• Tidak ada hasil yang ditemukan

fraktur servikal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "fraktur servikal"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb.1

Fraktur servikal paling sering disebabkan oleh benturan kuat, atau trauma pukulan di kepala. Atlet yang terlibat dalam olahraga impact, atau berpartisipasi dalam olahraga memiliki resiko jatuh akibat benturan di leher (ski, menyelam, sepak bola, bersepeda) terkait dengan fraktur servikal. Setiap cedera kepala atau leher harus dievaluasi adanya fraktur servikalis. Sebuah fraktur servikal merupakan suatu keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan segera. Spine trauma mungkin terkait cedera saraf tulang belakang dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, sehingga sangat penting untuk menjaga leher.1

Cedera spinal dengan atau tanpa deficit neurologis harus selalu dipikirkan pada pasien dengan trauma multiple. Kurang lebih 5% pasien denga cedera kepala juga mengalami cedera spinal sementara 25% pasien dengan cedera spinal mengalami setidaknya cedera kepala ringan. Kurang lebih 55% trauma spinal terjadi pada region servikal, 15% di region torakal, 15% di region sendi torakolumbal dan 15% di area lumbosakral. Kurang lebih 10% pasien dengan trauma tulang servikal mengalami fraktur kolumna vertebralis kedua yang tidak berhubungan.4

Menyingkirkan adanya trauma spinal pada pasien yang sadar cukup mudah. Tidak adanya gangguan neurologis dan nyeri di sepanjang spinal menyingkirkan adanya cedera spinal. Namun pada pasien penurunan kesadaran tidak mudah. Dalam hal ini penting untuk dilakukan pemeriksaan radiologi untuk menyingkirkan cedera spinal. Jika hasil radiologi tidak jelas maka tulang belakang harus tetap diproteksi sampai dilakukan pemeriksaan selanjutnya.4

(2)

2 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Anatomi

Kolumna vertebralis terdiri dari 7 tulang servikal, 12 torakal dan 5 lumbal seperti pada sacrum dan koksigis. Tulang vertebra memiliki korpus di anterior yang membentuk bangunan utama sebagai tumpuan beban. Korpus vertebra dipisahkan oleh diskus intervertebralis dan disangga di sebelah anterior dan posterior. Disebelah posterolateral, dua pedikel membentuk pilar tempat atap kanalis verteralis (lumina) berada. Facet joint, ligamentum interspinosum dan otot-otot paraspinal ikut berperan dalam stabilitas tulang belakang.4

(3)

3 Tulang servikal paling rentan terhadap cedera karena mobilitas dan paparannya. Kanalis servikalis melebar di bagian atas yang terbentuk mulai dari foramenmagnum hingga ke bagia bawah C2. Mayoritas pasien yang selamat dengan cedera pada bagian ini tidak mengalami gangguan neurologis pada saat datag ke rumah sakit. Namun kira-kira sepertiga pasien dengan cedera tulang servikal bagian atas meninggal di tempat kejadian akibat apneu diakibatkan hilangnya inervasi nervus frenikus karena trauma di C1. Di bawah C3 relatif lebih kecil dibandingkan dengan diameter medulla spinalis dan trauma pada kolumna vertebralis lebih mudah menyebabkan cedera medulla spinalis.4

Mobilitas tulang torakal lebih terbatas dibandingkan servikal dan mempunyai penyokong tambahan dari tulang iga. Sehingga insidens fraktur torakal lebih kecil dan mayoritas fraktur torakal adalah wedge compressions yang tidak menyebabkan cedera medulla spinalis. Namun bila terjadi fraktur dislokasi torakal maka hamper selalu menyebabkan cedera medulla spinalis komplit karena kanalis torakal yang relative sempit. Sendi torakolumbal menjadi daerah yang lemah karena berada antara daerah torakal yang tidak fleksibel dan daerah lumbal yang lebih kuat. Hal ini menyebabkan lebih rentan terhadap cedera dan 15% cedera spinal terjadi pada daerah ini.4

(4)
(5)

5 Medulla spinalis

Medulla spinalis berawal dari ujung bawah medulla oblongata di foramen magnum. Pada dewasa berakhir di sekitar tulang L1 berakhir menjadi konus medularis. Selanjutnya akan berlanjut menjadi kauda equine yang lebih tahan terhadap cedera. Dari berbagai traktus di medulla spinalis secara klinis traktus kortikospinalis, traktus spinothalamikus dan kolumna posterior. Setiap pasang traktus dapat cedera pada satu atau kedua sisinya.4

