• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fitur Dasar Laut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Fitur Dasar Laut"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

T U G A S M A TA K U L I A H F I T U R D A S A R L A U T

Ulasan Mengenai Fitur Dasar Laut

B a y u A r i s t i w i j a y a 3 5 1 1 1 0 0 0 3 6

J U R U S A N T E K N I K G E O M A T I K A F A K U L T A S T E K N I K S I P I L D A N P E R E N C A N A A N I N S T I T U T T E K N O L O G I S E P U L U H N O P E M B E R S U R A B A Y A 2 0 1 4 F

(2)

1

1.1. Fitur Dasar Laut

Pengetahuan mengenai topografi dasar laut bermula dari pemetaan-pemetaan yang sudah sejak lama dilakukan. Pada mulanya pengetahuan ini diperoleh dengan cara mengukur kedalaman laut dengan teknik yang sangat sederhana yakni dengan mengulurkan tali atau kabel yang diberi bandul pemberat ke dalam laut hingga menyentuh dasar. Tentu dengan teknik ini banyak kekurangan dan kelemahannya. Pengukuran kedalaman laut yang lebih cepat dapat menggunakan alat-alat pemancar gelombang suara. Dengan teknik ini pengukuran dapat dilakukan dengan cepat, karena kecepatan merambat suara pada air rata-rata 1.600 meter per detik. Jarak waktu yang diperlukan untuk perambatan bolak-balik dapat diterjemahkan menjadi kedalaman laut ditempat itu. Dengan prinsip teknologi inilah model kenampakan topografi dasar laut yang umumnya berupa peta batimetri dapat semakin disempurnakan. Peta yang dihasilkan dapat digunakan untuk menampilkan model 3D morfologi bawah laut sehingga dapat diidentifikasi fitur-fitur apa saja yang terdapat di dalamnya.

Fitur Dasar Laut sendiri merupakan hasil pengklasifikasian dari keunikan bentuk morfologi/relief dasar laut, sehingga didapatkan daftar objek fitur dasar laut. Bentuk-bentuk dasar laut tersebut terdiri dari :

Ridge yaitu penggungan/pegunungan dasar laut dengan puncaknya sempit

dan lerengnya curam.

Rise yaitu punggungan/pegunungan dasar laut dengan puncaknya luas dan

lerengnya tidak securam ridge.

Abyssal Plain, Daerah yang relatif tebagi rata dari permukaan bumi yang

terdapat dibagian sisi yang mengarah ke daratan.

Trench, Bagian laut yang terdalam dengan bentuk seperti saluran seolah-olah

terpisah sangat dalam yang terdapat di perbatasan antara benua.

Seamount, yaitu gunung di dasar laut dengan lereng yang curam dan

berpuncak runcing serta kemungkinan mempunya tinggi sampai 1 km atau lebih tetapi tidak sampai kepermukaan laut.

(3)

2

Guyot, yaitu gunung di dasar laut yang bentuknya serupa dengan seamount

tetapi bagian puncaknya datar. Banyak terdapat di lautan Pasifik.

Ambang laut (drempel), yaitu pegunungan di dasar laut yang terletak diantara dua laut dalam.

Lubuk laut (basin), yaitu dasar laut yang bentuknya bulat cekung yang terjadi karena ingresi (aliran arus laut).

Palung laut (trog), yaitu lembah yang dalam dan memanjang di dasar laut terjadi karena ingresi.

Gambar 1. Model Bentuk Morfologi Dasar Laut

1.2. Teknologi yang Diterapkan pada Identifikasi Fitur Dasar Laut

Permukaan dasar laut semula dianggap dalam keadaan datar dan tidak mempunyai bentuk, tetapi beberapa ilmu pengetahuan lainnya telah membuktikan bahwa topografi dasar laut memiliki bentuk yang kompleks seperti daratan. Maka dari itu, untuk mempelajari seluk beluk dari fitur dasar laut, diperlukan kajian ilmu pengetahuan dan teknologi pada berbagai bidang terkait untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin.

