• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Komponen Hasil dan Hasil Umbi Klon Harapan Ubi Kayu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan antara Komponen Hasil dan Hasil Umbi Klon Harapan Ubi Kayu"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan antara Komponen Hasil dan Hasil Umbi Klon Harapan

Ubi Kayu

Titik Sundari, Kartika Noerwijati, dan I. Made J. Mejaya Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian

Jl. Raya Kendalpayak, Km 8, Kotak Pos 66 Malang

ABSTRACT. Relationship between Yield Components and Tuber Yield of Promising Cassava Clones (Manihot

esculenta). Response of cassava clones to environments varies,

depending on the adaptation of the clones. This study was aimed to assess the tuber yield potential and starch content of cassava clones at two different agroclimatological environments, i.e., Muneng Experimental Farm, Probolinggo, and Jambegede Experimental Farm, Malang, from September 2007 to June 2008. Twenty three cassava clones and two varieties as check (UJ 5 and Adira 4) were used in the study. Each clone was planted in 5 m x 4 m plot with 100 cm x 80 cm plant spacing. The experimental design used in each environment was a randomized block design with three replications. Fertilizers were applied twice, first at one month after planting, 100 kg urea + 100 kg SP36 + 50 kg KCl/ha, and second at three months after planting, 100 kg urea + 50-kg KCl/ha. Results showed that responses of cassava clones to the environments varied. Based on the criteria of high tuber yield and high starch content, four clones were selected (CMM 03097-14, CMM 03020-2, CMM 03036-7 and CMM 03002-2) from Jambegede Experimental Farm and two clones (CMM CMM 03036-7 and 03097-11) from Muneng Experimental Farm. Clone CMM 03036-7 showed good performance in both environments, with characteristics of high tuber yield and high starch content. Tuber yields can be used as an effective indicator for selection of cassava clones for starch yield. Diameter of tuber, number of tubers, and harvest index can be used as an effective indicators for selection for high tuber yielding cassava clones.

Keywords: Cassava clone, tuber yield, starch content, and environment

ABSTRAK. Respon ubi kayu terhadap lingkungan sangat beragam, bergantung pada adaptasi klon. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi hasil dan kadar pati klon-klon harapan ubi kayu pada dua lingkungan agroklimat yang berbeda, yaitu di Kebun Percobaan (KP) Jambegede Malang dan KP Muneng Probolinggo pada bulan September 2007 hingga Juni 2008. Penelitian menggunakan 23 klon harapan ubi kayu dan dua varietas pembanding (UJ 5 dan Adira 4). Setiap klon ditanam pada petak berukuran 5 m x 4 m dengan jarak tanam 100 cm x 80 cm. Rancangan percobaan yang digunakan pada setiap lingkungan adalah rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Pemupukan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur satu bulan setelah tanam (BST), menggunakan 100 kg urea + 100 kg SP36 + 50 kg KCl/ha, dan kedua dilakukan pada umur 3 BST, menggunakan 100 kg urea + 50 kg KCl/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon klon harapan ubi kayu terhadap lingkungan berbeda-beda. Berdasarkan kriteria hasil dan kadar pati tinggi dipilih empat klon (CMM 03097-14, CMM 03020-2, CMM 03036-7 dan CMM 03002-2) di KP Jambegede dan dua klon (CMM 03036-7 dan CMM 03097-11) di KP Muneng. Klon CMM 03036-7 berpenampilan baik di kedua lingkungan, dengan karakteristik hasil dan kadar pati tinggi. Hasil ubi dapat digunakan sebagai indikator seleksi yang efektif dalam memilih klon ubi kayu

yang berpotensi hasil pati tinggi. Diameter ubi, jumlah ubi, dan indeks panen dapat digunakan sebagai indikator seleksi yang efektif dalam memilih klon-klon ubi kayu berpotensi hasil tinggi.

Kata kunci: Klon harapan ubi kayu, hasil ubi, kadar pati, lingkungan tanam

U

bi kayu merupakan tanaman umbi-umbian penting di dunia, karena sebagian besar ubinya digunakan sebagai bahan pangan, industri pati, tepung, pakan ternak, dan bioetanol. Pemanfaatan ubi kayu untuk pangan dibatasi oleh kandungan racun (cyanogenic, glycoside, linamaarin) (Talatala and Loreto 2008). Untuk bahan baku industri, kandungan HCN yang tinggi tidak menjadi masalah, karena dapat dikurangi melalui proses perendaman maupun pengeringan.

Untuk pemenuhan kebutuhan pangan diperlukan ubi kayu dengan potensi hasil ubi tinggi dan rasa enak, sedangkan untuk industri diperlukan ubi kayu yang mempunyai kandungan pati tinggi, kulit dan bentuk ubi yang sesuai untuk kemudahan prosesing. Usaha pemuliaan ke arah tersebut perlu didukung dengan umur yang pendek, kandungan bahan kering tinggi, serta hasil tinggi (FAO 2001). Dari penelitian Sholihin et al. (2004), diketahui bahwa hasil ubi dan pati serta kadar pati dan tinggi tanaman sangat dipengaruhi oleh interaksi antara genotipe dan lingkungan. Mengingat respon klon-klon ubi kayu tidak stabil di beberapa lokasi, maka perlu dilakukan evaluasi untuk mendapatkan klon ubi kayu spesifik lokasi.

Dalam evaluasi klon-klon harapan ubi kayu yang berpotensi hasil (ubi dan pati) tinggi di berbagai kondisi lingkungan, perlu diketahui hubungan dengan hasil dan komponen hasil, baik langsung maupun tidak langsung. Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa tinggi rendahnya hasil ubi berhubungan erat dengan diameter, jumlah, panjang ubi serta indeks panen (Sundari et al. 2008). Namun hubungan yang jelas di antara karakter tersebut belum banyak dibahas. Per-bedaan lingkungan tumbuh sangat besar pengaruhnya terhadap karakter komponen hasil dan hasil.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui potensi hasil ubi dan pati klon-klon harapan ubi kayu di dua

(2)

lingkungan berbeda dan mempelajari hubungan antarkomponen hasil dengan hasil ubi kayu dalam kaitannya dengan potensi hasil tinggi.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan (KP) Jambegede Malang dan KP Muneng Probolinggo, Jawa Timur, pada bulan September 2007 hingga Juni 2008. Entri terdiri atas 23 klon harapan ubi kayu dan dua varietas pembanding (UJ 5 dan Adira 4). Rancangan percobaan menggunakan acak kelompok, tiga ulangan. Setiap klon ditanam pada petak berukuran 5 m x 4 m dengan jarak tanam 100 cm x 80 cm. Pemupukan dilakukan secara bertahap, tahap pertama pada umur 1 bulan setelah tanam (BST), dengan dosis 100 kg urea + 100 kg SP36 + 50 kg KCl/ha. Pemupukan kedua pada umur 3 BST, dengan dosis 100 kg urea + 50 kg KCl/ha. Penyiangan dilakukan pada saat tanaman berumur 1 dan 3 BST, pembenahan guludan bersamaan dengan pemupukan, penjarangan tunas pada umur 2 BST, dan pengairan diberikan sesuai kebutuhan tanaman. Panen ubi dilakukan pada umur 9 BST. Data yang diamati meliputi kandungan unsur hara tanah sebelum tanam, tinggi tanaman, hasil ubi, jumlah ubi/tanaman, diameter ubi, panjang ubi, kadar pati, hasil pati, dan indeks panen. Pengamatan kadar pati berdasarkan metode gravimetri menggunakan rumus: Kadar pati (%) = (112,1 x SG) -106,4; di mana SG (specific gravity) = bobot ubi di udara/ (bobot ubi di udara - bobot ubi di air).

Data dianalisis dengan metode sidik ragam (Anova) secara gabungan untuk dua lingkungan tumbuh. Nilai tengah pengaruh perlakuan dibedakan berdasarkan uji BNT (beda nyata terkecil) pada taraf a ≤ 5%. Untuk menentukan keeratan hubungan antara komponen hasil dengan hasil dilakukan analisis korelasi.

Pengaruh langsung dan tidak langsung komponen hasil dengan hasil dihitung menggunakan analisis sidik lintas (path coefficient analysis) menurut Singh dan Chaudhary (1977):

R

P

P

P

P

Y

=

1x1

+

2x2

+

3x3

+

...

+

zxz

+

Hasil analisis tanah dan curah hujan dari masing-masing lokasi disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 1. Berdasarkan hasil analisis tanah pada Tabel 1 diketahui bahwa tingkat kesuburan tanah di kedua lingkungan pengujian tidak menunjukkan perbedaan, namun berbeda untuk curah hujan (Gambar 1). Kondisi di KP Muneng lebih kering dibandingkan dengan KP Jambegede.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Terdapat pengaruh interaksi antara lingkungan dengan klon terhadap tinggi tanaman, jumlah ubi dan bobot ubi/tanaman, hasil ubi dan pati/ha (Tabel 3), tetapi tidak berpengaruh pada panjang dan diameter ubi serta indeks panen (Tabel 2). Perbedaan panjang ubi dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sedangkan perbedaan diameter ubi disebabkan oleh perbedaan klon dan lingkungan secara terpisah dan indeks panen oleh klon.

Adanya interaksi menunjukkan bahwa respon masing-masing klon terhadap lingkungan berbeda. Dengan demikian, seleksi dapat dilakukan pada masing-masing lingkungan.

Berdasarkan karakter tinggi tanaman dapat dikatakan bahwa pertumbuhan klon-klon harapan ubi kayu di KP Muneng lebih baik dibandingkan dengan di KP Jambegede (Tabel 2). Pertumbuhan tanaman yang baik tidak selalu diikuti oleh komponen hasil dan hasil yang baik, terbukti dari hasil ubi dan pati di KP Muneng yang lebih rendah dibandingkan dengan di KP

Gambar 1. Curah hujan bulanan di KP Jambegede dan KP Muneng pada periode September 2007 hingga Agustus 2008.

Tabel 1. Hasil analisis tanah KP Jambegede dan KP Muneng.

KP Jambegede KP Muneng

Unsur hara

Nilai Kriteria Nilai Kriteria

pH H2O 6,78 Netral 6,83 Netral

pH KCl 5,28 5,67

Corganik (%) 1,58 Rendah 1,85 Rendah N total (%) 0,12 Rendah 0,12 Rendah Pbray 1(ppm P) 8,41 Sedang 9,40 Sedang

K (me/100 g) 0,39 Tinggi 0,55 Tinggi

Ca (me/100 g) 19,55 Tinggi 40,63 Sangat tinggi Mg (me/100 g) 9,53 Sangat tinggi 11,00 Sangat tinggi

Umur ubi kayu (BST) Jambegede Muneng 0 100 200 300 400 500 600 A gus tu s Se pte m b er Ok to b er No p em b er Dese m b er Ja nu ar i F ebr uar i Ma re t Ap ri l Me i Jun i Ju li A gus tu s Bulan C u ra h huj an (m m /bul an)

Umur ubi kayu (BST) Jambegede Muneng 0 100 200 300 400 500 600 A gus tu s Se pte m b er Ok to b er No p em b er Dese m b er Ja nu ar i F ebr uar i Ma re t Ap ri l Me i Jun i Ju li A gus tu s Bulan C u ra h huj an (m m /bul an)

(3)

Jambegede (Tabel 3). Hal tersebut tidak berlaku untuk kadar pati karena di KP Muneng dan KP Jambegede tidak menunjukkan perbedaan. Rendahnya hasil klon-klon harapan ubi kayu di KP Muneng disebabkan oleh pertumbuhan tanaman di atas tanah terlalu subur. Berdasarkan hasil analisis korelasi (Tabel 4) diketahui bahwa tinggi tanaman berkorelasi negatif dengan hasil ubi (r = 0,34**), dan juga dengan indeks panen (r = -0,28**). Artinya, peningkatan tinggi tanaman mengakibatkan penurunan indeks panen. Tidak seperti tanaman lain, pertumbuhan daun dan akar sebagai

source dan sink pada ubi kayu terjadi secara simultan,

sehingga menghasilkan persaingan dalam mendapatkan fotosintat (IITA 2008). Dengan demikian, apabila pertumbuhan di atas tanah lebih dominan maka pertumbuhan tanaman di bawah tanah akan terhambat. Hasil penelitian Egesi et al., (2007) juga menunjukkan bahwa tanaman ubi kayu yang terlalu tinggi (> 2 m) mempunyai indeks panen yang rendah. Peningkatan indeks panen berhubungan erat dengan peningkatan hasil ubi. Hal tersebut ditunjukkan oleh korelasi nyata

antara indeks panen dengan hasil ubi (r = 0,25**). Hal yang sama juga disampaikan oleh Lenis et al. (2006), bahwa peningkatan hasil ubi berhubungan erat dengan peningkatan indeks panen.

Diameter, panjang, dan jumlah ubi berhubungan erat dengan hasil ubi, masing-masing dengan koefisien korelasi (r) 0,65**; 0,36** dan 0,62** (Tabel 4). Artinya, hasil ubi ditentukan oleh diameter, panjang, dan jumlah ubi. Dengan demikian, tingginya hasil ubi di KP Jambegede karena diameter, panjang, dan jumlah ubi yang terbentuk lebih tinggi dibandingkan dengan di KP Muneng (Tabel 2). Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Pellet dan El-Sharkawy (1994), yang menyatakan bahwa hasil ubi berhubungan erat dengan jumlah ubi.

Berdasarkan karakter hasil ubi, pengujian di KP Jambegede menghasilkan 15 klon (CMM 03097-6, CMM 03036-5, CMM 03038-7, CMM 03037-6, CMM 03097-14, CMM 03020-2, CMM 03001-10, CMM 03025-27, CMM 03002-8, CMM 03036-7, CMM 03097-11, CMM 03021-7, CMM 03002-2, CMM 03002-16 dan CMM 03021-26) dengan kriteria hasil ubi lebih tinggi daripada hasil Tabel 2. Tinggi tanaman, jumlah ubi/tanaman, panjang ubi, dan diameter ubi 25 klon ubi kayu di dua lingkungan.

Tinggi tanaman (cm) Jumlah ubi/tanaman Panjang ubi (cm) Diameter ubi (cm) No. Klon

Jambegede Muneng Jambegede Muneng Jambegede Muneng Jambegede Muneng

1 CMM 03097-6 285 279 13 9 28 23 6 5 2 CMM 03036-5 269 338 9 11 32 22 6 5 3 CMM 03038-7 261 295 9 9 27 21 6 5 4 CMM 03037-6 236 346 10 9 43 21 6 4 5 CMM 03097-14 306 367 10 9 29 22 6 5 6 CMM 03020-2 274 352 13 10 28 20 5 5 7 CMM 03001-10 296 329 12 11 26 24 6 5 8 CMM 03097-12 284 325 6 11 32 23 5 4 9 CMM 03025-27 314 334 11 8 48 22 5 5 10 CMM 03009-6 265 323 11 8 26 21 6 4 11 CMM 03002-8 262 423 11 6 25 20 6 5 12 CMM 03018-10 234 363 9 9 28 22 6 4 13 CMM 03036-7 275 350 11 11 29 20 5 4 14 CMM 03097-11 268 343 10 8 31 22 5 5 15 CMM 03013-11 209 338 9 10 29 22 5 4 16 CMM 03021-7 292 359 11 7 26 19 6 4 17 CMM 03025-43 319 356 9 10 28 25 5 5 18 CMM 03042-8 319 388 9 8 28 23 5 4 19 CMM 03002-2 236 345 9 10 29 21 6 4 20 CMM 03002-16 281 344 9 10 30 21 5 5 21 CMM 03021-26 310 370 10 9 30 27 5 4 22 CMM 03095-2 255 343 7 9 27 21 6 5 23 CMM 03094-13 337 352 8 9 24 23 5 4 24 UJ 5 254 390 10 10 25 25 6 5 25 Adira 4 239 338 8 11 31 20 6 5 Rata-rata 275 348 10 9 30 22 6 5 KK (%) 10,22 20,83 25,98 8,53 BNT 5% Lingkungan 62,60 tn 7,66 0,68 Klon 36,47 tn tn 0,49

(4)

tertinggi yang dicapai varietas pembanding UJ 5. Di KP Muneng dihasilkan tiga klon (CMM 5, CMM 03036-7 dan CMM 030903036-7-11) dengan kriteria hasil ubi lebih tinggi daripada hasil tertinggi yang dicapai varietas pembanding Adira 4. Di antara klon-klon terpilih berdasarkan hasil ubi tersebut, CMM 03036-5, CMM 03036-7, dan CMM 03097-11 merupakan klon terpilih di kedua lingkungan (KP Jambegede dan KP Muneng).

Rata-rata hasil ubi di KP Muneng (27,04 t/ha) lebih rendah dibandingkan dengan di KP Jambegede (35,74 t/ha) (Tabel 3). Hal ini berkaitan dengan kondisi lingkungan di masing-masing lokasi. Berdasarkan data curah hujan selama pertumbuhan diketahui bahwa lingkungan di KP Muneng relatif lebih kering dibandingkan dengan di KP Jambegede (Gambar 1). Curah hujan di KP Muneng selama penelitian hanya Tabel 3. Bobot ubi, hasil ubi, kadar pati, dan hasil pati 25 klon ubi kayu di dua lingkungan.

Hasil ubi (t/ha) Kadar pati (%) Hasil pati (t/ha) Indeks

No. Klon panen

Jambegede Muneng Jambegede Muneng Jambegede Muneng (%)

1 CMM 03097-6 51,47 25,60 19,0 21,1 9,81 5,42 60,7 2 CMM 03036-5 51,67 34,07 20,2 19,1 10,44 6,48 60,3 3 CMM 03038-7 41,03 27,67 20,6 20,0 8,48 5,61 56,0 4 CMM 03037-6 33,10 25,27 19,5 19,8 6,49 5,04 65,3 5 CMM 03097-14 34,40 30,93 21,1 18,2 7,28 5,63 51,0 6 CMM 03020-2 46,67 27,33 21,0 19,8 9,83 5,44 64,0 7 CMM 03001-10 51,10 30,17 19,4 20,0 9,87 6,05 68,0 8 CMM 03097-12 26,47 27,90 20,3 22,0 5,37 6,15 50,0 9 CMM 03025-27 35,20 27,37 19,9 21,6 6,99 5,96 55,3 10 CMM 03009-6 31,47 30,50 20,4 19,8 6,43 6,05 60,0 11 CMM 03002-8 38,53 28,07 20,8 20,5 8,02 5,79 64,7 12 CMM 03018-10 28,03 25,73 20,3 21,6 5,71 5,57 57,0 13 CMM 03036-7 39,37 32,90 21,3 21,6 8,39 7,10 61,7 14 CMM 03097-11 34,47 31,13 20,9 22,0 7,24 6,86 60,7 15 CMM 03013-11 27,10 26,33 20,4 20,3 5,53 5,34 66,3 16 CMM 03021-7 39,10 21,77 19,3 21,5 7,59 4,73 60,7 17 CMM 03025-43 26,63 24,87 20,0 20,8 5,33 5,21 48,3 18 CMM 03042-8 25,73 21,90 19,5 20,8 5,09 4,57 46,7 19 CMM 03002-2 35,07 24,57 21,0 21,9 7,38 5,39 61,7 20 CMM 03002-16 38,37 27,27 20,3 21,1 7,81 5,78 66,0 21 CMM 03021-26 41,80 24,73 18,3 21,5 7,68 5,34 62,3 22 CMM 03095-2 27,87 20,70 20,1 21,0 5,64 4,35 55,0 23 CMM 03094-13 26,27 23,57 20,4 21,7 5,37 5,12 47,7 24 UJ 5 31,93 25,27 22,1 20,7 7,05 5,27 69,7 25 Adira 4 30,60 30,40 17,5 20,9 5,38 6,37 60,3 Rata-rata 35,74 27,04 20,2 20,8 7,21 5,63 59,2 KK (%) 7,51 8,01 11,03 7,58 LSD 5% Lingkungan 3,71 tn 1,60 Klon 2,70 tn 0,81 0,07

Tabel 4. Koefisien korelasi antara komponen hasil dan hasil klon-klon harapan ubi kayu.

Hasil pati Hasil ubi Kadar pati Tinggi Jumlah ubi Panjang ubi Diameter ubi Indeks

(t/ha) (t/ha) (%) tanaman per (cm) (cm) panen

(cm) tanaman

Hasil pati (HPH, t/ha) 1

Hasil ubi (BUH, t/ha) 0,94** 1

Kadar pati (KP, %) 0,21* -0,12 1

Tinggi tanaman (TT, cm) -0,31** -0,34** 0,11 1

Jumlah ubi per tanaman (JU) 0,61** 0,62** 0,00 -0,29** 1

Panjang ubi (PU, cm) 0,29** 0,36** -0,17 -0,30** 0,28** 1

Diameter ubi (DU, cm) 0,54** 0,65** -0,28** -0,50** 0,37** 0,42** 1

(5)

mencapai 1059 mm/tahun dan di KP Jambegede lebih tinggi, yaitu 1904 mm/tahun. Dilihat dari kebutuhan airnya, curah hujan di kedua kebun percobaan sudah mencukupi untuk kebutuhan optimum tanaman. Curah hujan optimum untuk ubi kayu berkisar antara 760-1.015 mm/tahun (Anonim 2003, Suharno et al. 1999). Namun, hujan baru mulai terjadi pada bulan Oktober di KP Jambegede dan November di KP Muneng, sedangkan ubi kayu ditanam pada bulan September 2007. Dengan demikian, dua bulan pertama pertumbuhan ubi kayu di KP Jambegede mengalami kekeringan, dan tiga bulan pertama pertumbuhan ubi kayu di KP Muneng juga mengalami kekeringan (Gambar 1). Kekurangan air pada tiga bulan pertama berdampak cukup besar terhadap pertumbuhan dan hasil.

Respon hasil pati klon-klon ubi kayu terhadap lingkungan menunjukkan perbedaan (Tabel 3). Pada penelitian ini, perbedaan yang menonjol di antara kedua lingkungan adalah curah hujan. Curah hujan di KP Jambegede lebih tinggi dibandingkan dengan di KP Muneng. Pada periode awal pertumbuhan hingga 6

bulan, pertanaman di KP Muneng mengalami kekeringan karena curah hujan hanya 808 mm, sedangkan di KP Jambegede curah hujan mencapai 1.675 mm. Hal yang sama juga terjadi pada penelitian Santisopasri et al.( 2001), yang menyatakan bahwa hasil dan kualitas pati dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, terutama stres air selama periode awal pertumbuhan tanaman dan sebelum panen. Stres air selama perkembangan awal tanaman hingga umur 6 bulan mengakibatkan hasil pati lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang tidak mengalami stres air. Hasil penelitian Sriroth et al. (2001), juga menunjukkan bahwa kualitas pati pada tanaman yang sudah tua dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sebelum panen, terutama hujan yang terjadi setelah periode kering dapat mengakibatkan penurunan kualitas pati.

Hasil pati tertinggi di KP Jambegede dicapai oleh klon CMM 03036-5 (10,44 t/ha) dan di KP Muneng oleh klon CMM 03036-7 (7,10 t/ha). Perbedaan hasil pati tertinggi yang dicapai di KP Jambegede dan KP Muneng cukup tinggi. Hal ini berhubungan dengan hasil ubi. Hasil ubi di KP Jambegede juga lebih tinggi dibandingkan dengan di KP Muneng. Hal ini mengindikasikan bahwa CMM 03036 merupakan klon yang mampu beradaptasi di kedua lingkungan dibanding klon yang lain. Klon CMM 03036 merupakan hasil persilangan antara Adira 4 x Lokal Jawa. Adira 4 mempunyai potensi hasil dan kadar pati tinggi serta adaptasi yang luas, sedangkan Lokal Jawa mempunyai rasa enak.

Pati klon-klon ubi kayu yang diuji di KP Jambegede lebih rendah daripada varietas pembanding UJ 5 (22%), tetapi lebih tinggi daripada varietas pembanding Adira 4 (17,5%). Di antara klon-klon harapan ubi kayu yang diuji tersebut, terdapat empat klon (CMM 03097-14, CMM 03020-2, CMM 03036-7, dan CMM 03002-2), yang memiliki kadar pati di atas rata-rata populasi (20%). Dari pengujian di KP Muneng diperoleh 11 klon (CMM 03097-6, CMM 03097-12, CMM 03025-27, CMM 03018-10, CMM 03036-7, CMM 03097-11, CMM 03021-03036-7, CMM 03002-2, CMM 03002-16, CMM 03021-26, dan CMM 03094-13) yang Gambar 2. Koefisien lintas dan korelasi komponen hasil dan hasil

ubi kayu terhadap hasil pati per hektar klon-klon harapan ubi kayu. Singkatan peubah HPH dan seterusnya lihat Tabel 4.

Tabel 5. Koefisien lintas pengaruh langsung dan tidak langsung karakter komponen hasil dan hasil terhadap hasil pati beberapa klon harapan ubi kayu.

Karakter Hasil ubi Kadar pati Tinggi tanaman Jumlah ubi Panjang ubi Diameter ubi

(t/ha) (%) (cm) per tanaman (cm) (cm)

Hasil ubi (t/ha) 0,98 -0,12 -0,33 0,61 0,35 0,64

Kadar pati (%) -0,04 0,32 0,04 0,00 -0,06 -0,09

Tinggi tanaman (cm) 0,01 0,00 -0,02 0,01 0,01 0,01

Jumlah ubi per tanaman 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Panjang ubi (cm) 0,00 0,00 0,00 0,00 -0,01 0,00

Diameter ubi (cm) -0,01 0,00 0,01 -0,01 -0,01 -0,02

(6)

berkadar pati lebih tinggi daripada varietas pembanding UJ 5 (20,9%) dan Adira 4 (20,8%). Di antara klon-klon ubi kayu terpilih, terdapat empat klon (CMM 03097-14, CMM 03020-2, CMM 03036-7 dan CMM 03002-2) yang terpilih di kedua lingkungan (KP Jambegede dan KP Muneng), dengan kadar pati tinggi.

Berdasarkan kriteria hasil ubi dan kadar pati, terpilih empat klon (CMM 03097-14, CMM 03020-2, CMM 03036-7 dan CMM 03002-2) di KP Jambegede dan dua klon (CMM 03036-7 dan CMM 03097-11) di KP Muneng. CMM 03036-7 merupakan klon yang berpenampilan baik di kedua lingkungan dengan karakteristik hasil ubi (39,37 dan 32,90 t/ha) dan pati tinggi (8,39 dan 7,10 t/ha), serta kadar pati tinggi (21,27% dan 21,63%).

Hubungan langsung dan tidak langsung karakter komponen hasil dengan hasil pati disajikan pada Gambar 2 dan Tabel 5. Berdasarkan koefisien lintas pada Tabel 5 diketahui bahwa pengaruh sisa sangat kecil (0,01). Oleh karena itu, dapat dikatakan peubah yang diamati dapat menjelaskan keragaman hasil. Hasil analisis lintas menunjukkan bahwa hasil ubi (BUH) secara dominan menentukan hasil pati, seperti ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi antara hasil ubi dengan hasil pati (0,94**), sama besar dengan efek langsungnya (0,98). Apabila koefisien korelasi sama besar dengan efek langsungnya, maka koefisien korelasi tersebut benar-benar menunjukkan tingkat keeratan hubungan yang jenuh.

Berdasarkan hubungan langsung dan tak langsung antara komponen hasil dengan hasil ubi (Tabel 6 dan Gambar 3) diketahui bahwa karakter jumlah ubi (JU), diameter ubi (DU), dan indeks panen (IP) mempunyai koefisien korelasi nyata positif terhadap hasil ubi, dengan nilai 0,62**; 065** dan 0,25* (Tabel 4). Besarnya koefisien korelasi tersebut setara dengan koefisien lintas pengaruh langsungnya, yaitu 0,44; 0,50 dan 0,25. Hal ini mengindikasikan bahwa diameter ubi, jumlah ubi, dan indeks panen dapat digunakan sebagai kriteria seleksi yang efektif untuk karakter hasil ubi yang tinggi.

Pengaruh langsung tinggi tanaman terhadap hasil ubi bernilai positif (0,13), sedangkan korelasinya bernilai nyata negatif (-0,34**). Pada kondisi yang demikian, tinggi tanaman tidak dapat dimanfaatkan untuk kriteria seleksi terhadap hasil umbi yang tinggi.

KESIMPULAN

Respon hasil ubi dan hasil pati masing-masing klon terhadap lingkungan berbeda. Berdasarkan kriteria hasil ubi dan kadar pati tinggi terpilih empat klon (CMM 03097-14, CMM 03020-2, CMM 03036-7 dan CMM 03002-2) di lingkungan KP Jambegede dan dua klon (CMM 03036-7 dan CMM 03097-11) di lingkungan KP Muneng. Klon CMM 03036-7 menunjukkan penampilan yang baik di kedua lingkungan, dengan karakteristik hasil dan kadar pati tinggi. Karakter hasil ubi dapat digunakan untuk seleksi yang efektif dalam memilih klon ubi kayu yang berpotensi hasil pati tinggi. Karakter diameter ubi, Tabel 6. Koefisien lintas pengaruh langsung dan tidak langsung karakter komponen hasil dan hasil terhadap hasil pati beberapa klon harapan

ubi kayu

Karakter Kadar pati Tinggi tanaman Jumlah ubi Panjang ubi Diameter ubi Indeks

(%) (cm) per tanaman (cm) (cm) panen

Kadar pati (%) 0,06 0,01 0,00 -0,01 -0,02 -0,01

Tinggi tanaman (cm) 0,01 0,13 -0,04 -0,04 -0,06 -0,04

Jumlah ubi per tanaman 0,00 -0,13 0,44 0,12 0,16 0,01

Panjang ubi (cm) -0,02 -0,03 0,03 0,09 0,04 -0,01

Diameter ubi (cm) -0,14 -0,25 0,19 0,21 0,50 0,06

Indeks panen -0,04 -0,07 0,00 -0,02 0,03 0,24

Pengaruh sisa = 0,36

Gambar 3. Koefisien lintas dan korelasi komponen hasil terhadap hasil ubi beberapa klon harapan ubi kayu.

(7)

jumlah ubi, dan indeks panen dapat digunakan sebagai kriteria yang efektif untuk seleksi klon-klon ubi kayu berpotensi hasil ubi tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2003. Tapioca:Nature of cassava. Diakses tgl 15 Agustus 2007. http://foodmarketexchange.com/datacenter/product/ feedstuff/tapioca/detail/dc_pi_ft_tapioca_0205.htm#. Egesi, C. N., P. Ilona, F. O. Ogbe, M. Akoroda, and A. Dixon. 2007.

Genetic variation and genotype x environment interaction for yield and other agronomic traits in cassava in Nigeria. Agron. J. 99:1137-1142.

FAO. 2001. The global cassava development strategy and implementation plan, Proceeding of the validation forum on the global cassava development strategy. Volume 1. Rome, 26-28 April 2000. 70p.

IITA. 2008. Research Guide 55 Physiology of cassava. www.iita.org/ cms/details/trn_mat/irg55/irg552.html-23k. Diakses 8 Oktober 2008.

Lenis, J.L., C.G. Jaramillo, J.C. Perez, H. Ceballos and J.H. Cock. 2006. Leaf retention and cassava productivity. Fiel Crops Research. Vol. 95, Issues 2-3. 15 February 2006. p. 126-134. Centro Internacional de Agricultura Tropical (CIAT), AA 67-13 Cali, Colombia

Pellet, D., and Mabrouk A. El-Sharkawy. 1994. Sink-source relations in cassava: Effects of reciprocal grafting on yield and leaf photosynthesis. J. Experimental Agriculture 30:359-367.

Santisopasri, V., K. Kurotjanawong, S. Chotineeranat, K. Piyachomkwan, K. Sriroth, and C.G. Oates. 2001. Impact of water stress on yield and quality of cassava starch. Industrial Crops and Products. 13(2):115-129. Abstract. Online. Diakses 3 April 2009 http://www.sciencedirect.com/science?_ob= ArticleURL&_udi=B6T77-42MFFY8-4&_user=10&_rdoc=1 &_fmt=&_orig=search&_sort=d&view=c&_acct=C000050221 &_version=1&_urlVersion=0&_userid=10&md5=4534765 ae1f1d0beacfa9c223682b9f1 .

Sholihin, K. Hartojo, dan K. Noerwijati. 2004. Pembentukan varietas unggul ubi kayu rasa enak, toleran terhadap tungau merah dan hasil tinggi. Laporan Teknis Balitkabi (Tidak diterbitkan). Singh, R.K. and B.D. Chaudhary. 1977. Biometrical methods in quantitative genetic analysis. Kalyani Publishers. New Delhi. Sriroth, K., K. Piyachomkwan, V. Santisopasri,and C.G. Oates. 2001. Environmental conditions during root development: Drought constraint on cassava starch quality. Euphytica. 120(1):95-102. Abstract. Online. Diakses 3 April 2009. http:/ /www.springerlink.com/content/h650jq64r2852677/. Suharno, Djasmin, Rubiyo, dan Dasiran. 1999. Budi daya ubi kayu.

BPTP Sulawesi Tengah, Kendari.

Sundari, T., Solihin, N. Kartika, W. Unjoyo, dan B. Santoso. 2008. Teknologi perbanyakan ubi kayu. Laporan Akhir Tahun 2007. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 29 p.

Talatala, R.L., and Ma. Theresa P. Loreto. 2008. Cyanide content of cassava cultivars at different fertility levels and stages of maturity. Diakses 10 Desember 2008. http://region10.dost. gov.ph/index.php?option=com_content&task=view&id= 65&Itemid=77.

Gambar

Gambar 1. Curah hujan bulanan di KP Jambegede dan KP Muneng pada periode September 2007 hingga Agustus 2008.
Gambar 2. Koefisien lintas dan korelasi komponen hasil dan hasil ubi kayu terhadap hasil pati per hektar klon-klon harapan ubi kayu
Tabel 6. Koefisien lintas pengaruh langsung dan tidak langsung karakter komponen hasil dan hasil terhadap hasil pati beberapa klon harapan ubi kayu

Referensi

Dokumen terkait

Kabupaten Indramayu merupakan salah satu wilayah di Pesisir Utara Jawa Barat yang mengalami kerusakan paling parah diantara seluruh kabupaten di wilayah pesisir Utara

Abstrak Paper dan Prosiding Seminar Nasional dan Workshop Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik 5.. Alen Y, Putri D, Damris M, Putri SFR, Dwithania M,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas butir soal Ujian Semester Genap Pelajaran Kimia Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Peranap Tahun Pelajaran 2013/2014 jika ditinjau dari:

Aspek-aspek pembangunan modal insan adalah antara aspek yang banyak dikeutarakan oleh Imam al- Shafi’i dalam diwan beliau.. Kertas kerja ini akan membincangkan secara ringkas

Pertama, pada level sistem yaitu intervensi pada pengaturan program kerja dan kebijakan dalam sistem pemerintah daerah sehingga dapat mendukung pencapaian tujuan yang

Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Laporan Tugas Akhir Dengan judul Evaluasi Efektifitas

Kebudayaan adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. 38) menyatakan berdasarkan wujudnya