• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBAIKAN FERMENTASI RUMEN KAMBING LOKAL JANTAN YANG DIBERI PAKAN SIAP SAJI (PSS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBAIKAN FERMENTASI RUMEN KAMBING LOKAL JANTAN YANG DIBERI PAKAN SIAP SAJI (PSS)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

390

PERBAIKAN FERMENTASI RUMEN KAMBING LOKAL

JANTAN YANG DIBERI PAKAN SIAP SAJI (PSS)

Teguh Wahyono

1)

, Yeni Widiawati

2)

, Crhisterra Ellen

Kusumaningrum

1)

dan Suharyono

1)

1)Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi-BATAN Cilandak, Jakarta Selatan

2)Balai Penelitian Ternak PO BOX 221 Bogor 16002 E-mail: why.tguh@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian dilakukan untuk mengetahui potensi PSS sebagai substituen hijauan pakan untuk mengoptimalkan fermentasi rumen kambing kacang jantan. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan jumlah ternak percobaan sebanyak 20 ekor kambing Kacang jantan yang diacak dan dibagi menjadi empat perlakuan ransum dan lima ulangan. Pakan perlakuan dibedakan berdasarkan tingkat persentase penggunaan PSS pada ransum, yaitu : kontrol (rumput gajah 70% + konsentrat 30%); perlakuan A (kontrol + PSS 6%); B (kontrol + PSS 8%); C (kontrol + PSS 10%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pakan B dapat meningkatkan pH dan NH3 rumen kambing (P<0.01). Substitusi PSS terhadap rumput gajah sebanyak 8% juga cenderung dapat meningkatkan populasi protozoa, namun tidak diimbangi dengan peningkatan populasi bakteri. Populasi bakteri cenderung meningkat pada rumen kambing kacang yang diberi pakan A (substitusi PSS 6%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian PSS 6-8% sebagai substitusi rumput gajah dapat meningkatkan kinerja fermentasi rumen kambing kacang.

Kata kunci : PSS, kambing kacang, fermentasi rumen, populasi protozoa

PENDAHULUAN

Produksi daging Indonesia pada tahun 2009 yang berasal dari sub sektor ternak ruminansia berjumlah sekitar 0.6 juta ton, meningkat 0.1 juta ton dari tahun 2005. Persentase produksi daging dari sektor kambing berada pada kisaran 12% dari total produksi daging sub sektor ruminansia. Pertumbuhan populasi kambing naik 3% di setiap tahunnya. Sekitar 90% peternak kambing di Indonesia adalah peternak rakyat dengan kepemilikan ternak antara 3-6 ekor. Para peternak lebih memilih beternak kambing daripada domba karena kambing mudah

(2)

391

menyesuaikan diri terhadap kondisi iklim dan lingkungan (Stanton et al., 2010). Dari tinjauan diatas dapat disimpulkan bahwa kambing merupakan ternak ruminansia yang memiliki peran dan potensi yang besar dalam mencukupi kebutuhan daging di Indonesia.

Bangsa kambing yang umum terdapat di seluruh Indonesia adalah kambing kacang. Kambing ini memiliki ukuran yang relatif kecil dengan tubuh yang kompak dan baik sehingga sesuai dengan kondisi manajemen pemeliharaan pada peternakan rakyat (Stanton et al., 2010). Menurut Sakul et al. (1994) dan Romjali et al. (2002) kambing lokal (kambing Kacang) memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, namun memiliki prolifikasi yang tinggi.

Beternak kambing merupakan mata pencaharian sambilan bagi sebagian petani-peternak di Indonesia sehingga manajemen pemeliharaan khususnya manajemen pakannya masih tradisional. Penyediaan pakan yang dilakukan secara konvensional belum mencukupi kebutuhan nutrisi kambing. Hal ini sering terjadi pada kondisi pada musim kemarau, yaitu dalam hal penyediaan hijauan pakan. Sedangkan pada musim penghujan, ketersediaan hijauan melimpah tidak dimanfaatkan maksimal oleh para petani-peternak. Sebagai contoh adalah pembuatan silase untuk cadangan pakan di musim kemarau. Permasalahan yang lain adalah masih adanya kepercayaan petani-peternak bahwa kambing lebih menyukai rumput segar dibandingkan silase. Hal ini dapat diatasi dengan kombinasi kedua jenis pakan tersebut serta penambahan konsentrat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.