(4)

Saat ini, berbagai macam teknologi sudah diimplementasikan untuk mengidentifikasi morfologi dasar laut. Pada kondisi tertentu pengamatan fitur dasar laut dapat menggunakan teknologi penginderaan jauh dengan memanfaatkan data satelit altimetri. Altimetri sendiri adalah Radar (Radio Detection and Ranging) gelombang mikro yang dapat digunakan untuk mengukur jarak vertikal antara permukaan bumi dengan wahana antariksa (satelit atau pesawat terbang). Pengukuran ini dapat menghasilkan topografi permukaan laut sehingga dapat menduga geoid laut, arus permukaan dan ketinggian gelombang. Inderaja altimetri untuk topografi permukaan laut pertama kali dikembangkan sejak peluncuran SKYLAB dengan sensor atau radiometer yang disebut S-193. Satelit altimetri yaitu : GEOS-3, SEASAT, ERS-1, dan yang terakhir yang sangat terkenal adalah TOPEX/POSEIDON. Satelit terakhir ini adalah satelit misi bersama antara Amerika Serikat (NASA) dengan Perancis (Susilo, 2000).

Satelit altimetri memiliki prinsip penggambaran bentuk paras laut dimana bentuk tersebut menyerupai bentuk dasar laut dengan pertimbangan gravitasi yang mempengaruhi paras laut dan hubungan antara gravitasi dan topografi dasar laut yang bervariasi sesuai dengan wilayah. Satelit altimetri juga memberikan bentuk gambaran paras muka laut. Satelit ini mengukur tinggi paras muka laut relatif terhadap pusat massa bumi. Sistem satelit ini memiliki radar yang dapat mengukur ketinggian satelit di atas permukaan laut dan sistem tracking untuk menentukan tinggi satelit pada koordinat geosentris. Satelit Altimetri diperlengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa radar yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem ini, altimeter radar yang dibawa oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar) kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh satelit. Informasi utama yang ingin ditentukan dengan satelit altimetri adalah topografi dari muka laut. Hal ini dilakukan dengan mengukur ketinggian satelit di atas permukaan laut dengan menggunakan waktu tempuh dari pulsa radar yang dikirimkan kepermukaan laut, dan dipantulkan kembali ke satelit.

(5)

4

Gambar 2. Model Morfologi Dasar Laut Berdasarkan Data Satelit Altimetri

Untuk hasil yang lebih teliti, terdapat cara lain selain penginderaan jauh yang juga merupakan pengukuran tidak langsung. Metode ini memanfaatkan transmisi sinar laser dari pesawat terbang dan prinsip-prinsip optik untuk mengukur kedalaman perairan. Dikenal dengan Laser Ariborne Bathymetry (LAB), Kanada : LIDAR (Light Detecting and Ranging), Australia : LADS (Laser Airborne Depth Sounder), AS : AOL (Airborne Oceanographic LIDAR) dan HALS (Hydrographic Airborne Laser Sounder). Prinsip kerja LADS adalah transmisi sinar laser dari pesawat terbang dengan sudut tertentu terhadap sumbu vertikal ke permukaan air. Sebagian gelombang sinar laser dipantulkan dan dibiaskan ke segala arah dan salah satu berkasnya akan menembus ke dalam air. Berkas sinar laser yang menembus ke dalam air adalah 98% dari energi awalnya dan akan dibiaskan dengan arah mendekati garis normal akibat perubahan dari densitas medium yang lebih renggang ke densitas medium yang lebih rapat. Berkas gelombang sinar laser akan meneruskan perjalanan perambatannya di dalam air hingga menyentuh dasar perairan dan dipantulkan ke segala arah dan salah satu berkasnya dipantulkan kembali ke arah sudut datangnya. Berkas sinar yang memantul ke arah sudut datangnya kemudian meneruskan perjalanan perambatannya dan menembus batas air dan udara.

(6)

Karena perubahan densitas medium yang lebih rapat ke medium yang lebih renggang, berkas sinar akan dibiaskan menjauhi garis normal dan merambat pada garis lintasan yang searah dengan saat pertama kali ditransmisikan dan diterima kembali di pesawat terbang oleh unit penerima gelombang. Teknologi LADS dioperasikan menggunakan pesawat terbang sekelas Fokker-27 Seri 500 dengan kecepatan terbang sekitar 145 knot pada ketinggian sekitar 500 m di atas permukaan laut menggunakan sistem penentuan posisi kinematic differential GPS. Gelombang yang digunakan adalah sinar laser infra merah dengan panjang gelombang 532 nm dan periode 5 ns dengan pembangkit daya sebesar 1 MW. Sistem ini hanya untuk kedalaman 2-50 m dengan kondisi air jernih dan terbuka, cakupan daerah survei yang luas dan untuk pemetaan skala kecil. Teknik pengukuran kedalaman dengan metode optik efektif digunakan pada perairan dangkal yang jernih dengan kedalaman sekitar 50 m.

