• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Manfaat Sertifikasi INOFICE Terhadap Kerberlanjutan Usahatan

1. Manfaat Ekonomi

Penilaian manfaat ekonomi dari adanya program sertifikasi INOFICE dilakukan untuk mengetahui apakah dengan adanya program sertifikasi INOFICE dapat meningkatkan keuntungan yang diterima petani. Penilaian manfaat ekonomi dari adanya program sertifikasi dilakukan melalui analisis usahatani mengenai

produktivitas kopi dan lahan, pendapatan kopi, pendapatan lahan, efisiensi biaya kopi dan lahan serta nilai tambah pengolahan kopi organik menjadi kopi bubuk. Penilaian manfaat ekonomi dilakukan selama tiga tahun yaitu 2012, 2013 dan 2014. Indikator-indikator pengukuran manfaat ekonomi antara petani sertifikasi dan nonsertifikasi setiap tahunnya dibandingkan untuk diuji secara statistik apakah terdapat perbedaan atau tidak.

a. Manfaat Ekonomi Sertifikasi INOFICE Pada Tahun 2012-2014

Sertifikasi organik INOFICE diterima petani sejak Tahun 2012. Pada tahun awal diperolehnya sertifikasi sampai tahun 2014 dilakukan penilaian apakah sertifikasi INOFICE sudah memberikan manfaat ekonomi. Adapun hasil uji beda

produktivitas, harga, biaya usahatani, efisiensi biaya dan pendapatan petani kopi pada Tahun 2012-2014 tersaji dalam Tabel 28.

Berdasarkan Tabel 28 nilai t hitung untuk produktivitas kopi, produktivitas lahan, biaya usahatani kopi dan pendapatan lahan lebih kecil dari t tabel (α=0,05 dan α=0,10), sehingga keputusan yang diambil yaitu terima Ho. Artinya produktivitas

kopi, produktivitas lahan, biaya usahatani, pendapatan kopi dan pendapatan lahan petani sertifikasi dan nonsertifikasi secara statistik tidak berbeda nyata. Namun hasil uji beda harga kopi, efisiensi biaya kopi dan efisiensi biaya lahan petani sertifikasi signifikan lebih tinggi dari petani nonsertifikasi. Hal ini terlihat dari nilai t hitung lebih besar dari t tabel sehingga keputusan yang diambil yaitu tolak Ho. Namun, harga kopi signifikan lebih tinggi hanya pada Tahun 2012,

sedangkan untuk efisiensi biaya kopi dan lahan petani sertifikasi signifikan lebih tinggi pada Tahun 2012 dan 2013.

Tabel 28. Hasil uji beda produktivitas, harga kopi, biaya usahatani, efisiensi biaya dan pendapatan usahatani kopi Tahun 2012-2014 di

Kecamatan Air Hitam Lampung Barat

Indikator Petani sertifikasi Petani nonsertifikasi t hitung

2012 2013 2014 2012 2013 2014 2012 2013 2014 1.Produktivitas (kg/ha) a.Produktivitas kopi 1.226 978 605 1.172 944 631 0,339 0,200 0,856 b.Produktivitas lahan 1.468 1.185 793 1.392 1.134 812 1,287 1,139 0,075 2.Harga kopi (Rp/kg) 14.567 17.367 19.533 14.067 16.95 19.133 1,885** 0,916 1,091 3.Biaya Usahatani (Rp/ha) a.Biaya Usahatani kopi 9.069.334 8.883.470 7.851.154 10.078.386 9.943.439 9.117.816 0,625 0,697 0,931 b. Biaya usahatani lahan 9.642.692 9.456.827 8.445.489 10.650.003 10.515.056 9.686.859 0,585 0,655 0,857 4.Efisiensi Biaya (Rp/kg) a. Efisiensi biaya kopi 8.14 10.063 16.386 10.62 13.123 20.231 1,904** 1,730** 0,973 b. Efisiensi biaya lahan 6.517 7.894 11.474 7.758 9.367 12.041 1,369* 1,376* 0,149 5. Pendapatan kopi (Rp/ha)

a. atas biaya total 8.970.729 7.879.351 4.107.180 7.266.499 7.229.828 4.141.259 0,826 0,387 0,050 b. atas biaya tunai 13.692.099 12.600.721 8.739.511 12.236.994 12.200.323 9.090.962 0,663 0,289 0,045 6. Pendapatan lahan

