ISSN 0216-8537
9 77 0 21 6 8 5 3 7 21
Volume 16
Nomor 1
Maret 2019
Vol. 16 No. 1
Hal. 1-90
Maret 2019
Tabanan
Volume 16 Nomor 1 Maret 2019
Pelindung : I Gede Made Rusdianta
Penanggung Jawab : I Nengah Karnata Ketua Penyunting : Pande Gede Gunamanta
Penyunting : I Wayan Supartha (UNUD)
I Made Subawa (UNUD) I Ketut Djayastra (UNUD) Putu Eka Fitriyantini (UNTAB)
I Kadek Adi Surya (UNTAB) I Wayan Terimajaya (UNTAB) I Made Hary Kusmawan (UNTAB)
I Wayan Sukasana (UNTAB) Anak Agung Gede Putra (UNTAB)
Bendahara : I Wayan Suarbawa Tata Usaha/Sirkulasi :
I Dewa Gede Rastana Ida Ayu Ketut Suma Pancawati
Ni Made Karmini Gusti Ayu Made Wiadi Alamat Redaksi/Penerbit : UNIVERSITAS TABANAN
Jl. Wagimin No. 8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax.: (0361) 9311605
E-mail : [email protected]
Vol. 16 No. 1
D A F T A R I S I
POLEMIK PERWAKILAN GANDA KEANGGOTAAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
PUTU EKA PITRIYANTINI, CANDRA NINGSIH, SINTA AGUSTINA, NANDIKA MELLY --- 1-7
STRATEGI PENERAPAN SUB TERMINAL AGRIBISNIS DALAM MENGEMBANGKAN PERTANIAN TABANAN YANG BERKELANJUTAN
I GEDE MADE RUSDIANTA, I WAYAN SUKASANA, I MADE MAHADI DWIPRADNYANA--- 8-15
PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA DAN JUMLAH MODAL AWAL TERHADAP PENDAPATAN PEDAGANG DI PASAR SENGGOL TABANAN
I GEDE MADE MARTA, NGURAH MADE NOVIANHA PYNATIH, I MADE HARRY KUSMAWAN--- 16-19
PENGARUH MODAL DAN TABUNGAN TERHADAP LABA PADA LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) DI KECAMATAN MARGA
NI MADE TAMAN AYUK, IDA BAGUS GDE WIRAKUSUMA, I WAYAN SUARBAWA--- 20-24
ANALISIS STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN BADUNG
I NYOMAN ARIANA GUNA, I DEWA GEDE RASTANA, BAGUS ARYA KUSUMA--- 25-29
PENGARUH JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN ASING DAN KURS DOLAR AMERIKA TERHADAP TINGKAT HUNIAN KAMAR HOTEL BERBINTANG DI PROVINSI BALI TAHUN 2008 S/D 2017
IDA AYU SINTHA AGUSTINA, NI PUTU SUDARSANI, I WAYAN TERIMAJAYA--- 30-34
PENGARUH MODAL SENDIRI DAN LOKASI USAHA TERHADAP PENDAPATAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) DI KABUPATEN TABANAN
NI RAI ARTINI, I MADE GITRA ARYAWAN, I NYOMAN WIDHYA ASTAWA--- 35-39
PERLINDUNGAN HUKUM LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) TERHADAP NASABAH PENYIMPAN DANA DALAM HAL BANK DILIKUIDASI
IDA AYU WINDHARI KUSUMA PRATIWI, I KADEK ADI SURYA, I WAYAN ANTARA--- 40-45
MENGUJI KEWENANGAN PEMBATALAN PERATURAN DAERAH ( Kajian Secara Normatif )
I WAYAN SUARDANA, I DEWE GEDE BUDIARTA, I KADEK ADI SURYA--- 46-52
PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG MANIS VARIETAS SWEET BOY PADA BERBAGAI KERAPATAN DAN DOSIS PUPUK NITROGEN DI LAHAN KERING
I PUTU WISARDJA, I WAYAN LANA, I NENGAH KARNATA--- 53-58
PENGARUH STOCK SPLIT TERHADAP LIKUIDITAS EMITEN DI BURSA EFEK INDONESIA. STUDI KASUS: PT. BANK RAKYAT INDONESIA Tbk.
I GUSTI AYU MADE AGUNG MAS ANDRIANI PRATIWI, I GUSTI NENGAH DARMA DIATMIKA
I DEWA GEDE SURATHA--- 59-64
ANALISIS PENGARUH JUMLAH JAM KERJA DAN USIA TERHADAP PENDAPATAN PEKERJA SAMPINGAN IBU RUMAH TANGGA PADA INDUSTRI BATAKO DI KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG
I WAYAN MULA SARJANA--- 65-71
UJI VALIDITAS INSTRUMEN TINGKAT KEGEMARAN MEMBACA MASYARAKAT UMUM DI PROVINSI BALI TAHUN 2018 DENGAN ANALISIS ITEM
NENGAH JAGO--- 72-78
IMPLEMENTASI PASAL 14a KUHP SEBAGAI DASAR HUKUM, HAKIM MENJATUHKAN PIDANA BERSYARAT
I GUSTI KETUT ADNYA WIBAWA, KETUT ABDIASA, I DEWE NYOMAN GDE NURCANA--- 79-83
PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH DAN LAJU INFLASI TERHADAP EKSPOR INDUSTRI KERAJINAN DI PROVINSI BALI
NI L PT BUDIARI, I WAYAN SUARBAWA, I MADE ADI SATRIA--- 84-90
Maret 2019
MAJALAH ILMIAH
POLEMIK PERWAKILAN GANDA
KEANGGOTAAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
1)PUTU EKA PITRIYANTINI
2)CANDRA NINGSIH, SINTA AGUSTINA, NANDIKA MELLY 1)Pembina Debat FH Universitas Tabanan
2)Tim Debat Mahkamah Konstitusi RI 2019
ABSTRAK
Kehadiran Dewan Perwakilan Daerah sebagai lembaga Negara, memiliki dasar konstitusional dalam Pasal 22C dan Pasal 22D Undang-Undang Dasar 1945. Secara filosofis DPD lahir karena kepentingan kebijakan pemerintahan nasional yang memberikan ruang baru bagi kepentingan masyarakat daerah. Pengertian daerah di sini tentu bukanlah daerah per daerah, melainkan wilayah geokultural dalam bingkai yang majemuk. Namun pada perkembangannya banyak anggota DPD yang memiliki keterwakilan atau keanggotaan ganda yaitu sebagai anggota DPD dan Partai Politik, tentu hal ini bertentangan dengan aspek filosofis mengenai lahirnya DPD. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keanggotaan ganda DPR-RI dalam lembaga legislatif. Metode penelitian yang dipakai adalah penelitian hukum normatif dengan meletakan hukum sebagai norma dengan pendekatan peraturan perundang-undangan serta doctrinal. Tujuan dibentuknya DPD sebagai wujud representasi masyarakat lokal yang harus bebas dari kepentingan partai politik tertentu, hal ini dilakukan agar para anggota DPD tersebut bisa fokus untuk mengurusi kepentingan daerah tanpa terganggu oleh kepentingan partai politik.
