• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan kegiatan menentukan posisi saat kapal berlayar di laut dan berlayar memasuki alur pelayaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Pelaksanaan kegiatan menentukan posisi saat kapal berlayar di laut dan berlayar memasuki alur pelayaran"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Sesuai dengan judul yang diangkat yakni, “Analisis Seberapa Besar Penggunaan Ilmu Pelayaran Datar Dalam Menentukan Posisi di Era Teknlogi Modern” maka sebagai deskripsi data akan dijelaskan tentang keadaan sebenarnya yang terjadi di kapal, sehingga dengan deskripsi ini Penulis mengharapkan agar pembaca mampu dan bisa merasakan tentang semua hal yang terjadi selama Penulis melaksanakan penelitian. Berikut akan diuraikan mengenai data-data kapal tempat Penulis mengadakan penelitian:

Name Of Ship’s : KM. TANTO JAYA

Nationality : INDONESIA

Port Of Registry : JAKARTA

Call Sign : P N F P

IMO Number 9179505

Type Of Ship : Container Ship

Builder Of Ship : HIKATA SHIPBUILDING.Co.Ltd.JAPAN

Year Built : February 1998

Owner : PT. TANTO INTIM LINE

Gross Tonnage (GRT) : 13.346 MT

(2)

Net Tonnage (NRT) : 5174 MT

L O A : 147.0 METERS

L B P : 135.0 METERS

MAIN ENGINE TYPE : MITSUI MAN B&W DE7S50 MCE BOW THRUSTER : TDL 4252 – 4/TC-165 N/ 233207

AUXILIARY ENGINE : 3 X YANMAR 6MAL 200SN @900 RPM SPEED (MAXIMUM) :18,00 Knot

CREWS : 20 Person including master

Gambar 4.1. KM. Tanto Jaya

Kapal KM. TANTO JAYA mempunyai trayek atau route yang tetap atau liner ship, dimana route yang ditempuh telah terjadwal dan tetap (tidak berubah- ubah), jika ada perubahan route itu karena adanya kerusakan pada kapal lain yang harus segera digantikan, dan sesuai kebijakan Kantor Pusat di Jakarta.

(3)

B. Hasil Penelitian

Adapun temuan tentang menentukan posisi yang dilakukan diatas kapal berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan Penulis saat penelitian, sehingga berkaitan dengan rumusan masalah yang dibahas. Pelaksanaan kegiatan menentukan posisi saat kapal berlayar di laut dan berlayar memasuki alur pelayaran. Kegiatan tersebut sebenarnya menjadi kegiatan yang rutin dilaksanakan dan wajib dilaksanakan karena bersangkutan dengan keselamatan pelayaran, saat peneliti melakukan prakteek laut selama 1 tahunn di atas kapal, peneliti menemukan bahwa menentukan posisi sehari hari menggunakan jarak dan baringan, hanya saja pada saat era teknologi modern ini menjadi lebih mudah menentukan posisi sehingga cara yang sejak dulu digunakan mulai ditinggalkan. Hal inilah yang menyebabkan Penulis mengatakan jika perwira deck tersebut dapat lebih mudah, cepat, dan akurat dalam menentukan posisi sehingga dapat meningkatkan keselamatan pelayaran. Disini penulis membandingkan cara bernavigasi yang sudah sejak lama digunakan yaitu membaring posisi kapal secara manual dengan alat navigasi modern RADAR(Radio Detection and Ranging). Pada MV.Tanto Jaya RADAR (Radio Detection and Ranging) yang dimiliki adalah Radar JRC Serial JMA-9122-6xa

.

Gambar 4.2. RADAR (Radio Detection and Ranging)

(4)

1. Penyajian Data

a. Kejadian Pertama : Menentukan posisi saat cuaca buruk Tanggal : 15 Januari 2020

Voyage : 214-D

Pelayaran : Bitung Menuju : Jakarta

Kejadian pertama yang Penulis dapati yaitu pada saat menentukan posisi dengan baringan penentuan posisi menggunakan baringan kombinasi antara jarak dengan baringan yang diperoleh dengan cara membaring benda dengan haluan kapal kemudian melukis hasil baringan di peta dan menjangka jarak benda ke kapal kemudian dari perpotongan tersebut diperoleh posisi kapal. Selain Jarak Nampak ujung pulau yang telah diketahui setelah di koreksi dengan tinggi mata dan menggunakan alat modern RADAR (Radio Detection and Ranging). Waktu itu terjadi cuaca buruk berupa badai dengan disertai hujan deras dan angin di laut Jawa pada posisi lintang : 05∘71,32’ S ; bujur : 110∘62,31’ E.

