1
PEMAKAIAN ULANG DIALISER TIDAK BERPENGARUH TERHADAP NILAI
UREA REDUCTION RATE DAN KT/V PADA PASIEN HEMODIALISIS KRONIK
Yongkie Iswandi Purnama*, Yenny Kandarini**, Wayan Sudhana**, Jodi Sidharta Loekman**, Raka Widiana**, Ketut Suwitra**
*Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar **Divisi Ginjal Hipertensi, Bagian / SMF Ilmu Penyakit Dalam Universitas Udayana /
RSUP Sanglah Denpasar
Abstrak Pendahuluan
Hemodialisis merupakan pilihan utama terapi pengganti ginjal di Indonesia dan di dunia. Salah satu kendala masyarakat Indonesia untuk mendapat terapi hemodialisis kronik yaitu masalah biaya. Pemakaian ulang (reuse) dialiser dapat mengurangi biaya hemodialisis namun dikhawatirkan akan mempengaruhi adekuasi hemodialisis.
Tujuan
Menilai apakah dialiser reuse berpengaruh terhadap adekuasi hemodialisis dinilai dari URR dan Kt/V pada pasien hemodialisis kronik.
Metode
Penelitian dilakukan secara cross-sectional dengan subjek pasien yang menjalani hemodialisis lebih dari 3 bulan di RSUP Sanglah Denpasar. Pencatatan dilakukan terhadap nilai URR, Kt/V, dan pemakaian ulang dialiser ke berapa kali pada hari evaluasi adekuasi hemodialisis tersebut. Data dianalisis memakai SPSS dengan uji One Way ANOVA dan Pearson test.
Hasil dan Diskusi
Subjek penelitian total 158 orang. Sebanyak 35 subjek memakai dialiser baru dengan hasil URR 73,94±9,543 dan Kt/V 1,68±0,462. Jumlah subjek dengan pemakaian ulang dialiser satu sampai tujuh kali, berurutan, sebanyak 29, 22, 18, 16, 19, 7, dan 12 orang. Secara berurutan, hasil URR yang diperoleh adalah 74,51±9,591; 74,74±10,283; 73,90±6,474; 73,47±9,365; 73,61±11,281; 77,92±9,191; 71,50±10,771. Sedangkan nilai Kt/V yang diperoleh adalah 1,71±0,450; 1,73±0,481; 1,66±0,319; 1,65±0,475; 1,69±0,506; 1,88±0,483; 1,59±0,530. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara nilai URR (p = 0.944) dan Kt/V (p = 0.947) dengan pemakaian ulang dialiser sampai sebanyak 7 kali.
Kesimpulan
Pemakaian ulang dialiser sampai sebanyak 7 kali tidak mempengaruhi nilai URR dan Kt/V pada pasien hemodialisis kronik.
Pendahuluan
Penyakit ginjal kronik / chronic kidney disease merupakan masalah kesehatan global dengan prevalensi dan insidensi yang meningkat. Sampai saat ini terdapat 3 buah modalitas terapi pengganti ginjal bagi mereka yang menderita penyakit ginjal tahap akhir / end stage renal disease (ESRD). Ketiga modalitas terapi tersebut adalah transplantasi ginjal, hemodialisis (HD), dan continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD). Transplantasi ginjal merupakan terapi yang paling ideal, namun memiliki kendala karena terbatasnya suplai organ donor dengan persiapan transplantasi yang rumit. Pasien yang menjalani CAPD juga sering terkendala oleh teknik penggantian cairan dialisat yang salah sehingga menimbulkan komplikasi (1). Sampai saat ini, HD masih menjadi pilihan utama terapi pengganti ginjal baik di negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia. Prevalensi HD di Amerika Serikat pada tahun 2012 sebanyak 402.514 kasus, sedangkan untuk transplantasi ginjal sebanyak 175.978, dan peritoneal dialysis sebanyak 40.605 kasus (2). Data 5th Report of Indonesian Renal Registry tahun 2012 menyebutkan jenis fasilitas layanan yang diberikan oleh renal unit di Indonesia adalah HD (78%), transplantasi ginjal (16%), CAPD (3%), dan continuous renal replacement therapy / CRRT (3%) (Gambar 1) (3).
