• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAN PENERAPAN HIRARC PADA AKTIVITAS DRILLING DAN BLASTING DI PT. TELEN ORBIT PRIMA SITE BUHUT KALIMANTAN TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS DAN PENERAPAN HIRARC PADA AKTIVITAS DRILLING DAN BLASTING DI PT. TELEN ORBIT PRIMA SITE BUHUT KALIMANTAN TENGAH"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

LAPORAN TUGAS AKHIR

ANALISIS DAN PENERAPAN HIRARC PADA AKTIVITAS

DRILLING DAN BLASTING DI PT. TELEN ORBIT PRIMA

SITE BUHUT KALIMANTAN TENGAH

Mateus Puput Eko Septiawan R.0009062

PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta

(2)
(3)

commit to user iv

ABSTRAK

ANALISIS DAN PENERAPAN HIRARC PADA AKTIVITAS DRILLING DAN

BLASTING DI PT. TELEN ORBIT PRIMA SITE BUHUT

KALIMANTAN TENGAH

Mateus Puput Eko Septiawan*), Sumardiyono*), dan Yeremia Rante Ada’)

Tujuan: Mengetahui penerapan manajemen risiko pada aktivitas driiling dan

blasting di PT. Telen Orbit Prima site Buhut Kalimantan Tengah, penerapannya dan

keseuaian dengan SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard

Identification, Risk Assessment, and Determining Controls, dan ISO 14001 : 2004

klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”.

Metode: Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif yaitu

menggambarkan potensi bahaya pada aktivitas drilling dan blasting di PT. Telen Orbit Prima site Buhut Kalimantan Tengah dengan penilaian ke lapangan, wawancara kepada pekerja dan studi kepustakaan, sehingga dapat melakukan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan upaya pengendaliannya.

Hasil: Tempat kerja terdapat aktivitas kerja (drilling dan blasting) yang memiliki

potensi dan faktor bahaya. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan tersebut diperlukan identifikasi bahaya, penilaian risiko serta menentukan langkah pengendaliannya sehingga tempat kerja menjadi aman.

Simpulan : Perusahaan telah melakukan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan

upaya pengendaliannya, sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan pada aktivitas drilling dan blasting sesuai dengan SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu

“Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Controls, dan ISO 14001

: 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”.

Kata Kunci : Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control

*)

Prodi D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

(4)

commit to user

ABSTRACT

ANALYSIS AND APPLYING OF HIRARC AT ACTIVITY OF DRILLING AND BLASTING IN PT. TELEN ORBIT PRIMA SITE BUHUT

CENTRAL KALIMANTAN

Mateus Puput Eko Septiawan*), Sumardiyono*), and Yeremia Rante Ada'*)

Objective: To knowing applying of risk management at activity of driiling and

blasting in PT. Telen Orbit Prima site Buhut Central Kalimantan, its applying and compatibility with SMK3 Element SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 clause 4.3.1 that is

“Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Controls, and ISO 14001:

2004 clause 4.3.1 “Enviromental Aspects”.

Method: This Research is executed by using descriptive method that is depicting

danger potency at activity of drilling and blasting in PT Telen Orbit Prima site Buhut Central Kalimantan with assessment at mine, interview to worker and learn bibliography, so can do hazard identification, risk assessment and risk control.

Result: Workplace there are activity (drilling and blasting) owning potency and

danger factor. To prevent the happening of the accident needed to identify of hazard, risk assessment and also step of risk control so that workplace become peacefully.

Conclusion: Company have identifyed hazard, risk assessment and risk control, so

that can prevent the happening of accident at activity of drilling and blasting according to SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 clause 4.3.1 that is “Hazard Identification, Risk

Assessment, and Determining Controls, and ISO 14001 : 2004 clause 4.3.1 “Enviromental Aspects”.

Keyword : Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control

*)

Occupational Health and Safety Diploma III Study Program, Medical Faculty of Sebelas Maret University

(5)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dengan pesatnya perkembangan jaman, manusia akan selalu dituntut untuk lebih kompetitif dari sebelumnya. Persaingan akan selalu terjadi dalam berbagai bidang terutama dalam masalah pemenuhan kebutuhan konsumen. Demi tercapainya target pemenuhan, manusia akan selalu berusaha untuk membuat suatu teknologi yang dapat membuat suatu hal menjadi lebih efektif dan efisien dari pada sebelumnya. Teknologi akan semakin maju seiring bertambahnya populasi manusia yang berati semakin tinggi pula kebutuhan yang harus dipenuhi. Namun, dengan semakin majunya teknologi yang ada (hampir semua kegiatan atau proses produksi dilakukan oleh mesin) tetap saja peran manusia tidak dapat terlepas begitu saja. Manusia tetap berperan penting dalam berlangsungnya proses produksi, baik sebagai operator mesin atau sebagai pengawas dalam proses produksi.

Industri yang menggunakan teknologi modern dan kompleks yang dalam pengoprasiannya memerlukan keahlian khusus tentunya akan menimbulkan kerugian-kerugian akibat teknologi maju tersebut, seperti semakin besarnya risiko bahaya kecelakaan kerja. Hal tersebut dapat mengancam sumber daya manusia itu sendiri, oleh karena itu perlu diwaspadai dan mendapat perhatian yang serius. Semakin tinggi tingkat

(6)

commit to user

teknologi yang digunakan, maka semakin tinggi pengetahuan dan ketrampilan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pengoprasian dan pemeliharaan agar tidak mendatangkan dampak negatif bagi manusia dan lingkungan (Suma’mur, 2009).

Sektor pertambangan mengandung risiko tinggi, banyak terjadin kecelakaan di pertambangan seperti kebakaran peledakan, tanah longsor, pencemaran lingkungan dan lainnya (Soehatman, 2009). Hali ini dapat mengancam dan menimbulkan kerusakan harta benda maupun korban cidera bahkan kematian. Dengan semakin pesatnya penggunaan peralatan modern dan canggih maka risiko dan kerugian juga akan lebih besar.

Sumber-sumber bahaya perlu dikendalikan untuk mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Untuk mengendalikan sumber-sumber bahaya, maka sumber-sumber-sumber-sumber bahaya tersebut harus ditemukan dengan melakukan identifikasi sumber bahaya potensial yang ada di tempat kerja (Suma’mur, 1993).

Setelah sumber bahaya teridentifikasi, maka dilakukan penilaian tingkat risiko sumber bahaya terhadap tenaga kerja. Dari kegiatan tersebut maka diusahakan suatu pengendalian sampai tingkat yang aman untuk tenaga kerja terhadap keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan.

Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan produktivitas nasional. Dan dikeluarkannya

(7)

commit to user

Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.555K/26/MPE/1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Pertambangan Umum. Hal ini merupakan bukti bahwa Pemerintah telah memberikan perhatian yang besar terhadap perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan dalam kegiatan industri khususnya dalam industri pertambangan.

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), di dalam pasal 87 (1) : UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa : setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Di dalam SMK3 terdapat Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko” menyebutkan Sumber bahaya yang teridentifikasi harus dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolak ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Selanjutnya dilakukan pengendalian untuk :

1. Identifikasi sumber bahaya yang dilakukan dengan mempertimbangkan :

a. Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya. b. Jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat

terjadi.

2. Penilaian risiko adalah proses untuk menentukan prioritas pengendalain terhadap tingkat risiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja.

(8)

commit to user

3. Perusahaan harus merencanakan manajemen dan pengendalain kegiatan - kegiatan, produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan kerja yang tinggi. Hal ini dapat dicapai dengan mendokumentasikan dan menerapkan kebijakan standar bagi tempat kerja, perancangan dan bahan, prosedur dan instruksi kerja untuk mengatur dan mengendalikan kegiatan produk barang dan jasa.

Prosedur identifikasi bahaya, penilaian risiko dan kontrol pengendalian telah masuk dalam persyaratan pemenuhan K3 secara internasional. Menurut OHSAS 18001, manajemen K3 adalah upaya terpadu untuk mengelola risiko yang ada dalam aktivitas perusahaan yang dapat mengakibatkan cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan terhadap bisnis perusahaan. Karena itu salah satu klausul dalam siklus manajemen K3 adalah mengenai manajemen risiko. Menurut OHSAS 18001, manajemen risiko terbagi atas 3 bagian yaitu Hazard Identification,

Risk Assessment dan Risk Control, biasanya dikenaln dengan singkatan

HIRARC (Soehatman, 2009).

