59
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.
4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
CV. CIKUPA INTI RUBBER (CIR) adalah perusahaan yang khusus bergerak dibidang perdagangan sepatu yang mulai didirikan pada tanggal 20 Agustus 2009. Tujuan dari pendirian CV. CIKUPA INTI RUBBER adalah sebagai perusahaan manufaktur profitable, yaitu sebagai perusahaan industri sepatu yang menguntungkan atau sebagai sumber penerimaan bagi pemiliknya yang berusaha membuat produk-produk yang mampu bersaing di pasar dan diterima oleh konsumen.
4.1.1.2 Visi dan Misi CV. CIKUPA INTI RUBBER Visi perusahaan adalah:
60
Menjadi Supplier pilihan utama pelanggan.
Menjunjung tinggi kode etik dalam melakukan semua kegiatan dan transaksi, baik keluar maupun ke dalam perusahaan.
Meningkatkan pelayanan, dan kualitas produk terbaik bagi perlanggan.
Menjalin mitra kerja yang saling menguntungkan. Misi perusahaan adalah:
Mengembangkan bisnis untuk memberikan pandangan masa depan.
Merekrut dan membimbing karyawan agar memiliki pengalaman dan karakter yang baik khususnya kepada rekan kerja maupun kepada semua klien.
Membuat keputusan yang bijak mengenai masalah pembelian, penjualan serta pekerjaan dalam rangka menciptakan stabilitas bagi perusahaan.
Meningkatkan kinerja secara berkesinambungan, baik pribadi maupun dalam bisnis.
Membantu pemerintah dalam program mengurangi pengangguran.
4.1.1.3 Lokasi CV. CIKUPA INTI RUBBER
CV. CIKUPA INTI RUBBER berlokasi Jln. Raya Serang Km. 14,4 Desa Dukuh RT 05/02 Cikupa Kab. Tangerang. CV. CIKUPA INTI RUBBER ditinjau dari segi administrasi berada pada wilayah
61
Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang Provinsi Banten. Dasar pemilihan lokasi adalah sebagai berikut:
a. Segi Teknis
1) Letak geografis sangat baik (10 KM sebelah timur Pusat Kabupaten Tangerang) dan berada dalam kawasan industri Starwin yang terhubung langsung dengan Jalan Raya Serang. 2) Kepadatan penduduk dan kurangnya lapangan kerja di daerah
sekitarnya mengakibatkan banyak pengangguran. Hal ini memudahkan untuk menyerap tenaga kerja.
b. Segi Sosial
1) Pengurangan pengangguran dan membendung bahaya urbanisasi. 2) Membantu pemerintah dalam program mengurangi
pengangguran c. Segi Ekonomis
1) Memperkuat usaha dalam bidang produksi sepatu dalam negeri. 2) Pemasaran hasil produksi dalam jaringan yang luas.
4.1.1.4 Organisasi CV. CIKUPA INTI RUBBER
Bentuk perusahaan CV. CIKUPA INTI RUBBER adalah persekutuan komanditer (Commanditaire Vennootschap atau CV) di bidang manufaktur dalam industri sepatu, dimana perusahaan ini beroperasi dalam skala yang relatif kecil, dan pemilik bertanggung jawab sepenuhnya terhadap risiko dalam kegiatan perusahaan. CV. CIKUPA INTI RUBBER memiliki bentuk struktur organisasi yang sederhana, dapat dilihat pada Gambar. 4.1 dimana struktur organisasi
62
berbentuk garis atau lini. Dalam organisasi garis ini, pimpinan perusahaan membawahi beberapa bagian dengan wewenang dan tanggung jawab secara vertikal. Struktur ini menunjukkan bahwa saluran perintah atau pendelegasian wewenang datang dari pimpinan melalui kepala bagian kemudian diteruskan kepada bawahannya sampai pada tingkat yang terendah. Hubungan horizontal berlangsung antar bagian yang satu dengan bagian yang lain, tetapi bagian yang satu tidak berhak terhadap bagian yang lain. Pemilik sekaligus pimpinan perusahaan CV. CIKUPA INTI RUBBER mengambil keputusan dalam segala bidang aktivitas perusahaan dan menetapkan garis umum kebijakan perusahaan. Dalam pengambilan keputusan, pimpinan perusahaan terlebih dahulu melakukan diskusi dan konfirmasi dengan manager masing-masing departemen, karena manager yang sangat mengetahui kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan.
63
4.1.1.5 Struktur Organisasi Perusahaan dan Deskripsi Jabatan CV. CIKUPA INTI RUBBER
4.1.1.5.1 Struktur Organisasi Perusahaan CV. CIKUPA INTI RUBBER
Dapat terlihat pada Gambar 4.1 sebagai berikut:
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Perusahaan CV. CIKUPA INTI RUBBER
DIREKTUR WAKIL DIREKTUR DEPARTEMEN ADMINISTRASI DEPARTEMEN PRODUKSI DAN TEKNIK BAGIAN KEUANGAN DAN AKUNTANSI BAGIAN UPPER BAGIAN UMUM DAN PERSONALIA BAGIAN BOTTOM DEPARTEMEN QUALITY
CONTROL DAN PLANNING
BAGIAN PEMASARAN BAGIAN FINISHING BAGIAN ASSEMBLING 63
64
4.1.1.5.2 Deskripsi Jabatan Perusahaan CV. CIKUPA INTI RUBBER
CV. CIKUPA INTI RUBBER membentuk tata kerja yang merupakan suatu jenjang dari urutan pekerjaan yang berisikan tugas dan wewenang serta pangkat dan jabatan dari masing-masing departemen. Tugas dan wewenang CV. CIKUPA INTI RUBBER adalah sebagai berikut:
a. Direktur
Direktur adalah pimpinan tertinggi CV. CIKUPA INTI RUBBER yang dibantu oleh manajer keuangan dan umum dan manajer produksi dan teknik. Tugas dan wewenang Direktur sebagai berikut:
1) Menetapkan kebijakan umum perusahaan dalam menyusun rencana kerja, anggaran pendapatan dan anggaran belanja perusahaan.
2) Mengatur dan mengarahkan sumber daya yang ada di dalam perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan.
3) Bertanggung jawab atas semua kegiatan perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan.
b. Bagian Keuangan dan Umum 1. Bagian Keuangan
Tugas dan wewenang bagian keuangan adalah membantu Direktur dalam hal sebagai berikut:
i. Melaksanakan penjualan produk yang meliputi hasil produksi, waste, barang yang tidak terpakai, serta meneliti
65
kebenaran dan kelengkapan jaminan sehubungan dengan penjualan kredit.
ii. Menyelenggarakan lalu lintas keuangan yang meliputi penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang, bertanggung jawab atas uang muka, penyelesaian utang piutang, rencana kebutuhan uang per bulan dan melakukan verifikasi.
iii. Menyelenggarakan kegiatan pergudangan, yang meliputi penerimaan barang, penyimpanan dan pemeliharaan, pengeluaran barang, inventory control, inventarisasi serta stock opname barang dalam gudang.
iv. Melakukan pencatatan atas kekayaan dan hutang perusahaan yang meliputi buku harian, klasifikasi posting, recording, menyiapkan dokumen untuk pengolahan data, meneliti dan mengkoreksi hasil analisis data yang menyangkut administrasi dan keuangan serta menyusun laporan keuangan.
2. Bagian umum
Mempunyai tugas dan wewenang membantu Direktur dalam hal sebagai berikut:
i. Mengatur penyelenggaraan pembinaan personil dan hubungan perburuhan.
66
ii. Mengatur pembinaan mental dan menyelenggarakan tugas-tugas penyuluhan atas masalah-masalah karyawan dan keluarganya.
iii. Bersama bagian teknik dan bagian produksi mengatur usaha perlindungan kerja.
iv. Mengatur kegiatan-kegiatan hubungan masyarakat sekitar perusahaan dan penerangan terhadap warga perusahaan serta mengatur dokumentasi perusahaan.
v. Mengatur kegiatan tata usaha surat menyurat, pengolahan data dan penyusunan laporan.
c. Bagian Produksi
Bagian produksi mempunyai tugas dan wewenang membantu Direktur dalam hal sebagai berikut:
i. Mengatur dan melaksanakan pembuatan barang dari bahan baku menjadi barang jadi.
ii. Mengatur pelaksanaan maintenance, rehabilitasi dan overhaul mesin-mesin produksi.
iii. Membuat rencana kebutuhan bahan baku atau bahan pembantu, spare part, alat dan bahan lain yang berhubungan dengan tugasnya.
iv. Bersama dengan bagian teknik, mengatur dan mengawasi usaha perlindungan keselamatan kerja.
v. Mengatur kerja dan memberi rekomendasi pengangkatan, mutasi, dan pelatihan untuk karyawan bagian produksi.
67
d. Bagian Teknik
i. Mengatur pelasanaan operasi dan maintenance, serta rehabilitasi dan perbaikan mesin-mesin.
ii. Mengatur distribusi tenaga listrik, air, dan AC sesuai kebutuhan.
iii. Memberikan jasa bengkel.
iv. Membuat rencana kebutuhan bahan bakar, pelumas, spare part, alat-alat, dan bahan lain yang berhubungan dengan tugasnya.
4.1.2 Aktifitas Perusahaan
4.1.2.1 Kontruksi Sepatu
Umumnya konstruksi sepatu terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu upper dan bottom. Upper sepatu adalah bagian sepatu yang terdapat di bagian sisi atas, mulai dari ujung depan sepatu, sisi kanan dan kiri, bagian lidah (tongue) sampai dengan bagian belakang. Karakteristik dari upper biasanya berbahan dasar kain sintetis atau kulit (leather) yang telah dirakit dengan jahitan (stitching process). Bottom sepatu adalah bagian alas atau bagian bawah dari sepatu, biasanya orang menyebut bagian sole. Bottom terdiri dari insole, midsole, dan outsole. Konstruksi sepatu dapat dilihat pada Gambar berikut:
68
Gambar 4.2 Kontruksi Sepatu Converse ALL STAR
Sumber : http://akb-shoe.blogspot.com/2014/07/converse-all-star.html
4.1.2.2 Proses Produksi
Aktivitas utama perusahaan adalah memproduksi berbagai jenis sepatu dengan merk dagang “ALL STAR” lokal. Produksi sepatu yang dilakukan oleh CV. CIKUPA INTI RUBBER berdasarkan atas pesanan yang diterima (make to order). CV. CIKUPA INTI RUBBER memiliki standar proses produksi sepatu dengan 4 (empat) tahap yaitu:
1) Proses Produksi Upper dan Insole (Upper and Insole Production) INSOLE BUMPER TONGUE TOE CAP
LINING UPPER OUTSOLE
69
Proses pembuatan Upper (bagian atas sepatu) diawali dengan pengambilan bahan baku berupa kain kanvas, kain Lining (kanvas natural), dan epa dari gudang bahan baku lalu dipola sesuai model kemudian masuk proses pemotongan (cutting) menjadi komponen Upper dan Insole. Komponen Upper yang sudah jadi kemudian dilakukan proses Sewing / Stitching untuk pola lebih lanjut, sepert jahit logo, penempelan komponen, dan penjahitan variasi pada Upper. Setelah itu, dilakukan proses koncing atau melubangi Upper untuk memasang kancing (eye late). Insole dan Upper yang selesai produksi kemudian masuk ke Departemen Pengendalian Kualitas (Quality Control) dilakukan pengecekan standar kualitas Upper yang ditetapkan perusahaan sebelum dikirim ke bagian Assembling.
2) Proses Produksi Bottom (Bottom Production)
Proses pembuatan Bottom (bagian bawah sepatu) terbagi menjadi 4 (empat) bagian, yaitu pembuatan Outsole, bumper, Foxing dan Toe Cap. Proses ini diawali dengan penimbangan bahan baku. Kemudian bahan baku tersebut dicampur dengan beberapa bahan kimia dan karet jenis KBR-01 dan SIR-3L untuk diolah kedalam mesin Kneader. Proeses pengolahan dalam mesin Kneader membutuhkan waktu sekitar 10 menit. Untuk menghasilkan komponen Bumper, Foxing dan Toe cap hasil dari pengolahan tersebut di mixing kedalam mesin Roll dengan temperatur 55-65° C. Sedangkan untuk menghasilkan
70
komponen Outsole hasil dari pengolahan tersebut di cetak didalam mesin Press dengan temperatur 140-145° C. Setelah selesai proses, kemudian komponen-komponen tersebut didinginkan selama kurang lebih enam jam.
3) Proses Perakitan Komponen (Assembling)
Proses perakitan (assembling) berbagai komponen menjadi sepatu diawali dengan proses persiapan komponen seperti penyediaan Laste, Upper, Outsole, Foxing, Bumper, Toe Cap, dan Texon Board.
Proses Assembling diawali dengan pemasangan Upper dan Outsole. Sebelum dilakukan pemasangan, terlebih dahulu Upper dipasang Texon dengan cara diobras. Kemudian Upper dipasangkan ke Laste agar Upper membentuk kontur kaki. Selanjutnya, pemasangan Toe Cap pada Upper dengan cara pengeleman. Lalu dilakukan pemolesan primer untuk penempelan Upper dan Outsole. Penempelan dilakukan dengan cara di lem dengan 2 (dua tahap), yaitu pengeleman untuk bagian dasar (outsole) dan pengeleman untuk bagian atas (upper). Upper dan Outsole yang sudah terpasang kemudian dibentuk pola untuk penempelan Foxing. Lalu pemolesan primer dilakukan pada bagian depan untuk Bumper dan belakang untuk logo dan di press secara keseluruhan. Setelah itu, dilakukan pemanasan sepatu selama ± 60-80 menit pada mesin pemanas (oven). Sepatu yang sudah siap kemudian
71
didinginkan selama 30-60 menit dan selanjutnya dilakukan pelepasan laste dari sepatu serta pemasangan tali (lace). Terakhir, dilakukan pengecekan dan pembersihan pada sepatu dari segala kotoran (sisa lem, debu, atau sisa benang).
4) Finishing
Proses ini merupakan akhir dari semua proses produksi yang dikerjakan. Sepatu hasil produksi yang telah melewati pemeriksaan kualitas kemudian dipasangkan Name Tag dan dikemas (packing) ke dalam plastik yang selanjutnya disimpan di gudang sebagai barang jadi.
Proses produksi sepatu CV. CIKUPA INTI RUBBER dapat disajikan dalam Gambar 4.3 berikut:
Gambar 4.3 Proses Produksi Sepatu CV. CIKUPA INTI RUBBER Sumber : Data Perusahaan (diolah Penulis)
Proses Pembuatan Upper dan Insole (Upper and Insole
Production)
Proses Perakitan (Assembling)
Proses Pembuatan Bottom (Bottom Production)
Finishing
72
Gambar 4.4 Bagan Proses Produksi Upper Sumber : Data Perusahaan (diolah penulis)
Pemotongan (Cutting)
Bahan Baku Upper Pembentukan Pola
Sewing/Stitching
Pengecekan (Checking) Koncing
73
Gambar 4.5 Bagan Proses Produksi Bottom Sumber : Data Perusahaan (diolah penulis) Pencampuran Bahan
Compound dan Karet Pengolahan dalam Mesin Kneader
Mesin Press Mesin Roll
Outsole Foxing, Toe Cap,
Bumper
Pendinginan Pengecekan
74
Gambar 4.6 Bagan Proses Assembling Sumber : Data Perusahaan (diolah penulis)
74
Obras Upper
dengan Texon Pemasangan Laste
Pengeleman Toe Cap
Pengeleman Atas Pemolesan Primer 1 Pengeleman Dasar
Penggabungan Upper dan Outsole Pola dan
Pemasangan Foxing Pemolesan Primer 2
Pengeleman untuk logo dan bumper
75
Gambar 4.7 Bagan Proses Finishing Sumber : Data Perusahaan (diolah penulis)
Pemasangan Name Tag Pembersihan (Cleaning) Pemasangan Tali
Pengemasan (Packing) Gudang Barang Jadi
76
Adapun hasil produksi sepatu ALL STAR tipe Chuck Taylor Low Cut yang dihasilkan oleh CV. CIKUPA INTI RUBBER seperti gambar dibawah ini:
Gambar 4.8 Sepatu ALL STAR Tipe Chuck Taylor Low Cut
4.1.3 Data Produksi
Data yang dikumpulkan adalah data produksi Sepatu ALL STAR Tipe Chuck Taylor Low Cut. Data berupa jumlah produksi dan jumlah produk cacat selama bulan Januari sampai dengan bulan Juni. Data diperoleh melalui wawancara dan pengumpulan catatan dokumentasi perusahaan yang dapat dilihat pada Tabel 4.1
77
Tabel 4.1 Data Produksi Sepatu ALL STAR Tipe Chuck Taylor Low
Cut Pada Bulan Januari Sampai Dengan Bulan Juni
No Periode
ALL STAR Tipe Chuck Taylor Low Cut
% Cacat Jumlah Produksi Jumlah Cacat
1 Januari 30870 464 1,50 2 Febuari 32595 537 1,64 3 Maret 21240 459 2,16 4 April 28325 412 1,45 5 Mei 32170 592 1,84 6 Juni 23904 510 2,13 Total 169104 2974 1,75
Sumber: CV. CIKUPA INTI RUBBER
4.2 Pengolahan Data
Untuk mencapai peningkatan kualitas dengan penerapan metode Six Sigma, pengolahan data yang dilakukan harus melalui tahapan-tahapan seperti, Define, Measure, Analysis, Improve dan Control (DMAIC). Konsep ini merupakan tahapan peningkatan kualitas secara terus menerus menuju target Six Sigma.
4.2.1 Tahap Definisi (Define)
Dalam tahapan pertama ini, dilakukan pendefinisian masalah kualitas dalam proses akhir produk sepatu mengenai jumlah produk
78
dan jumlah produk cacat. Didalam tahap define memerlukan langkah-langkah pendefinisian sebagai berikut:
1. Pendefinisian kriteria pemilihan proyek.
2. Pendefinisian peran-peran orang yang terlibat dalam proses produksi.
3. Dan, membuat diagram SIPOC.
4.2.1.1 Pendefinisian Kriteria Pemilihan Proyek
Produk sepatu ALL STAR Tipe Chuck Taylor Low Cut pada CV. CIKUPA INTI RUBBER merupakan produk yang paling dominan diantara semua tipe sepatu yang diproduksi oleh perusahaan ini, karena tipe sepatu ini yang paling banyak dipesan atau diminati oleh konsumen bila dibandingkan dengan produk lainnya seperti sepatu ALL STAR Tipe ALL STAR Tipe Chuck Taylor High Cut, ALL STAR Tipe Chuck Taylor Lean Low Cut dan ALL STAR Tipe Chuck Taylor Lean High Cut. Perusahaan telah menetapkan persentase nilai maksimal untuk cacat pada produk sepatu yaitu tidak melebihi 2% dari jumlah produksi. Namun pada kenyataannya persentasi yang dialami masih ada yang diatas 2% dengan berbagai jenis kecacatan. Jenis kecacatan yang dihasilkan pada produk sepatu seperti foxing bonding, foxing melentung, foxing bonyok, foxing kuning, toe cap bonyok, out sole reject, out sole miring, bumper melentung, bumper bonyok, bumper bonding, toe cap melentung dan upper miring. Dengan banyaknya jenis cacat yang terjadi, ini menunjukan proses produksi sepatu masih belum
79
berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.1 bahwa persentase kecacatan produk tiap bulannya berubah-ubah yaitu pada bulan Januari sebesar 1,53 %, pada bulan Febuari sebesar 1,64 %, pada bulan Maret sebesar 2,16 %, pada bulan April sebesar 1,45 %, pada bulan Mei sebesar 1,68 % dan pada bulai Juni sebesar 2,13 %. Persenatse tertinggi terjadi pada bulan Maret.
4.2.1.2 Pendefinisian Peran-peran Orang yang Terlibat Dalam
Proses Produksi
CV. CIKUPA INTI RUBBER memliki beberapa orang yang terlibat didalam proyek ini, yaitu:
a. Pimpinan perusahaan bertindak sebagai Dewan kepemimpinan dan Champion, yang memiliki tanggungjawab dalam melakukan pemantauan secara periodik terhadap proses produksi sepatu.
b. Kepala bagian produksi bertindak sebagai Master Black Belt yang memiliki tanggungjawab memberikan pemahaman mengenai batas toleransi cacat produk kepada semua karyawan, dengan harapan karyawan mampu meningkatkan kinerja didalam proses produksi sepatu.
c. Supervisor atau Mandor bertindak sebagai Green Belt yang memiliki tanggungjawab terhadap proses produksi sepatu.
80
d. Karyawan bertindak sebagai member dalam perusahaan CV. CIKUPA INTI RUBBER yang memiliki tanggungjawab untuk menjalankan proses produksi sepatu.
4.2.1.3 Membuat Diagram SIPOC
Dalam manajemen dan perbaikan proses, diagram SIPOC merupakan salah satu teknik yang paling berguna dan paling sering digunakan. Diagram ini digunakan untuk menampilkan sekumpulan aktifitas lintas fungsional dalam satu diagram tunggal yang sederhana, menggunakan kerangka kerja yang dapat diterapkan pada proses dengan semua ukuran bahkan organisasi keseluruhan, membantu memelihara perspektif “gambar besar”, yang untuk itu detail tambahan dapat dilakukan untuk menyajikan tampilan “sekilas” dari aliran kerja. SIPOC dari lima elemen yang ada yaitu, Supplier (pemasok), Input (masukan), Process (proses), Output (keluaran) dan Customer (pelanggan). (Hendra: 2011)
Proses produksi sepatu ALL STAR Tipe Chuck Taylor Low Cut memiliki diagram SIPOC sebagai berikut:
81
Supplier Input Process Output Customer
Bahan baku Compound dari CV. Dian Anugrah Bahan baku karet dari CV. Dwi Tunggal Bahan baku upper dari CV. Lima Saudara Texon Canvas Natural Kancing Tali Foxing Set Outsole Insole Name Tag Tongue Label Lem Benang Sepatu ALL STAR Tipe Chuck Taylor Low Cut Toko-toko sepatu dan Usaha Kecil Menengah (UKM) lainnya
Gambar 4.9 Diagram SIPOC Proses Produksi Sepatu ALL STAR Tipe Chuck Taylor Low Cut
4.2.2 Tahap Pengukuran (Measure)
Didalam tahapan kedua ini dilakukan pengevaluasian sistem pengukuran karakteristik-karakteristik bagi kualitas (CTQ) dan menaksir kemampuan baseline kinerja (output) yang dapat memberikan informasi untuk membantu dalam proses pengambilan keputusan untuk peningkatan kualitas. Tahap-tahap dalam pengukuran (Measure), yaitu:
Pembuatan upper dan insole Pembuatan bottom Assembling
82
4.2.2.1 Menentukan Karakteristik Kualitas (CTQ)
Karakteristik kualitas (Critical to Quality - CTQ) harus berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik pelanggan, dengan melihat persyaratan-persyaratan output yang diinginkan pelanggan (Gaspersz, 2002). Karakteristik-karakteristik kunci yang dapat menyebabkan produk akhir sepatu tidak memenuhi harapan konsumen adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2 Data CTQ (Critical to Quality) Potensial Produk Sepatu Tipe ALL STAR Chuck Taylor Low Cut
No
Jenis
Cacat Januari Febuari Maret April Mei Juni 𝜮 %
1 Foxing Bonding 108 94 128 93 104 124 651 21,88 2 Foxing Melentung 21 45 33 43 41 32 215 7,22 3 Foxing Bonyok 34 27 27 34 40 51 213 7,16 4 Foxing Kuning 23 46 45 29 32 26 201 6,75 5 Toe Cap Bonyok 76 34 39 40 33 35 257 8,64
83
No
Jenis
Cacat Januari Febuari Maret April Mei Juni 𝜮 %
6 Out Sole Reject 29 71 35 33 46 44 258 8,67 7 Out Sole Miring 38 29 28 20 67 33 215 7,22 8 Bumper Melentung 17 74 23 22 38 60 234 7,86 9 Bumper Bonyok 24 22 17 28 58 31 180 6,05 10 Bumper Bonding 13 13 35 14 49 24 148 4,97 11 Toe Cap melentung 23 16 27 25 34 36 161 5,41 12 Upper Miring 58 66 22 31 50 14 241 8,10 Total 464 537 459 412 592 510 2974 100
84
4.2.2.2 Pengukuran Baseline Kinerja Output Perusahaan
(menghitung DPMO dan level sigma perusahaan)
Untuk mengukur tingkat kinerja perusahaan dapat diketahui dengan menentukan Defect Per Million Opportunities (DPMO) dan melakukan pengukuran level Sigma. Berdasarkan pengukuran ini, tinggi rendahnya level Sigma sangat bergantung kepada tingginya tingkat kegagalan atau cacat dari jumlah produksi.
Perhitungan nilai DPMO (Defect Per Million Opportunity) dan Sigma produk sepatu ALL STAR Tipe Chuck Taylor Low Cut dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3 Nilai DPMO dan Sigma Dari Proses Produksi Sepatu (Januari - Juni)
Bulan A Jumlah Produksi B Jumlah Produk Cacat C Banyak CTQ Penyebab Kecacatan D Proporsi 𝐂 𝑩 X 100% = E DPMO 𝐂 𝑩𝒙𝑫 X 1 jt = F Sigma G** Januari 30870 464 10 1,5 1252,56 4,52 Febuari 32595 537 10 1,64 1372,91 4,49 Maret 21240 459 10 2,16 1800,84 4,41
85 Bulan A Jumlah Produksi B Jumlah Produk Cacat C Banyak CTQ Penyebab Kecacatan D Proporsi 𝐂 𝑩 X 100% = E DPMO 𝐂 𝑩𝒙𝑫 X 1 jt = F Sigma G** April 28325 412 10 1,45 1212,12 4,53 Mei 32170 592 10 1,84 1533,51 4,46 Juni 23904 510 10 2,13 1777,94 4,41 Total 169104 2974 Rata-rata 10,72 1465,57 4,47
Sumber: Data sukender yang diolah ** Konversi nilai DPMO
Pada perhitungan dalam Tabel 4.3 diatas, maka dapat dinyatakan bahwa CV. CIKUPA INTI RUBBER memiliki tingkat Sigma sebesar 4,47 dengan DPMO rata-rata sebesar 1465,57 per sejuta produk.
4.2.3 Tahap Analisa (Analyze)
Dalam tahapan ketiga ini, merupakan fase mencari dan menentukan akar permasalahan. Analisis data ini dilakukan untuk mencari apa aja yang menjadi faktor penyebab kegagalan proses dan menemukan sumber penyebab masalah kualitas. Tahap ini terdiri atas 3 langkah, yaitu:
86
4.2.3.1 Membuat Pareto Diagram
Pareto Diagram adalah grafik yang digunakan untuk melihat penyebab terbesar suatu masalah (Rampersad, 2005). Grafik ini menampilkan distribusi variabel data-data, seperti permasalahan, complain, peny`ebab, tipe-tipe non-conformities.
Cara pembuatan Pareto Diagram ini adalah dengan menyusun data frekuensi terbanyak hingga data dengan frekuensi terkecil. Biasanya Pareto Diagram digunakan sebagai identifikasi masalah yang paling penting. Dalam Pareto Diagram, berlaku aturan 80/20. Artinya, 20% jenis kecacatan dapat menyebabkan 80% kegagalan proses.
Proses penyusunan Pareto Diagram mengikuti enam langkah yaitu :
a) Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data berdasarkan masalah, penyebab, jenis ketidaksesuaian dan sebagainya.
b) Menentukan satuan yang digunakan untuk urutan karakteristik misalnya frekuensi, unit dan sebagainya.
c) Mengumpulkan data.
d) Merangkum data dan membuat rangking dari kategori data. e) Menghitung frekuensi kumulatif atau presentasi kumulatif. f) Membuat diagram batang, menunjukan tingkat kepentingan dari
87
Setelah Pareto Diagram dibuat kita dapat memprioritaskan penyelesaian masalah yang terjadi, sehingga kita dapat menentukan DSP (Daftar Skala Prioritas) tentang jenis cacat mana yang akan di prioritaskan terlebih dahulu karena cacat tersebut mempunyai nilai tertinggi dari jenis cacat lainnya yang mempengaruhi kualitas produk sepatu tersebut.
Berdasarkan data kecacatan pada tahapan measure, dapat diketahui bahwa ada 12 jenis cacat, yaitu:
1. Foxing Bonding, cacat sebanyak 651 (21,88%) 2. Foxing Melentung, cacat sebanyak 215 (7,22%) 3. Foxing Bonyok, cacat sebanyak 213 (7,16%) 4. Foxing Kuning, cacat sebanyak 201 (6,75%) 5. Toe Cap Bonyok, cacat sebanyak 257 (8,64%) 6. Out Sole Reject, cacat sebanyak 258 (8,67%) 7. Out Sole Miring, cacat sebanyak 215 (7,22%) 8. Bumper Melentung, cacat sebanyak 234 (7,86%) 9. Bumper Bonyok, cacat sebanyak 180 (6,05%) 10. Bumper Bonding, cacat sebanyak 148 (148%) 11. Toe Cap Melentung, cacat sebanyak 161 (5,41%) 12. Upper Miring, cacat sebanyak 241 (8,10%)
88
Gambar 4.10 Pareto Diagram Jenis Kecacatan Sepatu ALL STAR Tipe Chuck Taylor Low Cut
Dari hasil perhitungan diatas dapat dilihat bahwa persentase terbesar yaitu untuk jenis cacat Foxing Bonding, 21,88%. Sesuai dengan prinsip Pareto 80-20, dimana 20% produk cacat dapat disebabkan oleh 80% jenis kecacatan. Oleh karena itu, untuk mengurangi jumlah produk cacat sampai pada tingkat 80% cukup dengan mengendalikan jenis cacat Foxing Bonding agar lebih efisien dan tidak memakan waktu, biaya dan tenaga kerja yang ada.
0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% 0 100 200 300 400 500 600 700
Pareto Diagram Jenis Kecacatan Sepatu
89
4.2.3.2 Membuat Fishbone Diagram
Diagram Sebab-Akibat atau yang sering dikenal dengan istilah Diagram Tulang Ikan (Fishbone Diagram) adalah alat yang memungkinkan meletakkan secara sistematis representasi grafis jalan setapak yang pada akhirnya mengarah ke akar penyebab suatu masalah kualitas.
Diagram Sebab-Akibat terdiri dari dua sisi. Pada sisi kanan, efek samping, daftar masalah, atau kekhawatiran akan kualitas dipertanyakan. Sementara pada sisi kiri adalah daftar penyebab utama masalah itu. Sisi kanan juga dapat mencakup efek yang diinginkan pengguna untuk dicapai. Yang penting dilakukan adalah penyebab terus-menerus mendefinisikan dan berhubungan satu sama lain.
Langkah-langkah pembuatan Diagram Sebab-Akibat yaitu : a. Tentukan masalah yang akan diperbaiki.
b. Cari faktor utama yang berpengaruh.
c. Cari faktor yang lebih spesifik yang mempengaruhi faktor utama. Untuk mengetahui penyebab timbulnya permasalahan pada produksi sepatu ALL STAR Tipe Chuck Taylor Low Cut maka dilakukan wawancara dan dokumentasi cacatan dengan bagian-bagian yang berhubungan dengan proses produksi. Fokus analisa lebih kepada unsur teratas sebagai sebab dari suatu akibat yaitu manusia, metode kerja, material, mesin dan lingkungan.
Adapun gambar Fishbone Diagram untuk masalah Foxing Bonding dapat dilihat pada Gambar 4.6
90
Gambar 4.11 Fishbone Diagram Penyebab Foxing Bonding
Adapun uraian dari Gambar 4.6 Fishbone Diagram Penyebab Foxing Bonding, yaitu:
1. Man
Permasalahan yang terjadi pada manusia adalah:
a. Karyawan bekerja kurang teliti didalam melakukan penyetelan mesin Oven sehingga menyebabkan tidak merekatnya bagian foxing Rubber dengan Upper.
Method
Man
Machine
Material
Kurang teliti
Kurang pengetahuan
Mesin terlalu sering
standby
Tidak meratanya suhu dalam oven
Karyawan tidak memenuhi SOP
Komposisi bahan baku compound tidak sesuai standar
Kadar sulfur terlalu tinggi
Foxing Bonding
Kurang pengawasan
Bahan baku compound sudah expired
91
b. Kurang pengetahuan didalam pengoperasian mesin Oven. Hal ini disebabkan karena karyawan tersebut merupakan karyawan baru. c. Kurang pengawasan, hal ini terjadi karena karyawan yang malas
mengawasi jalannya proses produksi yang nantinya akan menyebabkan hasil akhir pada proses Oven menjadi tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan.
2. Mechine
Permasalahan yang terjadi pada mesin adalah:
a. Mesin terlalu sering standby. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengawasan pada mesin Oven ketika waktu pakai dan tidak sehingga terjadi penurunan kinerja mesin.
b. Tidak meratanya suhu pada mesin Oven (suhu normal 50-55° C), ini juga merupakan salah satu penyebab terjadinya Foxing Bonding, karena sering terjadi ditengah proses Oven.
3. Method
Permasalahan yang terjadi pada metode kerja adalah:
a. Karyawan tidak memenuhi standar operasi prosedur (SOP) pada mesin Oven yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman terhadap proses kerja mesin.
4. Material
Permasalahan yang terjadi pada material adalah:
a. Komposisi bahan baku Compound tidak sesuai dengan standar. Hal ini terjadi saat penimbangan bahan baku Compound untuk membuat Foxing.
92
b. Bahan baku Compound yang sudah expired, ini juga merupakan salah satu faktor penyebab Foxing Bonding, karena Foxing akan sulit merekat dengan Upper setelah dilakukan proses Oven.
c. Kadar Sulfur terlalu tinggi. Ini terjadi ketika proses pengolahan dalam mesin Kneader sehingga menghasilkan Foxing yang keras.
4.2.3.3 Membuat FMEA (Failure Mode and Effect Analyze)
Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin modus kegagalan. Dalam Metode FMEA dilakukan perhitungan Risk Priority Number (RPN) yang merupakan hasil perkalian dari nilai Severity (S), Occurrence (O) dan Detectability (D).
Kegagalan pada proses kemudian diberi rating sebagai dasar prioritas dalam melakukan tindakan perbaikan. Rating diberikan berdasarkan beberapa kategori dengan menggunakan skala 1-10 sebagai kriterianya, yaitu:
1. Severity, rating yang mengacu pada besarnya dampak serius dari penyebab kecacatan produk sepatu.
2. Occurrence, rating yang mengacu pada berapa banyak frekuensi penyebab kecacatan produk sepatu.
3. Detection, mengacu pada kemungkinan metode deteksi yang sekarang dapat mendeteksi penyebab kecacatan produk sepatu sebelum produk tersebut dirilis untuk produksi.
93
Berikut adalah Tabel FMEA penyebab terjadinya Foxing Bonding pada produk sepatu ALL STAR Tipe Chuck Taylor Low Cut yang dapat dilihat pada Tabel 4.4
94
Tabel 4.4 FMEA Produk Sepatu ALL STAR Tipe Chuck Taylor Low Cut
Keterangan: S = Severity, O = Occurance, D = Detection
Deskripsi Proses
Jenis Kecacatan
Efek Kecacatan S Penyebab Kecacatan O Deteksi D RPN Ranking
Ovening Machine Foxing Bonding Tidak merekatnya Foxing dengan Upper 9 Bahan baku Compound sudah expired
4 proses penimbangan Periksa SOP saat
bahan baku 3 108 5 Terlalu lama dalam
mesin Oven (Standar 50-55°C) 9 Periksa SOP sebelum pengoperasian mesin Oven 5 405 2
Operator kurang teliti dalam pengoperasian
mesin 8
Peneguran langsung
terhadap Operator 6 432 1
Kadar Sulfur terlalu
tinggi 3 Periksa SOP 3 81 6 Mesin terlalu sering
standby 3
Periksa mesin sebelum memulai
proses 2 54 7
Tidak meratanya suhu
dalam oven 4 sebelum memulai Periksa mesin
proses 4 144 4
Komposisi bahan baku Compound tidak
sesuai standar 7 Periksa SOP 3 189 3
95
4.2.4 Tahap Perbaikan (Improve)
Dalam tahapan keempat ini, merupakan tahapan perbaikan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini akan dilakukan perbaikan dari penyebab signifikan yang muncul dari Fishbone Diagram untuk jenis cacat Foxing Bonding. Langkah perbaikan yang dilakukan untuk memperbaiki proses produksi sepatu, yaitu dengan metode 5W+1H.
4.2.4.1 Perbaikan Foxing Bonding dengan Metode 5W+1H Metode 5W+1H terdiri dari What (apa), Why (mengapa), Where (dimana), When (kapan), Who (siapa) dan How (bagaimana). Berikut adalah rencana tindakan perbaikan pada faktor man, machine, method dan material untuk jenis kecacatan yang paling signifikan dapat dilihat pada beberapa Tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5 Perbaikan Foxing Bonding Pada Faktor Man
Jenis 5W+1H Deskripsi / Tindakan
Tujuan Utama
What (apa) 1. Meningkatkan skill karyawan.
2. Meningkatkan kedisiplinan karyawan. 3. Meningkatkan kesadaran karyawan akan
pentingnya kualitas sepatu.
Alasan Kegunaan
Why (mengapa)
1. Agar karyawan lebih terampil dalam bekerja.
2. Agar karyawan lebih disiplin dalam bekerja. 3. Agar karyawan mengetahui akan
96
Jenis 5W+1H Deskripsi / Tindakan
Lokasi
Where (dimana)
Dilaksanakan di CV. CIKUPA INTI RUBBER, pada ruang pelatihan karyawan.
Sekuens (Urutan)
When (kapan) Pada saat proses produksi.
Orang Who (siapa) Kepala bagian produksi yang bertanggung jawab dalam pelaksanaannya.
Metode How
(bagaimana)
Melakukan pelatihan kerja, pelatihan kedisiplinan, mengadakan penyuluhan akan pentingnya kualitas untuk setiap proses produksi sepatu.
Sumber: Data primer hasil wawancara dan dokumentasi catatan di CV. CIKUPA INTI RUBBER
Tabel 4.6 Perbaikan Foxing Bonding Pada Faktor Machine
Jenis 5W+1H Deskripsi / Tindakan
Tujuan Utama
What (apa) Meningkatkan upaya pemeliharaan mesin dan perawatan mesin secara berkala.
97
Jenis 5W+1H Deskripsi / Tindakan
Alasan Kegunaan
Why (mengapa)
Untuk mengantisipasi gangguan mesin pada saat proses produksi berlangsung.
Lokasi Where
(dimana)
Dilaksanakan di CV. CIKUPA INTI RUBBER, pada ruang pelatihan karyawan.
Sekuens (Urutan)
When (kapan) Setelah Improve pada faktor Man atau secara bersamaan dengan Improve pada faktor Man.
Orang Who (siapa) Kepala bagian produksi dan bagian teknisi yang bertanggung jawab dalam pelaksanaannya.
Metode How
(bagaimana)
Melakukan penjelasan tentang pemeliharaan mesin dan perawatan mesin secara berkala. Dan mengganti mesin yang lama dengan yang baru apabila mesin sudak tidak layak pakai.
Sumber: : Data primer hasil wawancara dan dokumentasi catatan di CV. CIKUPA INTI RUBBER
98
Tabel 4.7 Perbaikan Foxing Bonding Pada Faktor Method
Jenis 5W+1H Deskripsi / Tindakan
Tujuan Utama
What (apa) Membuat standar operasional prosedur (SOP) untuk karyawan CV. CIKUPA INTI RUBBER
Alasan Kegunaan
Why (mengapa)
Agar didalam pelaksanaan proses produksi menghasilkan kualitas sepatu yang sesuai dengan standar.
Lokasi Where
(dimana)
Dilaksanakan di CV. CIKUPA INTI RUBBER, pada ruang pelatihan karyawan.
Sekuens (Urutan)
When (kapan) Pelaksanaan dapat dilakukan bersama dengan Improve pada faktor Man.
Orang Who (siapa) Kepala bagian produksi yang bertanggung jawab dalam pelaksanaannya.
Metode How
(bagaimana)
Memberikan pelatihan pada karyawan agar dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan
standar perusahaan.
Sumber: Data primer hasil wawancara dan dokumentasi catatan di CV. CIKUPA INTI RUBBER
99
Tabel 4.8 Perbaikan Foxing Bonding Pada Faktor Material
Jenis 5W+1H Deskripsi / Tindakan
Tujuan Utama What (apa) Menentukan dan menimbang bahan baku Compound dengan tepat.
Alasan Kegunaan
Why (mengapa)
Agar tidak terjadi permasalahan Foxing Bonding dan sesuai dengan standar perusahaan.
Lokasi Where
(dimana)
Dilaksanakan di CV. CIKUPA INTI RUBBER, pada ruang pelatihan karyawan.
Sekuens (Urutan)
When (kapan) Pada saat bahan baku dikirim oleh Supplier.
Orang Who (siapa) Bagian penerimaan barang dan bagian produksi.
Metode How
(bagaimana)
Membuat standar kualitas untuk bahan baku pembuat sepatu dan memberikan penjelasan tentang pentingnya inspeksi pada bahan baku yang akan dipakai untuk proses produksi.
Sumber: Data primer hasil wawancara dan dokumentasi catatan di CV. CIKUPA INTI RUBBER
100
4.2.5 Tahap Pengendalian (Control)
Tahap pengendalian (Control) merupakan tahapan terakhir didalam proyek peningkatan kualitas Six Sigma. Dalam tahapan ini, hasil-hasil dari peningkatan kualitas didokumentasikan dan dipublikasikan. Usulan tindakan yang diperoleh dari hasil wwawancara dan dokumentasi catatan dengan perusahaan dijadikan usulan-usulan perbaikan kerja untuk dijadikan standarisasi demi mencapai target perusahaan yaitu mengurangi hasil cacat pada produk akhir sesuai dengan standar perusahaan (tidak lebih dari 2% dari jumlah produksi).
Setelah mengetahui usulan-usulan tindakan perbaikan, perlu adanya Alat Kontrol untuk mengetahui apakah ada peningkatan kualitas dari hasil akhir produk sepatu tersebut. Tabel Usulan Tindakan dan Alat Kontrol dibuat untuk jenis cacat yang memiliki persentase tertinggi yang nantinya akan mewakili jenis cacat secara keseluruhan. Dapat dilihat pada Tabel 4.9
Tabel 4.9 Usulan Tindakan dan Alat Kontrol - Foxing Bonding
Jenis Cacat
Faktor Penyebab
Usulan Tindakan Alat Kontrol
Foxing Bonding
Man a. Pelatihan keterampilan kerja karyawan dalam proses produksi sepatu. b. Pelatihan untuk
meningkatkan keahlian karyawan dalam
1. Setelah dilakukan usulan-usulan
tindakan, maka perlu adanya pengontrolan apakah ada
101
Jenis Cacat
Faktor Penyebab
Usulan Tindakan Alat Kontrol
pengoperasian masin Oven. c. Peningkatan kedisiplinan karyawan. d. Penjelasan mengenai pentingnya kualitas akhir produk sepatu.
2. Pegontrolan dilakukan saat proses produksi berlangsung apakah masih banyak terdapat kecacatan.
3. Untuk mengetahui ada atau tidak adanya peningkatan, dilakukan dengan menghitung persentase tingkatan kecacatan dan nilai Sigma perusahaan setiap bulannya.
Foxing Bonding
Machine a. Penjelasan tentang pengoperasian, pemeliharaan dan perawatan mesin secara berkala.
b. Teratur memeriksa mesin Oven sebelum digunakan.
1. Setelah dilakukan usulan tindakan terhadap mesin. Maka dilakukan
pengontrolan terhadap mesin apakah masih ada mesin yang mengalami kerusakan pada saat proses produksi berlangsung. 2. Pengontrolan
dilakukan setiap satu minggu sekali.
3. Untuk mengetahui ada atau tidak adanya
102
Jenis Cacat
Faktor Penyebab
Usulan Tindakan Alat Kontrol
peningkatan, dilakukan dengan menghitung persentase tingkatan kecacatan dan nilai Sigma perusahaan setiap bulannya.
Foxing Bonding
Method Penjelasan tentang pengoperasian kerja peralatan dan mesin serta memperbaiki SOP bila terdapat perubahan dalam proses.
1. Setelah dilakukan penjelasan tentang pengoperasian kerja peralatan dan mesin serta perbaikan SOP bila terdapat
perubahan.
2. Kontrol mengenai cara kerja karyawan pada saat proses produksi berlangsung.
Pengontrolan dilakukan oleh
Supervisor setiap satu bulan sekali.
3. Untuk mengetahui ada atau tidak adanya peningkatan, dilakukan dengan menghitung persentase tingkatan kecacatan dan nilai
103
Jenis Cacat
Faktor Penyebab
Usulan Tindakan Alat Kontrol
Sigma perusahaan setiap bulannya.
Foxing Bonding
Material a. Pengecekan bahan baku Compound sebelum digunakan apakah sudah sesuai spesifikasi.
b. Pengecekan bahan baku Compound apakah sudah expired atau belum.
1. Pengawasan dan pengevaluasian terhadap kualitas bahan baku dari Supplier pada saat barang tiba.
2. Pengontrolan terhadap bahan baku agar dapat dilihat ada atau tidak adanya pengurangan terhadap cacat produk sepatu.
3. Untuk mengetahui ada atau tidak adanya peningkatan, dengan menghitung persentase tingkatan kecacatan dan nilai Sigma. Sumber: Data primer hasil wawancara dan dokumentasi catatan di CV. CIKUPA INTI RUBBER
Dari Usulan Tindakan dan Alat Kontrol yang telah dibuat pada tabel diatas, perlu dilakukan oleh pihak perusahaan sebagai upaya untuk melanggengkan program Six Sigma. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
104
oleh pihak perusahaan didalam melaksanakan pengontrolan terhadap usulan-usulan tindakan yang telah dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1. Setiap 1 atau 2 bulan sekali secara berkala dihitung data hasil produk sepatu ALL STAR Tipe Chuck Taylor Low Cut yang cacat pada CV. CIKUPA INTI RUBBER kemudian dihitung persentase tingkat kecacatannya.
2. Mencari faktor penyebab timbulnya kecacatan produk sepatu.
3. Dan, menghitung DPMO dan nilai Sigma untuk dapat melihat peningkatan nilai Sigma, dan seterusnya untuk dapat mencapai level Six (6) Sigma.