(Rp/ha)

a. atas biaya total 12.934.103 11.842.724 7.991.210 9.909.584 9.958.788 7.022.546 1,090 0,734 0,511 b. atas biaya tunai 18.046.186 16.954.808 13.018.854 15.270.921 15.320.125 12.380.171 0,934 0,621 0,382 Keterangan

t tabel (α=0,05, df=58): 1,671553 t tabel (α=0,10, df= 58): 1,296319 ** signifikan pada taraf kepercayaan 95% * signifikan pada taraf kepercayaan 90%

Hal ini menandakan bahwa pada tahun pertama dan kedua petani sertifikasi sudah menerima manfaat sertifikasi INOFICE berupa harga kopi yang lebih tinggi, efisiensi biaya kopi dan efisiensi biaya lahan. Adapun penyebab petani tidak merasakan manfaat sertifikasi di Tahun 2014 dikarenakan gagal panen akibat cuaca ekstrim. Cuaca ekstrim menyebabkan petani mengalami kerugian karena rendahnya produksi kopi sedangkan biaya yang dikeluarkan cukup besar. Pada tahun 2014 produksi kopi di Kecamatan Air Hitam mengalami penurunan yang disebabkan kegagalan pembungaan. Intensitas hujan yang lebih tinggi

menyebabkan bunga-bunga kopi rontok sehingga pembentukan buah kopi menurun. Penurunan produksi kopi ini mengakibatkan penurunan produktivitas kopi, produktivitas lahan serta pendapatan yang diterima petani sertifikasi dan nonsertifikasi.

1) Produktivitas

Penerapan usahatani kopi secara organik menyebabkan penurunan produksi kopi bagi petani sertifikasi. Penggunaan pupuk organik membutuhkan jangka waktu yang lama untuk meningkatkan produksi berbeda dengan pupuk kimia yang mempunyai efek yang cepat dalam meningkatkan produksi kopi. Selain itu, rata- rata petani sertifikasi mulai beralih ke usahatani kopi secara organik pada tahun 2010, sehingga perubahan dari usahatani kopi konvensional ke organik pada mulanya akan menurunkan produksi dan produksi akan kembali naik secara perlahan-lahan dalam jangka waktu yang cukup lama.

Produktivitas kopi juga sangat dipengaruhi oleh umur tanaman kopi.

Rata-rata umur tanaman kopi petani sertifikasi dan nonsertifikasi yaitu 20-30 tahun. Menurut Puslitkoka (ICCRI)produksi kopi optimal pada umur 20-30 tahun adalah 900 kg/ha. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 24, petani sertifikasi belum mampu mencapai produksi optimal kopi pada tanaman kopi berumur 20-30 tahun, sedangkan petani nonsertifikasi sudah mampu mencapai produktivitas optimal tersebut. Upaya yang dilakukan petani kopi untuk meningkatkan produksi kopi yaitu meregenerasi tanaman kopi dengan melakukan penyambungan batang kopi dan penyulaman.

Hal ini didukung penelitian Saragih (2013) mengenai dimensi sosial ekonomi dan lingkungan dalam produksi kopi arabika di Sumatera Utara yang menunjukkan bahwa produktivitas kopi arabika sertifikasi 8 % lebih rendah dibandingkan kopi konvensional. Namun harga kopi bersertifikasi yang diterima petani sedikit lebih tinggi (3,57 %) dari harga kopi konvensional, hal ini berarti petani sertifikasi di Sumatera utara sudah merasakan manfaat berupa perbedaan harga kopi sertifikasi dengan kopi konvensional.