Gambar 1. Fasilitas layanan oleh renal unit di Indonesia tahun 2012 (3)
Dari seluruh fasilitas HD yang ada di Indonesia, sebanyak 89% melakukan proses pakai ulang (reuse) dialiser, baik secara manual maupun dengan mesin seperti terlihat pada Gambar 2 (3).
Gambar 2. Penggunaan dialiser reuse di Indonesia (3)
Fasilitas HD menghabiskan dana terbanyak dibandingkan modalitas terapi pengganti ginjal lainnya. Di Kanada, sebuah fasilitas HD menghabiskan dana sekitar US$70,000 per pasien per tahun; sementara di Amerika Serikat sebanyak US$68,000 dan di Jepang sebanyak US$67,000 per pasien per tahun (1). Sebuah studi di Taiwan menyebutkan penggunaan dialiser reuse dapat mengurangi biaya sebesar US$540.48 per pasien per tahun dan menyimpulkan bahwa dialiser reuse merupakan alternatif yang aman untuk menekan biaya HD (4).
Pemakaian ulang dialiser dilakukan mengingat adanya keuntungan bagi penyedia layanan HD maupun bagi pasien, yaitu: dari segi ekonomi, memungkinkan dipakainya high-flux dialyzer yang lebih mahal, dan dampak terhadap lingkungan akibat limbah biomedis lebih sedikit. Pertimbangan ekonomi menjadi alasan diterapkannya metode dialiser reuse di Amerika Serikat. Dari sisi pasien, pemanfaatan dialiser reuse adalah untuk meningkatkan blood-membrane biocompatibility, terutama membran selulosa, mengurangi gejala klinik selama HD, mengurangi kejadian anafilaksis, dan mencegah first-use syndrome (5,6).
Walaupun pemakaian dialiser reuse memungkinkan pasien untuk mendapatkan layanan HD dengan harga lebih murah, namun praktek pemanfaatan dialiser reuse sebenarmya tetap kontroversial. Permeabilitas air dalam sebuah dialiser, yang berkaitan dengan clearance capacity, akan berubah akibat proses reuse sehingga menurunkan performa dialiser. Kerugian lainnya pada penggunaan ulang dialiser yaitu kontaminasi bakteri, kemungkinan terjadi transmisi agen infeksi, dan timbul keluhan yang berhubungan dengan zat kimia yang dipakai dalam proses ulang dialiser (6,7). Data dari The
Hemodialysis (HEMO) Study Group menyebutkan bahwa terdapat penurunan urea clearance sebesar 1-2% setiap 10 kali pemakaian ulang dialiser tanpa melihat jenis dialiser maupun teknik reuse yang dipakai (8,9). Penelitian ini diharapkan dapat menilai apakah pemakaian ulang dialiser akan berpengaruh terhadap adekuasi HD, yang dinilai dari angka Urea Reduction Rate (URR) dan Kt/V pada pasien-pasien yang menjalani hemodialisis kronik di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menilai apakah dialiser reuse berpengaruh terhadap adekuasi hemodialisis dinilai dari URR dan Kt/V pada pasien hemodialisis kronik di RSUP Sanglah Denpasar.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan secara cross-sectional. Data diambil selama triwulan ke-2 tahun 2015 (April-Juni 2015). Kriteria inklusi subjek penelitian adalah pasien yang menjalani hemodialisis lebih dari 3 bulan di RSUP Sanglah Denpasar. Kriteria eksklusi adalah: pasien dengan akses HD selain arterio-venous shunt (AV shunt) serta pasien dengan data tidak lengkap sehingga tidak bisa dihitung nilai URR dan Kt/V pada pasien tersebut. Pencatatan dilakukan terhadap nilai URR, Kt/V, actual Qb (actual blood flow rate), treated blood volume, treated blood time, dan pemakaian ulang dialiser ke berapa kali pada hari dilakukannya evaluasi adekuasi hemodialisis tersebut. Data dianalisis memakai SPSS dengan uji One Way ANOVA dan Pearson test.
