• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antopologi Perancis yaitu P.Topinard ( ). 1. dimaksud dengan kriminologi yakni berasal dari kata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antopologi Perancis yaitu P.Topinard ( ). 1. dimaksud dengan kriminologi yakni berasal dari kata"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Kriminologi 1. Pengertian Kriminologi

Kejahatan merupakan suatu fenomena yang dapat dipahami dari berbagai aspek yang berbeda. Kriminologi merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Nama kriminologi ditemukan oleh seorang ahli antopologi Perancis yaitu P.Topinard (1830-1911).1 Secara etimologi yang dimaksud dengan kriminologi yakni berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan, dan logos yang berarti pengetahuan atau ilmu pengetahuan tentang kejahatan. Ada berbagai macam bentuk definisi dari kriminologi yang dikembangkan oleh para ahli hukum diantaranya adalah:2

1. Menurut E.H Sutherland, kriminologi adalah seperangkat pengetahuan yang mempelajari terkait dengan kejahatan sebagai suatu fenomena sosial, dan termasuk didalamnya yakni proses pembuatan undang-undang, dan reaksi terhadap pelanggaran undang-undang.

2. Menurut Bonger definisi kriminologi yakni sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.

3. Menurut Paul Mudigdo Mulyono, dalam hal ini ia tidak sependapat dengan Sutherland. Menurutnya kriminologi yakni sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai masalah manusia.

1 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa. 2017 , Kriminologi. Depok. Rajawali Pers. Hal 9 2 I.S.Susanto. 2011. Kriminologi ,Yogyakarta. Genta Publishing. Hal.1

(2)

17 4. Menurut Michael dan Adler berpendapat bahwa kriminologi merupakan keseluruhan keterangan mengenai perbuatan dan sifat dari pada penajahat, lingkungan mereka dan cara mereka secara resmi diperlakukan oleh lembaga-lembaga penertib masyarakat dan oleh anggota masyarakat.

5. Menurut Wood, kriminologi meliputi keseluruhan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman, yang bertalian dengan perbuatan jahat dan penjahat, termasuk didalamnya reaksi dari masyarakat terhadap perbuatan jahat dan para penjahat.

6. Menurut Noach, kriminologi merupakan sebagai ilmu pengetahuan tentang perbuatan jahat dan perilaku tercela yang menyangkut orang-orang yang terlibat dalam perilaku jahat dan p erbuatan tercela itu. 3

Menurut Saparinah Sadli sebagaimana dikutip Barda Nawawi Arief bahwa kejahatan atau tindak krirninal merupakan salah satu bentuk dari perilaku menyimpang yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyarakat, tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Selanjutnya Saparinah juga mengatakan bahwa perilaku menyimpang itu merupakan suatu ancaman yang nyata atau ancaman terhsadap norma-norma sosial yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial, dapat menimbulkan ketegangan individual maupun ketegangan-ketegangan sosial, dan merupakan ancaman riil atau potensi bagi berlangsungnya ketertiban sosial. Dengan demikian kejahatan selain masalah kemanusiaan juga merupakan masalah sosial.4

3 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Op. Cit, Hal.11-12

4 Barda Nawawi Arief. 1998. Beberapa Aspek Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan

(3)

18

2. Ruang Lingkup Kriminologi

Menurut Sutherland , kriminologi terbagi menjadi 3 bagian cabang ilmu utama diantaranya : 5

1. Sosiologi hukum yaitu kejahatan tersebut merupakan perbuatan yang oleh hukum dilarang dan diancam dengan suatu sanksi.

2. Etiologi kejahatan yaitu cabang ilmu kriminologi yang mencari sebab musabab dari kejahatan. Dalam lingkup kriminologi, etiologi merupakan kajian yang paling utama.

3. Penologi yaitu ilmu tentang hukuman.

Sedangkan Bonger membagi kriminologi menjadi kriminologi murni yang mencakup :6

a. Antropologi Kriminil

Merupakan pengetahuan tentang manusia yang jahat (somastis). b. Sosiologi Kriminil

Merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat.

c. Psikologi Kriminil

Merupakan pengetahuan terkait dengan penajahat yang dipandang dari sudut jiwanya.

5 Ibid 6 Ibid

(4)

19 d. Psikopatologi dan Neuropatologi Kriminil

Ilmu pengetahuan yang membahas tentang penjahat yang memiliki gangguan jiwa atau urat syaraf

e. Penologi

Membahas tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman.

Dan ruang lingkup pembahasan dalam kriminologi menurut Mustafa, yakni: 7 a. Kejahatan, perilaku menyimpang, dan kenakalan (Pornografi, alkohol, dan

narkotika)

b. Pola tingkah laku kejahatan dan motivasi terjadinya kejahatan (Motif) c. Korban kejahatan (ketidakberdayaan, korban mendukung munculnya

perilaku kejahatan)

d. Reaksi sosial masyarakat terhadap kejahatan.