(7)

6

Pada kasus tertentu, misalnya pemetaan detail dasar laut untuk kebutuhan analisa geologis dalam upaya mencari sumber minyak, pengukuran langsung di lokasi perlu dilakukan. Metode yang memanfaatkan prinsip dari gelombang akustik ini memberikan ketelitian data yang lebih tinggi. Metode ini paling sering digunakan. Gelombang akustik dengan frekuensi 5 kHz atau 100 Hz akan mempertahankan kehilangan intensitasnya hingga kurang dari 10% pada kedalaman 10 km, sedangkan gelombang akustik dengan frekuensi 500 kHz akan kehilangan intensitasnya pada kedalaman kurang dari 100 m. Alat yang digunakan adalah echosounder (perum gema) yang pertama kali dikembangkan di Jerman tahun 1920. Prinsip metode ini adalah pengukuran jarak dengan memanfaatkan gelombang akustik yang dipancarkan dari tranduser. Tranduser adalah bagian dari alat perum gema yang mengubah energi listrik menjadi mekanik (untuk membangkitkan gelombang suara) dan sebaliknya. Gelombang akustik merambat pada medium air hingga menyentuh dasar perairan dan dipantulkan kembali ke transduser.

Teknik echo-sounding untuk menentukan kedalaman dan pemetaan dasar laut bertambah maju dengan berkembangnya peralatan sonar seperti SeaBeam dan

Hydrosweep yang merupakan sistem echo-sounding multi-beam yang menentukan

kedalaman air di sepanjang lantai laut di bawah kapal penarik, menghasilkan peta-peta batimetri yang sangat detail.

(8)

1.3. Manfaat Pengetahuan Fitur Dasar Laut

Pengetahuan yang memadai mengenai seluk beluk dari fitur-fitur dasar laut akan sangat membantu dalam mengidentifikasi objek dasar laut apa saja yang terdata pada peta batimetri. Selain itu, keberadaan objek-objek tersebut pada area yang disurvei juga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam beberapa pekerjaan, seperti penentuan jalur pelayaran yang aman, perencanaan bangunan pinggir pantai, pendeteksian adanya potensi bencana tsunami di suatu wilayah, dan pertambangan minyak lepas pantai. Kondisi laut sangatlah dinamis, maka peta batimetri harus selalu diperbarui untuk memantau perubahan dan perkembangan kondisi perairan tersebut.

(9)

8

Daftar Pustaka

Hasanuddin Z A. 2006. Satelit Altimetri High Tech Tool for Ocean data parameter Collection. Kelompok Keilmuan Geodesi-FTSL. Institut Teknologi Bandung. Supangat, Agus dan Susanna. 2003. Pengantar Oseanografi. Pusat Riset Wilayah Laut

dan Sumberdaya Non-Hayati Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Susilo, Setyo Budi. 2000. Penginderaan Jauh Kelautan Terapan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gambar

Gambar 1. Model Bentuk Morfologi Dasar Laut
Gambar 2. Model Morfologi Dasar Laut Berdasarkan Data Satelit Altimetri
Gambar 3. Laser Airbone Bathymetry
Gambar 4. Jenis Echosounder Berdasarkan Beam

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip kerja alat GPR yaitu dengan mentransmisikan gelombang radar (Radio Detection and Ranging) kedalam medium target oleh antena pemancar (transmitter) dan

Radar adalah akronim dari Radio Detection and Ranging , merupakan sistem gelombang elektomagnetik yang digunakan untuk mendeteksi, mengukur jarak dan untuk

data suhu permukaan bumi berupa suhu awan menggunakan gelombang inframerah dan data lainnya seperti intensitas hujan dengan menggunakan gelombang micro dengan wahana

Satelit komunikasi adalah sebuah pesawat ruang angkasa yang ditempatkan pada orbit di sekeliling bumi yang di dalamnya membawa peralatan-peralatan penerima dan pemancar

Keadaan malam hari dan tiba – tiba terjadi masalah pada battery backup alat navigasi error dan menyebabkan alat navigasi modern seperti RADAR Radio Detection and Ranging dan GPS Global

Antena radar mentransmisikan pulsa gelombang radio atau gelombang mikro yang memantul dari objek pada trayeknya Saranya et al., 2020, rancangan ini menggunakan sensor PIR Passive Infra