• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berita DIRGANTARA MAJALAH ILMIAH SEMI POPULER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Berita DIRGANTARA MAJALAH ILMIAH SEMI POPULER"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

Berita

DIRGANTARA

MAJALAH ILMIAH SEMI POPULER

VOL. 13 NO. 3 SEPTEMBER 2012 ISSN 1411-8920

KOPLING ANTARA LAPISAN E DAN LAPISAN F IONOSFER

Dyah R. Martiningrum

PEMODELAN SISTEM PADA SITUS FTP LAPAN BANDUNG

Alhadi Saputra

MEKANISME HUJAN HARIAN DI SUMATERA

Erma Yulihastin

PENCEMARAN LOGAM BERAT TIMBAL (PB) DI UDARA DAN

UPAYA PENGHAPUSAN BENSIN BERTIMBAL

Dessy Gusnita

HASIL AWAL UJI VERIFIKASI INDEKS T REGIONAL

MENGGUNA-KAN JARINGAN STASIUN AUTOMATIC LINK ESTABLISHMENT

(ALE)

Varuliantor Dear

DITERBITKAN OLEH:

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL Jl. Pemuda Persil No. 1, Jakarta 13220, INDONESIA

(2)

Berita

DIRGANTARA

MAJALAH ILMIAH SEMI POPULER

VOL. 13 NO. 3 SEPTEMBER 2012 ISSN 1411-8920

KOPLING ANTARA LAPISAN E DAN LAPISAN F IONOSFER ...

Dyah R. Martiningrum

73 – 78

PEMODELAN SISTEM PADA SITUS FTP LAPAN BANDUNG ...

Alhadi Saputra

79 – 85

MEKANISME HUJAN HARIAN DI SUMATERA ...

Erma Yulihastin

86 – 94

PENCEMARAN LOGAM BERAT TIMBAL (PB) DI UDARA DAN UPAYA

PENGHAPUSAN BENSIN BERTIMBAL ...

Dessy Gusnita

95 – 101

HASIL AWAL UJI VERIFIKASI INDEKS T REGIONAL

MENGGUNA-KAN JARINGAN STASIUN AUTOMATIC LINK ESTABLISHMENT

(ALE)...

Varuliantor Dear

102 – 111

DITERBITKAN OLEH:

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

Jl. Pemuda Persil No. 1, Jakarta 13220, INDONESIA

(3)

Berita

DIRGANTARA

MAJALAH ILMIAH SEMI POPULER

SUSUNAN DEWAN PENYUNTING BERITA

DIRGANTARA Keputusan Kepala LAPAN Nomor: KEP/083/IV/2012 Tanggal: 19 April 2012

Pembina:

Drs. Sri Kaloka Prabotosari Pemimpin Umum: Dra. Ratih Dewanti, M.Sc

Pemimpin Redaksi: Dra. Elly Kuntjahyowati, MM

Redaksi Pelaksana: Adhi Pratomo, S.Sos

Dra. Sri Rahayu Yudho Dewanto, ST

Zubaedi Muchtar Haryati, SAP Penyunting:

Ketua

Dra. Euis Susilawati, M.Si

Anggota

Drs. Agus Harno N., M.Sc Ir. Widodo Slamet, MT Gathot Winarso, ST, M.Sc

Ir. Timbul Manik, M.Eng Drs. Waluyo Eko Cahyono

Ir. Ediwan, MT Tata Letak

M. Luthfi

VOL.13 NO.3 SEPTEMBER 2012 ISSN 1411-8920 DARI MEJA PENYUNTING

Sidang pembaca yang terhormat,

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya, Berita Dirgantara Vol. 13, No. 3, September 2012 dapat hadir kembali ke hadapan para pembaca sekalian.

Berita Dirgantara edisi kali ini memuat 5 (lima) artikel yaitu, “Kopling antara Lapisan E dan Lapisan F Ionosfer” ditulis oleh Dyah R. Martiningrum. Pada makalah ini dibahas tentang mekanisme kopling antara lapisan Es dan F, terutama peranan ketidakstabilan Rayleigh-Taylor di wilayah ekuator dan ketidakstabilan Perkins di wilayah lintang tengah. Beberapa kasus peristiwa kopling E dan F di lintang tengah dan ekuator daerah lain juga dibahas, sehingga memberikan gambaran kemungkinan mekanisme tersebut di daerah ekuator Indonesia; “Pemodelan Sistem pada Situs FTP LAPAN Bandung” ditulis oleh Alhadi Saputra. Pemodelan sistem adalah suatu bentuk penyederhanaan dari sebuah elemen dan komponen yang sangat komplek untuk memudahkan pemahaman dari informasi yang dibutuhkan. Perangkat yang digunakan untuk memodelkan suatu sistem adalah diagram context dan data flow diagram; “Mekanisme Hujan Harian di Sumatera” ditulis oleh Erma Yulihastin. Makalah ini mengulas hasil penelitian mengenai mekanisme terjadinya curah hujan harian di Sumatera yang telah dilakukan oleh Mori et.al. 2004 dan Sakura et.al. 2005. Penjelasan mengenai mekanisme curah hujan harian dipaparkan dalam bentuk skema; “Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) di Udara dan Upaya Penghapusan Bensin Bertimbal” ditulis oleh Dessy Gusnita. Sumber pencemar udara bersumber dari asap cerobong industri dan gas buangan dari kendaraan bermotor, selain itu dapat juga bersumber dari buangan rumah tangga (domestik). Perkembangan otomotif sebagai alat transportasi sangat memudahkan manusia dalam melaksanakan suatu pekerjaan, namun di sisi lain penggunaan kendaraan bermotor menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan.

Artikel terakhir ditulis oleh Varuliantor Dear dengan judul “Hasil Awal Uji Verifikasi Indeks T Regional Menggunakan Jaringan Stasiun Automatic

Link Establishment (ALE)”. Verifikasi Indeks T regional Indonesia dapat

dilakukan dengan menggunakan jaringan stasiun radio sistem Automatic Link

Establishment (ALE). Berdasarkan kajian awal yang dilakukan, proses

verifikasi dapat menunjukkan persentasi kesesuaian maupun ketidak-sesuaian antara data hasil prediksi frekuensi dengan modus data uji komunikasi radio.

Demikian makalah-makalah yang dapat kami sajikan dalam edisi kali

ini, semoga sidang pembaca dapat mengambil manfaatnya.

Penyunting

Alamat Penerbit/Redaksi :

LAPAN, JL. Pemuda Persil No. 1 Rawamangun, Jakarta Timur 13220

Telepon : 4892802 (Hunting) Fax : (012) 4894815 Email : pukasi.lapan@gmail.com

b_dirgantara@hotmail.co.id Milis : berita_dirgantara@mail.lapan.go.id

 Berita Dirgantara merupakan terbitan ilmiah semi poluler di bidang kedirgantaraan.

 Terbit setiap 3 bulan, memuat tulisan yang bersifat ilmiah semi populer mengenai hasil-hasil penelitian, tinjauan atau pandangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan bidang kegiatan kedirgantaraan dari para peneliti dan staf LAPAN maupun non LAPAN.  Setiap orang dapat mengutip terbitan LAPAN dengan menyebutkan

(4)

73

KOPLING ANTARA LAPISAN E DAN LAPISAN F IONOSFER

Dyah R. Martiningrum

Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, LAPAN e-mail: dyah_rm@bdg.lapan.go.id

RINGKASAN

Ada dua aspek yang perlu diperhatikan dalam memahami karakteristik lapisan ionosfer, yang pertama adalah berkaitan dengan regularitas (keteraturan) dan yang kedua berkaitan dengan irregularitas (ketidakteraturan). Regularitas lapisan ionosfer terkait dengan berbagai variasi yang terjadi di lapisan ionosfer meliputi variasi harian, musiman, jangka panjang, dan variasi akibat lokasi. Irregularitas lapisan ionosfer meliputi E sporadis (Es), berupa peningkatan kerapatan elektron di lapisan E dan spread F, berupa ketidakstabilan plasma di lapisan F. Pada makalah ini dibahas tentang mekanisme kopling antara lapisan Es dan F, terutama peranan ketidakstabilan Rayleigh-Taylor di wilayah ekuator dan ketidakstabilan Perkins di wilayah lintang tengah. Beberapa kasus peristiwa kopling E dan F di lintang tengah dan ekuator daerah lain juga dibahas, sehingga memberikan gambaran kemungkinan mekanisme tersebut di daerah ekuator Indonesia.

1 PENDAHULUAN

Ketidakstabilan lapisan ionosfer lintang tengah yang pertama ditemukan berupa terjadinya turbulent upwelling dan ketidakteraturan lapisan E dari pengolahan data radar Mesosphere-Upper

Atmosphere (MU). Radar MU adalah

salah satu alat yang digunakan untuk meneliti proses-proses fisis dan dinamik lapisan atmosfer tengah dan atmosfer atas (Fukao, S et al, 1991); (Yamamoto, M et al, 1991). Ketidak-teraturan lapisan E, yang kemudian dikenal sebagai E sporadis (Es) tersebut, mempunyai peranan penting dalam kopling antara lapisan E dan lapisan F di lintang tengah.