3. Teori-Teori Kriminologi

A. Teori – Teori Kejahatan Dari Perspektif Sosiologis 1. Teori Anomie

Durkheim menggunakan istilah anomie untuk menyebut suatu kondisi yang mengalami deregulasi. Menurutnya perubahan sosial yang cepat dan mencekam dalam masyarakat mempunyai pengaruh besar terhadap semua

7 David Hizkia Tobing, Pengantar Ilmu Kriminologi , https://simdos.unud.ac.id , Diakses tanggal

(5)

20 kelompok dalam masyarakat. Nilai-nilai utama dan nilai yang sudah diterima oleh masyarakat menjadi kabur bahkan lenyap.8

Keadaan tersebut mendorong terjadinya ketidakpastian norma bahkan ketiadaan norma. Durkheim menggambarkan konsep anomi sebagai kondisi dalam masyarakat yang terjadi keputusasaan atau ketiadaan norma. Anomi juga merupakan akibat perubahan bermasyarakat yang cepat. Anomi ada pada tiap-tiap masyarakat dan menjelma bukan hanya dalam bentuk kejahatan tetapi juga dalam kasus bunuh diri. Semua ini terjadi karena ketidakhadiran norma-norma sosial, dan ketiadaan pengawasan sosial yang dapat mengendalikan perilaku menyimpang.9

Selanjutnya Durkheim menjelaskan bahwa, keadaan deregulasi diartikan sebagai suatu kondisi tidak ditaatinya aturan-aturan yang ada di masyarakat, dan anggota masyarakat tidak tahu tentang apa yang diharapkan oleh orang lain. Keadaan ini dianggap sebagai penyebab terjadinya perilaku menyimpang.10 Berdasarkan studi yang dilakukan, Durkheim menyatakan bahwa rata-rata bunuh diri yang ada di masyarakat merupakan tindakan akhir dari suatu kondisi anomie yang berakar pada dua keadaan yaitu social

integration dan social regulation.11 Selanjutnya diuraikan bahwa bunuh diri disebabkan oleh 3 kondisi, yaitu deregulasi kebutuhan atau anomi, regulasi yang keterlaluan atau fatalisme, dan kurangnya integrasi struktural atau

8 Hardianto D. & Nurul Qamar. 2018. Penerapan Teori-Teori Kriminologi dala Penanggulangan

Kejahatan Siber (Cyber Crime) . Makassar , Jurnal Penelitian ilmu Hukum. Vol. 13 No.01 ,

Fakultas Hukum , Universitas Tompotika Luwuk dan Universitas Muslim Indonesia, Hal. 12-13

9 Ibid 10 Ibid 11 Ibid

(6)

21 egoisme.12 Robert Merton selanjutnya mengungkapkan bahwa perilaku menyimpang dianggap sebagai suatu tingkah laku abnormal karena perilaku tersebut berpangkal pada individu. Tingkah laku menyimpang muncul karena ada sejumlah orang yang merasakan kesen- jangan antara cita-cita yang dimiliki (goal) dengan cara yang tersedia untuk mencapai cita-cita tersebut.13

Dalam kehidupan bermasyarakat ada dua jenis norma sosial, yakni tujuan sosial (social goals) dan sarana- sarana yang tersedia (acceptable

means). Secara ideal dalam setiap kehidupan masyarakat terdapat tujuan

yang ingin digapai serta terdapat sarana-sarana yang sah untuk menggapai tujuan-tujuan tersebut. Dalam praktiknya, tidak semua orang bisa menggunakan sarana-sarana yang telah tersedia untuk menggapai tujuan tersebut. Oleh karenanya , banyak orang yang memaksakan kehendaknya untuk menggapai cita-cita, meskipun cara yang digunakan tidak sesuai dengan tata cara sebenarnya melainkan melanggar hukum (illegitimate

means). Cara mencapai tujuan yang tidak sesuai dan melanggar hukum

inilah yang disebut dengan kejahatan. Van Dijk, at all. menyatakan bahwa anomi sebagaimana diuraikan di atas dapat terjadi karena dalam masyarakat di negara-negara barat, masyarakat lebih dominan untuk mengutamakan pencapaian kesejahteraan secara materi serta dalam rangka memperoleh status sosial yang tinggi.14

12 Ibid 13 Ibid

(7)