Traktus kortikospinal yang terletak dibagian posterolateral medulla spinalis mengatur kekuatan motorik tubuh ipsilateral dan diperiksa dengan melihat kontraksi otot volunteer atau melihat respon involunter dengan rangsang nyeri. Traktus spinotalamikus yang terletak di anterolateral medulla spinalis membawa sensais nyeri dan suhu dari sisi kontralateral tubuh. Secara umum diperiksa dengan tusukan atau sentuhan ringan. Kolumna posterior membawa sensasi posisi (proprioseptif), getar dan sentuh dari bagian tubuh ipsilateral. Kolumna ini diperiksa dengan sensasi posisi ibu jari dan jari-jari atau getar dengan garpu tala.4

Keadaan dimana tidak ada lagi fungsi sensorik dan motorik dibawah level tertentu disebut dengan cedera medulla spinalis kompllit. Dalam minggu pertama pasca trauma, diagnosis belum dapat ditegakkan secara pasti karena masih ada kemungkinan terjadisyok spinal. Cedera inkomplit adalah cedera dimana masih ada fungsi motorik atau sensorik yang tersisia, prognosisnya lebih baik dibandingkan cedera komplit. Sisa sensasi di daerah perianal mungkin hanya satu-satunya tanda dari fungsi yang tersisa. Sacralsparing dapat ditunjukan oleh preservasi sensorik di region perianal dan/atau kontraksi volunteer sfingter ani.4

(6)

6 Dermatom

Dermatom adalah daerah kulit yang dipersarafi oleh akson sensoris radiks saraf segmen tertentu. Pengetahuan mengenai beberapa level dermatom yang penting sangat berguna dalam menentukan level trauma dan menilai adanya perbaikan atau perburukan. Level sensoris dermatom dengan fungsi sensoris normal yang paling rendah dan seringkali berbeda pada kedua sisi tubuh. Untuk alas an praktis, dermatom servikal atas (C1-C4) sangat bervariasi dalam distribusi ke kulit dan tidak dipakai dalam lokalisasi. Namun nervus supraclavicularis (C2-C4) member inervasi sensorik ke daerah yang menutupi muskulus pektoralis. Adanya senasi pada daerah ini dapat membingungkan pemeriksa pada saat mencoba menentukan level sensorik pada pasien dengan cedera servikal bawah. Daerah yang dapat dijadikan patokan4 :

(7)

7 C3- area dia tas deltoid

C6 - ibu jari C7 – jari tengah C8 – kelingking T4 – papilla mamae T8 – prosesus xiphoideus T10 – umbilicus T12 – simfisi pubis L4 – sisi medial betis

L5 – ruas antara ibu jari dan telunjuk kaki S1 – sisi lateral kaki

S3 – tuberositas iskium S4 dan S5 – daerah perianal

(8)

8 Miotom

Setiap radiks saraf mempersarafi lebih dari satu otot dan kebanyakan otot dipersarafi lebih dari satu radiks (biasanya dua). Walaupun begitu supaya mudah beberapa otot atau kelompok otot diidentifikasi sebagai perwakilan dari segmen saraf spinal tertentu. Daerah otot yang penting adalah4

C5 – deltoid

C6 – ekstensor pergelangan tangan (biseps, ekstensor karpi radialis lingus dan brevis) C7 – ekstensor lengan (triseps)

(9)

9 T1 – abductor jari kelingking

L2 – fleksor paha

L3,L4 – ekstensor lutut (quadriceps, reflex patella) L4,L5,S1 – fleksi lutut (hamstring)

L5 – dorsofleksi pergelangan kaki dan ibu jari S1 – flekso plantar pergelangan kaki

2.2 Definisi

Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur,sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literature.1

Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Back dan Marassarin (1993) berpendapat bahwa fraktur adalah terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan. Jadi fraktur servikal adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas servikal.1

2.3 Etiologi

Cedera spinal terjadi akibat patah tulang belakang dan terbanyak mengenai servikal dan lulmbal. Cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi atau rotasi tulang belakang. Di daerah torakal tidak banyak terjadi karena terlindung oleh struktur thoraks.3

Kelainan dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi atau kominutif dan dislokasi, sedangkan kerusakan pada sumsum tulang belakang dapat berupa memar, kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah atau perdarahan.3

(10)

10 Kelainan sekunder dapat disebabkan oleh hipoksemia dan iskemia. Iskemia disebabkan oleh hipotensi, udem atau kompresi.3

Kerusakan pada spinal merupakan kerusakan permanen karena tidak ada regenerasi dari jaringan saraf.3

2.4 Epidemiologi

Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit jantung, kanker dan stroke, tercatat 50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun, 3% penyebab kematian ini karena trauma langsung medula spinalis, 2% karena multiple trauma. Insidensi trauma pada laki-laki 5 kali lebih besar dari perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport, kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3.4

2.5 Patofisiologi

Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989). Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur.5

Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukoit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian

(11)