Standar yang lain adalah ISO 14001 : 2004, yang lebih spesifik untuk ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Di dalamnya terdapat klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects” menyebutkan bahwa organisasi harus menetapkan, mengimplementasikan dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi aspek lingkungan kegiatan, prouk dan jasa dalam lingkup sistem manajemen lingkungan serta menentukan aspek yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan (Manual PT. TOP, 2012).

(9)

commit to user

Dalam operasi penambangan batubara banyak cara untuk membongkar batuan tergantung mudah tidaknya batuan itu untuk digali. Untuk pembongkaran batuan atau endapan bijih yang lunak biasanya dipakai excavator, sedangkan untuk pembongkaran batuan atau endapan bijih yang keras umumnya dilakukan dengan cara peledakan.

Pembongkaran batuan menggunakan bahan peledak telah dikenal orang sejak abad ke-17 ketika black powder mulai digunakan di pertambangan, yaitu ditambang-tambang di Hungaria pada 1627. Sejak saat itu secara cepat peledakan menjadi metode pembongkaran batuan yang populer karena produktif dan murah. Penemuan dynamite (1867) dan

gelatin dynamite (1875) oleh Alfred Nobel (Swedia) menjadi pemicu

lahirnya variasi bahan peledak. Penggunaan ANFO dimulai pada tahun 1955, sedangkan penggunaan bentuk slurry pada akhir 1950-an. Pada tahun 1974 pabrik Du Point mengumumkan penggantian perdagangan

dynamite ke arah bahan peledak jenis baru, watergel. Selanjutnya

penggunaan blasting agents dalam bentuk emulsi, heavy ANFO, dan sebagainya yang masih terus dikembangkan (Modul Teknik Peledakan UNLAM, 2009).

Proses drilling merupakan proses sebelum proses blasting, jadi proses drilling adalah aktivitas drilling pada suatu area yang sudah ditentukan sesuai rencana peledakan yang nantinya digunakan untuk pengisian bahan peledak. Blasting adalah kegiatan peledakan pada suatu area yang sudah ditentukan sesuai rencana peledakan setelah proses

(10)

commit to user

drilling. Jadi proses drilling dan blasting merupakan serangkaian proses

yang tidak bisa dipisahkan.

Proses drilling dan blasting merupakan serangkaian proses pendukung yang penting dalam proses penambangan batubara, akan tetapi proses drilling dan blasting ini juga mempunyai potensi bahaya yang sangat besar. Aktivitas tersebut dapat mengancam keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, unit kerja maupun masyarakat sekitar area operasi penambangan.

PT. Telen Orbit Prima site Buhut dalam proses produksi yaitu pada proses pengambilan OB (over burden), selalu menggunakan proses

drilling dan blasting sehingga telah menjadi aktivitas rutin. Mengingat

lapisan batuan yang ada di site Buhut ini merupakan lapisan batuan yang keras dan kuat.

Jadi aktivitas drilling dan blasting digunakan di tempat ini untuk memudahkan pengambilan OB. Oleh karena drilling dan blasting merupakan aktivitas rutin maka manajemen pengelolaan bahaya dengan risiko tinggi ini harus dilakukan dengan tepat. Kegagalan pengendalian bahaya ini dapat berakibat fatal baik luka / kematian pada manusia, kerusakan pada unit kerja maupun pencemaran terhadap lingkungan. Berdasarkan uraian latar belakang diatas penulis mencoba untuk memberikan gambaran penerapan identifikasi potensi bahaya dan upaya pengendalian yang akan digunakan untuk membuat laporan dengan judul

(11)

commit to user

“Analisis dan Penerapan HIRARC pada Aktivitas Driling dan Blasting di PT. Telen Orbit Prima site Buhut Kalimantan Tengah”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah potensi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian bahaya dalam aktivitas drilling dan blasting di area pertambangan batubara PT. Telen Orbit Prima Site Buhut?

2. Bagaimanakah pelaksanaan penerapan HIRARC pada proses drilling dan blasting di area pertambangan batubara PT. Telen Orbit Prima

Site Buhut?

3. Apakah penerapan HIRARC telah memenuhi SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard Identification, Risk

Assessment, and Determining Controls, dan ISO 14001 : 2004 klausul

4.3.1 “Enviromental Aspects”?

C. Tujuan Penelitian

Dalam Magang ini, penulis melakukan penelitian yang bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui potensi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian bahaya dalam aktivitas drilling dan blasting.

(12)

commit to user

2. Untuk mengetahui pelaksanaan penerapan HIRARC pada proses

drilling dan blasting di area pertambangan batubara PT. Telen Orbit

Prima site Buhut.

3. Untuk mengetahui kesesuaian penerapan HIRARC tersebut dengan SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard

Identification, Risk Assessment, and Determining Controls, dan ISO

14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”.

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Mahasiswa

a. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang pelaksanaan penerapan HIRARC pada proses drilling dan blasting di area tambang batubara PT. Telen Orbit Prima site Buhut.

b. Dapat mengetahui kesesuaian penerapan HIRARC dengan SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard

Identification, Risk Assessment, and Determining Controls dan ISO

14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”.

c. Dapat memperoleh data untuk membuat tugas akhir sebagai syarat untuk menyelesaikan studi Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja.

(13)

commit to user 2. Perusahaan

Melalui kegiatan Magang ini, diharapkan dapat melengkapi dan memberikan masukan yang berarti bagi perusahaan serta dapat digunakan sebagai bahan evaluasi serta revisi, khususnya mengenai penerapan HIRARC dalam aktivitas drilling dan blasting di PT. Telen Orbit Prima site Buhut, Kalimantan Tengah.

3. Bagi Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja.

Diharapkan dapat menambah kepustakaan yang bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan peningkatan program belajar mengajar. Khususnya mengenai penerapan HIRARC dalam aktivitas

drilling dan blasting di PT. Telen Orbit Prima site Buhut, Kalimantan

(14)

commit to user 10 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja

Tempat kerja merupakan salah satu aspek yang penting dalam penyelengaraan kegiatan kerja. Menurut Undang – Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 1 ayat 1, yang dimaksud tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut.

Tempat kerja sangat mendukung adanya suatu pekerjaan, tempat kerja yang buruk dapat menurunkan derajad kesehatan dan juga daya kerja para pekerja. Menurut UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pengurus perusahaan mempunyai kewajiban untuk menyediakan tempat kerja yang memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan.

Tempat - tempat kerja tersebar pada segenap kegiatan ekonomi, seperti pertanian, industri, pertambangan, perhubungan, pekerjaan umum, jasa dan lain-lain (Suma’mur, 2009)

(15)

commit to user

Sesuai Kepmentamben Nomor : 555.K/26/M.PE/1995, tambang adalah suatu tempat kegiatan penambangan yang dilakukan untuk mendapatkan bahan galian. Tambang permukaan adalah suatu sistem penambangan untuk mendapatkan bahan galian yang kegiatannya dilakukan di atas permukaan tanah atau dari atas permukaan air.

2. Aktivitas Kerja

a. Aktivitas rutin adalah aktivitas yang secara rutin dilakukan dalam suatu interval waktu tertentu atau aktivitas tersebut sudah secara rutin merupakan rangkaian dari suatu kegiatan misalnya loading, hauling,

dumping, dan lain-lain.

b. Aktivitas non rutin / tidak rutin adalah aktivitas yang dilakukan dalam waktu-waktu tertentu yang tidak dapat diprediksi interval waktunya misalnya kegiatan konstruksi pembangunan workshop, mobilisasi / demobilisasi unit dan lain-lain.

