• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

15   

2.1 Bank Syariah

2.1.1 Tinjauan Umum Bank Syariah

Definisi Bank secara umum menurut UU No. 21 Tahun 2008 Pasal 1 butir 2 yaitu “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam meningkatkan taraf hidup rakyat”. Definisi Bank Syariah dijelaskan dalam UU No. 21 Tahun 2008 Pasal 1 butir 7 yang menyatakan, “Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah”. Prinsip Syariah dalam UU No. 21 Tahun 2008 pasal 1 butir 12 menyatakan, “Prinsip Syariah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah”.

Prinsip utama operasional bank yang berdasarkan pada prinsip syariah adalah hukum islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Kegiatan operasional bank harus memperhatikan perintah dan larangan dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul Muhammad SAW (Budisantoso dan Nuritomo, 2015: 207).

(2)

2.1.2 Tujuan dan Fungsi Bank Syariah

Seperti Perbankan Konvensional, Perbankan Syariah memiliki tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan operasionalnya. Tujuan Perbankan Syariah menurut UU No. 21 Tahun 2008 Pasal 3 yaitu, “Perbankan Syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan Nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.”

Fungsi dari perbankan syariah menurut UU No. 21 Tahun 2008 Pasal 4 yaitu:

1. Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.

2. Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.

3. Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).

4. Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3)

2.1.3 Kegiatan Bank Syariah

Berdasarkan UU No.21 Tahun 2008 Pasal 19 Ayat 1, Kegiatan usaha Bank Umum Syariah meliputi:

a. Menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

b. Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

c. Menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;

d. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad istishna, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;

e. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;

f. Menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahhiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;

(4)

g. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

h. Melakukan usaha kartu debit dan atau/ kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;

i. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah;

j. Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia;

k. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah;

l. Melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu Akad yang berdasarkan Prinsip Syariah;

m. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah;

n. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;

o. Melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah; p. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip

(5)

q. Melakukan kegiatan lain yang lazim digunakan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau UUS dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah (UU No. 21 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 13).

2.1.4 Pembiayaan Bank Syariah 2.1.4.1 Pengertian Pembiayaan

Pengertian pembiayaan menurut Kasmir (2014: 85) adalah:

Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Sedangkan pengertian pembiayaan secara syariah dijelaskan dalam UU No. 21 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat 1 butir 25, yaitu:

Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:

a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam

bentuk ijarah muntahhiya bittamlik;

c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna;

d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan

e. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

(6)

2.1.4.2 Jenis-Jenis Pembiayaan Bank Syariah

Berdasarkan pengertian bank syariah dalam UU No. 21 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat 1 butir 25, pembiayaan bank syariah terbagi dalam beberapa transaksi, antara lain:

1. Transaksi Bagi Hasil a. Mudharabah

Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal (shabibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian keuntungan (Sutedi: 2009: 70).

b. Musyarakah

Musyarakah merupakan suatu bentuk organisasi usaha di mana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha, dengan proporsi sama atau tidak sama (Sutedi: 2009: 81).

2. Transaksi Sewa a. Ijarah

Ijarah adalah kegiatan penyewaan suatu barang dengan imbalan pendapatan sewa (Sutedi, 2009: 103).

b. Ijarah Muntahhiya Bittamlik

Antonio (2011: 108) mengatakan, “al-ijarah al-muntahia bit-tamlik (IMB) adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa.”

(7)

3. Transaksi Jual Beli a. Murabahah

Murabahah adalah akad jual beli antara dua belah pihak,dimana pembeli dan penjual menyepakati harga jual, yang terdiri atas harga beli ditambah ongkos pembelian dan keuntungan bagi penjual (Sutedi, 2009: 95).

b. Salam

Salam adalah transaksi jual beli, di mana barangnya belum ada, sehingga barang yang menjadi objek transaksi tersebut diserahkan secara tangguh. Dalam transaksi ini, bank menjadi pembeli dan nasabah menjadi penjual (Sutedi, 2009: 100).

c. Istishna

Istishna adalah pembelian barang melalui pesanan dan dapat dilakukan proses untuk pembuatannnya sesuai dengan pesanan pembeli dan pembayaran dilakukan di muka sekaligus atau secara bertahap (Sutedi, 2009: 102).

4. Transaksi Pinjam Meminjam a. Qardh

Qardh adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang meminjamkan yang mewajibkan peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu (Sutedi: 2009: 110).

