• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUKTUR DAN KOMPOSISI TUMBUHAN PAKU-PAKUAN DI KAWASAN HUTAN GUNUNG SINABUNG KABUPATEN KARO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUKTUR DAN KOMPOSISI TUMBUHAN PAKU-PAKUAN DI KAWASAN HUTAN GUNUNG SINABUNG KABUPATEN KARO"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

STUKTUR DAN KOMPOSISI TUMBUHAN PAKU-PAKUAN DI

KAWASAN HUTAN GUNUNG SINABUNG KABUPATEN KARO

Retno Widhiastuti1), T. Alief Aththorick1), dan Wina Dyah Puspita Sari2) 1

Departemen Biologi, FMIPA, Universitas Sumatera Utara, Jalan Bioteknologi No. 1, Padang Bulan, Medan 20155

2

Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Medan, Jalan Wiliem Iskandar, Medan Estate

Abstract

The aim of this study to know the structure and composition of ferns in Sinabung Mount forest. The research was conducted from Juli to December 2004. Sampling area was settled by using “Purposive Sampling Method” and data were collected with “Quadrat Method” on three area of different altitude (1450 – 1750 m; 1750 – 2050 m; and 2050 – 2450 m). The area size was 200 m by 5 m.

The result showed there were 44 species of ferns that include in 23 families and 32 genera. From 44 species of ferns, 19 species grouped as terrestrial ferns, 10 species as ephyfit ferns, and 15 species as terrestrial of ephyfit.

The structure of fern at location I and III was dominated by Cyathea borneensis with relative dominance value of 33.814% and 75.208%, respectively. Gleichennia lineralis dominated location III with relative dominance value of 44.872%.

Terresterial fern composition of location I was dominated by Selaginella wildenowii with relative density value of 21.201%, while location II and III were dominated by Gleichennia lineralis with relative density value of 77.209% and 40.678%, respectively. Ephyfit fern composition of location I was dominated by Asplenium nidus with relative density value of 60.914%, while location II was dominated by Davallia bullata with relative density value of 52.521%, and location III was dominated by Crypsinus stenophyllus with relative density value of 34.899%.

Keywords: ferns, structure and composition, Sinabung Mount forest

PENDAHULUAN

Tumbuhan paku merupakan tumbuhan kormophyta berspora yang dapat hidup di mana saja (kosmopolitan). Kelimpahan dan penyebaran tumbuan paku sangat tinggi terutama di daerah hujan tropis. Tumbuhan paku juga banyak terdapat di hutan pegunungan (Ewusie, 1990).

Tumbuhan paku mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, terutama pada keindahannya dan sebagai tanaman holtikultura. Menurut Polunin (1994) beberapa jenis Lycopodiinae yang suka panas digunakan sebagai tanaman hias dalam pot, dan paku kawat yang merayap digunakan dalam pembuatan karangan bunga. Sastrapradja et al. (1980) menyebutkan bahwa jenis paku juga dapat dimanfaatkan untuk sayuran dan obat-obatan tradisional. Tumbuhan paku khususnya Cyathea sp. mempunyai peranan yang sangat besar bagi keseimbangan ekosistem hutan antara lain sebagai pencegah erosi dan pengatur tata guna air.

Hutan Gunung Sinabung merupakan hutan hujan tropis yang terletak pada 03°11”- 03°12” BT dan 98°22”- 98°24” LU dengan

ketinggian ± 1400-2450 m di atas permukaan laut diperkirakan memiliki jenis-jenis tumbuhan paku yang dapat hidup khusus pada ketinggian tertentu. Keberadaan tumbuhan paku berdasarkan ketinggian di hutan Gunung Sinabung belum pernah dilaporkan. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui struktur dan komposisi tumbuhan paku-pakuan pada ketinggian yang berbeda.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai Desember 2004 di tiga lokasi dengan ketinggian yang berbeda pada hutan Gunung Sinabung. Lokasi I: 1450 – 1750 m dpl, lokasi II: 1750 – 2050 m dpl, dan lokasi III: 2050 – puncak (± 2450 m dpl). Penentuan petak contoh ditentukan secara purposive sampling. Petak contoh yang dibuat menggunakan metode kuadrat dengan ukuran 200 m x 5 m dan di dalamnya dibuat subpetak contoh sebanyak 40 buah berukuran 5 m x 5 m.

Jenis tumbuhan paku yang diperoleh diidentifikasi dengan bantuan pustaka, antara

(2)

lain: Taxonomy of Vascular Plants (Lawrence, 1958), Jenis Paku Indonesia (Sastrapradja et al., 1980), Ferns of Malaysia In Colour (Piggott, 1988), Comparative Morphology of Vascular

Plants (Foster and Gifford, 1967).

Data yang diperoleh dianalisis, dengan analisis sebagai berikut (Krebs, 1985):

a. Kerapatan Mutlak (KM) KM suatu jenis = contoh petak area luas Total contoh petak dalam individu Jumlah b. Kerapatan Relatif (KR) KR suatu jenis = jenis seluruh Kerapatan jenis suatu Kerapatan x 100% c. Frekuensi Mutlak (FM) FM suatu jenis = diamati yang subplot semua Jumlah jenis suatu berisi yang subplot Jumlah d. Frekuensi Relatif (FR) FR suatu jenis = jenis semua mutlak frekuensi Jumlah jenis suatu mutlak Frekuensi x 100%

e. Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR Pada tumbuhan paku teresterial yang berbentuk pohon dilakukan pengukuran luas tutupan tajuk dan analisis indeks nilai penting sebagai berikut:

f. Dominansi Mutlak (DM) DM suatu jenis = contoh petak luas Total tajuk penutup luas Total g. Dominansi Relatif (DR) DR suatu jenis = jenis seluruh Dominansi jenis suatu Dominansi x 100 %

Indeks Nilai Penting = KR + FR + DR HASIL DAN PEMBAHASAN

Kekayaan Jenis Tumbuhan Paku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada lokasi penelitian terdapat 44 jenis tumbuhan paku yang termasuk dalam 32 genera dan 23 famili seperti tercantum pada Tabel 1. Tumbuhan paku tersebut dapat dikelompokkan ke dalam 2 kelas yaitu kelas Lycopodiinae dengan 1 ordo Selaginellales dan 1 famili Selaginellaceae dan kelas Filicinae, dengan 2 ordo yaitu ordo Marattiales dengan 1

famili Marattiaceae dan ordo Filicales dengan 21 famili.

Ditinjau dari segi habitatnya, paku-pakuan tersebut terdiri atas 19 jenis paku-paku-pakuan teresterial, 10 jenis epifit, dan 15 jenis paku yang dapat hidup teresterial dan epifit yang tersebar pada tiga lokasi penelitian. Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa jumlah jenis tertinggi terdapat pada lokasi I (1450-1750 m dpl), yaitu 33 jenis yang terdiri dari 17 jenis teresterial, 6 jenis epifit, 10 jenis teresterial dan epifit, pada lokasi II (1750-2050 m dpl) 15 jenis yang terdiri dari 1 jenis teresterial, 6 jenis epifit, 8 jenis teresterial dan epifit dan terendah pada lokasi III (2050-2450 m dpl) yaitu 8 jenis paku-pakuan yang terdiri dari 2 jenis epifit, 6 jenis teresterial dan epifit.

Tingginya jenis paku-pakuan pada lokasi I kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor abiotik yang sesuai untuk kehidupan berbagai jenis paku. Pada lokasi tersebut, intensitas cahaya berkisar 162 lux dengan kelembaban udara rata-rata 91,8%. Sebaliknya pada lokasi III, di mana naungan pohon sudah jauh berkurang dengan intensitas cahaya rata-rata 1028 lux dan kelembaban udara sekitar 70,8% membuat jenis paku-pakuan menurun. Menurut Sastrapradja et

al. (1980), umumnya di daerah pegunungan,

jumlah jenis paku lebih banyak karena disebabkan oleh kelembaban yang lebih tinggi, banyaknya aliran air dan adanya kabut. Holdridge (1967) dalam Ewusie (1990) menunjukkan bahwa berkurangnya keanekaragaman dalam jumlah jenis dapat dikaitkan dengan meningkatnya ketinggian dan curah hujan yang berkurang.

Struktur Vegetasi Paku-Pakuan. Untuk mempelajari struktur suatu komunitas perlu diketahui karakter dari komunitas, yang dapat dinyatakan berupa karakter kualitatif, kuantitatif, dan sintesis. Salah satu karakter kuantitatif yang dapat diketahui adalah luas penutupan area seperti yang tercantum pada Tabel 2.

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai dominansi relatif tertinggi pada lokasi I dan II adalah C. borneensis dengan total luas penutup tajuk masing-masing sebesar 12,288 m2/1000 m2 (1,229%) dan 234,047 m2/1000 m2 (23,405%) dan pada lokasi III adalah Gleichenia linearis dengan total luas penutup tajuk sebesar 20,935 m2/1000 m2 (20,935%).

Penutupan tajuk C. borneensis pada lokasi I dan II mendominasi sebesar 33,814% dan 75,208%. C. borneensis yang terdapat pada

(3)

lokasi penelitian kebanyakan sudah dalam keadaan yang dewasa, sehingga memiliki tajuk yang besar. Menurut Piggot (1988), C.

borneensis banyak ditemukan di tengah-tengah

hutan pegunungan yang sedikit ternaungi. Selanjutnya Holttum (1968) menyatakan bahwa

C. borneensis dapat tumbuh baik dan menyukai

daerah yang tinggi.

Tingginya luas tutupan tajuk pada C.

borneensis disebabkan kemampuan jenis tersebut

untuk beradaptasi dan berkompetisi dengan jenis lainnya sehingga dapat menguasai kawasan penelitian dan faktor-faktor abiotik yang mendukung. Jenis yang dominan kendati tidak melimpah tapi mampu memanfaatkan faktor lingkungan dengan sebaik-baiknya hingga sangat berpengaruh dalam komunitas (Wirakusumah, 2003).

Komposisi Tumbuhan Paku. Pada suatu komunitas dapat dilihat adanya perbedaan jenis penyusun secara vertikal, seperti perbedaan bentuk hidup serta tingkatannya (Suin, 2002). Untuk mengetahui komposisi paku-pakuan, dapat dilihat berdasarkan keberadaaan dan jumlah individu suatu jenis yang menempati wilayah di hutan Gunung Sinabung (Tabel 3, 4, 5).

Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa pada lokasi I, Selaginella wildenowii memiliki nilai kerapatan relatif tertinggi yaitu sebesar 21,201%, diikuti oleh Cyathea borneensis, Diplazium

pallidum, Pteris venulosa dengan nilai kerapatan

relatif berturut-turut sebesar 20,495%, 18,375% dan 9,187%. Lokasi I banyak dijumpai jenis-jenis paku teresterial sehingga keberadaan S.

wildenowiii tidak begitu mencolok. Tingginya

nilai kerapatan relatif pada S. wildenowii disebabkan oleh banyaknya individu dari jenis ini bila dibandingkan dengan jenis lainnya yang terdapat pada lokasi penelitian dan seringkali S.

wildenowii membentuk belukar yang cukup lebat.

Pertumbuhan yang subur pada lokasi ini salah satunya juga disebabkan oleh faktor abiotik yang sesuai. Pada lokasi I, terdapat banyak pohon yang mempunyai tajuk yang cukup besar sehingga intensitas cahaya tidak terlalu tinggi yaitu rata-rata 162 lux. Keadaan ini diasumsikan dapat menyokong pertumbuhan jenis ini untuk dapat tumbuh dengan pesat.

Pada lokasi I untuk paku-pakuan epifit,

Asplenium nidus memiliki jumlah individu

terbanyak yaitu 120 individu/1000 m2 dengan nilai kerapatan relatif sebesar 60,914%. Perbedaan nilai kerapatan relatif A. nidus dibandingkan dengan nilai kerapatan relatif jenis lainnya sangat mencolok. Jenis yang memiliki

nilai kerapatan relatif tertinggi setelah A. nidus antara lain adalah Colysis macrophylla dan

Asplenium salignum yaitu berturut-turut sebesar

7,107% dan 6,599%. Jumlah individu A. nidus menguasai lebih dari 50% dari keseluruhan jumlah individu yang ada pada lokasi I. Hal ini disebabkan karena banyaknya terdapat pohon-pohon besar pada lokasi ini yang dapat menjadi tempat hidup bagi A. nidus, dan secara langsung mempengaruhi penyebaran spora yang lebih luas. Jumlah individu terendah pada lokasi I adalah

Asplenium scalare, Crypsinus stenophyllus, Ctenopteris contigua, Cyathea borneensis dan Diplazium angustipinna masing-masing sebanyak 1

jenis dengan nilai kerapatan relatif sebesar 0,508%. Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa komposisi paku-pakuan teresterial pada lokasi II terdapat 5 jenis dengan jumlah individu sebanyak 645 individu/1000 m2, sedangkan paku-pakuan epifit terdapat 13 jenis dengan jumlah individu 238 individu/1000 m2.

Rendahnya jumlah jenis pada lokasi ini kemungkinan disebabkan oleh adanya jenis yang mendominasi wilayah tersebut yaitu Gleichenia

linearis yang memiliki jumlah individu tertinggi

yaitu 498 individu/1000 m2 dengan nilai

kerapatan relatif sebesar 77,209%. Sehingga menyebabkan jenis-jenis lainnya sulit untuk tumbuh dan berkembang. Menurut Sastrapradja (1980), G. linearis bersifat seperti alang-alang yang akan dengan cepat menutupi tempat-tempat yang terbuka. Pada lokasi II yang berada pada ketinggian 1750-2050 m dpl sudah mulai jarang terdapat pohon-pohon bertajuk luas, sehingga cahaya matahari langsung mengenai isi hutan yaitu dengan intensitas cahaya rata-rata sebesar 309,2 lux. Adanya daerah kosong yang tidak terdapat pohon, menjadikan jenis G. linearis tumbuh dengan pesat. Ditambah lagi spora G.

linearis tidak mempunyai indusia sehingga

penyebaran dengan spora sangat mudah dilakukan.

Jenis paku-pakuan epifit yang memiliki nilai kerapatan relatif terbesar adalah Davallia

bullata sebesar 52,521% dengan jumlah individu

sebanyak 125 individu/1000 m2. Diikuti oleh

Crypsinus stenophyllus dengan nilai kerapatan

relatif sebesar 26,471%, Cyathea borneensis dan

Asplenium nidus dengan nilai kerapatan relatif

yang sama yaitu 6,723%. Banyaknya dijumpai jenis Davallia bullata ini disebabkan karena rhizom yang dimiliki jenis ini panjang dan menjalar pada tumbuhan yang ditumpanginya. Menurut Sastrapradja (1980), perbanyakan genus

(4)

ini juga banyak terdapat pada tempat-tempat yang terbuka seperti pada lokasi II. Pada lokasi II, jenis yang memiliki jumlah individu terkecil adalah Crypsinus enervis, Ctenopteris obliquata, dan Davallia trichomanoides masing masing juga sebanyak 1 jenis dengan nilai kerapatan relatif 0,420%

Pada lokasi III, komposisi tumbuahan paku teresterial tersusun atas 8 jenis dengan

jumlah individu 354 individu/1000 m2 dan

tumbuhan paku epifit terdiri dari 6 jenis dengan jumlah individu sebanyak 447 individu/1000 m2 (Tabel 5).

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa

Gleichenia linearis memiliki jumlah individu

terbanyak yaitu 144 individu/1000 m2 dengan nilai kerapatan relatif sebesar 40,678%. Diikuti oleh Blechnum vestitum, Dipteris conjugata, dan

Histiopteris insica dengan nilai kerapatan relatif

berturut-turut sebesar 36,441%, 8,757% dan 7,627%. G. linearis kebanyakan dijumpai pada ketinggian 2050-2250 m dpl, di mana pohon-pohon sudah semakin pendek dan jarang terdapat. Jenis paku-pakuan teresterial yang memiliki nilai kerapatan relatif terendah adalah Davallia bullata yaitu sebesar 0,282% sebanyak 1 individu..

Untuk paku-pakuan epifit pada lokasi III,

Crypsinus stenophyllus memiliki nilai kerapatan

relatif yang tertinggi yaitu 34,899% dengan jumlah individu 156 individu/1000 m2. C. enervis dan Blechnum vestitum juga memiliki nilai kerapatan relatif yang tinggi yaitu berturut-turut sebesar 26,174% dan 22,595%. Tingginya nilai kerapatan relatif pada C. stenophyllus disebabkan oleh adanya faktor-faktor abiotik yang sangat mendukung pertumbuhan dari jenis tersebut. Jenis dengan jumlah individu terendah terdapat pada Histiopteris insica sebanyak 5 jenis dengan nilai kerapatan relatif sebesar 1,119%. Menurut Suin (2002), organisme yang jarang kepadatannya dapat digunakan sebagai indikator keadaan lingkungan lokasi penelitian karena dapat memberikan gambaran kondisi fisik suatu habitat. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Paku Teresterial. Dari data yang telah dianalisis, diperoleh nilai kerapatan relatif, frekuensi relatif, dominansi relatif dan indeks nilai penting pada ketiga lokasi penelitian seperti yang dapat dilihat pada Tabel 6.

Pada lokasi I (Tabel 6) dapat dilihat bahwa jenis C. borneensis memiliki indeks nilai penting jenis tertinggi yaitu 74,944%. Tingginya nilai ini berasal dari kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi relatif yang nilai masing-masingnya sangat tinggi. Dengan demikian jenis

C. borneensis mempunyai peranan yang penting

dalam komunitas ini. Odum (1996) menyatakan

bahwa umumnya jenis yang dominan adalah jenis-jenis di dalam suatu komunitas dengan produktivitas yang besar dan sebagian besar mengendalikan arus energi.

Jenis yang memiliki nilai penting tertinggi pada lokasi II adalah G. linearis yaitu sebesar 130,950%. Tingginya nilai penting pada jenis ini disebabkan oleh rendahnya keberadaaan jenis paku-pakuan lainnya dan tingginya kerapatan relatif jenis ini di lokasi II, sehingga G.

linearis menjadi jenis yang dominan dan

mempunyai peranan yang penting dalam komunitas.

Lokasi III yang berada pada ketinggian 2050-2450 m dpl didominasi oleh jenis Blechnum

vestitum dengan indeks nilai penting sebesar

121,505%. Loveless (1989) menyatakan bahwa tumbuhan yang dominan mempunyai pengaruh yang besar terhadap habitat dan mendominasi atau merajai seluruh komunitas.

Bila dilihat dari nilai penting lima jenis yang tertinggi pada lokasi I, tidak terlalu tampak adanya perbedaan nilai yang cukup mencolok, sedangkan pada lokasi II dan III, nilai penting jenis yang tertinggi sangat berbeda jauh dengan nilai penting jenis lainnya. Hal ini disebabkan oleh dominansi suatu jenis yang cukup tinggi pada kedua lokasi tersebut. Faktor-faktor lingkungan seperti suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, kelembaban tanah dan intensitas cahaya sangat mempengaruhi pertumbuhan jenis paku-pakuan. Selain itu, morfologi dari jenis paku-pakuan seperti luas tutupan tajuk dapat meningkatkan nilai dominansi relatif jenis paku-pakuan tersebut.

Indeks Nilai Penting Paku- Pakuan Epifit. Indeks nilai penting tumbuhan paku hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.

Nilai penting tertinggi pada lokasi I adalah dari jenis A. nidus yaitu sebesar 109,562%. Sehingga dapat dikatakan bahwa lokasi I merupakan tempat hidup yang sesuai bagi jenis A. nidus dan jenis tersebut mempunyai peranan yang penting dalam komunitas. Pada lokasi II indeks nilai penting terdapat pada jenis

D. bullata menjadikan jenis ini memiliki nilai

penting tertinggi yaitu sebesar 87,369%, sedangkan pada lokasi III adalah Crypsinus

stenophyllus sebesar 67,332%. Kemudian diikuti

oleh jenis C. enervis dan Blechnum vestitum, yaitu berturut-turut sebesar 55,9046% dan 38,811%.

(5)

Tabel 1. Jenis paku-pakuan yang diperoleh pada ketiga lokasi penelitian di Hutan Gunung Sinabung No. Kelas Ordo Famili Jenis Lokasi

I II III 1 Lycopodiinae Selaginellales Selaginellaceae Selaginella wildenowii (Desv.)

Backer *

+ - -

2 Filicinae Marattiales Marattiaceae Angiopteris evecta Hoofm. * + - - 3 Filicales Adiantaceae Coniogramme fraxinea (Don.) Diels.

*

+ - -

4 Aspidiaceae Didymochlaena truncatula (Sw.)

J.Sm *

+ - -

5 Dryopteris sparsa (Don.) Kuntze * + - -

6 Lastreopsis munita (Mett.) Tindale * + - -

7 Aspleniaceae Asplenium nidus L. *** + + -

8 A. pellucidum Lam. * + - -

9 A. salignum Bl. *** + - -

10 A. scalare Rosenst. *** + - -

11 A. tenerum Forst. ** + - -

12 A. unilaterale Lam. * + - -

13 Athyriaceae Diplazium angustipinna Holtt. *** + - -

14 D. pallidum Bl. *** + - -

15 D. riparium Holtt. * + - -

16 Blechnaceae Blechnum vestitum (Bl.) Kuhn *** - + + 17 Cyatheaceae Cyathea borneensis Copel. *** + + + 18 Davalliaceae Davallia bullata Wall. *** - + +

19 D. trichomanoides Bl. ** - + -

20 Dennstaedtiaceae Microlepia speluncae (L.) Moore. * + - - 21 Dryopteridaceae Dictyodroma formosana Ching. *** + - -

22 Polystichum sp. * + - -

23 Gleicheniaceae Gleichenia linearis (Burm.) * - + + 24 Grammitidaceae Ctenopteris contigua (Forst.) Holtt.

**

+ - -

25 C. obliquata (Bl.) Copel. ** + + -

26 Hymenophylaceae Trichomanes maximum Bl. * + - - 27 Hypolepidaceae Histiopteris insica (Thunb.) J. Sm * - - + 28 Lindsaeaceae Lindsaea malayensis Holtt. *** - + - 29 Lomariopsidaceae Elaphoglossum callifolium (Bl.)

Moore **

- + -

30 Nephrolepidaceae Arthropteris tenela (Forst. F.) J. Sm ex Hook. f. *

+ - -

31 Nephrolepis biserrata (Sw.) Schott * + - -

32 Polypodiaceae Colysis macrophylla (Bl.) Presl *** + - -

33 Crypsinus enervis (Cav.) Copel. *** - + +

34 C. stenophyllus (Bl.) Holtt. *** + + +

35 C. wrayi (Baker) Copel. * + - -

36 Dipteris conjugata Reinw. *** - - +

37 Polypodium persicifolium (Desv.)

Presl **

+ - -

38 P. prainii Bedd. ** - + -

39 Plagiogyriaceae Plagiogyria glauca (Blume.) Mett. * + - - 40 Pteridaceae Pteris venulosa Bl. *** + + - 41 Thelypteridaceae Cyclosorus extensus (Bl.) Ching. * + - - 42 Vittariaceae Antrophyum callifolium Bl. ** + - -

43 Vittaria angustifolia Bl. ** - + -

44 V. ensiformis Sw. ** + + -

Keterangan: Lokasi I : 1450-1750 m dpl * : Teresterial + : ditemukan II : 1750-2050 m dpl ** : Epifit - : tidak ditemukan III : 2050-2450 m dpl *** : Teresterial dan epifit

(6)

Tabel 2. Nilai dominansi relatif pada ketiga lokasi penelitian No . Jenis I II III LPT (m2) DR (%) LPT (m2) DR (%) LPT (m2) DR (%)

1 Angiopteris evecta Hoofm. 0,453 1,247 - - - -

2

Arthropteris tenela (Forst. F.) J. Sm ex Hook.

f. 0,452 1,244 - - - -

3 Asplenium nidus L. 5,784 15,9162 - - - -

4 A. pellucidum Lam. 2,038 5,608 - - - -

5 A. salignum Bl. 0,113 0,311 - - - -

6 A. scalare Don. Subsp 0,28 0,771 - - - -

7 A. unilaterale Lam 0,182 0,501 - - - -

8 Blechnum vestitum(Bl.) Kuhn - - 2,660 0,8553

16,97

3 36,3802

9 Colysis macrophylla (Bl.) Presl 0,031 0,085 - - - -

10 Coniogramme fraxinea (Don.) Diels 0,031 0,085 - - - -

11 Crypsinus enervis (Cav.) Copel - - - - 0,307 0,658

12 C. stenophyllus (Bl.) Holtt - - 1,927 0,619 0,247 0,529

13 C. wrayi (Baker) Copel 0,122 0,336 - - - -

14 Cyathea borneensis Copel

12,28 8 33,8141 234,04 7 75,208 1 0,661 1,417

15 Cyclosorus extensus (Bl.) Ching. 0,317 0,872 - - - -

16 Davallia bullata Wall - - - - 0,02 0,043

17 Dictyodroma formosana Ching. 1,415 3,894 - - - -

18 Didymochlaena truncatula Sw. J. Sm 0,322 0,886 - - - -

19 Diplazium angustipinna 0,842 2,317 - - - -

20 D. pallidum Bl. 3,655 10,0583 - - - -

21 D. riparium Holtt 0,096 0,264 - - - -

22 Dipteris conjugata Reinw. - - - - 3,319 7,114

23 Dryopteris sparsa (Don.) Kuntze 0,015 0,041 - - - -

24 Gleichenia linearis (Burm.) - - 72,400

23,265

2 20,93

5 44,8721

25 Histiopteris insica (Thumb.) J. Sm - - - - 4,193 8,9873

26 Lastreopsis munita (Mett.) Tindale. 0,808 2,223 - - - -

27 Lindsaea malayensis Holtt - - 0,162 0,052 - -

28 Microlepia speluncae (L.) Moore. 0,488 1,343 - - - -

29 Nephrolepis biserrata (Sw.) Schott 1,018 2,801 - - - -

30 Plagiogyria glauca (Blume.) Mett. 0,298 0,820 - - - -

31 Polystichum sp 1,374 3,781 - - - -

32 Pteris venulosa Bl. 2,094 5,762 - - - -

33 Selaginella wildenowii (Desv.) Backer 1,733 4,769 - - - -

34 Trichomanes maximum Blume 0,091 0,250 - - - -

Total

100,00

0 99,999

100,00 0 Keterangan: LPT : Luas penutup tajuk (m2)

(7)

Tabel 3. Komposisi paku-pakuan pada lokasi I

No. Teresterial

Jenis Jumlah Individu KR (%)

1 Selaginella wildenowii (Desv.) Backer 60 21,201

2 Cyathea borneensis Copel 58 20,495

3 Diplazium pallidum Bl. 52 18,375

4 Pteris venulosa Bl. 26 9,187

5 Nephrolepis biserrata (Sw.) Schott 17 6,007

6 Polystichum sp 11 3,887

7 Asplenium nidus L. 8 2,827

8 Dictyodroma formosana Ching. 7 2,473

9 A. pellucidum Lam. 6 2,120

10 Microlepia speluncae (L.) Moore. 6 2,120

11 Asplenium scalare Don. Subsp 5 1,767

12 Lastreopsis munita (Mett.) Tindale. 5 1,767

13 Arthropteris tenela (Forst. F.) J. Sm ex Hook. f. 4 1,413

14 Diplazium angustipinna 4 1,413

15 Asplenium unilaterale Lam 2 0,707

16 Plagiogyria glauca (Blume.) Mett. 2 0,707

17 Angiopteris evecta Hoofm. 1 0,353

18 Asplenium salignum Bl. 1 0,353

19 Colysis macrophylla (Bl.) Presl 1 0,353

20 Coniogramme fraxinea (Don.) Diels 1 0,353

21 Crypsinus wrayi (Baker) Copel 1 0,353

22 Cyclosorus extensus (Bl.) Ching. 1 0,353

23 Didymochlaena truncatula Sw. J. Sm 1 0,353

24 Diplazium riparium Holtt 1 0,353

25 Dryopteris sparsa (Don.) Kuntze 1 0,353

26 Trichomanes maximum Blume 1 0,353

Total 283 100,000

Epifit

1 Asplenium nidus L. 120 60,914

2 Colysis macrophylla (Bl.) Presl 14 7,107

3 Asplenium salignum Bl. 13 6,599

4 Dictyodroma formosana Ching. 10 5,076 5 Polypodium persicifolium Desv. 10 5,076 6 Vittaria ensiformis Sw. 10 5,076 7 Asplenium tenerum Forst. 6 3,046 8 Ctenopteris obliquata (Bl.) Copel 3 1,523 9 Antrophyum callifolium Bl. 2 1,015 10 Crypsinus wrayi (Baker) Copel 2 1,015

11 Diplazium pallidum Bl. 2 1,015

12 Asplenium scalare Don. Subsp 1 0,508 13 Crypsinus stenophyllus (Bl.) Holtt 1 0,508 14 Ctenopteris contigua (Forst.) Holtt 1 0,508

15 Cyathea borneensis Copel 1 0,508

16 Diplazium angustipinna 1 0,508

Total 197 100.000

(8)

Tabel 4. Komposisi paku-pakuan pada lokasi II

No. Teresterial

Jenis Jumlah Individu KR (%)

1 Gleichenia linearis (Burm.) 498 77,209

2 Cyathea borneensis Copel 95 14,729

3 C. stenophyllus (Bl.) Holtt 26 4,031

4 Blechnum vestitum(Bl.) Kuhn 23 3,566

5 Lindsaea malayensis Holtt 3 0,465

Total 645 100,000

Epifit

1 Davallia bullata Wall 125 52,521

2 Crypsinus stenophyllus (Bl.) Holtt 63 26,471

3 Asplenium nidus L. 16 6,723

4 Cyathea borneensis Copel 16 6,723

5 Polypodium prainii Bedd. 6 2,521

6 Elaphoglossum callifolium (Bl.) Moore 3 1,261

7 Lindsaea malayensis Holtt 2 0,840

8 Vittaria ensiformis Sw. 2 0,840

9 Crypsinus enervis (Cav.) Copel 1 0,420

10 Ctenopteris obliquata (Bl.) Copel 1 0,420

11 Davallia trichomanoides Bl. 1 0,420

12 Pteris venulosa Bl. 1 0,420

13 Vittaria angustifolia Bl. 1 0,420

Total 238 100,000

Tabel 5. Komposisi paku-pakuan pada lokasi III

Teresterial

No. Jenis Jumlah Individu KR (%)

1 Gleichenia linearis (Burm.) 144 40,678 2 Blechnum vestitum(Bl.) Kuhn 129 36,441 3 Dipteris conjugata Reinw. 31 8,757 4 Histiopteris insica (Thumb.) J. Sm 27 7,627 5 Crypsinus enervis (Cav.) Copel 10 2,825 6 C. stenophyllus (Bl.) Holtt 6 1,695

7 Cyathea borneensis Copel 6 1,695

8 Davallia bullata Wall 1 0,282

Total 354 100,000

Epifit

1 Crypsinus stenophyllus (Bl.) Holtt 156 34,899 2 C. enervis (Cav.) Copel 117 26,174 3 Blechnum vestitum (Bl.) Kuhn 101 22,595 4 Dipteris conjugata Reinw. 61 13,647

5 Cyathea borneensis Copel 7 1,566

6 Histiopteris insica (Thumb.) J. Sm 5 1,119

(9)

Tabel 6. Indeks nilai penting paku-pakuan teresterial pada ketiga lokasi penelitian

No. Jenis KR (%) FR (%) DR (%) INP (%)

Lokasi I

1 Cyathea borneensis Copel 20,495 20,635 33,814 74,944

2 Diplazium pallidum Bl. 18,375 19,841 10,058 48,274

3 Selaginella wildenowii (Desv.) Backer 21,201 6,349 4,769 32,319

4 Pteris venulosa Bl. 9,187 11,905 5,762 26,854

5 Asplenium nidus L. 2,827 3,968 15,916 22,711

6 Nephrolepis biserrata (Sw.) Schott 6,007 7,937 2,801 16,745

7 Polystichum sp 3,887 5,556 3,781 13,223

8 Dictyodroma formosana Ching. 2,473 3,968 3,894 10,336

9 Asplenium pellucidum Lam. 2,120 1,587 5,608 9,316

10 Diplazium angustipinna 1,413 3,175 2,317 6,905

11 Lastreopsis munita (Mett.) Tindale. 1,767 1,587 2,223 5,578

12 Microlepia speluncae (L.) Moore. 2,120 1,587 1,343 5,050

13 Asplenium scalare Don. Subsp 1,767 1,587 0,771 4,125

14 Arthropteris tenela (Forst. F.) J. Sm ex Hook. f. 1,413 0,794 1,244 3,451

15 Angiopteris evecta Hoofm. 0,353 0,794 1,247 2,394

16 Plagiogyria glauca (Blume.) Mett. 0,707 0,794 0,820 2,320

17 Didymochlaena truncatula Sw. J. Sm 0,353 0,794 0,886 2,033

18 Cyclosorus extensus (Bl.) Ching. 0,353 0,794 0,872 2,019

19 Asplenium unilaterale Lam 0,707 0,794 0,501 2,001

20 Crypsinus wrayi (Baker) Copel 0,353 0,794 0,336 1,483

21 Asplenium salignum Bl. 0,353 0,794 0,311 1,458

22 A. riparium Holtt 0,353 0,794 0,264 1,411

23 Trichomanes maximum Blume 0,353 0,794 0,250 1,397

24 Colysis macrophylla (Bl.) Presl 0,353 0,794 0,085 1,232

25 Coniogramme fraxinea (Don.) Diels 0,353 0,794 0,085 1,232

26 Dryopteris sparsa (Don.) Kuntze 0,353 0,794 0,041 1,188

Total 100,000 100,000 100,000 300,000

Lokasi II

1 Gleichenia linearis (Burm.) 77,209 30,476 23,265 130,950

2 Cyathea borneensis Copel 14,729 33,333 75,208 123,270

3 Blechnum vestitum (Bl.) Kuhn 3,566 22,857 0,855 27,278

4 Crypsinus stenophyllus (Bl.) Holtt 4,031 10,476 0,619 15,126

5 Lindsaea malayensis Holtt 0,465 2,857 0.052 3,374

Total 100,000 100,000 99,999 299,99 Lokasi III

1 Blechnum vestitum (Bl.) Kuhn 36,441 48,684 36,380 121,505

2 Gleichenia linearis (Burm.) 40,678 13,158 44,872 98,708

3 Dipteris conjugata Reinw. 8,757 17,105 7,114 32,976

4 Histiopteris insica (Thumb.) J. Sm 7,627 6,579 8,987 23,193

5 Crypsinus enervis (Cav.) Copel 2,825 5,263 0,658 8,746

6 Cyathea borneensis Copel 1,695 3,947 1,417 7,059

7 Crypsinus stenophyllus (Bl.) Holtt 1,695 3,947 0,529 6,172

8 Davallia bullata Wall 0,282 1,316 0,043 1,641

(10)

Tabel 7. Indeks nilai penting paku-pakuan epifit pada ketiga lokasi penelitian

No. Jenis KR (%) FR (%) INP (%)

Lokasi I

1 Asplenium nidus L. 60,914 48,649 109,562

2 A. salignum Bl. 6,599 10,811 17,410

3 Vittaria ensiformis Sw. 5,076 10,811 15,887

4 Colysis macrophylla (Bl.) Presl 7,107 5,405 12,512

5 Polypodium persicifolium Desv. 5,076 5,405 10,482

6 Dictyodroma formosana Ching. 5,076 2,703 7,779

7 Asplenium tenerum Forst. 3,046 1,351 4,397

8 Antrophyum callifolium Bl. 1,015 2,703 3,718

9 Diplazium pallidum Bl. 1,015 2,703 3,718

10 Ctenopteris obliquata (Bl.) Copel 1,523 1,351 2,874

11 Crypsinus wrayi (Baker) Copel 1,015 1,351 2,367

12 Asplenium scalare Don. Subsp 0,508 1,351 1,859

13 Crypsinus stenophyllus (Bl.) Holtt 0,508 1,351 1,859

14 Ctenopteris contigua (Forst.) Holtt 0,508 1,351 1,859

15 Cyathea borneensis Copel 0,508 1,351 1,859

16 Diplazium angustipinna 0,508 1,351 1,859

Total 100,000 100,000 200,000

Lokasi II

1 Davallia bullata Wall 52,521 34,848 87,369

2 Crypsinus. Stenophyllus (Bl.) Holtt 26,471 25,758 52,228

3 Asplenium nidus L. 6,723 15,152 21,874

4 Cyathea borneensis Copel 6,723 9,091 15,814

5 Polypodium prainii Bedd. 2,521 1,515 4,036

6 Lindsaea malayensis Holtt 0,840 3,030 3,871

7 Elaphoglossum callifolium (Bl.) Moore 1,261 1,515 2,776

8 Vittaria ensiformis Sw. 0,840 1,515 2,355

9 Crypsinus enervis (Cav.) Copel 0,420 1,515 1,935

10 Ctenopteris obliquata(Bl.) Copel 0,420 1,515 1,935

11 Davallia trichomanoides Bl. 0,420 1,515 1,935

12 Pteris venulosa Bl. 0,420 1,515 1,935

13 Vittaria angustifolia Bl. 0,420 1,515 1,935

Total 100,000 100,000 200,000

Lokasi III

1 Crypsinus stenophyllus (Bl.) Holtt 34,899 32,432 67,332

2 C. enervis (Cav.) Copel 26,174 29,730 55,904

3 Blechnum vestitum (Bl.) Kuhn 22,595 16,216 38,811

4 Dipteris conjugata Reinw. 13,647 13,514 27,160

5 Cyathea borneensis Copel 1,566 5,405 6,971

6 Histiopteris insica (Thumb.) J. Sm 1,119 2,703 3,821

Total 100,000 100,000 200,000

DAFTAR PUSTAKA

Ewusie, J. Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Penerjemah Usman Tanuwidjaja. Penerbit ITB, Bandung. hlm. 249, 273.

Foster, A. S. and E. M. Gifford, Jr. 1967. Comparative Morphology of Vascular Plants. Second Indian edition. Vaklis, Feffer and Simons Private Ltd., Bombay. pp. 31-35.

Holttum, R. E. 1968. A Revised Flora of Malaya. Vol. II. Fern of Malaya. Government

Printing Office, Singapore. pp. 115-212, 299-349.

Krebs, C. J. 1985. Experimental Analysis of Distribution and Abudance. Harper and Row Publisher, Philadelphia. pp. 23

Lawrence, G. H. M. 1951. Taxonomy of Vascular Plants. The Macmillan Company, New York. pp. 334-348.

Loveless, A. R. 1989. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik 2. Penerjemah: Kuswata Kartawinata, Sarkat

(11)

Danimiharja dan Usep Soetisna. PT. Gramedia, Jakarta. hlm. 79-86.

Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ecology. W. B Saunder Company, London. pp. 295-298.

Polunin, N. 1994. Pengantar Geografi Tumbuhan Dan Beberapa Ilmu Serumpun. Penerjemah: Prof. Ir. Gembong Tjitrosoepomo. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. hlm. 531.

Sastrapradja, S., J. J. Afriastini, D. Darnaedi dan Elizabeth. 1980. Jenis Paku Indonesia. Lembaga Biologi Nasional, Bogor. hlm. 7-11, 59, 77.

Wirakusumah, S. 2003. Dasar-dasar Ekologi Bagi Populasi dan Komunitas. Edisi pertama. Universitas Indonesia Press, Jakarta. hlm.110-111.

Gambar

Tabel 1. Jenis paku-pakuan yang diperoleh pada ketiga lokasi penelitian di Hutan Gunung Sinabung  No
Tabel 2. Nilai dominansi relatif pada ketiga lokasi penelitian  No .     Jenis    I II III LPT  (m2) DR  (%) LPT (m2) DR  (%) LPT (m2) DR  (%)
Tabel 3. Komposisi paku-pakuan pada lokasi I
Tabel 4. Komposisi paku-pakuan pada lokasi II
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ini menunjukkan bahwa Ho ditolak yang berarti daya tanggap secara parsial memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan dengan

Hasil analisis menunjukkan peran domestik suami merupakan faktor risiko terjadinya anemia kehamilan trimester III dengan nilai OR sebesar 2,489 (1,071<

Pencatatan aset barang menggunakan Excel memiliki keterbatasan-keterbatasan antara lain: (1) tiadanya record menyangkut detil aset seperti spesifikasi, tanggal pengadaan,

Leigh (2009) menjelaskan, saat pembicara berkomunikasi di depan orang banyak, hal utama yang harus diperhatikan adalah menciptakan atau mewujudkan pengaruh

kanal telah ditelaah. Data panen pada setiap bulan telah direview dan ditemui bahwa panen dilakukan hampir setiap hari dengan aktifitas 24 jam. Kolam pengendapan perlu

Google Sketch Up merupakan aplikasi berbasis desain gambar yang mudah dan cukup powerfull, dibalik tool yang sederhana ternyata software ini bisa dibandingkan dengan software

7.500 merupakan harga yang adil karena harga tersebut masih berada pada harga yang wajar, dimana pedagang yang menjual bensin sudah mendapatkan bayaran atas tenaga yang mereka

Untuk menentukan solusi numerik dari sebuah masalah nilai batas yang terdefinisi dalam suatu domain  menggunakan metode elemen hingga, maka akan dilakukan