22 2. Strain Theory

Teori ini beranggapan bahwa manusia pada dasarnya makhluk yang selalu memperkosa hukum atau melanggar hukum, norma-norma dan peraturan-peraturan setelah terputusnya antara tujuan dan cara mencapainya menjadi demikian besar sehingga baginya satu-satunya cara untuk mencapai tujuan ini adalah melalui saluran yang ilegal. Akibatnya, teori “tegas” atau

strain theory memandang manusia dengan sinar atau cahaya optimis,

dengan kata lain, manusia itu pada dasarnya baik, karena kondisi sosial yang menciptakan tekanan atau stress, ketegangan dan akhirnya kejahatan. 15

B. Teori – Teori Penyimpangan Budaya (Cultural Deviance Theories)

Dalam teori ini lebih membahas terkait dengan menempatkan penyebab terjadinya kejahatan pada ketidakberuntungan posisi seseorang di strata bawah dalam suatu masyarakat yang berbasis kelas. Terdapat tiga teori utama dari teori-teori penyimpangan budaya ini, diantaranya : 16

1. Teori Social Disorganization

Yakni memfokuskan pada perkembangan wilayah-wilayah yang angka kejahatan yang tinggi serta berkaitan dengan disintegrasi nilai-nilai konvensional yang disebabkan industrialisasi yang cepat, urbanisasi serta peningkatan imigrasi.17

2. Teori Differential Association

15 David Hizkia Tobing dan Rekan-Rekan. Pengantar Ilmu Kriminologi, simdos.unud.ac.id ,

diakses tanggal 27 Desember 2019

16 Topo Santoso dan Eva A.Z , Op.Cit . Hal 67-68 17 Ibid

(8)

23 Yakni teori yang memegang pendapat bahwa seseorang belajar melakukan tindakan kejahatan sebagai akibat hubungan dengan nilai serta sikap antisosial, dan pola-pola tingkahlaku kriminal. Teori ini dikemukakan oleh Sutherland pada tahun 1939. Dalam teori ini terdapat 9 dalil/proposisi diantaranya : 18

a. Tingkah laku kriminal dipelajari

b. Tingkah laku kriminal dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dalam proses komunikasi.

c. Dalam mempelajari tingkah laku terdapat bagia terpenting yakni mempelajari tingkah laku orang yang intim atau dekat

d. Ketika tingkah laku kriminal dipelajari, pembelajaran itu termasuk dalam :

(a) Teknik melakukan tindakan kejahatan yang kadang sangat sulit dan kadang sangat mudah

(b) Arah khusus dari motif-motif sikap-sikap, rasionalisasi serta dorongan-dorongan

e. Arah khusus dari dorongan-dorongan dan motif-mootif dipelajari melaui arti-arti dari aturan hukum apakah menguntungkan atau tidak menguntungkan.

f. Seseorang menjadi delinquent karena arti-arti untuk melanggar hukum yang menguntungkan untuk melanggar hukum lebih dari arti-arti tidak menguntungkan untuk melanggar hukum.

(9)

24 g. Asosiasi differential mungkin bermacam-macam dalam frekuensinya,

jangka waktunya, intensitasnya dan prioritasnya.

h. Proses dalam mempelajari tingkah laku kriminal melalu asosiasi dengan pola-pola kriminal dan anti kriminal melibatkan semua mekanisme yang ada disetiap pembelajaran lain.

i. Tingkah laku kriminal merupakan ungkapan dari kebutuhan-kebutuhan dan nailai-nilai umum , tingkah laku kriminal tidak dijelaskan oleh kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang sama. 19

3. Teori Culture Conflict

Yakni teori yang menegaskan terkait dengan kelompok-kelompok yang berlainan belajar conduct norms (aturan tentang tingkah laku) yang berbeda, dan aturan tentang tingkah laku dari suatu kelompok yang mungkin berbenturan dengan aturan konvensioanal kelas menegah. 20

C. Teori Kontrol Sosial

Dalam teori ini berpendapat bahwa dalam masyarakat kita terdiri atas kelompok serta sub-kelompok yang berbeda-beda dan masing-masing dengan standar / ukuran benar salahnya sendiri. Suatu perbuatan yang dianggap benar dalam suatu masyarakat belum tentu benar dimata masyarakat lain dan bisa jadi perilaku tersebut dianggap menyimpang. Maka akibatnya yakni banyak orang

19 Ibid

(10)

25 menyusaikan diri dengan standar buadaya yang dipandang menyimpang sebenarnya telah berperilaku sesuai dengan norma mereka sendiri, akan tetapi dengan melakukan hal tersebut, orang itu telah melakukan kejahatan (Yaitu norma-norma dari kelompok dominan). 21