Di PT. Telen Orbit Prima, aktivitas drilling dan blasting merupakan aktivitas rutin. Karena aktivitas tersebut merupakan bagian dari serangkaian aktivitas penambangan yang rutin dilakukan untuk menunjang proses pengambilan batubara (coal geting). Adapun penjelasan aktivitas

drilling dan blasting sebagai berikut :

a. Aktivitas Drilling

Proses drilling merupakan proses sebelum proses blasting, jadi proses

(16)

ditentukan sesuai rencana peledakan yang nantinya digunakan untuk pengisian bahan peledak.

b. Aktivitas Blasting

Blasting merupakan kegiatan meledakkan lapisan tanah over burden (OB) dengan bahan peledak dan rangkaian ledak tertentu. Hal ini

dilakukan karena proses ripping tidak mampu menghancurkan lapisan tanah over burden yang terlalu keras. Tujuan dilakukan blasting adalah untuk menghancurkan lapisan OB agar lebih mudah lunak sehingga mudah untuk dimuat dengan HD dan dipindahkan ke

disposal.

3. Hazard Identification, Risk Assesment and Risk Control (HIRARC)

Dalam kegiatan pembuatan HIRARC di perusahaan membentuk tim untuk membuat dokumen HIRARC sesuai Prosedur Identifikasi Aspek Dan Dampak Lingkungan Keselamatan & Kesehatan Kerja (002-SHD-201)

a. Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya merupakan suatu proses yang dapat dilakukan untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul di tempat kerja (Tarwaka, 2008).

Tindakan awal dari suatu sistem manajemen pengendalian risiko yang merupakan suatu cara untuk mencari dan mengenali terhadap semua jenis kegiatan, alat, produk dan jasa yang dapat menimbulkan potensi cidera atau sakit yang bertujuan dalam upaya mengurangi

(17)

commit to user

dampak negatif risiko yang dapat mengakibatkan kerugian aset perusahaan, baik berupa manusia sebagai tenga kerja, material, mesin, hasil produksi, maupun financial.

Setiap proses produksi, peralatan/mesin dan tempat kerja yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk, selalu mengandung bahaya tertentu yang bila tidak mendapat perhatian secara khusus akan dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja dapat berasal dari berbagai kegiatan atau aktivitas dalam pelaksanaan operasi dan juga dari luar proses kerja. Seperti halnya pada aktivitas drilling dengan bahaya diantaranya bahaya di front drilling, bahaya dimensi mesin drilling, bahaya debu dan lain – lain. Sedangkan untuk aktivitas blasting antara lain bahaya fly rock, misfire, ground vibration dan sebagainya.

1) Sumber Bahaya

Bahaya adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakan, atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. (Tarwaka, 2008)

Bahaya pekerjaan adalah faktor-faktor dalam hubungan pekerjan yang dapat mendatangkan kecelakaan. Bahaya tersebut disebut potensial, jika faktor-faktor tersebut belum mendatangkan kecelakaan (Suma’mur, 2009).

(18)

Bahaya adalah sumber atau situasi yang berpotensi menjadi bahaya terhadap manusia dan kesehatan, kerusakan properti, kerusakan lingkungan kerja atau kombinasinya sesuai Manual LK3 PT. Telen Orbit Prima (018-SHD-101).

Sumber potensi bahaya merupakan faktor penyebab kerja yang dapat ditentukan dan dikendalikan. Sumber-sumber bahaya berasal dari :

a) Manusia

Dari penyidikan, ternyata faktor manusia dalam timbulnya kecelakaan sangatlah penting. Selalu ditemui, dari hasil penelitian bahwa 80% - 85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia. Bahkan ada suatu pendapat bahwa akhirnya langsung atau tidak langsung, semua kecelakaan adalah dikarenakan faktor manusia. Kesalahan tersebut mungkin disebabkan oleh perancang pabrik, kontraktor yang membangun, pimpinan kelompok, pelaksana atau petugas yang melakukan penelitian mesin dan peralatan (Suma’mur, 2009).

b) Peralatan

Dalam industri digunakan berbagai peralatan yang mengandung bahaya apabila tidak digunakan dengan semestinya, tidak ada latihan tentang penggunaan alat tersebut, tidak dilengkapi dengan perlindungan dan

(19)

commit to user

pengamanan, serta tidak ada perawatan atau pemeriksaan. Perawatan dan pemeriksaan diadakan menurut kondisi agar bagian-bagian mesin atau alat-alat yang berbahaya dapat dideteksi sedini mungkin. Bahaya yang mungkin timbul antara lain :

(1) Kebakaran

(2) Sengatan listrik (mesin drilling) (3) Ledakan (premature blast) (4) Luka atau cidera

c) Bahan atau material

Karakteristik bahan yang ditimbulkan dari suatu bahan tergantung dari sifat bahan, antara lain :

(1) Mudah terbakar (fuel oil) (2) Mudah meledak (detonator) (3) Menimbulkan energi

(4) Menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh. (5) Menyebabkan kanker

(6) Menyebabkan kelainan pada janin (7) Bersifat racun (fume)

(8) Radioaktif d) Lingkungan

Faktor-faktor bahaya lingkungan menurut beberapa sumber, antara lain :

(20)

(1) Faktor fisik

Meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, paparan panas, ground vibratoin, noise, air blast dan lain – lain. (2) Faktor kimia

Meliputi bahan peledak (ANFO), gas beracun dari peledakan (fume), uap, kabut, asap (smoke) dan kontaminasi bahan kimia.

(3) Faktor biologi

Sumber bahaya yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan/penyakit akibat kerja atau penyakit umum. Sumber bahaya biologis dapat berupa hewan maupun tumbuhan.

(4) Faktor fisiologis

Gangguan ini bersifat fatal dapat diakibatkan karena

overload dan peralatan yang tidak sesuai atau tidak

serasi dengan tenaga kerja. (5) Faktor mental-psikologis

Dapat terjadi karena adanya presure di tempat kerja, hubungan di antara pekerja atau dengan pengusaha, pemeliharaan kerja dan sebagainya.

e) Cara atau sikap kerja

Cara kerja yang berpotensi terhadap terjadinya bahaya atau kecelakaan berupa tindakan tidak aman, misalnya :

(21)

commit to user

(1) Cara mengangkat dan mengangkut yang salah. (2) Posisi tubuh yang tidak benar

(3) Tidak menggunakan alat pelindung diri (4) Lingkungan kerja yang terlalu panas

(5) Menggunakan alat atau mesin yang tidak sesuai dengan peraturan.

(6) Keadaan mesin-mesin, perlengkapan dan peralatan kerja serta bahan-bahan.

Ancaman bahaya lainnya adalah hal-hal berbahaya lainnya yang dapat melukai atau mengakibatkan sakit. Bahaya ini terkadang tidak tampak jelas karena tidak mengakibatkan masalah kesehatan dalam jangka waktu yang relatif pendek. Contoh : kebisingan, penyakit menular atau gerakan yang berulang-ulang. Pekerja tidak dapat dilindungi apabila bahaya yang ada belum diidentifikasi dan dievaluasi.

2) Kecelakaan Kerja

Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tak terduga oleh karena di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian meterial ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling berat.

(22)

Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakan yang berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi disebabkan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan (Suma’mur, 1993)

Kecelakaan tambang adalah setiap kecelakaan yang menimpa pekerja tambang atau orang yang mendapat izin masuk pada kegiatan usaha pertambangan (Kepmentamben Nomor : 555.K/26/M.PE/1995). Pada pasal 39, kecelakaan tambang harus memenuhi 5 (lima) unsur sebagai berikut :

a) benar-benar terjadi;

b) mengakibatkan cidera pekerja tambang atau orang yang diberi izin oleh Kepala Teknik Tambang;

c) akibat kegiatan usaha pertambangan;

d) terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat cidera atau setiap saat orang yang diberi izin dan

e) terjadi di dalam wilayah kegiatan usaha pertambangan atau wilayah proyek.

Pada dasarnya kecelakaan disebabkan oleh dua hal yaitu tindakan manusia yang tidak aman (unsafe action) dan keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe condition). Dari penyelidikan- penyelidikan, ternyata faktor manusia dalam timbulnya kecelakaan sangat penting. Selalu ditemui dari

(23)

hasil-commit to user

hasil penelitian, bahwa 80% - 85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia. Bahkan ada suatu pendapat, bahwa penyebab langsung maupun tak langsung semua kecelakaan adalah dikarenakan faktor manusia (Suma’mur, 1993).

