daya manusia di dalam organisasi. Kegiatan manajemen sumber daya manusia akan berjalan lebih efektif dan efisien, bila memanfaatkan fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia.

2.1.2 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia

Tujuan utama manajemen sumber daya manusia menurut Sedarmayanti (2004) dalam Indah Puji Hartatik (2014) dapat dibedakan menjadi empat tujuan, antara lain:

a. Tujuan Sosial

Manajemen sumber daya manusia bertujuan agar organisasi dapat bertanggung jawab secara sosial dan etis terhadap kebutuhan maupun tantangan masyarakat, serta meminimalkan dampak negatif dari tuntutan itu terhadap organisasi. Manajemen ini juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas masyarakat dan membantu memecahkan masalah sosial.

(4)

b. Tujuan Organisasional

Tujuan manajemen sumber daya manusia adalah memiliki sasaran formal organsiasi yang dibuat untuk membantunya mencapai tujuan. Melalui tujuan ini, manajemen sumber daya manusia berkewajiban meningkatkan efektivitas organisasional dengan cara meningkatkan kinerja, mendayagunakan tenaga kerja secara efisien dan efektif, mengembangkan dan mempertahankan kualitas kehidupan kerja, serta mengelola perubahan dan mengomunikasikan kebijakan. Yang terpenting adalah untuk membantu organisasi mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

c. Tujuan Fungsional

Merupakan tujuan untuk mempertahankan kontribusi departemen sumber daya manusia pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Dengan adanya tujuan fungsional ini, departemen sumber daya manusia harus menghadapi peningkatan pengelolaan sumber daya manusia yang kompleks dengan cara memberikan konsultasi yang berimbang dengan kompleksitas tersebut.

d. Tujuan Pribadi

Manajemen sumber daya manusia berperan serta untuk mencapai tujuan pribadi dari setiap anggota organisasi yang hendak dicapai melalui aktivitasnya di dalam organisasi. Oleh karena itu, aktivitas sumber daya manusia yang dibentuk oleh pihak manajemen haruslah terfokus pada pencapaian keharmonisan antara pengetahuan, kemampuan, kebutuhan, dan minat karyawan dengan persyaratan pekerjaan dan imbalan yang ditawarkan oleh manajemen sebuah organisasi.

Agar mencapai tujuan manajemen sumber daya manusia yang telah dikemukakan, maka suatu organisasi sumber daya manusia harus mengembangkan, dan memelihara departemen sumber daya manusia, agar semua fungsi organisasi dapat berjalan seimbang. Kegiatan manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dan proses manajemen sumber daya manusia yang paling sentral dan merupakan rantai kunci dalam mencapai tujuan organisasi.

(5)

2.2 Pengertian Motivasi kerja

Sembiring (2011) mengatakan bahwa motivasi adalah dorongan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan atau pencapaian keseimbangan. Menurut Mangkunegara (2011) motivasi adalah kondisi yang menggerakan karyawan agar mampu mencapai tujuan dari motifnya., Adapun menurut Abrahan Sperling (1987:183) dalam Mangkunegara (2011) motif didefiniskan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Penyesuaian diri dikatakan untuk memuaskan motif.

Menurut Hasibuan (1999) dalam Sutrisno (2014) motivasi kerja mempersoalkan bagaimana cara mendorong gairah kerja karyawan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilan untuk mewujudkan tujuan organisasi. Pendapat tersebut didukung oleh Jones (1997) dalam Sutrisno (2014), mengatakan motivasi kerja mempunyai kaitan dengan suatu proses yang membangun dan memelihara perilaku kearah suatu tujuan.

Robbins (2006) menyatakan bahwa motivasi kerja adalah proses yang menunjukkan intensitas individu, arah, dan ketekunan dan upaya menuju pencapaian tujuan. Sementara motivasi kerja dalam pemahaman yang umum berkaitan dengan upaya untuk mencapai tujuan berfokus pada tujuan organisasi dalam rangka mencerminkan ketertarikan terhadap pekerjaan dan perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut.

Armstrong (2009) menyatakan bahwa motif adalah alasan untuk melakukan sesuatu. Adapun Guy et.al. (2010) menyatakan bahwa motivasi kerja mengacu pada alasan yang mendasari perilaku. Gredler, Broussard, dan Garrison (dalam Lai, 2011) mendefinisikan secara luas bahwa motivasi kerja sebagai atribut yang menggerakkan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Motivasi berkaitan dengan kekuatan dan arah perilaku dan faktor – faktor yang mempengaruhi seseorang untuk dengan cara tertentu. Motivasi dapat merujuk kepada berbagai tujuan, dan cara di mana orang lain mencoba untuk mengubah perilaku mereka. Tiga komponen motivasi, adalah:

a) Arah, apa yang orang coba lakukan; b) Upaya, seberapa seseorang mencoba; dan

c) Kegigihan – berapa lama seseorang terus mencoba.

(6)

a. Kebutuhan

Kebutuhan diciptakan setiap kali ada ketidaksamaan psikologis dan fisiologis. b. Dorongan

Pendorongan atau motif (istilah kedua sering digunakan secara bergantian), yang dibentuk untuk mengurangi kebutuhan.

c. Insentif

Pada akhir siklus motivasi kerja adalah insentif, yang didefinisikan sebagai sesuatu yang akan meringankan kebutuhan dan mengurangi adanya dorongan.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja kerja merupakan sutau perangsang keinginan seseorang untuk mencapai suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan yang menciptakan kegairahan seseorang untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki. Motivasi tinggi yang diberikan kepada karyawan akan meningkatkan produktivitas perusahaan sehingga memudahkan pencapaian tujuan perusahaan yang telah diterapkan.

Jadi jelas bahwa motivasi kerja mempunyai pengaruh besar dalam operasi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan selalu mengharapkan karyawan – karyawan memiliki motivasi kerja yang tinggi.

2.21 Tujuan Motivasi kerja

Tujuan motivasi kerja menurut Hasibuan (2003) dalam Hartatik (2014) adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja kerja karyawan. b. Meningkatkan kinerja karyawan.

c. Mempertahankan kestabilan karyawan. d. Meningkatkan kedisiplin kerjaan karyawan. e. Mengefektifan pengadaan karyawan.

f. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.

g. Meningkatkan loyalitas, kreatifitas, dan partisipasi karyawan. h. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.

i. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugassnya. j. Meningkatkan efisiensi penggunaaan alat-alat dan bahan baku.

