• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Aktivitas Antimikroba Actinomycetes Hasil Isolasi dari Geiser di Cisolok, Jawa Barat dan Identifikasi Molekuler Menggunakan Gen 16S rrna

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Uji Aktivitas Antimikroba Actinomycetes Hasil Isolasi dari Geiser di Cisolok, Jawa Barat dan Identifikasi Molekuler Menggunakan Gen 16S rrna"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Uji Aktivitas Antimikroba Actinomycetes Hasil Isolasi dari Geiser di

Cisolok, Jawa Barat dan Identifikasi Molekuler Menggunakan

Gen 16S rRNA

Ricky Karta Atmadja1, Akira Yokota2, Iman Santoso3

1Departemen Biologi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424

2Centre of Excellence Indigenous Biological Resources-Genome Studies, Kampus UI Depok 16424

3Departemen Biologi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424

rickykarta92@hotmail.com, uayoko@gmail.com, imans121260@yahoo.com

Abstrak

Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui aktivitas antimikroba actinomycetes termofil hasil isolasi dari geiser di Cisolok, Jawa Barat. Delapan belas isolat yang memiliki morfologi menyerupai

actinomycetes berhasil diisolasi dari serasah daun dan ranting di sekitar pusat semburan geiser. Seluruh isolat diuji aktivitas antimikrobanya menggunakan paper disk method dan agar block method dengan Kocuria

rhizophila, Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis sebagai bakteri uji Gram positif, dan Escherichia coli

sebagai bakteri uji Gram negatif. Pengujian menggunakan metode paper disk menunjukkan hasil negatif pada isolat actinomycetes yang dikultur pada medium International Streptomyces Project (ISP) 1 cair selama 14 hari pada suhu 50oC dan 40oC. Berdasarkan uji menggunakan metode blok agar, didapatkan bahwa dua isolat, yaitu

LC2-2 dan LC2-6 memberikan hasil positif terhadap bakteri uji Gram positif. Isolat LC2-2 menunjukkan morfologi makroskopis dan mikroskopis menyerupai genus Bacillus sehingga tidak digunakan untuk identifikasi molekuler. Hasil identifikasi molekuler sequence parsial gen 16S rRNA menggunakan primer 785F dan primer 802R menunjukkan bahwa LC2-6 diidentifikasi sebagai Actinomadura keratinilyitica dengan nilai homologi 99%. Berdasarkan hasil penelitian, direkomendasikan untuk mempelajari lebih lanjut senyawa antimikroba yang dihasilkan isolat LC2-6. Hal tersebut disebabkan oleh belum adanya laporan penelitian mengenai aktivitas antimikroba Actinomadura keratinilytica.

Kata kunci: actinomycetes, aktivitas antimikroba, Geiser Cisolok

Screening of Antimicrobial Activity of Actinomycetes Isolated from Cisolok

Geyser, West Java and Molecular Identification Using

16S rRNA Gene

Abstract

The aim of this study was to screen the antimicrobial activity by actinomycetes isolated from Cisolok Geyser, West Java. Eighteen isolates which are have similar morphology with actinomycetes have been isolated from leaves and branches around the geyser. The isolates were screened for their antimicrobial activity using paper disk method and agar block method with Kocuria rhizophila, Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis as Gram positive test bacteria and Escherichia coli as Gram negative test bacteria. Screening by paper disk method showed negative result from all the isolates that cultured on International Streptomyces Project (ISP) 1 medium at 50oC and 40oC for 14 days. Screening by block agar method showed that two isolates, LC2-2 and LC2-6 gave positive result to Gram positive test bacteria. Morphologically, LC2-2 showed similarity to genus Bacillus, thus it’s not used for molecular identification. Molecular identification based on partial sequence of 16S rRNA gene with primer 785F and primer 802R showed that LC2-6 identified as Actinomadura keratinilytica (99%). Based on this research, it is suggested to do further study about the antimicrobial activity produced by LC2-6, because there is still no report about antimicrobial activity produced by Actinomadura keratinilytica.