Teori kontrol merupakan suatu klasifikasi teori yang mengklaim tidak bertanya mengapa orang melakukan tindak pidana, tetapi mengapa mereka tidak melakukan tindak pidana? Teori-teori ini mengasumsikan setiap orang memiliki keinginan untuk melakukan tindak pidana dan menyimpang, dan berusaha untuk menjawab mengapa beberapa orang menahan diri dari melakukannya. Control Theories. A classification of theories that claim to ask

not why do people commit criminal acts, but why do they not commit criminal acts? These theories assume everyone has the desire to commit criminal and deviant acts, and seeks to answer why some people refrain from doing so. 22

John Hagan menegaskan bahwa teori kontrol sosial bertolak dari asumsi bahwa setiap individu di masyarakat mempunyai peluang sama untuk menjadi orang yang melanggar hukum atau orang yang yang taat hukum. Teori kontrol sosial mengajukan pertanyaan mendasar, mengapa tidak semua orang melanggar hukum atau mengapa ada orang yang taat pada hukum. Menurut teori kontrol sosial, manusia mempunyai kebebasan untuk bertindak, dan penentu tingkah laku seseorang adalah ikatan-ikatan sosial yang sudah terbentuk. Larry J. Siegel menulis, ”a peson‘s bond to society prevents him or

21 B.Hagan F.E , Teori-Teori Kriminologi , https://simdos.unud.ac.id, Diakses tanggal 26

Desember 2019

(11)

26

her from violating social rules. If his bond weakens, we person is free to commit crime Menurut Hirschi, The social bond, comprises four elements, attachment, commitment, involevmen, and bilief”. 23 Berdasarkan pendapat ini bahwa

ikatan sosial yang menjadi salah satu penyebab terjadinya tingkah laku jahat terdiri atas 4 (empat) unsur, yaitu keterikatan, ketersangkutan yang terkait dengan kepentingan sendiri, keterlibatan, norma dan nilai. Empat elemen ikatan sosial yang ada pada setiap masyarakat tersebut adalah sebagai berikut:24

1. Keterkaitan (Attachment), bersangkutpaut dengan sejauh mana seseorang memperhatikan keinginan dan harapan orang lain.

2. Ketersangkutan yang terkait dengan kepentingan sendiri (Commitment), yaitu mengacu pada perhitungan untungrugi atas keterlibatan seseorang dalam perbuatan yang menyimpang.

3. Keterlibatan (Involvement), yaitu mengacu pada pemikiran bahwa apabila seseorang disibukkan dalam beberapa kegiatan konvensional maka ia tidak akan sempat memikirkan apalagi melakukan perbuatan jahat.

4. Nilai dan Norma (Belief), yaitu mengacu pada situasi keanekaragaman Penghayatan terhadap kaidah-kaidah kemasyarakatan di kalangan anggota masyarakat. Jika tidak ada keyakinan bahwa nilai dan norma kehidupan bersama tersebut patut ditaati, maka akan terjadi kemungkinan pelanggaran hukum. 25

23 Ibid 24 Ibid 25 Ibid

(12)

27 D. Teori Labeling

Pada tahun 1962 dalam buku Outsiders yang dibuat oleh Howard Becker mengajukan teori labeling. Dia berargumen bahwa kejahatan sebagai hasil yang problematik dan merupakan hasil dari batasan masyarakat, sebab ukuran atau norma-norma yang dilanggar tidak bersifat universal dan tidak dapat berubah. Penyimpanga dapat terjadi melalui putusan sosial terhadap suatu individu oleh orang-orang yang ada disitu. Terdapat 2 dalil dalam teori ini diantaranya : 26

(a) Kelompok sosial menciptakan penyimpangan dengan membuat peraturan, barangsiapa yang melanggarnya maka akan menghasilkan penyimpangan dan ;

(b) Tindakan menyimpang merupakan tindakan yang oleh orang-orang diberi cap demikian.

Kejahatan bukanlah kualitas dari suatu perbuatan yang telah dilakukan orang melainkan sebagai sebuah akibat diterapkannya peraturan dan sanksi oleh orang-orang lain kepada seorang “pelanggar” . penjahat merupakan seseorang terhadap siapa cap (label) tersebut telah dikenakan. Tindakan kejahatan merupakan tindakan yang oleh orang-orang diberikan label demikian. 27

26 I.S Susanto, Op.Cit, Hal. 116-117 27 Ibid

(13)