11 menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma comportement.5

2.6 Gambaran Klinis

Gambaran klinis tergantung dari letak dan besarnya kerusakan yang terjadi. Kerusakan melintang memberikan gambaran hilangnya fungsi motork maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai syok spinal. Syok spinal terjadi Karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat. Peristiwa ini umumnya terjadi selama satu hingga enam minggu. Tandannya adalah kelumpuhan flasid, anesthesia, arefleksia, hilangnya perspirasi, gangguan fungsi rectum dan kandung kemih, priapismus, bradikardia dan hipotermal. Setelah syok spinal pulih akan terdapat hiperrefleksia.2

Sindrom sumsum tulang belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik dibawah tempat kerusakan disetai hilangnya sensasi nyeri dan suhu ada kedua sisinya, sedangkan sensari raba dan posisi tidak tergnaggu.4

Cedera sumsum tulang belakang sentral jarang terjadi. Pada umumnya terjadi akibat cedera di daerah servikal dan disebabakan hiperekstensia mendadak sihingga sumsum tulang belakang terdesak oleh ligamentum flavum yang terlipat. Gambaran klinis berupa tetraparese parsial. Gangguan pada ekstremitas bawah lebih ringan daripada ekstremitas atas sedangkan daerah perianal tidak terngnanggu.4

Sindrom brown-sequard disebabkan oleh kerusakan paruh lateral sumsum tlang belakang. Sindrom ini jarang ditemukan gejalanya burupa gangguan motorik dan hilangnya rasa vibrasi pada posisi ipsilateraldi kontralateral terdapat gangguan rasa nyeri dan suhu.4

Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra L1-L2 mengakibatkan anesthesia perianaal, ganggguan fungsi defleksi, miksi,impotensi, serta hilangnya reflex anal dan reflex bulbokavernosa.4

(12)

12 Sindrom kauda equine disebabkan oleh kompresi pada radiks lumbo sacral setinggi ujung konus medularis dan menyebabkan leumpuhan dan anesthesia di daerah lumbosakral yang mirip dengan sindrom konus medularis.4

2.7 Diagnosis

Pada penderita yang masih sadar, cedera spinal mudah dikenali dengan menilai keluhan dan melakukan pemeriksaan terhadap kelainan yang terjadi; misalnya penderita mengeluh sakit sepanjang kolumna vertebra, mengeluh baal, kebas hingga lumpuh pada anggota gerak tertentu. Namun pada penderita yang mengalami penurunan kesadaran hingga koma akan sulit menilai keluhan dan melakukan pemeriksaan klinis sehingga kita selalu melakukan praduga positif dan melakukan serangkaian pemeriksaan penunjang.1

Beberapa keadaan yang harus dicurigai sebagai cedera spinal dan harus dikelola sebagai cedera spinal adalah1 :

 Semua penderita pasca trauma yang tidak sadar  Penderita yang mengalami gejala neurologis

 Penderita yang mengeluh nyeri gerak da nyeri tekan pada sepanjang daerah spinal

 Penderita yang jatuh dari ketinggian

 Penderita multiple trauma akibat kecelakaan lalulintas 2.8 Klasifikasi Cedera Medulla Spinalis

Cedera medulla spinalis diklasifikasikan berdasarkan level, beratnya deficit neurologis, sindroma medulla spinalis dan morfologi.1,4

Level

Level neurologis adalah segmen paling kaudal yang masihmemiliki fungsi sensorik dan motorik nomal di kedua sisi tubuh. Pada cedera komplit bila ditemukan kelemahan fungsi sensorik dan/atau motorik dibawah segmen normal terendah. Hal ini disebut dengan zona preservasi parsial. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya penen tuan level trauma pada kedua sisi sangat penting.1,4

Perbedaan yang jelas terjadi antara lesi diatas dan di bawah T1.cedera pada 8 segmen medulla spinalis servikal akan menyebabkan tetraplegi dan lesi di bawah T1

(13)

13 akan menyebabkan paraplegi. Level tulang trauma adalah tulang vertebra yang mengalami kerusakan sehingga menyebabkan kerusakan medulla spinalis. Semakin kaudal suatu cedera, semakin jelas perbedaan yang terjadi. 1,4

Beratnya Defisit Neurologis

Cedera medulla spinalis dibagi menjadi :  Paraplegi inkomplit

 Para plegi komplit  Tetraplegi inkomplit  Tetraplegi komplit

Sangat penting untuk mencari tanda-tanda adanya preservasi fungsi dari semua jenis medulla spinalis. Adanya fungsi mototrik atau sensorik di bawah level trauma menunjukkan adanya cedera inkomplit. Tanda – tanda cedera inkomplit meliputi adanya sensasi atau gerakan volunteer di sektremitas bawah, sacral sparing, kontraksi sfingter ani volunteer, dan fleksi ibu jari kaki volunteer. Reflex sacral. Seperi reflex bulbokavernosus atau kerutan anas, tidak termasuk1,4

