• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN HIBAH BERSAING NILAI TAMBAH SAPI BALI DARI PEMANFAATAN SUSU DAN PRODUK OLAHAN SUSU (KEFIR SUSU SAPI BALI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN HIBAH BERSAING NILAI TAMBAH SAPI BALI DARI PEMANFAATAN SUSU DAN PRODUK OLAHAN SUSU (KEFIR SUSU SAPI BALI)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

1

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN HIBAH BERSAING

NILAI TAMBAH SAPI BALI DARI PEMANFAATAN SUSU DAN PRODUK OLAHAN SUSU

(KEFIR SUSU SAPI BALI)

Tahun Ke 1 Dari Rencana 3 Tahun

Ketua : Dr. Ir. Ketut Suriasih, M.App.Sc NIDN : 0001015106 Anggota : Prof. Dr. Ir I Nyoman Sucipta, MP NIDN : 0006055504

Dr.Ir. Ni Wayan Siti, M.Si NIDN : 0004056204

UNIVERSITAS UDAYANA JUNI 2015

(2)
(3)

3 RINGKASAN

Populasi sapi bali di Indonesia cukup besar, yaitu mencapai 3 juta ekor dan menyebar sampai ke Lombok, NTB, NTT, Sulawesi Utara, Sulawesi tenggara, Sulawesi barat, Sumatera Selatan, Kalimanatan selatan dan Lampung.

Sapi bali meski tanpa diberi pakan penguat mampu memanfaatkan hijauan bermutu rendah, dan tidak mengalami gangguan pertumbuhan. Potensi sumber daya lokal sapi Bali kalau dipelihara dengan pakan yang baik dan cukup akan merupakan sumber produksi susu di Indonesia yang masih dapat mencukupi kebutuhan masyarakatnya.

Susu merupakan bahan makanan yang kaya gizi dan sangat dibutuhkan semua lapisan masyarakat karena menyehatkan dan mencerdaskan.Sementara ini konsumsi susu masyarakat Indonesia baru 7,5 kg/kapita/tahun, sangat jauh bila dibanding negara lain tingkat regional ASEAN, karena susu bagi sebagian besar orang Indonesia masih merupakan barang mewah/mahal karena 80% dari kebutuhan nasional masih diimpor. Oleh karena itu pemanfaatan ternak mamalia selain sapi perah untuk menghasilkan susu perlu dipertimbangkan. Olahan susu sapi bali menjadi kefir mampu memberikan kontribusi positif seperti peningkatan nilai ekonomis, memiliki nilai probiotik (minuman menyehatkan)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai tambah sapi bali dari produksi susu mengandung nutrien dengan persentase yang tinggi, untuk mengetahui nilai tambah sapi bali dari produksi susu sebagai bahan pangan, dapat diolah menjadi bahan pangan fungsional kefir yang meningkatkan ketahanan tubuh inang terhadap infeksi kuman E.coli, untuk mengetahui nilai tambah sapi bali dari produksi susu sebagai bahan pangan, dapat diolah menjadi bahan pangan fungsional kefir yang dipercaya dapat meningkatkan kesehatan inang yang mengkonsumsinya dan untuk mengetahui nilai tambah sapi bali dari peningkatan produksi susu sapi bali dengan pemberian suplemen daun katu (Sauropus androgynus L.Merr).

Penelitian ini direncanakan selama tiga tahap ( tiga tahun) dengan tahapan dan metode serta output dapat diuraikan sebagai berikut : tahap I pada tahun 2015 : Pemberian suplemen pada pakan sapi bali yang sedang menyusui. Dilakukan pemerahan. Dari pemerahan dilakukan setiap minggu. Produksi susu sapi bali ini diukur setelah 7 hari melahirkan sampai 2 bulan (9 minggu) laktasi. Hasil rerata produksi susu sapi bali pada kelompok kontrol adalah 762,96 ± 51,59 ml/ekor/hari, untuk kelompok perlakuan penambahan daun katu 0,05% dari bobot badan dengan rarata 997,22 ± 122,54 ml/ekor/hari dan untuk perlakuan penambahan daun katu 0,1% dari bobot badan dengan rarata 696,29 ± 47,38 ml/ekor/hari. Rerata bobot badan anak sapi bali minggu pertama, pada kelompok kontrol 20,50 ± 0,50 kg, untuk kelompok perlakuan penambahan daun katu 0,05% dari bobot badan 23,17 ± 0,58 kg dan untuk perlakuan penambahan daun katu 0,1% dari bobot badan 21,23 ± 0,68 kg. Pada minggu ke 9 bobot badan anak sapi kontrol adalah 30,33 ± 1,53 kg, kelompok perlakuan suplemen 0,05% daun katu 44,00 ± 1,00 kg dan kelompok perlakuan suplemen daun katu 0,1% 36,67 ± 1,53 kg. Data yang belum dilaporkan pada penelitian tahap pertama adalah kadar protein, berat jenis, laktosa, mineral dan asam amino dan pengolahan susu sapi bali menjadi kefir, serta penelitian tahap kedua dan tahap ketiga.

Kata Kunci : nilai tambah, sapi bali, pemanfaatan, susu, produk, olahan

PRAKATA

Atas berkat, rahmat dan karunia Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, laporan kemajuan penelitian yang berjudul “Nilai Tambah Sapi Bali dari Pemanfaatan Susu dan

(4)

4

Produk Olahan Susu (Kefir Susu Sapi Bali)” pada tahap pertama tahun 2015 adalah data dari analisis produksi susu sapi bali pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan penambahan daun katu 0,05% dan o,1% dari bobot badan dan bobot badan anak sapi bali dari perlakuan pemberian suplemen yaitu daun katu (Sauropuis androgynus L.Merr) pada pakan sapi bali yang sedang menyusui. Sedangkan data kadar protein, berat jenis, laktosa, mineral dan asam amino dan pengolahan susu sapi bali menjadi kefir, serta penelitian tahap kedua dan tahap ketiga belum dilaporkan

Dengan tersusunnya laporan ini kami menghaturkan ucapan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Rektor Universitas Udayana, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Udayana dan semua pihak yang telah berkontribusi pada penelitian ini.

Akhirnya kami mohon saran dan kritik para hadirin yang mulia dalam upaya perbaikan dan penyempurnaan laporan ini.

(5)

5 D A F T A R I S I H A L A M A N P E N G E S A H A N . . . 2 R I N G K A S A N . . . 3 P R A K A T A . . . 4 D A F T A R I S I . . . 5 D A F T A R T A B E L . . . 6 D A F T A R G A M B A R . . . 6 B A B 1 P E N D A H U L U A N . . . 8 B A B 2 T I N J A U A N P U S T A K A . . . 1 0 B A B 3 T U J U A N D A N M A N F A A T P E N E L I T I A N . . . 1 6 B A B 4 M E T O D E P E N E L I T I A N . . . 1 7 B A B 5 H A S I L Y A N G D I C A P A I . . . 2 8 B A B 6 R E N C A N A T A H A P A N B E R I K U T N Y A . . . 2 9 B A B 7 K E S I M P U L A N D A N S A R A N . . . 3 0 D A F T A R P U S T A K A . . . 3 1 L A M P I R A N F O T O K E G I A T A N P E N E L I T I A N . . . 3 4

(6)

6

DAFTAR TABEL

1 . T a be l 2.1 Rerata Komposisi Susu Beberapa Ternak Mamalia . . . 4 2 . T a b e l 5 . 1 P r o d u k s i s u s u s a p i b a l i s e l a m a p e n e l i t i a n . . . 2 6 3 . T a b e l 5 . 2 B o b o t b a d a n a n a k p a d a a w a l p e n e l i t i a n . . . 2 6

(7)

7

BAB 1 PENDAHULUAN

Populasi sapi Bali di Indonesia cukup besar, yaitu mencapai 3 juta ekor dan menyebar sampai ke Lombok, NTB, NTT, Sulawesi Utara, Sulawesi tenggara, Sulawesi barat, Sumatera Selatan, Kalimanatan selatan dan Lampung. Sapi bali disukai petani kecil karena fertilitasnya mencapai 83%-86%, lebih baik dari sapi Eropa yang rata-rata mempunyai fertilitas 60%. Umur dewasa kelamin 18 bulan, lebih pendek dari kerbau rawa yaitu 2,5 tahun. Sapi bali beranak satu kali dalam setahun dengan persentase kelahiran dari jumlah sapi bali yang dikawinkan 83,4%, sementara persentase lahir mati relatif kecil, sekitar 3,65%, sementara kerbau perah beranak tiap 15,34 bulan dan produksi susunya 2,5 kg/ekor/hari. Sapi bali meski tanpa diberi pakan penguat mampu memanfaatkan hijauan bermutu rendah, dan tidak mengalami gangguan pertumbuhan. Potensi sumber daya lokal sapi bali kalau dipelihara dengan pakan yang baik dan cukup akan merupakan sumber produksi susu di Indonesia untuk mencukupi kebutuhan masyarakatnya.