(7)

2.2.2 Teori- Teori Motivasi kerja

Teori-teori motivasi kerja yang akan dikemukakan berikut ini merupakan hal penting, karena dapat memudahkan bagi manajemen perusahaan untuk menggerakan dan mendorong dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepada karyawan. Berikut ini tiga teori spesifik yang merupakan penjelasan paling baik untuk motivasi kerja karyawan (Robbins, 2006) a. Teori Motivasi kerja Klasik

Teori Motivasi kerja Frederick Winslow Taylor dinamakan teori memotivasi kerja para karyawann hanya dari sudut pemenuhan kebutuhan biologis. Kebutuhan biologis tersebut dipenuhi melalui gaji atau upah yang diberikan, baik uang maupun barang, sebagai imbalan dari prestasi yang telah diberikan. Winslow menyatakan bahwa konsep dasar teori ini adalah orang yang akan bekerja bilamana ia giat, mendapat imbalan materi yang mempunyai kaitan dengan tugas- tugasnya, manajer menentukan bagaimana tugas dikerjakan dengan menggunakan sistem intensif untuk memotivasi para pekerja. Semakin banyak mereka berproduksi, semakin besar penghasilan mereka.

b. Teori Motivasi kerja Abraham Maslow

Maslow mengemukakan teori motivasi kerja yang dinamakan Maslow’s Needs Hierarchy Theory (A Theory of Human Motivation) atau teori motivasi kerja hierarki kebutuhan Maslow. Teori motivasi kerja Maslow ini mengemukakan bahwa teori hierarki kebutuhan mengikuti teori jamak, yakini seseorang berperilaku dan bekerja karena adanya dorongan untuk memenuhi berbagai macam kebutuahan. Maslow berpendapat, kebutuhan yang diinginkan seorang itu berjenjang. Artinya, jika kebutuhan yang pertama telah terpenuhi, kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi, muncul kebutuhan tingkat ketiga, dan seterusnya sampai tingkat kebutuhan kelima.

Jenjang/hierarki kebutuhan menurut Maslow adalah sebagai berikut:

1) Physiological needs (kebutuhan fisik dan biologis). Kebutuhan yang termasuk dalam kebutuhan memepertahankan hidup ini adalah makan, minum, dan sebagainya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan fisik ini merangsang seorang berperilaku dan bekerja dengan giat.

2) Safety and security needs (kebutuhan keselamatan dan keamanan). Kebutuhan tingkat kedua menurut Maslow adalah kebutuhan keselamatan.

(8)

3) Affiliation or acceptance needs (kebutuhan sosial). Kebutuhan sosial dibutuhkan karena merupakan alat untuk berinteraksi sosial, serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja, dan masyarakat di lingkungannya. Pada dasarnya, manusia normal tidak akan mau hidup menyendiri di tempat terpencil melainkan membutuhkan hidup berkelompok.

4) Esteem or status needs (kebutuhan akan penghargaan), yaitu kebutuhan akan penghargaan dari karyawan dan masyarakat lingkungannya. Idealnya, prestise ini timbul karena adanya prestasi. Namun, tidak selamanya demikian. Perlu juga diperhatikan oleh pimpinan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam suatu organisasi, semakin tinggi pula prestasinya. Prestasi dan status dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai simbol status.

5) Self actualization (aktualisasi diri). Kebutuhan aktualisasi adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan/luar biasa. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan sepenuhnya dapat berbeda satu dengan yang lainnya.

c. Teori Motivasi kerja Frederick Herzberg

Frederick Herzberg mengemukakan teori motivasi kerja dua faktor atau Herzberg’s Two Factors Motivation Theory atau sering juga disebut teori motivasi kerja kesehatan (faktor higienis). Menurut Frederick Herzberg, orang menginginkan dua macam faktor kebutuhan, yaitu:

1) Kebutuhan akan kesehatan atau pemeliharaan (maintenance factor). Faktor pemeliharaan berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman kesehatan badaniah.

2) Faktor pemeliharaan menyangkut kebutuhan psikologis seseorang. Kebutuhan ini meliputi serangkaian kondisi instrinsik, kepuasan kerja pekerjaan (Job Content), yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakan tingkat motivasi kerja yang kuat dan dapat menghasilkan pekerjaan dengan baik.

(9)

d. Teori Motivasi kerja Prestasi dari Mc.Celland

Mc Clelland mengemukakan teorinya, yaitu Mc. Clelland Achievement Motivation Theory atau teori motivasi kerja prestasi Mc.Clelland. Mc.Clelland berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi ini dilepaskan dan digunakan, sangat tergantung pada kekuatan dorongan motivasi kerja seseorang dan di situasi serta peluang yang tersedia, berdasarkan beberapa teori motivasi kerja tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak cukup memenuhi kebutuhan makan dan minum pakaian saja. Orang juga mengharapkan pemuasan kebutuhan biologis dan psikologis. Semakin tinggi status seseorang dalam perusahaan, motivasi kerja mereka dalam pemenuhan kebutuhan jasmani semakin tinggi, semakin ada kesempatan untuk memperoleh kepuasan kerja material dan non material dari hasil kerjanya, semakin bergairah seseorang untuk bekerja dengan mengerahkan kemampuan yang dimiliki.

2.2.3 Dimensi Motivasi kerja

Dimensi Motivasi kerja menurut Kinlaw (2011): a. Match

Karyawan memiliki suatu tugas yang sejalan dengan minat dan kebutuhan-kebutuhannya, maka karyawan akan lebih semangat dan terdorong untuk menyelesaikan pekerjaanya dan mencapai tujuan yang diinginkan.

b. Return

Karyawan menimbang dan menilai ganjaran ekstrinsik yang akan diperoleh seperti upah, gaji, keselamatan dan lain-lain. Kemudian gajinya dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan selama menyelesaikan tugas, kemungkinan sakit, kejenuhan yang mungkin timbul serta seberapa besar usaha untuk menyelesaikan tugas tersebut. Jika karyawan menilai bahwa keuntungan yang diperoleh dalam menyelesaikan tugas masih lebih banyak dari apa yang ia keluarkan maka ia terdorong melakukan tugas tersebut.

c. Expectation

Karyawan mempertimbangkan sejauh mana lingkungan kerja dalam mempermudahnya dalam menyelesaikan tugas, individu akan melakukan pertimbangan faktor apa saja yang akan memperlancar dan menghambat mereka dalam menyelesaikan tugas.

(10)

2.3 Pengertian Kepuasan Kerja

Ada beberapa pengertian tentang kepuasan kerja. Berikut pengertian-pengertian kepuasan kerja. Berikut pengertian-pengertian kepuasan kerja menurut beberapa pakar:

Devie (2014) Kepuasan kerja didefinisikan sebagai semua perasaan yang dimiliki seorang individu terhadap pekerjaannya. Davis dan Newstrom (1998) dalam Sinambela (2012) menyebutkan bahwa kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan karyawan tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka. Ada perbedaan yang penting antara perasaan ini dengan dua unsur lainnya dari sikap karyawan. Kepuasan kerja adalah perasaan senang atau tidak senang yang relatif berbeda dari pemikiran obyektif dan keinginan perilaku.