Produktivitas lahan dipengaruhi oleh produktivitas kopi, tanaman tumpangsari dan tanaman naungan. Meskipun rata-rata produksi dan jumlah tanaman tumpangsari dan tanaman naungan petani sertifikasi lebih baik dibandingkan petani

nonsertifikasi namun hal ini belum mampu untuk meningkatkan produktivitas lahan. Hal ini menandakan bahwa peningkatan penerimaan dari tanaman tumpangsari dan tanaman naungan belum mampu menutupi peningkatan biaya usahatani pada lahan.

2) Harga Kopi

Harga suatu komoditas merupakan stimulus bagi petani dalam melakukan

usahatani, jika harga suatu komoditas menjanjikan maka petani akan tertarik untuk membudidayakan komoditas tersebut. Berdasarkan Tabel 28 rata-rata harga jual yang diterima petani sertifikasi Tahun 2012 yaitu Rp 14.567/kg sedangkan petani nonsertifikasi sebesar Rp 14.067/kg. Hasil uji beda menunjukkan bahwa harga kopi yang diterima petani sertifikasi pada Tahun 2012 signifikan lebih tinggi dari petani nonsertifikasi. Hal ini membuktikan bahwa pada tahun pertama sertifikasi INOFICE sudah memberikan manfaat berupa harga jual kopi yang lebih tinggi dari kopi anorganik. Namun, pada tahun kedua dan ketiga program sertifikasi belum memberikan manfaat harga premium, rata-rata harga yang diterima petani sertifikasi dan nonsertifikasi pada tahun kedua dan ketiga tidak berbeda. Hal ini didukung dengan hasil statistik uji beda t yang menunjukkan bahwa petani sertifikasi dan nonsertifikasi menerima harga jual yang sama. Pada tahun kedua dan ketiga berjalannya sertifikasi INOFICE belum memberikan perubahan yang berarti bagi petani sertifikasi. Harga premium atau premium price masih belum dapat dirasakan semua petani sertifikasi. Bahkan pada tahun kedua dan ketiga keuntungan yang diterima baik petani sertifikasi dan nonsertifikasi menurun karena penurunan produksi akibat cuaca ekstrim.

Harga jual kopi yang tidak berbeda disebabkan 70 persen petani sertifikasi menjual kopi kepada tengkulak sama seperti petani nonsertifikasi dengan harga yang sama dengan harga kopi biasa. Petani yang menjual kopi kepada tengkulak tidak mendapatkan harga berbeda atas usaha mereka melakukan usahatani kopi yang ramah lingkungan. Petani sertifikasi yang menjual kopi kepada gapoktan

memperoleh selisih harga lebih tinggi sebesar Rp 2000,00/kg dari harga kopi yang berlaku di daerah tersebut. Selisih harga sebesar Rp 2000,00 merupakan bentuk

premium fee yang diberikan atas usaha petani memelihara kopi secara organik sehingga turut menjaga kelestarian lingkungan. Namun karena keterbatasan modal gapoktan tidak dapat menampung seluruh hasil panen kopi petani

sertifikasi, sehingga premium fee ini belum bisa dirasakan semua petani sertifikasi. Gapoktan hanya dapat menampung kurang lebih 10 ton biji kopi dari keseluruhan panen kopi petani sertifikasi, sementara rata-rata jumlah panen kopi seluruh petani sertifikasi yaitu sebesar 29,20 ton. Sehingga petani sertifikasi menjual sisa panen kopi yang tidak dapat diserap gapoktan kepada tengkulak atau pengumpul dengan harga yang sama dengan kopi anorganik. Hal ini menandakan bahwa petani sertifikasi belum merasakan manfaat berupa peningkatan harga jual kopi dari adanya program sertifikasi.