Gambar 4.3. Laut Jawa

(5)

pada 08.30 LT (Local Time). Sehingga membuat pandangan terbatas 1 Nm dari haluan kapal, penulis kemudian mencoba menentukan posisi dengan mengunakan baringan yang diperoleh dengan cara membaring benda dengan haluan kapal dan melukis hasil baringan tersebut pada peta dengan cara menjangka jarak benda ke kapal kemudian dari perpotongan tersebut diperoleh posisi kapal. Selain itu Jarak Nampak ujung daratan yang telah diketahui setelah di koreksi. Kedudukan kapal adalah perpotongan baringan dengan lingkaran jarak tampak yang sudah di koreksi tadi. Dengan bantuan azimuth circle sesuai dengan apa yang di dapat dalam dasar ilmu pelayaran datar yaitu menentukan posisi kapal dengan membaring benda di sekitar kapal namun tidak dapat menentukan, posisi kapal sehingga penulis memutuskan untuk menggunakan RADAR (Radio Detection and Ranging) yang lebih akurat dan tidak terpengaruh cuaca.

b. Kejadian Kedua : Menentukan posisi ketika Error Tanggal : 16 Maret 2020

Voyage : 217-C

Pelayaran : Makassar Menuju : Bitung

Kejadian kedua yaitu pada waktu berlayar di Laut Flores pada posisi lintang : 06∘01,10’ S ; bujur : 121∘62,48’ E.

(6)

Gambar 4.4. Laut Flores

Saat itu penulis sedang berjaga jam 16.00 LT (Local Time) – 20.00 LT (Local Time) dengan mualim 1, namun ketika itu waktu menunjukan pukul 19.00 LT (Local Time) dan masalah pun terjadi. Keadaan malam hari dan tiba – tiba terjadi masalah pada battery backup alat navigasi error dan menyebabkan alat navigasi modern seperti RADAR (Radio Detection and Ranging) dan GPS (Global Positioning System) tidak berfungsi dan kapal hanya bepatokan pada standard kompas dan membaring dengan benda darat, , awalnya seperti biasa dengan perintah dari nahkoda bahwa penentuan posisi menggunakan baringan kombinasi antara jarak dengan baringan yang diperoleh dengan cara membaring benda dengan haluan kapal kemudian melukis hasil baringan di peta dan menjangka jarak benda ke kapal kemudian dari perpotongan tersebut diperoleh posisi kapal. Selain itu Jarak Nampak suar yang telah diketahui setelah di koreksi dengan tinggi mata. Kedudukan kapal adalah perpotongan baringan dengan lingkaran jarak tampak yang sudah di koreksi tadi, kegiatan tersebut dilakukan 1 jam sekali saat kapal berlayar, tanpa pikir panjang

(7)

mualim 1 sebagai perwira jaga saat itu memanggil nahkoda dan menceritakan kronologis yang terjadi, dan nahkoda langsung memerintahkan electrician untuk memeriksa dan nahkoda memberikan Night Order kepada setiap perwira jaga untuk melaksanakan penentuan posisi 30 menit sekali.

2. Analisis Data

a. Kejadian Pertama : Menentukan posisi saat Badai

Cuaca buruk terjadi ketika KM. Tanto Jaya tempat Penulis Praktek Laut sedang berada di Laut Jawa (lintang : 05∘71,32’ S ; bujur : 110∘62,31’ E).