Susu merupakan bahan makanan yang kaya gizi dan sangat dibutuhkan semua lapisan masyarakat karena menyehatkan dan mencerdaskan.Sementara ini konsumsi susu masyarakat Indonesia baru 7,5 kg/kapita/tahun, sangat jauh bila dibanding negara lain tingkat regional ASEAN, dan susu bagi sebagian besar orang Indonesia masih merupakan barang mewah/mahal karena 80% dari kebutuhan nasional masih diimpor. Oleh karena itu pemanfaatan ternak mamalia selain sapi perah untuk menghasilkan susu perlu dipertimbangkan.

Sapi bali yang diberi pakan tambahan konsentrat dan mineral pada pakan basalnya yaitu rumput, gamal dan waru, mampu menghasilkan susu 2 kg/ekor /hari pada empat bulan pertama setelah beranak pada induk laktasi pertama, dan diprediksi dapat menghasilkan susu 5 kg/ekor/hari (Sukarini, 2006; Putra, 2008). Namun perbaikan pakan tersebut membutuhkan biaya tinggi yang tidak sesuai dengan hasil penjualan anaknya, sehingga petani memilih untuk memberi pakan rumput saja bahkan dimusim kemarau kekurangan pakan, sehingga terjadi penurunan produktivitas.

Salah satu solusi altertnatif terhadap fakta ini adalah memanfaatkan potensi produksi susu sapi Bali ini yang diberi perbaikan pakan, menjadi bahan pangan. Selama ini belum ada pemanfaatan susu sapi bali sebagai bahan pangan, karena belum ada informasi terkait dengan hal tersebut. Pemanfaatan susu sapi bali sebagai bahan pangan membutuhkan sentuhan teknologi sederhana sehingga dapat memberi kontribusi maksimal ke pada peternak. Hal ini karena susu merupakan bahan pangan yang sangat mudah rusak. Suriasih et al. (2012) melaporkan bahwa susu sapi bali yang diolah menjadi kefir memiliki daya simpan lebih lama, dan mampu

(8)

8

meningkatkan daya tahan tubuh konsumen (Suriasih, 2013) dan memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Fakta ini menginisiasi pengembangan agroindustri pengolahan susu sapi Bali.

Sarini et.al. (1998) melaporkan produksi susu sapi bali yang diberi rumput gajah mencapai 1,1 kg/ekor/hari, dan meningkat 21% setelah diberi tambahan konsentrat. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi daun katu (Sauropus androgynus L Merr) mampu meningkatkan produksi susu pada kelinci (Akbar, dkk., 2013) , meningkatkan produiksi susu kambing Etawa (Marini, dkk., 2010)

Olahan susu sapi bali menjadi kefir mampu memberikan kontribusi positif seperti peningkatan nilai ekonomis, memiliki nilai probiotik (minuman menyehatkan) (Suriasih et al. 2012; Suriasih, 2013). Tercapainya peningkatan nilai tersebut dalam rangka optimalisasi produktivitas sapi bali kali ini perlu dilakukan:

a) suplementasi pada pakan untuk meningkatkan produski susu,

b) teknologi pemerahan untuk memanen susu dan manajemen susu untuk memperoleh susu yang memenuhi standar SNI dan

c) penerapan teknologi tepat guna pembuatan minuman kefir , pengemasan (Suriasih, 2012, 2013) pada usaha pembibitan sapi bali dari sistem pemeliharaan, pengolahan dan pemasaran produk merupakan suatu alternatif pengembangan usaha rumah tangga sehingga meningkatkan pendapatan masyarakat.

Hasil penelitian ini dimaksud memberikan informasi kepada masyarakat bahwa bahwa susu sapi bali dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, bahkan dapat diolah menjadi bahan pangan fungsional kefir yang meningkatkan ketahanan tubuh inang terhadap infeksi kuman E.coli. Dengan demikian diharapkan masyarakat dan instansi terkait dapat menyusun strategi peningkatan produksi susu sapi bali yang sekaligus akan meningkatkan produktivitas sapi bali. Hasil penelitian ini juga diharapkan menghasilkan produk kefir probiotik yang dikemas menjadi pangan suplemen yang menyehatkan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Susu sapi bali

Susu merupakan bahan baku utama dalam pembuatan susu terfermentasi kefir. Susu merupakan sekresi kelenjar mama, yang bebas dari kolostrum, yang diperoleh dengan cara pemerahan secara kontinyu dari satu atau beberapa sapi perah yang sehat. Produksi susu terbesar dunia berasal dari ternak sapi perah, sehingga istilah susu yang dimaksud secara umum adalah susu sapi perah. Bila susu tersebut berasal dari ternak bukan sapi perah maka namanya diikuti dengan nama ternak yang menghasilkannya. Misalnya : susu kambing, susu kuda, susu onta dan susu sapi Bali (Weimer, 2001).

(9)

9

Selama ini susu yang biasa dikonsumsi masyarakat umum adalah susu yang berasal dari sapi perah, karena susu ini diproduksi dan tersedia dalam jumlah yang besar sehingga mudah diperoleh, sedangkan susu dari ternak lain seperti kambing, domba, kuda dan sapi bali tidak/belum dapat diperoleh dengan mudah. Beberapa publikasi menunjukkan bahwa susu kambing dan susu kuda memiliki khasiat menyehatkan bagi inang yang mengkonsumsinya (seperti untuk pengobatan tuberkulosis) sebagai pengganti susu sapi kepada anak-anak yang menderita alergi terhadap susu sapi (Sodiq dan Abidin, 2002; Nurliyani et al., 2005). Lebih jauh Nurliyani et al. (2005) menyatakan bahwa protein yang terkandung didalam susu kuda memiliki khasiat meningkatkan imunitas tubuh inang.

Sapi bali dikenal sebagai produsen daging yang unggul, fertilitas tinggi, adaptif terhadap lingkungan kurang baik ketersediaan pakannya, namun sangat responsif terhadap perbaikan pakan. Sukarini (2006) menemukan produksi susu sapi bali mencapai 2 kg/ekor /hari pada empat bulan pertama setelah beranak pada induk laktasi pertama yang diberi pakan tambahan konsentrat dan mineral pada pakan basalnya yaitu rumput, gamal dan waru. Produksi susu sapi bali masih mungkin ditingkatkan menjadi 5 kg /ekor/hari dengan perbaikan pakan (Putra, 2008). Sukarini (2000) menemukan bahwa komposisi susu sapi bali berbeda dengan susu yang beredar di pasaran yang berasal dari susu sapi perah Friesien Holstein (FH), seperti yang tertera pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Rerata Komposisi Susu Beberapa Ternak Mamalia

Komponen % dari berat

Sapi Perah* Sapi Bali** Kambing* Biri-biri* Air 88,48 82,50 89,26 81,94 Protein 2,9 5,08 2,9 5,5 Lemak 3,5 8,17 4,5 7,4 Laktosa 4,8 5,04 4,1 4,8 Kalsium (Ca) 0,12 0,21 0,13 0,20 Fosfor (P) 0,10 0,18 0,11 0,16 Energi (kJ/100g) 275*** 522 263 396

Sumber : * Marth dan Steele (2001) ** Sukarini (2000) *** Anonim (2010)

Susu sapi bali mengandung nutrien dengan persentase yang jauh lebih tinggi dari kandungan nutrien pada susu sapi FH yaitu persentase protein, lemak, laktosa, kalsium, fosfor dan energy berturut-turut 58,75% , 109,48% , 5% , 75% , 80% , dan 89,81%.. Kandungan nutrisi

(10)

10

susu sapi bali ini ternyata mampu meningkatkan bobot pedet hampir 0,25 – 0,27 kg/ekor/hari selama 205 hari (Putra, 2008).

