• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. lingkungan sekitar. Poin kedua adalah uedaimonic, yang menekankan pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. lingkungan sekitar. Poin kedua adalah uedaimonic, yang menekankan pada"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI A. KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS

1. Defenisi Kesejahteraan Psikologis

Menurut Ryff (dalam Ryff dan Singer, 2008) menjelaskan kesejahteraan psikologis dalan dua poin utama. Pertama, kesejahteraan yang menekankan pada proses pertumbuhan dan pemenuhan individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Poin kedua adalah uedaimonic, yang menekankan pada pengaturan yang efektif dari sistem fisiologis untuk mencapai dari suatu tujuan.

Kesejahteraan psikologis (psychological well-being) merupakan kondisi tercapainya kebahagiaan tanpa adanya gangguan psikologis yang ditandai dengan kemampuan individu mengoptimalkan fungsi psikologisnya. Ryff dan Singer dalam Snyder dan Lopez (2002) menguraikan kesejahteraan psikologis merupakan fungsi optimal dari fungsi psikologis seseorang. Kemudian Robertson dan Cooper (2011) memberikan pengertian tentang kesejahteraan psikologis ditempat kerja sebagai tingkat perasaan dan tujuan psikologis yang dirasakan seseorang di tempat kerja.

Menurut Diener (Papalia, 2008) kesejahteraan psikologis merupakan perasaan subjektif dan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri. Menurut Ryff individu yang memiliki kesejahteraan psikologis adalah individu yang memiliki respon positif terhadap dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis, yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi (Papalia, 2008).

(2)

Sehingga dari penjabaran beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa kesejahteran psikologis adalah kondisi tercapainya kebahagiaan tanpa adanya gangguan psikologis yang di pengaruhi oleh lingkungan sekitar sebagai hasil dari evaluasi individu terhadap dirinya sendiri.

2. Aspek-Aspek Kesejahteraan Psikologis

Menurut Ryff (1989) kesejahteraan psikologis memiliki enam aspek, yaitu:

a. Penerimaan diri, yaitu tingkat kemampuan individu dalam bersikap terhadap dirinya sendiri, tanggup jawab terhadap diri sendiri, berani mengakui kesalahan dan introspeksi diri.

b. Hubungan positif dengan orang lain, yaitu tingkat kemampuan dalam hubungan hangat dengan orang lain, hubungan interpersonal yang didasari kepercayaan, serta perasaan empati dan kasih sayang yang kuat.

c. Otonomi, yaitu tingkat kemampuan individu dalam menentukan nasib sendiri, kebebasan, pengendalian internal, individual, dan pengaturan perilaku internal, dasar kepercayaan bahwa pikiran dan tindakan seseorang berasal dari dirinya sendiri dan seharusnya tidak ditentukan oleh kendali orang lain.

d. Penguasaan lingkungan, yaitu tingkat kemampuan individu untuk memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi batinnya. Penguasaan lingkungan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengubah lingkungan agar sesuai dengan kondisi individu (yang di ubah adalah

(3)

lingkungan) dan individu beradaptasi dengan lingkungan yang ada tanpa merubah lingkungan tersebut (yang berubah adalah individunya).

e. Tujuan hidup, yaitu pemahaman yang jelas mengenai tujuan hidup, pendirian terhadap tujuan dan tujuan yang telah direncanakan.

f. Pertumbuhan pribadi, yaitu tingkat kemampuan individu dalam mengembangkan potensinya secara terus menerus, menumbuhkan dan memperluas diri sebagai orang (person), suatu kekuatan yang terus berjuang untuk menyatakan diri, dan melawan rintangan eksternal, sehingga pada akhirnya individu berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis dari pada sekedar memenuhi aturan moral.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis menurut Ryff dan Keyes (1995) yaitu :

a. Faktor demografis, seperti usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi dan budaya.

b. Faktor dukungan sosial

Merupakan gambaran berbagai ungkapan perilaku suportif (mendukung) kepada seorang individu yang diterima oleh individu yang bersangkutan dari orang-orang yang cukup bermakna dalam hidupnya. An dan Cooney (2006), menyatakan bahwa bimbingan dan arahan dari orang lain (generativity) memiliki peran yang penting pada kesejahteraan psikologis. Hal ini termasuk kedalam perilaku hubungan (Relation Behaviour) yang mana pemimpin, mendengar, memfasilitasi, dan mendukung karyawan, sehingga