Perhitungan URR memakai rumus:
URR = [ (Upre - Upost) / Upre ] x 100
dengan: Upre adalah kadar urea sebelum HD dan Upost adalah kadar urea setelah HD. Sedangkan penghitungan Kt/V memakai formula Daugirdas 2nd generation:
‘Kt/V’ = -ln [R - 0,03] + [4 - 3,5R] x UF/w dengan: R = Urea post HD/Urea pre HD
UF = achieved ultrafiltration w = berat badan post HD
Proses dialiser reuse dilakukan sesuai dengan pedoman pengelolaan dialiser proses ulang di renal unit RSUP Sanglah Denpasar; menggunakan renalin dan reverse osmosis. Dialiser dinyatakan tidak layak pakai lagi jika volume priming kurang dari 80%, warna membran berubah, atau terdapat kebocoran.
Hasil Penelitian
Pada penelitian ini didapatkan subjek penelitian sebanyak 158 orang, yang terdiri dari 105 laki-laki dan 53 perempuan. Pada hari pengambilan sampel darah untuk evaluasi URR dan Kt/V, didapatkan sebanyak 35 subjek memakai dialiser baru, sedangkan jumlah subjek dengan pemakaian ulang dialiser 1 sampai 7 kali, berurutan, sebanyak 29, 22, 18, 16, 19, 7, dan 12 orang. Rerata tekanan darah sistolik dan diastolik pre HD dari semua subjek adalah 140,63±22,308 mmHg dan 85,24±12,579 mmHg; sedangkan tekanan darah sistolik dan diastolik post HD adalah 141,45±26,513 mmHg dan 84,75±10,637 mmHg. Kadar blood urea nitrogen (BUN) pre HD adalah 77,77±20,714 mg/dL dan BUN post HD adalah 20,34±9,904 mg/dL. Dari semua subjek, didapatkan rerata berat badan post HD sebesar 59,57±12,160 kg.
Setelah selesai sesi HD pada hari evaluasi URR dan Kt/V, dari semua subjek penelitian, didapatkan rerata actual Qb 238,81±27,524 mL/menit, treated blood volume 65.441,26±7.345,263 mL, treated blood time 274,29±10,335 menit, achieved ultrafiltration 2,51±1,094 L. Setelah dilakukan perhitungan dengan rumus, didapatkan rerata URR 74,06±9,512 % dan rerata Kt/V sebesar 1,69±0,455. Jumlah subjek dengan pencapaian Kt/V > 1,8 adalah sebanyak 59 (37,3%) orang dan Kt/V < 1,8 adalah sebanyak 99 (62,7%) orang. Pada Tabel 1 terlihat data secara keseluruhan mengenai subjek penelitian yang tercatat dalam penelitian ini.
Data yang didapatkan berdasarkan jumlah pemakaian ulang dialiser terlihat pada Tabel 2. Pada subjek dengan pemakaian dialiser baru, rerata hasil URR dan Kt/V adalah 73,94±9,543 % dan 1,68±0,462. Pada subjek dengan pemakaian ulang dialiser pertama sampai ketujuh kali, secara berurutan, hasil URR yang diperoleh adalah 74,51±9,591 %; 74,74±10,283 %; 73,90±6,474 %; 73,47±9,365 %; 73,61±11,281 %; 77,92±9,191 %; 71,50±10,771 %. Sedangkan nilai Kt/V yang diperoleh pada pemakaian ulang dialiser pertama sampai ketujuh kali, secara berurutan, adalah 1,71±0,450; 1,73±0,481; 1,66±0,319; 1,65±0,475; 1,69±0,506; 1,88±0,483; 1,59±0,530. Dengan uji One Way ANOVA dan memakai batas kemaknaan 5%, tidak terdapat perbedaan bermakna pada nilai URR (p = 0.944) dan Kt/V (p = 0.947) antar grup dengan dialiser baru dan pemakaian ulang dialiser pertama kali sampai ketujuh kali.
