• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Studi Kelayakan (Feasability Study)

Studi kelayakan merupakan kegiatan penelitian yang dilakukan sebelum perencanaan suatu proyek dengan tujuan untuk mendapatkan usulan perencanaan yang terbaik dari suatu permasalahan yang dikaji, dan juga untuk mengetahui tingkat kelayakan dari semua alternatif perencanaan yang dimaksud dari berbagai aspek yang ditinjau sehingga dapat mendatangkan manfaat yang besar bagi semua pihak dibandingkan dampak negatif yang ditimbulkan dari proyek tersebut.

2.2. Jalan

2.2.1. Pengertian Jalan

Berdasarkan Undang-undang No. 13 Tahun 1980 tentang Jalan, menyebutkan bahwa : Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu-lintas. Jalan mempunyai peranan penting dalam bidang ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan serta dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.

2.2.2. Klasifikasi Jalan

Klasifikasi jalan merupakan aspek penting yang pertama kali harus diidentifikasikan sebelum melakukan perancangan jalan, karena kriteria desain suatu rencana jalan yang ditentukan dari standar desain ditentukan oleh klasifikasi jalan rencana. Klasifikasi jalan secara umum dibagi menurut status, kelas jalan, fungsi jalan, medan jalan, dimensi kendaraan maksimum dan muatan sumbu terberat .

Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk menerima beban lalu lintas yang dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST)

(2)

6

dalam satuan ton, dan kemampuan jalan tersebut dalam menyalurkan kendaraan dengan dimensi maksimum tertentu.

a. Klasifikasi berdasarkan status

i. Jalan nasional; Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. ii. Jalan provinsi; Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem

jaringan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.

iii. Jalan kabupaten; Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk dalam jalan nasional dan jalan provinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

iv. Jalan kota; Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antara persil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang berada di dalam kota.

v. Jalan desa; Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

b. Klasifikasi berdasarkan kelas jalan

Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan klasifikasi menurut fungsi jalan (Pasal 11 PP No.43/1993), sebagai berikut:

i. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter,

(3)

7

ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar dari 10 ton;

ii. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10 ton;

iii. Jalan kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton;

iv. Jalan kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton;

v. Jalan kelas III C, yaitu jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.

c. Klasifikasi berdasarkan fungsi jalan

Jalan raya dapat digolongkan dalam klasifikasi berdasarkan fungsinya meliputi : i. Jalan arteri; Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi

melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. ii. Jalan kolektor; Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi

melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

iii. Jalan lokal; Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

(4)

8

iv. Jalan lingkungan; Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

Tabel 2. 1. Klasifikasi jalan secara umum menurut kelas, fungsi, dimensi

kendaraan maksimum dan muatan sumbu terberat ( MST ).

Kelas Jalan Fungsi Jalan

Dimensi Kendaran Muatan

sumbu terberat (ton) Panjang (m) Lebar (m) I Arteri 18 2,5 ˃ 10 II 18 2,5 10 III A 18 2,5 8 III A Kolektor 18 2,5 8 III B 12 2,5 8 III C Lokal 9 2,1 8 (Sumber : RSNI T- 14 – 2004) 2.2.3. Geometrik Jalan a. Topografi (Kontur)

Topografi merupakan peta yang menyajikan obyek-obyek dipermukaan bumi dengan ketinggian yang dihitung dari permukaan air laut dan digambarkan dalam bentuk garis-garis kontur, dengan setiap satu garis kontur mewakili satu ketinggian. Topografi dibutuhkan dalam perencanaan geometri sebagai dasar dalam penentuan trase jalan..

b. Alinyemen Horisontal

Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal. Pada perencanaan alinyemen horizontal, umumnya akan ditemui dua jenis bagian jalan yaitu : bagian lurus dan bagian lengkung atau umum disebut tikungan yang terdiri dari 3 jenis tikungan yang digunakan yaitu Lingkaran (Full Circle = FC), Spiral – Lingkaran – Spiral (Spiral- Circle-Spiral = SCS), Spiral – Spiral (S-S). (TCPGJA, 1997)

c. Alinyemen Vertikal

Alinyemen Vertikal adalah sebuah nilai dari perhitungan dan perkiraan elevasi secara memanjang dengan dibantu sebuah titik-titik profil. Perencanaan

(5)

9

alinyemen vertikal terdiri dari 2 jenis kelandaian yaitu kelandaian positif (Tanjakan) dan kelandaian negatif (Turunan), dengan mengkombinasikan dengan sebuah lengkung atau cekung. selain kedua kelandaian tersebut terdapat pula kelandaian = 0 (Datar).

Dalam merencanakan Alinyemen Vertikal perlu memperhatikan hal- hal sebagai berikut:

1) Kelandaian maksimum.

Kelandaian maksimum didapat dari kecepatan sebuah truk yang memiliki muatan penuh yang bergerak dengan kecepatan tidak kurang dari separuh kecepatan awal tanpa melakukan perpindahan gigi.

Tabel 2. 2. Kelandaian

Kelandaian maksimum 3 3 4 5 8 9 10 10

VR(Km/jam) 120 110 100 80 60 50 40 ˂40

(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Dirjen Bina Marga 1997.) 2) Kelandaian Minimum

Pada jalan yang menggunakan kerb pada tepi perkerasannya, perlu dibuat kelandaian minimum 0,5 % untuk keperluan kemiringan saluran samping, karena kemiringan jalan dengan kerb hanya cukup untuk mengalirkan air kesamping.