28

B. Tinjauan Umum Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan salah satu istilah yang digunakan untuk menerjemahkan kata “straafbaar feit” dalam bahasa Belanda. Istilah-istilah lain yang biasa digunakan sebagai terjemahan dari istilah “straafbaar feit” adalah perbuatan pidana, delik, peristiwa pidana, pelanggaran pidana, dan perbuatan yang dapat dihukum.28 Menurut Moeljatno, pada dasarnya tindak pidana merupakan suatu pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis seperti halnya untuk memberikan definisi atau pengertian terhadap istilah hukum, maka bukanlah hal yang mudah untuk memberikan definisi atau pengertian terhadap istilah tindak pidana. Pembahasan hukum pidana dimaksudkan untuk memahami pengertian pidana sebagai sanksi atas delik, sedangkan pemidanaan berkaitan dengan dasar-dasar pembenaran pengenaan pidana serta teori-teori tentang tujuan pemidanaan. Perlu disampaikan di sini bahwa, pidana adalah merupakan suatu istilah yuridis yang mempunyai arti khusus sebagai terjemahan dari bahasa Belanda ”straf” yang dapat diartikan sebagai ”hukuman”.29

2. Teori Tindak Pidana

28 Tongat. 2012. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan.

Malang:UMM Press. Hlm 91-92

(14)

29 Dalam bahasa Belanda tindak pidana disebut straafbaar feit yang terdiri dari kata sraafbaar dan feit,straafbaar diartikan dihukum dan feit berarti kenyataan yang dapat dihukum. Pengertian straafbaar feit menurut ahli: Simons mengartikan straafbaar feit adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja atau pun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya oleh undang-undang dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. Dalam suatu peraturan perundang-undangan pidana selalu mengatur tentang tindak pidana.Menurut simons, unsur-unsur tindak pidana (straafbaar feit) adalah:30

a. Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan);

b. Diancam dengan pidana (statbaar gesteld); c. Melawan hukum (onrechtmatig);

d. Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband stand); e. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab.

3. Unsur – Unsur Tindak Pidana

Secara umum unsur-unsur tindak pidana dibedakan ke dalam dua macam yaitu :

30 Rayon Syaputra. 2015. Penegakan Hukum Terhadap Kasus Perbuatan Main Hakim Sendiri

(Eigenrichting) di Wilayah Hukum Kepolisian Sektor Cerenti , Riau. Jurnal Online Mahasiswa,

(15)

30 1. Unsur objektif, yaitu unsur yang terdapat di luar pelaku (dader) yang

dapat berupa : 31

a. Perbuatan, baik dalam arti berbuat maupun tidak berbuat. Contoh unsur obyektif yang berupa “perbuatan” yaitu perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam oleh Undang-undang. Perbuatan-perbuatan tersebut antara lain perbatan-Perbuatan-perbuatan yang dirumuskan dalam Pasal 242, 263, 362 KUHP. Didalam ketentuan pasal 362 misalnya, unsur obyektif yang berupa “perbuatan” dan sekaligus merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam oleh Undang-undang adalah mengambil.

b. Akibat, yang menjadi syarat mutlak dalam tindak pidana materiil. Contoh unsur obyektif berupa suatu “akibat” adalah akibat-akibat yang dilarang dan diancam oleh Undang-undang dan sekaligus merupakan syarat mutlak dalam tindak pidana antara lain akibat-akibat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 351, 338 KUHP. Dalam ketentuan pasal 338 KUHP misalnya, unsur obyektif yang berupa “akibat” yang dilarang adalah akibat berupa matinya orang.

c. Keadaan atau masalah-masalah tertentu yang dilarang dan diancam oleh Undang-undang. Contoh unsur obyektif berupa suatu “keadaan” yang dilarang dan diancam oleh Undang-undang adalah keadaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 160, 281

(16)

31 KUHP. Dalam ketentuan Pasal 282 KUHP misalnya, unsur obyektif yang berupa “keadaan” adalah ditempat umum.

2. Unsur Subyektif, yaitu unsur yang terdapat dalam diri pelaku (dader) yang berupa : 32

a. Hal yang dapat dipertanggungjawabkannya seseorang terhadap perbuatan yang telah dilakukan (Kemampuan Bertanggung jawab) b. Kesalahan atau schuld. Berkaitan dengan masalah kemampuan

bertanggung jawab diatas. Seseorang dapat dikatakan mampu bertanggung jawab apabila dalam diri orang itu memenuhi 3 syarat, yaitu : 33

1) Keadaan jiwa orang itu adalah sedemikian rupa, sehingga ia dapat mengerti akan nilai perbuatannya dan karena juga mengerti akan nilai dari akibat perbuatannya.