Silase dapat dibuat dari limbah tanaman jagung karena tanaman ini memiliki palatabilitas tinggi. Dalam penelitian Sariubang et al. (2010) menjelaskan bahwa silase tanaman jagung dapat menggantikan rumput sebesar 70% sebagai pakan basal sapi Bali. Pakan Siap Saji (PSS) merupakan hijauan pakan ternak kombinasi dari silase tanaman jagung dengan biosuplemen. Biosuplemen merupakan suplemen pakan hasil penelitian dan pengembangan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)

(3)

392

dengan menggunakan teknik nuklir diantaranya perunutan dengan radioisotop 32P untuk menentukan sintesis protein mikroba, serta Analisis Aktivasi Neutron (AAN) untuk pengukuran kandungan mineral (Sugoro, 2009). Penambahan biosuplemen berfungsi untuk mempercepat proses inkubasi silase serta memperbaiki kecernaan pakan di dalam rumen. Proses pembuatan silase yang biasanya memakan waktu 2-3 minggu dapat dipersingkat menjadi 3 hari dengan teknologi PSS.

Pengaruh substitusi pakan menggunakan PSS dapat diamati dari parameter fermentasi rumen dari kambing percobaan. Parameter yang diamati adalah pH, amoniak (NH3), total bakteri dan total protozoa dari cairan rumen kambing. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh substitusi PSS terhadap rumput gajah yang dikombinasikan dengan konsentrat terhadap fermentasi rumen kambing.

MATERI DAN METODE

Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium nutrisi ternak Bidang Pertanian PATIR BATAN dan laboratorium percobaan BALITNAK, Ciawi, Bogor. Lokasi pertama digunakan sebagai tempat pembuatan pakan perlakuan berupa PSS dan konsentrat, lokasi kedua digunakan sebagai tempat pemeliharaan kambing, pengambilan dan analisis sampel.

Pembuatan PSS

Pembuatan Pakan Siap Saji (PSS) dilakukan dengan menggunakan silo berupa drum plastik berkapasitas 50 kg. Bahan silase terdiri dari tanaman jagung; 2.5% silase jadi dan 2.5% biosuplemen. Campuran bahan pakan kemudian diinkubasi di dalam silo atau drum plastik selama 3 hari.

Pakan konsentrat yang diberikan dalam penelitian adalah konsentrat hasil litbang BATAN berupa konsentrat plus. Konsentrat ini memiliki kandungan suplemen pakan yang berfungsi sebagai suplemen

(4)

393

pakan untuk meningkatkan nafsu makan ternak dan meningkatkan kinerja rumen. Suplemen pakan ini merupakan hasil litbang BATAN menggunakan teknik nuklir untuk perunutan dengan radioisotop P32 dalam menentukan sintesis protein mikroba, serta Analisis Aktivasi Neutron (AAN) untuk pengukuran kandungan mineral (Suharyono, 2009).

Ternak dan Perlakuan Pakan

Ternak yang digunakan adalah 20 ekor kambing kacang jantan lepas sapih dengan berat badan rata-rata 15-20 kg. Ternak ditempatkan pada kandang individu yang diacak dengan empat perlakuan pakan. Tiap perlakuan terdiri dari lima ulangan kambing.

Pakan perlakuan dalam penelitian dibedakan berdasarkan tingkat persentase penggunaan PSS pada ransum, yaitu: kontrol (rumput gajah 70% + konsentrat 30%); perlakuan A (kontrol + PSS 6%); B (kontrol + PSS 8%); C (kontrol + PSS 10%). Kandungan protein dan energi pakan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan gross energi (GE) pakan berdasarkan bahan kering.

Jenis Pakan Kandungan Nutrisi BK (%) PK (%) E (kkal/kg) Rumput gajah Konsentrat PSS 18.18 85.32 39.57 10.41 13.70 10.97 3976.32 2747.78 4229.51 Pengambilan Sampel

Peubah yang diamati adalah hasil fermentasi rumen kambing yang diperoleh dari parameter pH, amoniak (NH3), populasi bakteri dan protozoa yang terdapat pada cairan rumen.