3) Biaya Usahatani

Perhitungan uji beda biaya usahatani dilakukan untuk melihat apakah biaya yang usahatani yang dikeluarkan petani sertifikasi berbeda dengan biaya usahatani yang dikeluarkan petani nonsertifikasi. Biaya usahatani petani sertifikasi dan

nonsertifikasi secara statistik tidak berbeda nyata atau sama. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan usahatani kopi organik yang meminimumkan input dari luar belum mampu menurunkan biaya usahatani kopi, dengan kata lain sertifikasi INOFICE belum mampu memberikan manfaat berupa penurunan biaya produksi pada usahatani kopi.

4) Efisiensi Biaya

Pengukuran efisiensi biaya dilakukan untuk melihat besarnya biaya dikeluarkan untuk menghasilkan satu kilogram kopi. Semakin kecil biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu kilogram kopi maka semakin efisien.

Berdasarkan Tabel 28 pada Tahun 2012 dan 2013 rata-rata biaya yang dikeluarkan petani sertifikasi untuk menghasilkan satu kilogram kopi lebih rendah dari petani nonsertifikasi. Artinya rata-rata biaya yang dikeluarkan petani sertifikasi untuk menghasilkan satu kilogram kopi lebih efisien dari biaya yang harus dikeluarkan petani nonsertifikasi. Hal ini juga dibuktikan secara statistik bahwa efisiensi biaya kopi dan efisiensi biaya lahan petani sertifikasi signifikan lebih tinggi dari petani nonsertifikasi. Hasil penelitian ini menandakan bahwa sertifikasi INOFICE pada tahun pertama dan kedua sudah memberikan manfaat berupa peningkatan efisiensi biaya produksi kopi dan efisiensi biaya produksi lahan. Pada tahun 2014

sertifikasi organik INOFICE belum memberikan manfaat berupa peningkatan efisiensi biaya kopi dan efisiensi biaya lahan disebabkan karena gagal panen yang dialami petani. Produksi kopi yang dihasilkan petani Tahun 2014 benar-benar turun drastis, hal ini menyebabkan tingginya biaya produksi yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu kilogram kopi.

5) Pendapatan Kopi

Rata-rata pendapatan kopi petani sertifikasi dan nonsertifikasi tidak berbeda nyata. Besarnya nilai pendapatan kopi dipengaruhi oleh produktivitas dan biaya

usahatani, hasil uji beda pendapatan kopi sejalan dengan hasil uji beda

antara petani sertifikasi dan nonsertifikasi. Hal ini menyebabkan pendapatan kopi yang diterima petani baik sertifikasi maupun nonsertifikasi relatif sama. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa sertifikasi INOFICE belum dapat

meningkatkan pendapatan usahatani kopi bagi petani sertifikasi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Barham dan Weber (2012) mengenai keberlanjutan ekonomi sertifikasi kopi di Meksiko dan Peru. Penelitian ini menunjukkan bahwa pendapatan usahatani kopi petani sertifikasi organik di Mexico (Oaxaca dan Chiapas) (US$ 480.8) lebih rendah dibandingkan pendapatan petani sertifikasi RA (US$ 601) di Peru (Junin).

6) Pendapatan Lahan

Pada tahun pertama sampai tahun ketiga sertifikasi INOFICE belum memberikan manfaat berupa peningkatan pendapatan lahan bagi petani sertifikasi. Hal ini dibuktikan secara statistik bahwa rata-rata pendapatan lahan petani sertifikasi dan nonsertifikasi pada Tahun 2012-2014 tidak berbeda nyata. Hasil uji beda

pendapatan lahan petani sertifikasi dan nonsertifikasi ini sejalan dengan hasil uji beda produktivitas, biaya usahatani dan pendapatan kopi yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan. Penerapan usahatani kopi secara organik yang

menggunakan bahan-bahan alami dan meminimumkan penggunaan input dari luar belum mampu meningkatkan pendapatan lahan bagi petani. Hal ini menunjukkan bahwa sertifikasi INOFICE belum memberikan manfaat berupa pendapatan usahatani yang lebih tinggi bagi petani sertifikasi.

