• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAGIAN 8. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit. Oleh : Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAGIAN 8. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit. Oleh : Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng."

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

BAGIAN 8

Teknologi Pengolahan

Limbah Cair Rumah Sakit

(2)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

umah sakit adalah merupakan fasilitas sosial yang tak mungkin dapat dipisahkan dengan masyarakat, dan keberadaannya sangat diharapkan oleh masyarakat, karena sebagai manusia atau masyarakat tentu menginginkan agar keseahatan tetap terjaga. Oleh karena itu rumah sakit mempunyai kaitan yang erat dengan keberadaan kumpulan manusia atau masyarakat tersebut. Di masa lalu, suatu rumah sakit dibangun di suatu wilayah yang jaraknya cukup jauh dari dareah pemukiman, dan biasanya dekat dengan sungai dengan pertimbangan agar pengelolaan limbah baik padat maupun cair tidak berdampak negatip terhadap penduduk, atau bila ada dampak negatip maka dampak tersebut dapat diperkecil.

Sejalan dengan perkembangan penduduk yang sangat pesat, lokasi rumah sakit yang dulunya jauh dari daerah pemukiman penduduk tersebut sekarang umumnya telah berubah dan berada di tengah pemukiman penduduk yang cukup padat, sehingga masalah pencemaran akibat limbah rumah sakit baik limbah padat atau limbah cair sering menjadi pencetus konflik antara pihak rumah sakit dengan masyarakat yang ada di sekitarnya. Dengan pertimbangan alasan tersebut, maka rumah sakit diwajibkan menyediakan sarana limbah padat maupun limbah cair.

Namun dengan semakin mahalnya harga tanah, serta besarnya tuntutan masyarakat akan kebutuhan peningkatan sarana penunjang pelayanan kesehatan yang baik, dan di lain pihak peraturan pemerintah tentang pelestarian lingkungan juga semakin ketat, maka pihak rumah sakit umumnya menempatkan sarana pengolah limbah pada skala prioritas yang rendah. Akibatnya, sering terjadi benturan perbedaan kepentingan antar pihak rumah sakit dengan masyarakat atau pemerintah. Dengan adanya kebijakan legal yang mengharuskan pihak rumah sakit

(3)

agar menyediakan fasilitas pengolahan limbah yang dihasilkan, mengakibatkan biaya investasi maupun biaya operasional menjadi lebih besar.

Air limbah yang berasal dari limbah rumah sakit merupakan salah satu sumber pencemaran air yang sangat potensial. Hal ini disebabkan karena air limbah rumah sakit mengandung senyawa organik yang cukup tinggi juga kemungkinan mengandung senyawa-senyawa kimia lain serta mikro-organisme patogen yang dapat menyebabkan penyakit terhadap masyarakat di sekitarnya. Oleh karena potensi dampak air limbah rumah sakit terhadap kesehatan masyarakat sangat besar, maka setiap rumah sakit diharuskan mengolah air limbahnya sampai memenuhi persyaratan standar yang berlaku.

Dengan adanya peraturan yang mengharuskan bahwa setiap rumah sakit harus mengolah air limbah sampai standar yang diijinkan, maka kebutuhan akan teknologi pengolahan air limbah rumah sakit khususnya yang murah dan hasilnya baik perlu dikembangkan. Hal ini mengingat bahwa kendala yang paling banyak dijumpai yakni teknologi yang ada saat ini masih cukup mahal, sedangkan di lain pihak dana yang tersedia untuk membangun unit alat pengolah air limbah tersebut sangat terbatas sekali. Untuk rumah sakit dengan kapasitas yang besar umumnya dapat membangun unit alat pengolah air limbahnya sendiri karena mereka mempunyai dana yang cukup. Tetapi untuk rumah sakit tipe kecil sampai dengan tipe sedang umumnya sampai saat ini masih membuang air limbahnya ke saluran umum tanpa pengolahan sama sekali.

Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dikembangkan teknologi pengolahan air limbah rumah sakit yang murah, mudah operasinya serta harganya terjangkau, khususnya untuk rumah sakit dengan kapasitas kecil sampai sedang. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat kedala yang cukup besar yakni kurangnya

(4)

Untuk pengolahan air limbah rumah sakit dengan kapasitas yang besar, umumnya menggunakan teknlogi pengolahan air limbah “Lumpur Aktif” atau

Activated Sludge Process, tetapi untuk kapasitas kecil cara tersebut kurang ekonmis

karena biaya operasinya cukup besar, kontrol oprasionalnya lebih sulit. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu menyebarluaskan informasi teknologi khususya teknologi pengolahan air limbah rumah sakit berserta aspek pemilihan teknologi serta keunggulan dan kekurangannya. Dengan adanya informasi yang jelas, maka pihak pengelola rumah sakit dapat memilih teknologi pengolahan limbah yang sesuai dengan kodisi maupun jumlah air limbah yang akan diolah, yang layak secara teknis, ekonomis dan memenuhi standar lingkungan.

1.2. Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit

Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi: limbah domistik cair yakni buangan kamar mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian; limbah cair klinis yakni air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit misalnya air bekas cucian luka, cucian darah dll.; air limbah laboratorium; dan lainya.

Air limbah rumah sakit yang berasal dari buangan domistik maupun buangan limbah cair klinis umumnya mengadung senaywa pulutan organik yang cukup tinggi, dan dapat diolah dengan proses pengolahan secara biologis, sedangkan untuk air limbah rumah sakit yang berasal dari laboratorium biasanya banyak mengandung logam berat yang mana bila air limbah tersebut dialirkan ke dalam proses pengolahan secara biologis, logam berat tersebut dapat menggagu proses pengolahannya.

Oleh karena itu untuk pengelolaan air limbah rumah sakit, maka air limbah yang berasal dari laboratorium dipisahkan dan ditampung, kemudian diolah secara kimia-fisika, Selanjutnya air olahannya dialirkan bersama-sama dengan air limbah yang lain, dan selanjutnya diolah dengan proses pengolahan secara biologis. Diagram proses pengelolaan air limbah rumah sakit secara umum dapat dilihat seperti pada Gambar 1. 1.

(5)

Gambar 1.1. Diagram Proses Pengelolaan Air Limbah Rumah Sakit

Dari hasil analisa kimia terhadap berberapa contoh air limbah rumah sakit yang ada di DKI Jakarta menunjukkan bahwa konsentrasi senywa pencemar sangat bervariasi misalnya, BOD 31,52 - 675,33 mg/l, ammoniak 10,79 - 158,73 mg/l, deterjen (MBAS) 1,66 - 9,79 mg/l. Hal ini mungkin disebabkan karena sumber air limbah juga bervarisi sehingga faktor waktu dan metoda pengambilan contoh sangat mempengaruhi besarnya konsentarsi. Secara lengkap karakteristik air limbah rumah sakit dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Karakteristik Air Limbah Rumah Rumah Sakit Di Daerah Jakarta.

No PARAMETER MINIMUM MAKSIMUM RATA-RATA

1 BOD - mg/l 31,52 675,33 353,43

2 COD - mg/l 46,62 1183,4 615,01

3 Angka Permanganat

(KMnO4) - mg/l

(6)

9 pH 4,92 8,99 6,96

10 Zat padat tersuspensi

(SS) mg/l 27,5 211 119,25 11 Deterjen (MBAS) - mg/l 1,66 9,79 5,725 12 Minyal/lemak - mg/l 1 125 63 13 Cadmium (Cd) - mg/l ttd 0,016 0,008 14 Timbal (Pb) 0,002 0,04 0,021 15 Tembaga (Cu) - mg/l ttd 0,49 0,245 16 Besi (Fe) - mg/l 0,19 70 35,1

17 Warna - (Skala Pt-Co) 31 150 76

18 Phenol - mg/l 0,04 0,63 0,335

Sumber : PD PAL JAYA 1995.

Dari tabel tesebut terlihat bahwa air limbah rumah sakit jika tidak diolah sangat berpotensi untuk mencemari lingkungan. Selain pencemaran secara kimiawi, air limbah rumah sakit juga berpotensi untuk memcemari lingkungan secara bakteriologis.

Menurut keputusan Mentreri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia

Nomor : Kep-58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi kegiatan Rumah Sakit pasal 3, bagi setiap rumah sakit yang :

• Telah beroperasi sebelum dikeluarkannya keputusan ini, berlaku baku mutu limbah limbah cair sebagaimana tersebut dalam Tabel 1.2 dan wajib memenuhi baku mutu limbah cair sebagaimana tersebut dalam Tabel 1.3 selambat-lambatnya 1 Januari 2000.

• Tahap perencanaannya dilakukan sebelum dikeluarkan keputusan ini, dan beroperasi setelah dikeluarkan keputusan ini, berlaku baku Mutu Limbah Cair Tabel 1.2 dan wajib memenuhi Baku Mutu Limbah Cair seperti pada Tabel 1.3 selambat – lambatnya tanggal 1 Januari tahun 2000.