Sampel cairan rumen diambil dari ternak percobaan menggunakan tabung selang vakum yang dimasukan ke dalam rumen melalui mulut dua jam setelah pemberian pakan. Cairan rumen disaring menggunakan empat lapis kain saring kemudian dilakukan pengukuran

(5)

394

pH menggunakan pH meter digital. Kandungan NH3 ditentukan menurut metode Conway (General Laboratory Procedures, 1966).

Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok pola faktorial 4 x 5. Data yang diperoleh diuji statistik dengan analisis variansi dengan menggunakan program SPSS versi 14.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengukuran parameter fermentasi rumen kambing yang berupa pH, NH3, populasi bakteri dan protozoa dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Hasil fermentasi rumen kambing kacang.

Peubah Perlakuan Pakan

Kontrol A B C

pH 5.7 ± 0.003b 5.81b 5.95 ± 0.015a 5.8 ± 0.18b

NH3 (mg/L) 238.86 ± 1.58b 264.67 ± 5.66a 291.37 ± 12.88a 208.72 ± 4.95c

Bakteri (x 109/ml) 5.51 ± 0.21 7.58 ± 0.76 5.83 ± 0.59 3.64 ± 0.19 Protozoa (x 106sel/ml) 3.43 ± 0.85 2.57 ± 0.13 4.73 ± 0.20 3.5 ± 0.13

Keterangan: superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).

pH

Karakteristik pH pada perlakuan B (PSS 8%) lebih tinggi (P<0.01) dibandingkan ketiga perlakuan lainnya. Kisaran pH rumen kambing yang diberi PSS adalah 5.8-5.95 dan secara numerik lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol yang berada pada kisaran 5.7. pH pada seluruh perlakuan secara numerik di atas ambang batas minimal antara 5.0-5.5 yang dapat menghambat perkembangan mikroba pemecah serat selulosa (Hoover, 1986; Ginting et al., 2011).

Substitusi PSS 6-10% juga dapat meningkatkan nilai pH sehingga mendekati nilai pH minimal untuk menjamin pencernaan optimal didalam rumen yang berkisar antara 6.2-7.2 (Van Soest, 1994). Menurut Church (1979) pH optimum untuk pertumbuhan dan aktivitas bakteri selulolitik berada pada kisaran 6-7. Nilai pH yang berada dibawah 6.0 akan

(6)

395

menurunkan tingkat kecernaan selulosa (Wanapat et al., 2000; Paengkoum & Wanapat, 2009).

NH3

Konsentrasi amonia (NH3) rumen kambing yang diberi pakan perlakuan A dan B lebih tinggi (P<0.01) dibandingkan kontrol, tetapi pakan perlakuan C menghasilkan konsentrasi NH3 terendah dibandingkan ketiga perlakuan lainnya (P<0.01). Keempat pakan perlakuan menghasilkan konsentrasi NH3 yang berada pada kisaran 208.72-238.86 mg/L. Nilai tersebut melebihi nilai konsentrasi NH3 minimal untuk sintesis protein mikroba di dalam rumen yaitu 50 mg/L(Schmidely

et al., 1996; Di Trana et al., 2007). Kang-Meznarich & Broderick (1981)

dan Cantalapiedra-Hijar et al. (2008) juga menyatakan bahwa nilai minimal NH3 untuk memaksimalkan proses sintesis protein mikroba berkisar 33-85 mg/L. Nilai NH3 yang tinggi dapat disebabkan oleh kemampuan rumen kambing untuk memanfaatkan kandungan urea yang terdapat didalam pakan (Di Trana et al., 2007; Devendra, 1978).