Secara keseluruhan sertifikasi INOFICE pada Tahun 2012-2014 belum

penurunan biaya usahatani, namun sertifikasi INOFICE sudah memberikan manfaat berupa peningkatan harga kopi pada tahun pertama serta efisiensi biaya kopi dan lahan pada tahun pertama dan kedua. Efisiensi biaya kopi dan lahan petani sertifikasi signifikan lebih tinggi dari petani nonsertifikasi. Hal ini membuktikan bahwa pengeluaran biaya usahatani kopi untuk menghasilkan satu kilogram kopi secara organik lebih efisien dari usahatani kopi konvensional. Hasil uji beda secara statistik menunjukkan bahwa produktivitas, biaya usahatani dan pendapatan petani sertifikasi dan nonsertifikasi selama Tahun 2012-2014 tidak berbeda. Salah satu upaya yang dapat dilakukan petani untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan lahan adalah dengan menanam tanaman naungan dan tumpangsari yang memiliki harga yang menjanjikan seperti tanaman lada, pisang, jengkol, petai, durian, nangka dan lainnya. Penanaman tanaman naungan dan tumpangsari yang bernilai ekonomi tinggi diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan lahan bagi petani kopi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Fort dan Ruben (2009) dan Oktami (2014). Penelitian Fort dan Ruben (2009) yang meneliti 180 petani sertifikasi kopi fair trade di Peru menunjukkan bahwa 12 % petani tidak mengetahui keberadaan harga premium fair trade dan 77 persen petani

menyatakan belum menerima manfaat dari adanya premium tersebut. Petani yang belum merasakan manfaat dari adanya harga premium fair trade di daerah Ubriki sebanyak 98 persen dan di daerah La florida sebanyak 48 persen. Sedangkan hasil penelitian Oktami (2014) menunjukkan bahwa Sertifikasi Rainforest Alliance (RA) belum dapat meningkatkan produktivitas kopi, efisiensi biaya kopi dan pendapatan kopi petani sertifikasi, namun sertifikasi RA memberikan manfaat

peningkatan produktivitas dan pendapatan lahan serta peningkatan kualitas dan pengontrolan biaya usahatani kopi bagi petani sertifikasi.

b. Manfaat Ekonomi Sertifikasi INOFICE (Rata-rata Selama Tahun 2012-2014)

Perhitungan manfaat sertifikasi INOFICE selain dilakukan per tahun juga dilakukan secara rata-rata atau keseluruhan selama tiga tahun terakhir. Adapun hasil uji beda rata-rata produktivitas, harga kopi, biaya usahatani, efisiensi biaya dan pendapatan disajikan dalam Tabel 29.

Tabel 29. Hasil uji beda produktivitas, harga kopi, biaya usahatani, efisiensi biaya dan pendapatan usahatani kopi (Rata-rata selama Tahun 2012-2014) di Kecamatan Air Hitam Lampung Barat

Indikator sertifikasi Petani Nonsertifikasi Petani

Uji beda t (df=58) t hitung (α=t tabel 0,05) (α=t tabel 0,10)

1. Produktivitas (kg/ha)

a. Produktivitas kopi 884,27 915,62 0,090

1,671553 1,296319 b. Produktivitas lahan 1148,66 1112,45 0,969

2. Harga kopi (Rp/kg) 17.155,56 16.716,67 1,554 3. Biaya Usahatani (Rp/ha)

a. Biaya Usahatani kopi 9.025.464,68 10.195.171,84 0,764 b. Biaya usahatani lahan 9.605.814,57 10.765.930,91 0,713 4. Efisiensi Biaya (Rp/kg)

a. Efisiensi biaya kopi 12.171,69 15.326,50 1,396* b. Efisiensi biaya lahan 9.029,24 10.156,95 0,860 5. Pendapatan kopi (Rp/ha)

a. atas biaya total 6.561.607,97 5.730.570,74 0,504 b. atas biaya tunai 11.677.443,98 11.176.093,29 0,345 6. Pendapatan lahan (Rp/ha)