Dalam aktivitas drilling dan blasting juga terdapat bahaya kecelakaan tambang, baik saat mobilisasi mesin drilling, pengangkutan aksesoris atau kecelakaan yang disebabkan oleh karena jalan licin, crowded, amblas atau jalan yang sempit.

Teori terjadinya kecelakaan kerja dirumuskan oleh Henrich dan kemudian disempurnakan oleh Frank E. Bird yang dikenal dengan Teori Domino. Dalam teori sederhana ini dinyatakan bahwa kecelakaan tidak datang dengan sendirinya, ada serangkaian peristiwa sebelumnya yang mendahului adanya suatu kecelakaan, dalam teori ini rangkaian peristiwa tersebut digambarkan sebagai rangkaian kartu donimo.

Gambar 1. Teori Domino Sumber : Frank E. Bird (1986)

Kurangnya Pengendalian Penyebab Dasar Penyebab Langsung Insiden Kerugian Tidak memadainya: - Program - Standar program - Pemenuhan Standar - Faktor personal - Faktor pekerjaan - Tindakan tidak aman - Kondisi tidak aman Kontak dengan energi atau bahan - Manusia - Harta benda - Proses produksi -

(24)

Frank E. Bird dan Germain menggambarkan urutan-urutan kejadian yang saling berhubungan dan berakhir pada kerugian yaitu cidera, kerusakan peralatan atau terhentinya proses. Untuk lebih detailnya diagram alur tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut ini :

a) Kurangnya Sistem Pengendalian (lack of Control)

Kurangnya kontrol merupakan urutan pertama menuju terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerugian. Kontrol merupakan salah satu fungsi utama dari manajemen yaitu : planing, organizing, leading, dan controling.

Tanpa manajemen pengendalian yang kuat, penyebab kecelakaan dan rangkaian efek akan dimulai dan memicu faktor penyebab kerugian. Kurangnya pengendalian dapat disebabkan karena faktor :

(1) Program yang tidak memadai

(2) Standar program yang tidak memadai (3) Tidak ada pemenuhan terhadap standar

Domino pertama akan jatuh pada pihak manajemen yang tidak mampu mengorganisir, memimpin dan mengontrol pekerja dalam memenuhi standar yang telah ditentukan.

(25)

commit to user b) Penyebab Dasar (Basic Cause)

Dari adanya kontrol yang tidak memadai akan menyebabkan timbulnya peluang pada penyebab dasar dari kejadian yang menyebabkan kerugian.

Penyebab dasar terdiri dari : (1) Faktor manusia

Kurangnya kemampuan fisik atau mental, kurangnya pengetahuan, keterampilan, stress atau tegang, atau motivasi keliru.

(2) Faktor pekerjaan

Adanya standar kerja yang tidak cukup, rancang bangun dan pemeliharaan yang tidak memadai, standar pembelian yang kurang atau lin-lain.

c) Penyebab langsung (Immediate Cause)

Jika penyebab dasar terjadi, maka terbuka peluang untuk menjadi tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman.

(1) Tindakan tidak aman (Unsafe Action)

Tindakan tidak aman adalah pelenggaran terhadap cara kerja yang aman mempunyai risiko terjadinya kecelakaan, antara lain :

(a) Menjalankan sesuatu tanpa izin. (b) Gagal mengingat atau mengamankan.

(26)

(c) Menjalankan sesuatu peralatan dengan kecepatan yang tidak sesuai.

(d) Tidak menggunakan alat-alat keselamatan kerja. (e) Menggunakan peralatan dengan cara tidak benar. (f) Tidak menggunkan alat pelindung diri.

(g) Cara memuat dan membongkar tidak benar. (h) Cara mengangkat yang tidak benar.

(i) Posisi tidak betul.

(j) Menggunakan peralatan yang rusak. 2) Kondisi tidak aman (Unsafe Condition)

Adalah kondisi fisik yang berbahaya dan keadaan yang berbahaya yang langsung membuka peluang terjadinya kecelakaan sebagai berikut :

(a) Pengaman atau pelindung yang tidak cukup. (b) Alat, peralatan atau bahan yang rusak. (c) Penyumbatan.

(d) Sistem peringatan yang tidak memadai. (e) Bahaya kebakaran dan peledakan. (f) Kurang bersih.

(g) Kondisi yang berbahaya seperti ; debu, gas dan uap.

(h) Kebisingan yang berlebih.

(27)

commit to user (j) Kejadian (incident) d) Insiden

Insiden terjadi oleh karena adanya kontak dengan suatu sumber energi atau bahan yang melampaui nilai ambang batas dari bahan atau struktur. Sumber energi ini dapat berupa tenaga mekanis, tenaga kinetis, kimia, listrik, dsb.

Insiden adalah suatu kondisi yang dapat menyebabkan hampir terjadinya suatu kerugian meskipun bahaya belum benar-benar terjadi. Insiden dapat menyebabkan cidera fisik atau kerusakan benda digolongkan sesuai dengan tipe-tipe kecelakaan yang terjadi, seperti : terjauh, terbentur, terpeleset, terperangkap, terkena listrik, panas, dingin, kebisingan dan bahaya lainnya.

e) Kerugian (Lost)

Apabila keseluruhan urutan di atas terjadi maka akan menyebabkan adanya kerugian terhadap manusia, harta benda dan akan mempengaruhi produktivitas dan kualitas kerja. Dengan kata lain, kecelakaan akan mengakibatkan cidera dan atau mati, kerugian harta benda bahkan mempengaruhi moral pekerja termasuk keluarganya.

3) Kerugian Akibat Kecelakaan

Kerugian dapat diakibatkan dari kecelakaan, secara rinci dijabarkan sebagai Teori Gunung Es.

(28)

Dalam teori tersebut dinyatakan terdapat dua biaya yang harus dikeluarkan, yaitu :

a) Biaya Langsung

Biaya langsung meliputi kecelakaan : (1) Perawatan dokter

(2) Biaya kompensasi b) Biaya tidak langsung

Biaya tak langsung meliputi :

(1) Kerusakan dan kerugian harta benda, meliputi : (a) Kerusakan bangunan

(b) Kerusakan perkakas

(c) Kerusakan hasil produksi dan material (d) Biaya untuk pemenuhan aturan

(e) Biaya peralatan untuk keadaan darurat (f) Biaya peralatan untuk keadaan darurat (g) Biaya sewa peralatan

(h) Waktu untuk penyelidikan (2) Biaya ganti rugi, meliputi :

(a) Gaji selama tidak bekerja

(b) Biaya penggantian atau penggantian (c) Overtime

(29)

commit to user

(e) Penurunan hasil kerja bagi yang celaka sewaktu mulai bekerja

(f) Menurunnya bisnis

Dari uraian di atas di ambil kesimpulan bahwa biaya tidak langsung akibat kecelakaan lebih tinggi dibandingkan dengan biaya langsung. Kedua biaya tersebut dapat digambarkan sebagai “Biaya Gunung Es”. Biaya langsung yaitu digambarkan sebagai bongkahan es yang terlihat di atas permukaan laut, sedangkan biaya tak langsung digambarkan sebagai bongkahan gunung es yang berada dibawah permukaan laut yang lebih besar, seperti pada gamabar dibawah ini.

Gambar 2. Teori Gunung Es Sumber : Bird and German, 1986 Keterangan :

A : Biaya Langsung B : Biaya Tidak Langsung

A

(30)

4) Prinsip Pencegahan Kecelakaan

Dapat dipastikan bahwa semua orang atau tenaga kerja tidak menginginkan kecelakaan atau mengalami kerusakan pada harta benda. Tapi berdasarkan hasil dari data kecelakaan ternyata banyak tenaga kerja yang dengan sadar melakukan hal-hal yang menyerempet bahaya, meskipun mereka tidak menginginkan terjadinya kecelakaan.

Adapun langkah-langkah penanggulangan kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan :

a) Peraturan Perundang-undangan

Ketentuan dan syarat K3 mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi, penerapan ketentuan dan syarat K3 sejak tahap rekayasa dan penyelenggaraan pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3.

b) Standarisasi

Standar K3 maju akan menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan K3.

c) Inspeksi

Suatu kegiatan pembuktian sejauh mana kondisi tenpat kerja masih memenuhi ketentuan dan persyaratan K3.