Konsentrasi NH3 pada pakan perlakuan A dan B lebih tinggi dibanding pakan kontrol membuktikan bahwa substitusi PSS 6-8% terhadap rumput gajah dapat meningkatkan ketersediaan N untuk mendukung pertumbuhan mikroba rumen yang berfungsi sebagai sumber protein bagi kambing. Ranjah (1980) dan Isah et al. (2013) menyatakan bahwa konsentrasi NH3 dalam rumen tergantung pada kuantitas dan tingkat kelarutan protein yang terkandung didalam pakan. NH3 dapat disediakan dari sumber nitrogen non protein, asam amino, peptida atau pemanfaatan protein pakan (Van Saun, 2013).

Bakteri

Populasi bakteri pada cairan rumen perlakuan pakan A dan B cenderung lebih tinggi dibandingkan pakan kontrol dan perlakuan C, namun secara statistik tidak berbeda nyata. Populasi bakteri yang

(7)

396

dihasilkan dari keempat perlakuan berkisar antara 3.64-7.59 x 109. Kisaran ini lebih rendah dibandingkan rentang populasi bakteri didalam rumen kambing yang berkisar 1010-1012 (Ogimoto & Imai, 1980). Populasi yang rendah ini dapat disebabkan karena pH rumen berada pada kisaran 5.7-5.95 sehingga pertumbuhan bakteri selulolitik akan terhambat. Menurut Grant & Mertens (1992) dan Cantalapiedra-Hijar (2008), pertumbuhan bakteri selulolitik didalam rumen akan menurun ketika pH berada dibawah 6.2.

Pemberian PSS 6-8% dapat meningkatkan nilai pH dan NH3 (Tabel 2) sehingga berpengaruh pada pertumbuhan populasi bakteri rumen. Beberapa faktor yang mempengaruhi populasi bakteri rumen adalah jenis pakan, sifat predasi protozoa (Arora, 1989), VFA, pH (Hungate, 1966) dan konsentrasi NH3 (Preston & Leng, 1987). Menurut Baldwin & Allison(1983) lebih kurang 80% bakteri rumen membutuhkan amonia untuk proses pertumbuhannya.

Kandungan BK dan protein PSS yang lebih tinggi dibandingkan rumput gajah (Tabel 1) juga mempengaruhi pertumbuhan populasi bakteri. Menurut Van Saun (2013), bakteri mengandung 60% protein yang memiliki kualitas dan kecernaan yang tinggi.

Protozoa

Populasi protozoa dari keempat perlakuan pakan berada pada kisaran 2.57-4.73 x 106. Nilai ini masih dalam kisaran normalnya yaitu berkisar 105-106 (Ogimoto & Inai, 1980) Pakan perlakuan B (pemberian PSS 8%) secara numerik memberikan populasi protozoa yang tertinggi dibanding ketiga pakan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan oleh nilai pH pakan perlakuan B yang mendekati nilai pH optimal rumen (6-7), sehingga dapat meningkatkan populasi protozoa. pH yang optimal akan mendukung aktivitas protozoa di dalam rumen (Hungate, 1966).

(8)

397

Kandungan protein PSS yang lebih tinggi dari rumput gajah juga berpengaruh pada tingginya populasi protozoa. Konsentrasi protozoa didalam rumen akan meningkat ketika ada penambahan kandungan protein didalam ransum (Hungate, 1966). Peningkatan populasi protozoa tidak terjadi pada perlakuan pakan A yang memiliki nilai terendah, hal ini membuktikan bahwa pemberian PSS 6% lebih mendukung perkembangan populasi bakteri daripada protozoa. Menurut Uhi et al. (2006), Protozoa yang kalah bersaing dengan bakteri menyebabkan pemangsaan bakteri oleh protozoa berkurang.

Substitusi rumput gajah oleh PSS sebesar 8% yang dikombinasikan dengan konsentrat mampu mendukung perkembangan protozoa dengan optimal. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan karbohidrat yang mudah difermentasi serta diimbangi dengan tingkat konsentrat yang tinggi dapat meningkatkan jumlah protozoa di dalam rumen (Cantalapiedra-Hijar, 2008; Franzolin & Dehority, 1996).

KESIMPULAN

Perlakuan pakan B dapat meningkatkan pH dan NH3 rumen kambing (P<0.01). Substitusi PSS terhadap rumput gajah sebanyak 8% juga cenderung dapat meningkatkan populasi protozoa, namun tidak diimbangi dengan peningkatan populasi bakteri. Populasi bakteri cenderung meningkat pada rumen kambing kacang yang diberi pakan A (substitusi PSS 6%). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian PSS 6-8% sebagai substitusi rumput gajah dapat meningkatkan kinerja fermentasi rumen kambing kacang. Dalam penelitian selanjutnya perlu dilakukan studi pengaruh PSS terhadap perbaikan reproduksi kambing kacang jantan.

(9)

398

DAFTAR PUSTAKA

Arora, S. P. 1989. Pencernaan Ternak Pada Ternak Ruminansia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Baldwin, R.L. & M.J. Allison.1983. Rumen metabolism. J. Animal Science. 57:461.

Cantalapiedra-Hijar, G. D. R. Yáñez-Ruiz, A. I. Martín-García and E. Molina-Alcaide. 2008. Effects of forage:concentrate ratio and forage type on apparent digestibility, ruminal fermentation, and microbial growth in goats. J Anim Sci 87:622-631.

Church, D.C. 1979. Rumen Microbiology in Digestive Physiology and Nutrition of

Ruminant. 2nd ed.,Vol. 1, O & B Books. Corvallis, Oregon – USA.

Devendra, C. (1978). The digestive efficiency of goats. World Rev Animal Prod 14: 9-22.

Di Trana A., S. Claps, G.F. Cifuni, V. Fedele, G. Impemba and P. Celi. 2007. Milk qualitative and quantitative characteristics, metabolic profile and rumen pH and NH concentration in grazing goats fed with two types of concentrate. CIHEAM. Options MÈditerranÈennes, Series A (74) : 134-140.

Franzolin, R., and B. A. Dehority. 1996. Effect of prolonged highconcentrate feeding on ruminal protozoa concentrations. J. Anim. Sci. 74:2803–2809. General Laboratory Procedures. 1966. Department of Dairy Science. University

of Wisconsin, Madison.

Ginting S.P., A. Tarigan dan R. Krisnan. 2011. Konsumsi Fermentasi Rumen dan Metabolit Darah Kambing Sedang Tumbuh yang Diberi Silase I. arrecta dalam Pakan Komplit. JITV 17 (1): 49-58.

Grant, R. J., and D. R. Mertens. 1992. Influence of buffer pH and raw corn starch addition on in vitro fiber digestion kinetics. J. Dairy Sci. 75: 2762–2768. Hoover, W.H. 1986. Chemical factors involved in ruminal fibre digestion. J. Dairy

Sci. 69: 2755-2766.

Hungate, R. E. 1966. The Rumen and Its Microbes. Academic Press. New York. Isah, O.A., S.A. Oguntuyo, R.O. Dawodu, O.O. Diya, M.O. Afolabi and L.A.

Omoniyi. 2013. Feed Utilization, Rumen Parameters, and Microbial Profile of Goats fed Different Tropical Browse Plants with Pennisetum

purpureum as Basal Diet. The Pacific Journal of Science and Technology

14 (1) : 397-405.

Kang-Meznarich, J. H., and G. A. Broderick. 1981. Effects of incremental urea supplementation on ruminal ammonia concentration and bacterial protein formation . J. Anim. Sci. 51:422–431.

Ogimoto, K. and S. Imai. 1980. Atlas of Rumen Microbiology. Japan Scientific Societies Press. Tokyo.

Paengkoum, P. and M. Wanapat. 2009. Utilization of Concentrate Supplements Containing Varying Levels of Sunflower Seed Meal by Growing Goats Fed a Basal Diet of Corn Silages. Pakistan Journal of Nutrition 8 (8): 1229-1234.

Preston, T.R. and R.A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production Sistem With

Available Resource in The Tropic. Penambul Book. Armidale.

Ranjah, S.K. 1980. Animal Nutrition in the Tropics 2nd Revised Edn. Vikas Publ House: New Delhi, India.

Romjali, E., Leo P . Batubara, K. Simanihuruk dan S. Elieser. 2002. Keragaan Anak Hasil Persilangan Kambing Kacang dengan Boer dan Peranakan

(10)

399

Etawah. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan

Veteriner 2002: 113-115.