a. atas biaya total 10.498.533,72 8.481.681,85 0,850

b. atas biaya tunai 16.006.615,99 14.323.739,05 0,682

Keterangan: * signifikan pada taraf kepercayaan 90%

Berdasarkan Tabel 29 nilai t hitung efisiensi biaya kopi lebih besar dari t tabel (α=0,10) sehingga keputusan yang diambil yaitu tolak Ho. Artinya efisiensi biaya

kopi petani sertifikasi signifikan lebih tinggi dari petani nonsertifikasi, sedangkan produktivitas, harga kopi, biaya usahatani, efisiensi biaya lahan dan pendapatan antara petani sertifikasi dan nonsertifikasi tidak berbeda nyata. Hal ini

ditunjukkan dari nilai t hitung yang lebih kecil dari t tabel (α=0,05 dan α=0,10) sehingga keputusan yang diambil yaitu terima Ho. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil uji beda manfaat ekonomi yang dilakukan per tahun yang

menunjukkan bahwa efisiensi biaya kopi dan lahan petani sertifikasi lebih tinggi dari petani nonsertifikasi. Hal ini membuktikan bahwa secara keseluruhan sertifikasi INOFICE sudah memberikan manfaat berupa biaya produksi per kilogram kopi yang lebih efisien bagi petani sertifikasi.

Berdasarkan hasil penelitian permasalahan utama pada pemasaran kopi organik yaitu harga kopi yang tidak berbeda dari kopi biasa. Premium price belum dapat dirasakan oleh semua petani sertifikasi. Aturan kepastian harga perlu ditegaskan dalam program sertifikasi sehingga petani dapat merasakan manfaat berupa harga yang lebih tinggi dari kopi biasa atas usahanya melakukan usahatani kopi yang berwawasan lingkungan. Oleh sebab itu diharapkan bagi pemerintah untuk segera merancang dan mengeluarkan aturan mengenai jaminan kepastian harga mengenai komoditas bersertifikat. Kebijakan ini ditujukan supaya petani yang sudah

mendapat sertifikasi mendapatkan harga yang lebih baik dari harga kopi biasa.

Selain itu, agar gapoktan dapat menampung seluruh panen kopi petani sertifikasi maka gapoktan perlu meningkatkan modal usaha. Rata-rata jumlah produksi kopi petani sertifikasi per tahun adalah ± 29,20 ton. Gapoktan membeli kopi dengan selisih harga Rp 2000,00 dari harga kopi di daerah penelitian. Upaya yang dapat

dilakukan gapoktan untuk meningkatkan modal adalah dengan menjalin kemitraan dengan lembaga pemasaran kopi seperti eksportir agar dapat menyerap seluruh hasil produksi kopi petani sertifikasi. Peningkatan modal usaha bagi gapoktan juga dapat melalui kemitraan dengan lembaga perbankan. Adanya kemitraan dengan lembaga perbankan diharapkan dapat membantu memberikan akses kredit bagi gapoktan dan kepada pemerintah daerah diharapkan dapat membantu

permasalahan modal bagi gapoktan untuk meningkatkan kapasitas gapoktan sebagai lembaga pemasaran dan agroindustri pengolahan.

c. Nilai Tambah (value added)

Kopi organik yang dihasilkan petani sertifikasi dijual kepada gapoktan dan pedagang pengumpul. 30 persen petani sertifikasi menjual kopi ke gapoktan dan sisanya 70 persen dijual kepada tengkulak. Kopi organik yang dijual ke gapoktan selanjutnya akan diolah menjadi kopi bubuk organik. Gapoktan hanya dapat mengolah 34,25 persen atau 10 ton biji kopi dari jumlah produksi petani

sertifikasi yang mencapai 29,20 ton. Pengolahan biji kopi organik menjadi kopi organik ini ditujukan untuk meningkatkan harga jual kopi organik. Adanya

pengolahan berupa perubahan bentuk dari biji kopi beras menjadi kopi bubuk akan memberikan nilai tambah yang pada akhirnya dapat memberikan keuntungan bagi petani. Keadaan ini berbeda dengan petani nonsertifikasi, kopi yang dihasilkan petani nonsertifikasi dijual kepada pedagang pengumpul dan tidak dilakukan pengolahan menjadi kopi bubuk seperti kopi organik.

Pengolahan biji kopi menjadi kopi bubuk dikelola oleh Gapoktan Hulu Hilir yang sudah berdiri sejak tahun 2005 namun untuk pengolahan kopi bubuk organik baru

dimulai pada tahun 2010. Kopi bubuk organik ini dipasarkan dengan nama ‘Kopi Hitam Organik Liwa’. Proses produksi kopi bubuk organik ini dilakukan setiap dua minggu sekali atau tiap bulan dilakukan dua kali proses produksi.

Adanya pengolahan kopi organik menjadi kopi bubuk ini memberikan manfaat berupa perekrutan masyarakat sekitar sebagai pekerja. Tenaga kerja pengolahan kopi bubuk organik berjumlah tiga orang. Tenaga kerja yang bertugas

menggoreng dan menggiling adalah satu orang, kemudian tenaga kerja yang bertugas sebagai pengemas berjumlah dua orang. Dalam satu kali pengolahan dibutuhkan 4,5 HOK. Upah yang diberikan kepada tenaga kerja adalah Rp

50.000/HOK, dimana 1 HOK sama dengan delapan jam kerja. Penggunaan tenaga kerja pada proses pengolahan kopi bubuk organik tersaji pada Tabel 30.

Tabel 30. Penggunaan tenaga kerja dalam pengolahan kopi bubuk organik per bulan

Kegiatan Tenaga kerja Upah

(Rp/HOK) Biaya TK JO LJK JH HOK Menggoreng 1 2 2 0,5 50.000 25.000 Menggiling 1 2 2 0,5 50.000 25.000 Packing 2 8 4 8 50.000 400.000 Jumlah 4 12 8 9 150.000 450.000

Berdasarkan Tabel 30 diketahui bahwa biaya tenaga kerja yang dikeluarkan dalam untuk pengolahan kopi per bulan yaitu Rp 450.000, biaya tenaga kerja yang dikeluarkan ini merupakan pendapatan yang diperoleh tenaga kerja dari kegiatan produksi kopi bubuk organik. Bila diakumulasikan selama setahun, tenaga kerja menerima pendapatan sebesar Rp 5.400.000. Hal ini berarti masyarakat sekitar yang menjadi pekerja telah menerima manfaat secara tidak langsung dari adanya program sertifkasi organik INOFICE. Program sertifikasi ini memberikan

lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar sebagai tenaga kerja pada proses produksi kopi bubuk organik. Hal ini sangat membantu masyarakat dalam menambah penghasilan dan mengurangi pengangguran di wilayah tersebut.

Pengolahan kopi bubuk organik ini dilakukan secara murni tanpa tambahan atau campuran bahan lain. Selain biji kopi, input lain yang mendukung pengolahan yaitu aluminium foil dan label untuk pengemasan serta solar sebagai bahan bakar. Penggunaan bahan baku penunjang pada produksi kopi bubuk organik tersaji pada Tabel 31.

Tabel 31. Penggunaan bahan baku penunjang produksi kopi bubuk organik per bulan

Bahan baku Jumlah Satuan Harga (Rp/satuan) Biaya (Rp)

Aluminium foil 6 Kg 55.000 330.000

Label 3.200 Buah 450 1.440.000

Solar 16 Liter 7.000 112.000

Jumlah 1.882.000

Input lain yang tak kalah penting dalam produksi kopi bubuk organik yaitu peralatan yang berupa mesin penyangrai, mesin penggiling, silker, dan blower. Bahan baku pendukung dan peralatan dalam perhitungan nilai tambah

digolongkan dalam dalam sumbangan input lain. Peralatan yang digunakan ini memiliki umur ekonomis atau jangka waktu pemakaian dan memiliki nilai penyusutan tiap tahun. Besarnya nilai penyusutan mesin per bulan tersaji pada Tabel 32.