(4)

karyawan dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik (Hersey & Blanchard, 1988). Dukungan sosial yang diberikan adalah untuk mendukung karyawan dalam mencapai tujuan dan kesejahteraan hidup.

c. Evaluasi terhadap pengalaman hidup

Evaluasi individu terhadap pengalaman hidupnya memiliki pengaruh yang penting terhadap tingkat kesejahteraan psikologis (Ryff, 1995). Interprestasi dan penglaman hidup diukur dengan mekanisme evaluasi diri dan dimensi kesejahteraan psikologis digunakan sebagai indikator kesehatan mental. d. Kepribadian

Gutie´rrez, Jime´nez, Herna´ndez, dan Puente (2004), menyatakan kepribadian merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam kesejahteraan psikologis. Schmutte dan Ryff (1997) menemukan sifat, low neuroticism, ekstrovert dan conscientiousness, berpengaruh pada kesejahteraan psikologis khususnya pada penerimaan diri, penguasaan lingkungan dan tujuan hidup. Meskipun demikian aspek-aspek kesejahteraan psikologis yang lain juga berkorelasi dengan kepribadian yang lainya. Sifat keterbukaan terhadap pengalaman baru dan ekstovert pertumbuhan diri, sedangkan agreeableness berpengaruh pada hubungan positif dengan orang lain dan dimensi otonomi berkorelasi dengan beberapa kepribadian namun yang paling menonjol adalah neurotik.

e. Religiusitas

Hal ini berkaitan dengan transendensi segala persoalan hidup kepada Tuhan Individu yang memiliki tingkat religiusitas tinggi lebih mampu memaknai

(5)

kejadian hidupnya secara positif sehingga hidupnya menjadi lebih bermakna (Bastaman, 2000).

B. IKLIM ORGANISASI 1. Defenisi Iklim Organisasi

Iklim organisasi (organizational climate) merupakan persepsi anggota organisasi tentang norma yang berkaitan dengan aktivitas kerja organisasi (Armansyah, 1997). Iklim organisasi sering disebut sebagai lingkungan manusia, dimana karyawan dalam melakukan pekerjaannya tidak dapat diamati secara fisik, tidak dapat disentuh tetapi dapat dirasakan keberadaannya. Menurut Sumardiono (2005), iklim organisasi adalah karakteristik yang membedakan organisasi yang satu dengan organisasi yang lain dan mempengaruhi perilaku anggota organisasi. Sedangkan pendapat Kusjainah (1998) iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal suatu organisasi yang dialami oleh anggota-anggotanya, mempengaruhi perilaku serta dapat tergambar dalam seperangkat karakteristik atau atribut khusus dari organisasi. Karakteristik dari iklim organisasi tersebut secara nyata menggambarkan cara suatu organisasi memperlakukan anggota-anggotanya. Iklim organisasi dibentuk melalui hubungan antara tuntutan lingkungan, teknologi, struktur dan penampilan kerja. Hal ini menunjukkan bagaimana tuntutan struktur dan teknologi yang menggambarkan iklim tertentu, dipengaruhi oleh harapan – harapan terhadap pekerjaan. Konsep iklim organisasi itu sendiri tidak lepas dari sifat dan ciri yang terdapat dalam suatu lingkungan kerja yang timbul terutama karena kegiatan organisasi yang dilakukan secara

(6)

sadar atau tidak sadar, dan dianggap mempengaruhi perilaku (Mowday et al., 1982; Sri dan Anfudin, 2003).

Dengan kata lain bahwa iklim organisasi dapat dianggap sebagai kepribadian organisasi seperti yang dilihat dan dirasakan oleh para anggotanya. Brown dan Leigh (1996) mengatakan bahwa iklim organisasi menjadi sangat penting karena organisasi yang dapat menciptakan lingkungan dimana karyawannya merasa ramah dapat mencapai potensi yang penuh dalam melihat kunci dari keunggulan bersaing. Tagiurin dan Litwin (1968) yang mengatakan bahwa iklim organisasi adalah kualitas lingkungan internal organisasi yang bertahan cukup lama dan yang (a) dialami oleh segenap anggota organisasi, (b) mempengaruhi perilaku mereka, dan (c) yang dapat digambarkan sebagai cerminan nilai-nilai dari seperangkat ciri-ciri (atau atribut) khas organisasi tersebut.

