ABSTRACT
THE BENEFITS OF INDONESIAN ORGANIC FARM CERTIFICATION (INOFICE) TOWARD THE SUSTAINABILITY OF ORGANIC COFFEE
FARMING IN AIR HITAM SUB DISTRICT OF WEST LAMPUNG REGENCY
By
Meri Fatmalasari
Consumer’s awareness about high grade and eco-labeling product gave occasion to increasing demand of organic product that certified by certification organization. The purposes of this research were to analyze the benefits of INOFICE organic certification toward the sustainability of coffee farming on the economic, environmental and social dimension sides. The research was conducted in Air Hitam Sub District of West Lampung Regency. The research samples were 30 farmers of each certified and noncertified farmers that was chosen by census for certified farmers and purposive sampling for noncertified farmers. The Data was collected in April to May 2015. The economic benefits was analyzed by comparing the productivity, cost efficiency, income between the certified and noncertified farmers using t test. The added value was analyzed by Hayami method. The sustainability comparation of organic and inorganic coffee farming was valued by the practice of coffee cultivation and was analyzed by
Mann Whitney u test. The result showed that INOFICE organic certification in Air Hitam Sub district has been conducted since 2012. On economic side, there were no differences of productivity, coffee price, farming cost, and income between certified and noncertified farmers; however, the cost efficiency of certified farmers was higher than noncertified farmers. The added value of the processing of organic coffee powder was Rp22.116,67/kg. The practice of certified farmer coffee cultivation more sustainable in economic, environmental and social than noncertified farmers.
MANFAAT SERTIFIKASI INDONESIAN ORGANIC FARM CERTIFICATION (INOFICE) TERHADAP KEBERLANJUTAN USAHATANI KOPI ORGANIK DI KECAMATAN AIR HITAM
KABUPATEN LAMPUNG BARAT
Oleh
Meri Fatmalasari
Kesadaran konsumen tentang produk yang bermutu dan ramah lingkungan menyebabkan meningkatnya permintaan produk organik yang dijamin oleh lembaga sertifikasi. Penelitian bertujuan untuk menganalisis manfaat sertifikasi organik INOFICE terhadap keberlanjutan usahatani kopi ditinjau dari dimensi ekonomi, lingkungan dan sosial. Penelitian dilakukan di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Lampung Barat. Sampel penelitian ini terdiri dari masing-masing 30 petani sertifikasi dan nonsertifikasi yang diambil secara sensus untuk petani sertifikasi dan purposive sampling untuk petani nonsertifikasi. Pengambilan data dilakukan pada bulan April sampai Mei 2015. Manfaat ekonomi dianalisis dengan membandingkan produktivitas, efisiensi biaya dan pendapatan antara petani sertifikasi dan nonsertifikasi melalui uji beda t. Analisis nilai tambah dilakukan dengan Metode Hayami. Perbandingan keberlanjutan usahatani kopi organik dan anorganik dilihat dari praktik budidaya kopi yang dianalisis dengan uji Mann Whitney u test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sertifikasi INOFICE di Kecamatan Air Hitam dilaksanakan sejak Tahun 2012 dan secara ekonomi tidak terdapat perbedaan produktivitas, harga jual kopi, biaya usahatani dan pendapatan petani sertifikasi dan nonsertifikasi, namun efisiensi biaya petani sertifikasi lebih tinggi dari petani nonsertifikasi. Nilai tambah pengolahan kopi bubuk organik adalah Rp22.116,67/kg. Praktik budidaya kopi yang dilakukan petani sertifikasi lebih berkelanjutan secara ekonomi, lingkungan dan sosial dibandingkan dengan petani nonsertifikasi.
MANFAAT SERTIFIKASI INDONESIAN ORGANIC FARM CERTIFICATION (INOFICE) TERHADAP KEBERLANJUTAN USAHATANI KOPI ORGANIK DI KECAMATAN AIR HITAM
KABUPATEN LAMPUNG BARAT
(Skripsi)
Oleh
Meri Fatmalasari
JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 12
D. Manfaat Penelitian ... 12
II.TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 14
1. Usahatani Kopi ... 14
2. Pertanian Organik ... 16
a. Prinsip-Prinsip Pertanian Organik ... 17
b. Pertanian Organik Sebagai Sistem Pertanian Berkelanjutan ... 18
3. Sertifikasi Organik ... 20
4. Standar Organik Menurut INOFICE ... 22
5. Pendapatan Usahatani ... 26
6. Efisiensi Biaya ... 26
7. Nilai Tambah (Value Added) ... 28
8. Penelitian Terdahulu ... 29
B. Kerangka Pemikiran ... 33
C. Hipotesis ... 35
III.METODELOGI PENELITIAN A.Metode Penelitian ... 38
B.Konsep Dasar dan Definisi Operasional ... 38
D.Jenis Dan Metode Pengambilan Data ... 44
E. Metode Analisis Data ... 44
1. Metode Analisis Manfaat Ekonomi ... 44
2. Metode Analisis Manfaat Lingkungan ... 56
3. Metode Analisis Manfaat Sosial ... 58
4. Metode Analisis Manfaat Sertifikasi terhadap Keberlanjutan Usahatani Kopi ... 61
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Barat ... 63
B. Kecamatan Air Hitam ... 65
C. Sertifikasi INOFICE ... 68
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karateristik Responden ... 74
1. Umur ... 74
2. Pendidikan ... 75
3. Pengalaman Berusahatani ... 76
4. Pekerjaan Sampingan ... 76
5. Luas Lahan ... 77
6. Status Kepemilikan Lahan ... 78
7. Umur Tanaman Kopi ... 79
8. Tanaman Naungan dan Tanaman Tumpangsari ... 81
B. Analisis Usahatani ... 83
1. Penggunaan Input Produksi dan Biaya Usahatani ... 84
a. Penggunaan Bibit Penyulaman dan Pupuk ... 84
b. Penggunaan Pestisida dan Herbisida ... 87
c. Penggunaan Tenaga Kerja ... 89
2. Biaya usahatani kopi... 90
3. Produksi, Produktivitas dan Penerimaan ... 93
a. Produksi, Produktivitas dan Penerimaan Kopi ... 93
b. Produksi, Produktivitas dan Penerimaan Lahan ... 94
4. Analisis Pendapatan... 96
a. Analisis Pendapatan Kopi... 97
b. Analisis Pendapatan Lahan ... 99
C. Manfaat Sertifikasi INOFICE Terhadap Kerberlanjutan Usahatani Kopi organik ... 102
1. Manfaat Ekonomi ... 103
c. Nilai Tambah ... 114
d. Manfaat dalam Penerapan Usahatani Kopi yang Berkelanjutan Secara Ekonomi ... 120
2. Manfaat Lingkungan ... 123
3. Manfaat Sosial ... 129
4. Kerberlanjutan Usahatani Kopi Organik di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Lampung Barat ... 135
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 140
2. Saran ... 141
DAFTAR PUSTAKA... ... 142
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Volume dan nilai ekspor kopi Lampung tahun 2008-2013... 2
2. Perkembangan luas areal, produksi dan produktivitas kopi
Kabupaten Lampung Barat tahun 2008-2013 ... 7
3. Luas areal, produksi dan produktivitas kopi per kecamatan
Kabupaten Lampung Barat Tahun 2013 ... 43
4. Analisis nilai tambah metode Hayami ... 51
5. Indikator penilaian praktik usahatani kopi yang berkelanjutan
secara ekonomi ... 52
6. Indikator penilaian praktik usahatani kopi yang berkelanjutan
secara lingkungan ... 56
7. Indikator penilaian praktik usahatani kopi yang berkelanjutan
secara sosial ... 59
8. Jumlah penduduk menurut kelompok umur per pekon di
Kecamatan Air Hitam tahun 2013 ... 66
9. Luas areal tanaman perkebunan (ha) per pekon di
Kecamatan Air Hitam tahun 2013 ... 67
10.Sebaran petani kopi menurut umur di Kecamatan
Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 74
11. Sebaran petani menurut tingkat pendidikan di Kecamatan
Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 75
12. Sebaran petani kopi menurut pengalaman berusahatani di
Kecamatan Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 76
13. Sebaran petani kopi menurut jenis pekerjaan sampingan di
14. Sebaran petani kopi menurut luas lahan di Kecamatan
Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 78
15. Sebaran petani kopi menurut status kepemilikan lahan di
Kecamatan Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 79
16. Sebaran petani kopi menurut umur tanaman kopi di
Kecamatan Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 80
17. Rata-rata jumlah tanaman naungan dan tumpang sari
petani kopi di Kecamatan Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 81
18. Rata-rata penggunaan bibit, pupuk kandang dan pupuk kimia
usahatani kopi di Kecamatan Air Hitam Lampung Barat 2015 . 85