Gambar 4.5. Laut Jawa

Pada dasarnya kegiatan mengambil posisi setiap harinya di atas kapal peneliti menggunakan baringan dengan kombinasi jarak dan baringan, antara jarak dengan baringan yang diperoleh dengan cara membaring benda dengan haluan kapal kemudian melukis hasil baringan di peta dan menjangka jarak benda ke kapal kemudian dari perpotongan tersebut diperoleh posisi kapal. Selain itu Jarak Nampak ujung pulau yang telah diketahui setelah di koreksi dengan tinggi mata.namun

(8)

sesuai dengan Colision Regulation Rule number 19 bahwa kapal melaksanakan pengamatan sekeliling kapal dengan menggunakan RADAR (Radio Detection and Ranging), serta melakukan isyarat dengan fog signal. Pada kejadian ini menentukan posisi hanya dapat dilakukan dengan bantuan alat modern seperti RADAR (Radio Detection and Ranging) dan penggunaan dasar ilmu pelayaran datar seperti membaring dengan benda disekiling kapal yang biasa dilakukan oleh Perwira Deck tidak di lakukan karna keterbatasan dan kondisi yang tidak memungkinkan untuk melakukan dengan baringan apapun.

b. Kejadian kedua : Menentukan posisi ketika Error

Proses menentukan posisi menggunakan alat navigasi modern memang menjadi hal yang tepat, praktis, akurat, dan cepat. Namun memiliki kekurangan pada hardware dari alat navigasi itu sendiri, pelaksanaan penentuan posisi pada kapal KM. Tanto Jaya sudah sesuai dengan cara yang setiap hari digunakan, namun suatu ketika alat navigasi di kapal error berlayar di Laut Flores pada posisi lintang : 06∘01,10’ S ; bujur : 121∘62,48’ E

Gambar 4.6. Laut Flores

(9)

dan mengalami black out pada alat navigasi modern seperti RADAR (Radio Detection and Ranging) dan GPS (Global Positioning System) yang tidak berfungsi, maka penggunaan dasar Ilmu Pelayaran Datar.

Baringan silang yaitu baringan dimana kedua perpotongan garis baringan adalah posisi kapal. Dibaring dua benda yang dikenal berturut - turut dengan pedoman misalnya tanjung I dan tanjung II akan diperoleh Baringan Pedoman I (Bp. I ) dan Baringan Pedoman II (Bp.II). Baringan baringan tadi diperbaiki dengan Sembir (Variasi+Deviasi) sehingga akan didapatkan baringan baringan sejatinya (Bs ). Baringan baringan sejati itu dilukis dipeta, ditarik dari benda benda yang dibaring, dengan arah yang berlawanan. Dimana kedua garis baringan sejati dipeta tadi akan berpotongan, disitulah posisi kapal . Diposisi kapal ditulis jam, tanggal saat melakukan baringan.. Kedudukan kapal adalah perpotongan baringan dengan lingkaran jarak tampak yang sudah di koreksi tadi. menjadi salah satu alternatif yang dapat dilakukan, sesuai dengan P2TL (peraturan pencegahan tubrukan laut) aturan 7 dan 8 tentang bahaya tubrukan serta tindakan pencegahan tubrukan di laut, bahwa setiap kapal harus melaksanakan tindakan pencegahan demi keselamatan pelayaran, penggunaan bantuan azimuth circle dapat membantu dalam menentukan posisi kapal sehingga meskipun kapal dalam keaadaan darurat tetap dapat menentukan posisi guna keselamatan pelayaran.

(10)

C. Pembahasan

Dari analisa data tersebut, maka Penulis perlu membahas lebih lanjut mengenai penggunaan ilmu pelayaran datar diatas kapal pada era teknologi modern. Para Perwira deck harus mengerti terlebih dahulu mengenai prosedur dan cara melakukan penentuan posisi dengan cara dasar selanjutnya dapat diterapkan pada alat modern yang sudah menjadi kewajiban setiap kapal demi keselamatan pelayaran yang semakin aman.

1. Kejadian Pertama : Menentukan posisi saat Badai

Dengan mengacu pada P2TL aturan nomor 7, 8 dan 19 tentang bahaya tubrukan dan tindakan kapal untuk menghindari tubrukan dan tindakan kapal saat pandangan terbatas , di P2TL Rule 19 “Conduct of vessel in restricted visibility” yang mengatur tentang tindakan kapal pada saat pandangan terbatas, juga dengan mengacu pada P2TL Rule 7 “Risk of Collusion” dan P2TL Rule 8 “Action to avoid risk of collusion” yang mengatur tentang keselamatan pelayaran untuk menghindari tubrukan.