2) Keadaan jiwa orang itu sedemikian rupa, sehingga ia dapat menentukan kehendaknya terhadap perbuatan yang ia lakukan. 3) Orang itu harus sadar perbuatan mana yang dilarang dan

perbuatan mana yang tidak dilarang oleh Undang-undang. Sementara itu, berkaitan dengan persoalan kemampuan bertanggung jawab ini pembentuk KUHP berpendirian, bahwa setiap orang dianggap mampu bertanggung jawab. Konsekuensi dari pendirian ini adalah, bahwa masalah kemampuan bertanggung jawab ini tidak perlu dibuktikan adanya

32 Ibid. Hal.5 33 Ibid

(17)

32 di pengadilan kecuali apabila terdapat keraga-raguan unsur tersebut. Bertolak dari pendirian pembentuk KUHP di atas, dapat dimengerti bahwa didalam KUHP sendiri tidak ada penjelasan tentang apa yang dimaksud kemampuan bertanggung jawab. KUHP hanya memberikan rumusan secara negatif atas kemampuan bertanggung jawab ini terdapat didalam ketentuan Pasal 44 KUHP yang menentukan sebab-sebab seseorang tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya : 34

1) Jiwanya cacat dalam tubuhnya. Keadaan ini menunjuk pada suatu keadaan dimana jiwa seseorang itu tidak tumbuh dengan sempurna. Termasuk dalam kondisi ini adalah idiot, imbisil, bisu tuli sejak lahir dan lain-lain.

2) Jiwanya terganggu karena suatu penyakit. Dalam hal ini jiwa seseorang itu pada mulanya berada dalam keadaan sehat, tetapi kemudian dihinggapi oleh suatu penyakit. Termasuk dalam kondisi ini misalnya maniak, hysteria, melankolia, gila dan lain-lain.

Unsur subyektif yang kedua adalah unsur “kesalahan” atau schuld. Sebagaimana diketahui, bahwa kesalahan atau schuld dalam hukum pidana dibedakan menjadi dua bentuk yaitu :

1. Dolus atau opzet atau kesengajaan. 2. Culpa atau ketidaksengajaan.

Diantara dua unsur subyektif tersebut di atas yang sangat penting berkaitan dengan pembicaraan tentang unsur-unsur tindak pidana adalah kesalahan dalam

(18)

33 bentuk “kesengajaan” atau opzet. Hal ini disebabkan hampir semua tindak pidana mengandung unsur opzet.35

C. Tinjauan Umum Tentang Main Hakim Sendiri (Eigenrichting)

Pengertian berasal dari kata hakim yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti orang yang mengadili perkara, sedangkan main hakim sendiri adalah berbuat sewenag-wenang terhadap orang yang dianggap salah. Perbuatan main hakim sendiri berasal dari bahasa Belanda yaitu “Eigenrichting” yang berarti cara main hakim sendiri, mengambil hak tampa mengindahkan hukum, tampa sepengetahuan pemerintah dan tampa penggunaan alat kekuasaan pemerintah. Perbuatan main hakim sendiri hampir selalu berjalan dengan pelanggaran hak-hak orang lain, dan oleh karena itu tidak diperbolehkan perbuatan ini menunjukan bahwa adanya indikasi rendahnya kesadaran terhadap hukum.36

Perilaku main hakim sendiri (Eigenrichting) yang biasa dikenal oleh masyarakat luas yakni aksi massa, penghakiman massa, pengadilanan jalanan, amuk massa , aksi anarkisme massa merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yakni “Eigenrichting” yang berarti tindakan main hakim sendiri, yakni mengambil hak seseorang tanpa mengindahkan hukum, tanpa sepengetahuan aparat yang berwewenang dan tanpa alat kekuasaan pemerintah. Perbuatan main hakim sendiri selalu berjalan sejajar dengan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain, dan

35 Ibid

(19)

34 perbuatan tersebut tidak diperbolehkan dan menunjukan rendahnya kesadaran terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. 37

Dalam hukum yang berlaku di Indonesia, tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) telah di atur dalam KUHP. Jika dilihat dari unsur-unsur tidakan main hakim sendiri (eigenrichting) memiliki unsur yang dilakukan dengan sengaja, mengakibatkan luka atau cidera pada badan orang lain, bahkan dapat menyebabkan kematian atau hilangnya nyawa seseorang. Maka dalam hal itu pelaku perbuatan tindaka main hakim sendiri dapat diminta pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukannya. Berikut merupakan pasal yang terkait dengan Tindakan Main Hakim Sendiri (Eigenrichting) yakni Pasal 170 KUHP tentang Kekerasan yang berbunyi:38

(1) Barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2) Yang bersalah diancam :

1. Dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka;

2. Dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat;

3. Dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan matinya orang.

(3) Pasal 89 tidak berlaku bagi pasal ini.

Penjelasan Pasal 170 KUHP disebutkan bahwa kekerasan terhadap orang maupun barang yang dilakukan secara bersama-sama, yang dilakukan di muka umum seperti perusakan terhadap barang, penganiayaan terhadap orang atau hewan, melemparkan batu kepada orang atau rumah, atau membuang-buang

37 Ibid

(20)

35 barang sehingga berserakan. Hal ini dapat diancamkan atas perbuatan main hakim sendiri yang dilakukan di depan umum.