3) Panjang kritis suatu kelandaian

Panjang kritis ini diperlukan sebagai batasan panjang kelandaian maksimum agar pengurangan kecepatan kendaraan tidak lebih dari separuh Vr.

Tabel 2. 3. Panjang Kritis Suatu Tanjakan

Kecepatan pada awal tanjakan (km/jam)

Kelandaian (%)

4 5 6 7 8 9 10

80 630 460 360 270 230 230 200

60 320 210 160 120 110 90 90

(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar, Dirjen Bina Marga 1997.)

d. Galian dan Timbunan (Cut and Fill)

Galian dan timbunan atau yang lebih dikenal oleh orang-orang lapangan dengan Cut and Fill adalah bagian yang sangat penting baik pada pekerjaan pembuatan

(6)

10

jalan,bendungan, bangunan, dan reklamasi. Galian dan timbunan dapat diperoleh dari peta situasi yang dilengkapi dengan garis - garis kontur atau diperoleh langsung dari lapangan melalui pengukuran sipat datar profil melintang sepanjang jalur proyek atau bangunan. Perhitungan galian dan timbunan dapat dilakukan dengan menggunakan peta situasi dengan metode penggambaran profil melintang sepanjang jalur proyek atau metode grid-grid (griding) yang meninjau galian dan timbunan dari tampak atas dan menghitung selisih tinggi garis kontur terhadap ketinggian proyek ditempat perpotongan garis kontur dengan garis proyek. Pada kebanyakan proyek pekerjaan galian dilakukan terlebih dahulu sebelum timbunan. Didalam perencanaan jalan antar kota diusahakan agar volume galian sama dengan volume timbunan.

2.2.4. Tipe Jalan

Berbagai tipe jalan akan menunjukkan kinerja berbeda pada pembebanan lalu lintas tertentu. Tipe jalan menentukan jumlah lajur dan arah pada segmen lajan. Beberapa tipe jalan yang umum digunakan di Indonesia adalah :

1. 2/1 = 2 lajur 1 arah

2. 2/2 UD = 2 lajur 2 arah tak terbagi 3. 4/2 UD = 4 lajur 2 arah tak terbagi 4. 4/2 D = 4 lajur 2 arah terbagi

2.2.5. Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan adalah lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada transportasi, dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti (Sukirman, 2003).

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

Perencanaan tebal perkerasan lentur dengan metode Manual Desain Perkerasan Jalan 2017. Berikut ini adalah tahap dalam mendapatkan nilai tebal perkerasan lentur dengan mengunakan metode (MDP) 2017 :

(7)

11 1. Umur rencana (UR)

Umur rencana perkerasan baru dinyatakanpada Tabel 2.4. berikut ini :

Tabel 2. 4. Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru (UR) Jenis

perkerasan Elemen Perkerasan

Umur Rencana (Tahun)

Perkerasan Lentur

Lapisan aspal dan

lapisan berbutir 20

Fondasi jalan

40 Semua perkerasan

untuk daerah yang tidak dimungkinkan pelapisan ulang (overlay), seperti: jalan

perkotaan, underpass, jembatan, terowongan. Cement Treated Based

(CTB) Jalan tanpa penutup

Semua elemen (termasuk fondasi

jalan)

Minimum 10 (Sumber: Manual Desain Perkerasan, 2017)

2. Analisis data lalu lintas

a. Analisis Volume Lalu Lintas Beban yang dihitung dari volume lalu lintas pada tahun survei yang selanjutnya diproyeksikan kedepan sepanjang umur rencana. Volume tahun pertama adalah volume lalu lintas sepanjang tahun pertama setelah perkerasan diperkirakan selesai dibangun.

b. Faktor Pertumbuhan lalu lintas

Faktor pertumbuhan lalu lintas berdasarkan data–data pertumbuhan series (historical growth data) atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lain yang berlaku. Jika data tidak tersedia,maka dapat digunakan Tabel 2.5 (2015 – 2035).

Tabel 2. 5. Faktor Laju Pertumbuhan Lalu Lintas (i) (%)

Jawa Sumatera Kalimantan Rata-rata Indonesia Arteri dan

perkotaan 4,80 4,83 5,14 4,75

Kolektor

rural 3,50 3,50 3,50 3,50

Jalan desa 1,00 1,00 1,00 1,00

(8)

12

Pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dihitung dengan faktor pertumbuhan kumulatif (Cumulative Growth Factor):

𝑹 =

-

(2. 1.)

Dimana :

R = faktor pengali pertumbuhan lalu lintas kumulatif i = laju pertumbuhan lalu lintas tahunan (%)

UR = umur rencana (tahun) c. Lalu lintas pada lajur rencana

Faktor distribusi lajur digunakan untuk menyesuaikan beban kumulatif (ESA) pada jalan dengan dua lajur atau lebih dalam satu arah.. Faktor distribusi jalan yang ditunjukkan pada Tabel 2.6.

Tabel 2. 6. Faktor Distribusi Lajur (DL)

Jumlah lajur Setiap arah Kendaraan niaga pada lajur desain (% terhadap populasi kendaraan niaga)

1 100

2 80

3 60

4 50

(Sumber: Manual Desain Perkerasan, 2017)

d. Beban Sumbu Standar Kumulatif

Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulatif Equivalent Singel Axle Load (CESAL) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur desain selama umur rencana, yang ditentukan sebagai berikut :

Menggunakan VDF masing –masing kendaraan niaga

ESATH-1 = ΣLH JK x VDFJK) x 365 x DD x DL x R (2. 2.)