Kepuasan kerja menurut Maryoto (2000) dalam Hartatik (2014) pada dasarnya merupakan salah satu aspek psikologis yang mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, ia akan mereka puas dengan adanya kesesuaian antara kemampuan, keterampilan, dan harapannya dengan pekerjaan yang ia hadapi. Sebenarnya, kepuasan kerja merupakan suatu keadaan yang bersifat subjektif, didasarkan pada hasil keadaan yang bersifat subjektif, didasarkan pada hasil kesimpulan suatu perbandingan mengenai apa yang diterima karyawan dari pekerjaannya dengan yang diharapkan, diinginkan, dan dipikirkannya. Sementara itu, setiap karyawan secara subjektif menentukan bagaimana pekerjaan itu memuaskan.

George dan Jones (2007) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan sekumpulan perasaan, keyakinan, dan pikiran tentang bagaimana respon seseorang terhadap pekerjaannya. Roe dan Byars (2008) mengatakan bahwa kepuasan kerja yang tinggi akan mendorong terwujudnya tujuan organisasi secara efektif. Sementara tingkat kepuasan kerja yang rendah merupakan ancaman yang akan membawa kehancuran atau kemunduran bagi organisasi, secara cepat maupun perlahan.

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan sekumpulan perasaan karyawan terhadap pekerjaannya, apakah senang/suka atau tidak senang/tidak suka sebagai hasil interaksi karyawan dengan lingkungan pekerjaannya atau sebagai persepsi sikap mental, juga sebagai hasil penilaian karyawan terhadap pekerjaannya. Perasaan karyawan terhadap pekerjaan mencerminkan sikap dan perilakunya dalam bekerja. Apabila karyawan bergabung dalam suatu organisasi, ia membawa serta seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat, dan pengalaman masa lalu yang menyatu

(11)

membentuk harapan kerja. Kepuasan kerja menunjukan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan pekerjaan, jadi kepuasan kerja juga berkaitan erat dengan teori keadilan, perjanjian psikologis dan motivasi kerja.

2.3.1 Teori Kepuasan Kerja

Menurut Sinambela (2012) Banyak teori yang membahas kepuasan kerja dalam berbagai kepustakaan, diantaranya adalah:

a. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory)

Mendeskripsikan bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda, yaitu motivators dan hygiene factors. Umumnya karyawan mengharapkan bahwa faktor tertentu akan memberikan kepuasan kerja apabila tersedia dan dapat menimbulkan ketidakpuasan apabila tidak tersedia. Teori ini menghubungkan kondisi di sekitar pekerjaan dilaksanakan seperti kondisi kerja, pengupahan, keamanan, kualitas pengawasan, dan hubungan dengan orang lain, dan bukannya dengan pekerjaan itu sendiri.

b. Teori Nilai (Value Theory)

Konsep ini terjadi pada tingkatan dimana hasil pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, makan akan semakin puas, dan sebaliknya. Fokusnya pada hasil manapun yang menilai orang tanpa memperhatikan siapa mereka. Teori nilai ini memfokuskan diri pada hasil manapun yang menilai orang tanpa memperhatikan siapa mereka. Kunci menuju kepuasan kerja dalam pendekatan ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dan diinginkan seseorang. Dalam hal ini, semakin besar perbedaan, semakin rendah pula kepuasan kerja orang.

Implikasi teori ini pada aspek pekerjaan yang perlu diubah untuk mendapatkan kepuasan kerja. Teori ini lebih menekankan bahwa kepuasan kerja dapat diperoleh dari banyak faktor, yaitu dengan cara efektif untuk memuaskan pekerja dengan menemukan apa yang mereka inginkan dan apabila mungkin memberikannya.

c. Teori keseimbangan (Equity Theory)

Teori ini dikemukakan oleh Adam yang intinya berpendapat bahwa dalam organisasi harus ada keseimbangan. Adapun komponen dari teori ini adalah input, outcome, comparison person, equity in equity. Wexley dan Yukl (1977) dalam Sinambela (2012) mengemukakan bahwa “input is anything of value that an employee perceive that he contributed to his job”.

(12)

Input adalah semua nilai yang diterima karyawan yang dapat menunjang pelaksanaan kerja, misalnya pendidikan, pengalaman, keahlian, usaha dan lain-lain. Adapun outcome is anything of value the employee perceives he obtains from the job, dengan kata lain outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan karyawan, misalnya, upah, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan kembali. Sedangkan comparison person may be some one in the same organization, someone in a different organization, or even the person himself in a previous job (comparison person adalah seorang karyawan dalam organisasi yang sama, seseorang karyawan dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya). Menurut teori ini puas atau tidaknya karyawan merupakan hasil dari perbandingan yang mereka lakukan antara input – outcome dirinya dengan perbandingan input – outcome karyawan lain. Jadi, apabila perbandingan tersebut dirasakan seimbang maka karyawan tersebut akan merasa puas. Sebaliknya, jika pada kenyataannya tidak seimbang maka dapat menyebabkan ketidakpuasan.

d. Teori Perbedaan (Discrepancy Theory)

Teori ini dikemukakan oleh Porter, yang intinya berpendapat bahwa mengukur kepuasan kerja dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan oleh karyawan Locke (1969) dalam Sinambela (2012) mengemukakan bahwa kepuasan kerja kerja karyawan bergantung pada perbedaan antara apa yang didapat dengan apa yang diharapkan oleh karyawan. Apabila yang didapat karyawan lebih besar daripada apa yang diharapkan maka mereka akan puas, tetapi sebaliknya jika yang diperoleh karyawan justru lebih rendah daripada yang diharapkan maka akan menyebabkan ketidakpuasan.

e. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)

Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan karyawan. Karyawan akan merasa puas jika mereka mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Semakin besar kebutuhan karyawan terpenuhi, maka semakin puas pula karyawan tersebut.

f. Teori Pandangan kelompok (Social Reference Group Theory)

Menurut teori ini kepuasan kerja kerja karyawan bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, akan tetapi sangat bergantung pada pendapat kelompok yang oleh para karyawan dianggap sebagai kelompok rujukan. Kelompok rujukan tersebut oleh karyawan dijadikan tolak ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, para karyawan akan

(13)

merasa puas jika hasil kerja sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok rujukan.

g. Teori Dua Faktor (Frederick Herzberg)

Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg ia menggunakan teori Abraham Maslow sebagai acuannya. Menurut teori ini kepuasan kerja kerja karyawan bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, akan tetapi sangat bergantung pada pendapat kelompok yang oleh kepuasan kerja kerja dan ketidakpuasan kerja adalah dimensi yang terpisah berdasarkan Teori Herzeberg, oleh sebab itu karyawan dalam pekerjaannya dapat masuk ke dalam berbagai kombinasi hasil yang positif yang akan membayangi kepuasan kerja yang tinggi atau ketidakpuasan yang rendah. Kepuasan kerja seseorang berhubungan timbal balik dengan kepuasan kerja hidup (Sinambela, 2005;20), dimana kepuasan kerja diperoleh dari faktor kerja, sedangkan kepuasan kerja hidup diperoleh dari faktor non kerja misalnya penghargaan diri, kepuasan kerja keluarga, kedua kepuasan kerja tersebut akan mempengaruhi kepuasan kerja hidup, yang terlihat dari kesehatan fisik, kesehatan rohani dan lain-lain. Schermerhorn (1896;216) dalam Sinambela (2012), menjelaskan bahwa sumber kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja adalah seperti terlihat dalam table berikut.