19. Rata-rata penggunaan pestisida dan herbisida pada
usahatani kopi di Kecamatan Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 87
20. Rata-rata penggunaan tenaga kerja pada usahtani kopi di
Kecamatan Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 89
21. Rata-rata biaya tunai usahatani kopi di Kecamatan
Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 91
22. Rata-rata biaya diperhitungkan usahatani kopi di Kecamatan
Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 92
23. Rata-rata produksi, produktivitas dan penerimaan kopi di
Kecamatan Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 93
24. Rata-rata produksi, harga dan penerimaan tumpang sari dan naungan petani kopi di Kecamatan Air Hitam
Lampung Barat 2015 ... 95
25. Rata-rata penerimaan dan produktivitas lahan di Kecamatan
Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 96
26. Rata-rata pendapatan kopi usahatani kopi di Kecamatan
Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 97
27. Rata-rata pendapatan lahan usahatani kopi di Kecamatan
Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 100
28. Hasil uji beda t produktivitas, harga kopi, biaya usahatani, efisiensi biaya dan pendapatan usahatani kopi Tahun 2012-2014
29. Hasil uji beda t produktivitas, harga kopi, biaya usahatani, efisiensi biaya dan pendapatan usahatani kopi (rata-rata selama
Tahun 2012-2014) di Kecamatan Air Hitam Lampung Barat ... 112
30. Penggunaan tenaga kerja dalam pengolahan kopi bubuk organik
per bulan ... 115
31.Penggunaan bahan baku penunjang produksi kopi
bubuk organik per bulan ... 116
32.Penyusutan mesin pengolah dalam produksi kopi
bubuk organik per bulan ... 117
33.Hasil analisis nilai tambah pengolahan kopi bubuk organik
dengan Metode Hayami (per bulan)... 117
34.Hasil uji validitas dan reliabilitas indikator penilaian praktik
usahatani kopi organik yang berkelanjutan secara ekonomi ... 121
35.Hasil uji Mann Whitney u test indikator penilaian praktik
usahatani kopi organik yang berkelanjutan secara ekonomi ... 122
36.Hasil uji validitas dan reliabilitas indikator penilaian praktik
usahatani kopi organik yang berkelanjutan secara lingkungan ... 124
37.Hasil uji Mann Whitney u test indikator penilaian praktik
usahatani kopi organik yang berkelanjutan secara lingkungan ... 127
38.Hasil uji validitas dan reliabilitas indikator penilaian praktik
usahatani kopi organik yang berkelanjutan secara sosial... 131
39.Hasil uji Mann Whitney u test indikator penilaian praktik
usahatani kopi organik yang berkelanjutan secara sosial... 132
40.Rata-rata nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi, lingkungan dan sosial usahatani kopi di Kecamatan
Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 136
41.Keberlanjutan ekonomi, lingkungan dan lingkungan
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara pasangan
Bapak Fatjeri (Alm) dan Ibu Masripah. Penulis dilahirkan
pada tanggal 23 Maret 1993.
Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat sekolah dasar di SD
Negeri 01 Gedung Sari Tahun 2004, tingkat SLTP di SMPN
01 Anak Ratu Aji pada Tahun 2007 dan tingkat SLTA di SMAN 03 Kotabumi Tahun
2010. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Jurusan Agribisnis Fakultas
Pertanian Unila pada Tahun 2011 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN).
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Tunggul Pawenang
Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu. Praktik umum penulis dilakukan di
PT Huma Indah Mekar Tulang Bawang Barat. Semasa kuliah penulis pernah menjadi
surveyor pada survei konsumen Bank Indonesia periode Oktober-Desember 2014 dan
mahasiswa pendamping program UPSUS P2 Pajale selama dua periode di Kecamatan
Abung Surakarta dan Abung Tengah Kabupaten Lampung Utara. Penulis juga
genap Tahun 2014/2015, Asisten Dasar-Dasar Akutansi semester ganjil Tahun
2013/2014, Asisten Sosiologi Pertanian semester ganjil Tahun 2014/2015, Asisten
Pengantar Ilmu Ekonomi semester ganjil dan genap Tahun 2014/2015, Asisten
Ekonometrika semester ganjil 2014/2015 dan Asisten Ekonomi Sumber Daya Alam
(ESDA) semester genap Tahun 2014/2015.
Penulis juga aktif dalam organisasi Himaseperta (Himpunan Mahasiswa Sosial
Ekonomi Pertanian) sebagai anggota bidang I pengembangan akademik. Penulis juga
SANWACANA
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Manfaat Indonesian Organic Farm Certification (INOFICE) Terhadap Keberlanjutan Usahatani Kopi Organik Di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Lampung Barat”. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah
memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat, serta saran-saran yang membangun,
yaitu:
1. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M. S selaku pembimbing pertama dan ketua
jurusan Agribisnis atas bimbingan, saran, arahan, nasihat dan waktu yang
diberikan. Terima kasih atas kesabarannya dalam membimbing penulis selama
menyelesaikan skripsi ini.
2. Novi Rosanti, S.P, M.EP, selaku dosen pembimbing kedua atas bimbingan, saran,
arahan, nasihat dan waktu yang diluangkan. Terima kasih atas kesabarannya
dalam membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ir. Wan Abas Zakaria, M.S, selaku dosen pembahas sekaligus reviewer jurnal yang bersedia memberikan saran, arahan dan kritik guna penyempurnaan
menyelesaikan skripsi ini.
5. Keluargaku Papi Fatjeri (Alm) dan Mami Masripah, serta adik-adikku Melisa
Fintasari, Marina Frendinasari dan Jullia Fradian Sari, terima kasih atas dukungan, semangat, motivasi dan do’a yang selalu kalian berikan. “Kalian selalu membuatku yakin bahwa aku bisa.”
6. Bapak Suparyoto dan Bapak Sumaryanto selaku pengurus Gapoktan Hulu Hilir
yang telah memberikan tempat tinggal dan membantu penulis selama penelitian.
7. Mba Eci selaku PPL di Kecamatan Air Hitam, terima kasih atas bantuan dan
informasi yang diberikan kepada penulis.
8. Ir. Eka Kasymir selaku pembimbing akademik atas nasihat dan arahan yang
diberikan pada penulis.
9. Prof.Dr.Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si, selaku dekan Fakultas Pertanian
Universistas Lampung.
10.Om Burhan dan Umah Eli serta Pa’uda Herwanto dan Tanti Rotena, terima kasih
atas dukungan dan bantuan yang diberikan pada penulis.
11.Seluruh dosen, karyawan dan staf jurusan Agribisnis.
12.Sahabat-sahabatku, Ari Nurjayanti, Ayu Vidyaningrum, Deti Destiani dan
Ni Wayan Putriasih atas semangat, motivasi, do’a dan pengalaman berbagi ilmu
yang kalian berikan. Terima kasih atas kebersamaan dan cerita yang tercipta
Adiguna G, Intan, Dian M, Zia, Sonya, Namira, Maya, Feby, Winda, Asih, Dian
Ika, Mba Tri, Wulan dan seluruh teman-teman Agribisnis 2011 yang tidak dapat
penulis sebutkan satu-persatu.
14.Kakak tingkat 2010 dan adik tingkat 2012 atas pengalaman berbagi mengenai
skripsi.
15.Almamater tercinta dan seluruh pihak yang membantu proses penyelesaian skripsi
ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah
diberikan. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang
membutuhkan. Akhirnya, penulis meminta maaf jika ada kesalahan dan kepada Allah
SWT penulis mohon ampun.
Bandar Lampung, Desember 2015 Penulis,
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian berperan besar
terhadap PDB Indonesia. Sumbangsih sektor pertanian pada tahun 2013 terhadap
PDB Indonesia adalah 14,43% (Badan Pusat Statistik, 2014). Hal ini menandakan
sektor pertanian cukup tinggi berkontribusi dalam peningkatan devisa negara,
pembanguanan daerah dan penyediaan lapangan pekerjaan. Salah satu subsektor
pertanian yang memberikan kontribusi besar terhadap PDB Indonesia adalah
subsektor perkebunan. Ekspor komoditi pekebunan pada tahun 2013 sebesar
17,4% terhadap PDB pertanian. Pada triwulan III 2013 perolehan devisa hasil
ekspor subsektor perkebunan mencapai 18,47 miliar dolar AS yang berasal dari
komoditas sawit, karet, kakao dan kopi(Direktorat Jenderal Perkebunan, 2013a).
Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Negara Indonesia.