Mondy (1980) menyamakan konsep iklim organisasi dengan iklim metereologi dengan menambahkan faktor-faktor seperti persahabatan, saling-dukungan, pengambilan resiko dan kesukaan. Seperti dikatakan oleh Amundson (dalam Martini & Rostiana, 2003) bahwa iklim organisasi mencerminkan kondisi internal suatu organisasi karena iklim hanya dapat dirasakan oleh anggota organisasi tersebut, dan iklim dapat menjadi sarana untuk mencari penyebab perilaku negatif yang muncul pada karyawan.

Berdasarkan penjabaran di atas mengenai defenisi iklim organisasi, dapat di tarik kesimpulan bahwa iklim organisasi merupakan suatu persepsi anggota organisasi terhadap lingkungan organisasinya yang tidak dapat dilihat

(7)

keberadaannya tetapi juga dapat di rasa dan juga mempengaruhi anggota individu dalam bersikap dan berperilaku.

2. Aspek-Aspek Iklim Organisasi

Litwin dan Stringer (1968) mengemukanan ada 6 (enam) aspek iklim organisasi:

a) Struktur: merefleksikan perasaan karyawan diorganisasi dengan baik mengenai definisi yang jelas mengenai peran dan tanggung jawab mereka.

b) Standar: mengukur perasaan tekanan untuk memperbaiki kinerja dan derajat kebanggaan yang dimiliki karyawan dalam melakukan pekerjaannya dengan baik.

c) Tanggung Jawab: merefleksikan perasaan karyawan bahwa mereka menjadi pimpinan diri sendiri dan tidak pernah meminta pendapat mengenai keputusannya dari orang lain.

d) Pengakuan: perasaan karyawan apabila diberi imbalan yang layak setelah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.

e) Dukungan: merefleksikan perasaan karyawan mengenai kepercayaan dan saling mendukung yang berlaku di kelompok kerja.

f) Komitmen: merefleksikan perasaan kebanggaan dan komitmen sebagai anggota organisasi.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi

Mondy (1980) mengungkap 4 (empat) faktor utama yang mempengaruhi iklim organisasi, yaitu :

(8)

(b) Pengawasan manager, antara lain berupa penekanan pada hasil dan tingkat kepercayaan.

(c) Karakteristik organisasi yang terdiri dari ukuran (besar kecilnya organisasi), kekompakkan organisasi, keformalan dalam organisasi dan otonomi.

(d) Proses administrasi antara lain terdiri dari sistem penghargaan dan sistem komunikasi.

C. STRES 1. Defenisi Stres

Menurut Riggio (2003) stres kerja sebagai reaksi fisiologis dan atau psikologis terhadap suatu kejadian yang dipersepsi individu sebagai ancaman. Evan dan Johnson (2000) menyebutkan bahwa stres kerja merupakan satu faktor yang menentukan naik turunnya kinerja karyawan. Stres kerja menyebabkan penyimpangan pada fungsi psikologis, fisik dan tingkah laku individu yang menyebabkan terjadinya penyimpangan dari fungsi normal (Beehr & Newman, 1988; dan Robbins 2004).

Perkataan stres berasal dari bahasa latin Stingere, yang digunakan pada abad XVII untuk menggambarkan kesukaran, penderitaan dan kemalangan. Stres adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami sesesorang yang sedang menghadapi tuntutan yang sangat besar, hambatan-hambatan, dan adanya kesempatan yang sangat penting yang dapat mempengaruhi emosi, pikiran dan kondisi fisik seseorang (Marihot, 2002).

Perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini tampak dari simptom, antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak

(9)

tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan (Mangkunegara, 2008).

Berdasarkan dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa stres merupakan reaksi baik fisiologis maupun psikologis terhadap suatu kejadian yang dapat menimbulkan ketegangan, ancaman bahkan hambatan yang dihadapi sehingga individu merasa tertekan yang dapat terlihat dari beberapa simptom seperti emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan.

