• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 KONDISI UMUM 4.1 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Subang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 4 KONDISI UMUM 4.1 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Subang"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 4 KONDISI UMUM

4.1 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Subang

Menurut Indonesia Human Development Report 2004 (BPS, Bappenas dan UNDP 2004), angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) Kabupaten Subang pada tahun 2002 adalah 0,630 dan sedikit menurun dibandingkan HDI pada tahun 1999 yaitu 0,631. Penurunan ini disebabkan adanya penurunan angka pada aspek pendidikan, meskipun juga terjadi sedikit peningkatan di aspek kesehatan dan ekonomi.

Pada komponen usia harapan hidup yang terkait dengan aspek kesehatan, terjadi sedikit peningkatan. Pada tahun 1999, angka usia harapan hidup adalah 65 tahun, sedangkan pada tahun 2002 angka tersebut naik menjadi 65,6 tahun (BPS, Bappenas dan UNDP 2004).

Pada aspek pendidikan, komponen melek huruf orang dewasa, terjadi penurunan persentase: pada tahun 1999, angka melek huruf adalah 86,2 persen, sedangkan pada tahun 2002 persentase melek huruf turun dua persen menjadi 84,2 persen. Demikian halnya dengan komponen rataan lama bersekolah yang juga terjadi penurunan angka. Pada tahun 1999, rataan lama bersekolah adalah 5,4 tahun dan pada tahun 2002 turun sedikit menjadi 5,3 tahun (BPS, Bappenas dan UNDP 2004).

Pada aspek ekonomi terjadi peningkatan nilai pada komponen belanja per kapita riil. Pada tahun 1999, nilai belanja per kapita riil adalah Rp.591.000,00, sedangkan pada tahun 2002 terjadi peningkatan sedikit menjadi Rp.591.300,00 (BPS, Bappenas dan UNDP 2004).

Terjadinya lebih banyak penurunan angka dibandingkan angka yang meningkat pada komponen-komponen HDI maka wajarlah jika angka HDI Kabupaten Subang menurun. Peringkat HDI Kabupaten Subang diantara kabupaten/kota se-Indonesia juga mengalami penurunan. Pada tahun 1999, peringkat Kabupaten Subang adalah 182, pada tahun 2002 turun sebesar 88 tingkat menjadi peringkat 270 (BPS, Bappenas dan UNDP 2004).

Dilihat dari Gender-related Development Index (GDI), angka GDI Kabupaten Subang pada tahun 1999 adalah 0,557, sedangkan pada tahun 2002

(2)

angka GDI turun menjadi 0,530 (BPS, Bappenas dan UNDP 2004). Hal ini menunjukkan adanya angka GDI tahun 2002 mengalami penurunan sebesar 0,027 dibandingkan angka tahun 1999.

Pada komponen usia harapan hidup, pada tahun 1999 perempuan mempunyai harapan hidup sampai usia 66,9 tahun, sedangkan lelaki memiliki harapan hidup hingga usia 63,1 tahun. Pada tahun 2002, perempuan memiliki usia harapan hidup 67,5 tahun, sedangkan lelaki mempunyai usia harapan hidup 63,6 tahun. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan usia harapan hidup penduduk Kabupaten Subang, baik lelaki maupun perempuan, meskipun sedikit. Namun demikian, usia harapan hidup perempuan (sekitar 67 tahun) masih tetap lebih panjang daripada usia harapan hidup lelaki (sekitar 63 tahun).

Pada komponen melek huruf orang dewasa, pada tahun 1999 persentase perempuan yang melek huruf (80,6%) lebih rendah dibandingkan lelaki yang melek huruf (91,9%). Pada tahun 2002 persentase penduduk dewasa baik perempuan dan lelaki yang melek huruf menurun. Persentase perempuan yang melek huruf turun 1,6 persen menjadi 79 persen, dan persentase lelaki yang melek huruf turun 2,3 persen menjadi 89,6 persen. Berarti, penurunan persentase lelaki yang melek huruf lebih besar dibandingkan penurunan persentase perempuan melek huruf. Demikian halnya dengan komponen rataan lama bersekolah, sedikit terjadi penurunan angka. Pada tahun 1999 perempuan bersekolah rataan 4,7 tahun, sedangkan lelaki bersekolah rataan 6 tahun. Pada tahun 2002, lama rataan bersekolah perempuan tidak mengalami kenaikan yaitu tetap 4,7 tahun, tetapi lama rataan bersekolah lelaki mengalami sedikit penurunan 0,1 tahun yaitu menjadi 5,9 tahun (BPS, Bappenas dan UNDP 2004).

Terkait dengan aspek ekonomi, pada tahun 1999 perempuan yang termasuk tenaga kerja adalah 33,8 persen, yang kemudian turun menjadi 33,7 persen di tahun 2002. Pada tahun 2002, andil perempuan dalam memperoleh pendapatan adalah 27,4 persen, sedangkan andil lelaki 72,6 persen (BPS, Bappenas dan UNDP 2004). Hal ini menunjukkan bahwa lelaki di Kabupaten Subang masih merupakan pencari nafkah utama jika dilihat dari perbedaan persentase yang tinggi antara lelaki dan perempuan dalam hal ketenagakerjaan tersebut.

(3)

Berbeda dengan angka HDI dan GDI yang turun pada tahun 2002 dibandingkan angka pada tahun 1999, sebaliknya angka Gender Empowerment Measured (GEM) Kabupaten Subang pada tahun 2002 meningkat dibandingkan pada tahun 1999. Dalam hal pemberdayaan perempuan, Kabupaten Subang mempunyai angka GEM pada tahun 1999 adalah 0,501, yang naik 0,022 menjadi 0,523 pada tahun 2002 (BPS, Bappenas dan UNDP 2004).

Persentase partisipasi perempuan dalam parlemen di tahun 1999 sebesar 6,7 persen, yang meningkat menjadi 11,1 persen di tahun 2002. Perempuan yang menduduki posisi sebagai pegawai senior sebesar 37,9 persen di tahun 1999; sedangkan pada tahun 2002 tidak diperoleh data yang tertulis. Rataan upah kerja non-pertanian yang diterima perempuan di tahun 1999 sebesar Rp.207.102,00 dan lelaki menerima Rp.247.476,00. Pada tahun 2002, rataan upah kerja non-pertanian yang diterima perempuan sebesar Rp.354.000,00 dan lelaki menerima Rp.474.900,00 (BPS, Bappenas dan UNDP 2004). Dalam hal rataan upah ini terjadi peningkatan besaran upah, yaitu upah perempuan naik Rp.146.898,00 atau sekitar 71 persen, sedangkan upah lelaki naik Rp.227.424,00 atau sekitar 92 persen. Hal ini menunjukkan bahwa rataan upah lelaki naik lebih besar daripada kenaikan upah yang diterima oleh perempuan selain upah yang diterima oleh lelaki juga lebih besar dibanding upah yang diterima oleh perempuan.