D. Hak-Hak Pelaku Tindak Pidana

KUHAP telah menempatkan tersangka atau pelaku tindak pidana sebagai manusia yang utuh, yang memiliki harkat, martabat dan harga diri serta hak asasi yang tidak dapat dirampas dari dirinya. Tersangka telah diberikan seperangkat hak-hak oleh KUHAP yang diantaranya : 39

1. Pasal 50 ayat (1) & (2)

(1) Tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum.

(2) Tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum.

2. Pasal 51

Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai.

3. pasal 52

Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.

4. Pasal 53

(1) Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177. (2) Dalam hal tersangka atau terdakwa bisu dan atau tuli

diberlakukan ketentuan sebagainiana dimaksud dalam Pasal 178.

5. Pasal 54

Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini.

(21)

36 6. Pasal 55

Untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam Pasal 54, tersangka atau terdakwa berhak memiih sendiri penasihat hukumnya. 7. Pasal 56

(1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka.

(2) Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.40

8. Pasal 57

(1) Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.

(2) Tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya. 9. Pasal 58

Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak meng hubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun tidak.

10. Pasal 59

Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan, kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka atau terdakwa ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya.

11. Pasal 60

Tersangka atau terdakwá berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungán kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka atau terdakwa guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan hukum.

12. Pasal 61

(22)

37 Tersangka atau terdakwa berhak secara Iangsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka atau terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan.41

13. Pasal 62

(1) Tersangka atau terdakwa berhak mengirim surat kepada penasihat hukumnya, dan menerima surat dari penasihat hukumnya dan sanak keluarga setiap kali yang diperlukan olehnya, untuk keperluan itu bagi tersangka atau terdakwa disediakan alat tulis menulis.

(2) Surat menyurat antara tersangka atau terdakwa dengan penasihat hukumnya atau sanak keluarganya tidak diperiksa oleh penyidik, penuntut umum, hakim atau pejabat rumah tahanan negara kecuali jika terdapat cukup alasan untuk diduga bahwa surat menyurat itu disalahgunakan.42

(3) Dalam hal surat untuk tersangka atau terdakwa ditilik atau diperiksa oleh penyidik, penuntut umum, hakim atau pejabat rumah tahanan negara, hal itu diberitahukan kepada tersangka atau terdakwa dan surat tersebut dikirim kembali kepada pengirimnya setelah dibubuhi cap yang berbunyi "telah ditilik".

14. Pasal 63

Tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniwan

15. Pasal 64

Terdakwa berhak untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum.

16. Pasal 65

Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan diri mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya. 17. Pasal 66

Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian. 18. Pasal 68

Tersangka atau terdakwa berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi sebagaimana diatur dalam Pasal 95.43

19. Pasal 95

(1) Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap,ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakantindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan

undang-41 Ibid

(23)

38 undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.

(2) Tuntutan ganti kerugian oelh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang pekaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77. 44 (3) Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.

(4) Untuk memeriksa dan memutuskan perkara tuntutan ganti kerugian tersebut pada ayat (1) ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan.

(5) Pemeriksaan terhadap ganti kerugian sebagaimana pada ayat (4).45

Dilihat dari pemaparan diatas terdapat beberapa hak yang merupakan hak-hak dari pelaku tindak pidana. Yang mana dalam hal ini seseorang yang telah melakukan tindak pidana apapun masih mempunyai hak yang melekat pada diri mereka masing-masing. Karena semua orang di Indonesia dilindungi oleh hukum yang berlaku dan berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum tersebut . Akan tetapi pada dasarnya kurangnya pemahaman masyarakat terkait dengan hak-hak manusia mengakibatkan masyarakat semena-mena dalam melakukan pengeroyokan kepada pelaku tindak pidana. Dan masyarakat mengganggap hal tersebut dapat memberikan efek jera terhadap para pelaku tindak pidana agar tidak mengulangi perbuatan mereka.

44 Ibid . Hal 37 45 Ibid Hal.38

(24)

39

E. Teori Upaya Penanggulangan Kejahatan

Teori Penanggulangan Kejahatan Penanggulangan yaitu segala daya dan upaya yang dilakukan oleh setiap orang maupun lembaga pemerintahan ataupun swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang ada. Kejahatan merupakan gejala sosial yang senantiasa dihadapi oleh setiap masyarakat di dunia ini. Kejahatan dalam keberadaanya dirasakan sangat meresahkan, disamping itu juga menganggu ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat berupaya semaksimal mungkin untuk menanggulangi kejahatan tersebut. 46