Kata Kunci: DPD, Partai Politik, Perwakilan Ganda PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kehadiran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai lembaga baru hasil perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan konsekuensi dari perubahan Pasal 1 ayat (2) sebagai upaya untuk mengoptimalkan dan meneguhkan paham kedaulatan rakyat. Hal ini terjadi karena paham kedaulatan rakyat selama ini melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pemegang kedaulatan rakyat telah disalahgunakan. Perubahan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 ini pun dengan sendirinya menegaskan bahwa MPR bukan satu-satunya yang melaksanakaan kedaulatan rakyat. Sesuai amanah Undang-Undang Dasar 1945 maka Dewan Perwakilan Daerah diatur tersendiri dalam Bab VII A Pasal 22C dan Pasal 22D Undang-Undang Dasar 1945. Dewan Perwakilan Daerah adalah merupakan representasi penduduk dalam satu wilayah (ruang) yang akan mewakili
kepentingan-kepentingan daerah dalam proses pengambilan keputusan-keputusan politik penting di tingkat nasional. Sebagai lembaga legislative, Dewan Perwakilan Daerah juga menjadi lembaga control terhadap jalannya roda pemerintahan sehingga Dewan Perwakilan Daerah benar-benar menjadi lembaga wakil rakyat.1 Seperti
yang telah dijabarkan diatas, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) memiliki dasar konstitusional dalam Pasal 22C dan Pasal 22D Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Pasal 22C dan Pasal 22D Undang-Undang Dasar 1945 mengatur tentang eksistensi, kedudukan dan fungsi DPD. Dalam pandangan Majelis Permusyawaratan Rakyat, pengaturan keberadaan DPD dalam struktur ketatanegaraan Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945, antara lain dimaksudkan untuk :
1. Memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatauan Republik Indonesia dan memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah
POLEMIK PERWAKILAN GANDA
KEANGGOTAAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
1)PUTU EKA PITRIYANTINI
2)CANDRA NINGSIH, SINTA AGUSTINA, NANDIKA MELLY 1)Pembina Debat FH Universitas Tabanan
2)Tim Debat Mahkamah Konstitusi RI 2019
ABSTRAK
Kehadiran Dewan Perwakilan Daerah sebagai lembaga Negara, memiliki dasar konstitusional dalam Pasal 22C dan Pasal 22D Undang-Undang Dasar 1945. Secara filosofis DPD lahir karena kepentingan kebijakan pemerintahan nasional yang memberikan ruang baru bagi kepentingan masyarakat daerah. Pengertian daerah di sini tentu bukanlah daerah per daerah, melainkan wilayah geokultural dalam bingkai yang majemuk. Namun pada perkembangannya banyak anggota DPD yang memiliki keterwakilan atau keanggotaan ganda yaitu sebagai anggota DPD dan Partai Politik, tentu hal ini bertentangan dengan aspek filosofis mengenai lahirnya DPD. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keanggotaan ganda DPR-RI dalam lembaga legislatif. Metode penelitian yang dipakai adalah penelitian hukum normatif dengan meletakan hukum sebagai norma dengan pendekatan peraturan perundang-undangan serta doctrinal. Tujuan dibentuknya DPD sebagai wujud representasi masyarakat lokal yang harus bebas dari kepentingan partai politik tertentu, hal ini dilakukan agar para anggota DPD tersebut bisa fokus untuk mengurusi kepentingan daerah tanpa terganggu oleh kepentingan partai politik.
Kata Kunci: DPD, Partai Politik, Perwakilan Ganda PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kehadiran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai lembaga baru hasil perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan konsekuensi dari perubahan Pasal 1 ayat (2) sebagai upaya untuk mengoptimalkan dan meneguhkan paham kedaulatan rakyat. Hal ini terjadi karena paham kedaulatan rakyat selama ini melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pemegang kedaulatan rakyat telah disalahgunakan. Perubahan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 ini pun dengan sendirinya menegaskan bahwa MPR bukan satu-satunya yang melaksanakaan kedaulatan rakyat. Sesuai amanah Undang-Undang Dasar 1945 maka Dewan Perwakilan Daerah diatur tersendiri dalam Bab VII A Pasal 22C dan Pasal 22D Undang-Undang Dasar 1945. Dewan Perwakilan Daerah adalah merupakan representasi penduduk dalam satu wilayah (ruang) yang akan mewakili
kepentingan-kepentingan daerah dalam proses pengambilan keputusan-keputusan politik penting di tingkat nasional. Sebagai lembaga legislative, Dewan Perwakilan Daerah juga menjadi lembaga control terhadap jalannya roda pemerintahan sehingga Dewan Perwakilan Daerah benar-benar menjadi lembaga wakil rakyat.1 Seperti
yang telah dijabarkan diatas, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) memiliki dasar konstitusional dalam Pasal 22C dan Pasal 22D Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Pasal 22C dan Pasal 22D Undang-Undang Dasar 1945 mengatur tentang eksistensi, kedudukan dan fungsi DPD. Dalam pandangan Majelis Permusyawaratan Rakyat, pengaturan keberadaan DPD dalam struktur ketatanegaraan Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945, antara lain dimaksudkan untuk :
1. Memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatauan Republik Indonesia dan memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah
1
2. Meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan-kepentingan daerah-daerah dalam perumusan kebijaksanaan nasional berkaitan dengan Negara dan daerah