• Tahap Perancanaannya dilakukan dan beroperasi setelah dikeluarkan keputusan ini berlaku Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Tabel 1.3.

(7)

Tabel 1.2. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP – 58/MENLH/12/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Rumah Sakit

Tanggal 12 Desenber 1995.

PARAMETER KADAR MAKSIMUM (MG/L)

BOD5 75

COD 100

TSS 100

Ph 6 - 9

Tabel 1.3. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP – 58/MENLH/12/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Rumah Sakit

Tanggal 12 Desenber 1995.

PARAMETER KADAR MAKSIMUM

(mg/L) FISIKA Suhu 30 oC KIMIA pH 6 - 9 BOD5 30 mg/l COD 80 mg/l TSS 30 mg/l NH, Bebas 0.1 mg/l PO 2 mg/l MIKROBIOLOGIK

MPN-Kuman Golongan Koli/100mL 10.00

RADIOAKTIVITAS 32 P 7 x 103 Bq/l 35 S 2 x 103 Bq/l 45Ca 3 x 103 Bq/l 53 Cr 7 x 103 Bq/l 47 Ga 1 x 103 Bq/l 45Sr 4 x 103 Bq/l

(8)

BAB 2

TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH

RUMAH SAKIT

2.1. Teknologi Pengolahan Air Limbah

ntuk mengolah air yang mengandung senyawa organik umumnya menggunakan teknologi pengolahan air limbah secara biologis atau gabungan antara proses biologis dengan proses kimia-fisika. Proses secara biologis tersebut dapat dilakukan pada kondisi aerobik (dengan udara), kondisi anaerobik (tanpa udara) atau kombinasi anaerobik dan aerobik.

Proses biologis aeorobik biasanya digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD yang tidak terlalu besar, sedangkan proses biologis anaerobik digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD yang sangat tinggi. Dalam makalah ini uraian dititik beratkan pada proses pengolahan air limbah secara aerobik.

Pengolahan air limbah secara biologis aerobik secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga yakni proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture), proses biologis dengan biakan melekat (attached culture) dan proses pengolahan dengan sistem lagoon atau kolam. Proses biologis dengan biakan tersuspensi adalah sistem pengolahan dengan menggunakan aktifitas mikro-organisme untuk menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air dan mikro-organime yang digunakan dibiakkan secara tersuspesi di dalam suatu reaktor.

Beberapa contoh proses pengolahan dengan sistem ini antara lain : proses lumpur aktif standar/konvesional (standard activated sludge), step aeration, contact stabilization, extended aeration, oxidation ditch (kolam oksidasi sistem parit) dan lainya.

(9)

Proses biologis dengan biakan melekat yakni proses pengolahan limbah dimana mikro-organisme yang digunakan dibiakkan pada suatu media sehingga mikroorganisme tersebut melekat pada permukaan media. Beberapa contoh teknologi pengolahan air limbah dengan cara ini antara lain : trickling filter atau biofilter, rotating biological contactor (RBC), contact aeration/oxidation (aerasi kontak) dan lainnnya.

Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan lagoon atau kolam

adalah dengan menampung air limbah pada suatu kolam yang luas dengan waktu tinggal yang cukup lama sehingga dengan aktifitas mikro-organisme yang tumbuh secara alami, senyawa polutan yang ada dalam air akan terurai. Untuk mempercepat proses penguraian senyawa polutan atau memperpendek waktu tinggal dapat juga dilakukam proses aerasi. Salah satu contoh proses pengolahan air limbah dengan cara ini adalah kolam aerasi atau kolam stabilisasi (stabilization pond). Proses dengan sistem lagoon tersebut kadang-kadang dikategorikan sebagai proses biologis dengan biakan tersuspensi.

Secara garis besar klasifikasi proses pengolahan air limbah secara aerobik dapat dilihat seperti pada Gambar 2.1, sedangkan karakteristik pengolahan, parameter perencanaan serta efisiensi pengolahan untuk tiap tiap jenis proses dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 Untuk memilih jenis teknologi atau proses yang akan digunakan untuk pengolahan air limbah, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain : karakteristik air limbah, jumlah limbah serta standar kualitas air olahan yang diharapkan.

(10)

G a m b a r 2 .1 . K la s if ik a s i P ro s e s P e n g o la h a n A ir L im b a h S e c a ra B io lo g is A e ro b ik .

(11)

Tabel 2.1. Karakterisitik Operasional Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Biologis

JENIS PROSES EFISIENSI PENGHILANGAN BOD (%) KETERANGAN Lumpur Aktif Standar 85 - 95 -

Step Aeration 85 - 95 Digunakan untuk beban

pengolahan yang besar. Modified

Aeration

60 - 75 Untuk pengolahan dengan kualitas air olahan sedang. PPROSES BIOMASA TERSUSPENSI Contact Stabilization 80 - 90 Digunakan untuk

pengolahan paket. Untuk mereduksi ekses lumpur. High Rate

Aeration

75 - 90 Untuk pengolahan paket, bak aerasi dan bak pengendap akhir merupakan satu paket. Memerlukan area yang kecil.

Pure Oxygen Process

85 - 95 Untuk pengolahan air limbah yang sulit diuraikan secara bilogis. Luas area yang dibutuhkan kecil. Oxidation

Ditch

75 - 95 Konstruksinya mudah, tetapi memerlukan area yang luas.

Trickling Filter

80 - 95 Sering timbul lalat dan bau. Proses operasinya mudah. PROSES BIOMASA MELEKAT Rotating Biological Contactor

80 - 95 Konsumsi energi rendah, produksi lumpur kecil. Tidak memerlukan proses aerasi. Contact

Aeration Process

80 - 95 Memungkinkan untuk penghilangan nitrogen dan phospor.

(12)

TABEL 2.2. Parameter Perencanaan Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Biologis Aerobik. JENIS PROSES BEBAN BOD MLSS (mg/lt) QA/Q T (Jam) EFISIENSI PENGHI-LANGAN BOD (%) BOD kg/kg SS.d BOD kg/m3.d Lumpur Aktif Standar 0,2 - 0,4 0,3 - 0,8 1500 - 2000 3 -7 6 - 8 85 - 95 Step Aeration 0,2 - 0,4 0,4 - 1,4 1000 - 1500 3 - 7 4 - 6 85 - 95 PPROSES Modified Aeration 1,5 - 3,0 0,6 - 2,4 400 - 800 2 - 2,5 1,5 - 30 60 - 75 BIOMASA Contact Stabilization 0,2 0,8 - 1,4 2000 - 8000 > 12 > 5 80 - 90 TERSUS- PENSI High Rate Aeration 0,2 - 0,4 0,6 - 2,4 3000 - 6000 5 - 8 2 - 3 75 - 90 Pure Oxygen Process 0,3 - 0,4 1,0 - 2,0 3000 - 4000 - 1 - 3 85 - 95 Oxidation Ditch 0,03 - 0,04 0,1 - 0,2 3000 - 4000 - 24 -48 75 - 95 Extended Aeration 0,03 - 0,05 0,15 - 0,25 3000 - 6000 > 15 16 - 24 75 - 95

PROSES Trickling Filter - 0,08 - 0,4 - - - 80 - 95

BIOMASA Rotating Biological Contactor - 0,01 - 0,3 - - - 80 - 95 MELEKAT Contact Aeration Process - - - 80 - 95 Biofilter Unaerobic - - - 65 - 85

CATATAN : Q : Debit Air Limbah (M3/day) Qr : Return Sludge (M3/day) QA : Laju Alir Suplai Udara (M3/day)

Pemilihan jenis proses yang digunakan harus memperhatikan bebrapa faktor

antara lain yakni kualitas limbah dan kualitas air hasil olahan yang diharapkan, jumlah air limbah, lahan yang tersedia dan yang tak kalah penting yakni sumber

(13)

energi yang tersedia. Berapa teknologi proses pengolahan air limbah rumah sakit yang sering digunakan yakni antara lain: proses lumpur aktif (activated sludge process), reaktor putar biologis (rotating biological contactor, RBC), proses aerasi kontak (contact aeration process), dan proses dengan biofilter “Up Flow”.

2.2.1. Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Lumpur Aktif

Pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif secara umum terdiri dari bak pengendap awal, bak aerasi dan bak pengendap akhir, serta bak khlorinasi untuk membunuh bakteri patogen. Secara umum proses pengolahannya adalah sebagai berikut. Air limbah yang berasal dari rumah sakit ditampung ke dalam bak penampung air limbah. Bak penampung ini berfungsi sebagai bak pengatur debit air limbah serta dilengkapi dengan saringan kasar untuk memisahkan kotoran yang besar. Kemudian, air limbah dalam bak penampung di pompa ke bak pengendap awal.