Keywords: actinomycetes, antimicrobial activity, Cisolok Geyser

(2)

1. PENDAHULUAN

Antibiotik merupakan senyawa antimikroba alami yang dihasilkan oleh mikroorganisme [1]. Antibiotik umum digunakan dalam bidang kesehatan untuk manusia dan hewan [2]. Antibiotik juga sering ditambahkan pada pakan ternak untuk mencegah penyakit dan mendukung pertumbuhan [1]. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menimbulkan masalah resistansi bakteri. Resistansi bakteri telah menjadi permasalahan kesehatan global karena jumlah pasien yang tidak dapat diobati oleh antibiotik yang telah ditemukan terus meningkat [1].

Bakteri dapat mengembangkan resistansi sebagai mekanisme adaptasi untuk bertahan hidup [3]. Resistansi dapat terjadi karena mutasi spontan pada bakteri. Proses resistansi tersebut dapat menyebar dengan cepat dikarenakan oleh konjugasi bakteri [4]. Mutasi pada menyebabkan bakteri mampu memodifikasi situs pengikatan antibiotik atau dapat menghasilkan enzim yang mampu menonaktifkan antibiotik [4].

Salah satu cara penanganan masalah resistansi bakteri adalah dengan dilakukannya eksplorasi terhadap jenis-jenis mikroorganisme baru penghasil antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan kelompok bakteri resistan tersebut. Kebutuhan terhadap obat-obatan produksi natural mencapai 42% dan dari total tersebut, 67% nya merupakan kebutuhan terhadap antibiotic [3] [5] [6].

Actinomycetes merupakan Artificial group atau nama non-formal yang diberikan pada kelompok bakteri dengan ciri-ciri Gram positif dan berfilamen menyerupai jamur [4] [7]. Jika dibandingkan dengan kelompok mikroorganisme lain, actinomycetes merupakan kelompok penghasil dari senyawa bioaktif terbesar yang memiliki peran penting dalam bidang kesehatan manusia [8]. Actinomycetes memproduksi sekitar 45% dari sekitar 25.000 jenis senyawa bioaktif yang telah ditemukan berasal dari mikroba [3]. Salah satu contoh senyawa tersebut adalah streptomisin yang dihasilkan oleh Streptomyces sp [2].

Pencarian antibiotik baru dari anggota actinomycetes umumnya dikonsentrasikan pada isolat-isolat yang terdapat di tanah pada suhu ruang, padahal actinomycetes termofil juga diketahui mampu menghasilkan senyawa antibiotik, seperti thermomycin [9]. Berbagai jenis mikroorganisme yang hidup pada tempat ekstrim tergolong sulit untuk diisolasi dan dikultur, sehingga belum banyak dilakukan penelitian terhadap jenis tersebut. Namun, dewasa ini banyak dilakukan eksplorasi mikroorganisme pada habitat ekstrim sebagai langkah untuk memperluas pengetahuan mengenai keanekaragaman mikroorganisme dan pencarian senyawa metabolit baru yang berguna bagi kesejahteraan manusia [10].

(3)

Salah satu habitat mikroorganisme termofil adalah geiser. Geiser adalah mata air panas yang mengeluarkan uap air atau gas yang disemburkan ke udara. Salah satu geiser di Indonesia berada di Cisolok, Jawa Barat. Terdapat dedaunan tua dan ranting-ranting yang tersebar di sekitar pusat semburan geiser di Cisolok. Hal tersebut menyebabkan Geiser Cisolok berpotensi menjadi tempat pengambilan sampel untuk mengisolasi actinomycetes, karena daun dan ranting merupakan salah satu substrat bagi actinomycetes untuk tumbuh. Meskipun Geiser Cisolok merupakan salah satu habitat yang baik bagi mikroorganisme seperti actinomycetes, belum pernah dilakukan eksplorasi terhadap jenis actinomycetes di Geiser Cisolok.

2. METODE PENELITIAN

Pengambilan sampel dan isolasi bakteri. Pengambilan sampel telah dilakukan di Geiser di

Cisolok, Jawa Barat pada 26 Oktober 2013. Sampel diambil pada dua titik lokasi dengan temperatur rata-rata 90o C dan pH rata-rata 7. Titik pengambilan sampel pertama terletak pada 96o56.011’ Lintang Selatan (LS) dan 106o27.208’ Bujur Timur (BT). Titik pengambilan sampel kedua terletak pada 96o56.025’ LS dan 106o27.209’ BT. Sampel berupa daun dan ranting dikeringanginkan selama 15 menit. Selanjutnya, sampel dipotong menggunakan gunting dan capit menjadi bagian-bagian kecil dan disebar ke dalam cawan Petri dengan medium gellan gum, kemudian diinkubasi pada suhu 50 oC selama 4--7 hari. Koloni dengan morfologi menyerupai actinomycetes dipilih dan dipindahkan menggunakan jarum tanam bulat ke dalam cawan Petri dengan medium ISP1 gellan gum. Pemurnian dilakukan menggunakan teknik quadrant streak pada medium ISP1 gellan gum [11]. Koloni