Dimana :

ESATH-1 = kumulatif lintasan sumbu standar ekivalen (equivalent

standard axle) pada tahun pertama.

LHRJK = lintas harian rata – rata tiap jenis kendaraan niaga (satuan

(9)

13

VDFJK = Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage Factor) tiap jenis

kendaraan niaga.

DD = Faktor distribusi arah. DL = Faktor distribusi lajur.

CESAL = Kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur rencana.

R = Faktor pengali pertumbuhan lalu lintas kumulatif.

3. Nilai Daya Dukung Tanah (CBR Desain tanah dasar)

Nilai Daya Dukung Tanah (Califonia Bearing Ratio) digunakan untuk merencanakan tebal perkerasan maupun lapisan tambah perkerasan. Pengujian CBR dapat dilakukan dengan secara langsung di tempat (in place) atau dengan mengambil sampel tanah yang akan di uji di laboratorium.

Pengujian CBR pada laboratorium dilakukan dengan melakukan dua proses pengujian yaitu sebagai berikut:

a. Uji Kadar Air (Water Content Test) b. Uji Kepadatan Tanah (Compact Test)

2.3. Karakteristik Lalu Lintas

Karakteristik dari volume jam sibuk pada hari sibuk diwakili dengan suatu faktor k. Nilai k ini tergantung pada karakteristik fluktuasi dalam waktu dari arus lalu lintas di wilayah studi dan besarnya resiko yang diambil untuk terlampauinya prakiraan nilai rencana di tahun rencana. Nilai k diperoleh dari analisis data volume lalu lintas per jam.Untuk pedoman umum besarnya faktor k dapat dilihat pada pedoman yang berlaku.Volume jam perencanaan (VJP) untuk volume lalu lintas dua arah diperoleh dari hubungan empiris sebagai berikut:

VJP = k x LHRT (2. 3.)

Dimana:

VJP = volume jam perencanaan

K = faktor volume lalu lintas pada jam sibuk (% terhadap LHRT) LHR = lalu lintas harian rata-rata pada tahun rencana

(10)

14

3.3.1. Ekivalensi Mobil Penumpang

Ekivalensi Mobil Penumpang adalah faktor yang menunjukkan pengaruh berbagai tipe kendaraan dibandingkan kendaraan ringan terhadap kecepatan, kemudahan bermanufer, dimensi kendaraan ringan dalam arus lalu lintas ( untuk mobil penumpang dan kendaraan ringan yang sasisnya mirip; emp = 1,0 ).

(MKJI, Tahun 1997)

3.3.2. Kapasitas

Kapasitas jalan adalah arus lalu lintas maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. Kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang dengan persamaan 2.4.:

C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs (2. 4.)

Dimana :

C = Kapasitas sesungguhnya (smp/jam). Co = Kapasitas dasar (ideal)

FCw = Faktor penyesuaian lebar jalan FCsp = Faktor penyesuaian pemisaharah FCsf = Faktor penyesuaian hambatansamping FCcs = Faktor penyesuaian ukuran kota

3.3.3. Volume Lalu Lintas

Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu ruas jalan pada periode waktu tertentu. Volume lalu lintas dapat dirumuskan pada persamaan 2.5.:

Q = (2. 5.)

Dimana :

Q = volume lalu lintas (kend/jam).

n = jumlah kendaraan yang melalui titik tersebut dalam interval waktu T T = interval waktu pengamatan (jam).

(11)

15

3.3.4. Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan (DS) adalah rasio arusterhadap kapasitas dan digunakan sebagai faktor utama penentuan tingkat kinerja jalan berdasarkan tundaan dan segmen jalan. Persamaan derajat kejenuhan adalah yaitu pada persamaan 2.6:

DS = (2. 6.)

Dimana :

DS = Derajat kejenuhan

V = Volume lalu lintas (smp/jam) C = Kapasitas ruas jalan (smp/jam)

3.3.5. Kecepatan Tempuh

Kecepatan tempuh didefinisikan dalam manual ini sebagai perbandingan antara panjangjalan dengan waktu tempuh, yang dirumuskan pada persamaan 2.7: V = L

(2. 7.)

Dimana:

V = Kecepatan rata-rata (km/jam) L = Panjang segmen (km)

TT = Waktu tempuh rata-rata sepanjang segmen (jam)

2.4. Analisa Statistik

2.4.1. Mean

Mean adalah nilai hasil bagi antara jumlah nilai data dengan banyak nya data. Yang dirumuskan pada persamaan 2.8:

̅ = ∑ = (2. 8.)

Dimana:

xi = Data ke-i

(12)

16 ̅ = Mean

2.4.2. Kuartil

Kuartil merupakan salah satu dari uji statistik yang digunakan untuk mendistribusikan sekelompok data yang telah urut kedalam 4 bagian gugus data, didalam kuartil sendiri terdapat 3 buah kuartil didalam suatu gugusan data, yaitu:

a. Kuartil 1 (Q1)

Kuartil 1 adalah data yang berada tepat di urutan 25% dari kumpulan data. Untuk mengetahui posisi data kuartil 1 dapat digunakan rumus 2.9

= (2. 9.)

b. Kuartil 2 (Q2)

Kuartil 2 adalah data yang berada tepat di urutan 50% dari kumpulan data. Untuk mengetahui posisi data kuartil 2 dapat digunakan rumus 2.10

= (2. 10.)

c. Kuartil 3 (Q3)

Kuartil 3 adalah data yang berada tepat di urutan 75% dari kumpulan data. Untuk mengetahui posisi data data kuartil 3 dapat digunakan rumus 2.11

= (2. 11.)