Tabel 32. Penyusutan mesin pengolah dalam produksi kopi bubuk organik per bulan

Peralatan Tahun

beli Jumlah Harga Total biaya

Umur ekonomis Nilai penyusutan/ tahun Nilai penyusutan/ bulan Mesin penyangrai 2012 1 300.000.000 300.000.000 30 10.000.000 833.333,33 Mesin penggiling 2007 1 12.000.000 12.000.000 30 400.000 33.333,33 Silker 2007 1 5.000.000 5.000.000 25 200.000 16.666,67 Blower 2013 1 300.000.000 300.000.000 25 12.000.000 1.000.000 Jumlah 617.000.000 617.000.000 22.600.000 1.883.333,33

Analisis nilai tambah yang dilakukan menggunakan analisis nilai tambah metode Hayami. Hasil analisis nilai tambah metode hayami pengolahan kopi bubuk organik tersaji dalam Tabel 33.

Tabel 33. Hasil analisis nilai tambah pengolahan kopi bubuk organik dengan Metode Hayami (per bulan)

No Variabel Nilai Nilai kopi organik

Output, Input, Harga

1 Output/ total produksi (Kg / periode) A 640

2 Input bahan baku (Kg / periode) B 800

3 Input Tenaga kerja (HOK / periode) C 9,0

4 Faktor konversi (1) / (2) D = A / B 0,80

5 Koefesien tenaga kerja (3) / (2) E = C / B 0,01

6 Harga produk ( Rp / Kg) F 60.000

7 Upah rata-rata tenaga kerja per HOK ( Rp /HOK) G 50.000

Pendapatan dan Keuntungan

8 Harga input bahan baku ( Rp / Kg) H 20.000

9 Sumbangan input lain ( Rp / Kg) I 5.883,33

10 Nilai produk ( 4 ) x ( 6 ) ( Rp / Kg) J = D X F 48.000,00 11 a. Nilai tambah ( 10 ) - ( 8 ) – ( 9 ) ( Rp / Kg) K = J-H-I 22.116,67 b. Rasio nilai tambah (11a) / (10 ) ( % ) L % = ( K / J ) % 46,08 12 a. Pendapatan Tenaga kerja ( Rp / Kg) M = E x G 562,50 b. Imbalan tenaga kerja (12a) / (11a) ( % ) N % = ( M / K ) % 2,54 13 a. Keuntungan (11a) – ( 12a) ( Rp / Kg) O = K – M 21.554,17 b. Tingkat keuntungan (13a) / (10 ) ( % ) P % = ( O -J ) % 44,90

Balas Jasa Untuk Faktor produksi

14

Marjin ( 10 ) - ( 8 ) ( Rp / Kg) Q = J – H 28.000,00 a. Pendapatan tenaga kerja (12a) / (14 ) ( % ) R % = ( M / Q ) % 2,01 b. Sumbangan input lain ( 9 ) / (14 ) ( % ) S % = ( I / Q ) % 21,01 c. Keuntungan perusahaan (13a) / (14 ) ( % ) T % = ( O / Q ) % 76,98

Harga biji kopi organik yang digunakan sebagai bahan baku yaitu harga jual rata- rata ditingkat petani yaitu Rp 20.000,00 dan harga jual kopi bubuk organik yaitu Rp 60.000,00 per kilogram. Berdasarkan Tabel 33 jumlah output yang dihasilkan yaitu 640 kg kopi bubuk dari 800 kg biji kopi. Nilai faktor konversi dalam pengolahan ini yaitu 0,8, yang berarti setiap satu kilogram biji kopi organik akan menghasilkan 0,8 kg kopi bubuk organik. Nilai faktor konversi diperoleh dari dari perbandingan hasil output dengan jumlah input yang digunakan. Faktor koefisien tenaga kerja yang diperoleh yaitu 0,01, hal ini menunjukkan bahwa jumlah hari orang kerja yang dibutuhkan untuk mengolah satu kilogram biji kopi organik

Dokumen terkait