2. Aspek-Aspek Stres

Menurut Schultz dan Schultz (1994) dan Robbins (2004), aspek-aspek stres kerja meliputi :

a. Deviasi fisiologis, hal ini dapat dilihat pada orang yang terkena stres antara lain adalah sakit kepala, pusing, pening, tidak tidur teratur, susah tidur, bangun terlalu awal, sakit punggung, susah buang air besar, gatal-gatal pada kulit, tegang, pencernaan terganggu, tekanan darah naik, serangan jantung, keringat berlebihan, selera makan berubah, lelah atau kehilangan daya energi, dan lain-lain.

b. Deviasi psikologis yang mencakup sedih, depresi, mudah menangis, hati merana, mudah marah, dan panas, gelisah, cemas, rasa harga diri menurun, merasa tidak aman, terlalu peka, mudah tersinggung, marah-marah, mudah menyerang, bermusuhan dengan orang lain, tegang, bingung, meredam

(10)

perasaan, komunikasi tidak efektif, mengurung diri, mengasingkan diri, kebosanan, ketidakpastian kerja, lelah mental, kehilangan spontanitas dan kreativitas, dan kehilangan semangat hidup.

c. Deviasi perilaku yang mencakup kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah mempersalahkan orang lain, mudah membatalkan janji atau tidak memenuhi janji, suka mencari kesalahan orang lain atau menyerang orang lain, terlalu membentengi atau mempertahankan diri, meningkatnya frekuensi absensi, meningkatkan penggunaan minuman keras dan mabuk, sabotase, meningkatnya agresivitas dan kriminalitas.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres

Menurut Sheridan dan Radmacher (1992), ada tiga faktor penyebab stres kerja, yaitu yang berkaitan dengan lingkungan, organisasi, dan individu yang diuraikan sebagai berikut:

a. Faktor lingkungan, yaitu keadaan secara global. Lingkungan yang dapat menyebabkan stres ialah ketidakpastian lingkungan, seperti ketidakpastian situasi ekonomi, ketidakpastian politik, dan perubahan teknologi. Kondisi organisasi ini akan mempengaruhi individu yang terlibat di dalamnya (Sheridan & Radmacher, 1992).

b. Faktor organisasional, yaitu kondisi organisasi yang langsung mempengaruhi kinerja individu. Kondisi-kondisi tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut:

a) Karakteristik intrinsik dalam pekerjaan, yaitu setiap pekerjaan memiliki kondisi yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri. Karakteristik

(11)

intrinsik tersebut antara lain berupa (1) tuntutan kerja (task demands), seperti disain kerja, otonomi, keragaman tugas, tingkat otomatisasi (Sheridan & Radmacher, 1992), otoritas bertingkat ganda (multilevel of authority), heterogenitas personalia, saling ketergantungan dalam pelaksanaan tugas, dan spesialisasi (Schultz, 1982) dan juga (2) beban kerja yang berupa satuan tugas atau pekerjaan yang harus diselesaikan dalam satuan waktu tertentu. Tugas yang berlebihan (work overload) dan sebaliknya, beban kerja yang terlalu ringan pun dapat menyebabkan stres sama besarnya (Gibson, dkk., 1994).

b) Karakteristik peran individu. Pekerjaan atau jabatan yang disandang individu memunculkan peran. Hal ini merupakan norma-norma sosial yang harus dituruti individu menurut posisinya dalam pekerjaan (Riggio, 1996). Karakteristik yang berhubungan dengan peran, antara lain: (1) konflik peran, muncul ketika terjadi ketidakseimbangan antara tugas dan standar, atau nilai-nilai pada diri individu dan atau keluarganya (Schultz, 1982; Beutell & Greenhauss, 1983; Luthans, 1998). (2) ketidakjelasan peran, muncul ketika individu tidak memahami dengan jelas ruang lingkup, tanggung jawab, atau apa yang diharapkan dalam melaksanakan tugas. (3) beban peran, berhubungan dengan tuntutan peran yang terlalu tinggi atau terlalu rendah bagi kedudukan dalam jabatan (Anaroga, 1992). (4) ketiadaan kontrol, terjadi ketika individu merasa tidak mempunyai kontrol atas lingkungan kerja atau sikapnya sendiri dalam bekerja (Riggio, 1996).