Sindrom medulla spinalis

Central cord syndrome ditandai denga hilangnya kekuatan motorik lebi banyak pada ekstremitas atas dibandingkan dengan ekstremitas bawah, dengan kehilangan sensorik bervariasi. Biasanya sindrom ini terjadi setelah adanya trauma hiperekstensi pada pasien yang mengalami kanalis stenosis servikal sebelumnya. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat jatuh ke depan dengan dampak pada daerah wajah. Dapat terjadi dengan atau tanpa fraktur tulang servikal atau dislokasi. Perbaikan biasanya mengikuti pola yang khas, ekstremitas bawah mengalami perabikan lebih dahulu diiuti dengan fungsi kandung kemih da ekstremitas atas serta tangan terakhir. Central cord syndrome diperkirakan terjadi akibat gangguan vascular di daerah yang diperdarahi oleh arteri spinalis anterior. Arteri ini member suplai ke daerah sentral medulla spinalis. Karena serabut motorik dis egmen servikal secara topografis tersusun kea rah sentral medulla spinalis, lengan serta tangan adalah yang terpengaruh paling parah. 1,4

Natrioe cord syndrome adalah ditandai dengan paraplegi dan kehilangan sensorik disosiasi dengan hilangnya snssasi nyeri dan suhu. Fungsi kolumna posterior teteap bertahan. Biasanya anterior cord syndrome disebabkan infark pada daerah

(14)

14 medulla spinalis yang diperdarahi oleh arteri spnalis anterior. Prognosis sindrom ini paling buruk dibandingkan cedera inkomplit lainnya. 1,4

Sindrom brown sequerd terjadi akibat hemiseksi medulla spinalis, biasanya terjaid akibat trauma tembus. Sindrom ini terdiri dari kehilangna motorik ipsilateral dan hilangnya sensasi posis, disertai hilangnya sensasi suhu serta nyeri kontrolateral mulai satu atau dua level di bawah level trauma. 1,4

Jenis spesifik cedera spinal

Cedera sevikal dapat terjadi akibat salah satu atau kombinasi dari mekanisme trauma berikut ini1,4 : 1. axial loading 2. fleksi 3. ekstensi 4. rotasi 5. lateral bending 6.distraksi

2.9 Klasifikasi trauma servikal berdasarkan mekanismenya A. Klasifikasi berdasarkan mekanisme trauma5,6 :

a. Trauma Hiperfleksi 1. Subluksasi anterior

terjadi robekan pada sebagian ligament di posterior tulang leher ; ligament longitudinal anterior utuh. Termasuk lesi stabil. Tanda penting pada subluksasi anterior adalah adanya angulasi ke posterior (kifosis) local pada tempat kerusakan ligament. Tanda-tanda lainnya : - Jarak yang melebar antara prosesus spinosus

(15)

15

2. Bilateral interfacetal dislocation

Terjadi robekan pada ligamen longitudinal anterior dan kumpulan ligament di posterior tulang leher. Lesi tidak stabil. Tampak diskolasi anterior korpus vertebrae. Dislokasi total sendi apofiseal.

(16)

16

3. Flexion tear drop fracture dislocation

Tenaga fleksi murni ditambah komponen kompresi menyebabkan robekan pada ligamen longitudinal anterior dan kumpulan ligamen posterior disertai fraktur avulse pada bagian antero-inferior korpus vertebra. Lesi tidak stabil. Tampak tulang servikal dalam fleksi : - Fragmen tulang berbentuk segitiga pada bagian antero-inferior korpus vertebrae

- Pembengkakan jaringan lunak pravertebral Gambar 2. Bilateral interfacetal

(17)

17

4. Wedge fracture

Vertebra terjepit sehingga berbentuk baji. Ligament longitudinal anterior dan kumpulan ligament posterior utuh sehingga lesi ini bersifat stabil.

Gambar 3. Flexion tear drop fracture dislocation

(18)

18 5. Clay shovelers fracture

Fleksi tulang leher dimana terdapat kontraksi ligament posterior tulang leher mengakibatkan terjadinya fraktur oblik pada prosesus spinosus ; biasanya pada CVI-CVII atau Th1.

b. Trauma Fleksi-rotasi

Terjadi dislokasi interfacetal pada satu sisi. Lesi stabil walaupun terjadi kerusakan pada ligament posterior termasuk kapsul sendi apofiseal yang bersangkutan.

Tampak dislokasi anterior korpus vertebra. Vertebra yang bersangkutan dan vertebra proksimalnya dalam posisi oblik, sedangkan vertebra distalnya tetap dalam posisi lateral.