Jenis Kelamin
Laki-laki; n (%) 105 (66,5)
Perempuan; n (%) 53 (33,5)
Total; n (%) 158 (100)
Tekanan darah pre HD
Sistolik (mmHg) 140,63±22,308
Diastolik (mmHg) 85,24±12,579
Tekanan darah post HD
Sistolik (mmHg) 141,45±26,513
Diastolik (mmHg) 84,75±10,637
Blood Urea Nitrogen (mg/dL)
pre HD 77,77±20,714
post HD 20,34±9,904
Berat Badan Post HD (kg) 59,57±12,160
Actual Qb (mL/menit) 238,81±27,524
Treated Blood Volume (mL) 65.441,26±7.345,263
Treated Blood Time (menit) 274,29±10,335
Achieved Ultrafiltration (L) 2,51±1,094
Urea Reduction Rate (%) 74,06±9,512
Kt/V 1,69±0,445
Kt/V > 1,8; n (%) 59 (37,3)
Kt/V < 1,8; n (%) 99 (62,7)
Parameter Rerata±SD
Tabel 1. Data seluruh subjek penelitian
Pada Tabel 3 dan Tabel 4 terlihat signifikansi perbedaan nilai URR dan Kt/V antar jumlah pemakaian ulang dialiser. Terlihat dari kedua data tersebut bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap pencapaian nilai URR dan Kt/V antar jumlah pemakaian ulang dialiser, yang ditunjukkan dari semua nilai p > 0,05. Bila dibandingkan frekuensi pencapaian nilai Kt/V > 1,8 dengan Kt/V < 1,8 juga tidak didapatkan perbedaan bermakna antar jumlah pemakaian ulang dialiser (p = 0,724). Data-data tersebut menunjukkan bahwa pemakaian ulang dialiser sampai sebanyak 7 kali tidak mempengaruhi nilai URR dan Kt/V pada pasien hemodialisis kronik.
Baru 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Kelamin
Laki-laki; n (%) 25 (15,8) 18 (11,4) 18 (11,4) 6 (3,8) 13 (8,2) 12 (7,6) 4 (2,5) 9 (5,7)
Perempuan; n (%) 10 (6,3) 11 (7,0) 4 (2,5) 12 (7,6) 3 (1,9) 7 (4,4) 3 (1,9) 3 (1,9)
Total; n (%) 35 (22,2) 29 (18,4) 22 (13,9) 18 (11,4) 16 (10,1) 19 (12,0) 7 (4,4) 12 (7,6)
Tekanan darah pre HD
Sistolik (mmHg) 138,00±19,372 140,00±18,708 147,27±26,036 148,33±25,952 138,75±19,278 138,94±25,362 131,42±23,401 136,66±23,868
Diastolik (mmHg) 85,71±8.840 86,89±9,674 85,00±10,118 86,00±24,657 85,62±8,920 84,21±13,464 80,00±11,547 83,33±11,547
Tekanan darah post HD
Sistolik (mmHg) 142,57±28,936 141,72±20,366 140,00±26,003 151,66±31,295 137,50±27,202 140,00±31,797 140,00±25,819 133,33±16,696
Diastolik (mmHg) 85,71±14,407 86,20±7,277 84,63±11,487 87,22±8,947 81,87±8,341 84,21±10,173 80,00±5,773 82,50±11,381
BUN (mg/dL)
pre HD 73,74±21,313 81,20±18,070 79,45±20,518 84,60±24,190 72,37±21,675 76,70±18,344 82,00±30,811 74,34±15,446
post HD 18,88±8,299 20,94±9,147 20,69±12,312 22,08±8,281 19,61±11,849 20,49±10,895 18,16±8,916 21,85±11,417
Berat Badan Post HD (kg) 59,80±10,527 58,48±11,902 60,04±14,392 53,70±10,730 61,95±9,551 62,27±16,479 60,98±10,143 61,26±11,124
Actual Qb (mL/menit) 229,62±25,726 230,12±24,073 246,16±22,449 232,89±26,262 248,07±41,010 250,17±19,572 249,30±30,327 245,63±27,210 Treated Blood Volume (mL) 62.986,85±7.251,527 63.249,31±6.631,795 67.883,63±6.864,820 64.342,22±8.235,106 65.393,75±6.544,809 68.630,00±5.586,329 69.690,00±9.654,347 67.604,16±7.783,245 Treated Blood Time (menit) 274,25±5,852 274,89±5,601 275,72±9,837 275,94±8,134 266,68±24,637 274,31±5,686 279,14±8,029 275,16±5,149
Achieved Ultrafiltration (L) 2,44±1,042 2,37±0,989 2,65±1,333 2,73±0,988 2,40±1,196 2,58±1,238 2,53±1,337 2,54±0,832