(8)

2.1.4.3 Pembiayaan Murabahah

2.1.4.3.1 Pengertian Pembiayaan Murabahah

Menurut Antonio (2011: 101), “Bai’ al-Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.” Antonio menambahkan, “Dalam jual beli jenis ini, penjual harus memberitahu harga barang yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya”. Bai’ adalah mengambil sesuatu dan memberikan sesuatu yang lain. Kata bai’ berasal dari kata al-bai’u yang berarti depa, karena kedua belah pihak yang melakukan jual-beli saling mengulurkan depanya untuk mengambil dan memberi. Adapun secara istilah, bai’ bermakna pertukaran harta dengan harta yang lain dengan tujuan kepemilikan (Asy-Syubaili, 2011: 3).

Pengertian pembiayaan murabahah terdapat dalam PBI No. 13/13/PBI/2011 Pasal 1 butir 7 yang menyatakan bahwa:

Pembiayaan berdasarkan akad murabahah, yang selanjutnya disebut Pembiayaan murabahah, adalah Pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih tinggi sebagai keuntungan yang disepakati.

Dalam murabahah, penjualan dapat dilakukan secara tunai atau kredit (pembayaran tangguh). Penjual dapat meminta uang muka pembelian kepada pembeli sebagai bukti keseriusannya ingin membeli barang tersebut (Nurhayati dan Wasilah, 2013: 175).

(9)

2.1.4.3.2 Dasar Hukum Murabahah

Menurut Antonio (2011: 102) landasan syariah yang dapat dijadikan rujukan dasar akad murabahah adalah:

a. Al-Qur’an

“…Allah SWT telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba…” (QS. al-Baqarah: 275)

b. Al-Hadits

Dari Suhaib ar-rumi r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dan tepunguntuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah)

2.1.4.3.3 Jenis Pembiayaan Murabahah

Menurut Nurhayati dan Wasilah (2013: 177), terdapat dua jenis pembiayaan Murabahah, yaitu:

1. Murabahah dengan pesanan

Dalam murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan barang dari pembeli. Murabahah dengan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya. Bersifat mengikat berarti pembeli harus membeli barang yang dipesannya dan tidak dapat membatalkan pesanannya.

2. Murabahah tanpa pesanan

(10)

2.1.4.3.4 Skema Pembiayaan Murabahah

Untuk lebih memahami konsep pembiayaan murabahah, penulis mencantumkan skema Akad murabahah dalam pembiayaan pada gambar berikut.

Sumber: Antonio (2011: 107)

Gambar 2.1

Skema Pembiayaan Murabahah

2.1.4.4 Pembiayaan Mudharabah

2.1.4.4.1 Pengertian Pembiayaan Mudharabah

Menurut Antonio (2011: 95) pengertian al-mudharabah adalah “Akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shabibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola”. Mudharib merupakan pihak yang diberi amanah untuk melaksanakan usaha, ia diharapkan dapat mengelola modal yang ada untuk menghasilkan laba tanpa menyimpang dari syariat Islam.

1. Negosiasi dan Persyaratan NASABAH  SUPLIER  PENJUAL BANK

2. Akad Jual Beli

6. Bayar

3.  Beli Barang  4. Kirim

5. Terima Barang dan Dokumen

(11)

Pengertian mudharabah menurut PSAK No. 105 yang menyatakan bahwa: Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.

Pengertian pembiayaan mudharabah terdapat dalam PBI No. 13/13/PBI/2011 Pasal 1 butir 5 yang menyatakan bahwa:

Pembiayaan berdasarkan akad mudharabah, yang selanjutnya disebut Pembiayaan Mudharabah, adalah Pembiayaan dalam bentuk kerja sama suatu usaha antara Bank yang menyediakan seluruh modal dan nasabah yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengankesepakatan yang dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh Bank kecuali jika nasabah melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.

Kepercayaan merupakan unsur terpenting dalam mudharabah, yaitu kepercayaan dari pemilik dana kepada pengelola dana. Oleh karena kepercayaan merupakan unsur terpenting dalam mudharabah, maka mudharabah dalam istilah bahasa inggris disebut trust financing (Nurhayati dan Wasilah, 2013: 128).

2.1.4.4.2 Dasar Hukum Mudharabah

Menurut Antonio (2011: 95), dasar hukum mudharabah dalam Al-Qur’an mencerminkan anjuran kepada umat Islam untuk melakukan usaha . Anjuran tersebut tampak dalam ayat-ayat berikut ini.

“… dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT…” (QS. al-Muzzammil: 20)

“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT…” (QS. al-Jumu’ah: 10)

“Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu…” (QS. al-Baqarah: 198)

(12)

Antonio menambahkan, “Yang menjadi argumen dari surat al-Muzzammil: 20 adalah adanya kata yadhribun, yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha”. Antonio menambahkan, “Surat al-jumu’ah: 10 dan al-Baqarah: 198 sama-sama mendorong kaum muslimin untuk melakukan perjalanan usaha.”

2.1.4.4.3 Jenis Pembiayaan Mudharabah

Menurut Nurhayati dan Wasilah (2013: 130), jenis pembiayaan mudharabah antara lain:

1. Mudharabah Muthlaqah

Mudharabah Muthlaqah adalah mudharabah di mana pemilik dananya memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya. Modal yang ditanamkan tetap tidak boleh digunakan untuk membiayai proyek atau investasi yang dilarang oleh Islam.

2. Mudharabah Muqayyadah

Mudharabah Muqayyadah adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola antara lain mengenai dana, lokasi, cara/objek investasi atau sektor usaha.

3. Mudharabah Musytarakah

Mudharabah Musytarakah adalah mudharabah di mana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi.

(13)

2.1.4.4.4 Skema Pembiayaan Mudharabah

Aplikasi pembiayaan mudharabah dalam perbankan digambarkan dalam skema berikut ini.

Sumber: Antonio (2011: 98)

Gambar 2.2

Skema Pembiayaan Mudharabah Nasabah (Mudharib) PERJANJIAN BAGI HASIL Bank (shahibul Maal) PROYEK / USAHA PEMBAGIAN KEUNTUNGAN MODAL Keahlian / Keterampilan Modal 100 % Nisbah X % Nisbah Y % Pengambilan Modal Pokok

(14)

2.1.4.5 Pembiayaan Musyarakah

2.1.4.5.1 Pengertian Pembiayaan Musyarakah

Pengertian musyarakah menurut Antonio (2011: 90) adalah:

Akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/ expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

Pengertian musyarakah menurut PSAK No. 106 yaitu:

Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas atau aset non kas yang diperkenankan oleh syariah.

Pengertian pembiayaan musyarakah terdapat dalam PBI No. 13/13/PBI/2011 Pasal 1 butir 6 yang menyatakan bahwa:

Pembiayaan berdasarkan akad musyarakah, yang selanjutnya disebut Pembiayaan Musyarakah, adalah Pembiayaan dalam bentuk kerja sama antara Bank dengan nasabah untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing.

Dalam musyarakah, mitra dan bank sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu, baik yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya, mitra dapat mengembalikan modal tersebut berikut bagi hasil yang telah disepakati secara bertahap atau sekaligus kepada bank. Secara spesifik, bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepeneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment) atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthness), dan

(15)

barang barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang, dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentuk kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel (Sutedi, 2009: 82).

2.1.4.5.2 Dasar Hukum Musyarakah

Menurut Antonio (2011: 91), ayat-ayat Al-Qur’an yang mendasari perserikatan dalam musyarakah adalah:

“… maka mereka berserikat pada sepertiga…” (QS. an-Nisa’: 12)

“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh.” (QS. as-Shaad: 24)

Antonio menambahkan, kedua ayat di atas menunjukkan perkenaan dan pengakuan Allah SWT akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam surat an-Nisa’ perkongsian (perserikatan) terjadi secara otomatis (jabr) karena waris, sedangkan dalam surat as-Shaad: 24 terjadi atas dasar akad (ikhtiyari).

2.1.4.5.3 Jenis Pembiayaan Musyarakah

Berdasarkan PSAK dalam Nurhayati dan Wasilah (2013: 154), jenis pembiayaan musyarakah antara lain:

1. Musyarakah Permanen

Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan saat akad dan jumlahnya tetap hingga masa akad.

(16)

2. Musyarakah Menurun/Musyarakah Mutaqanisah

Musyarakah menurun adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut menjadi pemilik penuh usaha musyarakah tersebut.

2.1.4.5.4 Skema Pembiayaan Musyarakah

Secara umum, aplikasi pembiayaan musyarakah dalam perbankan dapat dilihat pada skema berikut.

Sumber: Antonio (2011: 94)

Gambar 2.3

Skema Pembiayaan Musyarakah Nasabah Parsial: Asset Value Bank Syariah Parsial Pembiayaan

Bagi hasil keuntungan sesuai porsi kontribusi modal

(nisbah) KEUNTUNGAN PROYEK USAHA

(17)

2.1.4.6 Pembiayaan Ijarah

2.1.4.6.1 Pengertian Pembiayaan Ijarah

Pengertian ijarah menurut Antonio (2011: 117) adalah “Akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri”. Sedangkan menurut PSAK No. 107, “Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.”

Pengertian pembiayaan ijarah terdapat dalam PBI No. 13/13/PBI/2011 Pasal 1 butir 10 yang menyatakan bahwa:

Pembiayaan berdasarkan akad ijarah, yang selanjutnya disebut Pembiayaan Ijarah, adalah Pembiayaan dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.

Ijarah mewajibkan pemberi sewa untuk menyediakan aset yang dapat digunakan atau dapat diambil manfaat darinya selama periode akad dan memberikan hak kepada pemberi sewa untuk menerima upah sewa (ujrah). Apabila setelah akad terdapat kerusakan sebelum digunakan dan sedikit pun waktu belum berlalu maka akad dapat dikatakan batal (Nurhayati dan Wasilah, 2013: 232).

Sutedi (2009: 103) menjelaskan bahwa secara prinsip, ijarah sama dengan transaksi jual beli, hanya saja yang menjadi objek dalam transaksi ini adalah dalam bentuk manfaat. Sutedi menambahkan, Pada akhir masa sewa, dapat saja diperjanjikan bahwa barang yang diambil manfaatnya selama masa sewa akan dijualbelikan antara bank dan nasabah yang menyewa (ijarah muntahhiya

(18)

bittamlik). Perpindahan hak milik objek sewa kepada penyewa dalam ijarah muntahhiyah bittamlik dapat dilakukan dengan:

1. Hibah.

2. Penjualan sebelum akad berakhir sebesar harga yang sebanding dengan sisa cicilan sewa.

3. Penjualan pada akhir masa sewa dengan pembayaran tertentu yang disepakati pada awal akad.

4. Penjualan secara bertahap sebesar harga yang disepakati dalam akad.

2.1.4.6.2 Dasar Hukum Ijarah

Menurut Antonio (2011: 118), ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan dasar ijarah adalah:

“Dan, jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (QS. al-Baqarah: 233).

Antonio menambahkan, yang menjadi dalil dari ayat tersebut adalah ungkapan “Apabila kamu memberikan pembayaran yang patut”. Ungkapan tersebut menunjukkan adanya jasa yang diberikan berkat kewajiban membayar upah (fee) secara patut. Dalam hal ini termasuk di dalamnya jasa penyewaan atau leasing.

(19)

2.1.4.6.3 Jenis Pembiayaan Ijarah

Berdasarkan PSAK 107 dalam Nurhayati dan Wasilah (2013: 234), Jenis pembiayaan ijarah yang dikenal secara luas yaitu:

1. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset atau jasa, dalam waktu tertentu dengan pembayaran upah atau sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas aset itu sendiri.

2. Ijarah muntahhiya bit Tamlik adalah ijarah dengan wa’ad perpindahan aset yang diijarahkan pada saat tertentu.

2.1.4.6.4 Skema Pembiayaan Ijarah

Secara umum, aplikasi perbankan dari ijarah dapat digambarkan dalam skema berikut ini.

Sumber: Antonio (2011: 119)

Gambar 2.4

Skema Pembiayaan Ijarah PENJUAL SUPLIER NASABAH BANK SYARIAH OBJEK SEWA B. Milik A. Milik 2. Beli Objek Sewa 3 Sewa Beli 1. Pesan Objek Sewa

(20)

2.1.5 Pendapatan Bank Syariah 2.1.5.1 Pengertian Pendapatan

Pengertian pendapatan menurut PSAK No. 23 paragraf 07 yaitu:

Pendapatan adalah arus kas masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama periode bila arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal

Sedangkan menurut Antonio (2011: 204) pengertian pendapatan yaitu: Pendapatan adalah kenaikan laba kotor dalam aset atau penurunan dalam liabilitas atau gabungan dari keduanya selama periode yang dipilih oleh pernyataan pendapatan yang berakibat dari investasi, perdagangan, memberikan jasa atau aktivitas lain yang bertujuan meraih keuntungan. Pendapatan diakui hanya jika kemungkinan besar manfaat ekonomik sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir ke entitas. Akan tetapi, jika ketidakpastian timbul atas kolektibilitas jumlah yang telah termasuk dalam pendapatan, maka jumlah yang tidak tertagih atau jumlah pemulihan yang kemungkinannya tidak lagi besar diakui sebagai beban, bukan sebagai penyesuaian terhadap jumlah pendapatan yang diakui semula (PSAK No. 23 paragraf 22).

2.1.5.2 Sumber Pendapatan Bank Syariah

Menurut PSAK No. 23, pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari pelaksanaan aktivitas entitas yang normal dan dikenal dengan sebutan yang berbeda, seperti penjualan, penghasilan jasa, bunga, dividen, royalti, dan sewa. Berdasarkan UU No.21 Tahun 2008 Pasal 19 Ayat 1, kegiatan usaha bank syariah yakni menghimpun dana, menyalurkan dana, dan melayani jasa lainya.

(21)

Dari kegiatan usaha tersebut bank syariah mendapatkan penghasilan (income) berupa margin keuntungan, bagi hasil, dan fee (ujrah). Imbalan tersebut diperoleh bank syariah dari kegiatan usaha berupa pembiayaan (Wangsawidjaja, 2012: 78). Orientasi pembiayaan yang diberikan bank syariah adalah untuk mengembangkan dan atau meningkatkan pendapatan nasabah dan bank syariah (Muhamad, 2004: 7).

2.1.5.3 Pendapatan Margin Murabahah

Pendapatan margin murabahah adalah pendapatan margin yang sudah menjadi hak bank karena jatuh temponya angsuran piutang. PAPSI 2013 tidak membedakan antara pendapatan margin murabahah yang sudah berwujud kas maupun belum. Keduanya digabung dalam satu rekening, yaitu pendapatan margin murabahah (Yaya et al, 2014: 175).

Menurut Muthaher (2012: 68), pembayaran angsuran oleh nasabah dimungkinkan terjadinya keterlambatan. Ada beberapa kondisi yang terjadi yaitu:

1. Pembayaran angsuran sesuai tangal jatuh tempo.

2. Pembayaran angsuran setelah tanggal jatuh tempo tanpa dikenakan denda. 3. Pembayaran angsuran setelah jatuh tempo dikenakan denda.

2.1.5.4 Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah

Menurut Salman (2012: 227), pendapatan bagi hasil mudharabah diakui pada saat penerimaan dan pengakuan pendapatan atas bagi hasil yang menjadi hak bagi pemilik dana. Menurut Wiroso (2011: 352), pengakuan pendapatan bagi hasil

(22)

mudharabah diatur dalam PSAK 105 tentang akuntansi mudharabah sebagai berikut:

1. Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati.

2. Pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dan pengelola dana. Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha.

3. Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang.

2.1.5.5 Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah

Menurut Yaya et al (2014: 141), pendapatan usaha pembiayaan musyarakah diakui sebesar bagian mitra pasif sesuai kesepakatan. Pengakuan pendapatan usaha musyarakah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi pendapatan usaha dari catatan akuntansi mitra aktif atau pengelola usaha yang dilakukan secara terpisah.

Hasil usaha musyarakah dibagi sesuai nisbah yang telah disepakati pada awal akad, dan bagi hasil yang diterima diakui sebagai pendapatan bagi hasil musyarakah. Sesuai karakternya hasil musyarakah baru diketahui setalah usaha berjalan dan sesuai realisasinya (Wiroso, 2011: 419).

(23)

2.1.5.6 Pendapatan Sewa Ijarah

Menurut Wiroso (2011: 480), “Pendapatan ijarah merupakan pendapatan sewa yang diterima dari nasabah (penyewa)”. Menurut Salman (2012: 279), pendapatan sewa diakui pada saat diterima pembayaran sewa sebesar jumlah yang disepakati dalam akad. Berdasarkan PSAK No. 107, pendapatan sewa selama masa akad diakui pada saat manfaat atas aset telah diserahkan pada penyewa.

Jika manfaat telah diserahkan tapi perusahaan belum menerima uang, maka akan diakui sebagai piutang pendapatan sewa ijarah dan diukur sebesar nilai yang dapat direalisasikan (Nurhayati dan Wasilah, 2013: 240).

2.1.6 Laporan Keuangan Bank Syariah

Pengertian laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan tahun 2015 yaitu:

Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu entitas yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomik.

Berdasarkan Peraturan OJK No. 6 tahun 2015, Laporan Keuangan Bank Syariah yang lengkap terdiri dari :

1. Laporan Posisi Keuangan (Neraca);

2. Laporan laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain; 3. Laporan Perubahan Ekuitas;

4. Laporan Arus Kas;

5. Laporan Distribusi Bagi Hasil;

(24)

7. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan; 8. Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat; dan 9. Catatan Atas Laporan Keuangan.

2.1.7 Analisis Rasio Keuangan

Analisis rasio keuangan adalah salah satu metode yang paling sering digunakan untuk menganalisis prestasi usaha suatu perusahaan. Analisis ini didasarkan pada data-data historis yang tersaji dalam laporan keuangan, baik neraca, laporan laba rugi, maupun laporan arus kas (Gumanti, 2011: 111).

Menurut Sutrisno (2012: 212) analisis rasio keuangan adalah:

Menghubungkan elemen-elemen yang ada pada laporan keuangan seperti elemen-elemen dari berbagai aktiva satu dengan lainnya, elemen-elemen pasiva yang satu dengan lainnya, elemen aktiva dengan pasiva, elemen-elemen neraca dengan dengan elemen-elemen-elemen-elemen laporan rugi/laba.

Menurut Fahmi (2011: 109), manfaat yang dapat diambil dengan dipergunakannya rasio keuangan yaitu:

a. Analisis rasio keuangan sangat bermanfaat untuk dijadikan sebagai alat menilai kinerja dan prestasi perusahaan.

b. Analisis rasio keuangan sangat bermanfaat bagi pihak manajemen sebagai rujukan untuk membuat perencanaan.

c. Analisis rasio keuangan dapat dijadikan sebagai alat untuk mengevaluasi kondisi suatu perusahaan dari perspektif keuangan.

d. Analisis rasio keuangan juga bermanfaat bagi para kreditur dapat digunakan untuk memperkirakan potensi risiko yang akan dihadapi

(25)

dikaitkan dengan adanya jaminan kelangsungan pembayaran bunga dan pengembalian pokok pinjaman.

e. Analisis rasio keuangan dapat dijadikan sebagai penilaian bagi pihak stakeholder organisasi.

Menurut Martono dan Agus (2010: 53), terdapat empat jenis rasio keuangan yang dapat digunakan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan. Keempat rasio keuangan tersebut adalah:

1. Rasio Likuiditas. 2. Rasio Aktivitas. 3. Rasio Leverage. 4. Rasio Profitabilitas.

2.1.7.1 Profitabilitas

Salah satu tujuan didirikannya perusahaan adalah memperoleh laba (profit). Oleh karena itu wajar apabila profitabilitas menjadi perhatian utama para investor dan analis. Tingkat profitabilitas yang konsisten akan menjadi tolak ukur bagaimana perusahaan tersebut mampu bertahan dalam bisnisnya. Beberapa pihak lebih suka menggunakan istilah rentabilitas dibanding profitabilitas. karakteristik profitabilitas itu sendiri bervariasi di antara berbagai perusahaan. Profitabilitas yang tinggi menarik pemain lain untuk memasuki bisnis tersebut (Prihadi, 2010: 138).

Menurut Prihadi (2010: 138), profitabilitas adalah “Kemampuan menghasilkan laba”. Pengertian profitabilitas Menurut Hanafi (2012: 42), yaitu

(26)

profitabilitas adalah “Kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu”. Di lain pihak, Gitman (2009: 639) berpendapat bahwa “Profitability is the relationship between revenue, and costs generated by using the firm’s assets both current and fixed in productive activities”, artinya yaitu suatu hubungan antara pendapatan dan biaya-biaya yang dihasilkan dengan penggunaan aset lancar dan tetap dalam aktivitas produktif.

Menurut Pandia (2012: 71), penilaian profitabilitas bank dapat dilihat dari komponen berikut:

a. Return on assets (ROA) b. Return On Equity (ROE) c. Net Interest Margin (NIM)

d. Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)

2.1.7.2 Return On Assets

Menurut Hanafi (2012: 42), “Rasio return on assets adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset yang tertentu”. Sedangkan menurut Sutrisno (2012: 222) return on assets (ROA) adalah “Ukuran kemampuan perusahaan dan menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan”.

Surat Edaran Otoritas Jasa keuangan Nomor 10/SEOJK.03/2014 menyebutkan bahwa ROA dapat diukur melalui perbandingan antara laba sebelum pajak terhadap rata-rata total aset, seperti yang dituangkan dalam rumus berikut:

Return On Assets (ROA) = Laba Sebelum Pajak

(27)

Hanafi (2012: 42) mengatakan, “Rasio yang tinggi menunjukkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan aset, yang berarti semakin baik”. Dengan kata lain, return on assets digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dengan memanfaatkan aset yang dimilikinya. Semakin besar ROA, berarti semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai dari semakin baiknya posisi bank dari segi penggunaan aset (Rivai et al, 2013: 481).

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Hasil Penelitian Terdahulu

NO PENELITI JUDUL HASIL

1 Muhammad Bustomi Emha (2014) Analisis Pengaruh Pembiayaan Mudharabah,

Musyarakah, dan Ijarah

terhadap Kemampulabaan Bank Muamalat di

Indonesia

Hasil pengujian menunjukkan bahwa pembiayaan musyarakah,

mudharabah, dan ijarah secara

parsial dan simultan berpengaruh terhadap kemampulabaan Bank muamalat. 2 Reinissa R. D. P (2015) Pengaruh Pembiayaan Mudharabah, Musyarakah, dan Murabahah terhadap Profitabilitas Bank Syariah Mandiri Tbk.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembiayaan

mudharabah tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA, pembiayaan

musyarakah berpengaruh signifikan terhadap ROA, dan

pembiayaan murabahah berpengaruh signifikan terhadap ROA. 3 Russely Inti Dwi Permata, Fransisca Yaningwati, dan Zahroh Z.A (2014) Analisis Pengaruh Pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah terhadap

Tingkat Profitabilitas (Studi Pada Bank Umum Syariah yang Terdaftar Di

Bank Indonesia Periode 2009-2012)

Hasil penelitian menunjukkan pembiayaan mudharabah memberikan pengaruh negatif

dan signifikan terhadap tingkat profitabilitas. Pembiayaan musyarakah memberikan pengaruh positif

dan signifikan terhadap tingkat profitabilitas secara

(28)

NO PENELITI JUDUL HASIL

Secara simultan, pembiayaan mudharabah dan musyarakah

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat

profitabilitas.

2.3 Kerangka Pemikiran

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam meningkatkan taraf hidup rakyat (UU No. 21 Tahun 2008 Pasal 1 butir 2). Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (UU No. 21 Tahun 2008 Pasal 1 butir 7).

Berdasarkan UU No.21 Tahun 2008 Pasal 19 Ayat 1, Kegiatan usaha Bank Umum Syariah yakni menghimpun dana, menyalurkan dana, dan melayani jasa lainya. Dalam bank syariah untuk penyaluran dananya kita kenal dengan istilah pembiayaan (Kasmir, 2014: 247). Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (Kasmir, 2014: 85). Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat 1 butir 25, pembiayaan bank syariah terbagi dalam beberapa transaksi, antara lain transaksi bagi hasil, sewa, jual beli, dan pinjam meminjam.

(29)

Transaksi bagi hasil dilakukan dengan pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shabibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (Antonio, 2011: 95). Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/ expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan (Antonio, 2011: 90).

Transaksi sewa dilakukan dengan pembiayaan ijarah. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri (Antonio, 2011: 117). Pada akhir masa sewa, dapat saja diperjanjikan bahwa barang yang diambil manfaatnya selama masa sewa akan dijualbelikan antara bank dan nasabah yang menyewa (ijarah muntahhiya bittamlik)  (Sutedi, 2009: 103).

Salah satu pembiayaan dalam transaksi jual beli adalah pembiayaan murabahah. Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam jual beli jenis ini, penjual harus memberitahu harga barang yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya (Antonio, 2011: 101).

Tujuan utama perusahaan adalah memperoleh laba. Laba atau profit dapat tercipta bila diperoleh pendapatan (Hadiwidjaja dan Wirasasmita, 2000: 139). Bank memperoleh keuntungan dari upayanya mengelola dana pihak ketiga

(30)

(Muhamad, 2004: 57). Dari kegiatan usaha tersebut bank syariah mendapatkan penghasilan (income) berupa margin keuntungan, bagi hasil, dan fee (ujrah). Imbalan tersebut diperoleh bank syariah dari kegiatan usaha berupa pembiayaan (Wangsawidjaja, 2012: 78). Orientasi pembiayaan yang diberikan bank syariah adalah untuk mengembangkan dan atau meningkatkan pendapatan nasabah dan bank syariah (Muhamad, 2004: 7). Dengan diperolehnya pendapatan dari pembiayaan yang disalurkan, diharapkan profitabilitas bank akan membaik, yang tercermin dari perolehan laba yang meningkat (Firdaus dan Ariyanti, 2009: 7).

Profitabilitas adalah kemampuan menghasilkan laba (Prihadi, 2010: 138). Rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas dalam penelitian ini adalah return on assets. Return on assets digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dengan memanfaatkan aset yang dimilikinya. Semakin besar ROA, berarti semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai dari semakin baiknya posisi bank dari segi penggunaan aset (Rivai et al, 2013: 481).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Reinissa R. D. P (2015) menunjukkan bahwa pembiayaan mudharabah tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA, pembiayaan musyarakah berpengaruh signifikan terhadap ROA, dan pembiayaan murabahah berpengaruh signifikan terhadap ROA.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Dwi Permata, Yaningwati, dan Zahroh Z.A (2014) menunjukkan bahwa pembiayaan mudharabah memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat profitabilitas, sedangkan pembiayaan musyarakah memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat

(31)

profitabilitas secara parsial, Secara simultan, pembiayaan mudharabah dan musyarakah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat profitabilitas.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Busthomi Emha (2014) menunjukkan bahwa pembiayaan musyarakah, mudharabah, dan ijarah secara parsial dan simultan berpengaruh terhadap kemampulabaan Bank Muamalat.

Dalam penelitian ini, Pembiayaan murabahah adalah sebagai variabel tidak terikat 1 (X1), pembiayaan mudharabah adalah sebagai variabel tidak terikat 2 (X2), Pembiayaan musyarakah adalah sebagai variabel tidak terikat 3 (X3), Pembiayaan ijarah adalah sebagai variabel tidak terikat 4 (X4) dan profitabilitas (return on assets) adalah sebagai variabel terikat (Y). Skema hubungan antara pembiayaan murabahah, mudharabah, musyarakah, dan ijarah terhadap profitabilitas adalah sebagai berikut.

(32)

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak Diteliti

Gambar 2.5

Skema Kerangka Pemikiran

Laba Aset Transaksi Sewa Transaksi Bagi Hasil Transaksi Pinjam Meminjam Transaksi Jual Beli Pembiayaan

Menghimpun Dana Menyalurkan Dana Melayani jasa Lainnya Pendapatan Margin Murabahah Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah Pendapatan Sewa Ijarah Pembiayaan Murabahah (X1) Pembiayaan Mudharabah (X2) Pembiayaan Ijarah (X4) Pembiayaan Musyarakah (X3) Return On Asset Profitabilitas (Y)

(33)

Gambar 2.6

Bagan Paradigma Konseptual Penelitian

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori, penelitian terdahulu dan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan, maka penulis mengajukan hipotesis penelitian sebagai berikut.

Secara Parsial :

H10 : Tidak terdapat pengaruh antara Pembiayaan Murabahah terhadap Profitabilitas Bank BJB Syariah Tahun 2011-2014.

H1a: Terdapat pengaruh antara Pembiayaan Murabahah terhadap Profitabilitas Bank BJB Syariah Tahun 2011-2014.

H20 : Tidak terdapat pengaruh antara Pembiayaan Mudharabah terhadap Profitabilitas Bank BJB Syariah Tahun 2011-2014.

H2a: Terdapat pengaruh antara Pembiayaan Mudharabah terhadap Profitabilitas Bank BJB Syariah Tahun 2011-2014.

Pembiayaan Mudharabah (X2) Pembiayaan Musyarakah (X3) Pembiayaan Ijarah (X4) Profitabilitas (Y)

(34)

H30 : Tidak terdapat pengaruh antara Pembiayaan Musyarakah terhadap Profitabilitas Bank BJB Syariah Tahun 2011-2014.

H3a: Terdapat pengaruh antara Pembiayaan Musyarakah terhadap Profitabilitas Bank BJB Syariah Tahun 2011-2014.

H40: Tidak terdapat pengaruh antara Pembiayaan Ijarah terhadap Profitabilitas Bank BJB Syariah Tahun 2011-2014.

H4a: Terdapat pengaruh antara Pembiayaan Ijarah terhadap Profitabilitas Bank BJB Syariah Tahun 2011-2014.

Secara Simultan :

H50: Tidak terdapat pengaruh antara Pembiayaan Murabahah,

Mudharabah, Musyarakah, dan Ijarah terhadap Profitabilitas Bank BJB Syariah Tahun 2011-2014.

H5a : Terdapat pengaruh antara Pembiayaan Murabahah, Mudharabah,

Musyarakah, dan Ijarah terhadap Profitabilitas Bank BJB Syariah Tahun 2011-2014.

Referensi

Dokumen terkait

Studi tersebut menerangkan perbandingan metode konvensional dengan metode shotcrete pada pekerjaan plesteran dengan dinding pasangan batu bata1. Hasil yang diperoleh

Gambar 3 Tahap Kegiatan Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus. Metode digunakan untuk mendapatkan informasi tentang kapasitas, titik

Penulis menggunakan metode kuantitatif, pengumpulan data melalui kuisioner yang melibatkan 400 responden yang disebar secara acak dan memakai teknik analisis faktor dimana

dilakukan terhadap jumlah kromosom yang diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pada sebaran kromosom ikan gabus

Pada awal tahun berdasarkan hasil end year review departemen HR SIPL membuat rencana pelatihan sesuai kebutuhan karyawan, ada yang sifatnya wajib biasanya untuk level supervisor dan

Adapun penelitian lain yang dilakukan oleh Seli Noeratih, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang,

Apa yang harus dilakukan: pahami bahwa implementasi teknologi umumnya merupakan permasalahan perubahan manajemen. Tempatkan general manajer dan pemimpin yang

Hasil penelitian menun- jukkan tuturan ekspresif yang terdapat dalam humor politik Republik Sentilan Sentilun terdiri dari (1) tuturan ekspresif ucapan meminta maaf; (2)