Alamat Korespon
Alamat Korespondensidensi email:email:email: kusuma.radius@gmail.comemail: kusuma.radius@gmail.com
PENDAHULUAN PENDAHULUAN
Demam merupakan salah satu gejala klinis
Demam merupakan salah satu gejala klinis
yang sering membuat seseorang datang ke
yang sering membuat seseorang datang ke
praktik dokter; kondisi ini sering dikaitkan
praktik dokter; kondisi ini sering dikaitkan
dengan keadaan infeksi. Infeksi umumnya
dengan keadaan infeksi. Infeksi umumnya
disebabkan oleh infeksi virus atau infeksi
disebabkan oleh infeksi virus atau infeksi
bakterial, terkadang infeksi jamur dan parasit.
bakterial, terkadang infeksi jamur dan parasit.
Penentuan diagnosis infeksi bakteri akut sering
Penentuan diagnosis infeksi bakteri akut sering
sulit karena kemiripan gejala klinis dengan
sulit karena kemiripan gejala klinis dengan
infeksi virus akut ataupun peradangan
infeksi virus akut ataupun peradangan
non-infeksi, seperti trauma, reaksi penolakan organ
infeksi, seperti trauma, reaksi penolakan organ
donor, reaksi autoimun, dan sebagainya.
donor, reaksi autoimun, dan sebagainya.
Terapi
Terapi memerlukan memerlukan diagnosis. diagnosis. DiagnosisDiagnosis
infeksi bakteri dapat ditegakkan secara pasti
infeksi bakteri dapat ditegakkan secara pasti
dengan pemeriksaan kultur, sedangkan
dengan pemeriksaan kultur, sedangkan
diagnosis pasti infeksi virus dapat ditegakkan
diagnosis pasti infeksi virus dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan kadar titer antibodi
dengan pemeriksaan kadar titer antibodi
serum dan kadar antigen virus (
serum dan kadar antigen virus (viral load viral load ).).
Pada praktik sehari-hari, kedua hal ini
Pada praktik sehari-hari, kedua hal ini
jarang
jarang dikerjakan dikerjakan karena karena hasil hasil pemeriksaanpemeriksaan
laboratorium cenderung lambat. Oleh karena
laboratorium cenderung lambat. Oleh karena
itu, adanya suatu penanda yang dapat
itu, adanya suatu penanda yang dapat
menggambarkan adanya infeksi bakteri akut
menggambarkan adanya infeksi bakteri akut
pada awal perjalanan penyakit dapat sangat
pada awal perjalanan penyakit dapat sangat
membantu mengarahkan rencana terapi,
membantu mengarahkan rencana terapi,
mengurangi penggunaan antibiotik yang
mengurangi penggunaan antibiotik yang
tidak rasional, dan memperbaiki
tidak rasional, dan memperbaiki outcomeoutcome
jangka panjang.
jangka panjang.11
P
PARAMETER ARAMETER LABORATLABORATORIUMORIUM Sel Darah Putih/ Leukosit
Sel Darah Putih/ Leukosit
Pengukuran leukosit total dan diferensiasi
Pengukuran leukosit total dan diferensiasi
biasa digunakan pada pasien infeksi,
biasa digunakan pada pasien infeksi,
neoplasma, alergi, atau imunosupresi. Hitung
neoplasma, alergi, atau imunosupresi. Hitung
leukosit terdiri atas 2 komponen, yaitu total
leukosit terdiri atas 2 komponen, yaitu total selsel
dalam 1 mm
dalam 1 mm33 darah vena perifer dan hitung darah vena perifer dan hitung
jenis
jenis ((differential count differential count ). Sebanyak 75-90%). Sebanyak 75-90%
total leukosit terdiri dari limfosit dan neutrofil.
total leukosit terdiri dari limfosit dan neutrofil.
Peningkatan leukosit total (leukositosis)
Peningkatan leukosit total (leukositosis)
mengindikasikan adanya infeksi, inflamasi,
mengindikasikan adanya infeksi, inflamasi,
nekrosis jaringan, atau neoplasia leukemik.
nekrosis jaringan, atau neoplasia leukemik.
Selain itu, trauma dan stres, baik emosional
Selain itu, trauma dan stres, baik emosional
maupun fisik, dapat meningkatkan nilai
maupun fisik, dapat meningkatkan nilai
leukosit. Pada keadaan infeksi, khususnya
leukosit. Pada keadaan infeksi, khususnya
sepsis, nilai leukosit biasanya akan sangat
sepsis, nilai leukosit biasanya akan sangat
tinggi. Fenomena ini disebut sebagai reaksi
tinggi. Fenomena ini disebut sebagai reaksi
leukemoid dan akan membaik dengan cepat
leukemoid dan akan membaik dengan cepat
apabila infeksi berhasil ditangani.
apabila infeksi berhasil ditangani.66
Lima tipe leukosit dapat dibedakan melalui
Lima tipe leukosit dapat dibedakan melalui
pemeriksaan darah samar. Sel-sel ini adalah
pemeriksaan darah samar. Sel-sel ini adalah
neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, dan
neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, dan
basofil.
basofil.