(12)

c) Karakteristik lingkungan sosial. Komposisi personalia dalam organisasi akan membentuk pola hubungan interpersonal. Kondisi sosial yang menjadi sumber stres terjadi pada bentuk pola hubungan antar rekan kerja, atasan dengan bawahan, dan dengan klien dengan konsumen (Fontana, 1993). Hubungan yang kurang baik antar kelompok kerja akan mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan individu dan organisasi (Gibson, dkk., 1994).

d) Iklim organisasi, yaitu yaitu karakteristik khas yang bersifat relatif tetap dari lingkungan suatu organisasi yang membedakannya dengan organisasi lainnya. Iklim organisasi meliputi sistem penggajian, disiplin kerja dan proses pengambilan keputusan (Sheridan & Radmacher, 1992); budaya kerja yang mencakup rasa memiliki, konsultasi, dan komunikasi (Gibson, dkk., 1994).

e) Karakteristik fisik lingkungan kerja. Kondisi fisik lingkungan suatu pekerjaan memiliki pengaruh penting pada kinerja dan kepuasan kerja (Gifford, 1987). Beberapa kondisi fisik dapat mempengaruhi kemunculan stres, seperti polusi bahan kimia, penggunaaan asbes, polusi asap rokok, batu bara, dan kebisingan (Napoli, Kilbride, & Tebs 1988).

c. Faktor individual, terdapat dalam kehidupan pribadi individu di luar pekerjaan, seperti masalah keluarga dan ekonomi (Sheridan & Radmacher, 1992).

(13)

D. DINAMIKA PENELITIAN

1. Pengaruh Iklim Organisasi dan Stres Terhadap Kesejahteraan Psikologis

Iklim organisasi yang buruk dapat mempengaruhi tingkat stres yang dialami karyawan. Dimana iklim organisasi itu sendiri dapat memicu timbulnya stres bagi individu. Iklim organisasi berpengaruh besar pada proses menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, sehingga dapat menciptakan kerja sama yang harmonis pada setiap anggotanya di dalam suatu organisasi, sebaliknya jika iklim organisasi yang dirasakan oleh para pekerja itu negatif, maka akan membuat para pekerja mengalami stres kerja sehingga akan berdampak buruk pada lingkungan kerja individu itu sendiri (Wijono, 2006). Hal-hal yang demikian juga dapat mempengaruhi perasaan, perilaku dan kesejahteraan individu di tempat kerja yang berdampak pada penguasaan lingkungan individu di tempat. Dimana seperti yang dikemukakan oleh Ryff, individu yang memiliki kesejahteraan psikologis adalah individu yang memiliki respon positif terhadap dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis yang salah satunya adalah penguasaan lingkungan.

Hal diatas dapat diketahui adanya hubungan yang secara bersama dan saling berkaitan antara iklim organisasi dengan stres dapat berpengaruh kepada kesejahteraan psikologis karyawan pribumi. Keterkaitan tersebut adanya kesamaan indikator pada masing masing variabel sehingga dapat berpengaruh satu sama lainnya

(14)

2. Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Kesejahteraan Psikologis

Iklim organisasi memiliki kontribusi yang cukup signifikan terhadap setiap individu di organisasi. Tagiurin dan Litwin (1968) yang mengatakan bahwa iklim organisasi adalah kualitas lingkungan internal organisasi yang bertahan cukup lama dan yang dialami oleh segenap anggota organisasi, mempengaruhi perilaku mereka, dan yang dapat digambarkan sebagai cerminan nilai-nilai dari seperangkat ciri-ciri (atau atribut) khas organisasi tersebut. Sehingga iklim organisasi juga menjadi salah satu faktor yang digunakan untuk menciptakan tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

Iklim organisasi yang kondusif bagi anggota organisasi (karyawan) mampu memberikan kenyamanan dalam bekerja, bahkan memungkinkan karyawan akan bertahan dan loyal terhadap organisasi (perusahaan). Namun, hal tersebut terkadang terhalang dengan hadirnya budaya organisasi yang buruk di beberapa perusahaan yang memiliki kelompok minoritas dan mayoritas. Dimana, kelompok minoritas terkadang merasa dikucilkan bahkan di acuhkan oleh kelompok mayoritas. Untuk itu dukungan sosial sangat dibutuhkan dalam budaya organisasi, sehingga kelompok minoritas tidak merasa terabaikan.

Dalam dunia kerja, dukungan sosial yang diberikan adalah untuk mendukung karyawan dalam mencapai tujuan dan kesejahteraan hidup. Menurut Robertson dan Cooper (2011) memberikan pengertian tentang kesejahteraan psikologis ditempat kerja sebagai tingkat perasaan dan tujuan psikologis yang dirasakan seseorang ditempat kerja.

(15)

Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa iklim organisasi memiliki pengaruh terhadap kesejahteran psikologis. Dimana, jika iklim organisasi memiliki pengaruh yang negatif terhadap individu maka kesejahteraan psikologis individu mengalami penuruanan. Dan sebaliknya jika iklim organisasi memiliki pengaruh yang positif maka kesejahteraan psikologisnya mengalami peningkatan.