(19)

19 c. Trauma Hiperekstensi

1. Fraktur dislokasi hiperekstensi

Dapat terjadi fraktur pedikel, prosesus artikularis, lamina dan prosessus spinosus. Fraktur avulse korpus vertebra bagian postero-inferior. Lesi tidak stabil karena terdapat kerusakan pada elemen posterior tulang leher dan ligament yang bersangkutan.

Gambar 6. Trauma Fleksi-rotasi

(20)

20 2. Hangmans fracture

Terjadi fraktur arkus bilateral dan dislokasi anterior C2 terhadap C3.

d. Ekstensi-rotasi

Terjadinya fraktur pada prosesus artikularis satu sisi e. Kompresi vertical

Terjadinya fraktur ini akibat diteruskannya tenaga trauma melalui kepala, kondilus oksipitalis, ke tulang leher.

(21)

21 1. Bursting fracture dari atlas (jeffersons fracture)

2. Bursting fracture vertebra servikal tengah dan bawah Gambar 8. Jeffersons fracture

(22)

22 B. Klasifikasi berdasarkan derajat kestabilan

a. Stabil b. Tidak stabil

Stabilitas dalam hal trauma tulang servikal dimaksudkan tetap utuhnya komponen ligament-skeletal pada saat terjadinya pergeseran satu segmen tulang leher terhadap lainnya.

Cedera dianggap stabil jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian medulla spinalis anterior, komponen vertebral tidak bergeser dengan pergerakan normal, ligamen posterior tidak rusak sehingga medulla spinalis tidak terganggu, fraktur kompresi dan burst fraktur adalah contoh cedera stabil. Cedera tidak stabil artinya cedera yang dapat bergeser dengan gerakan normal karena ligamen posteriornya rusak atau robek, Fraktur medulla spinalis disebut tidak stabil jika kehilangan integritas dari ligamen posterior.

Menentukan stabil atau tidaknya fraktur membutuhkan pemeriksaan radiograf. Pemeriksaan radiografi minimal ada 4 posisi yaitu anteroposterior, lateral, oblik kanan dan kiri. Dalam menilai stabilitas vertebra, ada tiga unsur yamg harus dipertimbangkan yaitu kompleks posterior (kolumna posterior), kompleks media dan kompleks anterior (kolumna anterior).

Pembagian bagian kolumna vertebralis adalah sebagai berikut5,6 :

1. kolumna anterioryang terbentuk dari ligament longitudinal dan duapertiga bagian anterior dari corpus vertebra, diskus dan annulus vertebralis

2. kolumna media yang terbentuk dari satupertiga bagian posterior dari corpus vertebralis, diskus dan annulus vertebralis

kolumna posterior yang terbentuk dari pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa. 5,6

(23)

23 2.10 Jenis Cedera Servical C1 dan C2

Dislokasi Atlanto Oksipital

Cedera terputusnya atlantooksipital cukup jarang dan terjadi akibat distraksi dan fleksi traumatic yang hebat. Kebanyakan pasien akan meninggal akibat destruksi batang otak dan apneu atau mendapat gangguan neurologis (trgantung pada ventilator dan tetraplegi). Sedikit pasien dapat bertahan bila langsung mendapatkan resusitasi di tempat kejadian. Cedera ini ditemukan pada 19% dengan cedera spinal fatal dan biasanya merupakan kematian pada shaken body syndrome dimana bayi meninggal setelah di guncang.4

Fraktur atlas (C1)

Tulang atalas tipis, berbentuk cincin dengna permukaan sendi yang luas. Fratur atlas tejadi 5% dari fraktur tulang servikal akut. Kira-kira 40% fraktur atlas berhubungan dengan fraktur aksis (C2). Fraktur tersering C1 adalah burst fracture (Fraktur Jefferson). Mekanisme trauma yang biasa terjadi adalah axial loading, yang terjadi bila ada beban berat jatuh secara vertical ke kepala pasien atau pasien jatuh ke permukaan dengan kepala berada pada posisi netral. Fraktur jefferseon meliputi terputusnya kedua ring anterior dan posterior C1 dengan bergesernya massa lateral kea rah lateral. Fraktur ini paling baik dilihat dengan pandangan open mouth dari C1 dan C2 dan dengan CT-scan axial. Bila patahan tulang tampak bergeser lebih dari 7 mm pada foto proyeksi frontal, kemungkinan ligamentum transversumnya robek. Konfirmasi tentang cedera ligamentum ini dipastikan bersasarkan adanya gerakan abnormal antara odontoid dan atlas pada pemeriksaan radiologis. Pada pasien yang selamat, fraktur ini biasanya tidak berhubungan dengan fraktur medulla spinalis. Namun fraktur ini tidak stabil dan pertama kali harus ditanganni dengan collar neck. Tindakan operasi (fusi) ditujukan untuk kasus yang ligamennya ikut cedera. Tindakan operasi adalah fiksasi antara oksiput dengan lamina dan pada saat pascabedah dipasang jaket halo.7