Yokoyama, T. et al, (2011), menemukan adanya suatu pola quasi periodik (QP) dari data echo radar yang diamati di lapisan E sporadis (Es). Pola quasi periodik (QP) tersebut berkaitan dengan terjadinya gangguan di lapisan F yang dikenal sebagai Medium Scale

Traveling Ionospheric Disturbances

(MSTID). Pola quasi periodik (QP) di lapisan E sporadis (Es) dan Medium

Scale Traveling Ionospheric Disturbances

(MSTID) di lapisan F lintang tengah sering terlihat berarah dari barat

laut-tenggara, kemudian menjalar ke arah barat daya di belahan bumi utara. Ketidakstabilan Perkins di lapisan F dan ketidakstabilan E sporadis (Es) di lapisan E dapat menyebabkan terjadinya struktur miring atau pembelokan. Namun yang penting diperhatikan, laju pertumbuhan ketidakstabilan Perkins sendiri tidak akan dapat menyebabkan gangguan di lapisan F. Faktor lain yang berperan penting untuk mempercepat pertumbuhan

Medium Scale Traveling Ionospheric Disturbances (MSTID), yaitu terjadinya

kopling elektrodinamika antara kedua ketidakstabilan di lapisan E dan lapisan F. Dari suatu simulasi atau pemodelan numerik ditemukan bahwa proses polarisasi di lapisan E, yang berperan penting dalam pertumbuhan Medium

Scale Traveling Ionospheric Disturbances

(MSTID), berupa gangguan berarah barat laut-tenggara di lapisan F lintang tengah. Beberapa kasus kajian kopling antara lapisan E dan F, baik di daerah lintang tengah maupun di daerah ekuator, mendukung hipotesa peranan ketidakstabilan lapisan E sporadis (Es) dalam menyebabkan terjadinya ketidak-stabilan di lapisan F ionosfer. Pada

(5)

sub-74

sub bahasan berikutnya akan dijelaskan tentang ketidakstabilan Rayleigh-Taylor dan ketidakstabilan Perkins di lapisan F, ketidakstabilan lapisan E berupa E sporadis (Es) dan perannya dalam pembentukan spread F.

2 KETIDAKSTABILAN RAYLEIGH-TAYLOR DALAM PEMBENTUKAN SPREAD F DI EKUATOR

Proses kopling antara lapisan E dan lapisan F ionosfer ekuator menyebab-kan suatu fenomena ketidakstabilan lapisan F ionosfer yang dikenal dengan istilah Spread F (Equatorial Spread F). Gelombang gravitas atmosfer diduga menjadi pemicu terjadinya ketidakstabilan Rayleigh Taylor, yang berperan dalam pembentukan Spread F di daerah ekuator melalui kopling elektrodinamika lapisan ionosfer (Kelley, M.C et al, 1981); (Hysell, D et al, 1990); (Fukao, S et al, 2006).

Fenomena penting berkaitan dengan spread F di ekuator yaitu terjadinya peningkatan medan listrik ke arah timur pada waktu malam hari di lapisan F, yang akan meningkatkan aspek elektrodinamika dan aspek gravitasional dalam laju pertumbuhan ketidakstabilan Rayleigh-Taylor. Peningkatan medan listrik ini akan menaikkan ketinggian

lapisan F berupa fenomena yang dikenal dengan Pre Reversal Enhancement (PRE). Saat konduktivitas di lapisan E secara cepat menurun pada malam hari maka

Pre Reversal Enhancement (PRE) akan

terjadi. Walaupun pola variasi musiman

Pre Reversal Enhancement (PRE) telah

diketahui namun variasi hariannya belum dapat dijelaskan. Variasi harian ini perlu untuk membuat prediksi kejadian spread F di daerah ekuator. Adanya modulasi gelombang gravitas skala besar diyakini berperan dalam variasi harian tersebut (Fukao, S et al, 2006). Gambar 2-1 menunjukkan echo power luaran

Equatorial Atmosphere Radar (EAR)

Kototabang tanggal 24 Maret 2004 saat terjadi spread F. Analisis lebih lanjut dari data echo power EAR secara temporal dan dalam arah timur-barat menunjukkan bahwa perkembangan spread F terjadi mulai matahari terbenam dan berarah ke timur. Sementara peranan gelombang gravitas periode pendek yang menyebab-kan gangguan kerapatan elektron di dasar lapisan F terlihat dari hasil-hasil analisis luaran radar MF Pameungpeuk tahun 2009 dan jejak ionogram pada titik pengamatan dan waktu yang sama (Abadi, P dkk, 2011).

Gambar 2-1: Plot intensitas echo power EAR terhadap waktu dan ketinggian saat terjadi spread F. Huruf A, B, C, dan D berturut-turut menunjukkan daerah yang dianalisis (A), sebelum pukul 22:00 LT (B), sekitar pukul 23:00 (C), dan lewat tengah malam (D). (Fukao, S et al, 2006)

(6)

75

3 KETIDAKSTABILAN PERKINS DALAM PEMBENTUKAN SPREAD F DI LINTANG TENGAH

Fenomena spread F di wilayah ekuator sudah dapat dijelaskan meka-nismenya yaitu melalui ketidakstabilan Rayleigh-Taylor yang disebabkan adanya modulasi skala besar gelombang gravitas atmosfer. Hal tersebut berbeda dengan spread F yang terjadi di lintang tengah yang belum dapat dijelaskan mekanis-menya. Zhou, Q et al (2004), dalam thesis doktoralnya mencoba mengusulkan suatu mekanisme yang menyebabkan spread F di lintang tengah. Mekanisme tersebut melibatkan peran penting dari ketidakstabilan Perkins.

Menurut Perkins, ketidakstabilan akan terjadi bila dalam suatu medan listrik arah timur laut terbentuk gelombang dengan vektor gelombang berada di antara arah medan listrik dan arah timur, atau antara arah medan listrik minus dan arah barat. Gelombang-gelombang dalam arah lain akan diredam, sehingga gelombang dengan vektor gelombang sepanjang arah timur laut-barat daya akan lebih mudah diamati.

Analisis data echo power pe-ngamatan radar MU menunjukkan saat

beam tertentu dari radar berarah ke

utara maka terjadi pola ketidakteraturan yang bergerak ke atas dan menjauhi radar dengan kecepatan Doppler 100-200 m/dt. Pada moda multi beam, pola ketidakteraturan bergerak dari timur ke barat dengan kecepatan 150 m/dt. Analisis lebih lanjut terhadap jarak, waktu, dan intensitas echo power menunjukkan terjadinya kemiringan ke arah bawah. Pola ini sekaligus menunjukkan bahwa ada suatu perpindahan dalam arah barat laut (Fukao, S. et al, 1991). Gambar 3-1 menunjukkan plot bagian bawah spread F pada 17 Februari 1998 dari radar MU Jepang. Pola lapisan yang terlihat miring adalah bukti terjadinya ketidakstabilan Perkins yang mengakibatkan kenaikan plasma di ketinggian lapisan F.

Gambar 3-1: Plot intensitas echo power radar MU Jepang 17 Februari 1998 (Zhou Q, et al, 2004)

4 KETIDAKSTABILAN LAPISAN E DAN PERANNYA DALAM PEMBEN-TUKAN SPREAD F

Kerapatan atmosfer netral ber-kurang terhadap ketinggian secara eksponensial karena pengaruh gaya gravitasi, akibatnya frekuensi tumbukan ion-netral (in) di lapisan D menjadi besar, di lapisan E relatif besar, dan di lapisan F kecil. Tumbukan ion-netral (in) yang kecil menyebabkan magnetisasi oleh medan magnet bumi (B) di lapisan F tinggi sehingga ion dan elektron dapat dengan mudah bergerak sepanjang medan B dan memotong garis medan B. Walaupun konduktivitas Pedersen kecil tapi akan dapat menyebabkan aliran arus memotong garis medan B, dan konduktivitas Hall diabaikan. Angin netral dan gaya gravitasi juga berperan dalam proses magnetisasi tersebut. Pada siang hari konduktivitas lapisan E tinggi, akibatnya aliran arus di lapisan F akan berkurang secara cepat. Sementara pada malam hari proses rekombinasi di lapisan E sangat kuat sehingga konduk-tivitas lapisan E menjadi rendah dan lapisan F akan bertahan untuk beberapa waktu.

E sporadis (Es) adalah kondisi ketidakstabilan di lapisan E ionosfer dimana di dalamnya terbentuk lapisan tipis dengan ionisasi yang lebih besar dibandingkan lapisan lainnya. Atau dengan kata lain densitas elektron pada lapisan tersebut lebih tinggi sehingga dapat mempengaruhi penjalaran

(7)

gelom-76

bang radio. E sporadis (Es) dapat terjadi siang ataupun malam hari dan bervariasi terhadap lintang. Penjelasan tentang mekanisme E sporadis (Es) sering dikait-kan dengan kejadian thunderstorm,

windshear, hujan meteor, aktivitas

matahari maupun aktivitas geomagnet. Whitehead, D et al (1989) dan Mathews, J.D et al (1998) mengemukakan bahwa formasi lapisan E sporadis (Es) berkaitan dengan adanya ion-ion logam yang terakumulasi dalam suatu windshear vertikal dari angin netral ketika angin dalam arah zonal (barat-timur) bernilai nol. Penelitian tentang kaitan E sporadis (Es) dengan variasi angin netral di Kototabang tahun 2009 menunjukkan hasil korelasi negatif, artinya kemung-kinan yang berperan dalam proses pembentukan E sporadis pada saat itu bukanlah windshear yang dibangkitkan oleh gelombang gravitasi setempat (insitu) tapi dibangkitkan oleh gelombang gravitasi yang terbentuk di lapisan atmosfer bawah (troposfer) melalui proses-proses cuaca yang terjadi pada atmosfer bawah (Martiningrum, D.R dkk, 2011).