Actinomycetes diinokulasi menggunakan jarum tanam bulat dan digores zig-zag ke permukaan

medium dengan membentuk 4 kuadran. Selanjutnya, isolat diinkubasi pada suhu 50oC selama 4--7 hari hingga koloni bersporulasi. Koloni tunggal yang tumbuh diinokulasikan kembali pada 3 medium ISP1 gellan gum, yaitu 2 medium sebagai stock culture dan 1 medium sebagai working culture.

Uji aktivitas antimikroba menggunakan metode paper disk. Isolat yang memiliki

morfologi menyerupai actinomycetes dikultur pada 10 ml medium ISP1 broth selama 14 hari, digoyang dengan kecepatan 200 rotation per minute (rpm). Suhu inkubasi kultur actinomycetes untuk uji paper disk pertama adalah 50oC, sedangkan suhu inkubasi kultur

(4)

actinomycetes untuk uji paper disk kedua adalah 40oC. Setelah 14 hari inkubasi, biomassa dan medium dipisahkan menggunakan teknik sentrifugasi pada 8.000 rpm selama 10 menit. Filtrat diambil menggunakan mikropipet, ditampung dalam eppendorf tube dan dapat disimpan pada suhu 4oC di refrigerator.

Mikroba uji (dengan kepadatan populasi 106 CFU/mL) sebanyak 0,2 ml dicampurkan ke dalam 15 ml Mueller-Hinton agar yang diinkubasi pada 50 oC agar tidak mengeras. Mikroba uji yang digunakan adalah Escherichia coli, Kocuria rhizophila, Staphylococcus aureus, dan

Bacillus subtilis. Larutan campuran Mueller-Hinton agar dan bakteri uji dituang ke dalam

cawan Petri dan ditunggu hingga mengeras. Setelah mengeras, cawan Petri dibagi menjadi empat kuadran.

Masing-masing Paper disk yang telah disterilisasi, diteteskan dengan 50 μl filtrat hasil kultur isolat dan ditempatkan pada kuadran. Metode tersebut dilakukan tiga kali pengulangan pada masing-masing filtrat isolat. Kontrol positif yang digunakan adalah 50 μl tetrasiklin 50 ppm . Agar kemudian diinkubasi pada suhu 30 oC dan diamati terbentuknya zona bening. Pengamatan terhadap diameter zona bening (mm) dilakukan pada jam ke 24 dengan mengukur diameter zona tersebut

Uji aktivitas antimikroba menggunakan metode blok agar. Tahap persiapan uji blok agar

dilakukan dengan dicampurkan mikroba uji (dengan kepadatan populasi 106 CFU/mL) ke dalam 15 ml Mueller-Hinton agar yang diinkubasi pada 50 oC agar tidak mengeras. Mikroba uji yang digunakan adalah Escherichia coli, Kocuria rhizophila, Staphylococcus aureus, dan

Bacillus subtilis. Larutan campuran Mueller-Hinton agar dan bakteri uji dituang ke dalam

cawan Petri dan ditunggu hingga mengeras. Setelah mengeras, cawan Petri dibagi menjadi enam kuadran

Uji aktivitas antimikroba metode blok agar menggunakan koloni isolat menyerupai actinomycetes. Koloni isolat-isolat tersebut yang dikultur selama 2 minggu pada medium ISP1 agar dipotong menggunakan sedotan berdiameter 5 mm dan diletakkan pada Petri berisi medium Mueller-Hinton yang telah dicampur dengan bakteri uji sebanyak 0,2 ml (dengan kepadatan populasi 106 CFU/mL). Tetrasiklin digunakan sebagai kontrol positif. Biakan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 30 oC. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening yang mengindikasikan isolat memiliki aktivitas antimikroba.