Subluksasi rotasi C1

Subluksasi rotasi C1 paling sering dijumpai pada ank-anak. Dapat terjadi spontan setelah trauma, dengan infeksi saluran napas atas atau dengan rheumatoid arthritis. Pasien datang dengan rotasi kepala persisten. Cedera ini paling baik juga dilihat dengan open mouth odontoid view walaupun gambaran radiologis dapat membingungkan. Pada cedera ini odontoid tidak terletak sama dari kedua lateral mass

(24)

24 C1. Pasien tidak boleh dipaksa untuk melawan rotasi, tapi harus diimobilisasi dalam posisi terotasi. 4

Fraktur aksis (C2)

Aksis adalah tulang vertebra servikal terbesar dan bentuknya berbeda dengan yang lain. Sehingga tulang ini mudah menderita bermacam-macam fraktur tergantung dari gaya dan arahnya. Fraktur C2 kira-kira terjadi pada 18% dari semua cedera servikal. 4

Fraktur Odontoid

Kira-kira 60% dari fraktur C2 terjadi pada prossesus odontoid, tonjolan tulang seperti pasak yang menonjol ke atas dan dalam keadaan normal berhubungan dengan arkus anterior C1. Prossesus odontoid terikat ditempatnya oleh ligamentum transversum. Fraktur odontoid bisa dilihat dengan foto servikal lateral atau dengan proyeksi open mouth. Namun biasanya CT scan dibuat untuk meyakinkan. Fraktur odontoid tipe 1 terjadi pada ujung odontoid dan relative jarang terjadi. Fraktur odontoid tipe 2 tejadi pada dasar dens dan merupakan fraktur odontoid tersering. Pada anak berusia kurang dari 6 tahun masih terdapat lempeng epifisis dan mungkin tampak seperti garis fraktur. Fraktur odontoid tipe 3 terjadi pada dasar dens dan berlanjut secara oblik kearah korpus aksis. Tindakan operasi stabilisasi fraktur tipe II dilakukan dengan mengikat lamina C1 dan prosessus spinosus C2, atau memasang klem Halifax. Prosedur alternative lain yang dapat diterapkan untuk fraktur tipe II adalah memasang sekrup melalui sumbu tulang ke dalam prosesus odontoid melalui pendekatan anterolateral dan pemantauan fluroskopi. Fraktur tipe III biasangya akan pulih hanya dengan stabilisasi melalui pemasangan traksi servikal.7

(25)

25 Fraktur elemen posterior C2

Hangman’s fracture terjadi pada elemen posterior C2 yang merupakan pars interkularis. Fraktur jenis ini terjadi ira-kira 20% dari semua fraktur aksis dan biasanya diakibatkan cedera hiperekstensi. Dinamakan Hangman karena sesuai dengan kelainan yang terjadi pada orang yan dihukum gantung dengan simpul di depan dagu. Fraktur hangman jarang menimulkan deficit neurologis mengingat fraktur menimbulkan pemisahan antara korpus C2 dengan elemen osterior. Fraktur Hangman dibedakan menjadi tiga tipe. Tipe I merupakan fraktur yang stabil, dimana pergeseran atau angulasi di sini hanya minimal saja serta cukup diterapi dengan pemasangan collar neck. Tipe II menunjukkan angulasi dan translasi yang bermakna dan penanganannya adalah pemasangan jaket Halo. Tipe II adalah fraktur yang menimbulkan dislokasi faset C2 bilateral dan sangat tidak stabil sehingga untuk kasus ini perlu dioperasi untuk stabilisasi. Pasien dengan fraktur ini harus diimobilisasi eksternal sampai mendapatkan terapi spesialistik. 7

2.11 Metode untuk foto daerah cervical

1. Pada foto anteroposterior garis lateral harus utuh, dan prosesus spinosus dan bayangan trakea harus berada pada garis tengah. Diperlukan foto dengan mulut terbuka untuk memperlihatkan C1 dan C2 (untuk fraktur massa lateral dan odontoid). 1,5,6

2. Foto lateral harus mencakup ketujuh vertebra cervical dan T1, jika tidak cedera yang rendah akar terlewatkan. Hitunglah vertebra kalau perlu, periksa ulang dengan sinar-X sementara menerapkan traksi ke bawah pada lengan. Kurva lordotik harus diikuti dan menelusuri empat garis sejajar yang dibentuk oleh bagian depan korpus vertebra, bagian belakang badan vertebra. massa lateral dan dasar-dasar prosesus spinosus setiap ketidakteraturan menunjukkan suatu fraktur atau pergeseran. Ruang interspinosa yang terlalu lebar menunjukkan luksasi anterior. Trakea dapat tergeser oleh hematoma jaringan lunak. 1,5,6