Kadar protein susu sapi bali jauh lebih tinggi dari kadar protein susu sapi perah; dan ini akan berpengaruh terhadap komposisi kimia kefir, terutama komposisi protein dan peptida bioaktif sebagai hasil degradasi protein oleh aktivitas kultur starter kefir. Vinderola et al. (2005a) menyatakan bahwa senyawa peptida bioaktif ditemukan pada kefir , tetapi tidak ditemukan pada susu bahan bakunya, dan senyawa ini merupakan hasil hidrolisis protein susu oleh enzim proteolitik dan enzim peptidase yang dimiliki oleh bakteri asam laktat (BAL).

2.2 Karakteristik Kefir

Kefir merupakan minuman hasil fermentasi susu yang berasal dari Pegunungan Kaukasus di Rusia, diantara Laut Hitam dan Laut Kaspia. Kata kefir berasal dari bahasa Turki “keif” yang memiliki arti “perasaan baik/senang” sehingga dapat diasumsikan bahwa dengan minum kefir memberi rasa senang dan nyaman (Hertzler dan Clancy, 2003). Di beberapa Negara seperti Uni-Soviet, Hungaria dan Polandia kefir merupakan minuman yang sangat populer, telah dikonsumsi sejak ribuan tahun yang lalu dan merupakan 70% dari total (11 – 15 kg/kepala/tahun ) konsumsi susu terfermentasi di negara-negara tersebut. Kefir cukup dikenal di Negara Swedia, Finlandia, Jerman, Italia, Austria, Brazil dan Israel, dan semakin populer di USA dan Jepang, serta sudah mulai dikenal di Argentina, Taiwan, Portugis, Turki, Prancis dan Indonesia (Coste, 1996; Lin et al., 1999), dan di negara yang berbeda kefir dikenal dengan nama yang berbeda pula; misalnya kefir disebut dengan nama kephir, kiaphur, kefer, kapon, kepi dan kippi. Vinderola et al. (2005a) menyatakan bahwa kefir merupakan minuman susu terfermentasi yang mengandung sedikit gas CO2 dan alkohol yang dihasilkan sebagai akibat aktivitas BAL, khamir dan bakteri asam asetat yang berasal dari biji kefir.

Kefir dibuat secara tradisional dengan cara menambahkan ‘biji’ kefir sebanyak 2-10% (v/v) pada susu yang telah dipasteurisasi dan didinginkan sampai suhu 20-25oC , selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang (27-28oC) selama 24 jam. Setelah itu biji kefir dipisahkan (dengan cara disaring), disimpan pada suhu 4oC untuk digunakan membuat kefir selanjutnya dan filtrat yang diperoleh merupakan kefir yang siap dikonsumsi. Kefir yang dibuat dengan metode ini memiliki kualitas yang kurang konstan. Cara lain untuk membuat kefir dalam skala yang lebih besar adalah melalui dua tahapan. Tahap pertama membuat kultur starter dengan menginokulasi biji kefir (2-10 %(g/ml)) pada susu dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 20-25oC. Starter ini sebanyak 1-3% ditambahkan pada susu dan diinkubasi selama 12-18 jam (Coste, 1996). Lama fermentasi berpengaruh terhadap cita rasa kefir. Waktu inkubasi lebih pendek menghasilkan

(11)

11

kefir dengan keasaman sedang dan lebih manis dan inkubasi lebih lama menghasilkan kefir yang lebih asam. Bahan baku susu yang digunakan untuk membuat kefir dapat berasal dari susu sapi, biri-biri, kambing, kerbau atau susu kedelai, dan bahan baku susu tersebut dapat di pasteurisasi atau tidak dipasteurisasi. (Loretan et al., 2003; Farnwoth, 2005).

2.3 Komposisi Kefir

Komposisi kefir sangat dipengaruhi oleh bahan baku susu yang digunakan dalam proses produksi kefir tersebut. Laktosa dari bahan baku susu, selama proses fermentasi di hidrolisis menjadi asam laktat sehingga menyebabkan pH susu turun drastis dan berakibat terjadinya pengentalan pada susu. Laktosa susu ini hampir 30% didegradasi selama proses fermentasi oleh enzim ß- galactosidase yang berasal dari biji kefir. Enzim ini akan memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, dan bakteri dalam kefir akan menghidrolisis glukosa menjadi asam laktat. Asam laktat ada dua yaitu asam laktat-D dan asam laktat-L, namun sebagian besar asam laktat yang terbentuk dalam kefir adalah asam laktat-L (Farnworth, 2005).

2.4 Manfaat Kefir

Kefir merupakan hasil fermentasi susu oleh BAL dan khamir yang terdapat dalam biomasa yang disebut biji kefir. Aktivitas BAL pada susu selama proses fermentasi dan selama penyimpanan produk kefir memberi kontribusi terhadap kualitas nutrisi kefir. Sebagai produk pangan terfermentasi , kefir memberi kontribusi nutrien dengan kualitas prima seperti halnya bahan baku susu dari mana kefir tersebut dibuat, yaitu merupakan sumber protein hewani, mineral kalsium dan fosfor, lemak, karbohidrat dan vitamin. Namun keberadaan BAL pada proses pembuatan mampu meningkatkan nilai gizi kefir tersebut, dan membuat kefir termasuk dalam pangan fungsional terfermentasi, karena memiliki fungsi untuk meningkatkan kesehatan inangnya (Farnworth, 2005). Misalnya kefir mengandung vitamin B1 , B2 , K, dan asam folat lebih tinggi dari susu bahan bakunya ( Libudzisz dan Piatkiewicz, 1990). Kefir juga mengandung banyak biotin (yaitu vitamin B yang membantu asimilasi vitamin B yang lainnya) yang memiliki peran dalam menjaga kesehatan ginjal dan hati serta penyediaan energi sehingga mampu meningkatkan usia hidup (Otes dan Cagindi, 2003).

Kefir dipercaya dapat meningkatkan kesehatan inang yang mengkonsumsinya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kefir yang dibuat dari susu terfermentasi oleh biji kefir dapat menghambat pertumbuhan patogen saluran cerna. Kakisu et al. (2007) menemukan bahwa kefir mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen Bacillus cereus karena lingkungan asam yang dibentuk oleh metabolit dalam kefir menghambat germinasi spora dan

(12)

12

pertumbuhan bakteri tersebut. Dari hasil analisis ELISA ditemukan bahwa BAL dapat menghilangkan enterotoksin A non-hemolytic dalam serum inangnya. Penghambatan pertumbuhan Bacillus cereus ini juga disebabkan oleh kefiran yang terbentuk selama proses fermentasi (Medrano et al., 2008)

Kefir juga mampu menghambat pertumbuhan patogen yang ditemukan pada bahan pangan seperti Staphylococcus aureus , Bacillus cereus, Escherichia coli dan Listeria monocytogenes yang menyebabkan gangguan pada saluran cerna pada anak ataupun orang dewasa (Ulusoy et al., 2007).

Kefir mengandung BAL yang memiliki enzim ß- galaktosidase atau enzim laktase, sehingga BAL ini mampu memecah laktosa dalam susu menjadi galaktosa dan glukosa yang selanjutnya dicerna sebagai sumber energi dengan hasil akhir adalah asam laktat. Banyak penduduk di dunia tidak memiliki enzim laktase di dalam usus halusnya sehingga kalau mengkonsumsi susu maka laktosa tidak tercerna dalam usus halus, kemudian bersama sejumlah besar cairan saluran cerna mengalir ke usus besar dan dicerna oleh bakteri saluran cerna sehingga menghasilkan asam-asam organik, gas CO2 dan hidrogen yang menyebabkan inang menderita sakit perut (perut kembung dan kram perut), muntah-muntah atau sakit kepala yang merupakan gejala lactose intolerance , atau lactose maldigester (Gilliland, 2001).