4.2 Kondisi Kependudukan Kabupaten Subang 4.2.1 Distribusi penduduk

Berdasarkan data statistik kependudukan Kabupaten Subang tahun 2005 (BPS Subang 2006), jumlah penduduk Kabupaten Subang adalah 1.391.997 jiwa. Dari jumlah tersebut, jumlah penduduk lelaki adalah 699.783 jiwa dan perempuan 692.214 jiwa, dengan demikian sex ratio-nya sebesar 101,09. Keseluruhan jumlah rumahtangga adalah 398.031 dan dengan rataan penduduk per rumahtangga adalah 3,50. Luas wilayah Kabupaten Subang adalah 205.177 ha atau 2051,77 km2, maka kepadatan penduduk per km2 adalah 678,44 jiwa.

Jumlah penduduk Kecamatan Blanakan akhir tahun 2005 adalah 60.268 jiwa. Dari jumlah tersebut, jumlah penduduk lelaki adalah 30.145 jiwa dan perempuan 30.123 jiwa, dengan demikian sex ratio-nya sebesar 100,07. Keseluruhan jumlah rumahtangga adalah 18.057 maka rataan penduduk per

(4)

rumahtangga adalah 3,34 jiwa. Luas wilayah Kecamatan Blanakan adalah 96,60 km2, maka kepadatan penduduk per km2 adalah 620,36 jiwa (BPS Subang 2006).

Dari data kependudukan Kabupaten Subang dan Kecamatan Blanakan itu, kemudian dibandingkan dengan data kependudukan Indonesia untuk indikator yang sama (Tabel 2). Tabel 2 menunjukkan bahwa distribusi penduduk Indonesia, Kabupaten Subang dan Kecamatan Blanakan tidak terlalu berbeda dilihat dari sex ratio dan rataan penduduk per rumahtangga. Perbedaan menyolok terdapat pada kepadatan penduduk per km2. Kabupaten Subang dan Kecamatan Blanakan terletak di Pulau Jawa yang merupakan pulau yang terpadat penduduknya di Indonesia, sehingga adalah hal yang wajar jika angka kepadatan penduduknya lebih tinggi daripada kepadatan penduduk Indonesia.

Tabel 2 Perbandingan distribusi penduduk Indonesia, Kabupaten Subang dan Kecamatan Blanakan tahun 2005

Indikator Indonesia Kabupaten Subang Kecamatan Blanakan

Sex ratio 100,40 101,09 100,07

Rataan per rumahtangga (jiwa/RT) 3,70 3,50 3,34

Kepadatan penduduk (jiwa/km2) 116,00 678,44 620,36

Sumber: BPS 2006; BPS Subang 2006

Dinamika kependudukan Kabupaten Subang dan Kecamatan Blanakan dapat dilihat dari jumlah penduduk yang lahir, mati, datang dan pindah (Tabel 3). Persentase kelahiran bayi perempuan di Kabupaten Subang lebih tinggi daripada lelaki, tetapi di Kecamatan Blanakan lebih banyak lahir bayi lelaki daripada perempuan. Sebaliknya, persentase penduduk lelaki yang mati di Kabupaten Subang dan Kecamatan Blanakan lebih besar daripada penduduk perempuan. Mobilitas penduduk yang datang dan pindah di Kabupaten Subang dan Kecamatan Blanakan adalah serupa yaitu lebih besar penduduk perempuan yang melakukan mobilitas dibandingkan penduduk lelaki (BPS Subang 2006).

Tabel 3 Jumlah penduduk lahir, mati, datang dan pindah menurut jenis kelamin di Kabupaten Subang dan Kecamatan Blanakan tahun 2005

Kabupaten Subang Kecamatan Blanakan

Kondisi Lelaki Perempuan Jumlah Lelaki Perempuan Jumlah

Jiwa % Jiwa % Jiwa % Jiwa % Jiwa % Jiwa %

Lahir 4.781 49,5 4.883 50,5 118.664 100 233 52,4 212 47,6 445 100

Mati 3.106 53,1 2.744 46,9 114.850 100 148 52,9 132 47,1 280 100

Datang 1.102 47,5 1.219 52,5 111.321 100 15 41,6 21 58,4 36 100

Pindah 1.153 49,9 1.156 50,1 111.309 100 10 45,4 12 54,6 22 100

(5)

Tabel 4 menyajikan distribusi penduduk Kabupaten Subang menurut kelompok umur dan jenis kelamin pada akhir tahun 2005. Penduduk kelompok umur 0-19 tahun lebih banyak lelaki daripada perempuan, sedangkan kelompok umur 20-44 lebih banyak perempuan daripada lelaki, selanjutnya kelompok umur 45-59 lebih banyak lelaki daripada perempuan. Kelompok umur di atas 60 tahun lebih banyak perempuan dibanding lelaki, hal ini menunjukkan bahwa harapan hidup perempuan lebih tinggi daripada lelaki (BPS Subang 2006).

Tabel 4 Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di Kabupaten Subang tahun 2005

Kelompok Umur Lelaki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah (jiwa)

0 – 4 65.491 62.542 128.033 5 – 9 66.948 63.378 130.326 10 – 14 62.722 60.470 123.192 15- 19 58.148 53.470 111.618 20 – 24 63.024 64.501 127.525 25 – 29 56.376 59.525 115.901 30 – 34 59.548 60.756 120.304 35 – 39 52.840 54.393 107.233 40 – 44 48.871 49.490 98.361 45 – 49 40.518 38.648 79.166 50 – 54 36.909 32.449 69.358 55 – 59 22.139 22.008 44.147 60 + 66.249 70.584 136.833 Jumlah 699.783 692.214 1.391.997 Sumber: BPS Subang 2006

Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Subang yang produktif (15-54 tahun) lebih banyak berjenis kelamin lelaki (416.234 jiwa) daripada perempuan (413.232 jiwa). Disamping itu, jumlah penduduk kelompok umur produktif (829.466 jiwa) lebih besar daripada jumlah penduduk kelompok umur tidak produktif (562.531 jiwa).

Tabel 5 Jumlah penduduk kelompok umur produktif dan kelompok umur tidak produktif menurut jenis kelamin di Kabupaten Subang tahun 2005

Kelompok Umur Lelaki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah (jiwa)

Produktif

15- 54 416.234 413.232 829.466

Tidak produktif

0-14 195.161 186.390 381.551

55+ 88.388 92.592 180.980

Total tidak produktif 283.549 278.982 562.531

Jumlah 699.783 692.214 1.391.997

(6)

Distribusi penduduk Kabupaten Subang menurut status perkawinan disajikan pada Tabel 6. Perbedaan yang mencolok antara perempuan dan lelaki terletak pada status perkawinan cerai, baik cerai mati maupun cerai hidup. Lebih banyak persentase perempuan berstatus cerai dibanding dengan lelaki berstatus cerai, perbedaannya lebih dari dua kali lipat. Menurut Bapeda (2005), penyebab persentase penduduk perempuan berstatus cerai lebih tinggi daripada lelaki karena masa trauma pada perempuan terhadap perceraian baik karena cerai mati atau cerai hidup, sehingga perempuan cenderung lebih berhati-hati untuk menikah lagi; dan adanya keterbatasan untuk segera menikah lagi dengan adanya masa iddah (saat penungguan bagi istri yang dicerai atau ditinggal mati suami, apakah dia hamil atau tidak) bagi penganut agama Islam.

