• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pelayanan publik yang terjadi di Indonesia sudah menjadi permasalahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Masalah pelayanan publik yang terjadi di Indonesia sudah menjadi permasalahan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Masalah pelayanan publik yang terjadi di Indonesia sudah menjadi permasalahan yang belum dapat diselesaikan oleh pemerintah. Hal ini ditandai dengan masih banyaknya keluhan masyarakat mengenai kualitas yang diberikan oleh aparatur negara. Seiring dengan perkembangan zaman yang sarat dengan harapan dan kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks, dibutuhkan penataan sumber daya aparatur yang baik dalam manajemen pemerintahan sehingga akan memberikan dampak pemerintahan yang lebih berkualitas, lebih mampu mengemban fungsi-fungsi pelayanan publik.

Pelayanan publik merupakan tanggung jawab pemerintah atas setiap kegiatan yang ditujukan untuk kepentingan publik atau masyarakat. Dengan demikian, kegiatan tersebut mengandung adanya unsur-unsur perhatian dan kesediaan serta kesiapan dari pegawai pemerintah. Rasa puas masyarakat dalam pelayanan publik akan terpenuhi ketika apa yang diberikan oleh pegawai sesuai dengan apa yang mereka harapkan selama ini. Dimana dalam pelayanan tersebut terdapat tiga unsur pokok, yaitu biaya yang relatif murah, waktu untuk mengerjakan relatif lebih cepat dan mutu yang diberikan relatif bagus. Pelayanan yang berkualitas berarti pelayanan yang mampu memberi kepuasan kepada pelanggan (masyarakat) dan mampu memenuhi harapan masyarakat. Sebab pelanggan adalah orang yang menerima hasil pekerjaan. Oleh sebab itu hanya pelanggan (masyarakat) yang dapat menentuan kualitas pelayanan dan mereka pula yang dapat menyampaikan apa dan bagaimana kebutuhan mereka.

Setalah reformasi dilaksanan pelayanan publik juga mengalami perubahan yang signifikan. Pelayanan publik tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintahan pusat

(2)

semata, namun pelayanan publik sudah menjadi tanggung jawab bersama. Pemerintahan pusat, pemerintahan daerah dan juga perusahaan milik negara mempunyai tanggung jawab langsung di dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Dengan kata lain, penyelenggara pelayanan publik adalah semua instansi pemerintah. Hal ini mengharuskan instansi pemerintah baik pusat maupun daerah senantiasa mengadakan pembenahan menyangkut kualitas pelayanan yang dihasilkan.

Jika kita berbicara tentang pelayanan publik, ada faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan suatu birokrasi pemerintah. Baik yang bersifat internal organisasi seperti kewenangan diskres, sikap yang berorientasi terhadap budaya organisasi, etika organisasi, sistem intensif maupun semangat kerja sama. Demikian juga faktor eksternalnya antara lain budaya politik, dinamika dan perkembangan politik, pengelolaan konflik lokal, kondisi sosial ekonomi, dan kontrol yang dilakukan oleh masyarakat dan organisasi lembaga swadaya masyarakat (Agus Dwiyanto 2005:223)

Didalam banyaknya masalah dalam pelayanan publik yang sedang dihadapi, ada tiga masalah besar yaitu diskriminasi pelayanan, tidak adanya kepastian pelayanan dan rendahnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik. Masalah tersebut masih saja menjadi hal yang sangat sulit di selesaikan dan fakta mengatakan bahwa pelayanan publik di Indonesia itu sedikit banyak yang menunjukkan kualitas yang buruk. Salah satu penyebabnya adalah budaya organisasi di Indonesia yang banyak mengadopsi Budaya Jawa, yang hierarkis, tertutup, sentralis, dan mempunyai nilai untuk menempatkan pimpinan sebagai pihak yang harus dihormati. Selain itu sangat kental budaya dimana para pelayanan publik itu memberikan pelayanan berdasarkan kedekatan hubungan.

(3)

Beragam keluhan dan ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan publik menunjukan mendesaknya suatu harapan agar perubahan kinerja pegawai pemerintahan kearah yang lebih baik. Untuk mendukung perubahan itu diperlukan adanya acuan baku yang diberlakukan oleh suatu organisasi atau perusahaan. Acuan baku tersebut adalah budaya organisasi yang secara sistematis menuntun para pegawai untuk meningkatkan komitmen kerjanya pada organisasi atau perusahaan.

Budaya organisasi dapat difungsikan sebagai tuntutan yang mengikat para anggotanya karena dapat diformulasikan secara formal dalam berbagai peraturan dan ketentuan organisasi, maka individu-individu yang ada didalam organisasi secara tidak langsung akan terikat sehingga dapat membentuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan visi misi serta strategi organisasi. Proses pembentukan tersebut pada akhirnya akan membantu dalam menghasilkan individu-individu yang cakap dan mempunyai integritas yang tinggi sehingga menghasilkan SDM yang berkualitas dan juga akan menjadi suksesnya suatu organisasi.