(31)

commit to user

d) Riset Teknis, Medis, Psikologis dan Statistik.

Riset/penelitian untuk menunjang tingkat kemajuan bidang K3 sesuai perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi.

e) Pendidikan dan Latihan

Peningkatan kesadaran, kualitas pengetahuan dan ketrampilan K3 bagi tenaga kerja.

f) Persuasi

Cara penyuluhan dan pendekatan di bidang K3, bukan melalui penerapan dan pemaksaan melalui sanksi-sanksi. g) Asuransi

Insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan dengan pembayaran premi yang lebih rendah terhadap perusahaan yang memenuhi syarat K3.

h) Penerapan K3 di Tempat Kerja

Langkah-langkah pengaplikasian di tempat kerja dalam upaya memenuhi syarat-syarat K3 di tempat kerja (Suma’mur, 1993).

b. Penilaian Risiko

Risiko (risk) adalah menyatakan kemungkinan terjadinya kecelakaan/kerugiaan pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu (Tarwaka, 2008). Acceptable risk adalah risiko yang masuk ke dalam kriteria low atau medium. Non acceptable adalah risiko yang

(32)

tidak sesuai dengan peraturan perundangan atau kebijakan perusahaan atau masuk ke dalam kriteria very high atau high.

Tingkat risiko merupakan perkalian antara tingkat kekerapan

(probability) dan keparahan (severity/consequence) dari suatau

kejadian yang dapat menyebabkan kerugian, kecelakaan atau cidera dan sakit yang mungkin timbul dari pemaparan suatu hazard di tempat kerja (Tarwaka, 2008).

Penilaian risiko adalah proses untuk menentukan pengendalian terhadap tingkat risiko kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja.

1) Proses Penilaian Risiko (Tarwaka, 2008) a) Estimasi tingkat kekerapan

Estimasi terhadap tingkat kekerapan atau keseringan terjadinya kecelakaan atau sakit akibat kerja, harus mempertimbangkan tentang berapa sering dan berapa lama seorang tenaga keja terpapar potensi bahaya. Dengan demikian kita harus membuat keputusan tentang tingkat kekerapan kecelakaan/sakit akibat kerja yang terjadi untuk setiap potensi bahaya yang diidentifikasi.

b) Estimasi tingkat keparahan

Setelah kita dapat mengasumsikan tingkat kekerapan kecelakaan atau sakit yang terjadi, selanjutnya kita harus membuat keputusan tentang seberapa parah kecelakaan/sakit akibat kerja yang mungkin terjadi.

(33)

commit to user

Penerapan tingkat keparahan dari suatu kecelakaan juga memerlukan suatu pertimbangan tentang beberapa banyak orang yang ikut terkena dampak akibat kecelakaan dan bagian-bagian tubuh mana saja yang dapat terpapar potensi bahaya.

c) Penentuan tingkat risiko

Setelah dilakukan estimasi atau penafsiran terhadap tingkat kekerapan dan keparahan terjadinya kecelakaan atau penyakit akibat kerja yang mungkin timbul, selanjutnya dapat ditentukan tingkat risiko dari masing-masing hazard yang telah diidentifikasi dan dinilai.

d) Penentuan skala prioritas risiko

Setelah penentuan tingkat risiko, selanjutnya harus dibuat skala risiko untuk setiap potensi bahaya yang diidentifikasi dalam upaya menyusun rencana pengendalian risiko yang tepat. Potensi bahaya dengan tingkat risiko “Extrem” dan

“High” yang menjadi prioritas utama, selanjutnya “Medium” dan “Low”. Sedangkan tingkat risiko “None”

untuk sementara dapat diabaikan dari rencana pengendalian risiko, namun tidak menutup kemungkinan untuk tetap menjadi prioritas terakhir.

(34)

2) Tujuan Penilaian Risiko

a) Untuk menentukan pengaruh atau akibat pemaparan potensi bahaya yang digunakan sebagai landasan dalam melakukan tindakan perbaikan mencegah terjadinya incident akibat bahaya tersebut.

b) Untuk menyusun prioritas pengendalian semua jenis risiko, akibat yang bisa terjadi tingkat keparahan, frekuensi kejadian dan cara pencegahan.

Penilaian risiko yang dilakukan perusahaan dengan cara 2 kali penilaian. Penilaian risiko yang pertama adalah dilakukan terhadap bahaya setelah dilakukan tindakan pengendalian yang sudah terlaksana saat ini (existing controls). Penilaian risiko yang ke dua adalah penilaian risiko yang dilakukan berdasarkan situasi nyata yang terjadi setelah dilakukan tindakan pengendalian yang sudah dilakukan saat ini yaitu pengendalian tambahan (additional controls).

PT. Telen Orbit Prima melakukan penilaian risiko mengacu pada prosedur Identifikasi Aspek Dan Dampak Lingkungan Keselamatan & Kesehatan Kerja (002-SHD-201) dan Instruksi Petunjuk Pengisian & Penilaian Aspek LK3 (002-SHD-301). PT. Telen Orbit Prima dalam melakukan penilaian risiko menggunkan formula :

(35)

commit to user Tabel 1. Nilai Probability

Nilai Diskripsi Penjelasan Frekuensi Kemungkinan terjadi 1 Jarang

Hanya terjadi dalam kondisi luar

biasa Dalam kasus khusus < 10 2 Kemungkinan kecil Dapat terjadi suatu kali Setiap 10 tahun 10%-20%

3 Sedang Terjadi dalam

beberapa khasus Setiap 3 tahun 20%-55%

4 Kemungkinan terjadi

Hampir selalu

terjadi Setiap tahun 55%-90%

5 Hampir pasti

terjadi Selalu terjadi Setiap saat 90%-100% Sumber : Prosedur Identifikasi Aspek Dan Dampak Lingkungan Keselamatan & Kesehatan Kerja (002-SHD-201)

Tabel 2. Nilai Consequence

Nilai Diskripsi Nilai uang Kesehatan & keselamatan Lingkungan Lingkungan sosial Reputasi 1 Tidak penting < Rp100 Ribu Tidak ada luka Polusi ringan Tingkat rendah, gangguan ringan Dilaporkan di koran pinggiran (bukan di halaman utama) 2 Ringan Rp 100 ribu - Rp 1 juta Luka ringan Kerusakan lingkungan kecil Gangguan jangka pendek Dilaporkan di koran pinggiran 3 Sedang Rp 1 juta - Rp 10 juta Luka LTI s/d Permanen Polutan yang dilepaskan cukup signifikan Masalah sosial lebih panjang, gangguan 1 minggu Dilaporkan di koran lokal (bukan halaman utama) dan/atau penyelidikan regional. bersambung ....

(36)

commit to user sambungan .... 4 Berat Rp 10 juta – Rp 100 juta Luka menyebakan cacat atau fatalitas tunggal Memiliki dampak penting jangka panjang Gangguan dan dampak sosial sangat serius, gangguan operasi 1 bulan Dilaporkan di TV lokal dan/atau penyelidikan departemen 5 Bencana > Rp 100 juta Multyple fatality Bencana, dampak penting pada lingkungan jangka panjang Kerusakan tidak dapat ditanggu langi, gangguan operasi beberapa bulan Dilaporkan di TV nasional (berita utama) dan/atau penyelidikan pemerintah

Sumber : Prosedur Identifikasi Aspek Dan Dampak Lingkungan Keselamatan & Kesehatan Kerja (002-SHD-201)

Tabel 3 : Penggolongan Nilai Risiko

P rob ab ili ty Penilaian Risiko

5 5 (Medium) 10 (High) 15 (High) 20 (Extrem) 25 (Extrem) 4 4 (Low) 8 (Medium) 12 (High) 16 (High) 20 (Extrem) 3 3 (Low) 6 (Medium) 9 (Medium) 12 (High) 15 (High) 2 2 (Low) 4 (Low) 6 (Medium) 8 (Medium) 10 (High) 1 1 (Low) 2 (Low) 3 (Low) 4 (Low) 5 (Medium)

1 2 3 4 5

Consequence

Sumber : Prosedur Identifikasi Aspek Dan Dampak Lingkungan Keselamatan & Kesehatan Kerja (002-SHD-201)

c. Pengendalian Risiko

Pengendalian risiko adalah suatu upaya kontrol terhadap potensi risiko bahaya yang ada sehingga bahaya itu dapat ditiadakan atau dikurangi sampai batas yang dapat diterima. Dalam Permenaker RI. No.05/MEN/2009, diterangkan bahwa perusahaan harus

(37)

commit to user

produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan kerja yang tinggi. Hal ini dapat dicapai dengan mendokumentasikan dan menerapkan kebijaksanaan standar bagi tempat kerja, perencanaan pabrik dan bahan, prosedur dan instruksi kerja untuk mengatur dan mengendalikan kegiatan produk barang dan jasa.