Dimana:

n = Jumlah data

2.4.3. Jangkauan atau Interquartile Range (IQR)

Jangkauan atau Interquartile Range (IQR) adalah metode yang digunakan untuk mengetahui selisih antar data terbesar dan data terkecil dari kelompok data yang

(13)

17

telah di kumpulkan untuk melihat rentang nilai dari data tersebut. Untuk menentukan IQR dapat digunakan rumus 2.12.

IQR = Q3 – Q1 (2. 12.)

Dimana:

IQR = Jangkauan Kuartil

2.4.4. Pagar

Analisa pagar merupakan analisa yang dilakukan untuk mengetahui batasan dari kumpulan data agar data yang digunakan dalam analisa menjadi data yang valid. Dalam menganalisa data pagar dibagi atas dua data, yaitu:

a. Pagar Bawah

Pagar bawah merupakan batasan minimum data dari gugus data yang merepresentasikan keabsahan data. Yang mana pagar bawah dapat dihitung melalui persamaan 2. 13.

PB = - (2. 13.)

Dimana:

PB = Pagar Bawah

b. Pagar Atas

Pagar atas merupakan batasan maksimum data dari gugus data yang merepresentasikan keabsahan data. Yang mana pagar bawah dapat dihitung melalui persamaan 2. 14.

PA = - (2. 14.)

Dimana:

PA = Pagar Atas

2.5. Studi Kelayakan Ekonomi

Dalam studi kelayakan ekonomi metode yang digunakan untuk penilaian kelayakan dilakukan dengan menghitung Biaya Operasiona Kendaraan(BOK), Nilai Waktu, dan Rencana Anggaran Biaya Pembangunan (RAB) dan

(14)

18

menggunakan ukuran-ukuran BCR (Benefit Cost Ratio), NPV (Net Present Value), dan IRR (Internal Rate of Return). Kelayakan ekonomi pada pengembangan suatu jaringan jalan dipandang dari sisi Pemerintah harus tetap memberikan sisi manfaat kepada masyarakat.

Analisis kelayakan ekonomi pada dasarnya merupakan bagian terhadap manfaat yang ditimbulkan dengan adanya peningkatan atau pembangunan ruas jalan khususnya terhadap aktivitas perekonomian wilayah terpengaruh. Dan dengan mempertimbangkan biaya yang harus dikeluarkan untuk terlaksananya peningkatan jalan tersebut.

2.5.1. Perhitungan BOK

BOK atau Biaya Operasional Kendaraan adalah beban biaya yang dibebankan untuk suatu kendaraan, baik mobil penumpang, truk, bus. Didalam penelitian ini digunakan metode yang berasal dari PCI atau Pasific Consultant International. Dalam metode ini setiap komponen biaya yang akan dihitung memiliki persamaan masing-masing yang dipengaruhi oleh nilai kecepatan. Didalam perhitungan BOK, terbagi atas dua komponen biaya yaitu:

a. Fixed Cost

Fixed Cost merupakan biaya dasar dari kendaraan terdiri dari biaya depresiasi kendaraan, biaya awak kendaraan, asuransi, dan bunga modal. Yang mana dapat dihitung melalui persamaan 2.15.

= K M (2. 15.)

Melalui persamaan 2. 15. Dibutuhkan variabel-variabel untuk menghitung biaya tetap, yang sebagaimana telah di tabelkan kedalam Tabel 2. 7.

Tabel 2. 7. Persamaan Menghitung Biaya Tetap BOK

No Nama Persamaan Mobil

Penumpang Bus Truk

1 Penyusutan (Penyusutan/1000 km) dari harga kendaraan Y = 1 / (2,5 S +125) Y = 1 / (6 S + 300) Y = 1 / (6 S + 300)

(15)

19 No Nama Persamaan Mobil

Penumpang Bus Truk

2 Travelling Time Pengemudi & Kondektur (jam kerja/1000 km) Tidak ada karena pengemudi adalah pemilik kendaraan Y = 1000/S Y = 1000/S 3 Asuransi (Asuransi/1000 km) dari harga kendaraan Y = 38 / (500 S) Y = 60 / (2571,4285 S) Y = 61 / (1714,2857 S) 4 Bunga Modal (Bunga Modal/1000 km) dari harga kendaraan Y = 150 / (500 S) Y = 150 / (2571,4285 S) Y = 150 / (1714,2857 S) Dimana: BT = Biaya Tetap

Bpi = Biaya Depresiasi/Penyusutan Kendaraan BKi = Biaya Awak Kendaraan

S = Kecepatan Rata – Rata Kedaraan

b. Running Cost

Running Cost merupakan biaya yang muncul pada saat kendaraan itu di fungsikan, yang mana terdiri dari biaya konsumsi oli, biaya pemeliharaan, biaya upah tenaga pemeliharaan, biaya konsumsi ban, dan biaya konsumsi bahan bakar. Yang mana dapat dihitung dengan menggunakan rumus 2.16.

= M (2. 16.)