Upaya penanggulangan kejahatan telah dan terus dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat. Berbagai program dan kegiatan telah dilakukan sambil terus mencari cara tepat dan efektif untuk mengatasi masalah tersebut. Menurut Barda Nawawi Arief upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal. Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial yang terdiri dari kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial dan kebijkan atau upaya-upaya untuk perlindungan masyrakat. Kebijkan penanggulangan kejahatan dilakukan dengan menggunakan sarana “penal” (hukum pidana), maka kebijakan hukum pidana khususnya pada tahap kebijakan yudikatif harus memperhatikan dan mengarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu berupa “social welfare” Dan “social defence”. Dengan demikian upaya

46 Barda Nawawi Arief. 2014. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam

(25)

40 penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua yaitu, jalur “penal” (hukum pidana) dan jalur “non penal” (diluar hukum pidana). 47

a) Upaya Non Penal (preventif) penanggulangan kejahatan secara preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan yang pertama kali. Mencegah kejahatan lebih baik dari pada mencoba untuk mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali, sebagaimana semboyan dalam kriminologi yaitu usaha-usaha memperbaiki penjahat perlu diperhatikan dan diarahkan agar tidak terjadi lagi kejahatan ulangan. Sangat beralasan bila upaya preventif diutamakan karena upaya preventif dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa suatu keahlian khusus dan ekonomis. Barnest dan Teeters menunjukan beberapa cara untuk menanggulangi kejahatan yaitu :

1. menyadari bahwa akan adanya kebutuhan-kebutuhan untuk mengembangkan dorongan-dorongan sosial atau tekanan-tekanan sosial dan tekanan ekonomi yang dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang ke arah perbuatan jahat.

2. Memusatkan perhatian kepada individu-individu yang menunjukan potensialitas kriminal atau sosial, sekalipun potensialitas tersebut disebabkan gangguan-gangguan biologis dan psikologis atau kurang mendapat kesempatan sosial ekonomis yang cukup baik sehingga dapat merupakan suatu kesatuan yang harmonis.48

47 Ibid. Hal. 77

48 Ulul Azmi Funna, Teori Penanggulangan Kejahatan, https://www.academia.edu , diakses

(26)

41 Upaya preventif itu ialah bagaimana cara kita dalam melakukan suatu usaha yang positif, serta bagaimana cara kita dalam menciptakan suatu kondisi seperti keadaan ekonomi, keadaan lingkungan, juga kultur masyarakat yang menjadi suatu dinamika dalam pembangunan dan bukan sebaliknya seperti menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial yang mendorong timbulnya perbuatan menyimpang atau tindakan kejahatan, juga disamping itu bagaimana meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat bahwa keamanan dan ketertiban yang diciptakan dalam masyarakat menjadi tanggung jawab bersama.49

b) Upaya Penal (Represif)

Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan. Penanggulangan dengan upaya represif dimaksudkan untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukanya merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat, sehingga tidak akan mengulanginya dan orang lain juga tidak akan melakukan mengingat sanksi yang ditanggungnya sangat berat. Dalam membahas terkiat dengan upaya represif , tentunya tidak terlepas dari sistem peradilan pidana kita anut, dimana dalam sistem peradilan pidana paling sedikit terdapat 5 (lima) sub-sistem yaitu kehakiman, kejaksaan,

(27)

42 kepolisian, lembaga pemasyarakatan, dan kepengacaraan (advokat) yang merupakan kesuluruhan yang terangkai dan berhubungan secara fungsional. Upaya represif dalam pelaksanaanya dilakukan pula dengan metode perlakuan ( treatment ) dan penghukuman ( punishment ).50

(28)

Referensi

Dokumen terkait

Warna yang dipilih warna biru muda sebagai background yang diharapkan memberikan kesan santai dan tenang, sedangkan ilustrasi dibuat dengan gaya visual flat design dengan

Kalau bungkus mie kan lembut dan tipis jadi kalau mau dibuat tas atau dompet harus dikasih poring (lapisan) dulu, kalau bungkus kopi yang agak tebel mah ga usah

Implementasi pewarnaan graf fuzzy dengan pengembangan software matlab dapat menampilkan pembagian klasifikasi dengan warna yang sama sehingga dapat memberikan

[r]

Berdasarkan keseluruhan hasil perhitungan dari pengolahan data yang telah dilakukan dan pengujian hipotesis maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa mahasiswa memberikan respon

Pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk B (produk susu yang memiliki total padatan ≤ 15%) dengan metode spektroskopi FTIR dibagi menjadi lima tahap, yaitu (1)

Data realisasi pendapatan retribusi pasar di dapat dari pemasukan sewa tempat usaha yang ditarik dari para pedagang baik yang mempunyai kios, los maupun pedagang yang ada di

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini memberikan batasan operasional, berupa model yang digunakan untuk mencari seberapa