3. Perbedaan Tingkat Stres Terhadap Kesejahteraan Psikologis

Hampir sebagian dari kehidupan seseorang berisi kegiatan bekerja. Anoraga (2001), mengatakan ada individu yang mencintai pekerjaanya, melakukannya setiap hari dan terdorong untuk melakukannya lebih banyak lagi pekerjaan. Namun, ada juga individu yang hanya menerima pekerjaan begitu saja sebagai sebuah tuntutan hidup dan merasakan sesuatu yang berat , membosankan dan tidak memuaskan. Biasanya individu seperti bekerja sekedarnya, melakukan tugas-tugasnya dengan memiliki rasa tertarik atau kondisi kerja yang tidak manusiawi seperti beban kerja yang terlalu berat. Hal-hal yang demikian dapat menjadi penyebab munculny stres. Dimana stres adalah suatu kondisi ketegangn yang mempengaruhi emosi, proses berfikir, dan kondisi seseorang. Hasilnya stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan, yang akhirnya mengganggu pelaksanaan tugas-tugasnya.

Tidak dapat dipungkiri hampir semua orang dalam kehidupannya pernah mengalami stres. Dimana bedasarkan hasil penelitian yang dilakukan Goldstein (2007) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi dapat menurunkan stres. Dimana kesejahteraan psikologis itu sendiri

(16)

menurut Ryff (dalam Keyes, 1995) menyebutkan bahwa kesejahteraan psikologis dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya gejala-gejala depresi.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa adanya pengaruh negatif antara tingkatan stres dan kesejahteraan psikologis. Jadi semakin tinggi tingkat stres seseorang, maka akan semakin rendah kesejahteraan psikologisnya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah tingkat stres seseorang maka semakin tinggi kesejahteraan psikologis seseorang.

E. HIPOTESA PENELITIAN

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

H1 : Ada pengaruh antara iklim organisasi dan stres terhadap kesejahteraan psikologi

Berdasarkan hipotesa diatas, di jelaskan bahwa semakin tinggi pengaruh iklim dan stres yang terjadi secara bersamaan, maka semakin rendah kesejahteraan psikologisnya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah pengaruh iklim organisasi dan stres, maka semakin tinggi kesejahteraan psikologisnya.

H2 : Ada pengaruh antara iklim organisasi terhadap kesejahteraan psikologis Berdasarkan hipotesa di atas, dijelaskan bahwa semakin negatif persepsi terhadap iklim organisasi, maka semakin rendah kesejahteraan psikologis seseorang. Begitu juga sebaliknya semakin positif persepsi terhadap iklim organisasi maka semakin tinggi kesejahteraan psikologis seseorang.

(17)

H3 : Ada perbedaan tingkat stres terhadap kesejahteraan psikologis

Berdasarkan hipotesa di atas, di jelaskan bahwa adanya pengaruh stres yang berbeda terhadap kesejahteraan psikologis. Jika tingkat stres tinggi atau rendah, maka kesejahteraan psikologisnya akan menurun, namun jika tingkat stresnya berada dikategori sedang maka kesejahteraan psikologisnya akan mengalami peningkatan.

Referensi

Dokumen terkait

Semen Padang terus berupaya untuk memperkuat budaya kerja unggul, pengelolaan sumber daya manusia yang difokuskan pada program - program peningkatan kapabilitas

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari identifikasi protein excretory secretory larva kedua dorman cacing Toxocara canis yang sudah ditambahkan antibodi anti larva-kedua dari serum

The survival of semi-wild, wild and hatchery- reared Atlantic salmon smolts of the Simojoki River in the Baltic Sea.. Jokikokko, E.; Leskelä, A.;

SPS Pendidikan Sejarah (S3) Belum

Aspek Dokumentasi Isi Rekam medis menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban dan laporan sarana kesehatan Berdasarkan

Tabel 3. Selain itu hasil observasi juga menunjukkan bahwa respon siswa meningkat setiap siklusnya. Perolehan persentase respon siswa pada siklus II mengalami

Arah arus di perairan pantai pada saat pasang menuju surut terendah bergerak ke arah Barat Laut hingga Utara, di muara sungai arus bergerak ke arah Barat Laut dan