Melalui persamaan 2. 16. Dibutuhkan variabel-variabel untuk menghitung biaya tetap, yang sebagaimana telah di tabelkan kedalam Tabel 2. 8.

Tabel 2. 8. Persamaan Menghitung Biaya Tidak Tetap BOK

No Nama Persamaan Mobil

Penumpang Bus Truk

1 Konsumsi Bahan Bakar (liter/1000 km) Y = 0,05693 S2 - 6,425593 S + 269,18567 Y = 0,21692 S2 - 24,15490 S + 954,78624 Y = 0,21557 S2 - 24,17699 S + 947,80862

(16)

20 No Nama Persamaan Mobil

Penumpang Bus Truk

2 Konsumsi Oli Mesin (liter/1000 km) Y = 0,00037 S2 - 0,04070 S + 22,0405 Y = 0,00209 S2 - 0,24413 S + 13,29445 Y = 0,00186 S2 - 0,24413 S + 12,06486 3 Pemeliharaan (pemeliharaan/1000 km) Y = 0,0000064 S + 0,0005567 Y = 0,0000332 S + 0,0020891 Y = 0,0000191 S + 0,00154 4 Konsumsi Oli Mesin (liter/1000 km) Y = 0,00362 S + 0,36267 Y = 0,02311 S + 1,97733 Y = 0,01511 S + 1,212 5 Ban Kendaraan (ban/1000 km) Y = 0,0008848 S + 0,0045333 Y = 0,0012356 S + 0,0065667 Y = 0,0015553 S + 0,0059333 Dimana:

BTT = Biaya Tidak Tetap

BiBBMj = Biaya Konsumsi Bahan Bakar BOi = Biaya Konsumsi Oli

Bpi = Biaya Pemeliharaan

Bui = Biaya Upah Tenaga Pemeliharaan BBi = Biaya Konsumsi Ban

S = Kecepatan Rata – Rata Kedaraan

2.5.2. Perhitungan Nilai Waktu

Nilai waktu merupakan salah satu komponen dari analisis ekonomi transportasi, nilai waktu akan meningkat seiring dengan lamanya penggunaan waktu dalam perjalanan. Dengan kata lain nilai waktu merupakan nilai dari waktu yang terbuang pada saat bertransportasi.

(17)

21

2.5.3. Rencana Anggaran Biaya

Rencana anggaran biaya merupakan analisa yang dilakukan untuk memperkirakan biaya yang akan digunakan dalam penyelesaian suatu proyek. Kajian rencana anggaran biaya dilakukan sebelum proyek berjalan. Dalam memperkirakan biaya yang akan keluar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2. 17.

= H (2. 17.)

2.5.4. Biaya Pembebasan Lahan

Biaya pembebasan lahan merupakan biaya yang dibutuhkan untuk pembebasan lahan yang akan dilalui oleh opsi-opsi pengembangan Jalan Lintas Barat Sumatera nantinya. Lahan-lahan yang akan dibebaskan tersebut bisa berupa rumah, sawah/ hutan, fasilitas sosial, dan lain-lain. Biaya pembebasan lahan didapatkan dengan menghitung hasil perkalian antara harga sebidang tanah pada lokasi yang dilalui jalan rencana dengan luasan lahan yang akan di bebaskan guna pengembangan jalan.

2.5.5. Besaran Biaya Kecelakaan

Berdasarkan Pd T-02-2005-B tentang pedoman perhitungan besaran biaya kecelakaan lalu lintas, besaran biaya kecelakaan adalah biaya yang ditimbulkan akibat terjadinya suatu kecelakaan lalu lintas. Biaya tersebut meliputi : biaya perawatan korban, biaya kerugian harta benda, biaya penanganan kecelakaan lalu lintas, dan biaya kerugian produktivitas korban.

Tabel 2. 9. Biaya satuan kecelakaan lalu lintas di jalan antar kota

No. Klasifikasi Kecelakaan Biaya satuan Kecelakaan (Rp/Kecelakaan)

1 Fatal Rp224.541.000,00

2 Berat Rp22.221.000,00

3 Ringan Rp9.847.000,00

4 Kerugian Harta Benda Rp8.589.000,00

(18)

22

2.5.6. Analisis Benefit Cost Ratio (BCR)

Metode BCR secara ringkas membandingkan besarnya perbandingan keuntungan terhadap biaya yang dikeluarkan selama umur rencana, dalam hal ini selama 20 tahun. Indikator dari nilai BCR dapat dijelaskan sebagai berikut:

BCR>1 menunjukkan bahwa proyek akan menguntungkan,

BCR<1 menunjukkan bahwa prtoyek tersbeut tidak layak atau merugi, BCR=1 menunjukkan rasio nilai proyek terhadap keuntungan sama besar. Perhitungan biaya dan keuntungan dilakukan dnegan memberikan faktor diskon sesuai dengan tingkat bunga yang berlaku, dan jangka waktu rencana pembangunan. (Khuzaifah, Saleh, dan Anggraini, 2017)

BCR =

(2. 18.)

2.5.7. Analisis Net Present Value (NPV)

Metode ini dikenal sebagai metode present worth dan digunakan untuk menentukan apakah suatu rencana mempunyai manfaat dalam periode waktu analisis. Jumlah cash in flows dikonversikan ke nilai saat ini (Present Value) dengan tingkat suku bunga yang dikenakan. Bila jumlah cash in flows dengan nilai saat ini sama dengan biaya investasi atau dengan kata lain NPV=0, maka pendapatan hanya cukup untuk membayar biaya investasi. Proyek disebut layak atau dapat diterima bila NPV lebih dari 0. (Khuzaifah, Saleh, dan Anggraini, 2017). Untuk menghitung NPV digunakan persamaan 2.19:

NPVCost/Benefit th ke-n = F. Diskon ke-n × Cost atau Benefit th ke-n (2. 19.)