3. Jarak tiang odontoid dan bagian belakang arkus anterior pada atlas tidak boleh melebihi 4,5 mm ( anak-anak ) dan 3mm pada dewasa. 5,6

(26)

26 4. Untuk menghindari terlewatnya adanya dislokasi tanpa fraktur diperlukan film

lateral pada posisi ekstensi dan fleksi. 1,5,6

5. Pergeseran korpus vertebra ke arah depan terhadap korpus vertebra dibawahnya dapat berarti klinis yaitu dislokasi permukaan unilateral jika pergeseran yang kurang dari setengah lebar korpus vertebra. Untuk hal ini diperlukan foto oblik untuk memperlihatkan sisi yang terkena. Pergeseran yang lebih dari setengah lebar korpus vertebra tersbut menunjukkan dislokasi bilateral. 1,5,6

6. Lesi yang tidak jelas perlu dilanjutkn pemeriksaan CT scan. 5,6

(27)

27 CT Scan terdapat fraktur cincin C1

(28)

28 2.12 Tatalaksana

Prinsip dasar pengelolaan cedera spinal adalah dengan melakukan proteksi sepanjang columna vertebralis agar tidak terjadi gerakan baik fleksi, ekstensi, rotasi maupun lateral bending. Proteksi spinal yang dilakukan adalah dengan memasang semi rigid servikal collar dan memfiksasi penderita pada long spine board. Yang perlu diperhatikan pada prosedur proteksi spinal ini adalah sesegera mungkin melakukan upaya menegakkan diagnosis ada tidaknya cedera spinal.2

Tujuan utama terapi pembedahan adalah melakukan dekompresi terhadap medulla spinalis dan melakukan instrumentasi stabilisasi jika memang didapati keadaan tulang belakang yang tidak stabil. Prognosis penderita sangat tergantung dari beratnya cedera dan lamanya pertolongan hingga tindakan pembedahan.3

Terapi medikamentosa segera diberikan begitu penderita dicurigai menderita cedera spinal, selama transport hingga saat menjelang pembedahan. Pengelolaan suportif dan medikamentosa berupa3 :

1. bantuan ventilasi nafas pada penderita yang mengalami paralisis otot nafas 2. cairan intravena dan penanganan renjatan neurogenik

3. obat medikamentosa seperti : glukokortikoid steroid metilprednisolon dosis tinggi, opiate reseptor antagonis nalokson, non glukokortikoid steroid tirilazad, monocyaloganglioside.

Prinsip umum1 :

Pikirkan selalu kemungkinan adanya cedera spinal Mencegah terjadinya cedera kedua

Waspada akan tanda yang menunjukkan jejas lintang Lakukan evaluasi dan rehabilitasi

Tindakan1 :

Adakan imobilisasi di tempat kejadian (dasar papan)

Optimaliasi faal ABC : jalan napas,pernapasan dan perderan darah Penanganan kelainan yang lebih urgen (pneumotoraks?)

(29)

29 Pemerikasaan neurologis untuk menentukan tempat lesi

Pemeriksaan radiologis (kadang diperlukan) Tindak bedah (dekompresi,reposisi dan stabilisasi) Pencegahan penyulit : ileus paralitik -> sonde lambung

Pemyulit kelumpuhan kandung kemih -> kateter Pneumonia

Dekubitus

Traksi Servikal

Ada dua macam traksi servikal yaitu traksi memakai pita kulit lebar yang disarungkan di dagu oksipit (biasanya untuk stabilisasi sementara) yang disebut Halter traction dan traksi skeletal yang dipasang pada tulang tengkorak. Beban traksi yang diberikan sebaiknya jangan melebihi 5 kg untuk maksmal waktu dua jam.

Traksi skeletal dipasang di tengkorak pada lokasi di atas telinga, pada titik di atas garis yang ditarik dari prosesus mastoid ke meatus audiotorius eksternal. Pemasangan pada lokasi yang lebih anterior akan membuat traksi leher menjadi lebih ekstensi, sedangkan lokasi yang lebih posterior akan menjadikan traksi leher yang fleksi. Pedoman umum yang dipakai untuk menentukan berat bebantraksi pada awalnya adalah 2,5 kg per vertebra mulai dari basis sampai dengna lokasi cedera. Namun biar bagaimanapun, pemasangan traksi ini harus dipantau ketat melalui pemeriksaan klinis neurologis dan radiologis. Kadang perlu pula diberikan obat penenang ringan seperti diazepam dan atau analgetika selama pemasangan traksi.7

(30)

30 Fiksasi Jaket Halo

Pada prinsipnya system fiksasi jaket ini terdiri dari suatu cincin (HALO) logam yang berpaku untuk fiksasi pada tengkorak, jaket plastic dan batang logam penghubung antara jaket dan halo yang dapat diatur tingginya. Biasanya jaket ini dipasang untuk menggantikan traksi skeletal yang sebelumnya telah dipasang.