Bakteri asam laktat yang ada pada susu terfermentasi sampai di usus halus (intestine) sebagian besar masih dalam keadaan hidup, sehingga mampu mengeluarkan enzim ß-galaktosidase yang mencerna laktosa dalam susu sehingga tidak terbawa ke colon ( Gilliland, 2001). Studi mengenai efek pemberian kefir pada penderita lactose maldigester menunjukkan bahwa kefir yang mengandung banyak strain BAL dan khamir ternyata dapat mengurangi gejala lactose intolerance yang ditunjukkan oleh berkurangnya kadar gas hidrogen dalam saluran pernafasannya (Hertzler dan Clancy, 2003).

Penelitian lain pada babi menunjukkan bahwa kadar galaktosa pada darah meningkat secara signifikan setelah babi tersebut diberi tambahan pakan kefir yang mengandung biji kefir segar disbandingkan dengan yang diberi biji kefir yang dipanaskan. Pakan yang mengandung kefir dan biji kefir segar menunjukkan aktivitas ß-galaktosidase sebesar 4,4 U/l, sehingga menghasilkan galaktosa dalam saluran cerna yang diabsorbsi dan beredar dalam sirkulasi darah (Fanrworth dan Mainville, 2003). Hal ini berarti bahwa BAL yang terdapat dalam kefir memegang peranan yang besar dalam degradasi laktosa susu.

Aktivitas BAL di dalam kefir juga menyebabkan kefir memiliki efek menghambat pertumbuhan bakteri patogen saluran cerna seperti Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Salmonella sp. Golowczyc et al. ( 2007) melaporkan bahwa ketika Lactobacillus kefir di

(13)

13

biakkan bersama dengan Salmonella enteritidis maka senyawa protein yang melapisi bagian permukaan sel BAL ini akan berikatan dengan vili-vili pada permukaan sel bakteri salmonella sehingga patogen ini tidak dapat melekat pada sel epitel usus, dan tidak bisa mengkolonisasi dan mengganggu keseimbangan saluran cerna, sehingga tidak menimbulkan sakit. Sifat menghambat pertumbuhan patogen yang ditunjukkan oleh kefir juga disebabkan oleh metabolit yang dihasilkan oleh BAL selama proses fermentasi. Misalnya asam laktat dan asam asetat yang terdapat dalam supernatan kefir dapat menghambat pertumbuhan bakteri E coli. yang biasanya menyebabkan diare (Garrote et al., 2000).

Studi invitro yang dilakukan oleh Silva et al. (2008) menunjukkan bahwa BAL yang terdapat dalam biji kefir dapat menghambat pertumbuhan Salmonella typhi, Shigella sonnei, Staphylococcus aureus , E. coli dan Candida albicans. Mikroba patogen ini dikenal sebagai penyebab penyakit diare, tifus dan keracunan makanan pada manusia . Escherichia coli menyebabkan diare pada anak ataupun orang dewasa. Karakteristik biji kefir yang menghambat pertumbuhan patogen Listeria monocytogenes, Salmonella typhimurium, Salmonella enteritidis, Shigella flexinieri dan Yersinia enterocolitica dilaporkan pula oleh Farnworth (2005). Kelima jenis patogen ini menyebabkan gangguan pada saluran cerna yaitu diare.

Sebagian besar efek positif kefir terhadap kesehatan disebabkan oleh keberadaan BAL di dalam kefir tersebut, baik oleh aktivitas sel BAL itu sendiri (sel hidup) maupun oleh metabolit yang dihasilkan oleh bakteri tersebut

BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui nilai tambah sapi bali dari produksi susu mengandung nutrien dengan persentase yang tinggi.

2. Untuk mengetahui nilai tambah sapi bali dari produksi susu sebagai bahan pangan, dapat diolah menjadi bahan pangan fungsional kefir yang meningkatkan ketahanan tubuh inang terhadap infeksi kuman E.coli.

3. Untuk mengetahui nilai tambah sapi bali dari produksi susu sebagai bahan pangan, dapat diolah menjadi bahan pangan fungsional kefir yang dipercaya dapat meningkatkan kesehatan inang yang mengkonsumsinya

(14)

14

4. Untuk mengetahui nilai tambah sapi bali dari peningkatan produksi susu sapi bali dengan pemberian suplemen daun katu (Sauropus androgynus L.Merr).

3.2 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini bermanfaat dapat memicu petani peternak sapi bali untuk memerah dan mengolah susu sapi bali.

2. Hasil penelitian ini bermanfaat untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang peningkatan produksi susu sapi bali yang diberi berbagai suplemen .

3. Hasil penelitian ini bermanfaat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa bahwa susu sapi bali dapat diolah menjadi bahan pangan fungsional kefir, dengan harapan masyarakat dan instansi terkait dapat menyusun strategi peningkatan produksi susu sapi bali yang sekaligus akan meningkatkan produktivitas sapi bali.

4. Hasil penelitian ini bermanfaat menghasilkan produk kefir probiotik yang dikemas menjadi pangan suplemen yang menyehatkan.

5. Hasil penelitian ini bermanfaat meningkatkan nilai ekonomis serta meningkatkan pendapatan masyarakat.

BAB 4 METODE PENELITIAN

Penelitian Nilai Tambah Sapi Bali dari Pemanfaatan Susu dan Produk Olahan Susu (Kefir Susu Sapi Bali) direncanakan selama tiga tahap (tahun) dengan tahapan dan metode serta output seperti diuraikan sebagai berikut :

Tahap I pada tahun 2015

3.1 Produksi susu sapi Bali yang diberi suplemen daun katu (Sauporus androgynus L Merr) 3.1.1 Bahan

Sembilan (9) ekor sapi laktasi dengan rataan bobot tubuh 270 – 300 kg. Ransum yang digunakan adalah rumput gajah, jerami padi amoniasi, konsentrat dan suplemen daun katu (Sauporus androgynus L Merr) dan mineral mix. Kandang fixasi digunakan untuk melaksanakan pemerahan, hormon oxytocin untuk membantu pemerahan,

Bahan untuk analisis susu: H2SO4 91-92%, NaOH 0,1N, kalium oksalat jenuh, phenol phtalein 1%, formalin 40%, methylene blue, H2O2 3%, alkohol 70%, H2SO4 pekat, tablet katalis, NaOH 50%, larutan borak 3%, methyl merah 0,02% , methyl biru 0,02%, asam sulfo

(15)

15

salisilat 50%, akuades, pereaksi OPA, bufer borat 10,4, larutan brij 30%, Na asetat 0,025 M, EDTA 0,05%, Metanol 90%, HCl 6N, HCl 0,01N, hormon oksitosin

3.1.2 Pelaksanaan Penelitian

a. Pemberian pakan. Terhadap sapi bunting dilakukan periode pendahuluan selama 2 minggu untuk menghilangkan efek pakan terdahulu. Perlakuan pemberian pakan dan suplemen dilakukan empat minggu sebelum beranak sampai 8 minggu setelah beranak.

b. Penimbangan bobot badan. Anak yang baru lahir ditimbang bobot badannya. Penimbangan bobot badan dilakukan seminggu sekali..

c. Pemerahan dilakukan setiap minggu selama 2 bulan dan diukur produksi susu setiap pemerahan, selanjutnya dilakukan analisis terhadap komposisi susu

a. Analisis komposisi susu 1. Pengukuran kadar protein.

Analisis protein susu, Kjehdhal (AOAC, 2000) . Sampel sebanyak 0,5 - 1 g dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml kemudian ditambahkan dengan 5 ml H2SO4 pekat, 2 butir tablet katalis dan batu didih. Sampel dididihkan 1-1,5 jam atau sampai cairan berwarna jernih. Labu beserta isinya didinginkan, isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 25 ml larutan NaOH 50%, kemudian dibilas dengan air suling. Labu Erlenmeyer berisi 10 ml asam borak 3% yang telah ditambah 2 – 4 tetes indikator (campuran metil merah 0,02% dalam alkohol dan metil biru 0,02% dalam alkohol dengan perbandingan 2 : 1), diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor terendam dalam labu berisi larutan asam borak, didestilasi sampai diperoleh 30 ml destilat dalam labu erlenmeyer. Ujung kondensor dibilas dengan sedikit air destilat dan bilasannya ditampung di dalam erlenmeyer dan dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna indikator dari biru menjadi merah muda. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama. Kadar protein kasar sampel dapat dihitung dengan rumus:

(Y-Z) x (N x 0,014 x 6,38)

Kadar protein kasar (%) = x 100% W

Keterangan:

Y = ml NaOH titer untuk sampel Z = ml NaOH titer untuk blanko W = bobot sampel (g)

(16)

16

2. Penetapan Kadar Lemak. Penetapan kadar lemak dilakukan dengan metode Babcock (AOAC, 2000). Asam sulfat (H2SO4) pekat (91-92%) didinginkan pada suhu 15

o C. Sampel susu sebanyak 17,6 ml dimasukkan ke dalam tabung Babcock menggunakan pipet, selanjutnya ditambahkan 17,6 ml H2SO4 pekat dengan pipet otomatis. Botol dikocok selama 1,5 menit sampai homogen, kemudian disentrifus selama 5 menit. Botol dikeluarkan dan ditambah air panas dengan suhu 90oC sampai dasar leher botol, disentrifus selama 2 menit, dikeluarkan dari alat sentrifus dan ditambah air panas dengan suhu 90oC sampai skala teratas pada leher botol dan disentrifus lagi selama 1 menit. Persentase lemak dapat dibaca pada skala yang tertera di leher botol.

3. Penetapan kadar laktosa kefir. Kadar laktosa susu dianalisis dengan teknik HPLC (Brons dan Olieman, 1983). Sampel susu sebanyak 1 ml ditambah dengan 9 ml aquades dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dilakukan pengenceran 10 kali. Dari hasil pengenceran diambil 1 ml dan ditambah 20 µl pengendap protein (asam sulfo silisilat 50%). Tabung disentrifus, supernatan dipindahkan ke tabung vial dan disentrifus selama 7 menit, disaring dan filtratnya diinjeksikan ke alat HPLC. Kadar laktosa dapat dihitung dengan rumus =

Luas areal sampel

Kadar laktosa (%) = x 100% Luas areal standar

4. Penetapan kadar bahan kering. Penetapan kadar bahan kering susu dilakukan dengan metode pengeringan (Horwirtz, 1965). Cawan aluminium dipanaskan pada suhu 110oC selama 30 menit, setelah itu dimasukkan kedalam desikator selama 10 menit dan ditimbang sehingga diperoleh bobot W1. Selanjutnya ke dalam masing-masing cawan dimasukkan 1 ml sampel susu atau kefir kemudian ditimbang dengan timbangan analitik sehingga didapat bobot W2. Cawan yang telah berisi sampel tadi dioven selama 30 menit pada suhu 110oC, diambil dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit, selanjutnya ditimbang sehingga diperoleh bobot W3. Persentase bahan kering (BK) dapat dihitung dengan rumus : W3 – W1 BK (%) = x 100% W2 – W1 Keterangan: BK = bahan kerin

W1 = berat cawan kosong W2 = berat cawan + kefir segar

(17)

17 W3 = berat cawan + kefir kering

5. Pengukuran pH. Penetapan pH, menggunakan alat pH meter, dilakukan menurut metode AOAC (2000) Sebelum pengukuran pH, dilakukan standarisasi alat pH meter. Alat pH meter dinyalakan dan dibiarkan stabil selama 15-30 menit. Pengatur suhu pH-meter diset sesuai dengan suhu larutan buffer. Elektroda pH-meter dibilas dengan larutan buffer atau aquades, kemudian dikeringkan dengan kertas tisue jika digunakan aquades. Elektroda dicelupkan dalam larutan buffer, pH-meter diset pada pengukuran pH. Dibiarkan beberapa saat sampai jarum pH-meter stabil, kemudian tombol kalibrasi diputar sampai jarum pH-meter menunjukkan angka yang sama dengan pH larutan buffer. Standarisasi dilakukan pada pH 4 dan 7. Selanjutnya suhu contoh diukur dan pengatur suhu pH-meter diset pada suhu terukur. Elektroda dibilas dengan aquades dan dikeringkan dengan kertas tisue. Elektroda dicelupkan pada contoh (kefir susu sapi bali dan kefir susu sapi FH) dan pH-meter diset pada pengukuran pH. Elektroda dibiarkan beberapa saat sampai jarum pH-meter stabil. Jarum pH-meter menunjukkan pH contoh.

6. Penetapan kadar asam amino. Analisis kadar asam amino susu sapi bali dilakukan dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) (Hill et al., 1982). Tahap pertama adalah pembuatan Pereaksi OPA. Pereaksi OPA merupakan campuran 1 bagian larutan stok OPA dengan 2 bagian buffer borat pH 10,4. Persiapan larutan stok OPA : ke dalam larutan 50 ml OPA dalam 4 ml metanol, ditambahkan merkaptoetanol 0,025 ml lalu dikocok, selanjutnya ditambahkan dengan hati-hati larutan brij-30, 30% sebanyak 0,050 ml dengan buffer borak 1M pH 10,4 sebanyak1 ml. Larutan ini akan stabil selama 2 minggu pada suhu 42oC. Selanjutnya dibuat pereaksi derivatisasi yaitu satu bagian larutan stok OPA ditambah 2 bagian buffer borat pH 10,4, dan larutan ini tahan selama 1 hari.

Fase mobile untuk mengatur kondisi alat digunakan buffer A dan buffer B. Buffer A dibuat dari Na asetat 0,025 M, pH 6,5; dicampurkan dengan Na EDTA 0,05%. Metanol 90%, dan THF 1% dalam 1 liter air kemudian disaring dengan saringan 0,45 mikron. Larutan ini kemudian disimpan dan tahan sampai 5 hari. Buffer B terdiri atas metanol 95% dalam air high pure (HP) kemudian disaring seperti di atas.

Preparasi sampel. Sampel susu sapi bali dan susu sapi bali yang mengandung ± 3 mg protein dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah dibentuk, kemudian ditambahkan HCl 6 N sebanyak 1 ml. Tabung ini kemudian dimasukkan ke dalam larutan yang terdiri atas es kering dan aseton lalu di freeze dryer (kering bekukan) sampai hilang gelembung-gelembungnya. Kemudian ditambahkan gas nitrogen, setelah itu tabung dipotong hingga

(18)

18

berbentuk kapsul. Selanjutnya tabung ini dipanaskan pada open dengan suhu 110oC selama 24 jam. Kapsul dibuka kemudian disaring dengan sintered glass dan dicuci dengan HCl 0,01 N sebanyak 5 kali sampai volumenya kira-kira 10 ml. Filtrat difreeze dry lagi sampai kering, kemudian ditambahkan 5 ml HCl 0,01 N. Hidrolisat ini diambil sebanyak 5 ml kemudian ditambahkan buffer kalium borat pH 10,4 dengan perbandingan 1 : 1. Larutan ini diambil sebanyak 5 µl, kemudian ditambahkan 25 µl pereaksi OPA, didiamkan selama satu menit agar proses derivatisasi menjadi sempurna. Sampel ini kemudian siap untuk diinjeksikan ke HPLC. Selanjutnya sampel diinjeksikan ke dalam kolom HPLC sebanyak 5 µl kemudian ditunggu sampai pemisahan semua asam amino selesai (kira-kira 25 menit). Konsentrasi asam amino dalam sampel dapat dihitung dengan formula sebagai berikut

Luas puncak sampel

Asam amino (µ mol) x Konsentrasi standar (µ mol/ml) Luas puncak standar

Luas puncak sampel

Asam amino (µ mol) x 0,5 µ mol/ml x 5 ml Luas puncak standar

Persen asam amino dalam sampel:

µ mol asam amino x BM asam amino x 100% Asam amino (µ mol) µ g sampel

Tahap II pada tahun 2016 3.2 Produksi kefir

3.2.1 Bahan penelitian. Bahan untuk produksi kefir adalah: biji kefir (starter), susu sapi bali. Susu sapi Bali dibeli dari peternak di desa Kelating, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan. Biji kefir diperoleh dari Rumah Kefir Jogya.

Bahan untuk analisi kimia kefir : Bahan untuk analisis susu: H2SO4 91-92%, NaOH 0,1N, kalium oksalat jenuh, phenol phtalein 1%, formalin 40%, methylene blue, H2O2 3%, alcohol 70%, H2SO4 pekat, tablet katalis, NaOH 50%, larutan borak 3%, methyl merah 0,02% , methyl biru 0,02%, asam sulfo salisilat 50%, akuades, pereaksi OPA, bufer borat 10,4, larutan brij 30%, Na asetat 0,025 M, EDTA 0,05%, Metanol 90%, HCl 6N, HCl 0,01N.

Bahan untuk analisis mikrobilogi : MRS Agar, M17 Agar, MRS Broth, Plate Count Agar, OGYE Agar,Eosyn methelen blue agar (EMBA), NaCl, aquades, Microaerofilik

(19)

19

Kit generating atmosphere, oxytetracycline, Nistatin, aluminiumj foil, kapas, alkohol 70%, alkohol 95%

3.2.2 Alat.

Alat membuat kefir: panci lapis enamel, waskom besar, batang pengaduk kayu, kompor, stoples, sendok pengaduk, saringan plastik, termometer, incubator, lemari pendingin.

Alat untuk analisis: Laminar flow, incubator, sentrifugasi, tabung reaksi, botol media, petridish, batang pengaduk kaca, lampu bunsen, batang gelas bengkok, stirer, tabung babcock, sentrifus babcock, pipet otomatis 17,6 ml, pipet otomatis 17,5 ml, buret, erlenmeyer, gelas beaker, oven, autoklaf.

3.2.3 Produksi kefir: susu sapi Bali segar dipanaskan pada suhu 85OC selama 30 menit. Tujuan pemanasan susu untuk membunuh mikroba yang tidak diinginkan dan denaturasi protein sehingga meningkatkan viskositas produk. Selanjutnya susu didinginkan sampai suhu ± 27OC. Inokulasi dengan 5% biji kefir. kemudian dituangkan kedalam wadah yang dapat ditutup dan diinkubasi pada suhu ruang (27,5 oC) selama 24 jam sampai terjadi penggumpalan susu. Selanjutnya kefir disimpan pada suhu 4oC selama 5 minggu.

3.2.4. Analisis komposisi kimia kefir. Terhadap kefir dilakukan uji komposisi kimia pada kefir umur 24 jam, 7 , 14, 21, 28 dan 35 hari. Analisis yang dilakukan adalah penetapan kadar laktosa, protein, lemak, pH, alkohol, total asam, dan asam amino. Metoda dan pelaksanaan analisis sama dengan butir 3.1.2 d diatas dengan tambahan sebagai berikut.

a. Penetapan total asam. Metode yang dipakai adalah metode Manns Acid Test (Judkins dan Keener, 1966). Sampel (kefir susu sapi Bali) sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan aquades sebanyak 10 ml. Filtrat diambil 10 ml dan ditetesi indkator pp 1% sebanyak 2 – 3 tetes. Selanjutnya larutan dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda. Pembacaan skala pada saat warna merah muda terbentuk yang pertama kali dan bertahan sampai beberapa saat. Kadar total asam diperoleh dari rumus perhitungan di bawah ini :

ml NaOH x 0.009

Total asam (%) = x 100% berat sampel (g)

b. Penetapan kadar alkohol (James, 1995) Sampel (kefir susu sapi Bali) sebanyak 25 ml ditambah 50 ml aquades.dimasukkan dalam labu destilasi. wadah penampung diisi 25 ml aquades. Destilasi dilakukan sampai volume di wadah penampung terisi 50 ml. Lalu dilakukan pengukuran berat jenis sampel :

(20)

20 X3 – X1

Dimana :

X1 : berat piknometer kosong X2 : berat piknometer + sampel X3 : berat piknometer + aquades

3.2.5. Analisis mikrobiologi kefir. Terhadap kefir dilakukan analisis total mikrob, total bakteri asam laktat (BAL), total khamir, total koliform dan Escherichia coli, pada hari pertama, 7, 14, 21, 28 dan 35.

Penghitungan total mikroba dan total BAL dilakukan sesuai dengan metode Berg et al. (1993). Sebanyak masing-masing 10 g kefir susu sapi Bali dan supernatan kefir susu sapi Bali secara terpisah di homogenkan dalam 90 ml larutan NaCl 0,85% steril dalam erlenmeyer. Sebanyak 1 ml substrat kefir dan supernatan kefir tersebut dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan NaCl 0,85% sehingga diperoleh pengenceran berseri sampai pengenceran 10-7. Sebanyak 0,1 ml substrat dari pengenceran 10-6dan 1077 (untuk kefir susu sapi Bali) dan pengenceran 10-1dan 10-2 (untuk supernatan kefir susu sapi Bali) di inokulasikan pada cawan petri agar MRS (OxoidCM361), plate count agar dan agar oxytetracyklin glukose yeast extract (OGYE,) (Oxoid CM545) secara merata, diinkubasi selama 48 jam pada suhu 35oC, kecuali agar (OGYE) diinkubasi pada suhu ruang selama 2-3 hari. Selanjutnya dilakukan penghitungan koloni yang tumbuh pada cawan petri agar plate count (PCA) (Oxoid CM463), untuk total mikroba, pada cawan petri agar MRS untuk total BAL dan toral khamir pada agar OGYE.

Untuk penghitungan total coliform dan E. coli sebanyak 0,1 ml substrat dari pengenceran 10-1 dan 10-2 diinokulasikan pada cawan petri agar Eosin Methylene Blue Agar (EMBA) secara merata, diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37o C.

Total mikroba, total BAL, total coliform dan total E. coli dihitung dengan rumus :

1

Total bakteri (cfu/ml) = jumlah koloni x x 10 (cawan agar NA) faktor pengenceran

1

Total BAL (cfu/ml) = jumlah koloni x x 10 (cawan agar MRS) faktor pengenceran

1

(21)

21

(cawan agar OGYE faktor pengenceran 1

Total coliform dan = jumlah koloni x x 10 E. coli (cfu/ml) (cawan agar EMBA faktor pengenceran

Tahap III pada Tahun 2017 3.3. Pengemasan kefir. 3.3.1. Bahan penelitian.

Bahan untuk produksi minuman kefir adalah: biji kefir (starter), susu sapi bali, sirup, buah-buahan segar. Susu sapi Bali dibeli dari peternak di desa Kelating, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan. Biji kefir diperoleh dari Rumah Kefir Jogya.

Bahan untuk analisis kimia kefir : Bahan untuk analisis susu: H2SO4 91-92%, NaOH 0,1N, kalium oksalat jenuh, phenol phtalein 1%, formalin 40%, methylene blue, H2O2 3%, alcohol 70%, H2SO4 pekat, tablet katalis, NaOH 50%, larutan borak 3%, methyl merah 0,02% , methyl biru 0,02%, asam sulfo salisilat 50%,

Bahan untuk analisis mikrobilogi : MRS Agar, M17 Agar, Plate Count Agar, OGYE Agar,Eosyn methelen blue agar (EMBA), NaCl, aquades, Microaerofilik Kit generating atmosphere, oxytetracycline, Nistatin, aluminium foil, kapas, alkohol 70%, alkohol 95% 3.3.2. Alat .

Alat membuat kefir: panci lapis enamel, waskom besar, batang pengaduk kayu, kompor, stoples, sendok pengaduk, saringan plastik, termometer, incubator, lemari pendingin Alat untuk mengemas kefir: Alat yang digunakan adalah: botol kemasan plastik putih, botol kemasan plastik bening, stiker label, tutup botol, alat penutup botol manual, 3.3.3. Produksi minuman kefir. susu sapi Bali segar dipanaskan pada sampai suhu 85OC

selama 30 menit. Tujuan pemanasan susu untuk membunuh mikroba yang tidak diinginkan dan denaturasi protein sehingga meningkatkan viskositas produk. Selanjutnya susu didinginkan sampai suhu ± 27OC. Inokulasi dengan 5% biji kefir. kemudian dituangkan kedalam wadah yang dapat ditutup dan diinkubasi pada suhu ruang (27,5 oC) selama 24 jam sampai terjadi penggumpalan protein susu. Kefir kemudian dibuat menjadi minuman dengan formula : (a) 70% plain kefir, 25% sirup dan 5% buah nagka segar; (b) 80% plain kefir, 15% sirup, 5% buah nagka segar dan (c) 90% plain kefir, 5% sirup , 5% buah nagka segar. Ketiga macam minuman kefir tersebut kemudian dimasukkan ke dalam dua (2) macam botol plastik dan disimpan selama 6 minggu.

(22)

22

Terhadap minuman kefir dilakukan analisis kimia meliputi: penetapan total asam, pH, kadar laktosa, kadar protein, energi, lemak pada hari ke 1, 7, 14, 21, 28, 35 dan 42. Metoda dan pelaksanaan analisis sama dengan butir 3.1.2 d.

3.3.4 Analisis Mikrobiologi.

Analisis mikrobiologi pada kefir umur 1, 7, 14, 21, 28, 35 dan 42 hari dilakukan analisis total bakteri asam laktat, khamir, total koliform dan E.coli. Metoda analisis dapat dilihat pada butir 3.2.5

3.3.5 Uji sensoris

Untuk melihat kesukaan dan penerimaan konsumen terhadap produk minuman kefir dilakukan uji sensoris meliputi: rasa, aroma, warna, tekstur, penerimaan keseluruhan. Disamping itu dilakukan pula uji tingkat kesukaan terhadap kemasan (Soekarto, 1982). Bahan minuman kefir yang akan diuji diberi kode dan 20 panelis akan memberikan penilaian secara skala hedonik. Hasilnya dinyatakan dalam bentuk angka dari satu (1), sampai tujuh (7) dengan urutan sebagai berikut: (1) amat sangat tidak suka (2) amat tidak suka (3)tidak suka (4) biasa (5) agak suka (6) amat suka dan (7) amat sangat suka.

Demikian pula halnya dengan penilaian terhadap kemasan memakai sekala hedonik yang hasilnya dinyatakan dalam bentuk angka dari satu(1) sampai tujuh (7) diatas .

Tahapan Pelaksanaan Penelitian seperti terlihat pada Gambar 1.

(23)

23

Kegiatan Metode Output

Tahap I (2015)

Mulai Produksi susu & Pemerahan Susu sapi bali

Tambah Suplemen

Susu sapi bali Analisis Komposisi Komposisi Kimia: Kimia Susu Protein,K Lemak

Laktosa,B.Kering pH,As.Amino Pengolahan

Tahap II (2016)

Kefir Analisis Komposisi Komposisi Kimia:

Kimia Kefir Total Asam,

Kadar Alkohol Mikrobiologi Kefir

Tahap III (2017)

Pengemasan & Analisis Kimia Protein,K.Lemak

Penyimpanan Laktosa,B.Kering

pH,As.Amino Analisis Mikrobiologi T.Asam, K.Alkoh

ol,pH.As.Amino Analisis Sensoris Cita Rasa, Warna,

Bau, aroma

Data Analisis Statistik Nilai Kriteria

Bermakna Selesai

Gambar 1. Tahapan Pelaksanaan Penelitian

(24)

24

BAB 5 HASIL YANG DICAPAI

5.1 Produksi susu sapi bali yang diberi suplemen daun katu pada pakan basal rumput lapang, jerami dan pollard

Pengukuran produksi susu sapi bali (pemerahan susu sapi bali) dilakukan setiap minggu. Produksi susu sapi bali ini diukur setelah 7 hari melahirkan sampai 2 bulan (8 minggu) laktasi. Hasil produksi susu sapi bali pada kelompok kontrol dan perlakuan disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Produksi susu sapi bali selama penelitian

Kelompok sapi bali Rerata produksi susu (ml) Kontrol

1 755,56 ±52,70 ns 2 772,22 ± 45,83 ns 3 761,11 ± 60,09 ns Rerata 762,96 ± 51,59 ns Perlakuan penambahan daun katu 0,05% dari bobot badan

1 966,67 ± 108,97 ns 2 1030,56 ± 143,49 ns 3 994,44 ± 118,44 ns Rerata 997,22 ± 122,54 ns Perlakuan penambahan daun katu 0,1% dari bobot badan

1 675,00 ±55,90 ns 2 705,56 ± 30,04 ns 3 708,33 ± 50,00 ns Rerata 696,29 ± 47,38 ns

ns : non significant

5.2 Bobot badan anak sapi bali yang diberi suplemen daun katu pada makan basal, rumput lapang, jerami dan pollard

Pengukuran bobot badan anak sapi bali dilakukan setiap minggu. Bobot anak sapi bali ini diukur setelah 7 hari melahirkan sampai 2 bulan (8 minggu) laktasi. Hasil pengukuran bobot badan anak sapi bali pada kelompok kontrol dan perlakuan disajikan pada Tabel 5.2

Tabel 5.2 Bobot badan anak sapi bali yang diberi suplemen daun katu

Pemberian daun katu Bobot Badan awal (kg) Bobot Badan akhir (8 minggu) (kg)

0 % BB (kontrol) 20,50 ± 0,50 30,33 ± 1,53

0,05 % BB 23,17 ± 0,58 44,00 ± 1,00

0,1 % BB 21,23 ± 0,68 36,67 ± 1,53

BAB 6 RENCANA TAHAP BERIKUTNYA

Rencana tahap berikutnya adalah analisis komposisi susu sapi bali sebagai berikut : 1. Pengukuran kadar protein. Analisis protein susu, Kjehdhal (AOAC, 2000) .

(25)

25

2. Penetapan Kadar Lemak. Penetapan kadar lemak dilakukan dengan metode Babcock (AOAC, 2000

3. Penetapan kadar laktosa kefir Kadar laktosa susu dianalisis dengan teknik HPLC (Brons dan Olieman, 1983).

4. Penetapan kadar bahan kering. Penetapan kadar bahan kering susu dilakukan dengan metode pengeringan (Horwirtz, 1965).

5. Pengukuran pH. Penetapan pH, menggunakan alat pH meter, dilakukan menurut metode AOAC (2000)

6. Penetapan kadar asam amino. Analisis kadar asam amino susu sapi bali dilakukan dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) (Hill et al., 1982).

Dan pembuatan kefir susu sapi bali.

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Dari analisis hasil yang dicapai disimpulkan sebagai berikut :

1. Nilai tambah sapi bali pada penelitian ini adalah dengan kegiatan/aktivitas memerah dapat memproduksi susu yaitu pada kelompok kontrol rerata 762,96 ± 51,59 ml, kelompok perlakuan ditambah daun katu 0,05 % dari bobot badan sapi rerata 997,22 ± 122,54 ml dan ditambah daun katu 0,1 % dari bobot badan sapi rerata 696,29 ± 47,38 ml.

2. Bobot anak sapi bali ini diukur setelah 7 hari melahirkan sampai 2 bulan (8 minggu) laktasi. Bobot badan awal 0 % BB (kontrol) 20,50 ± 0,50 kg, pemberian daun katu 0,05 % BB 23,17 ± 0,58 kg dan pemberian daun katu 0,1 % BB 21,23 ± 0,68 kg. Bobot badan akhir 0 % BB (kontrol) 30,33 ± 1,53 kg , pemberian daun katu 0,05 % BB 44,00 ± 1,00 kg dan pemberian daun katu 0,1 % BB 36,67 ± 1,53 kg.

7.2 Saran

Dari hasil yang dicapai dan kesimpulan, disarankan sebagai berikut :

1. Nilai tambah sapi bali dari produksi susu adalah dengan kelompok perlakuan penambahan suplemen daun katu 0,05 % dari bobot badan sapi.

2. Peningkatan nilai tambah sapi bali melalui pengolahan susu menjadi minuman prodiotik kefir dan produk susu olahan lain dapat meningkatkan kesehatan inang yang mengkonsumsinya dan bernilai ekonomis tinggi.

(26)

26

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, M. O. Sjofjan dan S. Minarti. Produksi air susu induk dan tingkat mortalitas anak kelinci yang diberi pakan tambahan tepung daun katu (Saoropus Androgynus L.Merr). JITV 18(4): 233-238..

Anonim. 2010. Milk. http://en.wikipedia.org/wiki/milk. Diakses pada tanggal 6-11-2010

AOAC, 2000. Official Methods of Analysis of AOAC International. 17thEd., AOAC International, Gaitherburg, MD,USA.

Berg, D.J.C.V., A. Smith, B. Pot., A.M. Ledeboer, K. Kerstens, J.M.A. Verbakel dan C.T. Verrips. 1993. Isolation, Screening and Identification of lactic acid bacteria from traditional food fermentation processes and culture collections. Fodd Biotechnol. 7 : 189-205

Brons, C. dan C. Olieman. 1983. Study on the high performance liquid chromatographic separation of reducing sugars, applied to the determination of lactose in milk. Journal of Chromatography. 259: 79-86.

Coste, C.J.S. 1996. Kefir. Nutritional and health benefits of yoghurt and fermented milks. Danone World News Letter. 11 : 1-7

Farnworth, E.R. 2005. Kefir- a complex probiotik. In: Food Science and Technology Bulletin : Functional foods. IFIS Publishing. Vol. 2 : pp 1-17. . http://www.ifis.org/fsc/bulletin-ff-free. Farnworth, E.R. and I. Mainville. 2003. Kefir a fermented milk products. In: Handbook of fermented

functional foods. Farnworth, E.R. Ed. pp 77-112. CRC Press. Florida USA.

Garrote, G.L., A.G. Abraham dan G.L. D. Antoni. 2000. Inhibitory power of kefir: the role of organic acids. J. Food Protection 63 : 364-369.

Gilliland, S.E. 2001. Probiotics and prebiotics. In: Applied dairy microbiology. 2nded. Marth and Steele Eds. Marcel Dekker, Inc. New.Basel.pp: 330-332.2005. Modulation of antibody-mediated immune response by probiotics in chickens. Clin. Diagn. Lab. Immunol. 12(12): 1387-1392. Golowczyc,M.A., P. Mobili, G.L. Garrote, A.G. Abraham and G.L.D. Antoni. 2007. Protective action

of Lactobacillus kefir carrying S-layer protein against Salmonella enterica serovar Enteritidis. Int. J. Food Microbiol. 118(3): 264-273.

Hertzler, S.R. and S.M. Clancy. 2003. Kefir improves lactose digestion and tolerance in adults with lactose maldigestion. J. American Dietetic Association 103, 582-587.

Hill, D., L.Burnworth, W. Shea dan R. Preifer. 1982. Quantitative HPLC Analysis of plasma amino acids as o-pthalaldehyde/ethanthiol derivatives. J. Liq Chromatog. 5(2): 2369-2393

Hortwirtz. 1965. Official method of analysis of the AOAC. Washington DC.

James, C.S. 1995. Analysis Chemistry of Food. Blackie Academic and Professional. Great Britain. Judkins, H.F. dan H.A. Keener. 1966. Milk production and processing. 4th. Ed. New York. John Willey

and Sons. Inc.

Libudzsiz, Z. and A. Piatkiewicz. 1990. Kefir production in Poland. Dairy Industries International. 55: 31-33.

Lin,C., H.Chen and J.Liu. 1999. Identification and characterization of lactic acid bacteria and yeast isolated from kefir grains in Taiwan. Australian Journal of Dairy Technology, 54: 14-18

(27)

27

Loretan, T., K.F. Mostert dan B.C. Vijoen. 2003. Miocrobial flora associated with South African household kefir. South African Journal of Science. 99, 92-94.

Marini, P.M., Y.Y. Suranindyah dan T.W. Murti. 2010. Produksi dan komposisi susu kambing Peranakan Ettawa yang diberi suplemen daun katu (Sauropus Androgynus L.Merr) pada awal masa laktasi. Buletin Peternakan Vol. 34(2): 94-102

Marth, E.H. dan J.L. Steele.2001. Applied Dairy microbiology. 2ndEd. Marcel Dekker Inc. New York, Basel.pp: 9

Medrano, M., P.F. Perez and A.G. Abraham. 2008. Kefiran antagonizes cytophatic effects of Bacillus cereus extracellular factors. Int. J. Food. Microbiol. 122 (1-2): 1-7.

Nurliyani, W.T. Artama and Z.Noor. 2005. Respon antibody dan aktivitas fagositosis makrofag peritoneal mencit yang diberi protein susu kuda pasteurisasi dan fermentasi. Media

Otes, S. and O. Cagindi. 2003. Kefir: a probiotic dairy-composition, nutritional and therapeutic aspects. Pakistan Journal of Nutrition, 2: 54-59.

Putra, S. 2008. Peningkatan mutu sapi Bali bibit melalui pemberian hijauan berbasis gamal-waru dan konsentrat bermineral seng. Orasi ilmiah pengukuhan guru besar tetap pada Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Sarini, N.P., N.K. Suriasih, I.G.A.A. Ambarawati, I.M. Mastika dan I.G.L. Oka. 1998. Study on reproductive performance 0f Bali cattle fed concentratein a feedlot system. Research report to IAEUP / Ditjen dikti 1997/1998.

Silva, K.R., S. A. Rodrigues, L. X. Filho and Á. S. Lima. 2008. Antimicrobial activity of broth fermented with kefri grains. J. Appl, Biochemistry and Biotechn ology. 152(2): 316-325 Soekarto, S.T. 1982. Penilaian OrganoleptikBharata Karya Aksara, Jakarta

Sodiq, A. dan Z. Abidin. 2002. Kambing peranakan Ettawa. Penghasil susu berkasiat obat. Agromedia Pustaka. Jakarta

Sukarini, I.A.M. 2000. Peningkatan kinerja laktasi sapiBali (Bibos banteng) beranak pertama melalui perbaikan mutu pakan. Disertasi, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Suriasih,K. S.A. Lindawati dan R.M. Rarah. 2005. Potensi probiotik bakteri asam laktat isolat kefir dan biji kefir sebagai penghambat patogen saluran cerna. Laporan hasil magang, FK8PT, Unud. Suriasih, K. 2013. Kefir susu sapi bali meningkatkan kadar IgG, IgA dan sel penghasil IgA pada

saluran pencernaan dan serum mencit Balb/C yang diinfeksi dengan Escherichia coli.Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Ulusoy, B.H., H. Colak, H. Hampikyan dan M.E. Erkan. 2007. An invitro study on the bacterial effect of kefir against some food-borne pathogens. Turk. Microbiol,Chem.Derg. 37(2):103-107 Vinderola, C.G., J. Duarte, D. Thangavel, G. Perdigon, E. Farnworth and C. Matar. 2005a.

Immunomodulating capacity of kefir. J. Dairy Research, 72 : 195-202.

Weimer, P.J. 2001. Microbiology of the dairy animal. In: Applied Dairy Microbiology. Marth and Steele, Eds. Marcel Dekker,Inc. NewYork-Basel. pp: 1-58.

Gambar

Gambar 1. Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Ayat-ayat al-Qur-an yang membahas tentang pengertian ini cukup banyak yang menunjukkan bahwa Allah ّلجوّزع akan memberi balasan kepada orang yang menuju kepada kebaikan

Indonesia menggunakan data satelit altimetri dan data pasut. Saat ini data permukaan laut dapat diperoleh dalam periode panjang. Salah satu teknologi yang dapat menyajikan

Anak yang berusia 3 sampau usia 6 tahun mempunyai sifat yang kumulatif sehingga optimalisasi belajar yang diisi dengan berbagai interaksi sangat berpengaruh besar

Secara teoritis, suatu negara (misalnya negara A) akan mengekspor suatu komoditi (misalnya sayuran) ke negara lain (misalnya negara B) apabila harga domestik di negara A

Sehubungan dengan Evaluasi Penawaran, Kami Panitia Pelelangan mengundang Saudara untuk dapat menghadiri Verifikasi dan Klarifikasi terhadap Perusahaan pada Kegiatan :. Pengadaan

MPA selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik sekaligus Dewan penguji I yang telah memberikan banyak masukan dan saran serta bantuan

Mahasiswa jurusan arsitektur merupakan cikal bakal pendorong perkembangan industri kreatif pada bidang arsitektur. Dalam pengerjaan tugas akhir, mahasiswa arsitektur

sumberdaya yang dipergunakan. Nilai produktivitas tenaga kerja wanita pada IRTP sagu sebesar 313/HKO. Hal ini berarti bahwa setiap satu hari kerja dicurahkan