Gambar 4-1 menunjukkan bagai-mana peran lapisan E sporadis dalam pembentukan spread F. Tampak pada Gambar 4-1, tiga komponen penting dalam pembentukan spread F yaitu:  Adanya drift vertikal/medan listrik

zonal pada malam hari yang terus meningkat dan dikendalikan oleh gradien konduktivitas lokal dan angin-angin zonal termosferik.

 Adanya angin-angin trans-ekuatorial/ angin meridional termosferik yang mengontrol konduktivitas lapisan yang mulai tidak stabil.

 Adanya perubahan kerapatan dan drift vertikal/medan listrik zonal yang dapat menyebabkan ketidakstabilan di lapisan F.

Hal mendasar dalam proses pembentukan spread F adalah adanya

Pre Reversal Enhancement (PRE) yang

merupakan hasil proses elektrodinamika

malam hari dari kombinasi antara pengaruh gradien konduktivitas lapisan E yang bervariasi terhadap bujur (SS.

) dan angin zonal termosferik (berarah ke timur pada malam hari). Terbentuknya E sporadis (Es) akan memodifikasi distribusi konduktivitas lapisan E sehingga

Pre Reversal Enhancement (PRE) akan

semakin intensif terjadi dan akan selalu dikontrol oleh formasi lapisan E sporadis (Es). Angin-angin di lapisan E berperan dalam mengontrol medan listrik yang dikendalikan oleh pasut (pasang surut) atmosfer dan dimodifikasi oleh penjalaran gelombang planeter ke atas, sehingga konduktivitas lapisan E juga akan dimodifikasi.

Gambar 4-1: Komponen-komponen yang

ber-peran dalam pembentukan

spread F (Abdu, M.A and Brum, C.G, 2009)

Penelitian lebih lanjut tentang peran E sporadis (Es) dalam pemben-tukan spread F (Guozhu Li et al, 2011) menunjukkan bahwa ketidakstabilan lapisan E (E Region Irregularities/ERI) lemah atau hilang selama terjadi

Equatorial Plasma Bubbles (EPB) atau

spread F pada bulan-bulan equinox. Sebagai gantinya akan muncul Valley

Region Irregularities (VRI). Hasil tersebut

menguatkan hipotesa bahwa polarisasi medan listrik Polarization Electric Field (PEF) berperan dalam evolusi ketidak-stabilan lapisan E (E Region Irregularities/ERI) menjadi Valley Region Irregularities (VRI). Dari Gambar 4-2

terlihat bahwa ketika frekuensi kritis lapisan E sporadis (Es) atau foEs rendah atau malah menghilang maka plot intensitas echo power radar VHF terlihat

(8)

77 kuat dan sebaliknya saat frekuensi

kritis lapisan E sporadis (Es) tinggi maka plot intensitas echo power radar VHF terlihat melemah. Hasil ini dapat diterapkan untuk data ekuator Indonesia sehingga dapat diketahui kemungkinan mekanisme tersebut juga berlaku untuk wilayah ekuator Indonesia.

Gambar 4-2: Plot Ketinggian-Waktu-Intensitas

echo power radar VHF Sanya

(Brazil) tanggal 4, 8, 16, dan 20 Maret 2011 dan frekuensi kritis lapisan E sporadis (Es) pada waktu yang sama (Guozhu Li, et al, 2011)

5 PENUTUP

Salah satu cara memahami karakteristik lapisan ionosfer adalah dengan mempelajari sifat irregularitasnya berupa ketidakstabilan baik di lapisan E (E sporadis/Es) maupun di lapisan F (spread F). Interaksi antara keduanya melalui mekanisme kopling sangat penting dipahami. Pembentukan spread F diawali dengan adanya kenaikan bagian bawah lapisan F setelah matahari terbenam yang dikenal dengan istilah Pre Reversal Enhancement (PRE), sehingga terjadi ketidakstabilan plasma

lapisan ionosfer akibat adanya modulasi dalam skala besar lapisan ionosfer oleh gelombang-gelombang atmosfer (pasut, gravitas, maupun planeter). Di wilayah ekuator ketidakstabilan plasma diperan-kan oleh ketidakstabilan Rayleigh-Taylor, sementara di lintang tengah diperankan oleh ketidakstabilan Perkins.

Ketidakstabilan Rayleigh-Taylor maupun ketidakstabilan Perkins tidak dapat mempengaruhi pembentukan spread F secara langsung tapi ada faktor lain berupa polarisasi medan listrik di lapisan E. Peran lapisan E sporadis (Es) dalam pembentukan spread F melalui kopling lapisan E sporadis (Es) dan lapisan F perlu dikaji lebih lanjut untuk wilayah ekuator Indonesia dengan memanfaatkan data luaran VHF radar, ionosonda, radar EAR, dan GPS/TEC. Hal tersebut terutama setelah ditemukan bahwa saat terjadi spread F, ternyata E sporadis (Es) melemah atau malah hilang digantikan oleh ketidakstabilan di daerah lembah Valley Region Irregularities (VRI). Evolusi ketidakstabilan lapisan E (E Region Irregularities/ERI) menjadi

Valley Region Irregularities (VRI) terjadi

akibat adanya polarisasi medan listrik di lapisan E.

DAFTAR RUJUKAN

Abadi, P., Sri Ekawati, Nandang Dedi, 2011. Observasi Kemunculan Spread F di atas Pameungpeuk dan Keterkaitannya Terhadap Gelombang dari Atmosfer Bawah dengan Menggunakan Radar MF dan HF, Prosiding Seminar Radar

Nasional 2011, PPET-LIPI, Hotel Bidakara Jakarta, ISSN: 1979-2921.

Abdu, M.A., C.G.M. Brum, 2009.

Electrodynamics of the Vertical Coupling Processes in the Atmosphere-Ionosphere System of the Low Latitude Region, Earth

(9)

78

Fukao, S., M.C. Kelley, T. Shirakawa, T. Takami, M. Yamamoto, T. Tsuda, S. Kato, 1991. Turbulent Upwelling

of the Midlatitude Ionosphere, 1. Observational results by the MU Radar. J Geophys Res., 96,

3725-3746.

Fukao, S., T. Yokoyama, T. Tayama, 2006.

Eastward Traverse of Equatorial Plasma Plumes Observed with the Equatorial Atmosphere Radar in Indonesia, 2006. Ann Geophys,

24(5), 1411–1418.

Guozhu Li, Baiqi Ning, A. K. Patra, Weixing Wan, Lianhuan Hu, 2011.

Investigation of Low-Latitude E and Valley Region Irregularities: Their Relationship to Equatorial Plasma Bubble Bifurcation, J Geophys Res., 116.

Hysell, D., M.C. Kelley, W.E. Swartz, R.F. Woodman, 1990. Seeding

and Layering of Equatorial Spread F by Gravity Waves. J Geophys

Res., 95, 3725-3746.

Kelley, M.C., M.F. Larsen, C. La Hoz, 1981. Gravity Wave Initiation of

Equatorial Spread-F: a Case Study.

J Geophys Res 86: 9087–9100. Martiningrum, D. R., G. Wikanto, D.

Marlia, 2011. Ketidakstabilan Plasma di Lapisan E Ionosfer di atas Kototabang dan Pameungpeuk,

dalam proses publikasi di Prosiding Seminar Nasional Sains Atmosfer dan Antariksa.

Mathews, J D., Sporadic E., 1998. Currenct

View and Recent Progress,

Journal of Atmospheric and Solar Terrestrial Physics, 60 (4), 413-435.

Whitehead D., 1989. Recent Work on Mid

Latitude and Equatorial Sporadic E, Journal of Atmospheric and

Solar Terrestrial Physics, 51, 401-424.

Yamamoto, M., S. Fukao, R.F. Woodman, T. Ogawa, T. Tsuda, S. Kato, 1991. Midlatitude E Region

Field-Aligned Irregularities Observed with MU radar, J Geophys Res 96:

15943-15949.

Yokoyama, T., 2011. Instabilities in the

Midlatitude Ionosphere in Terms of E-F Coupling, Aeronomy of the

earth’s atmosphere and ionosphere, IAGA Special Sopron Book Series 2, Springer Science + Business Media B.V.

Zhou, Q., 2004. A Numerical Investigation

of the Perkins Instability Equations by the Pseudo-Spectral Method,

Doctor of Philosophy Thesis in The Pennsylvania State University, http://allsky.ee.psu.edu/Perkins Page/Thesis_Zhou_part1.pdf.

(10)

79

PEMODELAN SISTEM PADA SITUS FTP LAPAN BANDUNG

Alhadi Saputra

Peneliti Bidang Teknologi Pengamatan, Pussainsa, LAPAN e-mail : alhadi@bdg.lapan.go.id,alhadi_putra@yahoo.com

RINGKASAN

Model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual yang memperlihatkan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik atau dalam istilah disebut dengan sebab akibat. Oleh karena suatu model adalah abstraksi dari realitas itu sendiri. Sedangkan sistem adalah komponen-komponen yang saling berinteraksi antara satu dengan lainnya untuk mencapai suatu tujuan bersama dalam rangka memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Pemodelan sistem adalah suatu bentuk penyederhanaan dari sebuah elemen dan komponen yang sangat komplek untuk memudahkan pemahaman dari informasi yang dibutuhkan. Perangkat yang digunakan untuk memodelkan suatu sistem adalah diagram context dan data flow diagram, tujuannya adalah untuk melakukan perhatian pada hal-hal penting dalam sistem tanpa mesti terlibat terlalu jauh, mendiskusikan perubahan dan koreksi terhadap kebutuhan pemakai dengan resiko dan biaya minimal, menguji pengertian penganalisa sistem terhadap kebutuhan pemakai dan membantu pendesain sistem dan pemrogram membangun sistem.

1 PENDAHULUAN

Model adalah rencana, represen-tasi, atau deskripsi yang menjelaskan suatu obyek, sistem, atau konsep, yang seringkali berupa penyederhanaan atau idealisasi. Bentuknya dapat berupa model fisik (maket, bentuk prototipe), model citra (gambar, komputerisasi, grafis dan lain lain), atau rumusan matematis. Sedangkan sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Pemodelan sistem adalah suatu bentuk penyederhanaan dari sebuah elemen dan komponen yang sangat komplek untuk memudahkan pemahaman dari informasi yang dibutuh-kan. Pemodelan sesungguhnya digunakan untuk penyederhanaan permasalahan-permasalahan yang kompleks sedemikian rupa sehingga lebih mudah dipelajari dan dipahami [Abdul Kadir, 2009].

Pada pengembangan suatu sistem informasi ada beberapa metode

peran-cangan diantaranya yaitu peranperan-cangan terstruktur dan berorientasi obyek. Perancangan terstruktur merupakan aktivitas mentransformasikan suatu hasil analisis ke dalam suatu peren-canaan untuk dapat diimplementasikan (diotomasikan). Pendekatan perancangan terstruktur dimulai dari awal 1970. Pen-dekatan terstruktur dilengkapi dengan alat-alat (tools) dan teknik-teknik (techniques) yang dibutuhkan dalam pengembangan sistem, sehingga hasil akhir dari sistem yang dikembangkan akan diperoleh sistem yang strukturnya didefinisikan dengan baik dan jelas. Melalui pendekatan terstruktur, per-masalahan yang komplek di organisasi dapat dipecahkan dan hasil dari sistem akan mudah untuk dipelihara, fleksibel, lebih memuaskan pemakainya, mem-punyai dokumentasi yang baik, tepat waktu, sesuai dengan anggaran biaya pengembangan, dapat meningkatkan produktivitas dan kualitasnya akan lebih baik (bebas kesalahan) [Jogiyanto Hartono. 2005].

(11)

80

Tujuan pemodelan dalam kerangka pengembangan sistem atau perangkat lunak aplikasi adalah sebagai sarana analisis, pemahaman, visualisasi, dan komunikasi antar anggota tim pengem-bang, serta sebagai sarana dokumentasi yang bermanfaat untuk menelaah perilaku perangkat lunak secara seksama serta bermanfaat untuk melakukan pengujian terhadap perangkat lunak yang telah selesai dikembangkan.

Perancang perangkat lunak akan menggambarkan komponen-komponen perangkat lunak dalam bentuk-bentuk geometri tertentu, empat persegi panjang atau garis lurus.

Dalam perancangan sebuah sistem informasi terdapat beberapa alat pengembangan sistem yang dapat digunakan untuk merancang sebuah skema aktivitas atau proses dalam sistem tersebut. Ada beberapa macam alat pengembangan sistem yang ber-orientasi pada proses, diantaranya adalah Diagram Context, Data Flow Diagram, dan spesifikasi proses.

2 DIAGRAM KONTEKS DAN DATA FLOW DIAGRAM

Salah satu dari peralatan dalam merancang dan mengembangkan manajemen dan perangkat informasi adalah berbagai model. Model biasanya merupakan representasi (seringkali visual) dari suatu wilayah realitas atau aspek analitis tertentu. Model biasanya digunakan sebagai bahasa bersama membahas suatu hal antara beberapa pihak. Ada beberapa model dasar yang relevan dengan merancang dan meng-analisa manajemen informasi, salah satu yang relevan di sini adalah model diagram konteks.

Diagram konteks merupakan pola penggambaran yang berfungsi untuk memperlihatkan interaksi sistem informasi tersebut dengan lingkungan dimana sistem tersebut ditempatkan. serta untuk menentukan jangkauan dari sistem. Dalam penggambaran itu, sistem dianggap

sebagai sebuah obyek yang tidak dijelaskan secara rinci karena yang ditekankan adalah interaksi sistem dengan lingkungan yang akan mengaksesnya [Budi Sutedjo, 2002].

Dalam pembentukan diagram konteks, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

Kelompok pemakai, baik pihak internal atau eksternal perusahaan, dan departemen yang terkait. Di mana sistem itu akan digunakan, harus diidentifikasi secara rinci dan jangan sampai ada yang terlewatkan.

Kemungkinan kejadian-kejadian yang akan terjadi dalam penggunaan sistem harus diidentifikasi secara lengkap.

Arah anak panah yang menunjukkan

aliran data jangan sampai terbalik agar dapat memberikan pemahaman yang benar terhadap seluruh proses sistem yang akan dibentuk.

Setiap kejadian digambarkan dalam bentuk tekstual yang sederhana dan mudah dipahami oleh pembuat sistem [Budi Sutedjo, 2002].

Diagram Alir Data (DAD) atau

Data Flow Diagram (DFD) adalah suatu

diagram yang menggunakan notasi-notasi untuk menggambarkan arus dari data sistem, yang penggunaannya sangat membantu untuk memahami sistem secara logika, terstruktur dan jelas. DFD merupakan alat bantu dalam meng-gambarkan atau menjelaskan DFD ini sering disebut juga dengan nama Bubble

chart, Bubble diagram, model proses,

diagram alur kerja, atau model fungsi.

Dalam DFD terdapat beberapa komponen penting yaitu:

a.

Proses, digambarkan dalam bentuk persegi panjang bersudut tumpul (bentuk Gane dan Sarson) yang menyatakan proses atau bagaimana tugas dikerjakan. Pada umumnya, proses didefinisikan dengan kata tunggal atau kalimat sederhana. [Whitten dkk, 2002]

(12)

81

Gambar 2-1: Contoh proses

b.

Agen eksternal (external agent), digambarkan dengan persegi empat (bentuk Gane dan Sarson) yang mendefinisikan orang, unit organisasi, sistem lain, atau organisasi lain, yang berada di luar lingkup proyek itu tetapi berinteraksi dengan sistem. Gambar 2-2 berikut memperlihatkan contoh agen eksternal. [Whitten dkk, 2002]

Gambar 2-2: Contoh agen eksternal

c.

Aliran data, merupakan komunikasi antara proses dan lingkungan sistem. Komponen ini digambarkan dengan menggunakan anak panah menuju ke/dari proses. Aliran data dari data

store ke proses mengindikasikan

bahwa data tersebut akan di-”baca” untuk tujuan tertentu. Sedangkan aliran data dari proses menuju data store mengindikasikan bahwa data akan dibuat, dihilangkan, atau diperbarui. Gambar 2-3 berikut memperlihatkan contoh aliran data. [Whitten. dkk, 2002]

d.

Data Store, sebagian besar sistem

informasi mengcapture data untuk digunakan kemudian. Data tersebut disimpan dalam data store, simbol akhir dalam diagram aliran data. Simbol tersebut dinyatakan dengan kotak open-end (bentuk Gane dan Sarson). Data store adalah “inventori” data. Sinonimnya antara lain file dan

database. Gambar 2-4. berikut

memperlihatkan contoh data store. [Whitten.dkk, 2002]

Gambar 2-3: Contoh aliran data dari dan ke

data store

Gambar 2-4: Contoh data store

3 IMPLEMENTASI DIAGRAM KON-TEKS DAN DATA FLOW DIAGRAM

FTP LAPAN Bandung dibuat dengan dua macam pengaksesan, melalui FTP (non web base) dan HTTP (web base). HTTP yang merupakan singkatan dari Hyper Text Transfer

Protocol adalah protokol yang digunakan

untuk mentransfer file atau data dari

web server ke browser komputer. FTP

yang merupakan singkatan dari File Transfer Protokol, adalah protokol yang digunakan untuk mengupload file dari komputer client tertentu ke sebuah FTP server atau untuk mendownload file-file dari FTP server ke komputer client tertentu.

Perbedaan antara HTTP dengan FTP terletak pada hasil transfer data. Pada HTTP, data atau content dari web

server dikirim melalui web browser

seperti Mozilla atau Google Chroom hanya untuk ditampilkan saja. Sementara pada FTP, yang terjadi adalah proses

copy seperti halnya ketika menyalin

sebuah file dari satu folder ke folder lain.

Tujuan dibuatnya sistem web

base pada FTP LAPAN adalah untuk

membuat manajemen data admin, data user LAPAN, data user umum, data alat dan data request.

Berikut ini gambar diagram context untuk FTP LAPAN Bandung adalah sebagai berikut: data siswa Poses Input Peneliti LAPAN Admin

(13)

82 FTP LAPAN Administrator Administrator User Umum Peneliti LAPAN User Umum 1. Registrasi 2. Login 3. Lupa Password 4. Search 5. Change Password 6. Request Data 7. Logout 1. Registrasi 2. Login 3. Lupa Password 4. Search 5. Change Password 6. Request Data 7. Logout 1. Login

2. Manajemen Data Admin 3. Manajemen Data User LAPAN 4. Manajemen Data User Umum 5. Manajemen Data Alat 6. Manajemen Data Request 7. Logout

Administrator SPD

1. Login

2. Manajemen Peneliti LAPAN 3. Manajemen User Umum 4. Logout

1. Login

2. Manajemen Data Alat SPD 3. Logout

1. Konfirmasi Data Alat SPD

1. Konfirmasi Manajemen Peneliti LAPAN 2. Konfirmasi User Umum

1. Konfirmasi Registrasi 2. Konfirmasi Lupa Password 3. Hasil Search

4. Perubahan Password 5. Hasil Request Data

1. Konfirmasi Data Admin 2. Konfirmasi Data User LAPAN 3. Konfirmasi Data User Umum 4. Konfirmasi Data Alat 5. Konfirmasi Data Request 1. Konfirmasi Registrasi

2. Konfirmasi Lupa Password 3. Hasil Search

4. Perubahan Password 5. Hasil Request Data

Gambar 2-5: Diagram konteks

Lingkaran tengah adalah sistem FTP LAPAN merupakan web-based FTP yang berisi data-data hasil observasi dari berbagai balai dan loka pengamat dirgantara LAPAN yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. sistem ini diharapkan bisa menjembatani pemben-tukan sistem penyimpanan data yang terpusat. Kemudian kotak adalah

entity-entitynya yang terdiri dari entity administrator, entity administrator user

umum, entity administrator SPD, entity Peneliti LAPAN, dan entity user umum.

Entity administrator merupakan

entitas yang melakukan kontrol mana-jemen terhadap semua proses dan data yang digunakan pada sistem FTP LAPAN, entity administrator user umum merupakan entitas yang melakukan kontrol manajemen terhadap data user umum (pengguna selain peneliti LAPAN) yang ingin memanfaatkan fasilitas pada sistem FTP LAPAN. Administrator User Umum mempunyai kemampuan terbatas hanya kepada pemberian dan pen-cabutan hak akses pada user umum.

Entity administrator SPD adalah merupakan entitas yang dapat digunakan untuk menambah data peralatan dan SPD pada masing-masing SPD, entity

Peneliti LAPAN merupakan entitas pengguna sistem FTP LAPAN yang juga adalah para peneliti dari LAPAN. Entity

User Umum merupakan entitas pengguna

sistem FTP LAPAN selain dari peneliti LAPAN.

Spesifikasi prosesnya adalah terdiri dari proses input dan output, proses input untuk entity peneliti LAPAN dan User Umum adalah proses registrasi, proses login, proses lupa password, proses search, proses change password, proses request data dan proses logout.

Sedangkan proses input untuk administrator adalah proses login administrator, manajemen data admin, manajemen data user LAPAN, mana-jemen data user umum, manamana-jemen data alat, manajemen data request, dan proses logout. Untuk administrator user umum adalah proses login administrator, manajemen data user LAPAN, mana-jemen data user umum dan proses

logout. Untuk administrator SPD adalah

proses login, manajemen data Alat SPD dan proses logout.

Spesifikasi proses output pada

entity peneliti LAPAN dan user umum

adalah konfirmasi registrasi, konfirmasi lupa password, hasil search, perubahan

(14)

83

password, hasil dan request data.

Sedangkan proses output pada adminis-trator adalah konfirmasi data admin, konfirmasi data user LAPAN, konfirmasi data user umum, konfirmasi data alat, dan konfirmasi data request. Proses

output pada administrator user umum

adalah konfirmasi manajemen user LAPAN, dan konfirmasi user umum, sedangkan proses output pada adminis-trator SPD adalah konfirmasi Data Alat SPD.

Pemodelan sistem FTP LAPAN ini juga menggunakan tools DFD, berikut ini Gambar 2-6 DFD untuk FTP LAPAN.

Proses User LAPAN dan Umum merupakan proses yang digunakan oleh user LAPAN dan Pengguna Umum dalam berinteraksi dengan sistem FTP LAPAN. Proses ini akan mengirimkan data atau mendapatkan data dari data-data pada

database FTP LAPAN. Proses administrator

terbagi menjadi administrator (utama), administrator user umum, dan adminis-trator SPD. Proses ini akan melakukan konfirmasi dan verifikasi dari data-data yang ada pada database FTP LAPAN. Proses-proses pada user LAPAN dan

user umum tersebut di gambarkan

secara detail pada Gambar 2-7, DFD Proses 1.0 level 2.

Database user lapan dan user umum akan melakukan retrieve dan akan melakukan update pada proses registrasi, proses change password, proses login dan lupa password, sedangkan database data request akan melakukan retrieve dan akan melakukan

update pada proses request data,

sedangkan database data alat akan melakukan retrieve dan melakukan

update pada proses search. Untuk

proses logout hanya sebatas logout dari sistem FTP. Sedangkan proses-proses pada administrator akan digambarkan secara detail pada Gambar 2-8, DFD Proses 2.0 Level 2.

Administrator akan mengontrol manajemen data admin, manajemen data user LAPAN, manajemen data user umum, manajemen data alat dan manajemen data request untuk melakukan konfirmasi data admin, data

user LAPAN, data user umum, data alat

dan data request. Dan untuk administrasi

user umum akan mengontrol manajemen user peneliti LAPAN, dan menajemen user umum untuk melakukan konfirmasi

data user LAPAN dan data user umum. Sedangkan untuk administrator SPD akan mengontrol manajemen data Alat SPD untuk mengkonfirmasi data alat SPD pada sistem database FTP LAPAN.

1.0 Proses Peneliti LAPAN dan Umum 2.0 Proses Administrator Data Admin

Data User LAPAN

Data User Umum

Data Alat Data Request Administrator Administrator User Umum Peneliti LAPAN

User Umum Administrator

SPD 1. Registrasi 2. Login 3. Lupa Password 4. Search 5. Change Password 6. Request Data 7. Logout 1. Konfirmasi Registrasi

2. Konfirmasi Lupa Password 3. Hasil Search 4. Perubahan Password 5. Hasil Request Data

1. Registrasi 2. Login 3. Lupa Password 4. Search 5. Change Password 6. Request Data 7. Logout 1. Konfirmasi Registrasi

2. Konfirmasi Lupa Password 3. Hasil Search 4. Perubahan Password 5. Hasil Request Data

1. Login

2. Manajemen Data Admin 3. Manajemen Data User LAPAN 4. Manajemen Data User Umum 5. Manajemen Data Alat 6. Manajemen Data Request 7. Logout

1. Konfirmasi Data Admin 2. Konfirmasi Data User LAPAN 3. Konfirmasi Data User Umum 4. Konfirmasi Data Alat 5. Konfirmasi Data Request

1. Login

2. Manajemen Peneliti LAPAN 3. Manajemen User Umum 4. Logout

1. Konfirmasi Manajemen Peneliti LAPAN 2. Konfirmasi User Umum

1. Login

2. Manajemen Data Alat SPD

3. Logout 1. Konfirmasi Data Alat SPD

(15)

84

1.1 Proses Registrasi

Data User LAPAN

Data User Umum

Data Alat Data Request Peneliti LAPAN User Umum 1. Registrasi 2. Login 3. Lupa Password 4. Search 5. Change Password 6. Request Data 7. Logout 1. Konfirmasi Registrasi

2. Konfirmasi Lupa Password 3. Hasil Search

4. Perubahan Password 5. Hasil Request Data

1. Registrasi 2. Login 3. Lupa Password 4. Search 5. Change Password 6. Request Data 7. Logout 1. Konfirmasi Registrasi 2. Konfirmasi Lupa Password 3. Hasil Search

4. Perubahan Password 5. Hasil Request Data

1.2 Proses Login 1.6 Proses Request Data 1.4 Proses Search 1.5 Proses Change Password 1.3 Proses Lupa Password 1.7 Proses Logout

Gambar 2-7: DFD proses 1.0 Level 2

Data Admin

Data User LAPAN

Data User Umum

Data Alat Data Request Administrator Administrator User Umum Administrator SPD 1. Login

2. Manajemen Data Admin 3. Manajemen Data User LAPAN 4. Manajemen Data User Umum 5. Manajemen Data Alat 6. Manajemen Data Request 7. Logout

1. Konfirmasi Data Admin 2. Konfirmasi Data User LAPAN 3. Konfirmasi Data User Umum 4. Konfirmasi Data Alat 5. Konfirmasi Data Request

1. Login

2. Manajemen Peneliti LAPAN 3. Manajemen User Umum 4. Logout

1. Login

2. Manajemen Data Alat SPD 3. Logout

1. Konfirmasi Data Alat SPD 2.1 Proses Login 2.2 Proses Data Admin 2.3 Proses Data User LAPAN 2.4 Proses Data User Umum 2.5 Proses Data Alat 2.6 Proses Data Request 2.7 Proses Logout

(16)

85

5 PENUTUP

Pemodelan sistem adalah suatu bentuk penyederhanaan dari sebuah elemen dan komponen yang sangat komplek untuk memudahkan pemahaman dari informasi yang dibutuhkan. Tujuan pemodelan dalam kerangka pengem-bangan sistem atau perangkat lunak aplikasi adalah sebagai sarana analisis, pemahaman, visualisasi, dan komunikasi antar anggota tim pengembang, serta sebagai sarana dokumentasi yang bermanfaat untuk menelaah prilaku perangkat lunak secara seksama serta bermanfaat untuk melakukan pengujian terhadap perangkat lunak yang telah selesai dikembangkan. Dalam peran-cangan sebuah sistem informasi terdapat beberapa alat pengembangan sistem yang dapat digunakan untuk merancang sebuah skema aktivitas atau proses

dalam sistem tersebut, diantaranya adalah Diagram Context, Data Flow Diagram, dan spesifikasi proses.

DAFTAR RUJUKAN

Abdul Kadir, 2009. Pengenalan Sistem

Informasi, Yogyakarta, Andi.

Budi Sutedjo Dharma Oetomo, 2002.

Perencanaan & Pembangunan Sistem Informasi, Andi, Yogyakarta.

Jogiyanto Hartono, 2005. Analisis &

Desain Sistem Informasi Pendekatan Tersetruktur Teori dan Praktek Aplikasi Bisnis.Yogyakarta, Andi.

Whitten, Bentley, Connie D; Dittman, Kevin C, Jeffrey L., 2002. System

Analysis and Design Methods. (5th ed). McGraw-Hill Book Co., New

(17)

86

MEKANISME HUJAN HARIAN DI SUMATERA

Erma Yulihastin

Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, LAPAN e-mail: erma@bdg.lapan.go.id; erma.yulihastin@gmail.com

RINGKASAN

Makalah ini mengulas hasil penelitian mengenai mekanisme terjadinya curah hujan harian di Sumatera yang telah dilakukan oleh Mori et.al. 2004 dan Sakura et.al. 2005. Penjelasan mengenai mekanisme curah hujan harian dipaparkan dalam bentuk skema. Skema mekanisme curah hujan harian tersebut dibuat dari penelitian spesifik curah hujan di Sumatera menggunakan data curah hujan dari satelit Tropical Rainfall

Measuring Mission (TRMM) dan data awan satelit Geostationary Meteorological Satellite

(GMS). Hasil penelitian menunjukkan, puncak curah hujan mengalami migrasi dari lautan menuju daratan yang berkaitan dengan angin darat dan angin laut (land-sea

breeze). Pada siang hingga malam hari terjadi angin laut, sehingga terbentuk konveksi

dan hujan di atas wilayah pesisir yang selanjutnya bermigrasi menuju wilayah pegunungan dan dataran rendah. Sebaliknya, pada malam hingga pagi hari terjadi angin darat yang berpengaruh menggerakkan kembali awan-awan konvektif di atas daratan menuju lautan. Adapun karakteristik hujan harian di pesisir merupakan hujan dini hari (early morning rain), di daratan merupakan hujan sore hari (evening

rain), dan di lautan merupakan hujan pagi hari (morning rain). Lebih dari 70 persen

hujan yang terjadi di atas Sumatera adalah merupakan hujan konvektif. Hujan konvektif terbesar terjadi di daratan sedangkan terkecil di lautan. Variasi hujan di atas lautan sangat kecil atau cenderung tetap.

1 PENDAHULUAN

Penelitian mengenai variasi pre-sipitasi harian di Bumi dilakukan pertama kali pada awal abad ke-20 oleh Hann (Yang and Smith, 2006). Secara umum, Hann mencatat, karakteristik hujan harian di lautan adalah hujan malam hari hingga dini hari (late

evening – early morning) (Kraus 1963,

Anderson 1970, Gray Jacobson 1977, Jordon 1980, Albright et al. 1985, Randall et al. 1991, Imaoka and Spencer 2000 dalam Yang and Smith, 2006). Sedangkan hujan harian di atas daratan pada umumnya merupakan hujan yang berlangsung pada siang hingga sore hari (mid to late afternoon) (Ray 1928, Cook 1939, Kousky 1980, Hamilton 1981, Garreaud and Wallace 1997 dalam Yang and Smith, 2006).

Penelitian mengenai mekanisme hujan harian di Benua Maritim Indonesia, dan secara spesifik di Sumatera digambarkan dengan sangat baik oleh Mori et al. (2004) dalam suatu skema mekanisme hujan harian. Tujuan penelitian yang dilakukan oleh Mori et al. (2004) adalah untuk mengetahui karakteristik hujan harian di Sumatera, menjelaskan bagaimana proses terjadinya hujan harian tersebut, dan penemuan penting lainnya yaitu terbentuknya pola migrasi puncak curah hujan dari lautan menuju daratan serta sebaliknya yang dikaitkan dengan proses terjadinya angin darat dan angin laut. Tujuan makalah ulasan ini adalah membahas hasil penelitian Mori et al. (2004) mengenai hujan harian di Sumatera secara spesifik dan secara umum ingin memahami

(18)

87 mekanisme curah hujan harian di

daratan, pesisir, dan lautan. Ulasan terhadap penelitian Mori et al (2004) mengenai hujan harian di Sumatera juga dibandingkan dengan hasil penelitian Imaoka dan Spencer (2000).

2 DATA DAN METODOLOGI

Data yang digunakan oleh Mori et.al. (2004) dan Sakura et. al (2005) dalam penelitian untuk menentukan mekanisme curah hujan harian di Sumatera adalah data curah hujan tiap jam dari satelit TRMM tipe 2A25 dengan resolusi spasial 0.5º X 0.5º dari tahun 1998 sampai 2000.

Selain data curah hujan, diguna-kan pula data parameter atmosfer hasil pengukuran rawinsonde yang secara operasional dilakukan oleh BMKG di stasiun meteorologi Tabing, Sumatera Barat dan stasiun meteorologi Bandara Cengkareng, Jakarta. Peluncuran rawinsonde dilakukan selama 1-28 November 2001 di stasiun Tabing, dan 12-18 November 2001 di stasiun GAW Kototabang, setiap pukul 07.00 WIB.

Selain itu, digunakan pula data curah hujan tiap tiga jam dari Automatic

Weather Station (AWS) BMKG yang

berlokasi di Kototabang dan Tabing. Data curah hujan Kototabang tersedia sejak Agustus 1999 hingga 2001. Sementara data curah hujan di Tabing tersedia pada 12-18 November 2001.

Selain itu, digunakan pula data awan dari satelit GMS. Data awan tersebut meliputi data temperatur minimum puncak awan (Blackbody

brightness temperature, TBB) dengan menggunakan channel sensor IR1. Periode data awan yang digunakan dalam penelitian adalah November 2001 tiap satu jam, dengan resolusi spasial 0.05º.

Selain data pengamatan dari satelit dan observasi permukaan, digunakan pula data reanalisis dari

National Center for Environmental Prediction (NCEP/NCAR) yang

merata-ratakan data selama November 2001. Data reanalisis digunakan untuk meng-analisis spasial yang luas (sekitar 1000 km), dengan resolusi spasial 2.5º. Parameter data meteorologi yang di-gunakan dari NCEP/NCAR adalah data

Outgoing Longwave Radiation (OLR). 3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Karakteristik Hujan di Benua Maritim Indonesia

Berdasarkan Gambar 3-1 terlihat bahwa karakteristik hujan harian yang turun di atas daratan merupakan hujan malam hari (evening rain). Hujan malam hari yang dimaksud dalam penelitian Mori et al. (2004) adalah hujan yang turun dari pukul 12.00 hingga 23.00 waktu setempat. Sementara hujan pagi hari (morning rain) merupakan hujan yang turun dari pukul 24.00 hingga 11.00 waktu setempat.

Pada Gambar 3-1 tampak bahwa sebagian besar daratan di Benua Maritim Indonesia (Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Halmahera, Maluku, Papua, NTB, NTT) memiliki nilai curah hujan positif yang diperoleh dari selisih antara hujan sore dan hujan pagi. Positif ditampilkan dengan gradasi warna merah menunjukkan hujan sore.

Sebaliknya, hujan yang turun di atas lautan didominasi oleh hujan pagi. Hal ini terlihat dari nilai negatif curah hujan di atas area lautan yang menge-lilingi Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua.

(19)

88

Gambar 3-1: Karakteristik hujan harian di Benua Maritim Indonesia berdasarkan data curah hujan TRMM rata-rata tahunan 1998-2000 (Mori et al., 2004)

3.2 Karakteristik Hujan Harian di Sumatera

Secara spesifik, penelitian terhadap akumulasi curah hujan harian di Pulau Sumatera menunjukkan bahwa hujan mulai banyak terjadi pada pukul 13.00-01.00 WIB. Di mana curah hujan maksimum terjadi pada pukul 19.00 WIB. Sementara pukul 04.00-10.00 WIB, sebagian besar Sumatera tidak mengalami hujan. Hal ini seperti dinyatakan oleh Gambar 3-2. Tampak pula, hujan pada pukul 13.00 WIB terjadi secara tiba-tiba dan hampir merata di atas Pulau Sumatera kecuali sebagian kecil Sumatera bagian tengah.

Bagaimana proses pembentukan awan-awan konvektif sehingga menim-bulkan banyak hujan pada sore hari di atas Sumatera? Hal ini dijelaskan oleh Sakurai et al. (2005) pada Gambar 3-3

dengan menggunakan data awan dari satelit GMS. Pada siang hari, tepat pada pukul 12.00 WIB, awan-awan konvektif mulai terbentuk di sepanjang pesisir timur Sumatera. Pada sore hari, pukul 15.00 WIB, awan konvektif di pesisir timur bagian selatan terakumulasi semakin banyak, bersamaan dengan terbentuknya awan-awan konvektif di pesisir barat Sumatera. Menjelang malam hari, pukul 18.00 WIB, awan konvektif di pesisir barat Sumatera mulai terbentuk semakin banyak dan tersebar merata melingkupi Sumatera hingga dini hari menjelang yaitu pada pukul 03.00 WIB. Selanjutnya, hingga pukul 09.00 WIB, awan masih berada di atas pesisir timur Sumatera, sementara pesisir barat sudah relatif bersih dari awan.

(20)

89

Gambar 3-2: Karakteristik hujan harian di Pulau Sumatera selama periode tiga tahun 1998-2000 (Mori et al., 2004)

(21)

90

Gambar 3-3: Karakteristik curah hujan harian di Pulau Sumatera pada bulan November 2001 (Sakurai et al., 2005)

3.3 Karakteristik Hujan Harian di Daratan

Karakteristik hujan harian di atas daratan Sumatera ditunjukkan oleh Gambar 3-4. Karakteristik hujan harian adalan hujan siang hingga malam hari (mid afternoon to evening rain) (pukul 12.00-21.00 WIB), dengan maksimum hujan terjadi pada sekitar pukul 18.00 WIB. Adapun tipe hujan yang paling banyak berkontribusi adalah hujan konvektif yang pada saat maksimum mencapai 0.6 mm/jam sementara tipe hujan stratiform hanya sekitar 0.1 mm/

jam. Dengan demikian, hujan konvektif telah berkontribusi membentuk hujan di atas daratan 6 kali lebih banyak dibandingkan hujan stratiform.

3.4 Karakteristik Hujan Harian di Pesisir

Sementara itu, karakteristik hujan harian di atas wilayah pesisir Sumatera ditunjukkan oleh Gambar 3-5 di mana hujan harian paling banyak terjadi pada malam hingga pagi hari (evening to

morning rain) (pukul 21.00-09.00 WIB),

(22)

91 sekitar pukul 03.00 WIB dini hari. Sama

dengan hujan di daratan, tipe hujan yang paling banyak berkontribusi adalah hujan konvektif. Bedanya, di wilayah pesisir, hujan konvektif yang pada saat maksimum telah berkontribusi hanya 3

kali lebih banyak dibandingkan hujan stratiform. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 3-5, hujan konvektif mencapai 0.6 mm/jam sementara hujan stratiform 0.2 mm/jam.

Gambar 3-4: Karakteristik curah hujan harian di daratan Sumatera selama tiga tahun (Mori et al., 2004)

Gambar 3-5: Karakteristik curah hujan harian di pesisir Sumatera selama tiga tahun (Mori et al., 2004)

(23)

92

3.5 Karakteristik Hujan Harian di Lautan

Adapun karakteristik hujan harian di atas lautan Samudera Hindia dekat Sumatera ditunjukkan oleh Gambar 3-6. Hujan harian di atas lautan cenderung turun lebih menetap (steady), dengan variasi yang tidak sebesar hujan harian di darat dan pesisir. Meskipun demikian, Gambar 3-6 menunjukkan, hujan maksimum terjadi pada pukul 09.00 WIB sehingga tergolong hujan pagi hari di mana hujan konvektif turun yang pada

saat maksimum telah berkontribusi hanya 2 kali lebih banyak dibandingkan hujan stratiform. Sebagaimana pada Gambar 3-6, hujan konvektif mencapai 0.4 mm/jam sementara hujan stratiform 0.2 mm/jam.

Karakteristik hujan pagi hari di lautan tersebut mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Imaoka and Spencer (2000) yang menunjukkan bahwa puncak hujan di lautan tropis (30 ºLS-30 ºLU) terjadi pada pukul 06.00 WIB.

Gambar 3-6: Karakteristik curah hujan harian di lepas pantai Sumatera (Samudera Hindia) selama tiga tahun

Gambar 3-7: Karakteristik curah hujan harian di lautan tropis menggunakan data TRMM 1998-2000 (Imaoka and Spencer, 2000)

(24)

93

3.6 Mekanisme Hujan Harian di Sumatera

Dengam memperhatikan hasil-hasil penelitian mengenai curah hujan, awan, dan angin yang diantaranya telah ditampilkan dalam makalah ini melalui Gambar 3-1, 3-2, 3-4, 3-5, dan 3-6, maka Mori et al. (2004) membuat skema untuk menjelaskan bagaimana mekanisme hujan harian yang terjadi di atas pulau Sumatera. Melalui Gambar 3-8, di-paparkan bahwa pada pagi hari (pukul 10.00 WIB), terbentuk aliran massa udara lokal di permukaan (ketinggian <1 km) dari timur (lautan) menuju (barat) pesisir Sumatera. Selain angin lokal tersebut, terbentuk pula angin laut (angin barat) yang seragam dari permukaan hingga ketinggian kurang dari 8 km.

Pada saat yang bersamaan, di level permukaan, dalam skala regional terdapat angin timur yang merupakan aliran massa udara equatorial yang bertiup pada ketinggian lebih dari 8 km. Pada pukul 13.00 WIB, pertemuan

angin barat dan angin timur tersebut memulai proses konveksi dan mem-bentuk awan konvektif di atas wilayah pegunungan di sepanjang pesisir barat. Pada saat itu hujan sudah mulai turun di atas daratan di kaki gunung. Selanjutnya pada sore hari, pukul 16.00 WIB, awan konvektif semakin tinggi dan menyebar di atas pegunungan sehingga menimbulkan hujan yang lebih lebat di atas wilayah pegunungan.

Pada malam hari, awan-awan konvektif dari pegunungan turun menuju daratan yang lebih rendah ke arah timur, dan menurunkan hujan yang tak kalah lebat dan luas di atas dataran rendah. Menjelang tengah malam, pukul 22.00 WIB, karena pengaruh dari angin darat, awan-awan konvektif berarak lagi menuju ke barat dan menimbulkan hujan deras di wilayah pesisir. Hujan di atas pesisir turun hingga menjelang dini hari yaitu pukul 01.00 WIB. Sementara pada dini hari (03.00 WIB) hingga pagi hari (07.00 WIB) hujan banyak terjadi di atas lautan.

(25)

94

4 PENUTUP

Dari skema mekanisme hujan harian yang dipaparkan oleh Mori dan Sakurai, maka dapat disimpulkan (i) Mekanisme hujan harian di Sumatera menunjukkan bahwa dalam skala regional, puncak curah hujan mengalami migrasi dari lautan menuju daratan yang berkaitan dengan angin darat dan angin laut (land-sea breeze), (ii) Karak-teristik hujan harian di pesisir merupakan hujan dini hari (evening to early morning

rain) dengan maksimum hujan pukul

03.00 WIB, di daratan merupakan hujan sore hari (mid afternoon to evening rain) dengan maksimum hujan pukul 18.00 WIB, dan di lautan merupakan hujan pagi hari (morning rain) dengan maksimum hujan pukul 09.00 WIB, dan (iii) Lebih dari 70 persen hujan yang terjadi di atas Sumatera adalah jenis hujan konvektif.

DAFTAR RUJUKAN

Imaoka K. and Spencer R.W., 2000.

Diurnal Variation of Precipitation over the Tropical Oceans Observed

by TRMM/TMII Combined with SSM/I in Journal of Climate,

Vol.13, 4149-4158.

Mori S., Hamada J., Tauhid Y.I., Yamanaka M.D., Okamoto N., Murata F., Sakurai N., Hashiguchi H., Sribimiwati T., 2004. Diurnal

Land-Sea Rainfall Peak Migration over Sumatera Island, Indonesia Maritime Continent, Observed by TRMM Satellite and Intensive Rawinsonde Soundings in Monthly

Weather Review, Vol. 132, 2031-2039.

Sakurai N., Murata F., Yamanaka M.D., Hamada S.M.J., Hashiguchi H., Tauhid Y.I., Sribimawati T, 2005.

Diurnal Cycle of Cloud System Migration over Sumatera Island in

Journal of the Meteorological of Japan, Vol. 83, No.5, 835-850. Yang S. and Smith E.A., 2006. Mechanism

for Diurnal Variability of Global Tropical Rainfall Observed from TRMM in Journal of Climate, Vol.

(26)

95

PENCEMARAN LOGAM BERAT TIMBAL (PB) DI UDARA DAN

UPAYA PENGHAPUSAN BENSIN BERTIMBAL

Dessy Gusnita

Peneliti Bidang Komposisi Atmosfer, LAPAN e-mail: gusnita@yahoo.com

RINGKASAN

Pencemaran udara bersumber dari asap cerobong industri dan gas buangan dari kendaraan bermotor, selain itu dapat juga bersumber dari buangan rumah tangga (domestik). Perkembangan otomotif sebagai alat transportasi sangat memudahkan manusia dalam melaksanakan suatu pekerjaan, namun di sisi lain penggunaan kendaraan bermotor menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan, terutama gas buang dari hasil pembakaran bahan bakar yang tidak terurai atau terbakar dengan sempurna. Salah satu zat pencemar udara yaitu logam berat Timbal (Pb) dihasilkan dari pembakaran yang kurang sempurna pada mesin kendaraan. Logam Pb di alam tidak dapat didegradasi atau dihancurkan dan disebut juga sebagai non essential trace

element yang paling tinggi kadarnya, sehingga ia sangat berbahaya jika terakumulasi

pada tubuh dalam jumlah yang banyak. Logam Pb yang mencemari udara terdapat dalam dua bentuk, yaitu dalam bentuk gas dan partikel-partikel. Saat ini pemerintah telah mengupayakan penghapusan Pb dalam bensin dan menggunakan bahan pengganti Tetra Etil Lead (TEL) guna menghilangkan efek buruk yang ditimbulkan oleh Pb terhadap kesehatan.

1 PENDAHULUAN

Permasalahan lingkungan meru-pakan hal yang sangat penting untuk segera diselesaikan karena menyangkut keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan. Udara yang dulunya segar, kini kering dan kotor, namun sayangnya kita tidak dapat memilih udara yang kita hirup. Jika terjadi pencemaran udara yaitu masuk-nya zat pencemar (berbentuk gas-gas dan partikel kecil/aerosol) ke dalam udara maka sejak itulah manusia akan menerima dampak yang ditimbulkan oleh pencemar udara tersebut.

Sejalan dengan program Langit Biru yaitu mengendalikan pencemaran emisi sumber bergerak melalui imple-mentasi kebijakan secara terkoordinasi dan terpadu. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengadakan pemantauan

rutin tahunan terhadap kualitas bahan bakar bensin dan solar di Indonesia. Sebagai dukungan terhadap Program Langit Biru, LAPAN memberikan perannya antara lain dengan mengadakan koordinasi pemantauan polusi udara di kota Bandung dan kota-kota besar lainnya dengan melibatkan beberapa instansi dan perguruan tinggi. Kegiatan lainnya yaitu melakukan kajian terhadap emisi gas buang kendaraan bermotor (Gusnita, 2010). Dalam pelaksanaan Program Langit Biru, pengendalian pencemaran udara difokuskan kepada sumber pencemaran dari industri dan sarana transportasi kendaraan bermotor karena keduanya memberikan kontribusi terbesar dalam pencemaran udara. Berdasarkan pemantauan dari pen-cemaran udara di perkotaan, emisi transportasi terbukti sebagai penyumbang pencemaran udara tertinggi di Indonesia, yakni sekitar 85 persen. Hal ini diakibatkan oleh laju pertumbuhan kepemilikan kendaraan bermotor yang

(27)

96

tinggi. Sebagian besar kendaraan bermotor itu menghasilkan emisi gas buang yang buruk, baik akibat perawatan yang kurang memadai ataupun dari penggunaan bahan bakar dengan kualitas kurang baik.

Menurut Environment Project Agency, sekitar 25% logam berat Timbal

(Pb) tetap berada dalam mesin dan 75% lainnya akan mencemari udara sebagai asap knalpot. Emisi Pb dari gas buangan tetap akan menimbulkan pencemaran udara dimanapun kendaraan itu berada, tahapannya adalah sebagai berikut: sebanyak 10% akan mencemari lokasi dalam radius kurang dari 100 m, 5% akan mencemari lokasi dalam radius 20 km, dan 35% lainnya terbawa atmosfer dalam jarak yang cukup jauh (Surani, 2002). Logam Pb sebagai gas buang kendaraan bermotor dapat membahaya-kan kesehatan dan merusak lingkungan. Logam Pb yang terhirup oleh manusia setiap hari akan diserap, disimpan dan kemudian ditampung dalam darah. Bentuk kimia Pb merupakan faktor penting yang mempengaruhi sifat-sifat Pb di dalam tubuh. Komponen Pb organik misalnya tetraethil Pb segera dapat terabsorbsi oleh tubuh melalui kulit dan membran mukosa. Logam Pb organik diabsorbsi terutama melalui saluran pencernaan dan pernafasan dan merupakan sumber Pb utama di dalam tubuh. Tidak semua Pb yang terhisap atau tertelan ke dalam tubuh akan tertinggal di dalam tubuh. Kira-kira 5-10% dari jumlah yang tertelan akan diabsorbsi melalui saluran pencernaan, dan kira-kira 30% dari jumlah yang terisap melalui hidung akan diabsorbsi melalui saluran pernafasan akan tinggal di dalam tubuh karena dipengaruhi oleh ukuran partikel-partikelnya (BPLHD, 2009).

2 TIMBAL (PB)DAN PENGGUNAANNYA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Timbal (Pb) termasuk dalam kelompok logam berat golongan IVA dalam Sistem Periodik Unsur kimia,

mempunyai nomor atom 82 dengan berat atom 207,2, berbentuk padat pada suhu kamar, bertitik lebur 327,4 0C dan memiliki berat jenis sebesar 11,4/l. Pb jarang ditemukan di alam dalam keadaan bebas melainkan dalam bentuk senyawa dengan molekul lain,misalnya dalam bentuk PbBr2 dan PbCl2.

Logam Pb banyak digunakan sebagai bahan pengemas, saluran air, alat-alat rumah tangga dan hiasan. Dalam bentuk oksida timbal digunakan sebagai pigmen/zat warna dalam industri kosmetik dan glace serta indusri keramik yang sebagian diantaranya digunakan dalam peralatan rumah tangga. Dalam bentuk aerosol anorganik dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara yang dihirup atau makanan seperti sayuran dan buah-buahan. Logam Pb tersebut dalam jangka waktu panjang dapat terakumulasi dalam tubuh karena proses eliminasinya yang lambat. Setiap liter bensin dalam angka oktan 87 dan 98 mengandung 0,70g senyawa Pb Tetraetil dan 0,84g Tetrametil Pb. Setiap satu liter bensin yang dibakar jika dikonversi akan mengemisikan 0,56g Pb yang dibuang ke udara (Librawati, 2005).

2.1 Bahaya Timbal (Pb)

Logam Pb yang terkandung dalam bensin ini sangatlah berbahaya, sebab pembakaran bensin akan mengemisikan 0,09 gram timbal tiap 1 km. Bila di Jakarta, setiap harinya 1 juta unit kendaraan bermotor yang bergerak sejauh 15 km akan mengemisikan 1,35 ton Pb/hari. Efek yang ditimbulkan tidak main-main. Salah satunya yaitu kemunduran IQ dan kerusakan otak yang ditimbulkan dari emisi timbal ini. Pada orang dewasa umumnya ciri -ciri keracunan timbal adalah pusing, kehilangan selera, sakit kepala, anemia, sukar tidur, lemah, dan keguguran kandungan. Selain itu timbal berbahaya karena dapat mengakibatkan perubahan bentuk dan ukuran sel darah merah yang mengakibatkan tekanan darah tinggi.

(28)

97 Logam Pb yang mencemari udara

terdapat dalam dua bentuk, yaitu dalam bentuk gas dan partikel-partikel. Gas timbal terutama berasal dari pembakaran bahan aditif bensin dari kendaraan bermotor yang terdiri dari tetraetil Pb dan tetrametil Pb. Partikel-partikel Pb di udara berasal dari sumber-sumber lain seperti pabrik-pabrik alkil Pb dan Pb-oksida, pembakaran arang dan sebagai-nya. Polusi Pb yang terbesar berasal dari pembakaran bensin, dimana dihasilkan berbagai komponen Pb, terutama PbBrCl dan PbBrCl.2PbO (Fardiaz, 1992).

2.2 Paparan Timbal (Pb) di Lingkungan Emisi Pb ke udara dapat berupa

gas atau partikel sebagai hasil samping pembakaran yang kurang sempurna dalam mesin kendaraan bermotor. Semakin kurang sempurna proses pembakaran dalam mesin kendaraan bermotor, maka semakin banyak jumlah

Pb yang akan di emisikan ke udara. Senyawa yang terdapat dalam kendaraan bermotor yaitu PbBrCl, PbBrCl.2PbO, PbCl2, Pb(OH)Cl, PbBr2, dan PbCO3.2PbO, diantara senyawa tersebut PbCO3.PbO

merupakan senyawa yang berbahaya bagi kesehatan. Gambar 2-1 menunjuk-kan alur pajanan Pb dalam lingkungan.

Manusia menyerap timbal melalui udara, debu, air dan makanan. Tetraethyl

lead (TEL), yang merupakan bahan

logam timah hitam (timbal) yang ditambahkan ke dalam bahan bakar berkualitas rendah untuk menurunkan nilai oktan. Pb organik diabsorbsi terutama melalui saluran pencernaan dan pernafasan dan merupakan sumber Pb utama di dalam tubuh.Selain itu mangan pada MMT dan karsiogenik pada MTBE (bahan aditif pada bensin selain TEL yang menghasilkan zat berbahaya bagi tubuh) (Anonim, 2010).

Gambar 2-1: Alur pajanan Pb dalam lingkungan

Sumber: http://mathusen.wordpress.com/2010/01/24/

Pb dari pipa air yang korosif Pb di bensin/ Kemacetan jalan Pb dalam cat Aktivitas Industri Pb dalam keramik peralatan makan Kosmetika Mengandung Pb Pb di air Pb di udara dan debu Pb dlm makanan Level Pb di darah Dampak penyakit  Penyakit cardivaskular  Terbelakang mental  Anemia  Penurunan fungsi ginjal OUTCOME Sumber Timbal

Gambar

Gambar 2-1: Plot intensitas echo power EAR terhadap waktu dan ketinggian saat terjadi spread  F
Gambar 3-1: Plot intensitas echo power radar  MU  Jepang  17  Februari  1998  (Zhou Q, et al, 2004)
Gambar 4-1 menunjukkan bagai- bagai-mana  peran  lapisan  E  sporadis  dalam  pembentukan  spread  F
Gambar 4-2: Plot  Ketinggian-Waktu-Intensitas  echo  power  radar  VHF  Sanya  (Brazil) tanggal 4, 8, 16, dan 20  Maret 2011 dan frekuensi kritis  lapisan  E  sporadis  (Es)  pada  waktu  yang  sama  (Guozhu  Li,  et al, 2011)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan hormat kami beritahukan bahwa, dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai lembaga yang berperan untuk senantiasa meningkatkan mutu pendidik dan tenaga

Temanggung JAWA TENGAH... Sukoharjo

Hasil pengujian menunjukkan : proses gasifikasi berlangsung pada laju pemakaian bahan bakar lebih kurang 5 kg/jam, jumlah udara pembakaran yang digunakan 8,9 kg/jam, gas

Minimnya sasaran-sasaran yang dapat diukur atau tidak adanya standard kinerja dan tidak mempunyai sistem informasi untuk memberikan hasil yang tepat pada waktunya, serta

Berdasarkan data dari 14 probandus laki-laki warga Desa Adat Panglipuran didapatkan karakteristik land- mark wajah rata-rata bidang frontal berbentuk ellips,

Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan perundang-undangan tersebut, menurut Pihak Terkait, Mahkamah Konstitusi tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara perselisihan

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada banyak program olahraga yang melibatkan peserta didik yang diselenggarakan pemerintah dan masyarakat dengan tujuan dan sasaran

SENASTEK yang merupakan agenda tahunan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Udayana adalah sarana komunikasi bagi para peneliti dan pengabdi dari