Dan NPV dapat dihitung dengan persamaan 2.20:

NPV = Present Value Benefit - Present Value Cost (2. 20.)

NPV dari suatu proyek yang dikatakan layak secara ekonomi adalah yang menghasilkan nilai NPV positif.

(19)

23

2.5.8. Analisis Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) merupakan tingkat pengembalian berdasarkan pada penentuan nilai tingkat bunga (discount rate), dimana semua keuntungan masa depan yang dinilai sekarang dengan discount rate tertentu adalah sama dengan biaya kapital present value dari total biaya. Dalam perhitungan nilai IRR adalah dengan cara mencoba beberapa tingkat bunga. Guna perhitungan IRR dipilih tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif yang terkecil dan tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif terkecil. Selanjutnya diadakan interpolasi dengan perhitungan:

IRR = i1 +

(i2-i1) (2. 21.)

Dengan pengertian:

IRR : Internal Rate of Return

i1 : tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif terkecil

i2 : tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif terkecil

NPV1 :nilai sekarang dengan menggunakan i1

NPV2 : nilai sekarang dengan menggunakan i2

2.6. Analisis Multikriteria

Analisis Multi Kriteria adalah suatu metode yang dikembangkan dan digunakan dalam masalah pengambilan keputusan dan dimaksudkan untuk bisa mengakomodasi aspek-aspek di luar kriteria ekonomi dan finansial serta juga bisa mengikut sertakan berbagai pihak yang terkait dengan suatu proyek secara komprehensif dan scientific (kuantitatif maupun kualitatif).

Analisis Multi Kriteria merupakan metode pemilihan alternatif, dimana setiap alternatif akan dinilai menggunakan kriteria – kriteria tertentu sehingga kemudian alternatif yang terpilih adalah alternatif dengan penilaian terbaik berdasarkan kriteria – kriteria tersebut.

Analisis ini menggunakan persepsi stakeholders terhadap kriteria-kriteria atau variabel- variabel yang dibandingkan dalam pengambilan keputusan. AMK

(20)

24

memiliki sejumlah kelebihan jika dibandingkan dengan proses pengambilan keputusan informal (informal judgement) yang saat ini umum digunakan.

Keuntungan tersebut antara lain:

• Proses pengambilan keputusan dilakukan secara terbuka bagi pihak yang berkepentingan,

• Variabel dan kriteria analisis yang digunakan dapat lebih luas, baik yang kuantitatif maupun yang kualitatif,

• Pemilihan variabel tujuan dan kriteria terbuka untuk dianalisis dan diubah jika dianggap tidak sesuai,

• Nilai dan bobot ditentukan secara terbuka sesuai dengan persepsi pihak terkait yang dilibatkan (stakeholders),

• Memberikan arti lebih terhadap proses komunikasi dalam pengambilan keputusan, diantara para penentu kebijakan, dan dalam hal tertentu dengan masyarakat luas.

Adapun konsep yang dikembangkan dalam analisis multi kriteria adalah sebagai berikut:

• Analisis sudah mempertimbangkan semua variabel sekomprehensif mungkin dengan tetap menjaga proses ilmiah dari proses pengambilan keputusan yang dilakukan.

• Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dan kepentingan pihak-pihak yang harus diakomodasi.

• Penetapan pilihan dilakukan dengan memperhatikan sejumlah tujuan dengan mengembangkan sejumlah kriteria yang terukur.

• Skoring adalah preferensi alternatif terhadap kriteria tertentu. • Pembobotan adalah penilaian relatif antar kriteria.

2.6.1. Penetapan Pengambil Keputusan

Pihak-pihak yang dilibatkan (stakeholders) dalam pengambilan keputusan ini sebagai berikut :

1. Kelompok Regulator, merupakan kelompok penentu kebijakan transportasi jalan.

(21)

25

• Pemerintah, dalam hal ini adalah BAPPEDA, Dinas Binamarga, Dinas Cipta Karya, Dinas Pengembangan Sumber Daya Air dan Pertambangan, Dinas Pertanian dan Kantor Analisa Dampak Lingkungan.

• DPRD, sebagai wakil masyarakat.

2. Kelompok Operator, merupakan kelompok yang sesuai dengan kewenangannya dapat mengoperasikan dan melakukan pemeliharaan transportasi jalan.

• Dinas Binamarga, bertanggung jawab dalam penanganan secara teknis jalan dan jembatan.

• Dinas Perhubungan dan Pariwisata, bertanggung jawab dalam kenyamanan dan keselamatan lalu lintas.

2.6.2. Proses Pengambilan Keputusan

Pembobotan kriteria dilakukan atas perepsi responden wakil stakeholders yang diwawancarai. Adapun proses pembobotan untuk mendapatkan bobot kepentingan setiap kriteria secara umum sebagai berikut :

Membuat matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison matrix) untuk setiap responden untuk mendapatkan bobot kriteria dari setiap responden.

Membuat rata-rata bobot untuk setiap kelompok stakeholders, yang meliputi kelompok regulator dan operator.