Indonesia tercatat sebagai produsen kopi terbesar ke empat setelah Brazil,
Vietnam dan Columbia dengan produksi mencapai 748.000 ton atau 6,6 % dari
total produksi kopi dunia (International coffee organization, 2013). Menurut data Badan Pusat Statistik (2013) volume ekspor kopi nasional selama tahun 2013
mencapai 534.000 ton dengan nilai ekspor 1,17 miliar dolar Amerika Serikat.
dengan nilai eskpor sebesar 54,70% terhadap nilai ekspor kopi nasional. Volume
dan nilai ekspor kopi Lampung disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Volume dan nilai ekspor Kopi Lampung tahun 2008-2013
Tahun Volume (kg) Perkembangan
(%) Nilai (US $)
Perkembangan (%)
2008 303.680.343 586.561.755
2009 342.313.502 0,127 475.360.872 -0,234
2010 261.969.874 -0,235 392.619.755 -0,211
2011 197.466.201 -0,246 417.007.101 0,058
2012 247.201.772 0,252 519.823.006 0,198
2013 378.261.119 0,530 709.194.757 0,267
Rata-rata 268.474.013 0,086 484.341.028 0,016
Sumber: BPD AEKI Lampung, 2014a
Pada tahun 2013 volume ekspor Kopi Lampung meningkat cukup tinggi dari
tahun sebelumnya, hal ini disebabkan oleh peningkatan produktivitas kopi di
daerah sentra-sentra penghasil kopi di Lampung dan daerah lain yang mengekspor
kopi melalui Lampung seperti Sumatera Selatan, Bengkulu dan Jambi.
Peningkatan volume ekspor ini juga diikuti dengan peningkatan nilai ekspor,
namun sayangnya tidak diikuti dengan kenaikan harga ekspor kopi Lampung.
Setelah mengalami kenaikan harga pada 2009-2011, harga ekspor dan harga
petani kopi Lampung mengalami penurunan sampai tahun 2013. Pekembangan
harga ekspor dan harga petani kopi lampung tersaji pada Gambar 1.
Perkembangan harga ekspor dan harga kopi di tingkat petani pada tahun 2011
sampai tahun 2012 mengalami penurunan, namun disisi lain konsumsi kopi dunia
terus meningkat. Pada tahun 2012 perkembangan konsumsi kopi dunia
Peningkatan konsumsi kopi dunia merupakan peluang bagi petani kopi Lampung
untuk meningkatkan produksi dan volume ekspor. Berdasarkan data Dirjen
Perkebunan (2013b) Lampung merupakan peringkat kedua terbesar penghasil
kopi di Indonesia, 22,63% dari total produksi kopi di Indonesia berasal dari
Lampung.
Gambar 1. Perkembangan harga ekspor dan harga di tingkat petani kopi Lampung (USD/Kg) tahun 2008-2013
Sumber: BPD AEKI Lampung, 2014b
Provinsi Lampung sebagai salah satu sentra produksi kopi di Indonesia
mempunyai peluang yang sangat besar dalam perdagangan kopi dunia. Saat ini
perdagangan kopi dunia perlahan-lahan telah bergeser kearah perdagangan kopi
bersahabat lingkungan atau kopi spesialti (speciality coffee) misalnya kopi
organik, kopi konservasi atau kopi yang memiliki indikasi geografis. Peningkatan
permintaan tersebut disebabkan oleh adanya perubahan pola atau gaya hidup
konsumen kopi dunia yang lebih mengutamakan kesehatan dan kelestarian
lingkungan. Pasar kopi Internasional menghendaki kopi yang dipasarkan
memiliki jaminan keamanan pangan (food safety attributes), kandungan nutrisi 0
2008 2009 2010 2011 2012 2013
tinggi (nutritional attributes) dan dibudidayakan dengan memperhatikan
lingkungan (eco-labelling attributes). Standar lingkungan dan sosial dalam proses budidaya kopi merupakan bagian dari standar mutu dalam perdagangan kopi.
Kopi merupakan salah satu produk yang distandarisasi. Perdagangan kopi harus
memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh badan standarisasi pemerintah
maupun buyers di pasar kopi internasional. Masing-masing negara konsumen kopi memiliki standar mutu yang berbeda. Pemenuhan standar mutu ini sangat
penting karena bila tidak memenuhi standar mutu yang diinginkan oleh negara
tujuan, maka kopi dapat ditolak atau reject. Sebagai contoh pada tahun 2012 Jepang menolak 10 kontainer yang berisi 200 ton kopi Indonesia karena dianggap
melebihi batas maksimum residu. Kopi Indonesia dianggap mengandung unsur
aktif pestisida isocarab dan carbaryl melebihi ambang batas yang diizinkan. Jepang menemukan kopi Indonesia melebihi ambang batas residu herbisida antara
0,5-0,7, sedangkan standar negara Jepang untung batas residu carbary sebesar 0,1 % part per billion (Tempo, 18 September 2012). Penolakan ini merupakan
pembelajaran bahwa untuk dapat bertahan dalam perdagangan kopi dunia maka
petani dan seluruh pelaku dalam perdangan kopi harus memenuhi standar mutu
negara tujuan ekspor kopi dengan menghasilkan kopi yang memenuhi standar
keamanan pangan dan ramah lingkungan.
Pemenuhan standar mutu negara konsumen kopi ini diwujudkan dalam
pengembangan usahatani kopi yang berkelanjutan melalui pertanian kopi organik.
Pertanian organik merupakan praktik budidaya tanaman tanpa menggunkan bahan
(2012) kesadaran tentang bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia
sintetis dalam pertanian menjadikan pertanian organik menarik perhatian baik di
tingkat produsen maupun konsumen. Konsumen yang sadar akan dampak bahan
kimia sintetis bagi kesehatan akan memilih bahan pangan yang aman bagi
kesehatan dan ramah lingkungan, sehingga mendorong meningkatnya permintaan
produk organik. Pola hidup sehat yang akrab lingkungan telah menjadi trend baru dan telah melembaga secara internasional yang yang mensyaratkan jaminan
bahwa produk pertanian harus aman dikonsumsi, sehat dan ramah lingkungan.
Begitu pula dengan konsumen kopi dunia yang menaruh perhatian lebih pada kopi
organik karena lebih sehat dan aman dikonsumsi. Dari aspek lingkungan,
pengembangan usahatani kopi secara organik memberi manfaat bagi kesehatan
tanah dan organisme serta menjaga keseimbangan ekologis dengan menghindari
penggunaan bahan-bahan kimia sintetis dalam proses produksi. Kopi yang
dihasilkan secara organik lebih baik dibandingkan kopi anorganik. Kelebihan
kopi organik yaitu lebih menyehatkan karena tidak mengandung pestisida dan
bahan kimia sintetis yang berbahaya bagi tubuh dan kesehatan manusia. Kopi
organik juga dipercaya memiliki rasa yang lebih lezat dibandingkan kopi biasa.
Cita rasa yang dimiliki kopi organik lebih murni, sedap dan alami dan yang
terpenting adalah kopi yang dihasilkan secara organik lebih ramah lingkungan
sehingga dapat meningkatkan keberlanjutan lingkungan.
Sebagai bukti dan jaminan bahwa kopi yang dihasilkan telah menerapkan
praktik-praktik pertanian berkelanjutan atau pertanian organik maka usahatani kopi harus
mendapat sertifikasi dari lembaga sertifikasi internasional maupun nasional.
konsumen. Adanya program sertifikasi kopi bagi produsen diharapkan dapat
memberikan jaminan untuk mempertahankan pasar, sedangkan dari sisi konsumen
sertifikasi kopi memberikan jaminan bahwa kopi yang dihasilkan telah memenuhi
standar sertifikasi dan dibudidayakan dengan memperhatikan aspek sosial dan
lingkungan. Adapun macam-macam sertifikasi yang diberikan lembaga
internasional yaitu Sertifikasi Organik, Sertifikasi Rainforest Alliance, Sertifikasi
Fair Trade And Shadegrower, Bird Friendly, UTZ Kapeh, Starbuck CAFÉ dan
Sustainable Agriculture Information (SAI) Platform. Di Indonesia terdapat 7
(tujuh) lembaga sertifikasi organik antara lain LSPO Sucofindo, Mutu Agung
Lestari, INOFICE, Biocert, LSPO Sumatera Barat, Lesos dan LSPO Persada.
Salah satu lembaga sertifikasi organik yang digunakan oleh petani kopi di
Lampung adalah INOFICE (Indonesian organic farm certification). INOFICE merupakan lembaga sertifikasi organik yang berada di bawah naungan Yayasan
Peduli Organik Madani. Pelaksanaan sertifikasi organik INOFICE mengacu pada
SNI 01-6729-2013 mengenai sistem pertanian organik.
Sertifikasi organik merupakan bentuk penjaminan bahwa suatu produk diproses
dan diolah berdasarkan standar dan prinsip-prinsip pertanian organik yang
digunakan oleh lembaga sertifikasi. Untuk memperoleh sertifikasi organik pelaku
usaha tidak hanya harus menjalankan proses budidaya dan pengolahan sesuai
standar organik, tetapi dalam proses budidaya tersebut harus memperhatikan
aspek lingkungan dan hak-hak sosial para pelaku organik. Sertifikasi kopi
organik tidak hanya mengedepankan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan
seperti sertifikasi lainnya. Sertifikasi organik lebih menekankan pada pentingnya
meningkatkan produktivitas yang tinggi dan berkelanjutan. Pada prinsipnya
sertifikasi kopi organik dilakukan dengan mengedepankan standar proses produksi
mulai dari pembibitan, persiapan lahan, pemeliharaan kebun, pengolahan pasca
panen, sampai dengan penyimpanan di gudang eksportir, importir dan pabrikan
(Mawardi, 2009).