Penanganan operatif pada cedera spinal terutama ditujukan untuk stabilisasi yaitu dengan prosedur instrumentasi dengan memakai berbagai bahan. Atang logam Luque yang diikat dengan kawat sublaminer adalah salah satu instrument yang sering dipergunakan untuk fiksasi segmental. Teknik fiksasi dengan menggunakan berbagai bentuk plat cenderung menjadi popular. Fiksasi segmental dari posterior kebanyakan diterapkan dengna memakai sekrup pedikel, plat atau batang logam

(31)

31 BAB III

KESIMPULAN

Fraktur servikal adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang servikal. Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:Fraktur akibat peristiwa trauma, fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan, Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang. Cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi atau rotasi tulang belakang. Gambaran klinis tergantung dari letak dan besarnya kerusakan yang terjadi.

Klasifikasi trauma servikal berdasarkan mekanismenya yaitu : hiperfleksi, fleksi-rotasi, hiperekstensi, ekstensi-rotasi, kompresi vertical. Klasifikasi berdasarkan derajat kestabilan yaitu ; Stabil dan tidak stabil. Jenis cedera servikal C1 dan C2 adalah dislokatio atlantaoksipital, fraktur atlas, subluksasi rotasi C1, fraktur aksis, fraktur odontoid dan fraktur elemen posterior C2.

Setelah primary survey, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan external,tahap berikutnya adalah evaluasi radiographic tercakup didalamnya, plain fotofluoroscopy, polytomography CT-Scan tanpa atau dengan myelography dan MRI.

(32)

32 DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM.Sinopsis Ilmu Bedah Saraf : Trauma Spinal. Sagung Seto.Jakarta : 2011. Hal 31-42

2. Schwartz.intisari Prinsip-prinsip Ilmu bedah edisi 6.penerbit buku kedokteran EGC.1995.hal 626-630

3. De Jong,Wim. Buku ajar Ilmu bedah edisi 2. Cedera tulang belakang dan sumsum tulang. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 2005. Hal 822

4. Hughes,Irvene. Advanced Trauma Life Support for Doctors (ATLS) edisi 8. Trauma tulang belakang dan medulla spinalis. Americam College of surgeons. Chicago : 2008. Hal 185 - 202

5. Anonim. Fraktur Cervical. Last updated 5-09-2008. http://www.Dislokasi-interfasetal-bilateral.html. Download at 01-05-2012

6. Moira Davinport. Fracture cervical spine. Last updated 30-04-2010. http://www.82340-overview.htm. Download at 01-05-2012

7. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf edisi IV. Cedera Spinal. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta : 2010. Hal 393 - 403

Gambar

Gambar 1. Subluksasi anterior
Gambar 3. Flexion tear drop fracture dislocation
Gambar 5. Clay Shovelers fracuter
Gambar 6. Trauma Fleksi-rotasi
+4

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan antara hasil yang diperoleh pada penelitian ini dengan sejumlah penelitian terdahulu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain seperti

Kemudian untuk variabel melatonin 1 dan melatonin 2 pada kelompok kontrol maupun perlakuan diperoleh nilai p masing-masing 0,671 dan 0,153, sehingga dapat disimpulkan

Firm size dengan ukuran total aktiva berpengaruh negatif signifikan terhadap debt ratiodan debt to equity ratio artinya semakin tinggi nilai aset perusahaan maka

Untuk pananganan medis secara farmakoterapi yaitu dengan obat pada pre eklampsia dan eklampsia dapat diberikan obat yang bekerja sebagai antikonvulsan yaitu

Hasil uji beban statis untuk muka air tanah di atas dasar fondasi dengan berbagai variasi persentase campuran styrofoam pada lubang uji dengan media tanah lempung

Sembilan skripsi yaitu skripsi nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 dinilai baik dalam tujuan karena tujuan penelitian sesuai dengan permasalahan, dapat diperiksa apakah tujuan

Kegiatan belajar mengajar (KBM) pada siklus 1, memiliki kendala dalam proses KBM seperti awal masuk kelas para siswa belum terlihat aktif dalam merespon

Indeks LLA/U merupakan indikator yang baik untuk menilai KEP (Kekurangan Energi Protein). Faktor yang dapat mempengaruhi kekurangan gizi anak sekolah dasar antara lain: