• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. formal maupun non formal. Secara non formal, atasan melakukan penilaian kinerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. formal maupun non formal. Secara non formal, atasan melakukan penilaian kinerja"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

10

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penilaian Kinerja

2.1.1.1Definisi Penilaian Kinerja

Penilaian terhadap prestasi kerja pegawai dapat dilakukan atasan secara formal maupun non formal. Secara non formal, atasan melakukan penilaian kinerja bawahan setiap saat diinginkan secara subjektif. Secara formal penilaian prestasi kerja dilakukan berdasarkan prosedur baku yang ditetapkan di perkantoran sehingga penilaian yang diberikan dapat lebih objektif.

Menurut Mathis dan Jackson (2006, p382), penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan. Penilaian kinerja juga disebut pemeringkatan karyawan, evaluasi karyawan, tinjauan kinerja dan penilaian hasil.

Adapun definisi penilaian kinerja menurut Veithzal Rivai dan Ahmad Fawzi (Op. Cit, h17) yaitu “prestasi yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya sesuai dengan standart dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu tindakan pengukuran atau proses evaluasi secara terstruktur

(2)

terhadap penilaian prestasi kerja pegawai dalam periode waktu tertentu sesuai dengan ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya, sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai umpan balik bagi peningkatan kinerja pegawai, sebagai input dalam memberikan informasi prestasi pelaksanaan suatu program apakah sudah sesuai sasaran atau belum.

2.1.1.2 Tujuan Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja digunakan untuk berbagai tujuan dalam organisasi. Keanekaragaman sering menggambarkan variasi tujuan yang berbeda tentang penilaian kinerja. Menurut Torrington (2005, h93), penilaian kinerja dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja pada saat ini, umpan balik, meningkatakan motivasi, mengidentifikasi kemampuan karyawan, membiarkan karyawan mengetahui hal yang diharapkan dari mereka, memusatkan perhatian pada pengembangan karier, meningkatkan imbalan, serta pemecahan masalah dalam pekerjaan.

Kegiatan performance appraisal dapat memperbaiki keputusan-keputusan dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kinerja yang mereka lakukan. Performance appraisal yang dimaksud ini juga memiliki banyak kegunaan, antara lain:

a. Perbaikan prestasi kerja

b. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi c. Keputusan-keputusan penempatan

d. Kebutuhan-kebutuhan latihan dan pengembangan e. Perencanaan dan pengembangan karir

(3)

f. Ketidakakuratan informasional g. Kesempatan kerja yang adil h. Tantangan-tantangan eksternal

i. Penyimpangan-penyimpangan proses staffing j. Kesalahan-kesalahan desain pekerjaan

Performance appraisal merupakan bagian dari performance management. Dalam melakukan penilaian prestasi kerja pegawai, terdapat dua perspektif utama yaitu fungsi evaluatif dan pengembangan.

a. Fungsi evaluatif bertujuan untuk membuat penilaian mengenai orang yang dinilai dan mengikuti analisis historis prestasi terakhir selama periode yang telah lalu. Penilaian dilakukan setelah membandingkan prestasi orang yang dinilai dengan sasaran-sasaran atau target yang telah ditetapkan sebelumnya, atau dengan semua item dalam job description. Tipe penilaian ini dihubungkan dengan alokasi penghargaan ekstrinsik, seperti gaji.

b. Fungsi pengembangan dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan mengembangkan kemampuan orang yang dinilai dengan titik berat pada prestasi pada masa datang, dan dihubungkan dengan perencanaan karier. Sasaran utamanya adalah untuk menentukan tipe pengetahuan dan keterampilan oleh individu.

Adapun faktor-faktor prestasi yang biasanya dinilai tersebut adalah:

a. Pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan dalam bekerja b. Sikap dan beban kerja yang diekspresikan sebagai antusiasme,

(4)

c. Kualitas pekerjaan atas dasar konsistensinya dengan perhatian pada detail

d. Interaksi, seperti yang ditunjukkan oleh keterampilan-keterampilan dan kemampuan komunikasi dengan orang dalam satu tim.

2.1.1.3 Indikator Sistem Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja menurut Nawawi (2003, p395) adalah kegiatan mengukur/menilai pelaksanaan pekerjaan untuk menetapkan sukses atau gagalnya seorang pekerja dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab dibidang kerjanya masing-masing.

Indikator sistem penilaian kinerja strategis menurut Nawawi diatas terdiri dari: 1. Relevansi 2. Sensitivitas 3. Reliabililitas 4. Akseptabilitas 5. Praktis

2.1.1.4 Dimensi Penilaian Kinerja

Dari beberapa uraian indicator diatas menurut Nawawi (2003, p395), maka didapatkan dimensi penilaian kinerja strategis yaitu:

(5)

1. Relevansi, harus sesuai dengan standar kinerja dan tujuan organisasi, serta kesesuaian standar penilaian kinerja dengan target kerja.

2. Sensitivitas, mampu membedakan antara kinerja yang efektif dan tidak efektif. Sensitivitas ini meliputi penilaian yang objektif, dan penilaian dijadikan sebagai alat evaluasi.

3. Reliabilitas, penilaian harus konsisten. Reliabilitas ini meliputi penilaian memiliki standar yang jelas, dan penilaian menggunakan sistem yang baku sesuai dengan critical element kerja yang diidentifikasi melalui job analisis dan dimensi yang dinilai melalui formulir penilaian.

4. Akseptabilitas, penilaian kinerja harus dapat diterima oleh semua pihak dan harus didukung oleh program sumberdaya manusia. Pembuatan penilaian kinerja harus mendapat masukan dari karyawan dan manajer. Akseptabilitas ini meliputi pembagian tanggung jawab kerja yang jelas, dan hasil penilaian dapat dijadikan dasar penghargaan dan sanksi.

5. Praktis, instrument penilaian kinerja harus mudah dimengerti serta dapat dilaksanakan oleh karyawanan dan manajer. Praktis ini meliputi informasi yang mudah diperoleh, dan komunikatif.

(6)

2.1.1.5 Sistem Penilaian Kinerja yang Efektif

Dalam lingkungan persaingan kerja yang dinamis, proses pengambilan keputusan manajemen perlu didukung dengan system pengukuran yang efektif. Noe, et.al (Op. Cit., h332-335) mengemukakan agar tercipta sistem pengukuran kinerja yang efektif, yaitu:

1. Strategic Congruence

Persyaratan kinerja yang diharapkan harus sesuai dengan strategi organisasi, tujuan, dan budaya organisasi. Kriteria ini menitikberatkan pada pentingnya sistem penilaian kinerja untuk mengarahkan pegawai berkontribusi terhadap organisasi.

2. Validity

Penilaian kinerja dapat dikatakan valid apabila ukuran-ukuran dalam penilaian kinerja menilai aspek-aspek yang relevan dengan kegiatan prestasi kerja. Disebut juga dengan content validity. Validitas berkaitan dengan memaksimalkan overlap antara kinerja nyata dengan standar penilaian kinerja. Penilaian kinerja dikatakan ‘deficient’ apabila tidak mengukur keseluruhan aspek kinerja. Penilaian kinerja dikatakan ‘contaminated’ apabila mengukur/menilai aspek-aspek yang tidak relevan dengan kinerja.

(7)

Job Performance measure Actual, or “true”, job performance Gambar 2.1

Contamination and Deficiency of a Job Performance Measure

Contamination Validty Deficiency

Sumber: S.W. Gilliland and J.C Langdon dalam Raympnd A. Noe, Human Resources Management: Gaining a Competitive Advantage, 4th ed, (USA: Mc. Graw

Hill, 2003), hal. 334.

3. Reliability

Reability merupakan konsistensi penilaian kinerja; tingkatan dari hasil penilaian kinerja bebas dari kesalahan. Salah satu tipe utama realibilitas yaitu interrater reability: konsistensi antar penilai dalam melakukan penilaian kinerja, dengan kata lain dua orang penilai memberika evaluasi yang sama/mendekati.

4. Acceptability

Sistem penilaian kinerja harus bisa diterima orang-orang yang menjalankan penilaian kinerja. Penilaian kinerja yang valid dan reliable bisa saja tidak didukung oleh penilai karena

(8)

5. Specifity

Penilaian kinerja mendorong secara spesifik kepada pegawai mengenai apa yang diharapkan dan bagaimana memenuhi harapan tersebut.

2.1.2 Perencanaan Karier

2.1.2.1 Definisi Perencanaan Karier

Karier adalah suatu deretan posisi yang diduduki oleh seseorang selama perjalanan usianya (Rivai, 2009:369). Jadi karier adalah suatu rangkaian kerja dan jabatan yang dipegang seseorang dalam jangka waktu lama.

Perencanaan karier adalah perencanaan yang fokus pada pekerjaan dan pengidentifikasian jalan karier yang memberikan kemajuan yang logis atas orang-orang diantara pekerjaan dalam organisasi (Mathis 2006 : 343). Perencanaan karier adalah proses dimana perusahaan menyeleksi tujuan karier dan jenjang karier dalam mencapai rencana karier ( Rivai 2009 : 266 ).

2.1.2.2 Manfaat Perencanaan Karier

Menurut Rivai (2009:269), manfaat perencanaan karier adalah sebagai berikut:

a. Meluruskan strategi dan syarat-syarat karyawan intern (aligns strategy and internal staffing)

b. Mengembangkan karyawan yang dapat dipromosikan (develops promotable employees)

(9)

c. Memudahkan penempatan ke luar negri (facilities international placement)

d. Membantu di dalam keanekaragaman tenaga kerja (assists with workforce diversity)

e. Mengurangi pergantian karyawan (lower turnover) f. Menyaring potensi karyawan (taps employee potensial) g. Meneruskan pertumbuhan pribadi (furthers personal growth) h. Mengurangi penimbunan (reduce hoarding)

i. Memuaskan kebutuhan karyawan (satisfies employee needs)

j. Membantu perencanaan tindakan secara affirmatif (assists affirmative action plans)

Dari sepuluh manfaat perencanaan karier diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan karier sangat bermanfaat bagi anggota organisasinya dan organisasi itu sendiri.

Menurut Hariandja (2002:221), manfaat perencanaan karier adalah sebagai berikut:

a. Menyesuaikan kemampuan pegawai dengan strategi b. Meningkatkan supply internal pegawai

c. Menyiapkan penempatan internasional

d. Memampukan pegawai untuk bekerja dengan pegawai yang berbeda latar belakangnya

e. Mengurangi perputaran kerja

f. Menyalurkan pegawai yang berpotensi g. Mendorong untuk meningkatkan kemampuan h. Mengurangi penumpukan pegawai

(10)

i. Memuaskan kebutuhan pegawai

j. Mengurangi atau menghilangkan terjadinya diskriminasi

Dengan adanya manfaat-manfaat tersebut selanjutnya yang dilakukan instansi pemerintah untuk membantu perencanaan karier pegawai adalah instansi pemerintah harus melakukan pendidikan karier, memberikan informasi tentang karier, dan melakukan bimbingan karier.

2.1.2.3 Indikator Perencanaan Karier

Menurut Dessler (2008, p160) indikator perencanaan karier adalah proses yang disengaja dimana seseorang menjadi sadar akan kemampuan pribadinya (personal skills), kepentingan/minat (interests), pengetahuan (knowledge), motivasi (motivations), dan karakteristik lainnya (other characteristics); memperoleh tentang informasi peluang dan pilihan (acquires information about opportunities and choices); mengidentifikasi karier yang berhubungan dengan tujuan (identifies career-related goals); dan menetapkan rencana aksi untuk mencapai tujuan tersebut (establishes action plans to attain specific goals).

2.1.2.4 Dimensi Perencanaan Karier

Dari beberapa uraian indikator diatas menurut Dessler (2008, p160), maka didapatkan dimensi perencanaan karier yaitu:

1. Skills, interest, value, knowledge yang terdiri dari: a. Hasrat/kemauan diri pegawai

b. Nilai diri pegawai c. Kepentingan pegawai d. Kemampuan pegawai

(11)

2. Acquires information about opportunities and choices within and out side the organization yang terdiri dari:

a. Kesempatan (berkarier) di luar organisasi b. Kesempatan (berkarier) di dalam organisasi 3. Identifies career-related goals yang terdiri dari:

a. Pencapaian tujuan jangka panjang b. Pencapaian tujuan jangka menengah c. Pencapaian tujuan jangka pendek 4. Establishes action plans yang terdiri dari:

a. Persiapan perencanaan karier b. Target karier

2.1.2.5 Perencanaan Karier yang Berpusat Pada Organisasi dan Individu Mathis dan Jackson (2006 :342) menambahkan bahwa perencanaan karier yang efektif mempertimbangkan perspektif yang berpusat pada organisasi dan perspektif yang berpusat pada individu. Perencanaan karier yang berpusat pada organisasional berfokus pada pekerjaan dan pengidentifikasian jalur karier yang memberikan kemajuan logis atas orang-orang diantara pekerjaan dalam organisasi, sedangkan perencanaan karier yang berpusat pada individu berfokus terhadap individu daripada kebutuhan organisasional. Perencanaan ini dilakukan oleh para karyawan sendiri dengan menganalisis tujuan dan keterampilan individual mereka. Bagi individu yang ingin mengatur karier mereka, harus menjalani beberapa aktivitas berikut:

1. Penilaian Diri Sendiri 2. Umpan Balik

(12)

3. Menentukan Tujuan Karir

Gambar 2.2

Perspektif Perencanaan Karier Organisasional dan Individual

Sumber: Mathis dan Jackson (2006 :342)

2.1.3 Partisipasi Karyawan

2.1.3.1 Definisi Partisipasi Karyawan

Partisipasi adalah bagaimana karyawan memainkan peran cukup besar dalam proses pengambilan keputusan. Ini adalah pengaturan yang memastikan bahwa karyawan diberi kesempatan untuk mempengaruhi keputusan manajemen dan untuk berkontribusi pada peningkatan kinerja organisasi (Armstrong, 2006). Menurut Abdur (2004:23), partisipasi adalah suatu proses pengambilan keputusan bersama oleh dua bagian atau lebih pihak di mana keputusan tersebut akan memiliki dampak masa depan terhadap mereka yang membuatnya, dengan demikian para manajer tingkat bawah memiliki suara dalam proses manajemen.

(13)

Ketika perencanaan diterapkan, partisipasi mengacu pada keterlibatan manajer tingkat menengah dan bawah dalam pengambilan keputusan yang mengarah pada penentuan tujuan operasional dan penetapan sasaran kinerja. Tingkat partisipasi karyawan non-manajerial dalam pengambilan keputusan bervariasi dari satu organisasi ke yang lain. Pendekatan partisipasi dapat menjelaskan kesesuaian tujuan antara pekerja dan pimpinan organisasi. Keterlibatan pekerja dalam proses pengambilan keputusan memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi organisasi dan mengadopsi tujuan organisasi sebagai tujuan individu (Argyris dalam Lim, 2003).

2.1.3.2 Tujuan Partisipasi Karyawan

Tujuan dari partisipasi karyawan telah didefinisikan oleh Marchington et al. (2001) sebagai berikut:

a. Artikulasi ketidakpuasan individu – untuk memperbaiki masalah dengan manajemen atau mencegah kerusakan hubungan

b. Ekspresi organisasi kolektif – untuk menyediakan sumber pengimbang kekuatan untuk manajemen

c. Kontribusi terhadap manajemen pengambilan keputusan – untuk mencari perbaikan dalam pekerjaan organisasi, kualitas, dan produktivitas

d. Demonstrasi kebersamaan dan hubungan kooperatif – untuk mencapai kelangsungan hidup jangka panjang bagi organisasi dan karyawan.

(14)

2.1.3.3 Indikator Partisipasi Karyawan

Partisipasi adalah bagaimana karyawan memainkan peran cukup besar dalam proses pengambilan keputusa. Ini adalah pengaturan yang memastikan bahwa karyawan diberi kesempatan untuk mempengaruhi keputusan manajemen dan untuk berkontribusi pada peningkatan kinerja organisasi atau berbagai tanggung jawab untuk mencapai tujuan tersebut (Armstrong, 2006). Jadi indikator partisipasi karyawan terdiri dari bagaimana keterlibatan mental dan emosional, motivasi, serta tanggung jawab.

Kemudian dengan adanya indikator yang di dapatkan diperoleh beberapa dimensi yang dapat dilihat sebagai berikut:

1. Keterlibatan mental dan emosional

Dalam melakukan partisipasi di dalam organisasi gagasan atau ide yang diterima dari setiap individu.

2. Motivasi

Menyalurkan sumber inisiatif serta kreativitas dan besarnya tenaga yang dicurahkan dalam periode kegiatan.

3. Tanggung jawab

(15)

2.1.4 Komitmen Organisasi

2.1.4.1 Definisi Komitmen Organisasi

Menurut Mathis dan Jackson (2006:122), komitmen organisasi adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta berkeingainan untuk tinggal bersama organisasi tersebut. Berbagai studi menunjukan bahwa pegawai relatif akan berkomitmen untuk organisasi jika mereka memiliki dan mempertahankan keyakinan yang berkaitan dengan tujuan, prinsip dan misi organisasi.

Komitmen organisasional didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut (Robbins, 2008:100).

Komitmen organisasi menurut Greenberg & Robert A. Baron (2003, p124) merupakan tingkat kekerapan identifikasi dan keterkaitan individu terhadap organisasi yang dimasukinya, dimana karakteristik komitmen organisasi antara lain adalah loyalitas seseorang terhadap organisasi, kemauan untuk mempergunakan usaha atas nama organisasi, kesesuaian antara tujuan seseorang dengan tujuan organisasi, dan keinginan untuk menjadikan anggota organisasi.

Sedangkan berdasarkan Luthans (2006:249), komitmen organisasi didefinisikan sebagai berikut:

1. Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu 2. Keinginnn untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi 3. Keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi

(16)

4. Dengan kata lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan.

Secara singkat pada intinya beberapa definisi komitmen organisasi dari berbagai pendapat para ahli di atas mempunyai pengertian yang hampir sama yaitu proses pada individu masing-masing pegawai dalam aturan-aturan, nilai dan tujuan organisasi. Selain itu komitmen organisasi menjelaskan secara singkat bagaiman hubungan pegawai dengan organisasi secara aktif karena pegawai memberikan tenaga dan tanggungjawab yang lebih untuk keberlanjutan dan keberhasilan suatu organisasi untuk kedepannya.

2.1.4.2 Dimensi Komitmen Organisasi

Menurut Robbins (2008:101) komitmen organisasional didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut dan mengemukakan bahwa ada tiga dimensi terpisah komitmen organisasional, yaitu antara lain :

1. Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan keterlibatan pegawai di dalam suatu organisasi. Keterkaitan emosional ini terbentuk karena karyawan setuju dengan tujuan dasar dan nilai-nilai organisasi, serta mengerti untuk apa organisasi tersebut berdiri. Karyawan dengan tingkat komitmen afektif yang tinggi akan memilih untuk tetap tinggal dalam organisasi untuk menyokong organisasi dalam mencapai misinya.

(17)

2. Komponen normative merupakan perasaan pegawai tentang kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi. Kewajiban untuk tetap tinggal dalam organisasi disebabkan karena tekanan dari pihak lain. Karyawan dengan tingkat komitmen normatif yang tinggi sangat peduli terhadap apa yang akan dipikirkan orang lain bila ia keluar dari organisasi tempatnya bekerja. Karyawan seperti ini akan merasa enggan untuk mengecewakan atasannya dan khawatir akan dicap buruk oleh rekan kerjanya bila ia keluar dari pekerjaan tersebut.

3. Komponen continuance komponen berdasarkan persepsi pegawai tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi. Semakin lama seseorang tinggal dalam sebuah organisasi, ia akan semakin tidak rela kehilangan apa yang telah mereka investasikan di organisasi tersebut, misalnya senioritas, kesempatan promosi, perencanaan pensiun, hubungan dengan rekan kerja. Karyawan dengan tingkat komitmen kelanjutan yang tinggi akan memilih untuk tetap tinggal dalm organisasinya dikarenakan tidak ingin mengambil resiko kehilangan hal-hal tersebut.

Meyer dan Allen berpendapat bahwa setiap komponen memiliki dasar yang berbeda. Pegawai dengan komponen afektif tinggi masih bergabung dengan organisasi karena keinginan tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu pegawai dengan tingkat continuance tinggi, tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Pegawai yang memiliki komponen normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya.

(18)

2.1.4.3 Menumbuhkan Komitmen

Komitmen organisasi memiliki tiga aspek utama, yaitu: Identifikasi, keterlibatan dan loyalitas pegawai terhadap organisasninya.

1. Identifikasi

Identifikasi terwujud dalam bentuk kepercayaan pegawai terhadap organisasninya dapt dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para pegawai ataupun dengan kata lain organisasi memasukkan tujuan dan keinginan para pegawainya dalam tujuan organisasi.

2. Keterlibatan

Keterlibatan atau partisipasi pegawai dalam aktivitas-aktivitas kerja penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan pegawai menyebabkan mereka akan mau dan senang bekerja sama baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan pegawai adalah dengan memancing partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan yang dapat menumbuhkan keyakinan pada pegawai bahwa apa yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan bersama. Di samping itu, dengan melakukan hal tersebut maka pegawai merasakan bahwa mereka diterima sebagai bagian yang utuh dari organisasi dan konsekuensi lebih lanjut, mereka merasa wajib untuk melaksanakan bersama apa yang telah diputuskan karena adanya rasa keterikatan dengan apa yang mereka ciptakan. Hasil riset

(19)

menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka yangmemiliki rasa keterlibatan tinggi umumnya tinggi pula.

3. Loyalitas

Loyalitas pegawai terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, jika perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun.

2.1.5 Penelitian Terdahulu

Studi kinerja menghubungkan penilaian, perencanaan karier dan partisipasi karyawan dengan komitmen organisasi relatif terlalu sedikit. Oleh karena itu dalam penelitian ini, penulis mempresentasikan beberapa temuan empiris menghubungkan komitmen organisasi dengan beberapa konstruksi terkait atau konsep-konsep seperti gaya kepemimpinan, niat untuk meninggalkan, dan kepuasaan pekerjaan.

Dalam Sembilan studi yang melibatkan 734 orang, Dunham et al. (1994) meneliti bagaimana manajemen partisipatif dan umpan balik pengawasan dipengaruhi tingkat afektif karyawan, kelanjutan, dan komitmen normatif. Penelitian menemukan bahwa ketika supervisor memberikan umpan balik tentang kinerja dan memungkinkan karyawan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, karyawan dengan tingkat komitmen afektif lebih tinggi daripada kelanjutan dan normatif. Artinya, karyawan menunjukkan tinggal dengan organisasi lebih terkait dengan rasa keinginan, bukan perasaan perlu untuk tinggal dengan organisasi atau perasaan keharusan untuk tinggal didalam organisasi.

(20)

Pentingnya pelatihan dalam mengembangkan komitmen karyawan tidak dapat diabaikan. Pelatihan menghasilkan perasaan belonginess antara karyawan. Program pengembangan eksekutif. Demikian juga tampaknya menjadi platform dalam memproduksi karyawan berkomitmen. Lam dan Zhang (2003) melakukan penelitian dan menemukan bahwa harapan karakteristik normal tidak terpenuhi dalam pekerjaan, pelatihan dan pengembangan, kompensasi dan keadilan yang berhubungan dengan kepuasan dan komitmen.

Moynihan et al. (2000) membuat hipotesis bahwa kepuasan kerja dan komitmen afektif memiliki hubungan yang positif dengan kinerja secara umum dan kepemimpinan, sementara komitmen kelanjutan akan menunjukkan hubungan negatif. Seperti yang diprediksikan, kepuasan kerja berhubungan positif dengan kinerja, meskipun tidak dengan kepemimpinan. Komitmen kelanjutan negatif terkait dengan kedua kinerja dan kepemimpinan. Peningkatan komitmen organisasi memiliki pengaruh positif terkait dengan hasil organisasi yang berharga, termasuk peringkat kerja, menurunnya niat untuk mencari pekerjaan baru (Bergmann et al., 2000).

Beberapa ilmuwan percaya bahwa perilaku menghasilkan dukungan komitmen organisasi yang merupakan faktor kunci. Yoona (2002) mengusulkan sebuah model dual-process baru dari komitmen organisasi. Model ini menetapkan bahwa kepuasan pekerjaan secara keseluruhan dan persepsi dukungan organisasi merupakan proses emosional dan kunci kognitif yang memobilisasi komitmen di tempat kerja. Model ini juga menunjukkan bahwa perasaan kepuasan kerja dan persepsi dukungan organisasi beroperasi melalui saluran independen untuk menengahi dampak dari pengalaman bekerja pada komitmen organisasi.