Tabel 6 Status perkawinan menurut jenis kelamin di Kabupaten Subang tahun 2000-2004

Status Jenis Tahun

Perkawinan kelamin 2000 2001 2002 2003 2004

Belum kawin Lelaki (%) 33,09 30,95 27,75 29,53 40,69

Perempuan (%) 23,64 21,62 22,51 21,49 33,33

Kawin Lelaki (%) 63,03 66,10 68,20 66,98 56,95

Perempuan (%) 61,54 66,07 64,91 65,28 56,78

Cerai hidup Lelaki (%) 2,24 1,40 1,83 1,76 1,02

Perempuan (%) 4,48 3,44 3,53 4,31 3,51

Cerai mati Lelaki (%) 1,61 1,55 2,22 1,73 1,34

Perempuan (%) 10,42 9,23 9,05 8,93 6,38

Sumber: Bapeda Subang 2006

Terkait dengan status perkawinan adalah umur perkawinan pertama perempuan. Hal ini berkaitan dengan kematangan emosi dan fisik perempuan untuk menjadi seorang ibu. Tabel 7 menyajikan persentase penduduk perempuan menurut umur perkawinan pertama. Menurut Bapeda (2005), penyebab perempuan cepat menikah dibandingkan lelaki antara lain: (1) tingkat pendidikan yang masih rendah mempengaruhi keputusan menikah; (2) budaya malu jika anak perempuan yang memasuki usia remaja belum menikah; dan (3) perempuan cukup menjadi ibu rumahtangga saja.

Tabel 7 Persentase perempuan pernah kawin menurut umur perkawinan pertama di Kabupaten Subang tahun 1998-2003

Umur perkawinan Tahun

pertama (tahun) 1998 1999 2000 2001 2002 2003

Kurang dari 16 (%) 41,37 40,44 47,03 39,04 46,50 40,81

17-18 (%) 29,53 33,86 31,11 34,26 31,40 36,48

19-24 (%) 27,74 24,67 19,84 25,81 20,44 21,63

Lebih dari 25 (%) 1,36 1,04 2,03 0,89 1,67 1,08

(7)

4.2.2 Pendidikan

Salah satu ukuran dari tingkat pendidikan adalah kemampuan membaca dan menulis. Penduduk Kabupaten Subang yang berumur di atas 10 tahun yang buta huruf lebih banyak berjenis kelamin perempuan dibandingkan lelaki. Perbedaan persentasenya cukup nyata, yaitu perempuan yang buta huruf di atas 10 persen, sedangkan lelaki yang buta huruf di bawah 10 persen, bahkan perbedaan antara lelaki dan perempuan itu mencapai dua kali lipat. Tabel 8 menyajikan persentase penduduk Kabupaten Subang berumur 10 tahun keatas yang buta huruf pada tahun 1999-2004.

Tabel 8 Persentase penduduk berumur 10 tahun keatas yang buta huruf menurut jenis kelamin di Kabupaten Subang tahun 1999-2004

Tahun Buta huruf

Lelaki (%) Perempuan (%) 1999 7,23 17,28 2000 8,74 19,49 2001 8,38 16,81 2002 9,39 18,70 2003 7,58 16,78 2004 7,98 16,36

Sumber: Bapeda Subang 2006

Ukuran untuk tingkat pendidikan lainnya adalah angka partisipasi sekolah. Tabel 9 menyajikan angka partisipasi sekolah (APS) menurut kelompok umur dan jenis kelamin di Kabupaten Subang tahun 1999-2004.

Tabel 9 Angka partisipasi sekolah menurut kelompok umur dan jenis kelamin di Kabupaten Subang tahun 1999-2004

Kelompok Jenis Angka partisipasi sekolah

umur kelamin 1999 2000 2001 2002 2003 2004 7-12 Lelaki 98,38 92,02 93,89 95,94 96,82 98,45 Perempuan 98,27 95,93 97,09 95,67 97,78 97,13 13-15 Lelaki 67,92 68,60 73,80 79,28 76,18 85,44 Perempuan 72,94 81,20 87,67 87,04 84,42 78,88 16-18 Lelaki 38,28 25,51 36,08 49,79 47,41 48,65 Perempuan 35,58 37,32 29,53 49,06 25,70 45,22 19-24 Lelaki 6,58 6,32 8,72 3,15 2,70 10,34 Perempuan 1,01 3,94 0,80 2,05 8,02 5,66

Sumber: Bapeda Subang 2006

Tabel 9 menunjukkan bahwa pada umumnya APS dari perempuan lebih rendah dibanding dengan lelaki. Pada tingkat pendidikan dasar (kelompok umur 7-12), APS lelaki dan perempuan cukup tinggi, diatas angka 90. Namun dengan pertambahan usia dan tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan maka APS pun semakin menurun, baik bagi lelaki dan perempuan. APS lelaki pun tetap

(8)

lebih tinggi daripada APS perempuan. Menurut Bapeda Subang (2006), penyebab rendahnya APS perempuan diduga adanya budaya yang lebih banyak memberikan kesempatan bersekolah kepada anak lelaki dibanding dengan perempuan; disamping itu keberadaan sekolah di suatu wilayah tertentu menyebabkan orangtua lebih memilih mengirimkan anak lelakinya ke sekolah yang relatif lebih jauh daripada anak perempuannya.

Dilihat dari tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan, persentase pencapaian pendidikan perempuan lebih rendah dibanding dengan lelaki (Tabel 10). Pada tingkat pendidikan dasar, pencapaian lelaki dan perempuan hampir sama, tetapi semakin meningkat tingkat pendidikannya maka persentase pencapaian perempuan pun lebih rendah dibandingkan lelaki. Menurut Bapeda (2006), penyebab perbedaan yang mencolok ini diduga karena adanya budaya yang menyatakan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena pada akhirnya akan bekerja di dapur dan hanya akan mengurus anak saja.

Tabel 10 Persentase pendidikan tertinggi yang ditamatkan menurut jenis kelamin di Kabupaten Subang tahun 2003-2004

Tingkat Tahun 2003 Tahun 2004

Pendidikan Lelaki (%) Perempuan (%) Lelaki (%) Perempuan (%)

Tidak tamat SD/ belum

sekolah 34,54 42,52 30,03 40,67 SD sederajat 39,01 39,16 35,32 37,24 SLTP sederajat 13,96 11,44 22,23 15,87 SLTA sederajat 10,28 5,48 10,62 5,19 Perguruan tinggi 2,21 1,40 1,80 1,03 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: Bapeda Subang 2006 4.2.3 Kesehatan

Ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas kesehatan dapat menentukan tingkat pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Rasio antara ketersediaan fasilitas kesehatan dan jumlah penduduk Kabupaten Subang umumnya tinggi menunjukkan masih kurangnya ketersediaan fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Tabel 11 menampilkan ketersediaan fasilitas kesehatan di Kabupaten Subang dan rasio dengan jumlah penduduk.