Apabila suatu risiko terhadap kecelakaan dan penyakit kibat kerja telah diidentifikasi dan dinilai, maka pengendalian risiko harus diimplementasikan untuk mengurangi risiko sampai batas-batas yang dapat diterima berdasarkan ketentuan, peraturan dan standar yang berlaku.

Di dalam memperkenalkan suatu sarana pengendalian risiko, harus mempertimbangkan apakah sarana pengendalian risiko tersebut dapat diterapkan dan dapat memberikan manfaat kepada masing-masing tempat kerjanya. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan antara lain :

1) Tingkat keparahan potensi bahaya atau risikonya

2) Adanya pengetahuan tentang potensi bahaya atau risiko dan cara memindahkan atau meniadakan potensi bahaya atau risiko 3) Ketersediaan dan kesesuaian sarana untuk memindahkan/

meniadakan potensi bahaya

4) Biaya untuk memindahkan atau meniadakan potensi bahaya atau risiko.

(38)

Pengendalian risiko dapat mengikuti Pendekatan Hirarki Pengendalian (Hirarchy of Control). Hirarki pengendalian risiko adalah suatu urutan-urutan dalam pencegahan dan pengendalian risiko yang mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan (Tarwaka, 2008). Hirarki atau metode yang dilakukan untuk mengendalikan risiko antara lain :

1) Eliminasi (Elimination)

Eliminasi dapat didefinisikan sebagai upaya menghilangkan bahaya. Eliminasi merupakan langkah ideal yang dapat dilakukan dan harus menjadi pilihan utama dalam melakukan pengendalian risiko bahaya yang bersifat permanen. Eliminasi adalah cara pengendalian risiko yang paling baik, karena risiko terjadinya kecelakaan dan sakit akibat potensi bahaya ditiadakan.

2) Substitusi (Substitution)

Pengendalian ini dimaksudkan untuk menggantikan bahan-bahan dan peralatan yang lebih berbahaya dengan bahan-bahan-bahan-bahan dan peralatan yang kurang berbahaya atau lebih aman, sehingga pemaparannya selalu dalam batas yang masih dapat diterima. Contohnya adalah penggunaan solar yang bersifat mudah terbakar dan reaktif yang biasa dipakai untuk bahan pembersih perkakas bengkel digantikan dengan bahan deterjen atau sabun (Tarwaka, 2008)

(39)

commit to user

3) Rekayasa Teknik (Engineering Control)

Rekayasa Teknik (Engineering Control) merupakan upaya menurunkan tingkat risiko dengan mengubah desain tempat kerja, mesin, peralatan atau proses kerja menjadi lebih aman. Ciri khas dalam tahap ini adalah melibatkan pemikiran yang lebih mendalam bagaimana membuat lokasi kerja yang memodifikasi peralatan, melakukan kombinasi kegiatan, perubahan prosedur dan mengurangi frekuensi dalam melakukan kegiatan berbahaya.

4) Administrasi

Pengendalian administratif dengan mengurangi atau menghilangkan kandungan bahaya dengan memenuhi prosedur atau instruksi. Pengendalian tersebut diantaranya adalah mengurangi pemaparan terhadap kandungan bahaya dengan pergiliran atau perputaran kerja (job rotation), sistem ijin kerja, atau hanya dengan menggunakan tanda bahaya. Pengendalian administrasi tergantung pada perilaku manusia untuk mencapai keberhasilannya.

5) Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri dikenakan oleh pekerja sebagai pelindung terhadap bahaya. Dengan memberikan alat pengaman ini dapat mengurangi keparahan risiko yang timbul. Keberhasilan pengendalian ini tergantung dari alat yang dikenakan sendiri,

(40)

artinya alat yang digunakan haruslah sesuai dan dipilih dengan benar sesuai dengan potensi bahaya dan jenis pekerjaan yang ada.

Dalam melakukan pengendalian risiko kecelakaan ini, maka dapat ditentukan jenis pengendalian tersebut dengan mempertimbangkan tingkat paling atas dari hirarki pengendalian, jika tingkat atas tidak dapat dipenuhi maka melakukan upaya tingkat pengendalian selanjutnya, demikian seterusnya sehingga pengendalian risiko kecelakaan dilakukan berdasarkan hirarki pengendalian. Akan tetapi mungkin juga dapat dilakukan upaya-upaya gabungan dari pengendalian tersebut untuk mencapai tingkat pengendalian risiko yang diinginkan.

4. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

Di dalam pasal 87 (1) : UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa : setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Selanjutnya ketentuan mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja diatur dalam Permenaker RI. No. Per. 05/MEN/2009 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Pada pasal 3 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa :

a. ayat (1) “Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi

(41)

commit to user

bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen K3”.

b. Ayat (2) “Sistem Manajemen K3 sebagaimana di maksud dalam ayat (1) wajib dilaksanakan oleh pengurus, Pengusaha dan seluruh tenaga kerja sebagai satu kesatuan”.

Dengan demikian kewajiban penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja didasarkan pada dua hal yaitu ukuran besarnya perusahaan dan tingkat potensi bahaya yang ditimbulkan. Berdasarkan hal tersebut, maka penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja bukanlah sukarela (voluntary), tetapi keharusan yang dimandatkan oleh Peraturan Perundangan (mandatory).

Selanjutnya untuk menerapkan Sistem Manajemen K3 seperti yang tertuang di dalam pasal 4 Pemenaker RI. No, Per. 05/MEN/2009 beserta pedoman penerapan pada Lampiran I, maka organisasi perusahaan diwajibkan untuk melaksanakan 5 ketentuan pokok :

a. Menetapkan kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan Sistem Manajemen K3.

b. Merencanakan pemantauan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan Sistem Manajemen K3.

(42)

c. Menerapkan kebijakan K3 sacara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran K3.

d. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja K3 serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.

e. Meninjau ulang secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem Manajemen K3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja K3.

Gambar 3. Bagan SMK3

Sumber : Permenaker RI. No. PER. 05/MEN/2009

5. SMK3 Elemen 3.3 “ Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko”

Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko dari kegiatan, produk barang dan jasa harus dipertimbangkan untuk memenuhi kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk itu harus ditetapkan dan dipelihara prosedurnya. Peningkatan Berkelanjutan Peninjauan Ulang & Peningkatan oleh Manajemen Pengukuran & Evaluasi Pengukuran & Evaluasi Penerapan SMK3 Perencanaan SMK3 Komitmen & Kebijakan

(43)

commit to user

Secara umum, tujuan manajemen potensi bahaya K3 adalah untuk menghilangkan atau mengurangi risiko kecelakaan dan sakit yang berhubungan dengan kerja. Manajemen keselamatan dan kesehatan di tempat kerja memerlukan suatu tahapan proses yang meliputi identifikasi bahaya, penilaian risiko, pengendalian risiko dan evaluasi sarana pengendalian yang telah diimplementasikan (Tarwaka, 2008).

Suatu sistem manajemen K3 berintikan manajemen risiko. Timbulnya aspek K3 karena ada risiko yang harus dikelola dan sebaliknya jika tidak ada bahaya, artinya artinya tidak ada risiko, manajemen K3 tidak diperlukan. Pengelolaan risiko tersebut dilakukan melalui sistem manajemen SMK3 yang meliputi berbagai elemen dasar misalnya:

a. Berkaitan dengan aspek manusia meliputi pelatihan, kompetensi, komunikasi, konsultasi dan promosi K3.

b. Aspek sarana atau peralatan melalui elemen rancang bangun, inspeksi K3, standarisasi peralatan, kalibrasi dan lainnya.

c. Aspek proses mencangkup elemen keselamatan proses, keselamatan pemeliharaan, pengendalian operasi, penyelidikan kecelakaan, audit K3 dan lainnya.

d. Aspek prosedur meliputi dokumentasi, pengelolaan data dan informasi, prosedur operasi, pengukuran dan tinjauan ulang manajemen.