Membuat rata-rata bobot untuk seluruh stakeholders dari hasil rata-rata setiap kelompok.

2.6.3. Penilaian Kinerja Tiap Kriteria

Adapun proses penilaian kinerja dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut: 1. Tentukan nilai kuantitatif ataupun kualitatif dari setiap alternatif untuk

setiap variabel kriteria yang digunakan.

2. Lakukan proses skoring setiap variabel alternatif, sesuai skala penilaian yang digunakan.

(22)

26

3. Bentuk matriks kinerja (performance matrix) dari setiap alternatif untuk menentukan alternatif terbaik dan urutan selanjutnya.

Penilaian kinerja suatu usulan terhadap kriteria pengembangan jaringan jalan dilakukan dengan memberikan skor yang dilakukan oleh pakar (expert judgement) yang berkompeten. Dalam penelitian ini skor diberikan dengan skala antara 0 s/d 5, di mana angka 5 diberikan untuk alternatif atau usulan pengembangan yang mampu memenuhi syarat kriteria yang tertinggi, dan sebaliknya angka 0 diberikan untuk penilaian terendah (tidak ada kaitannya sama sekali dengan kriteria).

Untuk variabel kualitatif proses skoring dilakukan dengan memberikan nilai yang besarnya mencerminkan kualitas pemenuhan kriteria seperti gambar berikut:

Gambar 2. 1. Contoh Skala Penilaian Kinerja Usulan untuk Variabel Kualitatif (Sumber: Sulistyorini, 2010)

Dalam menentukan nilai kuantitatif, kriteria penilaian di-breakdown lagi menjadi satu atau beberapa sub-kriteria. Hal ini untuk mendapatkan tingkat analisis yang lebih detail, sehingga lebih mudah untuk dipahami.

Hasil pembobotan subkriteria seperti yang telah diuraikan, maka selanjutnya dibuat resume nilai kuantitatif dari masing-masing subkriteria. Skor berbagai kriteria yang sudah dihitung tersebut selanjutnya dikalikan dengan nilai bobot perkriteria dan dijumlahkan untuk semua kriteria. Kriteria yang memiliki sub-kriteria lebih dari satu nilainya di rata- ratakan terlebih dahulu. Selanjutnya

(23)

27

kriteria dengan jumlah skor tertinggi direkomendasikan sebagai alternatif untuk dikembangkan. Dari hasil analisis multi kriteria ini, maka perolehan skor tertinggi merupakan alternatif yang terpilih dalam program penanganan jalan. (Sulistyorini, 2010)

2.7. Studi Literatur

Dalam penelitian analisa studi kelayakan pembangunan jalan lingkar dan pelebaran jalan lintas barat sumatera di ruas jalan kecamatan Gisting, kabupaten Tanggamus ini mengacu pada beberapa penelitian terdahulu yang memiliki pokok pembahasan yang hampir sama dan berkaitan dengan penelitian ini, berikut beberapa penelitian tersebut :

Tabel 2. 10. Studi Literatur Penulis Arief Istiyawan,

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (2010) I Made Vikannanda, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (2017) Aryo Yudhanto W, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya (2015) Judul Penelitian “STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR TIMUR MOJOSARI KABUPATEN MOJOKERTO” “ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR BARAT GRESIK” “ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI PEMBANGUNAN JALAN TEMBUS LAWANG – BATU” Tujuan Penelitian 1. Menganalisa bagaimana kondisi dan karakteristik jalan lingkar timur Mojosari. 2. Berapa 1. Mengetahui nilai Dj di Jalan Mayjen Sungkono – Jalan Banjarsari. 2. Menentukan trase

jalan yang paling

1. Mengetahui dan menganalisa Kelayakan Ekonomi Pembangunan Jalan Tembus Lawang–

(24)

28 penghematan biaya

operasional kendaraan (BOK) setelah ada jalan lingkar timur Mojosari.

3. Menganalisa selisih nilai waktu antara ruas jalan lingkar timur Mojosari dengan jalan eksisting. 4. Menganalisa tingkat kelayakan pembangunan jalan lingkar timur Mojosari.

efektif dan efisien dengan menggunakan analisis multi kriteria. 3. Mengetahui kelayakan pembangunan Jalan Lingkar Barat Gresik berdasarkan aspek ekonomi.

Batu ditinjau dari penghematan Biaya Operasional Kendaraan (BOK). 2. Mengetahui dan menganalisa Kelayakan Ekonomi Pembangunan Jalan Tembus Lawang– Batu ditinjau dari penghematan waktu perjalanan. 3. Mengetahui dan menganalisa Kelayakan Ekonomi Pembangunan Jalan Tembus Lawang– Batu ditinjau dari berkurangnya Tingkat kecelakaan lalu lintas di ruas Pandaan-Lawang- Singosari-Karanglo-Kota Batu. Hasil Penelitian Kelayakan pembangunan jalan ditinjau dari segi teknik lalu lintas

Hasil analisis volume lalu lintas pada Jalan Mayjend Sungkono

Berdasarkan hasil perhitungan perkiraan

(25)