Petani kopi lampung yang telah mendapatkan sertifikasi kopi organik dari
INOFICE yaitu petani kopi di daerah Kabupaten Lampung Barat. Kabupaten
Lampung Barat merupakan sentra utama penghasil kopi di Provinsi Lampung.
Luas areal perkebunan kopi di Lampung Barat pada tahun 2013 mencapai 53.560
ha dengan produktivitas sebesar 0,898 ton/ha. Produksi kopi di Lampung Barat
cenderung berfluktuasi karena adanya pengaruh cuaca ekstrim pada saat
pembungaan kopi. Data perkembangan luas areal, produksi dan produktivitas
kopi Kabupaten Lampung Barat tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan luas areal, produksi dan produktivitas kopi Kabupaten Lampung Barat tahun 2008-2013
Tahun Luas Areal (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha)
2008 53.319 23.992 0,450
2009 53.355 42.182 0,791
2010 53.357 55.582 1,042
2011 53.375 24.901 0,467
2012 53.409 57.336 1,074
2013 53.560 48.099 0,898
Sumber: BPS Kabupaten Lampung Barat 2014a
Saat ini pola budidaya kopi di Lampung Barat telah diarahkan menuju pertanian
Sertifikasi kopi organik diharapkan dapat meningkatkan mutu kopi yang pada
akhirnya dapat menaikkan daya saing kopi Lampung di pasar internasional serta
mampu memberikan manfaat baik secara ekonomi, sosial dan lingkungan bagi
petani kopi organik di Kabupaten Lampung Barat.
B. Perumusan Masalah
Sertifikasi organik merupakan sertifikasi yang diberikan pada suatu produk yang
diproduksi dengan menggunakan bahan-bahan alami dan menghindari bahan
kimia sintetis serta memperhatikan isu kelestarian lingkungan. Sertifikasi kopi
organik lebih menekankan pada lingkungan, produktivitas dan standar proses.
Praktik budidaya kopi secara organik merupakan salah satu cara untuk
menerapkan konsep LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) sehingga kelestarian lingkungan dapat terjaga.
Sertifikasi organik INOFICE mewajibkan petani untuk melakukan usahatani kopi
secara organik sesuai standar SNI. Praktik budidaya kopi secara organik
dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan alami sebagai input produksi.
Penggunaan bahan-bahan alami sebagai input produksi akan menekan biaya
produksi kopi karena tidak menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Minimisasi
input produksi dari luar selain ditujukan untuk mencegah degradasi lahan dan
lingkungan juga ditujukan untuk meningkatkan efisiensi biaya dalam usahatani
kopi. Efisiensi biaya akan meningkatkan besarnya manfaat bersih yang diterima
oleh petani kopi. Budidaya kopi secara organik juga diharapkan mampu
meningkatkan produktivitas kopi sehingga memberikan manfaat lebih besar bagi
Harga kopi yang sudah tersertifikasi umumnya lebih tinggi dari kopi yang
dihasikan petani nonsertifikasi. Perbedaan harga ini disebut sebagai premium
price (harga premium). Berdasarkan penelitian Mujiburraman (2011) harga kopi
organik di Kabupaten Aceh Tengah lebih tinggi dibandingkan dengan harga kopi
anorganik. Adanya perbedaan harga dan peningkatan efisiensi biaya dan produksi
akan meningkatkan pendapatan petani kopi.
Selain menjual kopi dalam bentuk biji kopi beras, petani kopi organik juga
memasarkan kopi dalam bentuk kopi bubuk organik. Pengolahan biji kopi
organik menjadi bubuk kopi organik merupakan salah satu tujuan untuk
meningkatkan nilai tambah suatu produk dipasaran. Dengan adanya pengolahan
akan memberikan nilai yang lebih besar dari suatu produk jika dibandingkan
dengan menjual kopi dalam bentuk biji kopi. Untuk melihat besarnya manfaat
ekonomi yang diterima petani secara keseluruhan dari program sertifikasi perlu
dilakukan penelitian apakah sertifikasi dapat memberikan manfaat ekonomi
berupa peningkatan produktivitas, efisiensi biaya, pendapatan dan nilai tambah
pengolahan kopi organik.
Penerapan sertifikasi organik INOFICE akan memberikan dampak bagi petani
kopi baik secara sosial maupun lingkungan. Penilaian manfaat sosial dan
lingkungan ini melalui indikator-indikator dalam pertanian organik yang mengacu
pada SNI 01-6729-2013. SNI 01-6729-2013 merupakan standar acuan tentang
sistem pertanian organik yang memuat tentang tata cara budidaya, pemeliharaan,
pengolahan dan penyimpanan, serta tata cara sertifikasi produk organik oleh
tata cara produksi, penggunaan dan pembuatan input produksi, pengendalian
hama, penyakit dan gulma serta pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan
pelabelan. Tata cara budidaya meliputi persiapan lahan melalaui pengolahan
tanah dengan tidak merusak lingkungan, penggunaan input produksi yang berasal
dari bahan-bahan alami seperti pupuk hijau, penanaman tanaman naungan dan
tanaman tumpang sari dan yang terpenting pelaksanaan pertanian organik harus
bebas dari bahan kimia sintetis. Standar SNI sangat menekankan pada standar
proses pertanian organik karena keorganikan suatu produk sangat ditentukan oleh
bagaimana produk tersebut dihasilkan.
Praktik usahatani kopi yang dilakukan secara organik akan meningkatkan daya
dukung lingkungan bila dibandingkan dengan usahatani kopi anorganik.
Usahatani kopi anorganik atau biasa disebut usahatani kopi konvensional tidak
mengedepankan aspek keberlanjutan secara lingkungan maupun sosial. Praktik
usahatani kopi konvensional menggunakan bahan kimia sintetis untuk
meningkatkan produksi. Pada budidaya kopi intensif frekuensi pemupukan pupuk
kimia cukup tinggi. Selama ini pola pikir petani telah terjebak dalam peningkatan
produksi melalui pupuk kimia. Pengelolaan hama, penyakit dan gulma dilakukan
dengan pestisida, herbisida dan bahan-bahan kimia lainnya. Proses pengeringan
(penjemuran) pada usahatani kopi konvensional dilakukan di tanah tanpa alas,
penjemuran kopi di tanah ini mempengaruhi mutu kopi karena aroma tanah yang
menembus ke dalam kopi.
Usahatani kopi organik yang dilakukan oleh petani di Lampung Barat dilakukan
yang dilakukan menggunakan sisa-sisa tanaman dan pupuk kandang. Sistem
pengendalian hama, gulma dan penyakit dilakukan dengan cara mekanik atau fisik
dengan membersihkan lahan dan menggunakan bahan organik yang berasal dari
tanaman atau organisme. Cara pengolahan kopi yang dihasilkan dilakukan
dengan pengeringan pada lantai semen atau terpal untuk menjaga kebersihan dan
mencegah masuknya aroma tanah dalam kopi. Kopi yang dihasilkan petani bebas
dari bahan kimia sintetis sehingga lebih aman dan sehat jika dikonsumsi.
Pengolahan kopi organik menjadi kopi bubuk dilakukan dengan mesin dan tanpa
bahan tambahan untuk menjaga kemurnian dan kualitas kopi organik.
Perbedaan praktik usahatani kopi secara organik maupun konvensional akan
memberikan dampak terhadap lingkungan maupun kehidupan sosial petani.
Sertifikasi organik dari INOFICE diharapkan mampu memberikan manfaat dalam
mengembangkan budidaya kopi organik yang berkelanjutan di Kabupaten
Lampung Barat, sehingga penelitian mengenai manfaat sertifikasi organik dalam
aspek sosial maupun lingkungan perlu dilakukan melalui penilaian praktik
usahatani kopi secara organik berdasarkan indikator prinsip-prinsip pertanian
organik dalam SNI 6729 2013. Adapun permasalahan yang timbul dari
penjelasan di atas antara lain:
1) Apakah sertifikasi INOFICE dapat memberikan manfaat dari segi ekonomi
ditinjau dari peningkatan produktivitas, efisiensi biaya produksi, pendapatan
usahatani, nilai tambah pengolahan kopi serta praktik usahatani kopi yang
berkelanjutan secara ekonomi?
2) Apakah sertifikasi INOFICE dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan
3) Apakah sertifikasi INOFICE dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan
praktik budidaya kopi yang dapat diterima dari segi sosial?