(5)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebanyak 31 isolat bakteri berhasil diisolasi dari sampel daun dan ranting tua di Geiser Cisolok (kode isolat LC1-1 -- LC1-6 dan LC2-1 -- LC2-25). Delapan belas isolat menunjukkan karakter morfologi umum actinomycetes, yaitu terdapatnya struktur hifa aerial dan spora yang teramati secara makroskopis dan mikroskopis [4] [12]. Spora dan hifa aerial dapat teramati karena berada di permukaan substrat tumbuh actinomycetes [13]. Delapan belas isolat menyerupai actinomycetes tersebut merupakan isolat yang akan digunakan untuk uji aktivitas antimikroba metode paper disk.

Uji aktivitas antimikroba menggunakan metode paper disk dilakukan terhadap isolat yang

memiliki morfologi menyerupai actinomycetes. Isolat-isolat tersebut dikultur pada medium ISP1 cair dengan suhu inkubasi 50oC selama 14 hari. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa isolat yang ditumbuhkan pada suhu pertumbuhan 50oC tidak menghasilkan zona bening. Uji aktivitas antimikroba kembali dilakukan terhadap isolat yang dikultur pada medium cair dengan suhu inkubasi 40oC selama 14 hari. Isolat yang ditumbuhkan pada suhu 40oC tersebut juga tidak menghasilkan zona bening.

Zona bening merupakan indikator bahwa mikroorganisme uji tidak dapat tumbuh pada area tersebut karena terdapat senyawa antimikroba [14]. Tidak terdapatnya zona bening pada hasil uji aktivitas antimikroba isolat Geiser Cisolok menggunakan paper disk menandakan tidak terdapatnya aktivitas antimikroba. Hal tersebut dapat disebabkan karena bakteri uji yang digunakan resistan terhadap antibiotik yang dihasilkan, isolat tidak atau belum menghasilkan antibiotik, konsentrasi antibiotik yang dihasilkan sangat rendah, atau metode kerja uji antimikroba yang dilakukan kurang tepat [15].

Antibiotik merupakan salah satu metabolit sekunder sehingga mulai banyak dihasilkan mikroorganisme ketika memasuki fase stasioner [8]. Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan bahwa isolat actinomycetes telah tumbuh dengan baik pada medium cair pada hari ke-4 sampai hari ke-7. Oleh karena itu, isolat yang akan diuji aktivitas antimikrobanya diinkubasi selama 14 hari dengan tujuan untuk menumbuhkan isolat sampai pada fase stasioner. Fase stasioner dimulai ketika nutrien dalam medium pertumbuhan sudah tidak mampu mendukung pertumbuhan mikroorganisme secara optimal [8]. Waktu inkubasi selama 14 hari telah digunakan pada beberapa penelitian [16] [17].

Terdapatt beberapa faktor teknis yang dapat memengaruhi hasil dari uji tersebut, antara lain jenis medium yang digunakan, pH medium, kedalaman agar medium, jumlah inokulum bakteri uji, dan kondisi inkubasi [15]. Mueller-Hinton agar umum digunakan dalam uji

(6)

antimikroba karena merupakan medium umum yang dapat mendukung pertumbuhan bakteri uji [15]. Ukuran diameter zona bening yang dihasilkan umumnya berbanding terbalik dengan volume inokulum bakteri uji yang digunakan. Volume inokulum bakteri uji yang umum digunakan untuk uji antimikroba adalah 106 cfu/ml. Volume inokulum bakteri uji memengaruhi waktu yang dibutuhkan bakteri tersebut untuk mencapai akumulasi biomassa. Jika jumlah volume inokulum bakteri uji sedikit, maka waktu yang diperlukan untuk mencapai akumulasi biomassa sel bakteri menjadi lebih lama sehingga zona bening yang terbentuk menjadi lebih besar [15] [18]. Suhu inkubasi yang umum digunakan berkisar antara 30oC--37oC. Suhu inkubasi dan pH medium yang tidak sesuai dapat menyebabkan senyawa antimikroba rusak atau bakteri uji tidak tumbuh optimal [15].