Menurut aturan – aturan tersebut setiap kapal yang mengalami keadaan darurat seperti Badai yang membuat pandangan terbatas harus tetap dengan semaksimal mungkin mengutamakan keselamatan pelayaran, resiko yang paling utama ketika berlayar dalam cuaca buruk adalah tubrukan, dan aturan ini telah diterapkan dengan baik. Karena setiap pelayaran berpatokan dengan Aturan P2TL (Peraturan Pencegahan Tubrukan Laut). Lebih tepatnya pada saat Penulis melakukan pengamatan, posisi kapal yaitu berada di Laut Jawa dengan lintang : 05∘71,32’ S ; bujur : 110∘62,31’ E. Hal ini telah dimengerti oleh semua Perwira deck dengan

(11)

pengertian mereka yaitu jika terjadi cuaca buruk dan pandangan terbatas maka tidak mungkin melakukan penentuan posisi dengan alat lain selain alat navigasi modern seperti RADAR (Radio Detection and Ranging).

Bisa disimpulkan juga bahwa para Perwira deck merasa dimudahkan dengan adanya bantuan penggunaan alat navigasi modern untuk menentukan posisi dan tidak hanya dalam kondisi cuaca buruk atau darurat melakukan penentuan posisi dengan RADAR (Radio Detection and Ranging). dilakukan juga dalam setiap pelayaran karena lebih cepat dan akurat.

Meskipun pada kenyataannya memang sudah di wajibkan bahwa kapal memiliki alat navigasi modern seperti RADAR (Radio Detection and Ranging) dan GPS (Global Positioning System) untuk menentukan posisi guna keselamatan pelayaran. Namun tanpa menghilangkan dasar pelayaran sepeti membuat rute pelayaran di peta dan plot posisi di peta.

2. Kejadian kedua : Menentukan posisi ketika Error

Permasalahan serupa terjadi pada alat navigasi modern seperti RADAR (Radio Detection and Ranging) dan GPS (Global Positioning System). Alat modern ini bersumber pada kelistrikan pada kapal dan harus dilakukan perawatan khusus. Saat yang seperti itu pedoman magnet lah yang dapat digunakan dalam bernavigasi karena tidak menggunakan kelistrikan kapal, sehingga tetap dapat bekerja walaupun listrik kapal padam. Sehingga pada kejadian ini, baringan benda darat adalah yang dapat digunakan dengan menggunakan baringan silang yaitu baringan

(12)

dimana kedua perpotongan garis baringan adalah posisi kapal. Dibaring dua benda yang dikenal berturut - turut dengan pedoman misalnya tanjung I dan tanjung II akan diperoleh Baringan Pedoman I (Bp. I ) dan Baringan Pedoman II (Bp.II). Baringan baringan tadi diperbaiki dengan Sembir (Variasi+Deviasi) sehingga akan didapatkan baringan baringan sejatinya (Bs ). Baringan baringan sejati itu dilukis dipeta, ditarik dari benda benda yang dibaring, dengan arah yang berlawanan. Dimana kedua garis baringan sejati dipeta tadi akan berpotongan, disitulah posisi kapal . Diposisi kapal ditulis jam, tanggal saat melakukan baringan dengan bantuan azimuth circle, kemudian di plot pada peta yang sudah dibuat rute pelayaran, Oleh karena itu IMO (International Maritime Organization) melalui konvensi SOLAS (Safety Of Life At Sea) Mensyaratkan bagi semua kapal niaga untuk dilengkapi dengan pedoman magnet dengan menetapkan persyaratan konstruksi dan jumlahnya yang harus ada di kapal. Bisa disimpulkan juga bahwa para Perwira deck tetap mengandalkan cara manual yaitu dengan baringan silang yaitu baringan dimana kedua perpotongan garis baringan adalah posisi kapal. Dibaring dua benda yang dikenal berturut - turut dengan pedoman misalnya tanjung I dan tanjung II akan diperoleh Baringan Pedoman I (Bp. I ) dan Baringan Pedoman II (Bp.II). Baringan baringan tadi diperbaiki dengan Sembir (Variasi+Deviasi) sehingga akan didapatkan baringan baringan sejatinya (Bs ). Baringan baringan sejati itu dilukis dipeta, ditarik dari benda benda yang dibaring, dengan arah yang berlawanan. Dimana kedua garis baringan sejati dipeta tadi akan berpotongan, disitulah posisi kapal .