4) Apakah sertifikasi organik INOFICE memberikan manfaat terhadap
keberlanjutan usahatani kopi organik?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Menganalisis manfaat sertifikasi INOFICE dari segi ekonomi yang ditinjau
dari peningkatan produktivitas, efisiensi biaya produksi, pendapatan, nilai
tambah pengolahan kopi organik menjadi kopi bubuk serta praktik usahatani
kopi yang berkelanjutan secara ekonomi.
2) Menganalisis manfaat sertifikasi INOFICE dalam mengembangkan praktik
usahatani kopi yang memperhatikan lingkungan.
3) Menganalisis manfaat sertifikasi INOFICE dalam mengembangkan praktik
usahatani kopi yang dapat diterima dari segi sosial.
4) Menganalisis manfaat sertifikasi INOFICE terhadap keberlanjutan usahatani
kopi organik.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi :
1) Petani, sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam melakukan praktik
usahatani kopi organik.
2) Pemerintah, sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam penetapan
3) Peneliti lain, sebagai informasi dan bahan referensi untuk melakukan
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Usahatani Kopi
Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang cukup banyak
dibudidayakan di Indonesia baik oleh rakyat maupun perkebunan besar. Tanaman
kopi mulai masuk ke Indonesia sejak tahun 1969. Menurut Karo (2009) produsen
kopi umumnya berasal dari negara –negara tropis yang terletak di antara 20o LU dan 20o LS yang merupakan zona optimal pertumbuhan kopi. Wilayah Indonesia memiliki potensi yang sangat baik untuk pengembangan tanaman kopi karena
didukung oleh letak geografis Indonesia yang berada di antara 5o LU dan 10o LS.
Tanaman kopi merupakan tanaman tahunan yang tidak menyukai sinar matahari
secara langsung namun tanaman ini menghendaki sinar matahari secara teratur.
Pengaturan penyinaran tanaman kopi biasanya dilakukan dengan penanaman
tanaman penaung sebagai pelindung tanaman kopi. Budidaya tanaman kopi
umumnya dilakukan dengan sistem tumpang sari dengan tanaman semusim
seperti sayuran dan buah-buahan. Tujuan penanaman tanaman tumpang sari dan
tanaman penaung ini adalah untuk menambah pendapatan bagi petani kopi
Menurut Najiyati dan Danarti (2004) tanaman kopi yang dirawat dengan baik
biasanya mulai berproduksi pada umur 2,5-3 tahun. Kopi robusta sudah mulai
berproduksi pada umur 2,5 tahun dengan umur ekonomis dapat mencapai 15
tahun, sedangkan kopi arabika mulai berproduksi pada umur 2,5-3 tahun. Tingkat
produksi kopi sangat dipengaruhi oleh tingkat pemeliharaan, seperti pemupukan,
pemberantasan hama penyakit dan pemilihan bibit.
Biaya dalam usahatani kopi terdiri dari biaya investasi dan operasional. Biaya
investasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh petani sebelum tanaman kopi
menghasilkan. Biaya investasi meliputi biaya untuk mendapatkan lahan dan
pembukaan lahan, biaya memperoleh peralatan dan input produksi (bibit tanaman
kopi, naungan, dan pencampur, pupuk, pestisida dan tenaga kerja). Biaya
operasional merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan tanaman kopi
setelah menghasilkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Prasmatiwi, Irham, Suryantini dan Jamhari (2010)
menunjukkan bahwa petani mengeluarkan biaya usahatani kopi paling tinggi pada
tahun pertama untuk biaya lahan dan peralatan. Pada tahun kedua biaya yang
dikeluarkan petani merupakan yang terendah kemudian biaya yang dikeluarkan
petani meningkat kembali pada tahun ketiga dan keempat. Pada tahun pertama
dan kedua tanaman kopi belum memberikan manfaat karena belum berproduksi.
Manfaat tanaman kopi mulai terasa pada tahun ke-3 saat tanaman kopi sudah
menghasilkan. Besar kecilnya manfaat yang diperoleh petani dipengaruhi oleh
produksi kopi yang dihasilkan. Tingkat produktivitas kopi bergantung pada
2. Pertanian Organik
Perkembangan pertanian organik beberapa tahun terakhir menunjukkan
peningkatan yang positif, hal ini terlihat dari peningkatan pelaku pertanian
organik dan permintaan pangan organik. Pertanian organik adalah sistem
pertanian yang holistik yang mendukung dan mempercepat biodiversiti, siklus
biologi dan aktivitas biologi tanah (IFOAM, 2008). Menurut Sutanto (2002)
pertanian organik merupakan suatu sistem produksi pertanaman yang berazaskan
daur ulang hara secara hayati. Pertanian organik mengajak manusia untuk
kembali ke alam namun tetap memperhatikan keberlanjutan produktivitas
usahatani yang dilakukan melalui perbaikan kualitas tanah dengan bahan-bahan
organik.
Pertanian organik merupakan bagian dari sistem pertanian berkelanjutan yang
menekankan pada konsep LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture).
LEISA merupakan konsep pengembangan pertanian yang berusaha
meminimalkan input dari luar dalam kegiatan usahatani. Konsep LEISA berusaha
mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal yang ada dengan
mengkombinasikan berbagai macam komponen sistem usahatani yaitu tanaman,
ternak/hewan, tanah, air, iklim dan manusia sehingga saling melengkapi dan
memberikan efek sinergi. Tujuan utama dari konsep LEISA merupakan
a. Prinsip-Prinsip Pertanian Organik
Berdasarkan IFOAM (2005) pertanian organik memiliki empat prinsip utama
yaitu prinsip kesehatan, prinsip ekologi, prinsip keadilan dan prinsip
perlindungan. Prinsip pertanian organik ini menjadi acuan, standar dan norma
dalam pelaksanaan pertanian organik.
1) Prinsip Kesehatan
Pertanian organik harus berkelanjutan dan mendorong kesehatan tanah, tanaman,
hewan, manusia, dan planet sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Peran pertanian organik baik dalam produksi, pengolahan, distribusi dan
konsumsi bertujuan untuk melestarikan dan meningkatkan kesehatan ekosistem
dan organisme, dari yang terkecil yang berada di dalam tanah hingga manusia.
Secara khusus, pertanian organik dimaksudkan untuk menghasilkan makanan
bermutu tinggi dan bergizi yang mendukung pemeliharaan kesehatan dan
kesejahteraan.
2) Prinsip Ekologi
Prinsip ini menyatakan bahwa produksi didasarkan pada proses dan daur ulang
ekologis. Pengelolaan organik harus disesuaikan dengan kondisi, ekologi, budaya
dan skala lokal. Penggunaan bahan asupan dan input produksi dari luar dalam
pertanian organik diusahakan seminimal mungkin dan penerapan prinsip daur
ulang, serta penggunaan energi secara efisien guna memelihara, meningkatkan
3) Prinsip Keadilan
Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan
terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama. Prinsip ini
menekankan bahwa semua yang terlibat dalam pertanian organik harus
membangun hubungan yang manusiawi untuk memastikan adanya keadilan bagi
semua pihak di segala tingkatan; seperti petani, pekerja, pemroses, penyalur,
pedagang dan konsumen. Pertanian organik harus memberikan kualitas hidup
yang baik bagi setiap orang yang terlibat, menyumbang bagi kedaulatan pangan
dan pengurangan kemiskinan.
4) Prinsip Perlindungan
Penggunaan teknologi dan metode-metode dalam pertanian organik harus
dilakukan secara hati-hati dan bertanggung jawab guna melindungi keberlanjutan
lingkungan, kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang maupun yang akan
datang.
b. Pertanian Organik Sebagai Sistem Pertanian Berkelanjutan
Pertanian organik tidak dapat dipisahkan dari pertanian berkelanjutan. Pertanian
organik merupakan bagian integral dari pertanian berkelanjutan yang
berlandaskan pada keberlanjutan ekonomi, lingkungan dan sosial. Pertanian
organik dikatakan berkelanjutan karena dilihat dari dimensi ekonomi, pertanian
organik mampu memberikan hasil yang optimal, mencukupi kebutuhan dan
memberikan keuntungan yang layak bagi petani. Pertanian organik mampu
menjamin keberlanjutan lingkungan melalui praktik budidaya yang menghindari
pertanian organik dilakukan dengan memperhatikan kearifan dan budaya lokal
serta kehidupan sosial petani dalam mengembangkan usahatani. Peran pertanian
organik dalam mendukung dan meningkatkan keberlanjutan sumber daya baik
secara ekonomi, sosial maupun lingkungan sangat besar, sehingga pertanian
organik disebut sebagai sistem pertanian berkelanjutan.