Bak pengendap awal berfungsi untuk menurunkan padatan tersuspensi (Suspended Solids) sekitar 30 - 40 %, serta BOD sekitar 25 % . Air limpasan dari bak pengendap awal dialirkan ke bak aerasi secara gravitasi. Di dalam bak aerasi ini air limbah dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah. Energi yang didapatkan dari hasil penguraian zat rganik tersebut digunakan oleh mikrorganisme untuk proses pertumbuhannya. Dengan demikian didalam bak aerasi tersebut akan tumbuh dan berkembang biomasa dalam jumlah yang besar. Biomasa atau mikroorganisme inilah yang akan menguaraikan senyawa polutan yang ada di dalam air limbah.

(14)

patogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum.

Dengan proses ini air limbah rumah sakit dengan konsentrasi BOD 250 -300 mg/lt dapat di turunkan kadar BOD nya menjadi 20 -30 mg/lt. Skema proses pengolahan air limbah rumah sakit dengan sistem lumpur aktif dapat dilihat pada Gambar 2.2. Surplus lumpur dari bak pengendap awal maupun akhir ditampung ke dalam bak pengering lumpur, sedangkan air resapannya ditampung kembali di bak penampung air limbah.

Keunggulan proses lumpur aktif ini adalah dapat mengolah air limbah dengan beban BOD yang besar, sehingga tidak memerlukan tempat yang besar. Proses ini cocok digunakan untuk mengolah air limbah dalam jumlah yang besar. Sedangkan beberapa kelemahannya antara lain yakni kemungkinan dapat terjadi bulking pada lumpur aktifnya, terjadi buih, serta jumlah lumpur yang dihasilkan cukup besar.

Gambar 2.2. Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Lumpur Aktif

(15)

2.2.2. Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Reaktor

Biologis Putar (Rotating Biological Contactor, RBC)

Reaktor biologis putar (rotating biological contactor) disingkat RBC adalah salah satu teknologi pengolahan air limbah yang mengandung polutan organik yang tinggi secara biologis dengan sistem biakan melekat (attached culture). Prinsip kerja pengolahan air limbah dengan RBC yakni air limbah yang mengandung polutan organik dikontakkan dengan lapisan mikro-organisme (microbial film) yang melekat pada permukaan media di dalam suatu reaktor.

Media tempat melekatnya film biologis ini berupa piringan (disk) dari bahan polimer atau plastik yang ringan dan disusun dari berjajar-jajar pada suatu poros sehingga membentuk suatu modul atau paket, selanjutnya modul tersebut diputar secara pelan dalam keadaan tercelup sebagian ke dalam air limbah yang mengalir secara kontinyu ke dalam reaktor tersebut.

Dengan cara seperti ini mikro-organisme miaslanya bakteri, alga, protozoa, fungi, dan lainnya tumbuh melekat pada permukaan media yang berputar tersebut membentuk suatu lapisan yang terdiri dari mikro-organisme yang disebut biofilm (lapisan biologis). Mikro-organisme akan menguraikan atau mengambil senyawa organik yang ada dalam air serta mengambil oksigen yang larut dalam air atau dari udara untuk proses metabolismenya, sehingga kandungan senyawa organik dalam air limbah berkurang.

Pada saat biofilm yang melekat pada media yang berupa piringan tipis tersebut tercelup kedalam air limbah, mikro-organisme menyerap senyawa organik yang ada dalam air limbah yang mengalir pada permukaan biofilm, dan pada saat biofilm berada di atas permuaan air, mikro-organisme menyerap okigen dari udara

(16)

Senyawa hasil proses metabolisme mikro-organisme tersebut akan keluar dari biofilm dan terbawa oleh aliran air atau yang berupa gas akan tersebar ke udara melalui rongga-rongga yang ada pada mediumnya, sedangkan untuk padatan tersuspensi (SS) akan tertahan pada pada permukaan lapisan biologis (biofilm) dan akan terurai menjadi bentuk yang larut dalam air.

Pertumbuhan mikro-organisme atau biofilm tersebut makin lama semakin tebal, sampai akhirnya karena gaya beratnya sebagian akan mengelupas dari mediumnya dan terbawa aliran air keluar. Selanjutnya, mikro-organisme pada permukaan medium akan tumbuh lagi dengan sedirinya hingga terjadi kesetimbangan sesuai dengan kandungan senyawa organik yang ada dalam air limbah. Secara sederhana proses penguraian senyawa organik oleh mikro-organisme di dalam RBC dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.3. Keunggulan dari sistem RBC yakni proses operasi maupun konstruksinya sederhana, kebutuhan energi relatif lebih kecil, tidak memerlukan udara dalam jumlah yang besar, lumpur yang terjadi relatf kecil dibandingkan dengan proses lumpur aktif, serta relatif tidak menimbulkan buih. Sedangkan kekurangan dari sistem RBC yakni sensitif terhadap temperatur.

Gambar 2.3. Mekanisme Proses Penguraian Senyawa Organik Oleh Mikroorganisme Di Dalam RBC

(17)

2.2.2.A. Proses Pengolahan

Secara garis besar proses pengolahan air limbah dengan sistem RBC terdiri dari bak pemisah pasir, bak pengendap awal, bak kontrol aliran, reaktor/kontaktor biologis putar (RBC), Bak pengendap akhir, bak khlorinasi, serta unit pengolahan lumpur. Diagram proses pengolahan air limbah dengan sistem RBC adalah seperti pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Sistem RBC.

Bak Pemisah Pasir

Air limbah dialirkan dengan tenang ke dalam bak pemisah pasir, sehingga kotoran yang berupa pasir atau lumpur kasar dapat diendapkan. Sedangkan kotoran

(18)

Bak Pengendap Awal

Dari bak pemisah/pengendap pasir, air limbah dialirkan ke bak pengedap awal. Di dalam bak pengendap awal ini lumpur atau padatan tersuspensi sebagian besar mengendap. Waktu tinggal di dalam bak pengedap awal adalah 2 - 4 jam, dan lumpur yang telah mengendap dikumpulkan daan dipompa ke bak pengendapan lumpur.

Bak Kontrol Aliran

Jika debit aliran air limbah melebihi kapasitas perencanaan, kelebihan debit air limbah tersebut dialirkan ke bak kontrol aliran untuk disimpan sementara. Pada waktu debit aliran turun / kecil, maka air limbah yang ada di dalam bak kontrol dipompa ke bak pengendap awal bersama-sama air limbah yang baru sesuai dengan debit yang diinginkan.

Kontaktor (reaktor) Biologis Putar

Di dalam bak kontaktor ini, media berupa piringan (disk) tipis dari bahan polimer atau plastik dengan jumlah banyak, yang dilekatkan atau dirakit pada suatu poros, diputar secara pelan dalam keadaan tercelup sebagian ke dalam air limbah. Waktu tinggal di dalam bak kontaktor kira-kira 2,5 jam. Dalam kondisi demikian, mikro-organisme akan tumbuh pada permukaan media yang berputar tersebut, membentuk suatu lapisan (film) biologis. Film biologis tersebut terdiri dari berbagai jenis/spicies mikro-organisme misalnya bakteri, protozoa, fungi, dan lainnya.

Mikro-organisme yang tumbuh pada permukaan media inilah yang akan menguraikan senaywa organik yang ada di dalam air limbah. Lapsian biologis tersebut makin lama makin tebal dan kerena gaya beratnya akan mengelupas dengan sedirinya dan lumpur orgnaik tersebut akan terbawa aliran air keluar. Selanjutnya laisan biologis akan tumbuh dan berkembang lagi pada permukaan media dengan sendirinya.

(19)

Bak Pengendap Akhir

Air limbah yang keluar dari bak kontaktor (reaktor) selanjutnya dialirkan ke bak pengendap akhir, dengan waktu pengendapan sekitar 3 jam. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif, lumpur yang berasal dari RBC lebih mudah mengendap, karena ukurannya lebih besar dan lebih berat. Air limpasan (over flow) dari bak pengendap akhir relaitif sudah jernih, selanjutnya dialirkan ke bak khlorinasi. Sedangkan lumpur yang mengendap di dasar bak di pompa ke bak pemekat lumpur bersama-sama dengan lumpur yang berasal dari bak pengendap awal.

Bak Khlorinasi

Air olahan atau air limpasan dari bak pengendap akhir masih mengandung bakteri coli, bakteri patogen, atau virus yang sangat berpotensi menginfeksi ke masyarakat sekitarnya. Untuk mengatasi hal tersebut, air limbah yang keluar dari bak pengendap akhir dialirkan ke bak khlorinasi untuk membunuh mikro-organisme patogen yang ada dalam air. Di dalam bak khlorinasi, air limbah dibubuhi dengan senyawa khlorine dengan dosis dan waktu kontak tertentu sehingga seluruh mikro-orgnisme patogennya dapat di matikan. Selanjutnya dari bak khlorinasi air limbah sudah boleh dibuang ke badan air.

Bak Pemekat Lumpur

Lumpur yang berasal dari bak pengendap awal maupun bak pengendap akhir dikumpulkan di bak pemekat lumpur. Di dalam bak tersebut lumpur di aduk secara pelan kemudian di pekatkan dengan cara didiamkan sekitar 25 jam sehingga lumpurnya mengendap, selanjutnya air supernatant yang ada pada bagian atas

(20)

2.2.2.B. Keunggulan dan Kelemahan RBC

Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah dengan sistem RBC antara lain :

• Pengoperasian alat serta perawatannya mudah.

• Untuk kapasitas kecil / paket, dibandingkan dengan proses lumpur aktif konsumsi energi lebih rendah.

• Dapat dipasang beberapa tahap (multi stage), sehingga tahan terhadap fluktuasi beban pengoalahan.

• Reaksi nitrifikasi lebih mudah terjadi, sehingga efisiensi penghilangan ammonium lebih besar.

• Tidak terjadi bulking ataupun buih (foam) seperti pada proses lumpur aktif.

Sedangkan beberapa kelemahan dari proses pengolahan air limbah dengan sistem RBC antara lain yakni :

• Pengontrolan jumlah mikro-organisme sulit dilakukan. • Sensitif terhadap perubahan temperatur.

• Kadang-kadang konsentrasi BOD air olahan masih tinggi.

• Dapat menimbulkan pertumbuhan cacing rambut, serta kadang-kadang timbul bau yang kurang sedap.

2.2.3. Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Aerasi Kontak

Proses ini merupakan pengembangan dari proses lumpur aktif dan proses biofilter. Pengolahan air limbah dengan proses aerasi kontak ini terdiri dari dua bagian yakni pengolahan primer dan pengolahan sekunder.

Pengolahan Primer

Pada pengolahan primer ini, air limbah dialirkan melalui saringan kasar (bar screen) untuk menyaring sampah yang berukuran besar seperti sampah daun,

(21)

kertas, plastik dll. Setelah melalui screen air limbah dialirkan ke bak pengendap awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya. Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungasi sebagai bak pengontrol aliran.

Pengolahan sekunder

Proses pengolahan sekunder ini terdiri dari bak kontaktor anaerob (anoxic) dan bak kontaktor aerob. Air limpasan dari bak pengendap awal dipompa dan dialirkan ke bak penenang, kemudian dari bak penenang air limbah mengalir ke bak kontaktor anaerob dengan arah aliran dari bawah ke atas (Up Flow). Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik atau kerikil/batu split. Jumlah bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah.

Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak aerasi. Di dalam bak aerasi ini diisi dengan media dari bahan pasltik (polyethylene), batu apung atau bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan media. Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik. Proses ini sering di namakan Aerasi Kontak (Contact Aeration).

Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikro-organisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan (over flow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah

(22)

Dengan proses ini air limbah rumah sakit dengan konsentrasi BOD 250 -300 mg/lt dapat di turunkan kadar BOD nya menjadi 20 -30 mg/lt. Skema proses pengolahan air limbah rumah sakit dengan sistem aerasi kontak dapat dilihat pada Gambar 2.5. Surplus lumpur dari bak pengendap awal maupun akhir ditampung ke dalam bak pengering lumpur, sedangkan air resapannya ditampung kembali di bak penampung air limbah.

Gambar 2.5. Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Aerasi Kontak.

Keunggulan Proses Aerasi Kontak

• Pengelolaannya sangat mudah. • Biaya operasinya rendah.

• Dibandingkan dengan proses lumpur aktif, Lumpur yang dihasilkan relatif sedikit. • Dapat menghilangkan nitrogen dan phospor yang dapat menyebabkan

euthropikasi.

• Suplai udara untuk aerasi relatif kecil.

(23)

2.2.4. Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Biofilter

“Up Flow” Anaerob

Proses pengolahan air limbah dengan biofilter “up flow” ini terdiri dari bak pengendap, ditambah dengan beberapa bak biofilter yang diisi dengan media kerikil atau batu pecah, plastik atau media lain. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik Bak pengendap terdiri atas 2 ruangan, yang pertama berfungsi sebagai bak pengendap pertama, sludge digestion (pengurai lumpur) dan penampung lumpur sedangkan ruang kedua berfungsi sebagai pengendap kedua dan penampung lumpur yang tidak terendapkan di bak pertama, dan air luapan dari bak pengendap dialirkan ke media filter dengan arah aliran dari bawah ke atas.

Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh

lapisan film mikro-organisme. Mikro-organisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap. Air luapan dari biofilter kemudian dibubuhi dengan khlorine atau kaporit untuk membunuh mikroorganisme patogen, kemudian dibuang langsung ke sungai atau saluran umum. Skema proses pengolahan air limbah dengan biofilter “Up Flow” dapat dilihat seperti terlihat dalam Gambar 2.6.

Biofilter “Up Flow” ini mempunyai 2 fungsi yang menguntungkan dalam proses pengolahan air buangan yakni antara lain :

• Adanya air buangan yang melalui media kerikil yang terdapat pada biofilter lama kelamaan mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang menyelimuti kerikil atau yang disebut juga biological film. Air limbah yang masih mengandung zat organik yang belum teruraikan pada bak pengendap bila melalui lapisan lendir ini

(24)

padatan tersuspensi atau suspended solids (SS) dan konsentrasi total nitrogen dan posphor.

• Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring air limbah yang melalui media ini. Sebagai akibatnya, air limbah yang mengandung suspended solids dan bakteri E.coli setelah melalui filter ini akan berkurang konsentrasinya. Efesiensi penyaringan akan sangat besar karena dengan adanya biofilter up flow yakni penyaringan dengan sistem aliran dari bawah ke atas akan mengurangi kecepatan partikel yang terdapat pada air buangan dan partikel yang tidak terbawa aliran ke atas akan mengendapkan di dasar bak filter. Sistem biofilter Up Flow ini sangat sederhana, operasinya mudah dan tanpa memakai bahan kimia serta tanpa membutuhkan energi. Poses ini cocok digunakan untuk mengolah air limbah dengan kapasitas yang tidak terlalu besar.

Gambar 2.6. Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Sisten Biofilter “Up Flow”.

(25)

2.2.4.A. Kriteria Perencanaan

Kriteria Perencanaan Bak Pengendap

Bak pengendap harus memenuhi persyaratan tertentu antara lain:

• Bahan bangunan harus kuat terhadap tekanan atau gaya berat yang mungkin timbul dan harus tahan terhadap asam serta harus kedap air.

• Jumlah ruangan disarankan minimal 2 (dua) buah. • Waktu tinggal (residence time) 1s/d 3 hari.

• Bentuk Tangki empat persegi panjang dengan perbandingan panjang dan lebar 2 s/d 3 : 1.

• Lebar Bak minimal 0,75 meter dan panjang bak minimal 1,5 meter.

• Kedalaman air efektif antara 1-2 meter, tinggi ruang bebas air 0,2 - 0,4 meter dan tinggi ruang

• Untuk penyimpanan lumpur 1/3 dari kedalaman air efektif (laju produksi lumpur sekitar 0,03 - 0,04 M3/orang /tahun ).

• Dasar bak dapat dibuat horizontal atau dengan kemiringan tertentu untuk memudahkan pengurasan lumpur.

• Pengurasan lumpur minimal dilakukan setiap 2 - 3 tahun.

Kriteria Perencanaan Biofilter “Up Flow”

Untuk merencanakan biofilter “Up Flow” harus memenuhi beberapa persyaratan atara lain yakni :

(26)

Salah satu contoh hasil uji coba pengolahan air limbah dengan proses air limbah dengan biofilter Up Flow ditunjukkan seperti pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Efisiensi Pengoalahan Air Limbah Dengan Proses Biofilter “Up Flow”

CONTOH AIR BOD COD SS T-N MBAS COLI

mg/lt % mg/lt % mg/lt % mg/lt % mg/lt % MPN/ 100 ml % Air Limbah (1) 235,93 483,43 249 68,87 11,52 17.670 (2) 76,73 67,48 173,38 64,14 79,75 67,97 49,90 27,54 9,45 17,97 11.500 34,92 Air (3) 68,49 70,87 145,82 69,84 55,25 77,81 43,49 36,85 8,03 30,29 6.130 65,31 Olahan (4) 62,54 73,49 137,97 71,47 44,06 82,33 39,79 42,22 6,66 42,19 4.500 74,53 (5) 45,01 80,92 108,61 77,53 33 86,75 32,2 53,24 5,26 54,33 3.100 82,46 Keterangan:

(1), (2) ... (5) ialahadalah titik pengambilan contoh air seperti pada gambar (7). Sumber : Said, N.I., “Sistem Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga Skala Individual

Tangki Septik Filter Up Flow”, Majalah Analisis Sistem Nomor 3, Tahun II, 1995.

2.2.5. Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Kombinasi

Biofilter Anaerob-Aerob Tercelup

Proses ini pengolahan dengan biofilter anaerob-aerob ini merupakan

pengembangan dari proses proses biofilter anaerob dengan proses aerasi kontak Pengolahan air limbah dengan proses biofilter anaerob-aerob terdiri dari beberapa bagian yakni bak pengendap awal, biofilter anaerob (anoxic), biofilter aerob, bak pengendap akhir, dan jika perlu dilengkapi dengan bak kontaktor khlor.

Air limbah yang berasal dari rumah tangga dialirkan melalui saringan kasar (bar screen) untuk menyaring sampah yang berukuran besar seperti sampah daun, kertas, plastik dll. Setelah melalui screen air limbah dialirkan ke bak pengendap awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya. Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungasi sebagai bak pengontrol aliran, serta bak

(27)

pengurai senyawa organik yang berbentuk padatan, sludge digestion (pengurai lumpur) dan penampung lumpur.

Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak kontaktor anaerob dengan arah aliran dari atas ke dan bawah ke atas. Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik atau kerikil/batu split. Jumlah bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikro-organisme. Mikro-organisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap

Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak kontaktor aerob. Di dalam bak kontaktor aerob ini diisi dengan media dari bahan kerikil, pasltik (polyethylene), batu apung atau bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan media. Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen serta mempercepat proses nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi lebih besar. Proses ini sering di namakan Aerasi Kontak (Contact Aeration).

Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikro-organisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan (over flow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah

(28)

Gambar 2.7. Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga (Domistik) Dengan Proses Biofilter Anaerob-Aerob.

Peoses dengan Biofilter “Anaerob-Aerob” ini mempunyai beberapa keuntungan yakni:

• Adanya air buangan yang melalui media kerikil yang terdapat pada biofilter mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang menyelimuti kerikil atau yang disebut juga biological film. Air limbah yang masih mengandung zat organik yang belum teruraikan pada bak pengendap bila melalui lapisan lendir ini akan mengalami proses penguraian secara biologis. Efisiensi biofilter tergantung dari luas kontak antara air limbah dengan mikro-organisme yang menempel pada permukaan media filter tersebut. Makin luas bidang kontaknya maka efisiensi penurunan konsentrasi zat organiknya (BOD) makin besar. Selain menghilangkan atau mengurangi konsentrasi BODdan COD, cara ini dapat juga mengurangi konsentrasi padatan tersuspensi atau suspended solids (SS), deterjen (MBAS), ammonium dan posphor.

(29)

• Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring air limbah yang melalui media ini. Sebagai akibatnya, air limbah yang mengandung suspended solids dan bakteri E.coli setelah melalui filter ini akan berkurang konsentrasinya. Efesiensi penyaringan akan sangat besar karena dengan adanya biofilter up flow yakni penyaringan dengan sistem aliran dari bawah ke atas akan mengurangi kecepatan partikel yang terdapat pada air buangan dan partikel yang tidak terbawa aliran ke atas akan mengendapkan di dasar bak filter. Sistem biofilter anaerob-aerb ini sangat sederhana, operasinya mudah dan tanpa memakai bahan kimia serta tanpa membutuhkan energi. Poses ini cocok digunakan untuk mengolah air limbah dengan kapasitas yang tidak terlalu besar

• Dengan kombinasi proses “Anaerob-Aerob”, efisiensi penghilangan senyawa phospor menjadi lebih besar bila dibandingankan dengan proses anaerob atau proses aerob saja. Phenomena proses penghilangan phosphor oleh mikroorganisne pada proses pengolahan anaerob-aerob dapat diterangkan seperti pada Gambar 2.8. Selama berada pada kondisi anaerob, senyawa phospor anorganik yang ada dalam sel-sel mikrooragnisme akan keluar sebagi akibat hidrolosa senyawa phospor. Sedangkan energi yang dihasilkan digunakan untuk menyerap BOD (senyawa organik) yang ada di dalam air limbah.

• Efisiensi penghilangan BOD akan berjalan baik apabila perbandingan antara BOD dan phospor (P) lebih besar 10. (Metcalf and Eddy, 1991). Selama berada

pada kondisi aerob, senyawa phospor terlarut akan diserap oleh

bakteria/mikroorganisme dan akan sintesa menjadi polyphospat dengan menggunakan energi yang dihasik oleh proses oksidasi senywa organik (BOD). Dengan demikian dengan kombinasi proses anaerob-aerob dapat menghilangkan BOD maupun phospor dengan baik. Proses ini dapat digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban organik yang cukup besar.

(30)

Gambar 2.8. Proses Penghilangan Phospor Oleh Mikroorganisme Di Dalam Proses Pengolahan “Anaerob-Aerob”.

Pengolahan air limbah dengan proses biofim mempunyai beberapa keunggulan antara lain :

Pengoperasiannya mudah

Di dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm, tanpa dilakukan sirkulasi lumpur, tidak terjadi masalah “bulking” seperti pada proses lumpur aktif (Activated sludge process). Oleh karena itu pengelolaaanya sangat mudah.

Lumpur yang dihasilkan sedikit

Dibandingakan dengan proses lumpur aktif, lumpur yang dihasilkan pada proses biofilm relatif lebih kecil. Di dalam proses lumpur aktif antara 30 – 60 % dari BOD

(31)

yang dihilangkan (removal BOD) diubah menjadi lumpur aktif (biomasa) sedangkan pada proses biofilm hanya sekitar 10-30 %. Hal ini disebabkan karena pada proses biofilm rantai makanan lebih panjang dan melibatkan aktifitas mikroorganisme dengan orde yang lebih tinggi dibandingkan pada proses lumpur aktif.

Dapat digunakan untuk pengolahan air limbah dengan konsentrasi rendah maupun konsentrasi tinggi.

Oleh karena di dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm mikroorganisme atau mikroba melekat pada permukaan medium penyangga maka pengontrolan terhadap mikroorganisme atau mikroba lebih mudah. Proses biofilm tersebut cocok digunakan untuk mengolah air limbah dengan konsentrasi rendah maupun konsentrasi tinggi.

Tahan terhadap fluktuasi jumlah air limbah maupun fluktuasi konsentrasi.

Di dalam proses biofilter mikro-organisme melekat pada permukaan unggun media, akibatnya konsentrasi biomasa mikro-organisme per satuan volume relatif besar sehingga relatif tahan terhadap fluktuasi beban organik maupun fluktuasi beban hidrolik.

Pengaruh penurunan suhu terhadap efisiensi pengolahan kecil.

Jika suhu air limbah turun maka aktifitas mikroorganisme juga berkurang, tetapi oleh karena di dalam proses biofilm substrat maupun enzim dapat terdifusi sampai ke bagian dalam lapisan biofilm dan juga lapisan biofilm bertambah tebal maka pengaruh penurunan suhu (suhu rendah) tidak begitu besar.

(32)

2.3. Pemilihan Proses

Berdasarkan beberapa macam proses pengolahan air limbah seperti uraian di atas, untuk proses pengolahan air limbah Rumah Sakit skala kecil proses pengolahan yang paling sesuai yakni proses pengolahan dengan Sistem Kombinasi Biofilter Anaerob dan Aerob.

Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah dengan biofilter anaerb-aerob antara lain yakni :

• Pengelolaannya sangat mudah. • Biaya operasinya rendah.

• Dibandingkan dengan proses lumpur aktif, Lumpur yang dihasilkan relatif sedikit. • Dapat menghilangkan nitrogen dan phospor yang dapat menyebabkan

euthropikasi.

• Suplai udara untuk aerasi relatif kecil.

• Dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup besar. • Dapat menghilangan padatan tersuspensi (SS) dengan baik.

(33)

BAB 3

RANCANG BANGUN

UNIT IPAL RUMAH SAKIT

“Kombinasi Biofilter Anaerob-Aerob”

Kapasitas 20 M

3

Per Hari

3.1. Tinjauan Proses Anaerob Dan Aerob

engolahan air buangan secara biologis adalah suatu cara pengolahan yang diarahkan untuk menurunkan atau menyisihkan substrat tertentu yang

terkandung dalam air buangan dengan memanfaatkan aktivitas

mikroorganisme untuk melakukan perombakan substrat tersebut. Proses pengolahan air buangan secara biologis dapat berlangsung dalam tiga lingkungan utama, yaitu :

• Lingkungan aerob , yaitu lingkungan dimana oksigen terlarut (DO) di dalam air cukup banyak, sehingga oksigen bukan merupakan faktor pembatas.

• Lingkungan anoksik, yaitu lingkungan dimana oksigen terlarut (DO) di dalam air ada dalam konsentrasi rendah.

• Lingkungan anaerob, merupakan kebalikan dari lingkungan aerob, yaitu tidak terdapat oksigen terlarut, sehingga oksigen menjadi faktor pembatas berlangsungnya proses metabolisme aerob.

Berdasarkan pada kondisi pertumbuhan mikroorganisme yang bertanggung

jawab pada proses penguraian yang terjadi, reaktor dapat dibedakan menjadi 2

(34)

• Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reactor), yaitu reaktor dimana mikroorganisme yang berperan pada proses penguraian substrat tumbuh dan berkembang di atas suatu media dengan membentuk suatu lapisan lendir (lapisan biofilm) untuk melekatkan diri di atas permukaan media tersebut.

3.1.1. Proses Pengolahan Biologis Secara Anaerob

3.1.1.1. Mekanisme Proses Anaerob

Polutan-polutan organik komplek seperti lemak, protein dan karbohidrat pada

kondisi anaerobic akan dihidrolisa oleh enzim hydrolase yang dihasilkan bakteri pada tahap pertama. Enzim penghidrolisa seperti lipase, protease dan cellulase. Hasil hidrolisa polimer-polimer diatas adalah monomer seperti manosakarida, asam amino, peptida dan gliserin. Selanjutnya monomer-monomer ini akan diuraikan menjadi asam-asam lemak (lower fatty acids) dan gas hidrogen.

Kumpulan mikroorganisme, umumnya bakteri, terlibat dalam transformasi senyawa komplek organik menjadi metan. Lebih jauh lagi, terdapat interaksi sinergis antara bermacam-macam kelompok bakteri yang berperan dalam penguraian limbah. Keseluruhan reaksi dapat digambarkan sebagai berikut (Polprasert, 1989) :

Senyawa Organik → CH4 + CO2 + H2 + NH3 + H2S

Meskipun beberapa jamur (fungi) dan protozoa dapat ditemukan dalam

penguraian anaerobik, bakteri bakteri tetap merupakan mikroorganisme yang paling dominan bekerja didalam proses penguraian anaerobik. Sejumlah besar bakteri anaerobik dan fakultatif (seperti : Bacteroides, Bifidobacterium, Clostridium,

Lactobacillus, Streptococcus) terlibat dalam proses hidrolisis dan fermentasi

senyawa organik. Proses penguraian senyawa organik secara anaerobik secara garis besar ditunjukkan seperti pada Gambar 3.1.

(35)

Gambar 3.1. Kelompok Bakteri Metabolik Yang Terlibat Dalam Penguraian Limbah Dalam Sistem Anaerobik.

Ada empat grup bakteri yang terlibat dalam transformasi material komplek menjadi molekul yang sederhana seperti metan dan karbon dioksida. Kelompok bakteri ini bekerja secara sinergis (Archer dan Kirsop, 1991; Barnes dan Fitzgerald, 1987; Sahm, 1984; Sterritt dan Lester, 1988; Zeikus, 1980),

1) Kelompok Bakteri Hidrolitik

Kelompok bakteri anaerobik memecah molekul organik komplek (protein,

cellulose, lignin, lipids) menjadi molekul monomer yang terlarut seperti asam amino, glukosa, asam lemak, dan gliserol. Molekul monomer ini dapat langsung

(36)

2) Kelompok Bakteri Asidogenik Fermentatif

Bakteri asidogenik (pembentuk asam) seperti Clostridium merubah gula, asam amino, dan asam lemak menjadi asam organik (seperti asam asetat, propionik, formik, lactik, butirik, atau suksinik), alkohol dan keton (seperti etanil, metanol, gliserol, aseton), asetat, CO2 dan H2. Asetat adalah produk utama dalam fermentasi karbohidrat. Hasil dari fermentasi ini bervariasi tergantung jenis bakteri dan kondisi kultur seperti temperatur, pH, potensial redok.

3) Kelompok Bakteri Asetogenik

Bakteri asetogenik (bakteri yang memproduksi asetat dan H2) seperti

Syntrobacter wolinii dan Syntrophomonas wolfei (McInernay et al., 1981) merubah

asam lemak (seperti asam propionat, asam butirat) dan alkohol menjadi asetat, hidrogen, dan karbon dioksida, yang digunakan oleh bakteri pembentuk metan (metanogen). Kelompok ini membutuhkan ikatan hidrogen rendah untuk merubah asam lemak; dan oleh karenanya diperlukan monitoring hidrogen yang ketat.

Dibawah kondisi tekanan hidrogen (H2) parsial yang relatif tinggi, pembentukan asetat berkurang dan subtrat dirubah menjadi asam propionat, asam butirat, dan etanol dari pada metan. Ada hubungan simbiotik antara bakteri asetonik dan metanogen. Metanogen membantu menghasilkan ikatan hidrogen rendah yang dibutuhkan oleh bakteri asetogenik.

Etanol, asam propionat, dan asam butirat dirubah menjadi asam asetat oleh bakteri asetogenik dengan reaksi sebagai berikut :

CH3CH2OH + CO2 → CH3COOH + 2H2

Etanol Asam Asetat

CH3CH2COOH + 2H2O → CH3COOH + CO2 + 3H2

(37)

CH3CH2CH2COOH + 2H2O → 2CH3COOH + 2H2

Asam Butirat Asam Asetat

Bakteri asetogenik tumbuh jauh lebih cepat dari pada bakteri metanogenik. Kecepatan pertumbuhan bakteri asetogenik (µmak) mendekati 1 per jam sedangkan bakteri metanogenik 0,04 per jam (Hammer, 1986).

4) Kelompok Bakteri Metanogen

Penguraian senyawa organik oleh bakteri anaerobik dilingkungan alam melepas 500 - 800 juta ton metan ke atmosfir tiap tahun dan ini mewakili 0,5% bahan organik yang dihasilkan oleh proses fotosintesis (Kirsop, 1984; Sahm, 1984). Bakteri metanogen terjadi secara alami didalam sedimen yang dalam atau dalam pencernaan herbivora. Kelompok ini dapat berupa kelompok bakteri gram positip dan gram negatif dengan variasi yang banyak dalam bentuk. Mikroorganime metanogen tumbuh secara lambat dalam air limbah dan waktu tumbuh berkisar 3 hari pada suhu 35oC sampai dengan 50 hari pada suhu 10oC.

Bakteri metanogen dibagi menjadi dua katagori, yaitu :

Bakteri metanogen hidrogenotropik (seperti: chemolitotrof yang

mengguna-kan hidrogen) merubah hidrogen dan karbon dioksida menjadi metan.

CO2 + 4H2 → CH4 + 2H2O

Metan

Bakteri metanogen yang menggunakan hidrogen membantu memelihara tekanan parsial yang sangat rendah yang dibutuhkan untuk proses konversi asam volatil dan

(38)

Bakteri asetoklastik tumbuh jauh lebih lambat (waktu generasi = beberapa hari) dari pada bakteri pembentuk asam (waktu generasi = beberapa jam). Kelompok ini terdiri dari dua kelompok, yaitu : Metanosarkina (Smith dan Mah, 1978) dan

Metanotrik (Huser et al., 1982). Selama penguraian termofilik (58oC) dari limbah lignosellulosik, Metanosarkina adalah bakteri asetotropik yang ditemukan dalam bioreaktor. Sesudah 4 minggu, Metanosarkina (µmak = 0,3 tiap hari; Ks = 200 mg/l) digantikan oleh Metanotrik (µmak = 0,1 tiap hari; Ks = 30 mg/l).

Gambar 3.2. Neraca Masa Pada Proses Penguraian Anaerobik (Fermentasi Metan)

Kurang lebih sekitar 2/3 metan dihasilkan dari konversi asetat oleh metanogen asetotropik. Sepertiga sisanya adalah hasil reduksi karbon dioksida oleh hidrogen (Mackie dan Bryant, 1984). Diagram neraca masa pada penguraian zat organik komplek menjadi gas metan secara anaerobik ditujukkan seperti pada Gambar 3.2.

(39)

Secara umum klasifikasi bakteri metanogen dapat dilihat pada Tabel 3.1. (Balch et al, 1979). Metanogen dikelompokkan menjadi tiga orde yakni:

• Metanobakteriales misalnya Metanobakterium, breviater,

Metano-termus.

• Metanomikrobiales misalnya Metanomikrobium, genium,

Metano-spirilium, Metanosarkina, dan Metanokokoid

• Metanokokales misalnya Metanokokkus.

Paling sedikit ada 49 spesies metanogen yang telah didiskripsi (Vogels et al.,

1988). Koster (1988) telah mengkompilasi beberapa bakteri metanogen yang telah diisolasi dan masing-masing substratnya, ditunjukkan sperti pada Tabel 3.2.

Proses penguraian senyawa hidrokarbon, lemak dan protein secara biologis menjadi methan di kondisi proses anaerobik secara umum ditunjukkan seperti pada Gambar 3.3, 3.4 dan Gambar 3.5.

Tabel 3.1. Klasifikasi Metanogen

Order Famili Genus Spesies

Methanobacteriales Methanobacteri aceae Methanobacterium Methanobrevibacter M. formicicum M. bryanti M. thermoautotrophicum M. ruminantium M. arboriphilus M. smithii M. vannielli Methanococcales Methanococcac eae Methanococcus Methanomicrobium M. voltae M. mobile methanomicrobiales Methanomicrob iaceae Methanogenium M. cariaci M. marisnigri M. hungatei

(40)

Gambar 3.3. Proses Penguraian Senyawa Hidrokarbon Secara Anaerobik Menjadi Methan

(41)
(42)
(43)

Tabel 3.2. Metanogen Terisolasi dan Subtratnya

Bakteri Subtrat

Methanobacterium bryantii H2

M. formicicum H2 dan HCOOH

M. thermoautotrophicum H2

M. alcaliphilum H2

Methanobrevibacter arboriphilus H2

M. ruminantium H2 dan HCOOH

M. smithii H2 dan HCOOH

Methanococcus vannielii H2 dan HCOOH

M. voltae H2 dan HCOOH

M. deltae H2 dan HCOOH

M. maripaludis H2 dan HCOOH

M. jannaschii H2

M. thermolithoautotrophicus H2 dan HCOOH

M. frisius

Methanomicrobium mobile H2 dan HCOOH

M. paynteri H2

Methanospirillum hungatei H2 dan HCOOH

Methanoplanus limicola H2 dan HCOOH

M. endosymbiosus H2

Methanogenium cariaci H2 dan HCOOH

M. marisnigri H2 dan HCOOH

M. tatii H2 dan HCOOH

M. olentangyi H2

M. thermophilicum H2 dan HCOOH

M. bourgense H2 dan HCOOH

M. aggregans H2 dan HCOOH

Methanoccoides methylutens CH3NH2 dan CH3OH

Methanotrix soehngenii CH3COOH

M. conilii CH3COOH

(44)

3.1.1.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mekanisme Proses

Anaerob

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadapp penguraian secara anaerobik antara lain yakni temperatur, waktu tinggal (rentention time), keasaman (pH), komposisi kimia air limbah, kompetisi antara metanogen dan bakteri racun (toxicants).

a) Temperatur

Produksi metan dapat dihasilkan pada temperatur antara 0oC - 97oC. Walaupun bakteri metan psychrophilic tidak dapat diisolasi, bakteri thermophilik beroperasi secara optimum pada temperatur 50 - 75oC ditemukan di daerah panas.

Methanothermus fervidus ditemukan ditemukan di Iceland dan tumbuh pada

temperatur 63 - 97oC (Sahm, 1984).

Di dalam instalasi pengolahan limbah pemukiman, penguraian anaerobik

dilakukan dalam kisaran mesophilik dengan temperatur 25 - 40 oC dengan

temperatur optimum mendekati 35oC . Penguraian thermophilik beroperasi pada

temperatur 50 - 65oC. Penguraian ini memungkinkan untuk pengolahan limbah

dengan beban berat dan juga efektif untuk mematikan bakteri pathogen. Salah satu kelemahan adalah sensitivitas yang tinggi terhadap zat toksik (Koster, 1988).

Karena pertumbuhan bakteri metan yang lebih lambat dibandingkan bakteri acidogenik, maka bakteri metan sangat sensitif terhadap perubahan kecil temperatur. Karena penggunaan asam volatil oleh bakteri metan, penurunan temperatur cenderung menurunkan laju pertumbuhan bakteri metan. Oleh karena itu penguraian mesophilik harus didisain untuk beroperasi pada temperatur antara 30 - 35oC untuk fungsi optimal.

b) Waktu Tinggal

Waktu tinggal air limbah dalam reaktor anaerob, yang tergantung pada karakteristik air limbah dan kondisi lingkungan, harus cukup lama untuk proses

(45)

metabolisma oleh bakteri anaerobik dalam reaktor pengurai. Penguraian didasarkan pada bakteri yang tumbuh menempel mempunyai waktu tinggal yang rendah (1-10 hari) dari pada bakteri yang terdispersi dalam air (10-60 hari). Waktu tinggal pengurai mesophilik dan termophilik antara 25 - 35 hari tetapi dapat lebih rendah lagi (Sterritt dan Lester, 1988).

c) Keasaman (pH)

Kebanyakan pertumbuhan bakteri metanogenik berada pada kisaran pH antara 6,7 - 7,4, tetapi optimalnya pada kisaran pH antara 7,0 - 7,2 dan proses dapat gagal jika pH mendekati 6,0. Bakteri acidogenik menghasilkan asam organik, yang cenderung menurunkan pH bioreaktor. Pada kondisi normal, penurunan pH ditahan oleh bikarbonat yang dihasilkan oleh bakteri metanogen. Dibawah kondisi lingkungan yang berlawanan kapasitas buffering dari sistem dapat terganggu, dan bahkan produksi metan dapat terhenti.

Asiditas lebih berpengaruh terhadap metanogen dari pada bakteri acidogenik. Peningkatan tingkat volatil merupakan indikator awal dari terganggunya sistem. Monitoring ratio asam volatil total (asam asetat) terhadap alkali total (kalsium karbonat) disarankan dibawah 0,1 (Sahm, 1984). Salah satu metode untuk memperbaiki keseimbangan pH adalah meningkatkan alkaliniti dengan menambah bahan kimia seperti lime (kapur), anhydrous ammonia, sodium hidroksida, atau sodium bikarbonat.

d) Komposisi Kimia Air Limbah

Bakteri metanogenik dapat menghasilkan metan dari karbohidrat, protein, dan lipida, dan juga dari senyawa komplek aromatik (contoh : ferulik, vanilik, dan asam

(46)

untuk produksi gas yang optimal sebaiknya sekitar 25-30 : 1 (Polprasert, 1989). Metanogen menggunakan ammonia dan sulfida sebagai sumber nitrogen dan sulfur. Walaupun sulfida bebas adalah toksik terhadap metanogen bakteri pada tingkat 150 - 200 mg/l, unsur ini merupakan sumber sulfur utama untuk bakteri metanogen (Speece, 1983).

e) Kompetisi Metanogen dengan Bakteri Pemakan Sulfat

Bakteri pereduksi sulfat dan metanogen dapat memperebutkan donor elektron yang sama, asetat dan H2. Studi tentang kinetik pertumbuhan dari dua kelompok bakteria ini menunjukkan bahwa bakteri pemakan sulfat mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap asetat (Ks= 9,5 mg/l) dari pada metanogen (Ks = 32,8 mg/l).

Ini berarti bahwa bakteri pemakan sulfat akan memenangkan kompetisi pada kondisi konsentrasi asetat yang rendah (Shonheit et al., 1982; Oremland, 1988; Yoda et al., 1987). Bakteri pemakan sulfat dan metanogen sangat kompetitif pada rasio COD/SO4 berkisar 1,7 - 2,7. Pada rasio yang lebih tinggi baik untuk metanogen sedangkan bakteri pemakan sulfat lebih baik pada rasio yang lebih kecil.

f) Zat Toksik

Zat toksik kadang-kadang dapat menyebabkan kegagalan pada proses penguraian limbah dalam proses anaerobik. Terhambatnya pertumbuhan bakteri metanogen pada umumnya ditandai dengan penurunan produksi metan dan meningkatnya konsentrasi asam-asam volatil. berikut ini adalah beberapa zat toksik yang dapat menghambat pembentukan metan.

Oksigen.

Metanogen adalah bakteri anaerob dan dapat terhambat pertumbuhannya oleh oksigen dalam kadar trace level (Oremland, 1988; Roberton dan Wolfe, 1970).

(47)

Amonia.

Amonia yang tidak terionisasi cukup toksik atau beracun untuk bakteri metanogen. Barangkali karena produksi amonia bebas tergantung pH (amonia bebas terbentuk pada pH tinggi), sedikit toksisitas yang dapat diamati pada pH netral. Amonia sebagai penghambat terhadap pembentukan metanogen pada konsentrasi 1500 - 3000 mg/l. Penambahan amonia menambah waktu tinggal partikel padat (Bhattacharya dan Parkin, 1989).

Hidrokarbon terklorinasi.

Senyawa khlorin alifatis lebih beracun terhadap metanogen dari pada terhadap mikroorganisma hetrotropik aerobik (Blum dan Speece, 1992). Kloroform sangat toksik terhadap bakteri metanogen dan cenderung menghambat secara total, hal ini dapat diukur dari produksi metan dan akumulasi hidrogen pada konsentrasi diatas 1 mg/l (Hickey et al., 1987). Aklimatisasi senyawa ini meningkatkan toleransi metanogen sampai pada konsentrasi kloroform 15 mg/l Pemulihan kehidupan bakteri metanogen tergantung pada konsentrasi biomassa, waktu tinggal partikel padat, dan temperatur (Yang dan Speece, 1986).

Senyawa Benzen.

Kultur murni dari bakteri metanogen (contoh : Methanothix concilii,

Methanobacterium espanolae, Methanobacterium bryantii) dapat dihambat pertumbuhannya oleh senyawa benzen (contoh : benzen, toloene, fenol, pentachlorophenol). Pentachlorophenol adalah yang paling toksik (beracun) dari pada seluruh benzen yang diuji (Patel et al., 1991).

(48)

Asam Volatil.

Jika pH dijaga tetap netral, asam volatil seperti asam asetat atau butirik tidak berpengaruh besar (sedikit toksik) terhadap bakteri metan.

Asam Lemak rantai panjang.

Asam lemak rantai panjang (contoh : caprylic, capric, lauric, myristic, dan asam oleic) menghambat asetoklastik metanogen (contoh : Methanothrix spp.) dalam mencerna asetat dalam lumpur limbah (Koster dan Cramer, 1987).

Logam Berat.

Logam berat(contoh : Cu++, Pb++, Cd++, Ni++, Zn++, Cr+6) yang ditermukan dalam air dan lumpur limbah dari industri dapat menghambat penguraian limbah anaerobik (Lin, 1992; Mueller dan Steiner, 1992). Toksisitas meningkat jika afinitas logam berat pada lumpur limbah (sludge) menurun dan sebaliknya jika afinitas pada lumpur logam berat tinggi menjadi sedikit toksik.

Toksitas logam menghambat reaksi berikutnya dengan hidrogen sulfida, yang cenderung untuk pembentukan pengendapan logam berat yang tidak terlarut. Beberapa logam seperti nickel, kobalt, dan molybdenum pada konsentrasi kecil (trace) dapat merangsang bakteri methanogen (Murray dan Van Den Berg, 1981; Shonheit et al, 1979; Whiman dan Wolfe, 1980).

Sianida.

Sianida digunakan dalam proses industri seperti pembersihan logam dan elektroplating. Pemulihan bakteri metanogen tergantung pada konsentrasi biomassa, waktu tinggal partikel padat, dan temperatur (Fedorak et al., 1986; Yang dan Speece, 1985).

(49)

Sulfida.

Sulfida adalah salah satu penghalang potensial dalam penguraian limbah anaerobik (Anderson et al, 1982). Melalui difusi sel membran lebih cepat untuk hidrogen sulfida yang tidak terionisasi dibandingkan dibandingkan yang terionisasi, toksisitas sulfida sangat tergantung pada pH (Koster et al., 1986). Sulfida sangat toksik untuk bakteri metanogenik jika konsentrasinya lebih dari 150-200 mg/l. Bakteri pembentuk asam tidak begitu sensitif terhadap hidrogen sulfida dibandingkan dengan metanogen.

Tanin.

Tanin adalah senyawa fenolik yang berasal dari anggur, pisang, apel, kopi, kedelai, dan sereal. Senyawa ini umumnya toksik terhadap bakteri metanogen.

Salinitas.

Salinitas adalah jenis marial toksik lain dalam penguraian air limbah dalam sistem anaerobik. Karena potasium dapat menetralkan toksisitas sodium, maka jenis toksisitas ini dapat dihambat dengan menambah garam potasium dalam air limbah.

Efek Balik (Feedback Inhibition).

Sistem anaerobik dapat dihambat oleh beberapa hasil antara (intermediates

produced) selama proses. Tingginya konsentrasi hasil antara ini (seperti : H2, asam lemak volatil) toksik.

(50)

• Proses anaerobik dapat segera menggunakan CO2 yang ada sebagai penerima elektron. Proses tersebut tidak membutuhkan oksigen dan pemakaian oksigen dalam proses penguraian limbah akan menambah biaya pengoperasian.

• Penguraian anaerobik menghasilkan lebih sedikit lumpur (3-20 kali lebih sedikit dari pada proses aerobik), energi yang dihasilkan bakteri anaerobik relatif rendah. Sebagian besar energi didapat dari pemecahan substrat yang ditemukan dalam hasil akhir, yaitu CH4. Dibawah kondisi aerobik 50% dari karbon organik dirubah menjadi biomassa, sedangkan dalam proses anaerobik hanya 5% dari karbon organik yang dirubah menjadi biomassa. Dengan proses anaerobik satu metrik ton COD tinggal 20 - 150 kg biomassa, sedangkan proses aerobik masih tersisa 400 - 600 kg biomassa (Speece, 1983; Switzenbaum, 1983).

• Proses anaerobik menghasilkan gas yang bermanfaat, metan. Gas metan mengandung sekitar 90% energi dengan nilai kalori 9.000 kkal/m3, dan dapat dibakar ditempat proses penguraian atau untuk menghasilkan listrik. Sedikit energi terbuang menjadi panas (3-5%). Pruduksi metan menurunkan BOD dalam Penguraian lumpur limbah.

• Energi untuk penguraian limbah kecil.

• Penguraian anaerobik cocok untuk limbah industri dengan konsentrasi polutan organik yang tinggi.

• Memungkinkan untuk diterapkan pada proses Penguraian limbah dalam jumlah besar.

• Sistem anaerobik dapat membiodegradasi senyawa xenobiotik (seperti

chlorinated aliphatic hydrocarbons seperti trichlorethylene, trihalo-methanes) dan

senyawa alami recalcitrant seperti lignin.

Beberapa kelemahan Penguraian anaerobik : • Lebih Lambat dari proses aerobik

• Sensitif oleh senyawa toksik • Start up membutuhkan waktu lama • Konsentrasi substrat primer tinggi

(51)

3.1.2. Proses Pengolahan Biologis Secara Aerob

3.1.2.1. Mekanisme Proses Aerob

Di dalam proses pengolahan air limbah organik secara biologis aerobik,

senyawa komplek organik akan terurai oleh aktifitas mikroorganisme aerob. Mikroorgnisme aerob tersebut didalam aktifitasnya memerlukan oksigen atau udara untuk memecah senyawa organik yang komplek menjadi CO2 (karbon dioksida) dan air serta ammonium, selanjutnya amonium akan dirubah menjadi nitrat dan H2S akan dioksidasi menjadi sulfat. Secara sederhana reaksi penguraian senyawa organik secara aerobik dapat digambarkan sebagai berikut :

Reaksi Penguraian Organik :

Oksigen (O2)

Senyawa Polutan organik  CO2 + H20 + NH4 + Biomasa Heterotropik

Reaksi Nitrifikasi :

NH4+ + 1,5 O2  NO2- + 2 H+ + H2O NO2- + 0,5 O2  NO3 -

Reaksi Oksidasi Sulfur :

S2 - + ½ O2 + 2 H+  S0 + H2O 2 S + 3 O2 + 2 H2O  2 H2SO4

(52)

3.1.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mekanisme Proses

Aerob

a) Temperatur

Temperatur tidak hanya mempengaruhi aktivitas metabolisme dari populasi mikroorganisme, tetapi juga mempengaruhi beberapa faktor seperti kecepatan transfer gas dan karakteristik pengendapan lumpur. Temperatur optimum untuk mikroorganisme dalam proses aerob tidak berbeda dengan proses anaerob.

b) Keasaman (pH)

Nilai pH merupakan faktor kunci bagi pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa bakteri dapat hidup pada pH diatas 9,5 dan di bawah 4,0. Secara umum pH optimum bagi pertumbuhan mikroorganisme adalah sekitar 6,5-7,5.

c) Waktu Tinggal Hidrolis (WTH)

Waktu Tinggal Hidrolis (WTH) adalah waktu perjalanan limbah cair di dalam reaktor, atau lamanya proses pengolahan limbah cair tersebut. Semakin lama waktu tinggal, maka penyisihan yang terjadi akan semakin besar. Sedangkan waktu tinggal pada reaktor aerob sangat bervariasi dari 1 jam hingga berhari-hari.

d) Nutrien

Disamping kebutuhan karbon dan energi, mikroorganisme juga membutuhkan nutrien untuk sintesa sel dan pertumbuhan. Kebutuhan nutrien tersebut dinyatakan dalam bentuk perbandingan antara karbon dan nitrogen serta phospor yang merupakan nutrien anorganik utama yang diperlukan mikroorganisme dalam bentuk BOD : N : P

Gambar

Gambar 2.2. Diagram Proses Pengolahan Air Limbah   Dengan Proses Lumpur Aktif
Gambar 2.3. Mekanisme Proses Penguraian Senyawa Organik Oleh Mikroorganisme  Di Dalam RBC
Gambar 2.5. Diagram Proses Pengolahan Air Limbah   Dengan Proses Aerasi Kontak.
Gambar 2.6. Diagram Proses Pengolahan Air Limbah   Dengan Sisten Biofilter “Up Flow”.
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Dua garis tersebut akan berpotongan, maka himpunan penyelesaiaanya tunggal. 2) Dua garis tersebut akan saling berimpit, maka himpunan penyelesaiannya tak hingga. 3) Dua

[r]

Karakteristik bahan baku perekat untuk pembuatan biobriket adalah memiliki gaya kohesi yang baik bila dicampurkan dengan bioarang, mudah terbakar, tidak berasap, mudah

Prinsip perhitungan massa gas CO 2 dapat dilakukan dengan berdasarkan pada berat kering biomassa dan perhitungan persamaan gas ideal. Prinsip perhitungan berdasarkan

Pelaksanaan jual beli arisan uang yang terjadi di Desa Sidokumpul Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik yaitu peserta penjual menjual nama arisan yang dimilikinya kepada pihak yang

佐賀県の事例から 佐賀県は強固な佐賀大学医局 ILM を形成したことで初期研修必修化後も特段 の影響を受けなかった。ただし、佐賀大学

Pengembangan Model Intuition Based Learning (IBL) dengan Scientific Approach Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Sragen Tahun Pelajaran

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menemukan konstruksi Islamisasi pengetahuan tentang filsafat dari Ismail Raji’ Al-Faruqi, (2) Menemukan konstruksi