Urea Reduction Rate (%) 73,94±9,543 74,51±9,591 74,74±10,283 73,90±6,474 73,47±9,365 73,61±11,281 77,92±9,191 71,50±10,771
Kt/V 1,68±0,462 1,71±0,450 1,73±0,481 1,66±0,319 1,65±0,475 1,69±0,506 1,88±0,483 1,59±0,530
Kt/V > 1,8; n (%) 10 (6,3) 10 (6,3) 11 (7,0) 7 (4,4) 5 (3,2) 8 (5,1) 4 (2,5) 4 (2,5)
Kt/V < 1,8; n (%) 25 (15,8) 19 (12,0) 11 (7,0) 11 (7,0) 11 (7,0) 11 (7,0) 3 (1,9) 8 (5,1)
Jumlah Pemakaian Ulang Dialiser Parameter
Baru 1 2 3 4 5 6 7 Baru - 0,814 0,760 0,989 0,872 0,905 0,321 0,452 1 0,814 - 0,933 0,833 0,729 0,752 0,403 0,365 2 0,760 0,933 - 0,784 0,689 0,709 0,449 0,351 3 0,989 0,833 0,784 - 0,897 0,927 0,352 0,506 4 0,872 0,729 0,689 0,897 - 0,966 0,311 0,595 5 0,905 0,752 0,709 0,927 0,966 - 0,314 0,555 6 0,321 0,403 0,449 0,352 0,311 0,314 - 0,164 7 0,452 0,365 0,351 0,506 0,595 0,555 0,164
-Jumlah pemakaian ulang dialiser
Tabel 3. Signifikansi perbedaan nilai URR antar jumlah pemakaian ulang dialiser
Baru 1 2 3 4 5 6 7 Baru - 0,810 0,648 0,899 0,861 0,926 0,286 0,582 1 0,810 - 0,821 0,746 0,716 0,908 0,364 0,476 2 0,648 0,821 - 0,613 0,590 0,755 0,463 0,391 3 0,899 0,746 0,613 - 0,962 0,848 0,282 0,692 4 0,861 0,716 0,590 0,962 - 0,815 0,275 0,731 5 0,926 0,908 0,755 0,848 0,815 - 0,347 0,568 6 0,286 0,364 0,463 0,282 0,275 0,347 - 0,188 7 0,582 0,476 0,391 0,692 0,731 0,568 0,188
-Jumlah pemakaian ulang dialiser
Tabel 4. Signifikansi perbedaan nilai Kt/V antar jumlah pemakaian ulang dialiser
Diskusi
Pada penelitian ini nilai URR dan Kt/V dipakai sebagai parameter adekuasi hemodialisis bagi subjek penelitian yang telah menjalani hemodialisis reguler lebih dari 3 bulan di RSUP Sanglah Denpasar. Perbandingan dilakukan terhadap rerata nilai URR dan Kt/V antar kelompok dengan pemakaian ulang dialiser yang berbeda, mulai dari pemakaian dialiser baru sampai pemakaian ulang dialiser sebanyak 7 kali. Dari perhitungan tidak didapatkan perbedaan bermakna antara nilai URR pada pemakaian dialiser baru sampai dengan pemakaian ulang dialiser 7 kali (Tabel 3), demikian juga dengan nilai Kt/V (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian ulang dialiser tidak berpengaruh terhadap pencapaian nilai URR dan Kt/V pada pasien hemodialisis kronik. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada penelitian-penelitian yang telah dipublikasi sebelumnya. Aggarwal et al dalam penelitiannya di India juga memberikan kesimpulan bahwa pemakaian ulang dialiser sampai 3 kali masih efektif dan aman serta menghemat biaya tanpa membahayakan pasien. Hal ini dapat mencegah dropout pasien dalam program
hemodialisis jangka panjang (10). Sebuah penelitian di Sokoto, Nigeria oleh Yeldu et al juga menyimpulkan bahwa pemakaian ulang dialiser sampai 3 kali masih terhitung efektif dan aman (11). Sebuah meta-analisis terhadap studi HEMO dan MPO (Membrane Outcome Permeability) oleh Argyropoulos et al menyimpulkan adanya keuntungan (benefit) pemakaian high-flux dialyzer dan pemakaian ulang beberapa kali dialiser tersebut dilihat dari sisi mortalitas pasien (12). Dalam tulisan ilmiahnya, Denny juga menyebutkan bahwa United States