1) Aspek Ekonomi
Pertanian organik menitikberatkan pada sumber daya alam yang bernilai
ekonomis sebagai modal dan aset dengan memanfaatkan sumber daya lingkungan
secara bijaksana guna memperoleh hasil yang optimal. Keberlanjutan ekonomi
dalam pertanian organik mengacu pada kemampuan pertanian organik dalam
menjamin bahwa produksi pertanian organik dapat memberikan keuntungan yang
layak bagi petani dalam jangka panjang. Proses budidaya dalam sistem pertanian
organik selalu mempertimbangkan efisiensi terhadap penggunaan sumberdaya,
efisiensi terhadap penggunaan bahan input eksternal, meminimalkan biaya
pengobatan dan meningkatkan pendapatan serta nilai tambah (Dinas Pertanian
Provinsi Bali, 2014). Aspek ekonomi di bidang pertanian dapat dikatakan
berlanjut bila produksi pertanian mampu mencukupi kebutuhan pangan dan
memberikan pendapatan yang layak serta menjamin kelangsungan hidup petani
(Widiarta, 2011).
2) Aspek Lingkungan
Praktik pertanian organik memiliki kontribusi positif terhadap keberlanjutan
ekologi. Manfaat pertanian organik terhadap keberlanjutan ekologi tidak perlu
menjaga keanekaragaman hayati, menghindari penggunaan bahan-bahan kimia,
menjaga kebersihan dan kesehatan air. Hal ini menandakan pertanian organik
mampu meningkatkan daya dukung dan kualitas lingkungan. Melalui Pertanian
organik keseimbangan dan keberlanjutan ekologi dapat terjadi secara alami.
3) Aspek Sosial
Cara budidaya petani sangat berhubungan dengan kehidupan sosial petani. Aspek
keberlanjutan secara sosial dalam pertanian organik merupakan pengembangan
pertanian organik yang memperhatikan budaya lokal dan kehidupan sosial petani
berupa kebebasan berkumpul, kesetaraan gender serta memperhatikan hak-hak
tenaga kerja. Pertanian organik mengedepankan nilai-nilai sosial dan
kelembagaan dalam menjaga hubungan sosial dan keharmonisan antar petani di
desa. Aspek sosial dapat dikatakatakan berkelanjutan bila mampu
mempertahankan nilai-nilai sosial, budaya dan kehidupan sosial petani dalam
pengembangan pertanian organik.
3. Sertifikasi Organik
Sertifikasi kopi berkembang karena adanya tuntutan konsumen kopi dunia akan
produk kopi khusus (specialty coffee) seperti kopi organik atau kopi lestari. Berkembangnya permintaan akan kopi spesialti dikarenakan adanya perubahan
pola hidup konsumen kopi yang lebih memperhatikan keamanan, kesehatan dan
isu lingkungan dalam budidaya kopi. Sertifikasi organik merupakan bentuk
penjaminan suatu produk bahwa produk tersebut dibudidayakan dan diolah
mengacu pada standar organik yang ditetapkan oleh lembaga sertifikasi.
produktivitas dan standar proses. Keorganikan suatu produk sangat ditentukan
oleh bagaimana produk tersebut diproses atau dihasilkan.
Pelaksanaan cara budidaya kopi harus mengacu pada standar yang digunakan
lembaga sertifikasi. Proses budidaya kopi yang mengacu pada standar sertifikasi
organik mengajarkan petani berbudidaya kopi secara organik dengan
memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Praktik usahatani kopi secara
organik diharapkan dapat memberikan manfaat bagi petani berupa peningkatan
kualitas kopi dan produksi yang pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan
yang diterima petani kopi. Selain memberikan manfaat dari segi ekonomi
sertifikasi organik juga akan berdampak pada lingkungan dan kehidupan sosial
petani. Proses budidaya organik yang ramah lingkungan dapat menjaga kesehatan
lingkungan dalam jangka panjang serta menjaga keseimbangan ekologi. Manfaat
dari dimensi sosial yang dapat diperoleh petani salah satunya adalah petani
memiliki suatu wadah untuk berkumpul dan saling berbagi pengalaman dan
informasi melalui kelompok tani, karena untuk memperoleh sertifikasi petani
harus membentuk kelompok tani untuk mempermudah proses sertifikasi.
INOFICE (Indonesian organic farm certification) merupakan salah satu lembaga sertifikasi organik di Indonesia yang berada dalam naungan yayasan Peduli
Organik Madani. Standar sertifikasi yang digunakan INOFICE mengacu pada
SNI 6729-2013 tentang sistem pertanian organik. SNI Sistem Pangan Organik
(SNI 6729-2013) ini merupakan standar yang digunakan untuk menetapkan
persyaratan sistem produksi pangan organik yang meliputi persiapan lahan
sarana produksi, bahan tambahan pangan yang diperbolehkan serta keadilan sosial
dalam pertanian organik. SNI 6729-2013 juga memuat prinsip-prinsip produksi
pertanian organik yang meliputi proses budidaya, pengaturan input produksi,
penanganan pasca panen/pengolahan produk sampai penyimpanan dan
pengangkutan. Petani kopi yang mendapat sertifikasi organik dari INOFICE
harus memenuhi standar sistem produksi organik menurut SNI 6729 2013. Proses
budidaya kopi harus mengacu pada prinsip-prinsip pertanian organik dalam SNI.
4. Standar Organik Menurut INOFICE
Standar organik yang digunakan INOFICE mengacu pada SNI 6729 2013 tentang
sistem pertanian organik. SNI 6729 2013 tentang sistem pertanian organik
merupakan standar yang berisi persyaratan dalam sistem produksi pertanian
organik di Indonesia. Persyaratan dalam pelaksanaan sistem pertanian organik
meliputi penyiapan lahan pertanian, penanganan, penyimpanan, pengangkutan,
pelabelan, sarana produksi dan bahan tambahan (input) serta bahan tambahan
pangan yang diperbolehkan. Selain itu SNI ini memuat ketentuan mengenai
sistem inspeksi dan sertifikasi oleh lembaga sertifikasi.
Sistem produksi pertanian organik didasarkan pada standar produksi yang ketat
dengan tujuan menciptakan agroekosistem yang optimal dan lestari berkelanjutan
baik secara sosial, lingkungan serta ekonomi dan etika. Persyaratan untuk produk
yang diproduksi secara organik berbeda dengan pertanian lain, prosedur produksi
merupakan bagian yang paling penting dan tidak terpisahkan dari identifikasi,
pelabelan dan pengakuan dari produk organik tersebut. Sistem pertanian organik
mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus
biologi dan aktivitas biologi tanah. Praktik-praktik pertanian organik
mengutamakan penggunaan input dari limbah kegiatan budidaya lahan yang
disesuaikan dengan kondisi setempat serta pengelolaan budidaya dengan metode
biologi, mekanik dan penggunaan budaya setempat dalam pelaksanaanya (Badan
Standarisasi Nasional, 2013).
Tata cara produksi, penggunaan input, pengolahan, penyimpanan dan pelabelan
produk organik harus dilakukan sesuai prinsip-prinsip pertanian organik yang
terdapat dalam SNI 6729 2013. Adapun prinsip-prinsip pertanian organik
menurut SNI adalah sebagai berikut :
a) Tata cara Produksi (Tanaman dan Produk Tanaman)
Produk organik sangat ditentukan berdasarkan standar proses atau bagaimana
produk tersebut dihasilkan. Tata cara produksi tanaman organik untuk tanaman
tahunan harus melalui masa konversi selama 3 (tiga) tahun. Penyiapan lahan
dilakukan dengan cara yang ramah lingkungan dan tanpa pembakaran. Dalam
standar produksi SNI kesuburan tanah harus dipelihara dan ditingkatkan dengan
penggunaan bahan-bahan alami yang berasal dari tumbuhan/hewan. Sistem
pengendalian hama, penyakit dan gulma dengan cara mekanis/fisik dan biologi
misalnya dengan pembabatan dan penggunaan herbisida alami yang berasal dari
tumbuhan.
b) Penggunaan dan Pembuatan Input Produksi Pertanian Organik
Input dalam produksi pertanian organik berupa benih, pupuk, pestisida, bahan
pertanian organik. Benih atau bibit yang digunakan dalam pertanian organik
adalah benih/bibit yang dibudidayakan dengan prinsip-prinsip pertanian organik.
Persyaratan untuk input produksi dalam pertanian organik adalah input yang
berasal dari tumbuhan, hewan, mikroba atau mineral yang diproses secara
fisik/mekanis dan enzimatis atau biologi. Penggunaan input produksi tidak boleh
merusak keseimbangan ekosistem tanah, mutu air dan udara.
c) Penanganan, Pengangkutan, Penyimpanan, Pengolahan dan Pengemasan.