Uji aktivitas antimikroba yang dilakukan menggunakan medium Mueller-Hinton agar dengan pH 7. Medium tersebut diinokulasikan bakteri uji sebanyak 106 cfu/ml dan diinkubasi pada suhu 30oC. Berdasarkan pada rincian tersebut, metode kerja yang digunakan sudah sesuai dengan rekomendasi literatur [15] [18]. Hal tersebut menyimpulkan bahwa hasil negatif dari uji aktivitas antimikroba menggunakan paper disk tidak disebabkan oleh faktor pengerjaan uji yang tidak tepat karena sudah sesuai dengan prosedur yang direkomendasikan literatur.

Hasil negatif dari uji aktivitas antimikroba metode paper disk belum dapat menyimpulkan bahwa isolat Geiser Cisolok tidak dapat menghasilkan aktivitas antimikroba. Uji aktivitas antimikroba metode lain diperlukan untuk mengkonfirmasi kemungkinan faktor lain yang dapat memengaruhi produksi senyawa antimikroba isolat-isolat tersebut. Salah satu metode uji aktivitas antimikroba lain yang dapat digunakan adalah metode blok agar.

Uji aktivitas antimikroba menggunakan metode blok agar menunjukkan dua isolat menghasilkan zona bening terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, dan

Kocuria rhizophila, yaitu isolat LC2-6 dan LC2-18

Tabel 1. Hasil uji aktivitas antimikroba metode blok agar, isolat LC2-6 dan LC2-18 (dalam mm)

Isolat

Escherichia coli Bacillus subtilis Staphylococcus aureus Kocuria rhizophila 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 LC2-6 - - - 12 8,5 9 9 7,5 8 11 13,5 15 LC2-18 - - - 9 9 9 7 7 7 7 7 7 Tetrasiklin 16 18 18 9,5 11 11 31 31,5 32 27 27,5 31

(7)

Gambar 1. Hasil pengamatan uji antimikroba blok agar isolat LC2-6

Isolat LC2-6 dan LC2-18 menghasilkan aktivitas antimikroba terhadap 3 bakteri Gram positif, yaitu Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, dan Kocuria rhizophila, tetapi tidak menghasilkan aktivitas antimikroba terhadap bakteri Gram negatif yang diujikan, yaitu

Escherichia coli. Hal tersebut diduga terjadi karena senyawa antimikroba yang diproduksi

oleh kedua isolat tersebut tidak mampu menembus lapisan lipopolisakarida pada dinding sel bakteri Gram negatif. Dinding sel bakteri Gram negatif memiliki kandungan peptidoglikan yang lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri Gram positif. Namun, pada membran luar bakteri Gram negatif terdapat lapisan lipopolisakarida yang bersifat impermeabel terhadap beberapa jenis molekul, seperti antibiotik [8] [19] [20]. Pengujian lebih lanjut menggunakan bakteri Gram negatif lain perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi efektivitas senyawa antimikroba LC2-2 dan LC2-6 terhadap bakteri Gram negatif, karena pada penelitian hanya digunakan satu bakteri jenis tersebut, yaitu Escherichia coli. Selain perbedaan jenis dinding sel, resistansi bakteri juga dapat disebabkan karena bakteri tersebut tidak memiliki reseptor yang menjadi target penyerangan antibiotik, bakteri tersebut dapat memproduksi enzim yang menyebabkan antibiotik menjadi terinaktivasi, bakteri tersebut dapat memodifikasi target antibiotik, atau bakteri tersebut mampu memompa antibiotik yang memasuki sel untuk keluar kembali dari sel [8].

Terdapat perbedaan hasil yang ditunjukkan oleh isolat ketika diuji menggunakan metode

paper disk dan ketika diuji dengan metode blok agar. Salah satu penyebab perbedaan hasil

tersebut adalah perbedaan substrat kultur. Penelitian Abussaud dkk. melaporkan bahwa dari 8 isolat actinomycetes yang menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap bakteri Gram positif ketika dikultur pada medium agar, hanya 5 diantaranya yang konsisten menunjukkan aktivitas tersebut ketika dikultur pada medium cair [17]. Penggunaan substrat cair dan perlakuan rotasi menyebabkan penyebaran biakan merata, sehingga nutrien dalam medium dapat dimanfaatkan secara maksimal, sedangkan pada medium padat, biakan hanya dapat memanfaatkan nutrien

(8)

di daerah sekitar biakan tersebut tumbuh. Hal tersebut dapat menyebabkan perbedaan waktu bagi biakan untuk mencapai fase stasioner ketika dikultur di substrat cair dan substrat padat. Isolat yang dikultur pada substrat padat akan lebih cepat mencapai fase stasioner.

Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui biakan actinomycetes telah menghasilkan metabolit sekunder adalah melalui sporulasi. Sporulasi menandakan bakteri telah memasuki fase stasioner dan menghasilkan metabolit sekunder [21]. Metabolit sekunder seperti antibiotik dapat diproduksi dari hasil re-sintesis komponen intraseluler melalui metabolisme sekunder oleh bakteri ketika mengalami kekurangan nutrien [22]. Keadaan miskin nutrien dapat memicu actinomycetes untuk bersporulasi [13]. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sporulasi dapat dijadikan parameter untuk mengestimasi bahwa metabolit sekunder sudah dihasilkan.

Spora merupakan struktur reproduksi aseksual bakteri yang umumnya lebih tahan terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan, serta tahan dalam kondisi miskin nutrien. Spora akan mulai bergerminasi ketika kondisi lingkungan mendukung pertumbuhan kembali [4]. Spora pada actinomycetes dihasilkan dari hifa aerial yang berada di permukaan substrat [13]. Actinomycetes yang ditumbuhkan pada medium agar umumnya bersporulasi pada hari ke 4 hingga hari ke 7. Penggunaan rotasi medium cair pada kultur dapat menyebabkan actinomycetes tidak mampu menghasilkan spora karena tidak dapat menghasilkan hifa aerial yang disebabkan oleh proses pengadukan. Oleh karena itu, penggunaan rotasi pada kultur menggunakan medium cair menyebabkan estimasi produksi metabolit sekunder tidak dapat teramati karena sporulasi tidak terjadi.

4. KESIMPULAN

Isolat LC2-6 dan LC2-18 hasil isolasi dari sampel Geiser Cisolok memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri uji Gram positif yang digunakan, yaitu Bacillus subtilis, Kocuria

rhizophila, dan Staphylococcus aureus.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih kepada Hibah Insentif Pusat Riset Unggulan Universitas Indonesia Tingkat Fakultas Tahun 2013, atas nama Wellyzar Sjamsuridzal, selaku pihak yang telah memberikan bantuan dana selama penelitian, kepada Kennan Eisei Kogyo Co., Ltd. selaku pihak yang

(9)

telah membantu menyediakan beberapa alat dan bahan selama penelitian, serta kepada Dr. Wellyzar Sjamsuridzal dan Dr. Andi Salamah yang telah memberikan masukan dan saran selama penelitian.

DAFTAR ACUAN

[1] World Health Organization. 2011. Tackling Antibiotic Resistance from a Food Safety

Perspective in Europe. World Health Organization Regional Office for Europe, Denmark xvi + 61 hlm.

[2] Ryan, K.J. & C. George Ray. 2004. Sherris Medical Microbiology. 4th ed. The McGraw-Hill Companies, New York: xiii + 979 hlm.

[3] Demain, A.L. & S. Sanchez. 2009. Microbial drug discovery: 80 years of progress. The

Journal of Antibiotiks. Japan 62(?): 5--16.

[4] Hogg, S. 2005. Essential microbiology. John Wiley and Sons, Inc., Chichester: xi + 468 hlm.

[5] Muhammad, S.A., S. Ahmad & A. Hameed. 2009. Antibiotik production by thermophilic Bacillus specie SAT-4. International Journal of Pharma and Bio Science, Islamabad 22(3): 339--345.

[6] Rahayu, T. 2011. Streptomyces sebagai sumber antibiotik baru di Indonesia. Seminar

Nasional VIII Pendidikan Biologi. Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta:

456--460.

[7] Trivedi, P.C., S. Pandey & S. Bhadauria. 2010. Textbook of Microbiology. Aavishkar Publisher, India: x + 47 hlm.

[8] Madigan, M.T., M.M. John, Stahl A.D. & Clark D.P. 2012. Brock Biology of

Microorganism. 13th ed. Pearson Education, Inc., San Fransisco: xxviii + 1043 hlm. [9] David, M.S., B.H. Olson & C.L. San Clemente. 1955. Production and isolation

Thermoviridin, an antibiotic produced by Thermoactimyces viridis n.sp. Department of

Bacteriology and Public Health, Michigan State College, Michigan 4(?): 61--66.