(9)

Tabel 11 Jumlah dan rasio fasilitas kesehatan di Kabupaten Subang tahun 2003

Fasilitas kesehatan Jumlah Rasio fasilitas-penduduk

Rumah sakit (RS) 3 449.038 Rumah bersalin (RB) 3 449.038 Poliklinik 116 11.613 Puskesmas 39 34.541 Puskesmas pembantu 72 18.710 Balai pengobatan (BP) 116 11.613

Tempat praktek dokter (TPD) 140 9.622

Tempat praktek bidan (TPB) 116 11.613

Posyandu 1.605 839

Polindes 107 12.590

Apotik 51 26.414

Pos obat desa (POD) 37 36.408

Toko obat 54 24.947

Sumber: Bapeda Subang 2005

Jika penduduk Kabupaten Subang mengalami gangguan kesehatan, tindakan yang mereka lakukan adalah mengobati sendiri atau berobat jalan ke paramedis. Pengobatan sendiri ini dilakukan dengan mencari dan membeli obat tanpa konsultasi ke paramedis, baik dengan obat modern atau obat tradisional. Hal ini dilakukan karena menurut mereka (penduduk) pengobatan ke paramedis mahal. Tabel 12 menunjukkan bahwa persentase penduduk yang melakukan pengobatan sendiri lebih banyak daripada dengan berobat jalan, dilakukan baik oleh penduduk lelaki dan perempuan.

Tabel 12 Persentase penduduk menurut jenis pengobatan dan jenis kelamin di Kabupaten Subang tahun 2003

Jenis pengobatan Lelaki (%) Perempuan (%)

Berobat sendiri 81,19 81,93

Berobat jalan 18,81 18,07

Jumlah 100,00 100,00

Sumber: Bapeda Subang 2005

Status gizi balita terkait dengan kondisi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Balita dengan status gizi baik di Kabupaten Subang sudah diatas 80 persen. Hal ini menunjukkan bahwa orangtua sudah memberikan makanan yang bergizi kepada anak mereka (Tabel 13).

Tabel 13 Persentase balita menurut status gizi di Kabupaten Subang tahun 1999-2005

Tahun Status gizi

Baik (%) Kurang (%) Buruk (%)

1999 83,16 13,66 2,97 2000 87,33 11,82 0,80 2001 89,25 10,07 0,68 2002 88,09 9,92 0,71 2003 86,42 11,26 0,71 2004 89,76 9,57 0,67 2005 91,92 7,47 0,61

(10)

4.2.4 Kegiatan ekonomi

Keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi diukur dengan porsi penduduk yang masuk dalam pasar kerja (bekerja atau mencari kerja), yang disebut Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Tabel 14 menyajikan TPAK dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten Subang. Tabel 14 menunjukkan bahwa angka TPAK lelaki lebih stabil daripada TPAK perempuan, angka TPAK perempuan dalam tiga tahun tersebut naik turun cukup nyata. Akan tetapi, TPT lelaki dan perempuan dalam tiga tahun tersebut cenderung meningkat. Menurut Bapeda (2006), peningkatan TPT perempuan diduga karena tenaga kerja perempuan lebih banyak diserap oleh pekerjaan di sektor informal; sedangkan peningkatan TPT lelaki meningkat diduga karena adanya kecenderungan lelaki untuk memilih jenis pekerjaan, baik dilihat dari sifat dan besar penghasilannya. Tabel 14 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran Terbuka

menurut jenis kelamin di Kabupaten Subang tahun 2002-2004

Indikator 2002 2003 2004

Lelaki Perempuan Lelaki Perempuan Lelaki Perempuan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 77,28 38,18 78,06 57,99 77,69 29,40 Tingkat Pengangguran Terbuka 4,04 4,92 7,00 12,25 9,04 14,78

Sumber: Bapeda Subang 2006

Lapangan pekerjaan utama di Kabupaten Subang yang banyak menyerap tenaga kerja adalah di sektor pertanian dan sektor perdagangan. Lapangan pekerjaan ketiga yang banyak menyerap tenaga kerja pada tahun 2003 adalah sektor jasa, namun pada tahun 2004 terjadi perubahan menjadi sektor keuangan yang menggantikan sektor jasa dalam hal penyerapan tenaga kerja. Hal ini pun tampak dari rasio pekerjanya; rasio pekerja adalah perbandingan banyaknya perempuan yang bekerja untuk setiap 100 lelaki yang bekerja (Tabel 15). Pada tahun 2003 rasio pekerja terbesar adalah di sektor perdagangan, pertanian dan jasa; sedangkan pada tahun 2004 rasio pekerja terbesar adalah di sektor perdagangan, pertanian dan keuangan.

(11)

Tabel 15 Rasio pekerja menurut lapangan pekerjaan utama menurut jenis kelamin di Kabupaten Subang tahun 2003-2004

Lapangan 2003 2004

pekerjaan utama Lelaki (jiwa) Perempuan (jiwa) Rasio pekerja Lelaki (jiwa) Perempuan (jiwa) Rasio pekerja Pertanian 231.154 120.287 52,04 206.535 83.515 57,40 Pertambangan 1.082 0 0,00 • • 0,00 Industri 28.587 3.204 11,21 12.620 3.835 30,39

Listrik, gas, air 1.126 0 0,00 • • 0,00

Bangunan 23.128 519 2,24 34.035 • 0,00 Perdagangan 60.711 55.765 91,85 53.730 47.735 88,84 Angkutan 41.529 519 1,25 70.845 550 0,78 Keuangan 2.597 520 20,02 1.095 545 49,77 Jasa 25.433 11.613 45,66 29.580 9.305 31,46 Total 415.347 192.427 46,33 408.440 145.485 35,62

Sumber: Bapeda Subang 2006

Catatan: • = Ukuran sampel tidak cukup menggambarkan sektor lapangan pekerjaan

Menurut Bapeda (2006), penyebab perempuan banyak bekerja di sektor perdagangan karena di sektor ini tidak memerlukan keahlian yang tinggi dan dapat dilakukan bersamaan dengan mengurus rumahtangga. Lapangan pekerjaan yang memiliki rasio paling rendah yaitu sektor angkutan (0,78), yang berarti hanya ada satu pekerja perempuan di antara 100 pekerja lelaki. Hal ini menunjukkan masih adanya pandangan yang berbeda antara lelaki dan perempuan dalam hal jenis pekerjaan yang dilakukannya.