Renal Data System (USRDS) melaporkan tidak ada perbedaan signifikan dalam mortalitas antara pemakaian dialiser reuse dan single-use; juga disarankan pemakaian ulang dialiser pada fasilitas yang memperhitungkan biaya HD (13). Studi oleh Chuang et al di Taiwan juga menyebutkan terdapatnya keuntungan pemakaian ulang dialiser termasuk keamanan bagi pasien dan ditekannya biaya hemodialisis (4). Penelitian oleh Kashem et al juga menyimpulkan bahwa pemakaian ulang dialiser sampai sebanyak 6 kali tidak mempengaruhi efikasi dialiser ditinjau dari sisi urea clearance dan memberikan keuntungan ekonomis bagi pasien. Pada penelitian ini juga disarankan agar pemakaian ulang dialiser hanya dilakukan bila dialyzer volume tidak berkurang sebanyak lebih dari 25% volume awalnya (14); hal yang sama juga dilakukan di fasilitas HD RSUP Sanglah Denpasar di mana dialiser dinyatakan tidak layak pakai lagi bila volumenya berkurang lebih dari 20% dari volume awal.
Pemakaian ulang dialiser dikhawatirkan akan merusak permeabilitas membran di dalam dialiser tersebut sehingga mengurangi adekuasi HD. Studi HEMO bahkan menyebutkan penurunan urea clearance sebesar 1-2% setiap 10 kali pemakaian ulang dialiser (8,9). Dalam penelitian ini tidak terdapat pengaruh signifikan dari pemakaian ulang dialiser terhadap pencapaian URR dan Kt/V. Dari Tabel 2 terlihat frekuensi pencapaian Kt/V > 1,8 dan Kt/V < 1,8 pada setiap pemakaian ulang dialiser. Terlepas dari target ideal Kt/V > 1,8 untuk HD 2 kali per minggu selama 4-5 jam setiap HD (15), tidak didapatkan perbedaan bermakna pada frekuensi pencapaian target ideal Kt/V antar grup jumlah pemakaian ulang dialiser (p = 0,724).
Dari Tabel 2 terlihat bahwa ada kecenderungan peningkatan actual Qb, treated blood volume, treated blood time, dan achieved ultrafiltration pada pemakaian ulang dialiser dibandingkan dengan pemakaian dialiser baru. Dengan uji One Way ANOVA didapatkan perbedaan signifikan actual Qb (p = 0,022) dan treated blood volume (p = 0,019) di antara grup jumlah pemakaian ulang dialiser. Sedangkan dari segi treated blood time dan achieved ultrafiltration, tidak didapatkan perbedaan signifikan antar grup jumlah
pemakaian ulang dialiser (p = 0,124 dan p = 0,967). Perbedaan Qb dan treated blood volume inilah yang diperkirakan dapat mengkompensasi kemungkinan penurunan urea clearance akibat proses dialiser reuse. Dari penelitian yang sudah dipublikasi menyebutkan bahwa peningkatan Qb dapat mengkompensasi penurunan urea clearance akibat kerusakan membran dialiser reuse (10). Nilai Qb dan treated blood volume yang cenderung lebih rendah pada pemakaian dialiser baru, bisa disebabkan adanya new dialyzer syndrome yang terjadi dalam beberapa menit setelah sesi HD dimulai (8); namun pada penelitian ini tidak mencatat mengenai gejala-gejala yang terjadi intradialitik, yang menjadi salah satu kelemahan pada penelitian ini. Di samping itu, penelitian ini juga tidak memperhitungkan luas membran dialiser yang dipakai oleh subjek penelitian; di mana penambahan luas membran dialiser yang dipakai dapat meningkatkan adekuasi dialisis (12,16).
Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemakaian ulang dialiser sampai sebanyak 7 kali tidak berpengaruh terhadap nilai URR dan Kt/V pada pasien hemodialisis kronik, khususnya pasien yang menjalani hemodialisis kronik di RSUP Sanglah Denpasar. Masih perlu ditinjau ulang mengenai luas membran dialiser dan gejala intradialitik dalam kaitannya dengan adekuasi HD pada penelitian mendatang.
Daftar Pustaka
1. Ferguson TW, Tangri N, Rigatto C, Komenda P. Cost-Effective Treatment Modalities for Reducing Morbidity Associated with Chronic Kidney Disease. Expert Rev Pharmacoecon Outcomes Res 2015; Early Online: 1-10.
2. United States Renal Data System (USRDS) 2014; volume 2: 93-110.
3. Fifth Report of Indonesian Renal Registry 2012: 1-40.
4. Chuang FR, Lee CH, Chang HW, Lee CN, Chen TC, Chuang CH, et al. A Quality and Cost-Benefit Analysis of Dialyzer Reuse in Hemodialysis Patients. Renal Failure 2008; 30: 521-526.
5. Upadhyay A, Sosa MA, Jaber BL. Single-Use versus Reusable Dialyzers: The Known Unknowns. Clin J Am Soc Nephrol 2007; 2: 1079-1086.
6. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri). Pedoman Penggunaan Dialiser Proses Ulang (DPU). Konsensus Dialisis Pernefri 2003: 53-56.
7. Vanholder R, Lameire N, Annemans L, Biesen WV. Cost of Renal Replacement: How to Help as Many as Possible while Keeping Expenses Reasonable?. Nephrol Dial Transplant 2015; 0: 1-11.
8. Twardowski ZJ. Dialyzer Reuse – Part II: Advantages and Disadvantages. Seminars in Dialysis 2006; 19 (3): 217-226.
9. Cheung AK, Agodoa LY, Daugirdas JT, Depner TA, Gotch FA, Greene T, et al. Effects of Hemodialyzer Reuse on Clearances of Urea and β2-Microglobulin. J Am
Soc Nephrol 1999; 10: 117-127.
10. Aggarwal HK, Jain D, Sahney A, Bansal T, Yadav RK, Kathuria KL. Effect of Dialyser Reuse on the Efficacy of Hemodialysis in Patients of Chronic Kidney Disease in Developing World. JIMSA 2012; 25 (2): 81-83.
11. Yeldu MH, Makusidi MA, Mainasara AS, Usman SN, Erhabor O. Assessment of Haemodialysis Adequacy among ESRD in Sokoto using Urea Reduction Ratio and Serum Albumin Concentration. Asian Journal of Science and Technology 2015; 6 (2): 1044-1050.
12. Argyropoulos C, Roumelioti ME, Sattar A, Kellum JA, Weissfeld L, Unruh ML. Dialyzer Reuse and Outcomes of High Flux Dialysis. Plos One 2015; 10 (6): e0129575: 1-23.
13. Denny GB, Golper TA. Does Hemodialyzer Reuse Have A Place in Current ESRD Care: “To be or Not to be”?. Semin Dial 2014; 27 (3): 256-258.
14. Kashem MA, Dutta PK, Huda N, Das S, Yunus EB, Chowdhury D. Dialyzer Reuse: A Logical Practice in Hemodialysis. JCMCTA 2011; 22 (1): 11-14.
15. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri). Pedoman Pelaksanaan Dialisis. Konsensus Dialisis Pernefri 2003: 25-52.
16. Chowdhury NS, Islam FMM, Zafreen F, Begum BA, Sultana N, Perveen S, et al. Effect of Surface Area of Dialyzer Membrane on The Adequacy of Haemodialysis. JAFMC Bangladesh 2011; 7 (2): 9-11.