3. Mendorong percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerah-daerah secara serasi dan seimbang.
Keberadaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan otonomi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945 berjalan sesuai dengan keberagaman daerah dalam rangka kemajuan bangsa dan negara. Pada hakekatnya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dibentuk dalam rangka menata struktur parlemen Indonesia menjadi dua kamar (bicameral) yang terdiri dari DPR dan DPD. Secara filosofis, model bicameral diharapkan dapat mempresentasikan kepentingan rakyat secara lebih utuh dan menyeluruh, yaitu DPR diharapkan dapat mencerminkan representasi politik dan DPD sebagai representasi wilayah. Artinya DPR sebagai representasi politik anggotanya dipilih melalui pintu Partai Politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah sebagai representasi wilayah, anggotanya dipilih melalui calon perseorangan tanpa melalui Partai Politik dan wakil dari setiap provinsi. Hal tersebut merupakan jawaban mengapa anggota Dewan Perwakilan Daerah merupakan calon perseorangan, hal ini tujuan dari Dewan Perwakilan Daerah dibentuk untuk menjamin
check and balances(mekanisme control dan
keseimbangan) di parlemen.Dewan Perwakilan Daerah dibentuk untuk memperjuangkan aspirasi daerah sekaligus memperkuat ikatan-ikatan daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apa yang menjadi dasar pembentukan Dewan Perwakilan Daerah sejalan dengan pasal 181 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan. Dan dipertegas mengenai perseorangan pada Pasal 182 huruf I Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Peristiwa hukum yang terjadi di tahun 2018, dimana seorang petinggi salah satu Partai Politik di Indonesia mendaftarkan diri
sebagai calon legistif Dewan Perwakilan Daerah. Hal ini memicu polemik di kalangan masyarakat.Hingga akhir 2017, terdapat 78 dari 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah yang tidak hanya masuk menjadi anggota partai tetapi menjadi pengurus partai politik. Hal ini disebabkan penafsiran bunyi pasal 182 huruf I Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tersebut. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012, Dewan Perwakilan Daerah adalah lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Pembentukan Dewan Perwakilan Daerah merupakan upaya konstitusional yang dimaksud lebih mengakomodasi suara daerah dengan memberi saluran, sekaligus peran kepada daerah-daerah. Saluran dan peran tersebut dilakukan dengan memberikan tempat bagi daerah-daerah untuk menempatkan wakilnya dalam badan perwakilan tingkat nasional untuk memperjuangkan dan menyuarakan kepentingan-kepentingan daerahnya sehingga akan memperkuat kesatuan Republik Indonesia. Perwakilan daerah dalam DPD mencerminkan prinsip representasi territorial atau regional (regional representasi) dari daerah, dalam hal ini provinsi.Dengan demikian, keberadaan Dewan Perwakilan Daerah tidak dapat dipisahkan dari adanya Utusan Daerah sebagai salah satu unsur Majelis Permusyawaratan Rakyat.Dan disini juga memerlukan netralitas para anggota agar bebas dari kepentingan Partai Politik serta menghindari perwakilan ganda.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana kajian pendirian Dewan Perwakilan Daerah (DPD) secara Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis?
2. Mengapa Calon Angota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) harus bebas dari anggota Partai Politik manapun ?
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah penelitian hukum
normative2 yang meletakan hukum sebagai
norma dengan pendekatan peraturan perundang-undangan serta doctrinal, bahan hukum yang dipergunakan adalah sebagai hukum primer terdiri dari UUD NRI 1945, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012. Bahan hukum sekunder terdiri dari buku, disertasi, jurnal terkait dengan penelitian. Keseluruhan hukum tesebut dikumpulkan berdasarkan permasalahan penelitian kemudian dikaji secara mendalam untuk menggambarkan anggota DPD tidak diperkenankan sebagai anggota Partai Politik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kajian Pendirian Dewan Perwakilan Daerah Secara Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis.
A. Secara Filosofis
Banyak negara yang gagal mencapai tujuan idealnya. Untuk Indonesia, kegagalan pencapaian tujuan tujuan bernegara yang sudah termaktub dalam pembukaan UUD 1945 lebih banyak terletak pada kesalahan penyelenggaraan negara dan penyelewengan aparatur negara. Terlalu terpusatnya kekuasaan ditangan negara menyebabkan posisi warga negara selalu rawan. Atas dasar itulah muncul keinginan untuk membatasi kekuasaan negara. Hal ini tentulah tidak mudah, karena negara sudah terlanjur membesar dan meraksasa. Pembatasan itu hanya bisa dilakukan lewat pembuatan lembaga negara lain yang sejajar dengan pemerintah dan palemen. Kehadiran DPD RI berada dalam wilayah itu. Tujuan kehadirannya secara filosofis lebih didorong oleh kepentingan mewarnai kebijakan pemerintahan nasional dengan memberikan ruang baru bagi kepentingan masyarakat daerah. Pengertian daerah di sini tentu bukanlah daerah per daerah, melainkan wilayah geokultural dalam bingkai yang majemuk.