Integritas produk organik harus tetap dijaga selama tahapan dipanen sampai
pengemasan. Penanganan produk organik harus dilakukan bersih dan terpisah
dari produk anorganik untuk mencegah kontaminasi. Dalam penyimpanan dan
pengangkutan produk organik tidak boleh tercampur dengan produk anorganik
atau bahan yang tidak diizinkan dalam sistem produksi. Pengolahan produk
organik dilakukan secara mekanik, fisik atau biologis, pengolahan secara kimia
tidak diperbolehkan. Dalam proses pengolahan penggunaan bahan tambahan
pangan (BTP) dan bahan penolong digunakan seminimum mungkin. Sistem
pengendalian hama, penyakit dan gulma selama proses pengangkutan dan
penyimpanan dilakukan dengan tindakan pencegahan atau tindakan secara
mekanis, fisik dan biologi. Proses pengemasan produk organik menggunakan
bahan daur ulang atau bahan yang dapat didaur ulang.
d) Produk organik dihasilkan dari sistem produksi pertanian yang menggunakan
e) Kepedulian Sosial
Produksi produk organik dilaksanakan dengan memperhatikan antara lain
kesehatan dan kesejahteraan pekerja/petani, kesetaraan gender dan menghargai
kearifan tradisional sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dinyatakan dalam
panduan mutu.
Setiap prinsip diatas mengandung standar persyaratan untuk pelaksanaan
pertanian organik. Dalam proses produksi pertanian organik terdapat tiga jenis
bahan yaitu bahan yang diperbolehkan, bahan yang dibatasi dan bahan yang
dilarang. Bahan yang diperbolehkan dalam proses produksi merupakan bahan
atau input yang berasal dari tanaman atau organisme yang dibudidayakan secara
organik. Bahan yang dibatasi sebagai input produksi adalah bahan yang berasal
dari tanaman atau organisme yang dibudidayakan secara anorganik, serta
unsur-unsur mineral (mikro dan makro) yang berasal dari bebatuan. Bahan yang
dilarang sebagai input produksi adalah bahan kimia sintetis seperti pupuk kimia
dan pestisida.
Sertifikasi organik diberikan jika petani telah menjalankan proses produksi sesuai
dengan ketentuan SNI. Petani yang mendapat sertifikasi dari INOFICE harus
memenuhi seluruh (100 %) prinsip-prinsip pertanian organik yang ada dalam
standar SNI. Sertifikasi organik dari INOFICE berlaku selama 3 (tiga) tahun
sejak tanggal ditetapkannya. Untuk menjamin pelaku organik tetap menjalankan
produksi sesuai standar SNI, maka dilakukan survailen terjadwal terhadap petani
5. Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan
biaya yang dikeluarkan dalam usahatani. Menurut Soekartawi (1990) penerimaan
usahatani merupakan nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu
baik yang dijual maupun yang dikonsumsi. Biaya usahatani adalah biaya yang
dikeluarkan dalam kegiatan usahatani.
Analisis pendapatan bermanfaat untuk menggambarkan keadaan petani dimasa
sekarang dan sebagai bahan perencanaan untuk usahatani yang akan datang.
Analisis pendapatan juga berguna untuk melihat apakah suatu usahatani
menguntungkan atau tidak (Soeharjo dan Patong, 1973). Penilaian untung
tidaknya suatu usahatani dapat dilihat dari nilai R/C (return cost ratio), yang merupakan perbandingan antara penerimaan usahatani dengan biaya usahatani.
Usahatani dikatakan layak dan menguntungkan jika nilai R/C >1, namun jika nilai
R/C < 1 maka usahatani tidak menguntungkan. Usahatani berada pada situasi
impas atau tidak menguntugkan dan tidak merugikan jika nilai R/C = 1 atau biasa
disebut Break event point.
6. Efisiensi Biaya
Efisiensi biaya merupakan perbandingan antara total biaya produksi terhadap
output yang dihasilkan. Efisiensi digambarkan sebagai suatu kondisi penggunaan
input terbaik untuk menghasilkan output. Efisien tidaknya biaya dalam usahatani
dilihat dari besarnya biaya yang diperlukan untuk menghasilkan satu satuan
a. Sumber atau biaya atau masukan yang digunakan lebih kecil untuk
menghasilkan keluaran dalam jumlah yang sama.
b. Sumber atau biaya atau masukan yang digunakan adalah sama untuk
menghasilkan keluaran dalam jumlah lebih besar.
Besar kecilnya efisiensi biaya dalam usahatani sangat berhubungan dengan skala
usaha lahan dan produktivitas. Usahatani pada lahan yang luas cenderung lebih
efisien dari usahatani yang dilakukan pada lahan yang sempit. Hal ini berkaitan
dengan pengeluaran biaya tetap, semakin besar skala usaha maka biaya tetap
cenderung akan menurun. Skala lahan yang lebih luas dalam usahatani akan
meningkatkan produktivitas usahatani tersebut. Produktivitas usahatani
merupakan gambaran dari kemampuan lahan dalam memberikan manfaat dari
aktivitas usahatani yang dilakukan di lahan tersebut. Peningkatan produktivitas
memiliki pengaruh positif terhadap efisiensi biaya, dimana semakin tinggi
produksi maka efisiensi biaya yang dihasilkan semakin besar. Suatu usahatani
dikatakan efisien jika mampu menghasilkan output dengan biaya rendah.
Peningkatan efisiensi biaya dapat dilakukan dengan pengendalian biaya input
produksi dalam usahatani. Menurut Bambang dan Kartasapoetra (1998) tujuan
dari pengendalian biaya (cost control) adalah pengendalian pengeluaran-pengeluaran, yang menjurus ke efisiensi pendayagunaan bahan baku (input),
tenaga kerja dan alat-alat produksi (mesin-mesin). Peran efisiensi biaya sangat
penting dalam menghasilkan produk (kuantitas dan kualitas) secara hemat
7. Nilai Tambah (Value Added)
Salah satu upaya petani dalam meningkatkan penerimaannya adalah mengolah
produk pertanian yang dihasilkan. Pengolahan produk pertanian ini akan
memberikan manfaat yang lebih besar bagi petani karena adanya nilai tambah dari
produk yang diolah. Selama proses penyaluran barang dari produsen ke
konsumen, produk pertanian sering mendapat perlakuan seperti pengemasan,
pengolahan, pengawetan dan pemindahan tempat untuk memberikan nilai tambah.
Perlakuan-perlakuan untuk meningkatkan nilai tambah tersebut bertujuan untuk
meningkatkan manfaat dan keuntungan dari suatu produk.
Menurut Hayami dalam Maharani (2013) nilai tambah (value added) merupakan penambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang
diberlakukan pada komoditi bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa
proses pengubahan bentuk ( form utility ), pemindahan tempat ( place utility ), maupun penyimpanan ( time utility ). Penentuan nilai tambah menurut metode Hayami dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menghitung nilai tambah
selama proses pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses pemasaran.
Metode nilai tambah Hayami merupakan metode yang memperkirakan besarnya
perubahan nilai bahan setelah mendapat perlakuan.
Analisis nilai tambah bertujuan untuk mengukur besarnya balas jasa fakor
produksi dalam proses pengolahan. Analisis nilai tambah ditentukan oleh tiga
faktor pendukung yaitu faktor konversi, koefisien tenaga kerja dan nilai output.
Faktor konversi merupakan banyaknya output yang dapat dihasilkan dari satu
yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input. Nilai output merupakan nilai
output yang dihasilkan dari satu satuan input.
8. Penelitian Terdahulu
Kajian penelitian terdahulu berguna sebagai sumber referensi dan informasi dalam
penelitian yang akan dilakukan. Penelitian terdahulu dapat menjadi acuan dan
informasi mengenai metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian.
Informasi penting yang peroleh dari penelitian terdahulu dapat dijadikan
pembanding apakah penelitian yang akan dilakukan memberikan hasil yang
sejalan atau sesuai dengan hasil peneltitian terdahulu.
Penelitian Saragih (2013) mengenai dimensi sosial ekonomi dan lingkungan
dalam produksi kopi arabika di Sumatera Utara menunjukkan bahwa produktivitas
kopi arabika sertifikasi 8 % lebih rendah dibandingkan kopi konvensional. Selain
itu harga kopi bersertifikasi yang diterima petani sedikit lebih tinggi (3,57 %) dari
harga kopi konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor
ekologi memiliki peranan penting dalam pengembangan usahatani kopi arabika di
daerah Simalungun, variabel ekologi (pemangkasan kopi, pengendalian HPT dan
konservasi lahan) memberikan pengaruh positif dan dampak yang signifikan
terhadap produksi kopi arabika di daerah tersebut.
Sutisari, Hermawan dan Riyanto (2013) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk
mengetahui kerja sama antar sektor dalam program pertanian padi organik,
mendapatkan hasil bahwa hasil kerja sama antar sektor dalam program pertanian
peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat petani yang terlihat dari
pemenuhan indikator-indikator pilar lingkungan, pilar ekonomi, dan pilar sosial,
sehingga dikatakan telah berhasil dalam mendukung terwujudnya pembangunan
berkelanjutan (sustainable development). Hal tersebut tercermin dengan adanya manfaat yang dirasakan petani berupa peningkatan perekonomian dan kesempatan
kerja bagi keluarga petani.