(21)

2.2Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tinjauan pustaka dan permasalahan diatas, maka penelitian ini dapat ditunjukkan oleh model gambar sebagai berikut:

Gambar 2.3

Kerangka Pemikiran

Sumber: pengolahan Penulis

Keterangan: Parsial

Sistem Penilaian Kinerja (X1) Perencanaan Karier (X2) Partisipasi Pegawai (X3) Komitmen organisasi (Y)

(22)

Simultan

2.3 Hipotesis

Bentuk pengamatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini menggunakan instrumen penelitian yang berbentuk kuesioner, dengan hipotesa penelitian yang sesuai dengan Tujuan 1 adalah sebagai berikut:

Ho: Penilaian kinerja tidak memiliki pengaruh secara langsung terhadap komitmen organisasi di Kantor Walikota Jakarta Selatan (suku dinas pariwisata kota administrasi).

Ha: Penilaian kinerja memiliki pengaruh secara langsung terhadap komitmen organisasi di Kantor Walikota Jakarta Selatan (suku dinas pariwisata kota administrasi).

Hipotesis kedua yang juga akan dibuktikan kebenarannya sesuai dengan Tujuan 2 yaitu sebagai berikut:

Ho: Perencanaan karier tidak memiliki pengaruh secara langsung terhadap komitmen organisasi di Kantor Walikota Jakarta Selatan (suku dinas pariwisata kota administrasi).

Ha: Perencanaan karier memiliki pengaruh secara langsung terhadap komitmen organisasi di Kantor Walikota Jakarta Selatan (suku dinas pariwisata kota administrasi).

(23)

Hipotesis ketiga yang juga akan dibuktikan kebenarannya sesuai dengan Tujuan 3 yaitu sebagai berikut:

Ho: Partisipasi karyawan tidak memiliki pengaruh secara langsung terhadap komitmen organisasi di Kantor Walikota Jakarta Selatan (suku dinas pariwisata kota administrasi).

Ha: Partisipasi karyawan memiliki pengaruh secara langsung terhadap komitmen organisasi di Kantor Walikota Jakarta Selatan (suku dinas pariwisata kota administrasi).

Hipotesis keempat yang juga akan dibuktikan kebenarannya sesuai dengan Tujuan 4 yaitu sebagai berikut:

Ho: Penilaian kinerja, perencanaan karier, partisipasi karyawan tidak memiliki pengaruh terhadap komitmen organisasi secara simultan di Kantor Walikota Jakarta Selatan (suku dinas pariwisata kota administrasi).

Ha: Penilaian kinerja, perencanaan karier, partisipasi karyawan memiliki pengaruh terhadap komitmen organisasi secara simultan di Kantor Walikota Jakarta Selatan (suku dinas pariwisata kota administrasi).

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan, berapa erat hubungan dan berarti

Apabila merujuk pada pandangan Eliade (2002), maka jawaban teoritis terhadap fenomena pensakralan Barong Using di atas, adalah Barong Using tersebut merupakan perwujudan

relevan dari setiap laporan kepatuhan atau penilaian yang disampaikan kepada FTC (Federal Trade Commission). Kerangka kerja Privacy Shield bertujuan agar program dapat

Contoh dari kegiatan dan atribut yang tidak relevan dengan aktivitas pembelajaran siswa dan dilarang digunakan dalam pelaksanaan MATSAMA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

‐ Mencapai efisiensi dan produktivitas kerja organisasi atau perusahaan. Maka manajemen sumber daya manusia adalah suatu kegiatan pengelolaan meliputi pendayagunaan,

Hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas manusia bekerja adalah disebabkan adanya kebutuhan yang relatif tidak terpenuhi yang disebabkan adanya faktor keterbatasan manusia

Proses ini berguna untuk mengolah data ke dalam proses sistem inferensi dan akan menghasilkan kesimpulan hasil diagnosis berupa masalah penyebab low SHOSR pada

Bagaimana peran kelembagaan formal maupun non-formal dalam menyelesaikan konflik antar nelayan