B. Secara Sosiologis
Secara faktual, DPD RI lahir pada tanggal 1 Oktober 2004 yang ditandai dengan pelantikan dan pengambilan sumpah/janji para anggota DPD RI. Kehadiran DPD RI ini tidak
dapat dilepas dari hubungan pusat dan daerah yang selalu mengalami ketegangan sejak kemerdekaan Indonesia. Ketegangan ini termanifestasikan lewat sejumlah pemberontakan yang dilakukan oleh daerah, yang bersumber dari ketidakpuasan atas kebijakan pemerintah pusat dan ketimpangan hubungan pusat dan daerah. Perputaran roda nasib akhirnya membawa Indonesia ke arah bangsa dan negara yang kurang beruntung akibat pembentukan kelembagaan politik yang miskin partisipasi. Daerah-daerah yang memiliki kekayaan alam yang melimpah harus mendapatkan diri penduduknya miskin. Walau negara begitu beringas, tidak muncul perlawanan rakyat yang keras. Suasana begitu emosional, sehingga berbagai impian masa lalu dipaksakan masuk ke dalam konstitusi baru. Akomodasi terhadap kepentingan daerah pun dimasukan ke dalam pasal-pasal konstitusi baru, termasuk keberadaan DPD RI.
C. Secara Yuridis
a. Konstitusi (Undang-Undang Dasar 1945)
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan, Majelis Permusyawarata
Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota-anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut di dalam undang-undang. Secara khusus Dewan Perwakilan Daerah diatur dalam Pasal 22C Undang-Undang Dasar 1945 :
(1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.
(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah Seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Daerah.
(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
(4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang.
2. Meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan-kepentingan daerah-daerah dalam perumusan kebijaksanaan nasional berkaitan dengan Negara dan daerah
3. Mendorong percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerah-daerah secara serasi dan seimbang.
Keberadaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan otonomi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945 berjalan sesuai dengan keberagaman daerah dalam rangka kemajuan bangsa dan negara. Pada hakekatnya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dibentuk dalam rangka menata struktur parlemen Indonesia menjadi dua kamar (bicameral) yang terdiri dari DPR dan DPD. Secara filosofis, model bicameral diharapkan dapat mempresentasikan kepentingan rakyat secara lebih utuh dan menyeluruh, yaitu DPR diharapkan dapat mencerminkan representasi politik dan DPD sebagai representasi wilayah. Artinya DPR sebagai representasi politik anggotanya dipilih melalui pintu Partai Politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah sebagai representasi wilayah, anggotanya dipilih melalui calon perseorangan tanpa melalui Partai Politik dan wakil dari setiap provinsi. Hal tersebut merupakan jawaban mengapa anggota Dewan Perwakilan Daerah merupakan calon perseorangan, hal ini tujuan dari Dewan Perwakilan Daerah dibentuk untuk menjamin
check and balances(mekanisme control dan
keseimbangan) di parlemen.Dewan Perwakilan Daerah dibentuk untuk memperjuangkan aspirasi daerah sekaligus memperkuat ikatan-ikatan daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apa yang menjadi dasar pembentukan Dewan Perwakilan Daerah sejalan dengan pasal 181 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan. Dan dipertegas mengenai perseorangan pada Pasal 182 huruf I Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Peristiwa hukum yang terjadi di tahun 2018, dimana seorang petinggi salah satu Partai Politik di Indonesia mendaftarkan diri
sebagai calon legistif Dewan Perwakilan Daerah. Hal ini memicu polemik di kalangan masyarakat.Hingga akhir 2017, terdapat 78 dari 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah yang tidak hanya masuk menjadi anggota partai tetapi menjadi pengurus partai politik. Hal ini disebabkan penafsiran bunyi pasal 182 huruf I Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tersebut. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012, Dewan Perwakilan Daerah adalah lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Pembentukan Dewan Perwakilan Daerah merupakan upaya konstitusional yang dimaksud lebih mengakomodasi suara daerah dengan memberi saluran, sekaligus peran kepada daerah-daerah. Saluran dan peran tersebut dilakukan dengan memberikan tempat bagi daerah-daerah untuk menempatkan wakilnya dalam badan perwakilan tingkat nasional untuk memperjuangkan dan menyuarakan kepentingan-kepentingan daerahnya sehingga akan memperkuat kesatuan Republik Indonesia. Perwakilan daerah dalam DPD mencerminkan prinsip representasi territorial atau regional (regional representasi) dari daerah, dalam hal ini provinsi.Dengan demikian, keberadaan Dewan Perwakilan Daerah tidak dapat dipisahkan dari adanya Utusan Daerah sebagai salah satu unsur Majelis Permusyawaratan Rakyat.Dan disini juga memerlukan netralitas para anggota agar bebas dari kepentingan Partai Politik serta menghindari perwakilan ganda.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana kajian pendirian Dewan Perwakilan Daerah (DPD) secara Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis?
2. Mengapa Calon Angota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) harus bebas dari anggota Partai Politik manapun ?
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah penelitian hukum
normative2 yang meletakan hukum sebagai
norma dengan pendekatan peraturan perundang-undangan serta doctrinal, bahan hukum yang dipergunakan adalah sebagai hukum primer terdiri dari UUD NRI 1945, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012. Bahan hukum sekunder terdiri dari buku, disertasi, jurnal terkait dengan penelitian. Keseluruhan hukum tesebut dikumpulkan berdasarkan permasalahan penelitian kemudian dikaji secara mendalam untuk menggambarkan anggota DPD tidak diperkenankan sebagai anggota Partai Politik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kajian Pendirian Dewan Perwakilan Daerah Secara Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis.
A. Secara Filosofis
Banyak negara yang gagal mencapai tujuan idealnya. Untuk Indonesia, kegagalan pencapaian tujuan tujuan bernegara yang sudah termaktub dalam pembukaan UUD 1945 lebih banyak terletak pada kesalahan penyelenggaraan negara dan penyelewengan aparatur negara. Terlalu terpusatnya kekuasaan ditangan negara menyebabkan posisi warga negara selalu rawan. Atas dasar itulah muncul keinginan untuk membatasi kekuasaan negara. Hal ini tentulah tidak mudah, karena negara sudah terlanjur membesar dan meraksasa. Pembatasan itu hanya bisa dilakukan lewat pembuatan lembaga negara lain yang sejajar dengan pemerintah dan palemen. Kehadiran DPD RI berada dalam wilayah itu. Tujuan kehadirannya secara filosofis lebih didorong oleh kepentingan mewarnai kebijakan pemerintahan nasional dengan memberikan ruang baru bagi kepentingan masyarakat daerah. Pengertian daerah di sini tentu bukanlah daerah per daerah, melainkan wilayah geokultural dalam bingkai yang majemuk.
B. Secara Sosiologis
Secara faktual, DPD RI lahir pada tanggal 1 Oktober 2004 yang ditandai dengan pelantikan dan pengambilan sumpah/janji para anggota DPD RI. Kehadiran DPD RI ini tidak
dapat dilepas dari hubungan pusat dan daerah yang selalu mengalami ketegangan sejak kemerdekaan Indonesia. Ketegangan ini termanifestasikan lewat sejumlah pemberontakan yang dilakukan oleh daerah, yang bersumber dari ketidakpuasan atas kebijakan pemerintah pusat dan ketimpangan hubungan pusat dan daerah. Perputaran roda nasib akhirnya membawa Indonesia ke arah bangsa dan negara yang kurang beruntung akibat pembentukan kelembagaan politik yang miskin partisipasi. Daerah-daerah yang memiliki kekayaan alam yang melimpah harus mendapatkan diri penduduknya miskin. Walau negara begitu beringas, tidak muncul perlawanan rakyat yang keras. Suasana begitu emosional, sehingga berbagai impian masa lalu dipaksakan masuk ke dalam konstitusi baru. Akomodasi terhadap kepentingan daerah pun dimasukan ke dalam pasal-pasal konstitusi baru, termasuk keberadaan DPD RI.
C. Secara Yuridis
a. Konstitusi (Undang-Undang Dasar 1945)
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan, Majelis Permusyawarata
Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota-anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut di dalam undang-undang. Secara khusus Dewan Perwakilan Daerah diatur dalam Pasal 22C Undang-Undang Dasar 1945 :
(1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.
(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah Seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Daerah.
(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
(4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang.
3
Pasal 22D Undang-Undang Dasar 1945
(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Rancangan Undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
(2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas Rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan Rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
(3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.
Pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945
(1) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(2) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.
Pasal 23E ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
Hasil pemeriksa keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,sesuai dengan kewenangnnya. Pasal 23F ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.
b. Undang-Undang
Ruang gerak DPD RI bahkan lebih terbatas lagi dengan peraturan fungsi, tugas, dan kewenangannya lewat Undang-Undang, antara lain diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak mengatur keterlibatan DPD dalam proses perencanaan penyusunanprogram legislasi nasional (prolegnas) dapat dilihat dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Walaupun di Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan,penyusunan Prolgnas di lingkungan DPR dilakukan dengan pertimbangan salah satunya DPD. Hal ini menjadi persoalan karena ketentuan Pasal tersebut seolah-olah menegaskan bahwa DPD berada (subordinatif) dari DPR. Padahal kedua lembaga Negara tersebut jelas berbeda. Dasar yuridis yang lain adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR,DPR,DPD, DPRD.
Calon Angota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Bebas dari Partai Politik
Dibentuknya DPD bertujuan sebagai wujud representasi masyarakat lokal yang harus bebas dari kepentingan partai politik tertentu. Jika anggota DPD yang masih terikat partai politik terus dibiarkan, maka keuangan negara pun bisa menjadi taruhannya. Banyaknya anggota DPD yang masih terpaut
dengan partai politik tentunya akan menimbulkan perwakilan ganda, kita tidak bisa mengambil resiko untuk percaya sepenuhnya jika para anggota DPD yang masih terikat oleh partai politik akan tulus dalam mengemban tugasnya dalam memajukan kesejahteraan daerah, tanpa menoleh kepentingan partainya. Jika anggota DPD masih terikat oleh partai politik, tentu saja mereka kelak bisa leluasa memanfaatkan anggaran yang seharusnya diberikan oleh daerah tetapi malah digunakan untuk kepentingan partainya sendiri. Apalagi jika partai yang menaunginya masih tergolong partai baru yang masih mencari popularitas dan tentunya masih memerlukan banyak dana untuk mengembangkan partainya. Tidak dapat dipungkiri bahwa Dewan Perwakilan Daerah lahir untuk mendorong adanya checks and
balances di dalam lembaga perwakilan.
Artinya dengan sisem tersebut sudah seharusnya ada saling control atau pengawasan diantara kedua lembaga parlemen tersebut DPD dan DPR.
Dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018, menimbang bahwa dalam mendalilkan inkonstitusionalitas frasa “pekerjaan lain” dalam Pasal 182 huruf I UU Pemilu yang pada pokoknya sebagai berikut:
a. Bahwa Pasal 22D UUD 1945 telah mengatur fungsi, tugas, dan kewenangan DPD;
b. Bahwa Mahkamah Konstitusi telah pula menyatakan desain fungsi, tugas, dan kewenangan DPD sebagaimana termuat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10/PUU-VI/2008, bertanggal 1 Juli 2008. Dalam paragraf [3.18.1] huruf f
(halaman 205-206) Putusan tersebut, Mahkamah menyatakan:
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa desain konstitusional DPD sebagai organ konstitusi adalah:
1) DPD merupakan representasi daerah (territorial representation) yang membawa dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah dalam kerangka kepentingan nasional, sebagai imbangan atas dasar prinsip “checks
and balances” terhadap DPR yang
merupakan representasi politik (political representation) dari aspirasi dan kepentingan partai-partai politik dalam kerangka kepentingan nasional; 2) Keberadaan DPR dan DPD dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia yang seluruh anggotanya menjadi anggota MPR bukanlah berarti bahwa sistem perwakilan Indonesia menganut sistem perwakilan bikameral, melainkan sebagai gambaran tentang sistem perwakilan yang khas Indonesia;
3) Meskipun kewenangan konstitusional DPD terbatas, namun dari seluruh kewenangannya di bidang legislasi, anggaran, pengawasan, dan pertimbangan sebagaimana diatur dalam Pasal 22D UUD 1945, kesemuanya terkait dan berorientasi kepada kepentingan daerah yang harus diperjuangkan secara nasional berdasarkan postulat keseimbangan antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah;
4) Bahwa sebagai representasi daerah dari setiap provinsi, anggota DPD dipilih melalui Pemilu dari setiap provinsi dengan jumlah yang sama, berdasarkan pencalonan secara perseorangan, bukan melalui Partai, sebagai peserta Pemilu. Syarat calon anggota DPD tidak menjadi pengurus partai politik sesungguhnya telah pernah dimuat dalam Pasal 63 huruf b Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yaitu tidak menjadi pengurus partai politik sekurang- kurangnya 4 (empat) tahun yang dihitung sampai dengan tanggal pengajuan calon. Tidak adanya lagi persyaratan demikian dalam UU Pemilu a quo tidak dapat dianggap sekadar sebagai open
legal policy sebab keberadaan DPD yang
bebas dari campur tangan partai politik memungkinkan hadirnya DPD sebagai pilar demokrasi local.
Persyaratan anggota DPD tidak boleh menjadi pengurus atau berasal dari pengurus partai politik mencegah terjadinya distorsi politik berupa lahirnya perwakilan ganda
Pasal 22D Undang-Undang Dasar 1945
(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Rancangan Undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
(2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas Rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan Rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
(3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.
Pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945
(1) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(2) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.
Pasal 23E ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
Hasil pemeriksa keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,sesuai dengan kewenangnnya. Pasal 23F ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.
b. Undang-Undang
Ruang gerak DPD RI bahkan lebih terbatas lagi dengan peraturan fungsi, tugas, dan kewenangannya lewat Undang-Undang, antara lain diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak mengatur keterlibatan DPD dalam proses perencanaan penyusunanprogram legislasi nasional (prolegnas) dapat dilihat dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Walaupun di Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan,penyusunan Prolgnas di lingkungan DPR dilakukan dengan pertimbangan salah satunya DPD. Hal ini menjadi persoalan karena ketentuan Pasal tersebut seolah-olah menegaskan bahwa DPD berada (subordinatif) dari DPR. Padahal kedua lembaga Negara tersebut jelas berbeda. Dasar yuridis yang lain adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR,DPR,DPD, DPRD.
Calon Angota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Bebas dari Partai Politik
Dibentuknya DPD bertujuan sebagai wujud representasi masyarakat lokal yang harus bebas dari kepentingan partai politik tertentu. Jika anggota DPD yang masih terikat partai politik terus dibiarkan, maka keuangan negara pun bisa menjadi taruhannya. Banyaknya anggota DPD yang masih terpaut
dengan partai politik tentunya akan menimbulkan perwakilan ganda, kita tidak bisa mengambil resiko untuk percaya sepenuhnya jika para anggota DPD yang masih terikat oleh partai politik akan tulus dalam mengemban tugasnya dalam memajukan kesejahteraan daerah, tanpa menoleh kepentingan partainya. Jika anggota DPD masih terikat oleh partai politik, tentu saja mereka kelak bisa leluasa memanfaatkan anggaran yang seharusnya diberikan oleh daerah tetapi malah digunakan untuk kepentingan partainya sendiri. Apalagi jika partai yang menaunginya masih tergolong partai baru yang masih mencari popularitas dan tentunya masih memerlukan banyak dana untuk mengembangkan partainya. Tidak dapat dipungkiri bahwa Dewan Perwakilan Daerah lahir untuk mendorong adanya checks and
balances di dalam lembaga perwakilan.
Artinya dengan sisem tersebut sudah seharusnya ada saling control atau pengawasan diantara kedua lembaga parlemen tersebut DPD dan DPR.
Dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018, menimbang bahwa dalam mendalilkan inkonstitusionalitas frasa “pekerjaan lain” dalam Pasal 182 huruf I UU Pemilu yang pada pokoknya sebagai berikut:
a. Bahwa Pasal 22D UUD 1945 telah mengatur fungsi, tugas, dan kewenangan DPD;
b. Bahwa Mahkamah Konstitusi telah pula menyatakan desain fungsi, tugas, dan kewenangan DPD sebagaimana termuat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10/PUU-VI/2008, bertanggal 1 Juli 2008. Dalam paragraf [3.18.1] huruf f
(halaman 205-206) Putusan tersebut, Mahkamah menyatakan:
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa desain konstitusional DPD sebagai organ konstitusi adalah:
1) DPD merupakan representasi daerah (territorial representation) yang membawa dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah dalam kerangka kepentingan nasional, sebagai imbangan atas dasar prinsip “checks
and balances” terhadap DPR yang
merupakan representasi politik (political representation) dari aspirasi dan kepentingan partai-partai politik dalam kerangka kepentingan nasional; 2) Keberadaan DPR dan DPD dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia yang seluruh anggotanya menjadi anggota MPR bukanlah berarti bahwa sistem perwakilan Indonesia menganut sistem perwakilan bikameral, melainkan sebagai gambaran tentang sistem perwakilan yang khas Indonesia;
3) Meskipun kewenangan konstitusional DPD terbatas, namun dari seluruh kewenangannya di bidang legislasi, anggaran, pengawasan, dan pertimbangan sebagaimana diatur dalam Pasal 22D UUD 1945, kesemuanya terkait dan berorientasi kepada kepentingan daerah yang harus diperjuangkan secara nasional berdasarkan postulat keseimbangan antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah;
4) Bahwa sebagai representasi daerah dari setiap provinsi, anggota DPD dipilih melalui Pemilu dari setiap provinsi dengan jumlah yang sama, berdasarkan pencalonan secara perseorangan, bukan melalui Partai, sebagai peserta Pemilu. Syarat calon anggota DPD tidak menjadi pengurus partai politik sesungguhnya telah pernah dimuat dalam Pasal 63 huruf b Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yaitu tidak menjadi pengurus partai politik sekurang- kurangnya 4 (empat) tahun yang dihitung sampai dengan tanggal pengajuan calon. Tidak adanya lagi persyaratan demikian dalam UU Pemilu a quo tidak dapat dianggap sekadar sebagai open
legal policy sebab keberadaan DPD yang
bebas dari campur tangan partai politik memungkinkan hadirnya DPD sebagai pilar demokrasi local.
Persyaratan anggota DPD tidak boleh menjadi pengurus atau berasal dari pengurus partai politik mencegah terjadinya distorsi politik berupa lahirnya perwakilan ganda
5
(double representation) partai politik dalam pengambilan keputusan, lebih-lebih keputusan politik penting seperti perubahan Undang-Undang Dasar. Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa MPR terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah. Sementara itu, menurut Pasal 3 ayat (1) UUD 1945, MPR memiliki kewenangan mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Dengan demikian, jika anggota DPD dimungkinkan berasal dari pengurus partai politik, berarti akan terjadi perwakilan ganda dalam keanggotaan MPR di mana partai politik yang sudah terwakili dalam keanggotaan DPR juga terwakili dalam keanggotaan DPD. Hal ini secara tidak langsung telah mengubah desain ketatanegaraan perihal keanggotaan MPR yang hendak diwujudkan oleh UUD 1945 yang memaksudkan MPR sebagai wujud atau pencerminan perwakilan politik dan perwakilan wilayah. Desain demikian merupakan hal mendasar karena secara filosofis diturunkan dari gagasan Kebangsaan Indonesia yang bukan sekadar ikatan persatuan politik yang lahir karena adanya persamaan nasib dari segenap suku bangsa yang mendiami wilayah yang bernama Indonesia tetapi juga mencakup gagasan persatuan segenap suku Bangsa yang ada di Indonesia. Inilah salah satu hikmat kebijaksanaan mendasar yang harus tercermin dalam lembaga permusyawaratan/perwakilan yang bernama MPR sehingga keputusan politik penting yang diambil oleh lembaga ini senantiasa mencerminkan keputusan Bangsa Indonesia. Oleh karena itu, sesuai dengan prinsip
representation by election para tokoh yang
dianggap merepresentasikan golongan itu (daerah) tidak cocok lagi diangkat menjadi pengurus atau anggota Partai Politik melainkan cukup diikutkan dalam kompetisi pemilihan anggota DPD, sehingga dalam keanggotaan DPD tersebut keberadaan golongan-golongan dalam masyarakat sesungguhnya telah dengan sendirinya tercermin melalui keterpilihan tokoh-tokoh daerah dalam kelembagaan DPD. 3
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
(1) Tujuan kehadirannya secara filosofis lebih didorong oleh kepentingan mewarnai kebijakan pemerintahan nasional dengan memberikan ruang baru bagi kepentingan masyarakat daerah. Pengertian daerah di sini tentu bukanlah daerah per daerah, melainkan wilayah geokultural dalam bingkai yang majemuk. Lalu jika secara sosiologis, secara faktual, DPD RI lahir pada tanggal 1 Oktober 2004 yang ditandai dengan pelantikan dan pengambilan sumpah/janji para anggota DPD RI. Sedangkan secara yuridis ada tiga pembagiannya, yaitu : Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang-Undang-Undang, dan Peraturan Tata Tertib DPD RI.
(2) Tujuan dibentuknya DPD sebagai wujud representasi masyarakat lokal yang harus bebas dari kepentingan partai politik tertentu, maka dari itu anggota DPD sangat diharapkan bebas dari partai politik, agar nantinya para anggota DPD tersebut bisa fokus untuk mengurusi kepentingan daerah tanpa terganggu oleh kepentingan partai politik.
Saran
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disarankan sebagai berikut :
(1) Dalam pembuatan kebijakan perundang-undangan sebaiknya para pemangku kebijakan seharusnya memahami apa yang menjadi dasar filosofis dibentuknya Dewan Perwakilan Daerah, agar tidak ada kepentingan golongan didalam keanggotaan DPD itu sendiri. Hal ini menjadi penting karena setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus berlandaskan pertimbangan filosofis, sosiologis dan yuridis. Hal ini untuk mencegah multi interprestasi dimasyarakat.
(2) Pasal 182 huruf I Undang-Undang No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum agar dapat dikaji ulang ,mempertegas bahwa anggota DPD bebas dari partai politik. Karena seperti yang kita ketahui, DPD merupakan wujud representasi
masyarakyat yang mewakili aspirasi rakyat. Maka sudah sepatutnya mereka bisa bekerja secara optimal demi kepentingan rakyat dan bukan kepentingan partainya.
DAFTAR PUSTAKA
Daeng Naja , 2004, Dewan Perwakilan Daerah: Bikameral Setengah Hati , Media Presindo, Yogyakarta.
Natsir,Muhammad&Rachmad, Andi (2018), Penetapan Asas Kearifan Lokal Sebagai Kebijakan Pidana dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup di Aceh. Jurnal Magister Hukum Udayana 7(4),
468-489. doi: 10.24843/JMHU.2018.v07.i04.p.05
Bernama, Pelita Karawang, http://www.pelitakarawang.com/2015/10
/dpd-lemah-ibarat- lsm-suaranya-tak-perlu.
Daeng Naja , 2004, Dewan Perwakilan Daerah: Bikameral Setengah Hati , Media Presindo, Yogyakarta.
Natsir,Muhammad&Rachmad, Andi (2018), Penetapan Asas Kearifan Lokal Sebagai Kebijakan Pidana dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup di Aceh. Jurnal Magister Hukum Udayana 7(4),
468-489. doi: 10.24843/JMHU.2018.v07.i04.p.05
Bernama, Pelita Karawang, http://www.pelitakarawang.com/2015/10
/dpd-lemah-ibarat- lsm-suaranya-tak-perlu.
(double representation) partai politik dalam pengambilan keputusan, lebih-lebih keputusan politik penting seperti perubahan Undang-Undang Dasar. Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa MPR terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah. Sementara itu, menurut Pasal 3 ayat (1) UUD 1945, MPR memiliki kewenangan mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Dengan demikian, jika anggota DPD dimungkinkan berasal dari pengurus partai politik, berarti akan terjadi perwakilan ganda dalam keanggotaan MPR di mana partai politik yang sudah terwakili dalam keanggotaan DPR juga terwakili dalam keanggotaan DPD. Hal ini secara tidak langsung telah mengubah desain ketatanegaraan perihal keanggotaan MPR yang hendak diwujudkan oleh UUD 1945 yang memaksudkan MPR sebagai wujud atau pencerminan perwakilan politik dan perwakilan wilayah. Desain demikian merupakan hal mendasar karena secara filosofis diturunkan dari gagasan Kebangsaan Indonesia yang bukan sekadar ikatan persatuan politik yang lahir karena adanya persamaan nasib dari segenap suku bangsa yang mendiami wilayah yang bernama Indonesia tetapi juga mencakup gagasan persatuan segenap suku Bangsa yang ada di Indonesia. Inilah salah satu hikmat kebijaksanaan mendasar yang harus tercermin dalam lembaga permusyawaratan/perwakilan yang bernama MPR sehingga keputusan politik penting yang diambil oleh lembaga ini senantiasa mencerminkan keputusan Bangsa Indonesia. Oleh karena itu, sesuai dengan prinsip
representation by election para tokoh yang
dianggap merepresentasikan golongan itu (daerah) tidak cocok lagi diangkat menjadi pengurus atau anggota Partai Politik melainkan cukup diikutkan dalam kompetisi pemilihan anggota DPD, sehingga dalam keanggotaan DPD tersebut keberadaan golongan-golongan dalam masyarakat sesungguhnya telah dengan sendirinya tercermin melalui keterpilihan tokoh-tokoh daerah dalam kelembagaan DPD. 3
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
(1) Tujuan kehadirannya secara filosofis lebih didorong oleh kepentingan mewarnai kebijakan pemerintahan nasional dengan memberikan ruang baru bagi kepentingan masyarakat daerah. Pengertian daerah di sini tentu bukanlah daerah per daerah, melainkan wilayah geokultural dalam bingkai yang majemuk. Lalu jika secara sosiologis, secara faktual, DPD RI lahir pada tanggal 1 Oktober 2004 yang ditandai dengan pelantikan dan pengambilan sumpah/janji para anggota DPD RI. Sedangkan secara yuridis ada tiga pembagiannya, yaitu : Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang-Undang-Undang, dan Peraturan Tata Tertib DPD RI.
(2) Tujuan dibentuknya DPD sebagai wujud representasi masyarakat lokal yang harus bebas dari kepentingan partai politik tertentu, maka dari itu anggota DPD sangat diharapkan bebas dari partai politik, agar nantinya para anggota DPD tersebut bisa fokus untuk mengurusi kepentingan daerah tanpa terganggu oleh kepentingan partai politik.
Saran
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disarankan sebagai berikut :
(1) Dalam pembuatan kebijakan perundang-undangan sebaiknya para pemangku kebijakan seharusnya memahami apa yang menjadi dasar filosofis dibentuknya Dewan Perwakilan Daerah, agar tidak ada kepentingan golongan didalam keanggotaan DPD itu sendiri. Hal ini menjadi penting karena setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus berlandaskan pertimbangan filosofis, sosiologis dan yuridis. Hal ini untuk mencegah multi interprestasi dimasyarakat.
(2) Pasal 182 huruf I Undang-Undang No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum agar dapat dikaji ulang ,mempertegas bahwa anggota DPD bebas dari partai politik. Karena seperti yang kita ketahui, DPD merupakan wujud representasi
masyarakyat yang mewakili aspirasi rakyat. Maka sudah sepatutnya mereka bisa bekerja secara optimal demi kepentingan rakyat dan bukan kepentingan partainya.
DAFTAR PUSTAKA
Daeng Naja , 2004, Dewan Perwakilan Daerah: Bikameral Setengah Hati , Media Presindo, Yogyakarta.
Natsir,Muhammad&Rachmad, Andi (2018), Penetapan Asas Kearifan Lokal Sebagai Kebijakan Pidana dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup di Aceh. Jurnal Magister Hukum Udayana 7(4),
468-489. doi: 10.24843/JMHU.2018.v07.i04.p.05
Bernama, Pelita Karawang, http://www.pelitakarawang.com/2015/10
/dpd-lemah-ibarat- lsm-suaranya-tak-perlu.
Daeng Naja , 2004, Dewan Perwakilan Daerah: Bikameral Setengah Hati , Media Presindo, Yogyakarta.
Natsir,Muhammad&Rachmad, Andi (2018), Penetapan Asas Kearifan Lokal Sebagai Kebijakan Pidana dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup di Aceh. Jurnal Magister Hukum Udayana 7(4),
468-489. doi: 10.24843/JMHU.2018.v07.i04.p.05
Bernama, Pelita Karawang, http://www.pelitakarawang.com/2015/10
/dpd-lemah-ibarat- lsm-suaranya-tak-perlu.
7