[10] Gousterova, A., D. Paskaleva & E. Vasileva-Tonkova. 2014. Characterization of culturable thermophilic Actinomycetes from Livingston Island, Antartica. International

Research Journal of Biological Sciences. Sofia, 3)3: 30--36.

[11] Benson, J.H. 2001. Microbiological applications: Laboratory manual in general

microbiology. 8th ed. The Mc Graw-Hill Companies, New York: xi + 478 hlm.

(10)

[12]Shirling, E.B. & D. Gotllieb. 1966. Methods for characterization of Streptomyces species.

International Joutnal of Systematic Bacteriology (16)3: 313--340.

[13] Singh Flardh, K & M.J. Buttner. 2009. Streptomyces morphogenetics: dissecting differentiation in a filamentous bacterium. Nature, Sweden 7(?): 36--50.

[14] Goldman, E. & L.H. Green. 2009. Practical handbook of microbiology. 2nd ed. CRC Press, Florida: xvii + 853 hlm.

[15] Collins, C. H., P.M. Lyne, J.M. Grange, dan J.O. Falkinham III. 2004. Microbiological

methods. Arnold, London: vii + 456 hlm.

[16] Nurkanto, A., H. Julistiono, A. Agusta & W. Sjamsudrizal. 2012. Screening antimicrobial activity of Actinomycetes isolated from Raja Ampat, West Papua, Indonesia. Makara Journal of Science 16/1, Depok: 21--26.

[17] Abussaud, M.J., L. Alanagreh & K. Abu-Elteen. 2013. Isolation, characterization and antimicrobial activity of Streptomyces strains from hot spring areas in the northern part of Jordan. African Journal of Biotechnology. 12(51). Irbid: 7124--7132.

[18] Kusmiati & A, Malik. 2002. Aktivitas bakteriosin dari bakteri Leuconostoc

mesenteroides Pbac1 pada berbagai media. Jurnal Makara Kesehatan 6(1), Depok: 1--7.

[19] Campbell, A. N., J. B. Reece, L. A. Urry, M. L. Cain, S. A. Wasserman, P. V. Minorsky, & R. B. Jackson. 2008. Biology. 8th ed. Pearson Education Inc., San

Fransisco: xlvi + 1267 hlm.

[20] Varghese, R., S. Nishamol, R. Suchithra, S. Jyothy & A.A.M. Hatha. 2012. Distribution and antibacterial activity of Actinomycetes from Shola soils of tropical montane forest in Kerala, South India. Journal of Environment, India 1(3): 93--99. [21] Scholler, C.E.G., H. Gurtler, R. Pedersen, S. Molin & K Wilkins. 2002. Volatile

metabolites from actinomycetes. Journal of Agricultural and Food Chemistry. Denmark

50(?): 2615--2621.

[22] Paul, A.E. 2007. Soil Microbiology, Ecology, and Biochemistry 3rd ed. Elsevier, Oxford:

xx + 514 hlm.

Gambar

Gambar 1. Hasil pengamatan uji antimikroba blok agar isolat LC2-6

Referensi

Dokumen terkait

Java Intermedia untuk mengetahui harga barang koleksi yang terkini, sehingga pihak pelanggan merasakan kerugian waktu dan biaya transportasi. Sering kali pelanggan kecewa

Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah interval antara melahirkan dan puncak produksi susu, produksi susu puncak, serta interval antara melahirkan dan

Bagi peneliti, sebagai pengalaman dalam mengajar yang baik dan dapat menambah pengetahuan baru dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Grop Investigation

Penelitian mengenai pengaruh pengawasan orang tua dalam menonton televisi terhadap perilaku anak sudah sangat banyak dilakukan tetapi studi ataupun penelitian

untuk menilai tesis Master Sains beliau yang bertajuk “Kekuatan Mental Pemain Bola Sepak Malaysia Dalam Kejohanan Bola Sepak Piala Malaysia Musim 2007/2008.” mengikut Akta

[r]

Abstrak. Minat dan lingkungan belajar dimediasi oleh motivasi belajar merupakan faktor penting dalam meningkatkan kesiapan belajar mahasiswa sehingga berpengaruh

Dan untuk kemudahan dalam pengambilan data dan prediksi pangsa pasar khususnya lima operator GSM prabayar yaitu : Simpati, XL, Mentari, IM3, dan Three (dimana kelima