(44)

Dari uraian di atas terlihat kaitan yang erat antara unsur manajemen risiko, elemen program K3 serta sistem pengelolaan K3 yang dirangkum dalam SMK3 (Soehatman, 2010).

6. Definisi OHSAS

Menurut OHSAS 18001 : 2007, OHSAS adalah merupakan seri persyaratan penilaian keselamatan dan kesehatan kerja yang menyatakan persyaratan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, agar organisasi maupun mengendalikan risiko-risiko K3 dan meningkatkan kinerjanya.

OHSAS 18001 : 2007 dikembangkan OHSAS Project Group, sebuah konsosium dari 43 organisasi dari 28 negara. Konsorsium ini termasuk badan standar nasional badan sertfikasi, Occupational Health and Safety

Institute dan konsultan. Standar baru OHSAS 18001 : 2007 resmi diupdate

pada bulan Juli 2007 yang telah menggantikan OHSAS 18001 : 1999. Sejak pertama kali diterbitkan tahun 1999, OHSAS 18001 dengan sangat cepat menjadi standar sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang sering digunakan untuk semua jenis organisasi tanpa memeperhatikan besar kecilnya perusahaan itu. Tujuan OHSAS 18001 adalah untuk membantu organisasi dalam mengelola dan mengendalikan keselamatan dan kesehatan kerja dan tingkat risiko serta meningkatkan performa dalam bidang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Serta mendukung dan mempromosikan praktek Keselamatan dan

(45)

commit to user

Kesehatan Kerja (K3), agar seimbang dengan kebutuhan sosial dan ekonomi.

Secara spesifik persyaratan dalam OHSAS 18001 tidak menyatakan kriteria ataupun memberikan persyaratan secara lengkap dalam merancang sistem manajemen. OHSAS 18001 sesuai untuk berbagai organisasi yang berkeinginan untuk.

a. Membuat sebuah Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang berguna untuk mengurangi atau menghilangkan tingkat risiko yang menimpa karyawan atau pihak terkait yang terkena dampak aktivitas organisasi.

b. Menerapkan, memelihara dan melakukan perbaikan berkelanjutan sebuah Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

c. Melakukan sertifikasi atau penilaian sendiri.

Gambar 4. Bagan elemen OHSAS 18001 : 2007 Sumber : OHSAS 18001 : 2007 Continual Improvement Management Review Checking and Corrective Action Implementation and Operation Planning OH&S policy

(46)

OHSAS 18001 : 2007 diterapkan oleh organisasi karena memiliki beberapa manfaat. Diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Menetapkan SMK3 untuk menurunkan risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

b. Menerapkan, memelihara dan memperbaiki sistem secara berkesinambungan.

c. Memastikan pemenuhan atau pentaatan terhadap kebijakan yang sudah ditetapkan.

d. Menunjukkan pemenuhan terhadap sistem ini melalui sertifikasi atau registrasi sistem pernyetaan sendiri atas pemenuhan sistem yang telah diterapkan.

7. Klausul 4.3.1 “Hazard identification, risk assessment, dan determining

controls” OHSAS 18001 : 2007

Klausul 4.3.1 “Hazard identification, risk assessment, dan

determining controls” OHSAS 18001 : 2007 menerangkan bahwa dalam

mengidentifikasi bahaya harus memperhatikan : a. Aktivitas rutin dan tidak rutin.

b. Aktivitas seluruh personel yang mempunyai akses ke tempat kerja (termasuk kontraktor dan tamu).

c. Perilaku manusia, kemampuan dan faktor-faktor manusia lainnya. d. Bahaya-bahaya yang timbul dari luar tempat kerja yang berdampak

pada kesehatan dan keselamatan personel di dalam kendali organisasi di lingkungan tempat kerja.

(47)

commit to user

e. Bahaya-bahaya yang terjadi di sekitar tempat kerja hasil aktivitas kerja yang terkait di dalam kendali organisasi.

f. Prasarana, peralatan dan material di tempat kerja, yang disediakan baik oleh organisasi ataupun pihak lain.

g. Perubahan-perubahan atau usulan perubahan di dalam organisasi, aktivitas-aktivitas, atau material.

h. Modifikasi sistem manajemen keselamatan kesehatan kerja, termasuk perubahan sementara dan dampaknya kepada operasional, proses-proses dan aktivitas atau material.

i. Adanya kewajiban perundangan yang relevan terkait dengan penilaian risiko dan penerapan pengendalian yang dibutuhkan.

j. Rancangan area-area kerja, proses-proses, instalasi-instalasi, mesin/peralatan, prosedur operasional dan organisasi kerja, termasuk adaptasi kepada kemampuan manusia.

Organisasi dalam melakukan identifikasi bahaya dan penilaian risiko harus :

a. Ditetapkan dengan memperhatikan ruang lingkup, sifat dan waktu untuk memastikan metodenya prosktif.

b. Menyediakan identifikasi, prioritas dan dokumentasi risiko-risiko, dan penerapan pengendalian sesuai dengan keperluan.

Untuk mengelola perubahan, organisasi haris mengidentifikasi bahaya keselamatan kesehatan kerja dan riiko-risiko terkait perubahan di dalam organisasi, sistem manajemen atau aktivitas-aktivitasnya, sebelum

(48)

menerapkan perubahan tersebut. Organisasi juga harus memastikan dari hasil penilaian sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan pengendalian.

Organisasi harus mendokumentasikan dan memelihara hasil identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan penetapan pengendalian selalu terbaru. Organisasi harus memastikan bahwa risiko-risiko keselamatan kesehatan kerja dan penetapan pengendalian dipertimbangkan saat membuat, menerapkan dan memelihara sistem manajemen K3 perusahaan. 8. ISO 14001 : 2004

Pengertian sistem menajemen lingkungan menurut ISO 14001 : 2004 adalah suatu sitem manajemen pengelolaan lingkungan yang telah diakui secara internasional dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Sertifikat di bawah koordinasi Organisasi Standar Internasional (ISO :

International Organization for Standardization)

Sistem Manajemen Lingkungan atau Environment Management

System (EMS) merupakan bagian dari keseluruhan sistem manajemen yang

meliputi struktur organisasi, rencana kegiatan, tanggung jawab, latihan atau praktek, prosedur, proses dan sumber daya untuk pembangunan, penerapan, evaluasi dan pemeliharaan kebijakan lingkungan.

Pada prinsipnya, ISO 14001 berisi syarat atau aturan komprehensif bagi suatu organisasi dalam mengembangkan sistem pengelolaan dampak lingkungan yang baik dan menyeimbangkan dengan kepentingan bisnis, sehingga upaya perbaikan kinerja yang dilakukan akan diseuaikan dengan

(49)

commit to user

sumber daya yang dimiliki perusahaan. Dalam penerapannya ISO 14001 bersifat sukarela (vuluntary), tidak ada hukum yang mengikat yang mengharuskan dalam penerapannya.

ISO 14001 : 2004 dibangun atas dasar elemen-elemen yang menetapkan :

a. Spesifikasi aspek dan dampak lingkungan b. Prosedur dan instruksi kerja yang akurat c. Proses yang konsisten

d. Kesesuaian dengan tujuan dan terget organisasi dalam meningkatkan kinerja lingkungan.

e. Minimalisasi limbah

f. Keterkaitan dengan peraturan dan perundangan

g. Konsistensi hasil, kejujuran penerapan dan deskripsi produk yang cermat

h. Evaluasi kinerja

i. Kesehatan dan keselamatan pekerja

j. Komunikasi ke pihak-pihak terkait perlindungan lingkungan.

Berbagai manfaat dapat diperoleh bila menerapkan ISO 14001, yang sekaligus dapat dianggap sebagai keuntungan dari manajemen lingkungan. Manfaat yang paling penting adalah perlindungan lingkungan. Dengan mengikuti persyaratan yang ada akan membantu pula dalam mematuhi peraturan perndang-undangan dan sistem manajemen yang efektif.