Budaya organisasi sering juga disebut dengan budaya kerja, karena budaya organisasi tidak bisa dipisahkan dengan kinerja dari sumber daya manusia yang ada di perusahaan tersebut. Budaya kerja suatu organisasi berbeda antara organisasi satu dengan yang lainnya, hal itu dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh setiap orang dalam organisasi berbeda. Sebuah perusahaan yang memiliki budaya kerja yang baik, dapat dilihat dan diamati oleh peninjauan dari luar maupun dalam perusahaan tersebut. Pengamat tersebut akan merasakan suasana kerja yang khas yang membedakan perusahaan tersebut dengan perusahan lainnya.

Dewasa ini para aparatur negara masih belum mampu menunjukkan upaya sungguh-sungguh untuk berperilaku yang bersandarkan pada nilai-nilai moral dan

(4)

budaya kerja aparatur Negara yang bertanggung jawab. Budaya organisasi pemerintah dewasa ini lebih banyak mencirikan budaya organisasi yang kurang sehat.

Organisasi pemerintah masih mengidap penyakit birokrasi serius yang dicirikan oleh penekanan pada proses ketimbang tujuan, kewenangan lebih penting daripada pelayanan, bentuk lebih penting ketimbang isi, dan tradisi lebih penting ketimbang adaptabilitas. Ini terlihat dari berbagai keluhan masyarakat terhadap layanan birokrasi yang lebih banyak menyulitkan ketimbang mempermudah.

Untuk memperbaiki budaya kerja yang baik membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk merubahnya, maka itu perlu adanya pembenahan-pembenahan yang dimulai dari sikap dan tingkah laku pemimpinnya kemudian diikuti para bawahannya, terbentuknya budaya kerja diawali tingkat kesadaran pemimpin atau pejabat yang ditunjuk dimana besarnya hubungan antara pemimpin dengan bawahannya sehingga akan menentukan suatu cara tersendiri apa yang dijalankan dalam perangkat satuan kerja atau organisasi.

Sebuah instansi negara yang memiliki budaya kerja yang baik, dapat dilihat dan diamati oleh masyarakat yang menerima pelayanan publik. Hal ini juga dapat dilihat di Kantor Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Samsat Medan Selatan. UPT Samsat Medan Selatan merupakan perwakilan Lembaga Pemerintah yang bergerak dalam pemberian pelayanan kepada publik, yaitu berupa pelayanan kepengurusan kepemilikan kendaraan bermotor kepada masyarakat.

Pandangan masyarakat terhadap kualitas pelayanan di Kantor UPT SAMSAT Medan Selatan beragam, tetapi secara umum kualitas pelayanan yang di berikan sudah cukup memuaskan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari pencapaian yang diraih oleh instansi milik Negara ini dengan masuk kedalam nominasi TOP Inovasi Pelayanan Publik 2014 di Indonesia. Inovasi pelayanan publik disini adalah dengan disediakannya

(5)

Customer Servive Information Desk di depan pintu masuk Samsat untuk memudahkan para wajib pajak mendapatkan informasi yang jelas mengenai proses pengurusan STNK maupun BBN-KB, menyediakan mesin simulator informasi pajak kenderaan bermotor, dan lain sebagainya. (Sumber: Hasil Pra Penelitian)

Sebagai pelayan masyarakat (public service) sudah seharusnya UPT Samsat Medan Selatan memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Pelayanan yang berkualitas selain bermanfaat bagi masyarakat juga bermanfaat terhadap citra aparat pemerintah itu sendiri. Pelayanan yang berkualitas juga berkaitan dengan budaya organisasi yang dianut oleh para anggota organisasi tersebut. Weick, 1987 (dalam Tjiptono, 2000) melakukan penelitian dengan judul “organizational culture as a source of high reliability”. Penelitian tersebut dilakukan pada 10 perusahaan jasa perbankan yang ada di California. Variabel yang diteliti meliputi budaya organisasi yang diadaptasi dari Schein yang dihubungkan dengan kinerja perusahaan, dalam hal ini adalah keandalan perusahaan jasa perbankan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa budaya organisasi yang kuat dapat membuat organisasi lebih dapat diandalkan. Dengan kata lain semakin kuat terbentuknya budaya organisasi pada perusahaan akan berpengaruh terhadap kinerjanya yaitu menghasilkan produk atau jasa atau pelayanan yang berkualitas.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Erna Dora Siregar (2009) dengan judul penelitian “Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kualitas Pelayanan Publik (Studi tentang Pelayanan STNK di Kantor Bersama Samsat Pematang Siantar)”. Indikator yang diteliti adalah kebersamaan, peran pemimpin, dan intensitas untuk variabel budaya organisasi. Sedangkan untuk variabel kualitas pelayanan publik indikatornya adalah kemudahan mengakses, kreabilitas, kesopanan, responsivitas, kompetensi. Hasl yang ditunjukkan didalam penelitan ini adalah adanya pengaruh budaya organisasi terhadap

(6)

kualitas pelayanan publik. Dengan 73.96% persentasi pengaruh antara budaya organisasi publik terhadap kualitas pelayanan publik di Kantor Bersama Samsat pematang Siantar.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kualitas Pelayanan Publik (Studi Pada Kantor Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Samsat Medan Selatan)”

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah sangat penting agar diketahui arah jalannya suatu penelitian dan untuk lebih memudahkan penelitian nantinya. Hal ini senada dengan pendapat “Agar penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka penulis merumuskan masalahnya sehingga jelas dari mana harus memulai, kemana harus pergi dan dengan apa” (Arikunto, 1998:17)

Berdasarkan uraian diatas maka penulis dalam melakukan penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut : “Bagaimana Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kualitas Pelayanan Publik di Kantor Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Samsat Medan Selatan”

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana Budaya Organisasi di Kantor Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Samsat Medan Selatan

2. Untuk mengetahui bagaimana Kualitas Pelayanan Publik di Pegawai di Kantor Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Samsat Medan Selatan

3. Untuk mengetahui bagaimana Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kualitas Pelayanan Publik di Pegawai di Kantor Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Samsat Medan Selatan

(7)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan usaha untuk menambah dan meningkatkan cara berpikir positif serta mengembangkan kemampuan menganalisa permasalahan yang dihadapi di lapangan.

2. Bagi Fisip USU, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai referensi bagi mahasiswa yang tertarik dalam bidang ini.

3. Bagi pihak Pegawai di Kantor Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Samsat Medan Selatan, dapat memberikan masukan dan saran-saran dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik.

1.5. Kerangka Teori

Dalam rangka menyusun penelitian ini dan untuk mempermudah penulis didalam menyelesaikan penelitian ini, maka dibutuhkan suatu landasan berfikir yang dijadikan pedoman untuk menjelaskan masalah yang sedang disorot. Pedoman tersebut disebut kerangka teori. Menurut Sugiono (2005 : 55) menyebutkan landasan teori perlu ditegakkan agar penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar perbuatan coba-coba. Dengan demikian yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah :

1.5.1. Budaya Organisasi

1.5.1.1.Pengertain Budaya Organisasi

Berdasarkan Peraturan Mentri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 39 Tahun 2012 Bab II Gambaran Umum, budaya organisasi adalah sistem nilai bersama dalam suatu organisasi

(8)

yang menjadi acuan bagaimana para pegawai melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan atau cita-cita organisasi.

Menurut Peter F. Drucker dalam Tika (2006 : 4), budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian diwariskan kepada anggota-anggota baru berbagai cara sebagai cara yang tepat untuk, memahami, memikirkan dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait seperti diatas.

Victor S.L Tan dalam Tunggal (2007 : 2) berpendapat bahwa, budaya organisasi merupakan suatu norma yang terdiri dari suatu keyakinan, sikap, core values, dan pola perilaku yang dilakukan orang dalam organisasi. Keyakinan adalah semua asumsi dan persepsi tentang sesuatu, orang dan organisasi secara keseluruhan, dan diterima sebagai sesuatu yang benar dan sah.

Jadi berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian Budaya Organisasi adalah seperangkat asumsi atau keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal untuk mencapai tujuan atau cita-cita suatu organisasi.

1.5.1.2.Karakteristik Budaya Organisasi

Luthans (1998) mengidentifikasi ada enam karakteristik penting. Pertama, observed behavioral regularities, yaitu apabila para partisipan organisasi saling berinteraksi satu dengan yang lain, maka mereka akan menggunakan bahasa, terminologi dan ritual-ritual yang sama yang

(9)

berhubungan dengan rasa hormat dan cara bertindak. Kedua, norms, yaitu standar-standar perilaku yang ada, mencakup pedoman tentang berapa banyak pekerjaan yang harus dilaksanakan dan perbuatan-perbuatan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Ketiga, dominant values, yaitu ada sejumlah values (nilai) utama yang organisasi anjurkan dan mengharapkan kepada para anggota organisasi untuk menyumbangkannya misalnya kualitas produk yang tinggi, absensi yang rendah dan efisiensi yang tinggi. Keempat, philosophy, yaitu ada sejumlah kebijakan yang menyatakan keyakinan organisasi tentang bagaimana para karyawan dan atau para pelanggan diperlakukan.

Kelima, rules, yaitu ada sejumlah pedoman yang pasti yang berhubungan dengan kemajuan atau cara berhubungan dengan kemajuan atau cara berhubungan yang baik dalam organisasi. Para karyawan baru (newcomers) harus mempelajari ikatan atau rules yang telah ada sehingga mereka dapat diterima sebagai full-fled get anggota kelompok. Keenam, organizational climate, yaitu ada suatu “feeling” yang menyeluruh yang dibawa oleh physical layout, cara para anggota organisasi berinteraksi, dan cara para anggota organisasi memperlakukan dirinya menghadapi pihak pelanggan dan pihak luar lainnya.

Lebih lanjut Stephen P.Robbin dalam Tika (2006 : 10) memberikan karakteristik-karakteristik budaya organisasi sebagai berikut:

1. Inisiatif Individual

Yaitu Tingkat tanggung jawab, kebebasan atau indepedensi yang dipunyai setiap anggota organisasi dalam mengemukakan pendapat.

(10)

Inisiatif individual tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi atau perusahaan. 2. Toleransi terhadap tindakan beresiko

Suatu budaya organisasi dikatakan baik apabila dapat memberikan toleransi kepada anggota atau para pegawai agar dapat bertindak agresif dan inovatif untuk memajukan organisasi atau perusahaan serta berani mengambil resiko terhadap apa yang dilakukannya. 3. Pengarahan

Pengarahan dimaksudkan sejauh mana organisasi atau perusahaan dapat menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan harapan tersebut jelas tercantum dalam visi, misi, dan tujuan organisasi. Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi atau perusahaan.

4. Integrasi

Integrasi dimaksudkan sejauh mana organisasi atau perusahaan dapat mendorong unit-unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi. Kekompakan unit-unit tersebut dapat mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan.

5. Dukungan manajemen

Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap bawahan.

(11)

Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau norma-norma yang berlaku di dalam suatu organisasi atau perusahaan.

7. Identitas

Dimaksudkan untuk sejauh mana para anggota suatu organisasi atau perusahaan dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai suatu kesatuan dalam perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian profesional tertentu.

8. Sistem imbalan

Sejauh mana alokasi imbalan (kenaikan gaji, promosi dan sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan didasarkan atas senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya.

9. Toleransi terhadap konflik

Sejauh mana para pegawai atau karyawan di dorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat merupakan fenomena yang sering terjadi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Namun, perbedaan pendapat dan kritik tersebut bisa digunakan utnuk melakukan perbaikan atau perubahan strategi utnuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan.

10. Pola komunikasi

Sejauh mana komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal. Kadang-kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola komunikasi antara atasan dan bawahan atau antar karyawan itu sendiri.

(12)

Tika, Moh. Pabundu (2006 : 14) dalam bukunya Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan menyatakan terdapat sepuluh fungsi utama budaya organisasi. Pertama, sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun kelompok lain. Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang dimiliki oleh suatu organisasi atau kelompok yang tidak dimiliki organisasi atau kelompok lain. Kedua, sebagai perekat bagi anggota organisasi dalam suatu organisasi. Hal ini merupakan bagian dari komitmen kolektif dari anggota organisasi. Mereka bangga sebagai seorang pegawai suatu organisasi atau perusahaan. Para pegawai mempunyai rasa memiliki, partisipasi, dan memiliki rasa tanggung jawab atas kemajuan perusahaannya.

Ketiga, mempromosikan stabilitas sistem sosial. Hal ini tergambarkan dimana lingkungan kerja dirasakan positif, mendukung, dan konflik serta perubahan diatur secara efektif. Keempat, sebagai mekanisme dalam memadu dan membentuk sikap serta perilaku anggota-anggota organisas. Dengan dilebarkannya mekanisme kontrol, didatarkannya struktur, diperkenalkannya tim-tim dan diberi kuasanya anggota organisasi oleh orgnisasi, makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat memastikan bahwa semua orang diarahkan kearah yang sama. Kelima, sebagai integrator. Budaya organisasi dapat dijadikan integrator karena adanya sub-sub budaya baru. Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh adanya perusahaan-perusahaan besar dimana setiap unit terdapat sub budaya baru.

Keenam, membentuk perilaku bagi anggota-anggota organisasi. Dimaksudkan agar anggota-anggota organisasi dapat memahami

(13)

bagaimana mencapai suatu tujuan organisasi. Ketujuh, sebagai saran untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok organisasi. Budaya organisasi diharapkan dapat mengatasi masalah adaptasi terhadap lingkungan eksternal dan masalah integrasi internal. Kedelapan, sebagai acuan dalam menyusun perencanaan pemasaran, stegmentasi pasar, penetuan positioning yang akan dikuasai perusahaan tersebut.

Kesembilan, sebagai alat komunikasi. Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai alat komunikasi antara atasan dan bawahan atau sebaliknya, serta antar anggota organisasi. Budaya sebagai alat komunikasi tercermin pada aspek-aspek komunikasi yang mencakup kata-kata, segala sesuatu yang bersifat material dan perilaku. Kesepuluh, sebagai penghambat berinovasi. Budaya organisasi bisa menjadi penghambat dalam berinovasi. Hal ini terjadi apabila budaya organisasi tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang menyangkut lingkungan eksternal dan integrasi internal.

Dengan demikian, fungsi budaya organisasi adalah sebagai perekat sosial dalam mempersatukan anggota-anggota dalam mencapai tujuan organisasi berupa ketentuan atau nilai-nilai yang harus dikatakan dan dilakukan oleh anggota-anggota organisasi. Budaya organisasi dapat pula berfungsi sebagai kontrol atas perilaku anggota-anggota organisasi.

1.5.2. Kualitas Pelayanan Publik

1.5.2.1.Pengertian Pelayanan Publik

Menurut Undang-undang No. 25 Tahun 2009, pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan pelayanan sesuai dengan peraturan

(14)

perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Menurut Kurniawan (dalam Sinambela, 2006 : 5) pelayanan publik diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Menurut Santosa (2008: 57), pelayanan publik adalah pemberian jasa, baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah, atau pun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat. Dengan demikian, yang memberikan pelayanan publik kepada masyarakat luas bukan hanya instansi pemerintah, melainkan juga pihak swasta. Pelayanan publik yang dijalankan oleh instansi pemerintah bermotif sosial-politik, yakni menjalankan tugas pokok dan mencari dukungan suara sedangkan pelayanan publik oleh pihak swasta bermotif ekonomi, yakni mencari keuntungan.

Penyeleggara pelayanan publik adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.

Maka dapat dirumuskan yang menjadi unsur yang terkandung dalam pelayanan publik adalah:

1. Pelayanan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh suatu badan atau lembaga atau aparat pemerintahan maupun swasta.

(15)

2. Objek yang dilayani adalah masyarakat (publik) berdasarkan kebutuhannya.

3. Bentuk pelayanan yang diberikan berupa barang dan jasa.

4. Ada aturan dan sistem dan tata cara yang jelas dalam pelaksanaannya.

Dengan demikian, pelayanan publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan administrasi dan diatur oleh undang-undang yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang terkait dengan kepentingan publik yaitu instansi pemerintah baik pusat maupun daerah serta pihak swasta.

1.5.2.2.Bentuk-Bentuk Pelayanan Publik

Pemerintah melalui lembaga dan seluruh aparaturnya bertugas menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh aparatur terdiri dari berbagai macam bentuk.

Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003, pelayanan publik dibagi berdasarkan 3 kelompok, yaitu:

1. Kelompok Pelayanan Administratif, yaitu bentuk pelayanan yang menghasilkan berbagai macam dokumen resmi yang dibutuhkan oleh masyarakat atau publik.

2. Kelompok Pelayanan Barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan publik.

3. Kelompok Pelayanan Jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis jasa yang dibutuhkan publik.

(16)

Menurut Moenir (2002: 190) bentuk pelayanan ada tiga macam yaitu:

1. Pelayanan dengan lisan

Pelayanan dengan lisan ini dilakukan oleh petugas-petugas bidang hubungan masyarakat, bidang layanan informasi dan bidang-bidang lain yang tugasnya memberikan penjelasan dan keterangan kepada masyarakat mengenai berbagai fasilitas layanan yang tersedia. Agar layanan lisan berhasil sesuai dengan yang diharapkan, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku pelayanan, yaitu:

a. Memahami benar masalah-masalah yang termasuk dalam bidang tugasnya

b. Mampu memberikan penjelasan apa saja yang perlu dan lancar, singkat tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi mereka yang ingin memperoleh kejelasan mengenai sesuatu.

c. Bertingkah laku sopan dan ramah tamah.

d. Meski dalam keadaan sepi tidak berbincang dengan pegawai lainnya karena menimbulkan kesan tidak disiplin dan melalaikan tugas.

2. Pelayanan melalui Tulisan

Dalam bentuk tulisan, layanan yang diberikan dapat berupa pemberian penjelasan kepada masyarakat dengan penerapannya berupa tulisan suatu informasi mengenai hal atau masalah yang sering terjadi. Pelayanan tulisan ini terdiri dari:

(17)

a. Layanan berupa petunjuk, informasi dan sejenis yang ditujukan pada orang-orang yang berkepentingan, agar memudahkan mereka dalam berurusan dengan instansi atau lembaga.

b. Pelayanan berupa reaksi tertulis atas permohonan, laporan, keluhan, pemberitahuan dan lain-lain

3. Pelayanan berbentuk Perbuatan

Pelayanan dalam bentuk perbuatan adalah pelayanan yang diberikan dalam bentuk perbuatan atau hasil perbuatan, bukan sekedar kesanggupan dan penjelasan secara lisan.

1.5.2.3.Standart Pelayanan Publik

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, standar pelayanan publik sekurang-kurangnya meliputi:

1. Dasar Hukum

Setiap bentuk kebijakan pelayanan publik yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan, harus memiliki dasar hukum yang disahkan oleh Peraturan Perundangan untuk menandakan bahwa pelayanan yang diberikan merupakan pelayanan publik yang sah menurut hukum dan perundangan.

2. Sistem, Mekanisme dan Prosedur

Bentuk pelayanan publik yang diberikan oleh suatu instansi pemerintahan harus memiliki sistem yang jelas, mekanisme pelaksanaan yang mudah diimplementasikan oleh seluruh masyarakat serta memiliki prosedur atau tata laksana yang jelas dan diketahui oleh pengguna layanan publik.

(18)

3. Jangka Waktu Penyelesaian

Pelayanan publik yang diberikan oleh suatu instansi pemerintah dalam pelaksanaannya harus memiliki batas waktu penyelesaian kegiatan yang efisien, pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat dilakukan dalam standar waktu yang singkat. 4. Biaya/Tarif

Pelayanan publik pada hakikatnya adalah bentuk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Oleh karena itu biaya atau tarif yang diberikan harus memiliki standar harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Dengan kata lain harga untuk pelayanan publik adalah harga yang murah.

5. Produk Pelayanan

Pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi dapat dikatakan sebagai pelayanan publik apabila produk yang dihasilkan dapat berupa publik good, publik service dan administration service. 6. Sarana, Prasarana dan Fasilitas

Keefektifan pelayanan publik yang diberikan oleh organisasi dapat dilihat dari ketersediaan sarana dan prasarana dalam proses pemberian pelayanan serta terdapat fasilitas yang memadai demi kenyamanan pelanggan atau masyarakat.

7. Kompetensi Pelaksana

Petugas pemberi pelayaanan publik harus memiliki keahlian, kreativitas serta kemampuan yang menyangkut sikap dan perilaku dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. 8. Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan

(19)

Setiap organisasi pemerintah harus memiliki sarana yang menampung aspirasi masyarakat yang berisi kritik, saran dan juga pengaduan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemberian pelayanan publik kepada masyarakat.

9. Jumlah Pelaksana

Organisasi pemerintahan memiliki pelaksanaan pelayaanan yang memadai agar dalam pemberian pelayanan dapat berjalan efektif.

1.5.2.4.Pengertain Kualitas Pelayanan Publik

Menurut Albrecht dan Zemke (dalam Dwiyanto, 2005:145) bahwa kualitas pelayanan publik merupakan hasil interaksi dari berbagai aspek, yaitu sistem pelayanan, sumber daya manusia pemberi pelayanan, strategi, dan pelanggan (costumers)

Sedangkan Sinambela (2006:6) berpendapat bahwa, kualitas pelayanan berhubungan erat dengan pelayanan yang sistematis dan komprehensif yang dikenal dengan konsep pelayanan prima. Kualitas pelayanan publik merupakan mutu/kualitas pelayanan birokrat terhadap masyarakat yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan/masyrakat (meeting the needs of customers).

Kemudian menurut Tjandra (2005: 3) tujuan dari pelayanan publik adalah memuaskan dan atau sesuai dengan keinginan masyarakat pada umumnya. Untuk mencapai hal ini diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Kualitas atau mutu pelayanan adalah kesesuaian antara harapan dan keinginan dengan kenyataan. Hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima

(20)

kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas pelayanan publik adalah totalitas dari karakteristik suatu produk barang atau jasa atas segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan public sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan. Sehingga kualitas pelayanan berhubungan erat dengan pelayanan yang sistematis dan komprehensif yang dikenal dengan konsep pelayanan prima.

1.5.2.5.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik

Suatu pelayanan yang komprehensif yang diberikan oleh pegawai pemerintah dapat dilakukan dengan memperhatikan unsur-unsur dari pelayanan tersebut yaitu pada saat terjadinya suatu interaksi antara pegawai pemerintah sebagai pemberi pelayanan dengan masyarakat sebagai konsumen dari pelayanan yang diberikan.

Menurut Dwiyanto (dalam Tangklisan, 2005: 223) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan itu sendiri adalah:

1. Faktor internal antara lain kewenangan direksi, sikap yang berorientasi terhadap perubahan, budaya organisasi, etika organisasi, sistem internship maupun semangat kerjasama.

2. Faktor eksternal antara lain budaya politik, dinamika dan perkembangan politik, pengelolaan konflik lokal, kondisi sosial ekonomi dan kontrol yang dilakukan oleh masyarakat serta organisasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

(21)

Sedangkan menurut Moenir (2002: 88) faktor-faktor yang mendukung pelayanan, sebagai berikut:

1. Faktor Kesadaran yaitu kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam kegiatan pelayanan. Kesadaran para pegawai pada segala tingkatan terhadap tugas yang menjadi tanggungjawabnya dapat membawa dampak yang sangat positif terhadap organisasinya.

2. Faktor Aturan yaitu aturan dalam organisasi yang menjadi landasan kerja pelayanan. Aturan ini mutlak kebenarannya agar organisasi dan pekerjaan dapat berjalan teratur dan terarah, oleh karena itu harus dipahami oleh organisasi yang berkepentingan/bersangkutan. 3. Faktor Organisasi merupakan alat serta sistem yang memungkinkan

berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan dalam usaha pencapaian tujuan.

4. Faktor Pendapatan yaitu pendapatan pegawai yang berfungsi sebagai pendukung pelaksanaan pelayanan. Pendapatan yang cukup akan memotivasi pegawai dalam melaksanakan pekerjaan dengan baik.

5. Faktor Keterampilan Tugas yaitu kemampuan dan keterampilan petugas dalam melaksanakan pekerjaan. Ada tiga kemampuan yang harus dimiliki, yaitu kemampuan manajerial, kemampuan teknis dan kemampuan untuk membuat konsep.

6. Faktor Sarana yaitu sarana yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas atau pekerjaan layanan. Sarana ini meliputi peralatan, perlengkapan,

(22)

alat bantu dan fasilitas lain yang melengkapi seperti fasilitas komunikasi.

1.5.2.6.Tolak Ukur Kualitas Pelayanan Publik

Menurut Zeitham dkk (dalam Boediono, 2003: 114) ada lima dimensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan, yaitu: 1. Bukti Langsung (tangibles), yang meliputi fasilitas fisik, pegawai, perlengkapan dan sarana komunikasi. Fasilitas fisik yang dimaksud disini adalah seperti gedung perkantoran, ruang tunggu untuk customer, telepon dan komputer.

2. Daya tanggap (responsiveness), suatu karakteristik kecocokan dalam pelayanan manusia, mampu yaitu keinginan para staf untuk membantu masyarakat dalam memberikn pelayanan dengan tanggapan. Keinginan itu seperti kemauan aparat birokrasi untuk memberikan informasi-informasi yang terkait dengan waktu pelayanan, syarat-syarat program langsung. 3. Keandalan (reability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan

yang menyajikan dengan segera dan memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan dan kecakapan aparat dalam mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan dan menjadi kewajibannya dengan cepat sesuai dengan waktu yang dijanjikannya.

4. Jaminan (assurance), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh para staf, bebas dari bahaya, resiko atau skeraguan. Yaitu seperti kepastian yang diberikan oleh aparat untuk membuat masyarakat pengguna jasa

(23)

merasa yakin bahwa tugas yang dilaksanakannya akan bebas dari kesalahan.

5. Empati (emphaty) yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan para pelanggan. Hal ini seperti bagaimana aparat menciptakan komunikasi eksternal untuk meningkatkan kualitas pelayanannya.

Selain kelima dimensi tersebut, menurut Gasperz (dalam Tjandra, 2005: 20), hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan kualitas pelayanan mulai dari waktu tunggu, waktu proses hingga waktu penyelesaian suatu produk pelayanan sebagai berikut:

1. Akurasi pelayanan, berkaitan dengan realitas pelayanan dan bebas dari kesalahan.

2. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, terutama bagi mereka yang berinteraksi langsung dengan pelanggan (internal maupun eksternal).

3. Tanggung jawab, berkaitan dengan penerimaan pesanan dan penanganan keluhan dari pelanggan.

4. Kemudahan mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan penerimaan pesanan dan penanganan keluhan pelanggan.

5. Kemudahan mendapatkan pelayanan, berkaitan erat dengan banyaknya outlet, banyaknya petugas yang melayani, banyaknya fasilitas pendukung seperti computer untuk memproses data.

(24)

6. Variasi model pelayanan, berkaitan dengan inovasi untuk memberikan pola-pola baru dalam pelayanan, features dari pelayanan.

7. Pelayanan pribadi, berkaitan dengan fleksibilitas penanganan permintaan khusus.

8. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang dan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, tempat parkir kendaraan, ketersediaan informasi, petunjuk-petunjuk dan bentuk-bentuk lain.

9. Atribut pendukung pelayanan lainnya, seperti lingkunga kebersihan, ruang tunggu dan fasilitas lainnya.

1.5.3. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kualitas Pelayanan Publik

Pelayanan publik sebagai suatu proses kinerja organisasi, keterikatan dan pengaruh budaya organisasi sangatlah kuat. Secara spesifik peran penting yang dimainkan oleh budaya organisasi didalam menjalankan suatu organiasi adalah membantu menciptakan rasa memiliki terhadap organisasi, menciptakan jati diri para anggota organisasi, menciptakan keterikatan emosional antara organisasi dan pekerja yang terlibat didalamnya, membantu menciptakan stabilitas organisasi sebagai sistem sosial, dan menemukan pola pedoman perilaku sebagai hasil dari norma-norma kebiasaan yang terbentuk dalam keseharian.

Begitu kuatnya pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku para anggota organisasi, maka budaya organisasi mampu menetapkan tapal batas untuk membedakan dengan organisasi lain, mampu membentuk identitas organisasi dan identitas kepribadian anggota organisasi, mampu mempermudah terciptanya komitmen organisasi daripada komitmen yang bersifat kepentingan individu,

(25)

mampu meningkatkan kemantapan keterikatan sistem sosial, dan mampu berfungsi sebagai mekanisme pembuatan makna dan simbol-simbol kendali perilaku para anggota organisasi.

Budaya organisasi yang baik tentunya akan mampu menciptakan kualitas pelayanan yang baik pula. Karena budaya organisasi sangat berpengaruh terhadap perilaku para anggota organisasi, sehingga jika suatu budaya organisasi mengarah kepada budaya organisasi yang berkualitas, maka tidak heran jika anggota organisasi juga akan berkualitas. Hal ini dikarenakan tindakan mereka akan secara otomatis berbuat sebaik mungkin demi tetap bertahannya kebudayaan yang telah mereka miliki dan akan mempertahankannya.

1.6. Hipotesis

Hipotesis berasal dari kata “hypo” yang berarti dibawah dan “thesa” yang berarti kebenaran. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. (Sugiyono, 2005: 70)

Adapun hipotesis yang dirumuskan peneliti dalam penelitian ini, adalah: 1. Hipotesis kerja (H1)

Hipotesis kerja adalah hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y, atau adanya perbedaan antara dua kelompok. Hipotesis kerja dari penelitian ini adalah “Terdapat pengaruh yang positif antara budaya organisasi terhadap kualitas pelayanan publik”

(26)

Hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang menyatakan tidak adanya perbedaan

antara dua variabel, atau tidak adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y. Hipotesis nol dari penelitian ini adalah “Tidak terdapat pengaruh yang positif antara budaya organisasi terhadap kualitas pelayanan publik”

1.7. Definisi Konsep

Menurut Singarimbun (2006: 33), konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial. Untuk menghindari kesalahan dari pemaknaan terhadap konsep maka perlu ada batasan-batasan dalam memahami suatu konsep dengan cara mendefinisikan kosep secara jelas.

Maka berdasarkan judul yang dipilih oleh peneliti, yang menjadi konsep dari penelitian ini adalah:

1. Budaya Organisasi adalah seperangkat asumsi atau keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.

2. Kualitas Pelayanan Publik adalah totalitas dari karakteristik suatu produk barang atau jasa atas segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan public sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan. Sehingga kualitas pelayanan berhubungan erat dengan pelayanan yang sistematis dan komprehensif yang dikenal dengan konsep pelayanan prima.

1.8. Definisi Oprasional

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan cara mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi operasional adalah semacam petunjuk

(27)

pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel (Singarimbun, 2006: 46). Melalui pengukuran ini dapat diketahui indikator apa saja sebagai pendukung untuk dianalisis dari variabel-variabel tersebut.

Definisi operasional merupakan uraian dari konsep yang sudah dirumuskan dalam bentuk indikator-indikator agar lebih memudahkan dalam operasional dari sudut penelitian. Adapun yang menjadi definisi operasinal dalam penelitian ini yaitu:

1. Variabel bebas (X), budaya organisasi diukur dengan indikator, sebagai berikut: a. Inisiatif Individual

Yaitu Tingkat tanggung jawab, kebebasan atau indepedensi yang dipunyai setiap anggota organisasi dalam mengemukakan pendapat. Inisiatif individual tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi atau perusahaan.

b. Pengarahan

Pengarahan dimaksudkan sejauh mana organisasi atau perusahaan dapat menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan harapan tersebut jelas tercantum dalam visi, misi, dan tujuan organisasi. Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi atau perusahaan. c. Integrasi

Integrasi dimaksudkan sejauh mana organisasi atau perusahaan dapat mendorong unit-unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi. Kekompakan unit-unit tersebut dapat mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan.

(28)

Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap bawahan.

e. Kontrol

Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau norma-norma yang berlaku di dalam suatu organisasi atau perusahaan.

f. Identitas

Dimaksudkan untuk sejauh mana para anggota suatu organisasi atau perusahaan dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai suatu kesatuan dalam perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian profesional tertentu.

g. Toleransi terhadap konflik

Sejauh mana para pegawai atau karyawan di dorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat merupakan fenomena yang sering terjadi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Namun, perbedaan pendapat dan kritik tersebut bisa digunakan utnuk melakukan perbaikan atau perubahan strategi utnuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan.

h. Pola komunikasi

Sejauh mana komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal. Kadang-kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola komunikasi antara atasan dan bawahan atau antar karyawan itu sendiri. 2. Variabel terikat (Y), kualitas pelayanan publik diukur dengan indikator, sebagai

(29)

1. Bukti Langsung (tangibles), yang meliputi fasilitas fisik, pegawai, perlengkapan dan sarana komunikasi. Fasilitas fisik yang dimaksud disini adalah seperti gedung perkantoran, ruang tunggu untuk customer, telepon dan komputer.

2. Daya tanggap (responsiveness), suatu karakteristik kecocokan dalam pelayanan manusia, mampu yaitu keinginan para staf untuk membantu masyarakat dalam memberikan pelayanan dengan tanggapan. Keinginan itu seperti kemauan aparat birokrasi untuk memberikan informasi-informasi yang terkait dengan waktu pelayanan, syarat-syarat program langsung.

3. Keandalan (reability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang menyajikan dengan segera dan memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan dan kecakapan aparat dalam mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan dan menjadi kewajibannya dengan cepat sesuai dengan waktu yang dijanjikannya.

4. Jaminan (assurance), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh para staf, bebas dari bahaya, resiko atau skeraguan. Yaitu seperti kepastian yang diberikan oleh aparat untuk membuat masyarakat pengguna jasa merasa yakin bahwa tugas yang dilaksanakannya akan bebas dari kesalahan.

5. Empati (emphaty) yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan para pelanggan. Hal ini seperti bagaimana aparat menciptakan komunikasi eksternal untuk meningkatkan kualitas pelayanannya.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pembahasan, anjak piutang diartikan sebagai usaha pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan anjak piutang dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta

Hasil dari penelitian ini tidak selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiyawan (2012) yang menyatakan bahwa kepercayaan merupakan variabel moderator

Menguraikan tahapan proses perencanaan dengan benar dan sistematis Menguraikan tahapan proses perencanaan dengan benar Menguraika n proses perencanaa n dengan benar Menguraika

It helps to have a good idea of what area you want to specialize in, and preferably a couple of particular research projects you might like to work on, although many graduate

Apabila mahasiswa melakukan usaha... Menggunakan pengalamam masa

Teorema 1.3.. Hal ini disebabkan oleh penentuan bilangan Rado k -warna untuk suatu sistem persamaan merupakan suatu masalah yang rumit untuk dikaji. Hingga saat ini, penelitian

Berdasarkan hasil validasi yang diperoleh dari validator yang terdiri dari dua pakar (dosen) dan satu praktisi pendidikan (guru) memperlihatkan bahwa buku ajar

Hasil observasi sikap demokratis siswa menggunakan video pembelajaran mata pelajaran IPS di kelas IX B SMP Negeri 19 Bandar Lampung menunjukan bahwa tidak ada