Sakul, H., G.E . Bradford, and Subandriyo. 1994. Prospects for genetik improvement of small ruminants in Asia. Proc. Symposium: Strategic Development for Small Ruminant Production in Asia and Pasific . SRCRSP Univ. Calif Davis.

Sariubang M., N. Qomariyah dan A. Nurhayu. 2010. Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan.

Prosiding Pekan Serealia Nasional: 508-512.

Schmidely, P., ArchimËde, H., Bas, P., Rouzeau, A., Munoz, S. and Sauvant, D.1996. Effects of synchronization of the rate of carbohydrates and nitrogen release of the concentrate on rumen fermentation, plasma metabolites and insulin, in the dry pregnant goat. Anim. Feed Sci. Tech., 63: 163-178.

Stanton, Emms and Sia. 2010. Competitive Industry Report on the Indonesian Cattle and Goats Sektors: Opportunities for Canadian Animal Genetiks. The Embassy of Canada in Indonesia and Office of Southeast Asia Regional Agri-Food Trade Commissioner Agriculture and Agri-Food Canada : 6-20.

Sugoro, I. 2009. Pemanfaatan Probiotik Khamir untuk Peningkatan Produktivitas Ternak Ruminansia. Bahan Orasi Presentasi Ilmiah Peneliti Madya. PATIR – BATAN.

Suharyono. 2009. Pengembangan Suplemen Pakan untuk Ternak Ruminansia dan Pengenalannya Kepada Peternak. Bahan Orasi Presentasi Ilmiah Peneliti Utama 16 Februari 2009. PATIR-BATAN.

Uhi. H. T., A. Parakkasi & B. Haryanto. 2006. Pengaruh Suplemen Katalitik terhadap Karakteristik dan Populasi Mikroba Rumen Domba. Media

Peternakan 29 (1): 20-26.

Van Saun. Dairy Goat Nutrition: Feeding for Two (How to properly feed the goat and her rumen). Department of Veterinary Science Penn State

University. httpwww.ansci.cornell.edugoatsResources GoatArticlesGoatFeedingFeedingForTwo.pdf. diakses tanggal 12 Juli 2013.

Van Soest, P.J. 1994. Nutritional Ecology of the Ruminant. 2nd ed. Cornell University, Itacha, New York, NY, USA.

Wanapat, M., O. Pimpa, A. Petlum and C. Wachirapakorn. 2000. Participation scheme of smallholder dairy farmers in the NE, Thailand on improving feeding sistems. Asian-Aus. J. Anim. Sci., 13: 830-836.

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, profil HPLC pigmen betanin standar berbeda dengan profil HPLC ekstrak air dari sample ekstrak kulit buah naga merah (Gambar 3), namun hal ini diduga

12 0 ELEKTRIKAL ABDUL HADI AHMAD BIN DAWAM 2ND YEAR(UiTM SHAH ALAM)(ELECTRICAL) 13 0 ELEKTRIKAL ABU DZAR B MAZLAN 1ST YEAR(UiTM SHAH ALAM)(ELECTRICAL) 14 0 ELEKTRIKAL AHMAD

Berdasarkan hukum Islam mengambil atau merampas hak orang lain adalah bentuk dari kezaliman, hal tersebut termasuk juga dalam merampas tanah dari penjelasan

Adapun yang paling dekat yaitu suku kata sa dengan ya dikare- nakan gerakan mulutnya hampir sama sedangkan yang paling jauh yaitu suku kata su dan suku kata ka, sedangkan pada

bassiana dengan tambahan tepung ebi berbeda nyata dengan perlakuan tanpa kitin, pada perlakuan jangkrik terjadi kematian yang lebih tinggi namun tidak me- nunjukkan perbedaan

5) Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS. 6) Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan. 7) Penyakit radang panggul

Tujuan dari penelitian ini adalah merancang dan membangun sebuah sistem yang dapat membantu tk annisa dalam proses presensi dan penggajian sehingga proses presensi dan

Oleh karena itu, proses reduksi data atau seleksi fitur pada data medis perlu dilakukan untuk meningkatkan performa diagnosis penyakit jantung koroner.. Pada