Hasil penelitian Barham dan Weber (2012) yang bertujuan menganalisis
keberlanjutan ekonomi sertifikasi kopi di Meksiko dan Peru menunjukkan bahwa
pendapatan usahatani kopi petani sertifikasi organik di Mexico (Oaxaca dan
Chiapas) (US$ 480.8) lebih rendah dibandingkan pendapatan petani sertifikasi RA
(US$ 601) di Peru (Junin). Penelitian ini menunjukkan bahwa produksi kopi, luas
lahan, usia tanaman, pendidikan petani memiliki pengaruh positif terhadap
pendapatan petani kopi sertifikasi RA di Peru.
Menurut Chairawaty (2012) yang meneliti tentang dampak sertifikasi Fair Trade
terhadap perlindungan lingkungan, sertifikasi Fair Trade memberikan dampak ekonomi berupa berkurangnya biaya pembelian inputkimia dan penambahan
penghasilan dari tanaman sampingan. Dampak dari berkurangnya biaya
pembelian inputkimia sangat tinggi, hal ini terlihat dari sekitar 90% petani KPG
sudah tidak menggunakan herbisida lagi. Selain itu petani memperoleh bantuan
berupa mesin babat yang berasal dari alokasi premium fee untuk menggantikan peran herbisida. Tanaman sampingan pada lahan kopi dapat memberikan
penghasilan tambahan di luar penghasilan dari tanaman kopi sehingga dapat
Dampak sosial yang dirasakan petani adalah kuatnya organisasi petani dalam
produksi dan pemasaran. Petani mendapatkan bantuan dari jaringan yang ada
dalam Fair Trade dan petani juga merasakan manfaat berupa kemudahan dalam pemasaran karena adanya kepastian harga dan kontrak. Sedangakan dampak
lingkungan yang dirasakan adalah peningkatan kesuburan tanah yang terlihat dari
kebun petani yang lebih hijau, teratur dan kondisinya jauh lebih baik. Selain itu
bertambahnya keanekaragaman hayati yang terlihat dari macam-macam tanaman
peneduh dan tanaman lainnya di perkebunan yang berfungsi menjaga
keseimbangan ekosistem.
Hasil penelitian Widiarta, Adiwibowo dan Widodo (2011) mengenai
keberlanjutan pertanian organik menunjukkan bahwa usahatani padi organik
layak secara ekonomi dengan B/C rasio 1,7, sedangkan usahatani konvensional
tidak layak secara ekonomi karena nilai B/C Rasionya kurang dari 1, yaitu 0,9.
Hal ini menunjukkan bahwa paktik pertanian organik berpengaruh positif dan
signifikan terhadap keberlanjutan ekonomi petani. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa keberlanjutan praktik pertanian organik di kalangan petani
masih rendah karena masih banyak petani yang belum mengadopsi praktik
pertanian organik. Petani cenderung bertahan dengan pertanian konvensional
karena praktik pertanian organik memiliki tingkat kompleksitas lebih tinggi
dibanding praktik pertanian konvensional atau dengan kata lain sangat rumit
untuk diterapkan oleh petani.
Penelitian Mujiburrahman (2011) yang bertujuan untuk menganalisis sistem rantai
bahan baku Koperasi Baitul Qiradh Baburrayyan berasal dari kolektor yang dibina
dengan prinsip kemitraan oleh koperasi. Kolektor yang dibina pada
masing-masing kluster berperan sebagai pembeli kopi dari petani. Nilai tambah
pengolahan kopi pada Koperasi Baitul Qiradh Baburrayyan sebesar 59,50 %
sedangkan untuk kolektor sebesar 5,95%. Perbedaan besarnya nilai tambah ini
dikarenakan peran dan tindakan yang dilaksanakan oleh KBQ Baburrayyan lebih
kompleks dari yang lainnya, sehingga nilai tambah yang diperoleh juga lebih
besar
Hasil penelitian Prasmatiwi, Irham, Suryantini dan Jamhari (2010) mengenai
keberlanjutan usahatani kopi di kawasah hutan Kabupaten Lampung Barat
menunjukkan bahwa usahatani kopi di kawasan hutan di Lampung Barat layak
dan memberikan manfaat, NPV usahatani kopi di kawasan hutan sebesar Rp
17.719.505/ha, BCR 1,86 dan IRR 24,96%. Penelitian ini juga menunjukkan
bahwa usahatani kopi yang paling menguntungkan adalah usahatani naungan
kompleks multiguna (MPTS, multipurpose tree species) karena memberikan nilai NVP tertinggi dibanding usahatani lainnya. Keberlanjutan usahatani kopi di
kawasan hutan bergantung pada nilai eksternalitas (biaya lingkungan dan biaya
sosial), bila total biaya lingkungan dan biaya sosial mencapai lebih besar dari
US$536/ha, maka usahatani kopi di kawasan hutan menjadi tidak layak atau tidak
berkelanjutan (NPV negatif), sedangakn bila biaya eksternalitas US$458 maka
besarnya NPV adalah Rp1.648.633/ha, BCR 1,04 dan IRR 26,88%. Penelitian ini
juga menghitung besarnya kesediaan petani dalam membayar biaya eksternal
perbaikan konservasi tanah, menambah tanaman naungan, membayar pajak
lingkungan, dan kegiatan reboisasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Donaghue (2008) mengenai peran informasi dalam
sertifikasi organik menunjukkan bahwa sertifikasi kopi organik dapat memberikan
keuntungan baik langsung maupun tak langsung bagi petani kecil. Keuntungan
sosial-ekonomis langsung yang diterima petani adalah adanya price premium dan penurunan baiya produksi karena ketiadaan bahan kimia, yang biasanya sangat
mahal dan memberatkan bagi petani kecil. Keuntungan tak langsung yang
didapatkan oleh petani kecil yang terlibat dalam proses sertifikasi kopi organik
adalah adanya proses kemitraan di tingkat lokal maupun internasional, sehingga
memberikan keuntungan karena petani dapat meningkatkan nilai tambah
produknya, meningkatkan akses petani kepada pasar yang baru, serta informasi
dari mitra-mitra mengenai standar kualitas yang dikehendaki konsumen.
B. Kerangka Pemikiran
Perdagangan kopi dunia perlahan-lahan telah bergeser ke arah perdagangan kopi
spesialti, yaitu kopi yang memiliki kekhasan khusus seperti kopi lestari, kopi
organik dan kopi yang memiliki indikasi geografis. Negara konsumen kopi dunia
sangat memperhatikan isu-isu lingkungan dan sosial dalam proses produksi kopi.
Pemenuhan standar negara konsumen kopi diwujudkan dalam bentuk sertifikasi
kopi. Lampung merupakan salah satu sentra produksi kopi di Indonesia yang
berkontribusi cukup besar dalam ekspor kopi nasional. Pelaku usahatani kopi di
Lampung memenuhi standar permintaan negara konsumen kopi dalam bentuk
membantu petani dalam proses budidaya sehingga petani dapat meningkatkan
produksi dan kualitas kopi dengan tetap memperhatikan aspek sosial dan
lingkungan.
Sertifikasi organik dilakukan sesuai standar dan prinsip-prinsip pertanian organik.
Sertifikasi organik INOFICE mengacu pada SNI 6729 2013 tentang sistem
pertanian organik. Standar SNI dalam pertanian organik meliputi persyaratan
tatacara produksi, penggunaan input, pengolahan, penyimpanan sampai
pengemasan produk organik. Usahatani kopi yang mendapat sertifikasi dari
INOFICE adalah usahatani kopi yang telah memenuhi standar prinsip-prinsip
pertanian organik dalam SNI. Sertifikasi organik dari INOFICE yang diterima
petani mencakup proses budidaya sampai pengolahan pascapanen.
Praktik budidaya kopi secara organik dilakukan melalui konsep LEISA yang
meminimumkan input dari luar dan bahan-bahan kimia sehingga biaya produksi
lebih rendah. Penurunan biaya produksi ini dapat meningkatkan efisiensi biaya
dalam usahatani kopi. Praktik budidaya secara organik juga dapat meningkatkan
produktivitas kopi, peningkatan produktivitas ini pada akhirnya akan
mempengaruhi efisiensi biaya dan pendapatan petani kopi. Kopi yang dihasilkan
petani sertifikasi sebagian diolah dan sisanya dijual. Pengolahan biji kopi organik
ini ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah produk organik. Peningkatan
produktivitas, efisiensi biaya, pendapatan usahatani kopi serta nilai tambah
merupakan manfaat dalam aspek ekonomi yang diterima petani dari penerapan