Penduduk lelaki berumur 10 tahun keatas yang bekerja paling banyak berstatus sebagai buruh di sektor formal atau berwirausaha di sektor informal. Penduduk perempuannya banyak menjadi buruh di sektor formal, tetapi di sektor informal mereka banyak menjadi pekerja tak dibayar atau pekerja keluarga (Tabel 16). Menurut Bapeda (2006), hal ini terkait dengan kondisi perekonomian Kabupaten Subang yang masih didominasi oleh sektor pertanian sehingga lapangan kerja yang tercipta sebagian besar merupakan pekerjaan informal.

Tabel 16 Persentase penduduk berumur 10 tahun keatas yang bekerja menurut sektor, status pekerjaan dan jenis kelamin di Kabupaten Subang tahun 2002-2004

Sektor Status 2002 2003 2004

pekerjaan Lelaki Perempuan Lelaki Perempuan Lelaki Perempuan

Formal Berusaha dibantu pekerja

dibayar 3,37 1,66 3,09 0,83 4,97 1,51

Buruh/ karyawan 30,89 28,46 36,56 33,20 29,44 40,76

Informal Berusaha sendiri 28,61 15,91 28,75 15,17 36,28 17,72

Berusaha dibantu pekerja

tak dibayar 34,01 28,82 29,30 21,05 27,56 12,45

Pekerja tak dibayar/ pekerja

(12)

4.3 Perikanan Kabupaten Subang

4.3.1 Ekosistem pesisir Kabupaten Subang

Kabupaten Subang berjarak 58 kilometer dari Bandung, ibukota Jawa Barat dan 161 kilometer dari Jakarta, ibukota negara serta terletak di jalur pantai utara Jawa yang merupakan jalur transportasi angkutan darat. Kabupaten ini memiliki pantai sepanjang 68 km dengan wilayah laut yang dapat dimanfaatkan sekitar empat mil dari garis pantai ke arah laut (Dislutkan dan IPB 2003). Kecamatan Blanakan yang merupakan daerah penelitian terletak di pesisir Kabupaten Subang. Kecamatan ini mempunyai luas wilayah 96,60 km2 yang terdiri atas sembilan desa, diantaranya dua desa pesisir yang menjadi lokasi penelitian yaitu Desa Blanakan dan Desa Muara (BPS dan Bapeda 2005) (Lampiran 1).

Ekosistem di wilayah pesisir Kabupaten Subang terdiri dari ekosistem mangrove, terumbu karang dan padang lamun. Hutan mangrove ini merupakan hutan mangrove binaan yang berada dibawah otoritas pengelola Perum Perhutani Unit III Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwakarta Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ciasem–Pamanukan. Pada periode 1988-1992 terjadi pengurangan luasan dari 2.087,7 ha pada tahun 1988 turun menjadi 1.729,9 ha pada tahun 1990 dan akhirnya menjadi 958,2 ha pada tahun 1992. Pengurangan ini diakibatkan oleh kegiatan konversi lahan. Pada tahun 1992-1995 terjadi penambahan luas hutan mangrove menjadi 3.074,3 ha melalui program perhutanan sosial yang dilakukan melalui tambak tumpangsari yang melibatkan masyarakat yang tinggal di daerah pesisir (BPLHD Jabar dan ITB 2001; Dislutkan dan IPB 2003).

Daerah perairan pesisir Kabupaten Subang memiliki kondisi oseanografis yang memungkinkan tumbuhnya ekosistem terumbu karang. Kondisi ekosistem terumbu karang sudah kurang bagus akibat banyaknya muara sungai yang membawa muatan sedimen dan diperburuk lagi oleh aktivitas intensif penduduk dalam hal pemanfaatan lahan pertanian dan tambak. Terumbu karang tersebar dari perairan Kecamatan Blanakan sampai perairan Kecamatan Legonkulon (Dislutkan dan IPB 2003). Upaya pengadaan terumbu karang buatan telah dilakukan oleh Dislutkan dengan Terumbu Karang Buatan (TKB) ban mobil (BPLHD Jabar dan ITB 2001).

(13)

Kondisi jumlah dan luasan ekosistem terumbu karang yang tinggal sedikit mengakibatkan jumlah dan luasan ekosistem padang lamun juga tinggal sedikit, karena ekosistem terumbu karang merupakan pelindung dari ekosistem padang lamun dari hempasan arus dan gelombang. Tingginya laju sedimentasi dan masuknya zat pencemar yang berasal dari rumahtangga dan industri juga menghambat perkembangan ekosistem padang lamun di Kabupaten Subang (Dislutkan dan IPB 2003).

4.3.2 Kegiatan dan hasil perikanan laut

Jumlah seluruh produksi kelautan dan perikanan Kabupaten Subang pada tahun 2005 mencapai 36.001,3 ton. Total produksi ini meningkat sebesar 0,19 persen (68,2 ton) dibandingkan dengan produksi tahun 2004 (BPS Subang 2006). Pada tahun 2004, total produksi sektor kelautan dan perikanan sebesar 35.933,1 ton dan hasil penangkapan ikan di laut sebesar 17.967,5 ton. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dari total produksi perikanan Kabupaten Subang pada tahun 2004, 50 persen produksi berasal dari tangkapan ikan laut (Dislutkan 2006). Pada tahun 2005, produksi perikanan laut masih merupakan produksi terbesar dibandingkan yang lainnya yaitu sebesar 48,74 persen dengan jumlah produksi sebesar 17.552,1 ton, yang berarti turun sebesar 415,4 ton (BPS Subang 2006). Produksi sub sektor perikanan laut menurut tempat pendaratan ikan dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Produksi sub sektor perikanan laut menurut tempat pendaratan ikan Kabupaten Subang tahun 2005

Kecamatan/tempat pendaratan ikan Produksi (ton) Nilai produksi (Rp)

A. Kecamatan Blanakan 1. Cilamaya Girang 662,1 5.776.882.500 2. Rawameneng 311,2 2.715.220.000 3. Blanakan 9.947,2 86.789.320.000 4. Muara 3.559,8 31.059.255.000 5. Tanjungtiga 259,8 2.266.755.000 B. Kecamatan Legonkulon 1. Pangarengan 390,3 3.405.367.500 2. Tegalurung 194,2 1.694.395.000 3. Mayangan 361,9 3.157.577.500 4. Patimban 1.865,6 16.277.360.000 Kabupaten Subang 17.552,1 153.142.132.500 Sumber: BPS Subang 2006

Penyerapan tenaga kerja pada sektor penangkapan di laut atau nelayan pada tahun 2005 meningkat sebesar 0,5 persen yaitu 4.483 orang dibandingkan pada

(14)

tahun 2004 sebanyak 4.461 orang (Dislutkan 2006). Hal ini menunjukkan bahwa sektor penangkapan di laut masih dapat diandalkan sebagai mata pencaharian penduduk.

Penyerapan tenaga kerja pada sektor pengolahan hasil perikanan pada tahun 2005 meningkat sebesar lima persen yaitu 1.003 orang dibanding pada tahun 2004 sebanyak 955 orang (Dislutkan 2006). Jenis hasil pengolahan ikan laut di Kabupaten Subang adalah ikan asin, pindang dan terasi.

4.3.3 Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang disingkat dengan Dislutkan. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Subang No. 23 Tahun 2002 tentang Tugas Pokok Dan Fungsi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang, Dislutkan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian kewenangan Pemerintah Daerah di bidang kelautan dan perikanan serta tugas pembantuan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Propinsi Jawa Barat. Dislutkan mempunyai fungsi untuk:

(1) perumusan kebijakan teknis di bidang kelautan dan perikanan; (2) pelaksanaan sebagian kewenangan Pemerintah Daerah di bidang

kelautan dan perikanan sesuai dengan kebijakan Bupati;

(3) pemberian perijinan dan rekomendasi dalam rangka pelaksanaan pelayanan umum di bidang kelautan dan perikanan;

(4) penyelenggaraan pembinaan di bidang kelautan dan perikanan yang meliputi program perikanan tangkap dan budidaya, pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan, usaha serta unit pelaksana teknis dinas; dan

(5) pengelolaan administrasi umum, meliputi urusan umum, urusan keuangan, urusan kepegawaian dan perlengkapan dinas.

Visi dari Dislutkan adalah terwujudnya agribisnis, industri kelautan dan perikanan yang berwawasan lingkungan serta berdaya-saing melalui pemberdayaan masyarakat yang berbasis gotong royong. Untuk mendukung visi tersebut, maka misi yang diembannya, adalah:

(1) meningkatkan SDM kelautan dan perikanan yang maju, mandiri dan tangguh;

(2) memanfaatkan dan mengembangkan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang berorientasi pasar serta berwawasan lingkungan;

(3) menjaga dan melindungi sumberdaya kelautan dan perikanan; dan (4) penerapan dan pengembangan teknologi tepat guna bidang

(15)

Rencana Kegiatan Pembangunan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang Tahun 2005-2009 tercantum dalam Rencana Strategis (Renstra) Dislutkan (Lampiran 2). Program strategisnya yaitu:

(1) program peningkatan SDM perikanan,

(2) program pengembangan sumberdaya kelautan, (3) program pengembangan sumberdaya perikanan,

(4) program konservasi sumberdaya kelautan dan perikanan, (5) program rehabilitasi sumberdaya kelautan dan perikanan, (6) program pengendalian hama dan penyakit ikan, dan (7) program riset dan pengembangan teknologi tepat guna.

Dislutkan Kabupaten Subang memiliki pegawai berjumlah 95 orang mulai dari Kepala Dinas hingga staf. Dari jumlah tersebut, 77 pegawai adalah lelaki dan 18 pegawai adalah perempuan. Dari 18 pegawai perempuan tersebut yang menjabat tingkat Kepala Seksi (Kasie) atau Kepala Cabang Dinas di tingkat kecamatan (KCD) ada tiga orang (7,9%) dari 38 posisi jabatan. Tenaga fungsional yang mempunyai tugas pokok melaksanakan kegiatan dinas secara profesional sesuai kebutuhan yang ada di Dislutkan baru satu orang yaitu arsiparis. Tenaga fungsional yang dibutuhkan oleh Dislutkan adalah penyuluh perikanan dan kelautan, penyidik PNS dan petugas pengendalian penyakit ikan (Dislutkan 2006).

Selama tahun anggaran 2005, jumlah nelayan dan pembudidaya yang telah mengikuti pelatihan, kursus dan magang terdiri atas 615 nelayan dan 4.080 pembudidaya ikan. Salah satu dari Program Pengembangan Sumberdaya Kelautan dilaksanakan melalui pembinaan kepada anggota Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) yaitu nelayan, pembudidaya ikan dan pengurus KUD Mina. Materi utama pembinaan tersebut adalah peningkatan pendapatan nelayan dan pembudidaya yang disertai peningkatan ketaatan terhadap peraturan, terutama yang berkaitan dangan kewajiban pajak dan retribusi. Metode pembinaan adalah dengan diskusi, temu wicara dan ceramah yang dilaksanakan langsung oleh pengurus HNSI Kabupaten Subang didampingi tim teknis dari Dislutkan (Dislutkan 2006).

Kegiatan lain dari Program Pengembangan Sumberdaya Kelautan adalah bantuan alat tangkap jaring rampus untuk kelompok nelayan. Kegiatan ini baru tersalurkan kepada Kelompok Nelayan Cinta Bahari Desa Muara Kecamatan Blanakan. Hasil dari kegiatan ini adalah berkurangnya jumlah nelayan yang

(16)

menggunakan jaring yang dilarang yaitu jaring arad sehingga jenis ikan hasil tangkapan dapat dikendalikan yaitu hanya ikan yang berukuran layak tangkap saja. Dampak yang diharapkan dari kegiatan ini adalah terjaganya kelestarian sumberdaya ikan dan produksi pun tetap stabil (Dislutkan 2006).

Dislutkan juga melaksanakan kegiatan pembinaan kepada pengolah ikan laut. Pembinaan tersebut berbentuk penyuluhan dan pelatihan. Pembinaan dilakukan dalam rangka peningkatan mutu hasil olahan dan peningkatan nilai komoditi, seperti penyuluhan tentang bahan pengawet yang berbahaya untuk kesehatan, pemasaran produk, pelatihan tentang jenis baru olahan ikan. Peserta pembinaan adalah pengolah ikan baik lelaki dan perempuan. Lokasi penyelenggaraan pembinaan (penyuluhan atau pelatihan) tergantung pihak penyelenggara. Jika penyelenggara adalah Dislutkan maka pelaksanaannya berlokasi di lingkungan kerja (kecamatan); jika penyelenggara adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Barat maka pelaksanaannya berlokasi di Bandung; dan jika Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yang menyelenggarakan maka berlokasi di Tegal, Jawa Tengah (Dislutkan 2006).

4.4 Pengarusutamaan Gender Di Kabupaten Subang 4.4.1 Landasan hukum

Pelaksanaan pemberdayaan perempuan di Kabupaten Subang belum berada di bawah wewenang instansi atau unit yang khusus. Upaya pemberdayaan perempuan dan pengarusutamaan gender tersebut tidak berada pada satu sektor, pelaksanaannya terdapat di berbagai sektor, tergantung subtansinya.

Landasan hukum dari upaya pemberdayaan perempuan dan PUG di Kabupaten Subang adalah Surat Keputusan (SK) Bupati Subang No. 21 Tahun 2003 tentang Tim Koordinasi Pemberdayaan Perempuan dan SK No. 147.143/Kep.789-BPMD/2004 tentang Pembentukan Forum Komunikasi Konsultasi dan Koordinasi Gender Kabupaten Subang. Landasan hukum dari keputusan Bupati Subang tersebut adalah UU No 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan dan Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang PUG dalam Pembangunan.

(17)

SK Bupati Subang No. 21 Tahun 2003 tentang Tim Koordinasi Pemberdayaan Perempuan ditandatangani oleh Bupati H. Rohimat pada tanggal 2 September 2003. Menurut SK ini, tim koordinasi adalah lembaga non struktural dan merupakan unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati. Tim mempunyai tugas pokok membantu semua instansi, dinas, badan, lembaga serta organisasi perempuan dalam rangka penanganan pemberdayaan perempuan di daerah. Tim mempunyai fungsi:

(1) pengkoordinasian perumusan kebijakan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan program Pemberdayaan Perempuan dalam Pembangunan Daerah,

(2) pengkoordinasian pelaksanaan kebijakan pemerintah di bidang Pemberdayaan Perempuan dalam Pembangunan Daerah,

(3) pengkoordinasian kegiatan instansi, dinas, badan, lembaga serta organisasi perempuan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi program-program dalam kegiatan Pemberdayaan Perempuan di Daerah, dan

(4) peningkatan partisipasi masyarakat dalam upaya Pemberdayaan Perempuan di Daerah.

Pembiayaan yang diperlukan dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) tim dibebankan kepada: (1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Subang; (2) Dana swadaya masyarakat; dan (3) Sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

Susunan organisasi dari tim terdiri dari:

• Ketua : Wakil Bupati Kabupaten Subang • Ketua Harian : Sekretaris Daerah Kabupaten Subang • Koordinator :

- Kepala Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Subang

- Ketua Tim Pengelola Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Kabupaten Subang

- Kepala Dinas Sosial Kabupaten Subang - Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Subang

- Kepala Dinas Kependudukan dan Keluarga Berencana Kabupaten Subang

- Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Subang - Ketua Komisi E DPRD Kabupaten Subang

- Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Kabupaten Subang - Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Subang

- Ketua Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kabupaten Subang • Kepala Sekretariat : Asisten Sekretaris Daerah I Kabupaten Subang • Kelompok-kelompok kerja (Pokja) terdiri dari:

(18)

- Pokja Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan,

- Pokja Peningkatan Kesejahteraan dan Perlindungan Anak, dan

- Pokja Peningkatan Peran Perempuan Menuju Keluarga Sehat Sejahtera. Pada tanggal 7 Desember 2004 dikeluarkan SK No. 147.143/Kep.789-BPMD/2004 tentang Pembentukan Forum Komunikasi Konsultasi dan Koordinasi Gender Kabupaten Subang, yang kemudian disebut dengan Forkom Gender, yang ditandatangani oleh Bupati Eep Hidayat. Pada saat ini kegiatan Forkom Gender masih berjalan.

Forkom Gender memiliki tugas pokok untuk membantu Bupati dalam menyelenggarakan koordinasi, komunikasi, konsultasi dan layanan fasilitasi di bidang kesetaraan dan keadilan gender, tindakan kekerasan terhadap perempuan, dan peningkatan kemandirian lembaga dan organisasi perempuan dengan dinas/badan/lembaga teknis terkait, perguruan tinggi, LSM yang mempunyai minat terhadap pemberdayaan perempuan. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Forkom Gender mempunyai fungsi:

(1) pelaksanaan koordinasi layanan konsultasi dan fasilitasi di bidang kesetaraan dan keadilan gender, tindakan kekerasan terhadap perempuan, dan peningkatan kemandirian lembaga dan organisasi perempuan dengan dinas/badan/lembaga teknis terkait, perguruan tinggi, LSM yang mempunyai minat terhadap pemberdayaan perempuan,

(2) penyusunan rencana operasional Forum Komunikasi Gender yang bersifat regional sebagai implementasi kebijakan pemerintah pusat di bidang Pemberdayaan Perempuan,

(3) pemberian fasilitasi dan dukungan terbentuknya Forum Komunikasi di Kabupaten Subang,

(4) pelaksanaan sosialiasi kebijakan pemerintah mengenai Pengarusutamaan Gender (PUG), dan

(5) pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Forum Komunikasi Gender.

Biaya untuk pelaksanaan tugas Forkom Gender Kabupaten Subang dibebankan kepada APBD II, anggaran sektor-sektor yang bersangkutan dan anggaran swadaya dari Organisasi Perempuan LSM serta usaha atau bantuan yang tidak mengikat dan sesuai ketentuan yang berlaku.

Susunan organisasi dari tim terdiri dari:

• Ketua : Sekretaris Daerah Kabupaten Subang

• Ketua Harian : Asisten Sekretaris Daerah I Kabupaten Subang • Wakil Ketua Harian : Kepala BPMD Kabupaten Subang

(19)

• Sekretaris : Kepala Bagian Sosial Setda Kabupaten Subang • Kepala Sekretariat : Kepala Bidang Ketahanan Masyarakat Desa (KMD) –

BPMD Kabupaten Subang • Anggota :

- Kasubagian Pemuda Olahraga dan Peranan Wanita (POPW) Setda Kabupaten Subang

- Kasubidang Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Desa/Kelurahan BPMD Kabupaten Subang

- Kasi Pengembangan Ketahanan Keluarga dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Keluarga Dinas Kependudukan dan KB

- Kasubidang Pembinaan dan Peningkatan Kinerja Kader Pembangunan Desa/Kelurahan BPMD Kabupaten Subang

- Tiga orang pelaksana pada Bidang KMD BPMD Kabupaten Subang • Komisi-komisi terdiri dari:

- Komisi Kesetaraan dan Keadilan Gender

- Komisi Tindakan Kekerasan Terhadap Perempuan, dan

- Komisi Pemampuan dan Peningkatan Kemandirian Lembaga Dan Organisasi Perempuan.

4.4.2 Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) Kabupaten Subang Sesuai SK Bupati Subang No. 147.143/Kep.789-BPMD/2004, Wakil Ketua Harian Forkom Gender di Kabupaten Subang adalah Kepala BPMD dengan Kepala Sekretariat Forkom Gender yang merupakan pelaksana harian PUG dan pemberdayaan perempuan berada di bawah wewenang Kepala Bidang Ketahanan Masyarakat Desa (KMD) dengan anggota jajaran di bawahnya.

BPMD melalui Bidang KMD merupakan pelaksana sosialisasi dan penyuluhan di bidang pemberdayaan perempuan dan PUG di Kabupaten Subang. Biaya penyelenggaraan kegiatan tersebut berasal dari APBD tingkat I, APBD tingkat II atau bantuan luar negeri (misal dari United Nations Population Fund, UNFPA). Tema program yang dibiayai oleh APBD I disesuaikan dengan kebijakan dan program propinsi. Program yang dibiayai oleh APBD II, temanya disesuaikan dengan kebijakan dan program dari instansi yang bersangkutan yaitu BPMD Kabupaten Subang. Umumnya penentuan program dari instansi yang bersangkutan dilaksanakan melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang melibatkan pihak-pihak yang terkait atau pemangku kepentingan dari program pembangunan terkait. Program yang akan dibiayai oleh APBD II dilaksanakan berdasarkan skala prioritas, disesuaikan dengan sumber dana yang dimiliki. Program yang dibiayai oleh bantuan luar negeri umumnya merupakan program Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pemberdayaan

(20)

Perempuan (KPP), dengan demikian tema program disesuaikan dengan program KPP.

Pada tahun 2004, BPMD telah menyelenggarakan 14 kegiatan yang berhubungan dengan pemberdayaan perempuan dan PUG dari jumlah keseluruhan 23 kegiatan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah daerah. Dari jumlah tersebut, Dislutkan menyelenggarakan satu kegiatan yaitu “Penyuluhan Pemanfaatan Lahan Pekarangan, Cara Memilih Ikan Yang Baik, Manfaat Omega-3 Pada Ikan Dan Kesehatan” yang ditujukan kepada keluarga binaan di lokasi P2W-KSS (Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera).

Pada tahun 2005, BPMD menyelenggarakan “Workshop Penyusunan Dan Penyajian Program Sektoral Yang Responsif Gender Di Kabupaten Subang” sebanyak tiga tahap dengan masing-masing tahap selama dua hari. Peserta workshop berjumlah 30 orang berasal dari 17 instansi pemerintah daerah. Setiap instansi mengirimkan antara satu hingga tiga pegawainya, Dislutkan mengirim satu pegawai sebagai peserta. Biaya penyelenggaraan workshop berasal dari Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan United Nations Population Fund (UNFPA). Disamping itu, BPMD juga telah menyelenggarakan enam kegiatan yang berhubungan dengan pemberdayaan perempuan dan PUG dari jumlah keseluruhan 32 kegiatan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah daerah; sedangkan Dislutkan sama sekali tidak menyelenggarakan kegiatan sejenis.

Pada tahun 2006, BPMD menyelenggarakan delapan kegiatan yang berhubungan dengan pemberdayaan perempuan dan PUG dari jumlah keseluruhan 14 kegiatan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah daerah. Pada tahun yang sama Dislutkan menyelenggarakan “Pelatihan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan” yang ditujukan kepada 40 orang lelaki pembudidaya ikan dan nelayan serta 40 perempuan pengolah ikan.

Pada tahun 2007, BPMD menyelenggarakan lima kegiatan terkait pemberdayaan perempuan dan PUG. Lima kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:

• Sosialisasi tentang Pengarusutamaan Gender

(21)

• Sosialisasi tentang Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA)

• Sosialisasi tentang Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera (P2WKSS), dan

• Sosialisasi tentang Ibu dan Anak.

Salah satu sasaran pemberdayaan perempuan adalah terhadap perempuan kepala keluarga. Proyek percontohan pemberdayaan perempuan kepala keluarga (PEKKA) di Kabupaten Subang dilaksanakan di Kecamatan Tanjungsiang yang meliputi delapan desa. Anggota kelompok PEKKA pada akhir tahun 2005 ini berjumlah 13 kelompok yang terdiri dari 283 orang. Anggota PEKKA umumnya berumur antara 41-50 tahun dan menanggung beban sekitar satu anggota keluarga. Sebagian besar dari mereka menjadi kepala keluarga karena suami meninggal dunia.

Tujuan dari PEKKA adalah menumbuhkan rasa kebersamaan antar anggota untuk dapat mengembangkan kemandirian mereka sehingga dapat memperbaiki taraf hidup mereka sendiri. Pencapaian tujuan ini melalui berbagai kegiatan yang meliputi pelaksanaan pelatihan dan lembaga keuangan mikro (LKM).

Tema pelatihan yang telah dilaksanakan adalah kewirausahaan, pemasaran, dan kepemimpinan. Pelatihan kewirausahaan dan pemasaran ditujukan kepada anggota PEKKA, sedangkan pelatihan kepemimpinan ditujukan kepada pimpinan kelompok PEKKA untuk kaderisasi.

Lembaga keuangan mikro dari kelompok PEKKA Kecamatan Tanjungsiang bernama LKM Harapan Perempuan. Anggota LKM ini telah diajarkan oleh pendamping lapang (PL) mengenai neraca pembukuan kas masuk dan kas keluar, sehingga dapat dikerjakan sendiri oleh ibu-ibu anggota kelompok PEKKA. LKM ini pun menangani simpan-pinjam anggota PEKKA. Nilai total modal simpanan kelompok LKM Harapan Perempuan pada tahun 2005 adalah Rp.242.056.700; sedangkan kumulatif pinjaman pada tahun 2005 adalah Rp.14.819.950. Fasilitas pinjaman dari LKM ini dimanfaatkan oleh anggota kelompok PEKKA untuk modal kerja mereka. Usaha yang telah mereka lakukan antara lain adalah membuat keripik tempe dan sapu ijuk serta berdagang. Umumnya para anggota kelompok ini berusaha untuk membayar kembali pinjaman mereka kepada LKM agar dapat meminjam kembali di kemudian hari (PEKKA 2006).

Gambar

Tabel 4 menyajikan distribusi penduduk Kabupaten Subang menurut  kelompok umur dan jenis kelamin pada akhir tahun 2005
Tabel 8  Persentase penduduk berumur 10 tahun keatas yang buta huruf menurut  jenis kelamin di Kabupaten Subang tahun 1999-2004
Tabel 11 Jumlah dan rasio fasilitas kesehatan di Kabupaten Subang tahun 2003  Fasilitas kesehatan  Jumlah  Rasio fasilitas-penduduk  Rumah sakit (RS)  3  449.038  Rumah bersalin (RB)  3  449.038  Poliklinik 116  11.613  Puskesmas 39  34.541  Puskesmas pemb
Tabel 15  Rasio pekerja menurut lapangan pekerjaan utama menurut jenis kelamin  di Kabupaten Subang tahun 2003-2004

Referensi

Dokumen terkait

Antiseptik yang paling efektif menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah antiseptik A (sunlight) dengan diameter zona hambat paling besar daripada kedua jenis

Tinggi badan anak baru masuk SD dapat memberikan gambaran pertumbuhan umur sebelumnya yang berkaitan erat dengan riwayat kesehatan dan gizi masa lampau,

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Simanjuntak (2011) pada orang tua yang berasal dari keluarga miskin diketahui terdapat hubungan nilai dengan kemampuan keluarga

Namun kebanyakan mahasiswa pada tingkat akhir, mengalami masalah ketika mengerjakan Tugas Akhir (TA) atau yang disebut skripsi bagi mahasiswa S-1, tesis bagi

Penciptaan karya seni dilakukan dengan proses yang kompleks. Burung Enggang sebagai sebuah sumber inspirasi penciptaan karya seni, karena memiliki beberapa hal yang

DGDODKSHQ\DNLWJLQMDONURQLNVWDGLXPOLPD 'L 3URYLQVL .DOLPDQWDQ %DUDW NDVXV GLDEHWHV PHOLWXV PHQHPSDWL XUXWDQ NHGXD SHQHPXDQ NDVXV VHWHODK KLSHUWHQVL VHEDJDL SHQ\DNLW WLGDN

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten

Formulasi  yang  lebih  sederhana  adalah:  sebuah  argumen  merupakan  serangkaian   premis  yang  mendukung  sebuah  kesimpulan...  Sebuah  proses  penalaran