Tabel 2.1 Sumber Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja No Faktor Yang Cenderung

Menyebabkan Ketidakpuasan

Faktor yang Cenderung Menyebabkan Kepuasan kerja

1 Kebijakan dan administrasi perusahaan

Prestasi

2 Supervise Pengakuan

3 Berhubungan dengan supervisor Bekerja Sendiri 4 Kondisi kerja, upah Tanggung jawab 5 Hubungan dengan kelompok

sebaya, dan bawahan

Kemajuan

6 Status, keamanan Pertumbuhan

Sumber: John R.Schermerhorn, Management For Producticity. (Canada: Riley&Sons, inc, 1869), h.216, dalam Sinambela (2012).

(14)

2.3.2 Dimensi Kepuasan Kerja

Terdapat banyak variabel yang menyebabkan puas tidaknya seseorang dalam pekerjaannya. Menurut Kreitner dan Kinikici (2001:225) dalam Sinambela (2012) terdapat lima penyebab kepuasan kerja yaitu:

a. Pay: Sistem pembayaran yang diyakini adil dan sesuai dengan harapan dan standard dari setiap individu yang bekerja.

b. Promotion: Peluang pergeseran seorang karyawan sampai tingkat hirarki tertentu dalam sebuah organisasi.

c. Supervision: Bentuk gaya kepemimpinan dari pimpinan yang dapat di contoh. d. Co-workers: Rekan yang mendukung dalam bekerja.

e. Work itself: Sifat dari pekerjaan individu, apakah pekerjaan tersebut memberi tantangan sehingga membutuhkan kemampuan dan keahlian dari setiap individu.

2.4 Pengertian Disiplin Kerja

Singodimejo (2002) dalam Sutrisno (2014) Mengatakan disiplin kerja adalah sikap kesediaan dan kerelaan seorang untuk mematuhi dan menaati norma-norma peraturan yang berlaku di sekitarnya.

Soediono (1995) dalam Sutrisno (2014) mengartikan disiplin kerja sebagai suatu kekuatan yang berkembang di dalam tubuh karyawan dan menyebabkan karyawan dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada keputusan, peraturan, dan nilai-nilai tinggi dari pekerjaan dan perilaku. Suatu keadaan tertentu dimana orang-orang yang tergabung dalam organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang ada dengan rasa senang hati, Hartatik (2014).

Dalam arti sempit disiplin kerja berarti tindakan yang diambil dengan penyediaan untuk mengoreksi perilaku dan sikap yang salah pada sementara karyawan, siagian (2002) dalam Sutrisno (2014).

Bentuk disiplin kerja yang baik akan tercermin pada suasana, yaitu:

a. Tingginya rasa kepeduliaan karyawan terhadap pencapaian tujuan organisasi

b. Tingginya semangat dan gairah kerja dan inisiatif para karyawan dalam melakukan pekerjaaannya

c. Besarnya rasa tanggung jawab para karyawan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya

(15)

d. Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solidaritas yang tinggi di kalangan karyawan. e. Meningkatnya efisiensi dan produktivitas kerja pada karyawan.

Nawawi (1998) dalam Hartatik (2014) yang menyatakan bahwa disiplin kerja adalah usaha mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan yang telah disetujui bersama dalam melaksanakan kegiatan agar pembinaan hukuman pada seseorang atau kelompok dapat dihindari. Adapun Hasibuan (2003) dalam Hartatik (2014) menyatakan bahwa disiplin kerja adalah kesadaran dan kesediaan seseorang dalam menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma yang berlaku. Riva’i (2004) dalam Hartatik (2014) menyebutkan bahwa disiplin kerja adalah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan serta norma-norma sosial yang berlaku.

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah suatu alat atau sarana bagi organisasi untuk mempertahankan eksistensinya. Dengan disiplin kerja yang tinggi, para karyawan akan menaati semua peraturan yang ada, sehingga pelaksanaan pekerjaan dapat sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.

2.4.1 Fungsi Disiplin kerja Kerja

Tu’u (2004) dalam Hartatik (2014) yang mengemukakan beberapa fungsi disiplin kerja, yaitu menata kehidupan bersama, membangun kepribadian, melatih kepribadian, hukuman, dan menciptakan lingkungan kondusif.

a. Menata Kehidupan Bersama

Disiplin kerja berfungsi mengatur kehidupan bersama, dalam suatu kelompok tertentu atau masyarakat. Dengan begitu, hubungan yang terjalin antara individu satu dengan lainnya menajdi lebih baik dan lancar.

b. Membangun Kepribadian

Disiplin kerja juga dapat membangun kepribadian seorang karyawan. Lingkungan yang memiliki disiplin kerja tinggi sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang. Lingkungan organisai yang memiliki keadaan yang tenang, tertib, dan tentram, sangat berperan dalam membangun kepribadian yang baik.

c. Melatih Kepribadian

Disiplin kerja merupakan ssarana untuk melatih kepribadian karyawan agar senantiasa menunjukan kinerja yang baik. Sikap, perilaku, dan pola kehidupan yang baik dan

(16)

berdisiplin kerja terbentuk melalui satu proses yang panjang. Salah satu proses untuk membentuk kepribadian tersebut dilakukan melaui latihan. Latihan dilaksanakan bersama antar karyawan, pimpinan, dan seluruh personel yang ada di dalam organisasi tersebut. Pada awalnya, mungkin disiplin kerja dapat dilakukan dengan pemaksaan. Karena adanya pembiasaan dan proses latihan yang terus-menerus, maka selanjutnya disiplin kerja akan dilakukan atas kesadaran sendiri dan dirasakan sebagai kebutuhan dan kebiasaan. Disiplin kerja bukan hanya soal mengikuti dan menaati peraturan melainkan sudah meningkat menjadi disiplin kerja berpikir yang mengatur dan mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya.

d. Hukuman

Disiplin yang disertai ancaman sanksi atau hukuman sangat penting. Karena dapat memberikan dorongan kekuatan untuk menaati dan mematuhinya. Tanpa ancaman hukuman, dorongan ketaatan dan kepatuhan dapat menjadi lemah, serta motivasi kerja untuk mengikuti aturan yang berlaku menjadi berkurang.

e. Menciptakan Lingkungan Kondusif

Fungsi disiplin kerja adalah membentuk sikap, perilaku, dan tata kehidupan berdisiplin kerja di dalam lingkungan di tempat seseorang itu berada, termasuk lingkungan kerja, sehingga tercipta suasana tertib dan teratur dalam pelaksanaan pekerjaan.

2.4.2 Jenis-jenis Disiplin kerja Kerja

Jenis-jenis disiplin kerja kerja menurut Hartatik (2014) adalah: a. Disiplin kerja Diri

Sikap disiplin kerja dikembangkan atau dikontrol oleh diri sendiri. Hal ini merupakan manifestasi atau aktualisasi dari tanggung jawab pribadi yang berarti mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada di luar dirinya. Melalui disiplin kerja diri, karyawan merasa bertanggung jawab dan dapat mengatur dirinya sendiri untuk kepentingan organisasi. Penanaman nila-nilai disiplin kerja dapat berkembang apabila didukung oleh situasi lingkungan yang kondusif, yaitu situasi yang diwarnai perlakuan konsisten dari karyawan dan pimpinan.

b. Disiplin kerja Kelompok

Kegiatan organisasi bukanlah kegiatan yang bersifat individu, sehingga selain disiplin kerja diri masih diperlukan disiplin kerja kelompok. Dengan demikian, dapat dikatakan

(17)

bahwa disiplin kerja kelompok adalah patut, taat, dan tunduknya kelompok terhadap peraturan, perintah, dan ketentuan yang berlaku serta mampu mengendalikan diri dari dorongan kepentingan dalam upaya pencapaian cita-cita dan tujuan tertentu, serta memelihara stabilitas organisasi dan menjalankan standar-standar organisasional. Displin kelompok akan tercapai jika disiplin kerja telah tumbuh dalam diri karyawan. Artinya, suatu kelompok akan menghasilkan pekerjaan yang optimal jika masing-masing anggota kelompok tersebut memberikan andil bagi pengembangan disiplin kerja diri.

c. Disiplin kerja Preventif

Disiplin kerja preventif adalah disiplin kerja yang ditujukan untuk mendorong karyawan agar berdisiplin kerja dengan menaati dan mengikuti berbagai standar serta peraturan yang telah ditetapkan. Menurut T. Hani Handoko dalam Hartatik (2014), disiplin kerja preventif adalah kegiatan yang dilakukan untuk mendorong karyawan agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah.

d. Disiplin kerja Korektif

Displin ini dimaksudkan untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan yang berlaku dan memperbaikinya untuk masa yang akan datang. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Mangkunegara (2005), bahwa disiplin kerja korektif adalah upaya untuk menggerakan karyawan dalam menyatukan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mematuhi peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku dalam perusahaan.

e. Disiplin kerja Progresif

Disiplin kerja progresif merupakan pemberian hukuman yang lebih berat terhadap pelanggaran yang berulang. Tujuannya adalah memberi kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan korektif sebelum dilakukan hukuman-hukuman yang lebih serius. Dilakukan disiplin kerja progresif ini memungkinkan manajemen untuk membantu karyawan dalam memperbaiki kesalahan.

2.4.3 Dimensi Disiplin Kerja

Menurut Fathoni (2006) dimensi yang mempengaruhi tingkat kedisiplin kerjaan karyawan suatu organisasi, diantaranya sebagai berikut:

(18)

a. Tujuan dan Kemampuan

Tujuan dan kemampuan karyawan dalam memahami peraturan yang berlaku dalam organisasi sangat berpengaruh pada tingkat kedisiplinan kerja karyawan. Kurang pengetahuan tentang peraturan, prosedur, dan kebijakan yang ada, menjadi penyebab terbanyak tindakan indisiplin kerja.

b. Keteladanan Pimpinan

Seorang pemimpin harus dapat memberikan contoh pada karyawan dan menjadi role model /panutan bagi bawaahannya. Apabila pimpinan tidak bisa menjadi contoh yang baik bagi bawahan maka setiap aturan dan kebijakan yang dibuat tidak akan dilaksanakan oleh staf secara maksimal.

c. Keadilan

Aturan-aturan yang dibuat harus diberlakukan untuk semua karyawan tanpa memandang kedudukan. Bila ada yang melanggar maka harus dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

d. Pengawasan Melekat

Pengawasan melekat (waskat) ialah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan kerja karyawan di organisasi. Sebab, dengan pengawasan melekat ini, berarti pemimpin harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya.

e. Sanksi Hukuman

Sanksi indisiplin kerja dilakukan untuk mengarahkan dan memperbaiki perilaku karyawan, bukan untuk menyakiti. Tindakan indisiplin kerja hanya dilakukan pada karyawan yang tidak dapat mendisiplin kerjakan diri, menentang/tidak dapat mematuhi peraturan/prosedur organisasi. Melemahnya disiplin kerja akan mempengaruhi moral karyawan.

f. Ketegasan

Ketegasan seorang pimpinan dalam memberikan sanksi terhadap karyawan yang melakukan pelanggaran difokuskan untuk mengoreksi penampilan kerja agar pertauran kerja dapat diberlakukan secara konsisten.

(19)

g. Hubungan Kemanusiaan

Disiplin kerja bermanfaat mendidik karyawan untuk mematuhi dan menyenangi peraturan, prosedur, maupun kebijakan yang ada, sehingga dapat meningkatkan kinerja yang baik.

2.5 Pengertian Kinerja

Mathis dan Jackson (2001) dalam Priansa (2014) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan dalam mengemban pekerjaannya. Rivai dan Sagala (2009) menyatakan bahwa kinerja adalah perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam organisasi.

Rivai dan Basri (2005:14) kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang atau keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.

Menurut Sagala (2011) Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi kerja dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kinerja merupakan perilaku yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang penting dalam upaya organisasi untuk mencapai tujuan. Untuk mengetahui kinerja organisasi perlu dilakukan pengukuran. Adapun inikator kinerja organisasi antara lain efektivitas dan efisiensi (Kast, Rosensweig, 1974:174) dalam Sinambela (2012). Dalam organisasi yang efektif, manajemen selalu menciptakan sinergi yang positif, yang menghasilkan suatu keseluruhan menjadi lebih besar dari jumlah seluruh komponen bagiannya (Gibson, Ivancevich dan Donnelly, 1985:19) dalam Sinambela (2012).

Sinambela, dkk (2011;136), mengemukakan bahwa kinerja karyawan didefinisikan sebagai kemampuan karyawan dalam melakukan sesuatu keahlian tertentu. Kinerja karyawan sangat perlu, sebab dengan kinerja ini akan diketahui seberapa jauh kemampuan karyawan dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Untuk itu diperlukan penentuan

(20)

kriteria yang jelas dan terukur serta ditetapkan secara bersama-sama yang dijadikan sebagai acuan.

Dari beberapa pengertian diatas dapat diartikan kinerja merupakan pelaksanaan suatu pekerjaan dan penyempurnaan pekerjaan tersebut sesuai dengan tanggung jawabnya sehingga dapat mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan., menunjukan bahwa kinerja lebih ditekankan pada proses, dimana selama pelaksanaan pekerjaan tersebut dilakukan penyempurnaan sehingga pencapaian hasil pekerjaan atau kinerja dapat dioptimalkan. Kinerja akan tercipta jika karyawan dapat melaksanakan tanggung jawab dengan baik.

2.5.1 Penilaian Kinerja

Sagala (2009) menyatakan bahwa penilaian kinerja mengacu pada suatu sistem formal dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai, dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku, dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran.

Mathis dan Jackson (2001) dalam Priansa (2014) menyatakan bahwa penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan. Sikula (2001) dalam Priansa (2014) menyatakan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu proses mengestimasi atau menetapkan nilai, penampilan, kualitas, atau status dari beberapa objek, orang atau benda.

Yoder (1981) dalam Priansa (2014) menyatakan bahwa penilaian kinerja merupakan prosedur formal yang dilakukan di dalam organisasi untuk mengevaluasi karyawan dan kontribusi/sumbangan serta kepentingan bagi masyarakat.

2.5.2 Tujuan Penilaian Kinerja

Werther dan Davis (2008) menyatakan bahwa beberapa tujuan dari pelaksanaan penelitian kinerja terhadap karyawan yang dilakukan oleh organisasi adalah:

a. Peningkatan Kinerja (Performance Improvement)

Hasil penilaian kinerja memungkinkan manajer dan karyawan untuk mengambil tindakan yang berhubungan dengan peningkatan kinerja.

b. Penyesuaian Kompensasi (Compensation Adjustment)

Hasil penilaian kinerja membantu para pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya.

(21)

c. Keputusan Penempatan (Placement Decision)

Hasil penilaian kinerja memberikan masukan tentang promosi, transfer, dan demosi bagi karyawan.

d. Kebutuhan Pengembangan dan Pelatihan (Training and Development Needs)

Hasil penilaian kinerja membantu untuk mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi karyawan agar kinerja mereka lebih optimal

e. Perencanaan dan Pengembangan Karir (Career Planning and Development)

Hasil penilain kinerja memandu untuk menentukan jenis karir dan potensi karir yang dapat dicapai.

f. Prosedur Perekrutan (Process Deficiencies).

Hasil penilaian kinerja membantu prosedur perekrutan karyawan yang berlaku di dalam organisasi.

g. Kesalahan Desain Pekerjaan dan Ketidakakuratan Informasi (Informational Inaccuaracies and Job-Design Errors).

Hasil penilaian kinerja membantu dalam menjelaskan apa saja kesalahan yang telah terjadi dalam manajemen SDM terutama di bidang informasi kekaryawanan, desain jabatan, serta informasi SDM lainnya.

h. Kesempatan yang Sama (Equal Employment Opportunity)

Hasil penilaian kinerja menunjukan bahwa keputusan penempatan tidak dskriminatif karena setiap karyawan memiliki kesempatan yang sama.

i. Tantangan Eksternal (Eksternal Challenges)

Hasil penilaian kinerja data menggambarkan sejauh mana faktor eksternal seperti keluarga, keuangan pribadi, kesehatan, dan lain-lainnya mempengaruhi karyawan dalam mengemban tugas dan pekerjaannya

j. Umpan Balik (Feedback)

Hasil penilaian kinerja memberikan umpan balik bagi kepentigan kekaryawanan terutama Departement SDM serta terkait dengan kepentingan karyawan itu sendiri.

(22)

Tabel 2.2 Penilaian Kinerja Tujuan Penilaian Kinerja Penilaian Kinerja Penyesuain Kompensasi Keputusan Penempatan

Kebutuhan Pengembangan dan Pelatihan Perencanaan dan Pengembangan Karir Prosedur Perekrutan

Kesalahan Desain Pekerjaan dan Ketidakakuratan Informasi

Kesempatan yang Sama Tantangan Eksternal Umpan Balik

Sumber: Penilaian Kinerja (Priansa, 2014)

2.5.3 Dimensi Kinerja

Mondy, Noe, Premeaux (1999) dalam Priansa (2014) menyatakan bahwa pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan dimensi:

a. Kuantitas Pekerjaan (Quantity of work)

Kuantitas pekerjaan berhubungan dengan volume pekerjaan dan produktivitas kerja yang dihasilkan oleh karyawan dalam kurun waktu tertentu

b. Kualitas Pekerjaan (Quality of work)

Kualitas pekerjaan berhubungan dengan pertimbangan ketelitian, presisi, kerapian, dan kelengkapan di dalam menangani tugas-tugas yang ada di dalam organisasi.

c. Kemandirian (Dependability)

Kemandirian berkenaan dengan pertimbangan derajat kemampuan karyawan untuk bekerja dan mengemban tugas secara mandiri dengan meminimalisir bantuan orang lain. Kemandirian juga menggambarkan kedalaman komitmen yang dimiliki oleh karyawan.

d. Inisiatif (Initiative)

Inisiatif berkenan dengan pertimbangkan kemandirian, fleksibilitas berfikir, dan kesediaan untuk menerima tanggung jawab.

(23)

e. Adaptabilitas (Adaptability)

Adaptabilitas berkenan dengan kemampuan untuk beradaptasi. f. Kerjasama (Cooperation)

Kerjasama berkaitan dengan pertimbangan kemampuan untuk bekerjasama. 2.6 Kerangka pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Sumber:Penulis (2015)

Pengaruh antara motivasi kerja, kepuasan kerja dan disiplin kerja dalam diri terhadap kinerja Guru. Kerangka pemikiran teoritis diatas menyajikan suatu pengembangan pengaruh dari model variabel motivasi kerja, kepuasan kerja dan disiplin kerja yang berdampak pada variabel kinerja guru.

A. Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja.

Motivasi kerja yaitu suatu kekuatan psikologis didalam diri seseorang yang menentukan arah perilaku seseorang didalam organisasi tingkat usaha dan kegigihan dalam menghadapi rintangan. ( George dan Jones 2005, p175).

Motivasi Kerja (X1)

Kepuasan Kerja (X2)

Disiplin Kerja (X3)

(24)

Dari kesimpulan diatas motivasi kerja dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah suatu arahan, dorongan, kegigihan karyawan dalam menghadapi rintangan pekerjaan yang ada. Namun pemimpin juga harus cerdik dalam memberikan motivasi kerja yang cocok dan sesuai kepada karyawan, karena dengan motivasi kerja yang diberikan oleh pemimpin kepada karyawan akan berhubungan dengan tingkat kinerja kerja karyawan tersebut. Jika motivasi kerja yang diberikan tidak tepat maka akan menimbulkan dampak atau mempengaruhi kinerja. Dengan begitu karyawan akan tidak semangat dan tidak terdorong untuk selalu gigih dalam bekerja.

B. Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja

Menurut Sinambela (2012) Kepuasan kerja karyawan adalah sutau fenomena yang perlu dicermati oleh pimpinan organiasai. Kepuasan kerja karyawan berhubungan erat dengan kinerja karyawan. Seseorang yang puas dalam pekerjaannya akan memiliki motivasi kerja, komitmen pada organisasi dan partisipasi kerja yang tinggi, yang pada akhirnya akan terus memperbaiki kinerja mereka. Demikian juga sebaliknya kinerja yang tinggi akan memperngaruhi kepuasan kerjanya. Kepuasan kerja akan berhubungan dengan keterkaitan karyawan pada organisasinya. Jika kepuasan kerja tidak terjaga besar kemungkinan berakibat pada tingginya keluar masuk (turnover) karyawan dari organisasi. Selain itu. Ketidakpuasan kerja karyawan dapat di identifikasi dari rendahnya kinerja karyawan, tingginya kemangkiran dalam pekerjaan, dan rendahnya komitmen pada organisasi.

C. Pengaruh Disiplin Kerja terhadap Kinerja

Menurut Sinambela (2012) mengatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel kinerja dengan disiplin kerja. Variabel disiplin kerja yang mempengaruhi kinerja, dalam artian semakin tinggi disiplin kerja seseorang maka akan semakin tinggi juga kinerja orang tersebut. Disadari bahwa sangat banyak variable yang berhubungan signifikan dengan kinerja, akan tetapi patut diduga bahwa salah satu penyumbang utama kinerja adalah disiplin kerja

(25)

2.7 Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk t-1: Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Guru SMK Bina Insani Mandiri.

Ho : Tidak ada pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Guru SMK Bina Insan Mandiri.

Ha : Ada pengaruh Motivasi Kerja terhadap kinerja Guru SMK Bina Insan Mandiri.

2. Untuk t-2 : Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Guru SMK Bina Insan Mandiri.

Ho : Tidak ada pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Guru SMK Bina Insan Mandiri.

Ha : Ada pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Guru SMK Bina Insan Mandiri.

3. Untuk t-3: Pengaruh Disiplin Kerja terhadap Kinerja Guru

Ho : Tidak ada pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja Guru SMK Bina Insan Mandiri.

Ha : Ada pengaruh Disiplin kerja terhadap Kinerja Guru SMK Bina Insan Mandiri.

4. Untuk t-4: Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, dan Disiplin Kerja terhadap terhadap Kinerja Guru SMK Bina Insan Mandiri.

Ho : Tidak ada pengaruh antara Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, dan Disiplin Kerja terhadap terhadap kinerja Guru SMK Bina Insan Mandiri.

Ha : Ada pengaruh antara Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, dan Disiplin Kerja terhadap kinerja Guru SMK Bina Insan Mandiri.

2.8 Penelitian Terdahulu

Berikut ini adalah hasil penelitian-penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis:

(26)

Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu

N o

Nama

Peneliti Judul Penelitian Keterangan 1 PhD. Dung Nguyen Van Nghe An College Vietnam. (2013) Effects of Motivation and Job satisfaction on Employees’ Performance at Petrovietnam Nghe an Construction Joints Stock Corporation (PVNC)

Penelitian ini dilakukan untuk memotivasi kerja karyawan dan menciptakan kepuasan kerja kerja yang tinggi di antara staf mereka. Membuat program dan kebijakan yang mengembangkan kepuasan kerja dan melayani untuk memotivasi kerja karyawan. Tujuan dari program motivasi kerja untuk memotivasi kerja karyawan organisasi untuk memungkinkan mereka bekerja secara efektif. Namun, memotivasi kerja karyawan bukan hal yang mudah karena untuk memotivasi kerja karyawan berbeda cara pemberian motivasi setiap orang. Penelitian ini dimaksudkan untuk membangun satu set factor yang dapat memotivasi kerja karyawan PVNC dan untuk menetapkan implikasi kebijakan dari faktor-faktor ini untuk mengelolah staf dari PVNC. Ditemukan bahwa Pay dan Promosi adalah faktor motivasi kerja yang paling penting diikuti oleh PNVC. Penelitian ini mengungkapkan bahwa dua faktor ini bukan satu-satunya faktor yang diperlukan untuk memotivasi kerja karyawan PVNC. Faktor-faktor lain, termasuk karya menarik dan Promosi dan pertumbuhan di organisasi, sama-sama penting, tergantung pada jenis teori motivasi kerja yang diadopsi. Penelitian ini akhirnya

(27)

menekankan menghindari kesenjangan di bayar / reward antara staf dengan nilai yang sama sebagai strategi untuk memotivasi kerja dan mempertahankan staf yang berkualitas tinggi di PVNC. Penelitian ini kemudian menimbulkan benang merah yang memperingatkan manajemen harus ekstra hati-hati dalam usaha mereka untuk memotivasi kerja staf PVNC yang efektif. 2 Umar Nimran, Kertahadi, Armanu Thoyib (2013) The Effects of Human Resource Competence, Organisational Commitment and Transactional Leadership on Work Discipline, Job Satisfaction and Employee’sPerfor mance

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menjelaskan efek sumber daya manusia (SDM) kompetensi, organisasi komitmen (OC), kepemimpinan transaksional pada karyawan "disiplin kerja dan kinerja”. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa perubahan lingkungan yang cepat terbukti dengan kemajuan informasi, mengubah preferensi pasar, demografi dan fluktuasi ekonomi telah memicu organisasi responsif agar dapat bersaing secara global. Organisasi harus menyesuaikan struktur dan orientasi strategis melalui merger dan akuisisi, perubahan budaya, atau perubahan berbasis teknologi informasi proses sebagai konsekuensi dari perubahan pola dari kedua; lingkungan internal dan eksternal. Penggunaan sampling diperuntukan untuk memperoleh sampel yang terdiri dari 232 sampel dari 58 perusahaan sebagai kerangka sampling. Jalan dan faktor analisis yang digunakan sebagai sarana pengujian hipotesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa disiplin kerja secara signifikan dipengaruhi oleh HR kompetensi dan

(28)

OC. Selanjutnya, ia juga menemukan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara OC, kepemimpinan transaksional dan karyawan "disiplin kerja dengan kinerja karyawan”. 3 Dr Victor Obule Ebuara dan Dr. Maurice Ayodele Coker (2012) Influence of Staff Discipline and Attitude to Work On Job Satisfaction Lecturers in Tertiary Institutions in Cross River State

Penelitian ini mengkaji pengaruh disiplin kerja staf dan sikap untuk bekerja pada kepuasan kerja Dosen pada institusi di Cross River State. Empat puluh pernyataan, empat titik liker kuisioner survei digunakan untuk pengumpulan data. Sebanyak 400 dosen (200 laki-laki dan perempuan) dari populasi lebih dari 2.000 dipilih. Empat (4) hipotesis dirumuskan untuk penelitian. Data yang dihasilkan dianalisis menggunakan Analisis Korelasi dan Analisis Varians (ANOVA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosen yang memiliki tinggi, sedang, atau rendah persepsi bagaimana staf adalah disiplin kerja tidak berbeda dalam tingkat kepuasan kerja kerja. Juga, sikap dosen terhadap pengajaran di kelas, 'sikap terhadap tugas mendisiplin kerjakan siswa, sikap dosen terhadap pengawasan instruksi dan sikap dosen terhadap pengelolaan kelas tidak signifikan berhubungan dengan mereka kepuasan kerja kerja. Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan antara kuliah pengakuan dan pekerjaan mereka kepuasan kerja. Berdasarkan temuan, rekomendasi berikut dibuat: untuk memastikan staf yang sesuai disiplin kerja ada kebutuhan untuk lingkungan pengajaran yang memungkinkan untuk dibuat. Dosen harus

(29)

benar-benar dihargai untuk upaya mereka dalam rangka meningkatkan kondisi layanan. Dalam layanan pelatihan untuk semua dosen harus dibuat wajib untuk meningkatkan kepuasan kerja kerja mereka. 4 Ehiane, O. Stanley (2014) Discipline and Academic Performance (A Study of Selected secondary Schools in Lagos, Nigeria)

Penelitian ini dilakukan untuk membangun hubungan antara sekolah disiplin kerja dan prestasi akademik siswa. Penelitian ini menggunakan desain sectional survey penelitian lintas di mana kuisioner merupakan instrumen utama pengumpulan data selain mewawancarai panduan dan dokumen ulasan. Persentase sederhana dan metode statistik Chi-square digunakan untuk menganalisis data. Namun, temuan penelitian jelas menunjukkan bahwa disiplin kerja sekolah yang efektif harus didorong dalam mengontrol siswa sehingga mempengaruhi perilaku siswa kinerja umum akademik. 5 H.Muhamma d Arifin (2015) The Influence of Competence, Motivation, and Organisational Culture to High School Teacher Job Satisfaction and Performance

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kompetensi, motivasi, dan organisasi kompetensi untuk SMA kepuasan kerja guru dan kinerja di Kota Jayapura, Papua, Indonesia. Itu

Penelitian dilakukan pada 117 responden dari 346 guru dengan cara kuisioner. Data dianalisis dengan SEM

Metode analisis dalam program AMOS. Temuan menunjukkan bahwa kompetensi dan budaya organisasi mempengaruhi positif dan tidak signifikan kepuasan kerja guru. Sementara,

(30)

motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan kepuasan kerja guru, tetapi tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap kinerja guru. Kompetensi dan pekerjaan kepuasan berpengaruh positif dan signifikan kinerja guru, sebenarnya budaya organisasi hanya memiliki positif tetapi efek signifikan terhadap kepuasan kerja.

6 Kinlaw (1981) dalam Sembiring (2011), “Upaya meningkatkan motivasi kerja melalui Gaya kepemimpinan dan promosi pegawai”

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan terhadap pelaksanaan promosi pegawa, mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan terhadap motivasi pegawai, untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan promosi pegawai terhadap motivasi pegawai. metode penelitian yang digunakan adalah metodedescriptive survey dan metode explanatory survey, tipe investigasi dalam penelitian ini adalah causalitas dengan unit analisis individu, yaitu para pegawai PT.Telkom Ex-pendidikan D2. Time horizon ini adalah crosssectional,hasil hipotesis variabel gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap variabel promosi pegawai, motivasi pegawai dan pelaksanaan promosi berpengaruh terhadap motivasi pegawai. Dan hasil pembahasan pada umumnya kepemimpinan PT.Telkom cukup baik, kemampuan pimpinan dapat dilihat dari bagaimana pimpinan mengarahkan dalam tindakan atau aktivitas pemimpin yang dapat dilihat dari tanggapan orang-orang yang dipimpinnya.dapat juga dilihat daribagaimana

(31)

dukungan dari seluruh bawahan dalam melaksanakan tugas-tugas pokok organisasi yang pengalaman kerja, tindakan pendidikan formal sebagai harapan cita-cita yang menjangkau masa depan.sedangkan keseluruhan motivasi pegawai cukup baik, terurama respon dan tanggung jawab dalam menangani pekerjaan. kualitas standar kerja yang ditetapkan telah dicapai oleh sebagian besar pegawai. pegawai selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas kerjanya dan bekerja dengan baik walaupun tanpa pengawasan atasan. motivasi dapat juga diukur melalui semangat dan tanggung jawab yang dimiliki pegawai dan dalam hal ini ternyata dinilai sangat baik.

7 Johan Widjaja dan Devie VOL. 2, NO. 2, JULY 2014 ”Pengaruh Job Satisfaction Terhadap Financial Performance Melalui Employee Engagement dan Competitive Advantage Sebagai Intervening Variable Pada Perusahaan Retail Publik di Surabaya”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh langsung yang signifikan dan positif dari job satisfaction terhadap employee engagement, employee engagement terhadap competitive advantage, dan competitive advantage terhadap financial performance, pada perusahaan retail publik di Surabaya. Penelitian ini berbentuk penelitian kuantitatif, dimana data diperoleh melalui penyebaran kuisioner dan menggunakan rasio analisa laporan keuangan kepada perusahaan retail publik di Surabaya. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan software Smart PLS. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan dari job satisfaction terhadap employee engagement, employee engagement terhadap competitive advantage, dan

(32)

competitive advantage terhadap financial performance, pada perusahaan retail publik di Surabaya. Employee engagement dan competitive advantage menjadi variabel perantara antara job satisfaction dengan financial performance.

Gambar

Tabel 2.1 Sumber Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja  No  Faktor Yang Cenderung
Tabel 2.2 Penilaian Kinerja  Tujuan  Penilaian  Kinerja  Penilaian Kinerja  Penyesuain Kompensasi Keputusan Penempatan
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Prav tako lahko potrdimo drugo trditev, da bodo anketirani zaposleni svoje strinjanje s trditvijo glede spodbude pri svojem delu ocenili z več kot 3, saj so jo v povprečju ocenili

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konjungsi koordinatif yang digunakan dalam novel tetralogi Laskar Pelangi menyatakan (1) penjumlahan, yaitu konjungsi dan dan serta; (2)

Berdasarkan perhitungan dengan metode PROMETHEE, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 13.Nilai tertinggi untuk penghematan energi pada sumber air (dengan nilai 0,06)

Dari hasil proses deteksi lokasi plat nomor kendaraan dari jarak 3 meter didapatkan hasil sistem mampu membaca sejumlah 4 mobil dari 6 mobil, atau dengan

2.  Kapasitas fiskal mencerminkan potensi kemampuan daerah mendanai jasa-jasa yang harus disediakan pemerintah.. 3.  Kebutuhan fiskal menunjukkan total

ARN hendaknya dapat mendukung riset untuk pengembangan pangan local (kentang gantung /udara, kacang pedang, bawang Tiwai). Pengembangan pangan local di ARN

Tenaga yang digunakan untuk memutar generator berasal dari energi panas hasil pembakaran bahan bakar dengan udara pada ruang bakar (combustor).. Energi panas dari pembakaran

Dari ketiga kategori penilaian simulasi (korelasi, RMSE dan kesalahan relatif), maka simulasi 1 adalah simulasi terbaik dibandingkan simulasi 2 dan simulasi 3 dengan