(50)

Keuntungan dari penerapan sistem manajemen lingkungan ISO 14001 : 2004 adalah :

a. Perlindungan lingkungan

b. Manajemen lingkungan yang lebih baik

c. Meningkatkan citra dan image perusahaan hubungan yang lebih baik dengan masyarakat sekitar

d. Meningkatkan daya saing perusahaan e. Kepercayaan dan kepuasan pelanggan.

f. Menekan risiko yang membahayakan lingkungan dan pekerja g. Menekan biaya produksi

9. ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspect”

Aspek lingkungan adalah unsur dari suatu kegiatan, produk atau jasa dari organisasi yang dapat berinteraksi dengan lingkungan. Dalam pengertian ini aspek lingkungan yang penting adalah aspek lingkungan yang mempunyai atau dapat mempunyai dampak penting terhadap lingkungan bagi operasi di perusahaan di sekeliling perusahaan.

Dalam ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspect” dijelaskan bahwa organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk :

a. Mengidentifikasi aspek lingkungan kegiatan, produk dan jasa dalam lingkup sistem manajemen lingkungan, yang dapat dikendalikan dan yang dapat dipengaruhi dengan memperhitungkan pembangunan yang

(51)

commit to user

direncanakan atau baru, kegiatan, produk dan jasa yang baru atau yang diubah.

b. Menentukan aspek yang mempunyai atau dapat mempunyai dampak penting terhadap lingkungan.

Organisasi harus mendokumentasikan informasi ini dan memelihara muktahirannya. Organisasi harus memastikan bahwa aspek lingkungan penting diperhitungkan dalam penetapan, penerapan dan pemeliharaan sistem manajemen lingkungannya.

(52)

Tempat Kerja

Daftar Aktivitas Kerja (Drilling dan Blasting)

Sumber Bahaya

Tidak ada identifikasi

Analisis Penilaian Risiko

Probability

Pengendalian Risiko Tidak Aman

Gambar 5. Kerangka pemikiran Identifikasi Bahaya (HIRARC) Kecelakaan Kerja Consequence Aman Pemenuhan : SMK3 : Elemen 3.3 OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 B. Kerangka Pemikiran

(53)

commit to user 49

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu suatu metode yang memaparkan hasil-hasil penelitian yang telah penulis lakukan, sehingga pembaca dapat mudah mengerti dan mendapatkan gambaran yang jelas mengenai hasil penelitian.

Laporan penelitian ini memberikan gambaran mengenai Analisis Penerapan HIRARC pada Aktivitas Driling dan Blasting di Area Pertambangan Batubara PT. Telen Orbit Prima Site Buhut, Kalimantan Tengah.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di area drilling dan blasting di PT. Telen Orbit Prima site Buhut, Kalimantan Tengah.

C. Obyek dan Ruang Lingkup Penelitian

Obyek penelitian yang digunakan dari penulisan laporan ini adalah manajemen risiko pada aktivitas drilling dan blasting di PT. Telen Orbit Prima

site Buhut, Kalimantan Tengah. Sedangkan ruang lingkup penelitian ini adalah

pemenuhan SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard

(54)

Identification, Risk Assessment, and Determining Controls” dan ISO 14001 :

2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”.

D. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini diambil dari : 1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Untuk memperoleh data ini menggunakan 3 cara :

a. Wawancara

Yaitu mengadakan wawancara langsung baik dengan pembimbing, kepala departeman, staff perusahaan, maupun tenaga kerja di lapangan.

b. Observasi

Yaitu mengadakan pengamatan langsung di lapangan yang dilakukan selama magang.

c. Dokumentasi

Yaitu melihat langsung pada HIRARC yang dibuat oleh Departemen Produksi di PT. Telen Orbit Prima site Buhut.

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari obyek yang sedang diteliti. Data ini diperoleh dari arsip-arsip perusahaan maupun literatur yang lain.

(55)

commit to user

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini digunakan beberapa teknik pengempulan data sebagai berikut :

1. Observasi Lapangan

Observasi lapangan yang dilakukan adalah dengan pengamatan langsung identifikasi bahaya terhadap sumber bahaya yang ada dalam aktivitas drilling dan blasting, serta bagaimana penilaian risiko yang dilakukan untuk tindakan pengendalian terhadap bahaya tersebut.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan cara melakukan tanya jawab dengan pembimbing lapangan, Production Departement Head, S&H Departement

Head dan Drill & Blast Foreman.

3. Studi Pustaka

Data sekunder diperoleh melalui data-data yang ada pada dokumen perusahaan, buku-buku kepustakaan, laporan-laporan penelitian yang sudah ada serta sumber lain yang berhubungan dengan pengidentifikasian bahaya serta penilaian risiko yang dilakukan tindakan perbaikan. Dokumen tersebut antara lain SOP Peledakan, SOP Drilling, SOP Missfire dan HIRARC Departemen Produksi.

(56)

F. Pelaksanaan

1. Tahap Persiapan

Persiapan yang dilakukan sebelum magang adalah mengajukan proposal permohonan magang di bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja di PT. Telen Orbit Prima site Buhut, disamping itu persiapan yang dilakukan adalah mempelajari kepustakaan yang berhubungan dengan menjemen risiko.

2. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian dimulai tanggal 19 Maret 2012 sampai dengan 16 Mei 2012. Adapun kegiatan selama melakukan penelitian adalah sebagai berikut :

a. Melakukan tahap orientasi dan observasi ke setiap departemen yang ada PT. Telen Orbit Prima.

b. Melakukan diskusi dan pembahasan bersama mengenai manajemen risiko aktivitas drilling dan blasting yang telah ada bersama

Production Supervisor dan S&H Supervisor.

c. Melakukan review HIRARC aktivitas blasting yang telah dibuat oleh Departemen Produksi. Dan diperoleh untuk aktivitas drilling belum ada HIRARC-nya.

d. Mengumpulkan data-data sekunder dari Production Departement yang berkaitan dengan program pelaksanaan HIRARC pada aktivitas

(57)

commit to user 3. Tahap Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis, dibahas dan disusun dalam suatu laporan.

G. Analisis Data

Dari semua hasil data yang diperoleh, kemudian dilakukan analisis potensi bahaya, penilaian risiko, penanggulangan bahaya serta HIRARC aktivitas drilling dan blasting yang telah dibuat oleh Departemen Produksi tentang penilaian dan pengendalian risiko tersebut disesuaikan dengan standar yaitu SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard Identification, Risk

Assessment, and Determining Controls, dan ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”. Serta pada hasil akhirnya, diharapkan dapat

(58)

commit to user

54 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Aktivitas Drilling

Aktivitas drilling merupakan proses sebelum aktivitas blasting, jadi aktivitas drilling adalah aktivitas drilling pada suatu area yang sudah ditentukan sesuai rencana peledakan yang nantinya digunakan untuk pengisian bahan peledak. Alur dari aktivitas drilling yang ada di PT. Telen Orbit Prima antara lain :

a. Pemasangan Batas

Pemasangan batas menggunakan beberapa patok dan safety line yang menandakan di lokasi tersebut akan dilakukan drilling. Dan tidak sembarang orang dapat masuk tanpa seijin pengawas dan penjaga lokasi. Pemasangan batas ini berfungsi sebagai acuan kepada kegiatan sebelum blasting yaitu sebagai penanda batas lokasi drilling dan setelah blasting yaitu pemuatan material hasil blasting.

b. Prepare Lokasi

Prepare lokasi adalah tahapan awal yang dilakukan yaitu dengan

proses persiapan lokasi yang akan di drilling yang meliputi : 1) Pemerataan Lokasi

Pemerataan lokasi ini bertujuan agar lokasi yang akan dilakukan

Gambar

Gambar 2. Teori Gunung Es          Sumber : Bird and German, 1986  Keterangan :
Gambar 3. Bagan SMK3
Gambar 5. Kerangka pemikiran Identifikasi Bahaya (HIRARC)  Kecelakaan Kerja Consequence Aman Pemenuhan : SMK3 : Elemen 3.3 OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 B
Gambar 6. Pola staggered
+4

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait