• Tidak ada hasil yang ditemukan

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Persamaan-persamaan tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik (Persamaan 5) yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam % volume.

3.3.5 Pengukuran Curah Hujan dan Tinggi Air Rorak.

Pengambilan data curah hujan harian dengan menggunakan penakar hujan di tiap-tiap blok dan data tinggi air rorak diukur bersamaan dengan pengukuran kadar air tanah setiap pengukuran (Lampiran 6).

3.3.6 Perhitungan Evapotranspirasi

Perhitungan evapotranspirasi didapatkan dengan pendekatan neraca air yang didasarkan pada masukan (input) dan keluaran (output) air pada lahan tanaman kelapa sawit untuk masing-masing perlakuan (persamaan 6).

θt= θt-1 + Pt - (ETat + Rot )………(6) sehingga diperoleh (persamaan 7).

ETat + Rot = θt-1 - θt + Pt………. (7) Etat : evapotranspirasi aktual hari ke-t

(mm)

Rot : limpasan permukaan hari ke-t (mm) θt : kadar air tanah hari ke-t (mm) θt -1 : kadar air tanah hari ke-(t-1) (mm)

Pt : curah hujan efektif setelah dikurangi intersepsi tajuk

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Wilayah Kajian

Berdasarkan data curah hujan dari stasiun cuaca kebun, curah hujan rata-rata selama lima tahun terakhir sebesar 3.042 mm/tahun dengan tipe sebaran hujan pada daerah tersebut merupakan tipe equatorial yang memiliki dua puncak hujan. Curah hujan yang terukur selama penelitian menunjukkan hujan bulanan lebih dari 200 mm (Gambar 5). Berdasarkan hal ini, pada bulan Oktober

sampai Desember kebutuhan air tanaman sawit pada lokasi penelitian sudah tercukupi (Lampiran 7) .

Wilayah penelitian merupakan daerah yang memiliki topografi yang miring dengan kemiringan yang beragam (Lampiran 8), sehingga air yang jatuh ke permukaan sebagian akan terlimpaskan. Hal ini dapat mempengaruhi jumlah air yang diperlukan tanaman. Untuk mengurangi air hujan yang menjadi limpasan maka perlu dilakukan teknik konservasi air berupa pembuatan rorak agar air yang jatuh tidak langsung menjadi limpasan akan tetapi dapat tertampung pada rorak dan dapat menjadi cadangan air permukaan yang dapat memenuhi kebutuhan air apabila tidak mengalami hujan.

Gambar 5 Curah hujan bulanan pada lokasi penelitian.

Hasil analisa sifat fisika tanah dapat dilihat pada Tabel 1. Pada kedalaman 0-30 cm tanah didominasi oleh tekstur lempung berpasir, sedangkan untuk kedalaman 30-60 cm tanah didominasi oleh tekstur pasir berlempung. Pada Blok 6 dan Blok 16 pada kedalaman 0-30 cm, tekstur tanah didominasi pasir berlempung, dan kedalaman 30-60 cm didominasi oleh tekstur lempung liat berpasir. Dari ketiga jenis tanah pada masing-masing blok, jenis tekstur pasir berlempung termasuk ke dalam kelas tekstur kasar, sehingga air dalam rorak mudah meresap kedalam tanah.

(2)

Tabel 1 Analisis tekstur tanah Blok

perlakuan

Batas Horison Tekstur Tanah (%)

Blok kontrol

Batas Horison Tekstur Tanah (%) Atas - bawah

(cm) Pasir Debu Liat

Atas - bawah

(cm) Pasir Debu Liat

18 0-30 65 26 9 17 0-30 65 26 9 18 30-60 71 25 4 17 30-60 71 25 4 8 0-30 65 26 9 6 0-30 71 12 17 8 30-60 71 25 4 6 30-60 68 11 21 7 0-30 65 26 9 16 0-30 71 12 17 7 30-60 71 25 4 16 30-60 68 11 21 19 0-30 16 30 54 9 0-30 5 29 66 19 30-60 13 28 59 9 30-60 5 25 70

(Sumber : P.T Sawit Asahan Indah 2008) 4.2 Hubungan Curah Hujan dengan

Ketersediaan Air pada Rorak

Curah hujan merupakan sumber air yang memasok air ke dalam tanah. Hubungan antara curah hujan dan volume air pada lokasi perlakuan menunjukkan keterkaitan antara jumlah curah hujan yang masuk ke dalam rorak dan cadangan air ketika sedang tidak hujan (lampiran 9). Pada saat tidak hujan, rorak tidak langsung mengalami kekeringan, namun jumlah air berangsur-angsur menurun (Gambar 6).

Pada ketiga blok yang digunakan perlakuan (Blok 7, 8 dan 18), rorak Blok 7 tidak terisi air. Hal tersebut dikarenakan kemiringan pada Blok 7 lebih curam dibandingkan dengan Blok 8 dan 18. Pada kondisi lereng yang curam seperti Blok 7, tanah akan tetap tererosi dan air hujan lebih banyak terlimpas karena tali air yang dibuat hilang akibat erosi tanah yang masuk ke dalam rorak melalui tali air. Menurut Hazriani (2004) topografi merupakan faktor lingkungan yang penting dalam menentukan efisiensi usaha perkebunan kelapa sawit.

Gambar 6 Volume rorak terhadap pengaruh curah hujan (a) blok 18 (b) blok 8 [Catatan : untuk keterangan rorak atas dan rorak bawah lihat Gambar 3]

(a)

(3)

4.3 Perubahan Kadar Air Tanah

Nilai kadar air tanah dua blok perlakuan (Blok 8 dan Blok 18) berfluktuatif akibat pengaruh ketersediaan air pada rorak serta penambahan dari hujan (Gambar 7). Pada Blok 7 kondisi rorak tidak terisi air dan perubahan kadar air tanah tidak fluktuatif. Hal tersebut terjadi karena kemiringan lahan pada Blok 7 cukup curam dibandingkan blok lain sehingga limpasan dan erosi tanah cukup besar. Akibatnya, kapasitas rorak semakin berkurang karena deposit tanah yang terbawa limpasan atau erosi. Ditambah dengan kondisi tekstur tanah pada lokasi tersebut berupa pasir. Hasil penelitian Baskoro et al. (2007) air tersedia pada tanah sangat dipengaruhi oleh bahan organik dan tekstur tanah, dimana makin tinggi bahan organik tanah, air tersedia makin tinggi dan makin kasar tekstur tanah, air tersedia makin rendah.

Pada Blok 8 dan Blok 18 kondisi volume rorak atas dan bawah berbeda, pada Blok 18 rorak bawah terisi lebih banyak, sedangkan pada Blok 8 rorak atas terisi lebih banyak. Faktor yang menyebabkan pada Blok 8 rorak atas lebih banyak terisi air karena air sudah lebih dahulu ditampung dalam rorak atas (daerah tangkapan air rorak atas lebih luas), sehingga jumlah air yang masuk ke dalam rorak bawah menjadi lebih sedikit dibanding rorak atas.

Secara umum kondisi yang berbeda terlihat pada nilai kadar air tanah pada Blok kontrol dengan Blok perlakuan di kedalaman 0-100 cm dan kedalaman 100-200 cm. Nilai kadar air tanah pada Blok perlakuan lebih besar dibandingkan Blok Kontrol (Lampiran 10). Pada lapisan 0-100 cm lebih besar kadar air tanahnya dibandingkan lapisan 100-200 cm sejak dilakukan pengukuran hingga akhir. Dari dua kedalaman 0-100 cm dan 100-200 cm terlihat jelas blok yang menggunakan rorak dan terisi air, kadar air tanahnya lebih besar dibandingkan dengan blok perlakuan dan Blok 7 yang roraknya tidak terisi air. Menurut Murtilaksono et al. (2009) teras gulud dan rorak efektif dalam menahan aliran permukaan (overland flow) dan memberikan kesempatan lebih banyak air hujan meresap ke dalam tanah sehingga tanah terhindar dari gerusan aliran permukaan yang pada gilirannya akan menekan erosi. Pada penelitian Noeralam et al. (2003) pemanenan air dengan teknik rorak dan mulsa vertikal meningkatkan curah hujan efektif 95 - 96% terhadap total hujan. Hal ini dapat terjadi karena air hujan yang jatuh di permukaan lahan tertampung oleh rorak, sehingga hanya sebagian kecil saja yang mengalir dan sampai ke outlet.

Gambar 7 Perubahan kadar air tanah (a) kedalaman 0-100 cm (b) kedalaman 100-200cm. [Catatan: blok kontrol (6, 16, dan 17) blok perlakuan (7, 8, dan 18)]

(a)

(4)

Profil kadar air tanah (% volume) terhadap kedalaman, menunjukkan bahwa blok yang menggunakan rorak dan terisi air akan memiliki profil semakin kedalam maka kadar air tanah semakin meningkat, sedangkan pada blok tanpa rorak ataupun rorak yang tidak terisi air kadar air tanahnya fluktuatif (Gambar 8). Profil kadar air tanah dipengaruhi oleh fungsi rorak seperti ditunjukkan pada Gambar 8. Secara keseluruhan blok yang menjadi kontrol maupun rorak yang tidak terisi air pada kedua kedalaman profil tanah rata-rata kadar air tanahnya menunjukkan nilai di bawah 20%. Menurut Islami dan Utomo (1995) tekstur tanah pada lokasi yang

memiliki tekstur pasir memiliki kemampuan menahan air <40%, berbeda dengan tanah liat yang dapat menahan air 60 %.

Menurut Enni et al. (2008) pola perubahan kadar air tiap kedalaman menurut waktu mengikuti pola curah hujan dan fluks aliran air. Apabila terjadi hujan maka kadar air tanah akan mengalami kenaikan pada hari berikutnya, peningkatan kadar air tanah lebih dulu terjadi pada lapisan atas diikuti oleh lapisan di bawahnya. Enni et al. (2008) juga menyatakan pada hari-hari tanpa hujan, aliran air terjadi sebaliknya yaitu dari bawah ke atas (fluks negatif) melalui pori-pori mikro secara tak jenuh akibat proses evapotranspirasi.

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 8 Profil rata-rata kadar air tanah setiap kedalaman selama pengukuran. (a,c,e) pengukuran minggu pertama (19-21 Oktober), (b,d,f) pengukuran minggu terakhir (9-15 Desember). [Catatan: blok perlakuan (7, 8, dan 18) blok kontrol (6, 16, dan 17)].

(5)

4.4 Pengaruh Curah Hujan terhadap Evapotranspirasi

Evapotranspirasi dalam perhitungan neraca air merupakan selisih antara curah hujan yang jatuh dikurangi curah hujan yang diintersepsi tajuk tanaman, jumlah aliran permukaan dan kadar air yang tersimpan di dalam tanah

Ketersediaan air untuk tanaman kelapa sawit sepanjang siklus hidupnya bersumber dari curah hujan yang diterima dan ketersediaan air dalam tanah. Ketersediaan air untuk tanaman terkait dengan pola sebaran curah hujan. Curah hujan yang tidak merata dengan kejadian bulan kering secara berturut-turut dapat menyebabkan defisit air tanah (soil water deficit). Menurut Thoruan-Mathius et al. (2001) defisit air sebagai jumlah air yang hilang dari tanah pada zona perakaran aktif. Defisit air dihitung berdasarkan keseimbangan air tanah dan tanaman, yang dipengaruhi oleh ketersediaan air, curah hujan dan evapotranspirasi. Mathius et al. (2001) juga menyatakan Cekaman air (water stress) muncul sebagai akibat dari defisit air.

Keterkaitan antara curah hujan total, curah hujan neto, evapotranspirasi dan limpasan permukaan (runoff) ditunjukkan pada Gambar 9. Curah hujan neto diperoleh dari pengurangan antara curah hujan dengan intersep pada tanaman kelapa sawit. Dari keseluruhan grafik curah hujan neto dan evapotranspirasi, secara umum nilai evapotranspirasi berada pada kondisi di bawah curah hujan neto, hal ini menunjukkan ketersediaan air pada tanaman sawit meskipun pada blok kontrol yang tidak diberikan perlakuan.

Ada satu kondisi hujan neto di bawah evapotranspirasi yang ditunjukkan pada Gambar 9 (c). Hal ini diakibatkan Blok 8 di selang waktu pengukuran kondisinya tidak mengalami hujan, sehingga ketersediaan air pada blok ini tidak mencukupi ditambah faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi yaitu radiasi matahari. Pada kondisi tidak hujan radiasi surya lebih besar yang menyebabkan evapotranspirasi lebih tinggi dibandingkan dengan curah hujan neto.

Keterangan gambar :

Pg = curah hujan total (gross precipitation) Pn = curah hujan neto (net precipitation) Eta = evapotranspirasi aktual

Eta+Ro = evapotranspirasi aktual + limpasan permukaan (runoff)

Gambar 9 Evapotranspirasi (a) Blok 18, (b) Blok 17, (c) Blok 8, (d) Blok 6, (e) Blok 7 dan (f) Blok 16

(a)

(b)

(c)

(d)

(f)

(e)

(6)

4.5 Evapotranspirasi pada Tanaman Evapotranspirasi kumulatif pada masing-masing blok yang terdapat pada Gambar 10 menggambarkan perbandingkan dua blok perlakuan dan kontrol. Perbandingan blok disesuaikan dengan kondisi yang sama seperti kemiringan lereng dan umur sensor yang di tanam. Pada Gambar 10 (a) sensor dipasang pada waktu yang sama dan lebih awal, sedangkan Gambar 10 (b) untuk kondisi lereng yang sama dan tidak terjal, Gambar 10 (c) untuk kondisi lereng yang lebih terjal dibandingkan pada blok yang terdapat pada Gambar 10 (a) dan (b).

Kondisi perbandingan Blok 17 dan 18 menggambarkan evapotranspirasi pada Blok 17 lebih kecil dibandingkan dengan Blok 18 yang ditunjukkan pada Gambar 10 (a). Hal ini disebabkan oleh kondisi dari tekstur tanah pada Blok 18 merupakan peralihan dari tekstur pasir ke tekstur liat, meskipun dalam data tekstur (Tabel 1) tanah Blok 18 didominan tekstur pasir. Blok yang berada tepat di sebelah Blok 18 yaitu Blok 19, kondisi tanahnya bertekstur liat. Menurut Islami dan Utomo (1995) tanah bertekstur liat memiliki kandungan liat lebih dari 35% akan tetapi sebagian besar merupakan pori berukuran kecil yang mengakibatkan daya hantar air sangat lambat dan sirkulasi udara

kurang lancar. Faktor karakteristik jenis tanah tersebut yang mengakibatkan evaporasi pada permukaan tanah menjadi lambat.

Evapotranspirasi di Blok kontrol (Blok 16 dan 6) lebih kecil dibandingkan Blok perlakuan (Blok 7 dan 8). Hal ini dikarenakan evapotranspirasi pada blok kontrol hanya berasal dari curah hujan yang dapat terserap ke tanah. Pada blok perlakuan evapotranspirasi tinggi karena mendapat cadangan air melalui limpasan air yang tertampung pada rorak ditunjukkan pada Gambar 10 (b) dan (c).

Pada beberapa kondisi nilai evapotranspirasi blok kontrol lebih besar dibandingkan dengan blok perlakuan. Hal ini dikarenakan pada kondisi selang pengukuran tidak terjadi hujan, sehingga radiasi mempengaruhi peningkatan evapotranspirasi, kondisi tersebut ditunjukkan pada Gambar 10 (b) dan (c). Pada Blok 8 dan 7 jenis tanah bertekstur pasir yang memiliki sifat mudah kehilangan air. Salah satu faktor lingkungan lainnya yang mempengaruhi evapotranspirasi yaitu radiasi matahari. Dari radiasi matahari yang diserap oleh daun, 1-5% digunakan untuk fotosintesis dan 75-85% digunakan untuk memanaskan daun dan untuk transpirasi Gardner et al. (1991).

(a) (b)

(c)

Gambar

Tabel 1 Analisis tekstur tanah  Blok
Gambar    7    Perubahan  kadar  air  tanah  (a)  kedalaman  0-100  cm  (b)    kedalaman  100-200cm
Gambar 8  Profil rata-rata kadar air tanah setiap kedalaman selama pengukuran. (a,c,e) pengukuran minggu  pertama  (19-21  Oktober),  (b,d,f)  pengukuran  minggu  terakhir  (9-15  Desember)
Gambar 9  Evapotranspirasi (a) Blok 18, (b) Blok 17, (c) Blok 8, (d) Blok 6, (e) Blok 7 dan (f) Blok 16
+2

Referensi

Dokumen terkait

Usaha basecamp yang merupakan usaha milik masyarakat, selain dengan munculnya pedagang menjadikan kebutuhan warga terpenuhi, dengan adanya usaha basecamp di Kawasan

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BNPP melakukan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian dan pemerintah daerah terkait pembangunan dan

Berdasarkan beberapa pernyataan di atas, konsepsi dan karakteristik Kajian Budaya atau Cultural Studies apabila dikaitkan dengan filsafat ilmu akan tampak sangat

Wawancara Dengan Supriadi (Petugas Kantor Urusan Agama), Tanggal 5 Desember 2016.. Produk Halal, dalam pelayanan bagian produk halal, tidak terjadi di Kantor Urusan Agama Kecamatan

(5) Formulir pelaporan penolakan gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercantum pada lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati Inic. (2)

Jika tujuan penelitian belum sepenuhnya tercapai, dan untuk memvalidasi hasil penelitian, peneliti melaksanakan siklus atau putaran kedua yang dimulai dari

Berdasarkan perbandingan penurunan yang terjadi antara timbunan pilhan tanah merah laterit dan timbunan ringan mortar busa secara bertahap, maka dapat disimpulkan bahwa