29 menunjukkan bahwa

jalan tersebut bisa dikatakan layak untuk dibangun karena nilai Derajat Kejenuhan (DS) Jalan eksisting relatif besar, yaitu antara 0.4 – 0.5 pada tahun 2009 dan nilai Derajat Kejenuhan (DS) lebih dari 0.75 untuk tahun 2014 mendatang. Nilai Derajat Kejenuhan (DS) meningkat hingga mencapai lebih dari 1,00 untuk tahun 2020. Padahal berdasarkan MKJI tahun 1997, 0.75 adalah batas maksimum dari derajat kejenuhan yang diperbolehkan untuk jalan perkotaan maupun jalan luar kota. Dengan demikian dapat kita tarik kesimpulan bahwa apabila jalan lingkar

(eksisting)

menunjukan bahwa kondisi lalu lintas pada jalan eksisting sudah mulai

mendekati

kondisi jenuh yaitu dengan nilai derajat kejenuhan sebesar 0,697. Untuk beberapa tahun kedepan volume lalu lintas pada jalan eksisting akan terus meningkat sehingga menyebabkan kepadatan lalu lintas pada ruas jalan eksisting.

1. Hasil analisis multi kriteria mendapatkan bahwa Alternatif 3 adalah alternatif terbaik sesuai dengan prinsip pemilihan menggunakan metode analisis multi kriteria dengan skor 41. Berikut kondisi kriteria alternatif 3 :

dari Pembangunan Jalan Tembus Lawang Batu dapat diketahui bahwa total keuntungan yang diperoleh hingga akhir proyek adalah sebesar Rp7.100,55 Milyar. Jumlah tersebut diperoleh dari penghematan Biaya Operasi Kendaraan (BOK) sebesar Rp3.004,11 Milyar, penghematan terhadap tundaan sebesar Rp2.967,97 Milyar dan penghematan terhadap kecelakaan sebesar Rp1.128,47 Milyar, sehingga dari segi keuntungan, rencana Pembangunan Jalan Tembus Lawang – Batu dinyatakan menguntungkan untuk dilaksanakan. Dari hasil analisa kelayakan ekonomi,

(26)

30 ini akan dibangun,

tujuannya adalah untuk mengurangi kemacetan lalu lintas pada jalan eksisting, memberikan akses yang lebih cepat bagi pengguna jalan, dan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar. Kelayakan pembangunan jalan ditinjau dari segi ekonomi

menunjukkan bahwa jalan lingkar layak untuk dibangun. Hal ini dapat dilihat dari hasil nilai BCR sebesar 45.837 (BCR>1) dan nilai NPV sebesar Rp2.399.912.250.54 8,98- (NPV > 0). • J = 5439 m • ya Pembebasan =Rp6.156.708.000,0 0 • J h = Tidak ada tikungan • K f L Lintas = Tidak ada simpang. 3. Hasil analisis kelayakan ekonomi menyatakan bahwa Pembangunan Jalan Lingkar Barat Gresik Layak Secara Ekonomi , dengan nilai BCR sebesar 3.26 (BCR > 1) dan nilai NPV sebesar Rp431.825.634.817, 22 (NPV > 0). Pembangunan Jalan Tembus Lawang – Batu ternyata sangat menunjang

perekonomian penduduk yang menghuni kawasan. Dilihat dari sisi finansial yang ditinjau dari kriteria penilaian kelayakan dengan metode BCR = 7,07 > 1, NPV = Rp5.363,88 milyar > 0, IRR = 23% > 18, maka dapat diambil kesimpulan bahwa rencana Pembangunan Jalan Tembus Lawang – Batu dinyatakan layak untuk dilaksanakan.

Gambar

Tabel  2.  1.  Klasifikasi  jalan  secara  umum  menurut  kelas,  fungsi,  dimensi  kendaraan maksimum dan muatan sumbu terberat ( MST )
Tabel 2. 3. Panjang Kritis Suatu Tanjakan  Kecepatan pada awal tanjakan
Tabel 2. 5. Faktor Laju Pertumbuhan Lalu Lintas (i) (%)
Tabel 2. 6. Faktor Distribusi Lajur (DL)
+6

Referensi

Dokumen terkait

seperti nya hal tersebut belum terlalu maximal di karenakan perusahaan masih dalam tahap berkembang dalam beberapa aspek yang terdiri dari Aspek sosial : Salah satu

Bidang dan Kegiatan Usaha Perdagangan batubara dan pertambangan batubara melalui Anak Perusahaan pemegang 12 (dua belas) Izin Usaha Pertambangan pada Wilayah IUP di Provinsi

ANALISIS PERUBAHAN RADIASI MATAHARI MENGGUNAKAN MODEL JAGANNATHAN-APLIN PADA GERHANA MATAHARI TOTAL 9 MARET 2016 DAN PENGARUHNYA TERHADAP CUACA DI BANGKA TENGAH. Oleh

Hingga saat ini belum ada sumber-sumber baik secara lisan maupun tertulis yang secara lengkap dapat memberikan informasi tentang keberadaan kesenian Bali di Kota

Sinyal kondisi motor belok kiri Dapat dilihat panjang gelombang memiliki waktu 20 milidetik dan untuk tinggi gelombang yang terlihat yaitu 10 V, dengan tampilan pada LCD “Kondisi

Selanjutnya data yang diperoleh dari penelitian ini yakni berupa data peningkatan kualitas limbah cair tahu meliputi penurunan kadar COD dan BOD serta kenaikan

jeruk nipis ( Citrus aurantifolia , Swingle) terhadap nyamuk Aedes aegypti terbukti bahwa minyak atsiri kulit buah jeruk nipis mempunyai aktivitas sebagai

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Pengaruh Budaya