(13)

Diposisi kapal ditulis jam, tanggal saat melakukan baringan, karena meski dimudahkan dengan adanya bantuan penggunaan RADAR (Radio Detection and Ranging untuk menentukan posisi dan dilakukan juga dalam setiap pelayaran karena lebih cepat dan akurat. Tetapi Perwira deck kapal juga tidak melupakan cara penentuan posisi menggunakan baringan yang dapat bermanfaat ketika mengalami keadaan darurat, karena setiap alat modern memiliki kekurangan yang menuntut semua perwira tetap memperhatikan penentuan posisi secara manual serta peta kertas yang harus update.

(14)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah, hasil analisa data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penentuan posisi secara manual adalah salah satu cara yang masih menjadi andalan dalam keadaan apapun dan diatas kapal penulis dasar ilmu pelayaran datar yaitu tentang membaring untuk menentukan posisi masih di gunakan. Seperti baringan silang dan jarak dengan baringan, Oleh karena itu IMO (International Maritime Organization) melalui konvensi SOLAS (Safety Of Life At Sea) Mensyaratkan bagi semua kapal niaga untuk dilengkapi dengan pedoman magnet dengan menetapkan persyaratan konstruksi dan jumlahnya yang harus ada di kapal. Namun penggunaan alat navigasi modern memang memudahkan para pelaut dan dapat meningkatkan keselamatan pelayaran, maka dari itu IMO (International Maritime Organization) menerapkan peraturan yang mewajibkan kapal memiliki alat navigasi yang modern dan mencukupi untuk bernavigasi di berbagai keaadaan dan situasi. Bernavigasi diatas kapal dalam menentukan posisi juga mempertimbangkan keselamatan pelayaran sesuai P2TL (Peraturan Pencegahan Tubrukan Laut) Aturan 7 dan 8 tentang bahaya tubrukan dan tindakan kapal dalam menghindari bahaya tubrukan. Namun dalam bernavigasi terutama menentukan posisi kapal tidak bisa hanya berpatokan kepada alat navigasi modern namun penggunaan Ilmu Pelayaran Datar juga harus dipahami dan kecakapan dimiliki oleh setiap perwira deck diatas kapal,

(15)

karena jika dalam kondisi darurat dan alat navigasi modern tidak berfungsi maka Ilmu Pelayaran Datar lah yang digunakan untuk bernavigasi, Jadi diatas kapal KM. Tanto Jaya Penggunaan ilmu pelayaran datar masih digunakan seperti membuat baringan di peta dan membuat rute pelayaran di peta, peralatan yang masih memadai untuk menerapkan dasar bernavigasi sesuai dengan ilmu pelayaran datar. Dengan hadirnya alat navigasi modern membuat cara yang sudah dilakukan sejak dulu akan menjadi kombinasi yang tepat untuk mewujudkan bernavigasi yang aman bagi keselamatan pelayaran, karena dengan begitu pelaut memiliki opsi dan pertimbangan yang lebih tepat dalam menentukann posisi di dalam berbagai keadaan. Karena setiap pelaut tidak tahu kapan akan terjadi keadaan darurat. Serta dasar ilmu pelayaran datar tidak dapat tergantikan dengan dengan alat navigasi di era teknologi modern seperti ini.

B. Saran

Dalam hal ini Penulis akan memberikan saran-saran yang sekiranya dapat bermanfaat dan sebagai masukan guna memperbaiki kebiasaan buruk yang selama ini berlangsung diatas kapal. Adapun saran-saran yang akan Penulis sampaikan adalah sebagai berikut

1. Bagi Perwira deck kapal :

1. Seluruh Perwira deck diharapkan mengerti dengan sejelas- jelasnya terkait penggunaan alat navigasi.

2. Perwira deck harus lebih aktif dalam mem-follow up kantor supaya segera dikirimkan kebutuhan apa yang dibutuhkan oleh

(16)

kapal. Bukan hanya tinggal pasrah karena sudah berulang kali meminta tetapi tidak kunjung datang juga.

2. Bagi Perusahaan Pelayaran :

Hendaknya perusahaan pelayaran memfasilitasi apapun perlengkapan yang dibutuhkan oleh kapal. Jika kapal mengirim surat permintaan barang, segera ditanggapi dengan serius. Karena diatas kapal dapat terjadi kejadian darurat sewaktu-waktu, dimanapun dan tanpa diketahui siapapun

Referensi

Dokumen terkait