Pemeriksaan Laboratorium untuk Membedakan
Pemeriksaan Laboratorium untuk Membedakan
Infeksi Bakteri dan Infeksi Virus
Infeksi Bakteri dan Infeksi Virus
Andika Surya Atmadja,
Andika Surya Atmadja,
11Radius Kusuma,
Radius Kusuma,
22Freddy Dinata
Freddy Dinata
221
1Dokter Umum di Wilayah Pulomas, Jakarta TimurDokter Umum di Wilayah Pulomas, Jakarta Timur
2
2Dokter Umum di Wilayah Kebon Jeruk, Jakarta BaratDokter Umum di Wilayah Kebon Jeruk, Jakarta Barat
ABSTRAK ABSTRAK
Infeksi bakteri akut sering sukar dibedakan dari
Infeksi bakteri akut sering sukar dibedakan dari infeksi virus karena kemiripan infeksi virus karena kemiripan gejala klinis keduanya. Dalam praktik, penegakan diagnosis infeksigejala klinis keduanya. Dalam praktik, penegakan diagnosis infeksi
bakteri dilakukan melalui pemeriksaan kultur, sedangkan infeksi virus melalui pemeriksaan titer antibodi dan
bakteri dilakukan melalui pemeriksaan kultur, sedangkan infeksi virus melalui pemeriksaan titer antibodi danviral load.viral load. Namun, pemeriksaan Namun, pemeriksaan
tersebut jarang dilakukan karena membutuhkan waktu lama. Di sisi lain, pemberian
tersebut jarang dilakukan karena membutuhkan waktu lama. Di sisi lain, pemberian terapi harus segera dilakukan. Saat ini, terapi harus segera dilakukan. Saat ini, parameter laboratoriumparameter laboratorium
yang dianggap sebagai penanda infeksi bakteri akut
yang dianggap sebagai penanda infeksi bakteri akut adalah jumlah leukosit, hitung jenis, laju endap darah, dan berbagai adalah jumlah leukosit, hitung jenis, laju endap darah, dan berbagai jenis reaktan fase akut.jenis reaktan fase akut.
Reaktan fase akut, seperti
Reaktan fase akut, sepertiC-reactive proteinC-reactive protein(CRP) dan(CRP) dan procalcit procalcitoninonin (PCT), memiliki sensitivitas (PCT), memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik. Ada yang dan spesifisitas yang baik. Ada yang mengajukanmengajukan
indeks gabungan nilai LED, hitung jenis, dan CRP dengan nilai
indeks gabungan nilai LED, hitung jenis, dan CRP dengan nilai cut-off cut-off tertentu, sehingga sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan diharapkan tertentu, sehingga sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan diharapkan
menjadi lebih tinggi.
menjadi lebih tinggi.
Kata kunci:
Kata kunci: Bakteri, CRP, infeksi, penanda, PCT Bakteri, CRP, infeksi, penanda, PCT
ABSTRACT ABSTRACT
Discriminating acute bacterial infections from viral infection is challenging due to the similarity of symptoms. In practice, the
Discriminating acute bacterial infections from viral infection is challenging due to the similarity of symptoms. In practice, the diagnosis of bacterialdiagnosis of bacterial
infection carried through culture examination, while the virus
infection carried through culture examination, while the virus infection through the examination of antibody titer infection through the examination of antibody titer and viral load. However, theand viral load. However, the
examination is rarely performed because it takes a long time. However, prompt treatment must be done. In the current practice, laboratory
examination is rarely performed because it takes a long time. However, prompt treatment must be done. In the current practice, laboratory
parameter which are considered as an acute bacterial infection marker are leukocyte count, differential count, erythrocyte sedimentation rate
parameter which are considered as an acute bacterial infection marker are leukocyte count, differential count, erythrocyte sedimentation rate
(ESR), and a variety of acute phase reactants. Acute phase reactans such as
(ESR), and a variety of acute phase reactants. Acute phase reactans such asC-reactive proteinC-reactive protein(CRP) and(CRP) and procalcito procalcitoninnin (PCT) have good sensitivity (PCT) have good sensitivity
and specificity in determining acute bacterial infection. A formula to calculate ESR, differential count, and CRP was proposed. Results were
and specificity in determining acute bacterial infection. A formula to calculate ESR, differential count, and CRP was proposed. Results were
then compared to a certain cut-off value to increase test sensitivity and specificity.
then compared to a certain cut-off value to increase test sensitivity and specificity. Andika Surya Atmadja, Radius Kusuma, Freddy Dinata.Andika Surya Atmadja, Radius Kusuma, Freddy Dinata.
Laboratory Examination to Differentiat
Laboratory Examination to Differentiate Bacterial Infection e Bacterial Infection and Viral Infectionsand Viral Infections
Keywords:
Leukosit dibagi menjadi granulosit dan non-granulosit. Granulosit terdiri dari neutrofil, basofil, dan eosinofil; limfosit dan monosit termasuk dalam non-granulosit. Karena bentuknya yang multilobi nuclei , neutrofil kadang disebut sebagai leukosit polimorfonuklear (PMN). Granulosit yang paling dominan, yaitu neutrofil, diproduksi dalam 7-14 hari, bertahan dalam sirkulasi selama 6 jam. Fungsi utama neutrofil adalah fagositosis (membunuh dan mencerna mikroorganisme). Infeksi bakteri akut dan trauma memicu produksi neutrofil. Peningkatan jumlah neutrofil ini bisa disebut sebagai “shift to the left ” yang mengindikasikan adanya infeksi bakterial akut.
Basofil (sel mast) dan khususnya eosinofil berperan pada reaksi alergi. Sel-sel ini mampu memfagositosis kompleks antigen antibodi. Setelah reaksi alergi menghilang, hitung eosinofil akan berkurang. Eosinofil dan basofil tidak berespons dengan infeksi bakteri ataupun viral. Infeksi parasit dapat menstimulasi produksi sel-sel ini.
Non-granulosit (sel mononuklear) termasuk limfosit dan monosit (termasuk histiosit). Limfosit terdiri dari 2 tipe, yaitu sel T (timus) dan sel B (sumsum tulang). Sel T berperan terutama pada reaksi imun tipe seluler, sedangkan sel B berperan pada imunitas humoral (produksi antibodi). Sel T adalah sel pembunuh (killer cell ), sel supressor, dan sel T4 helper . Peningkatan hitung limfosit mengindikasikan adanya infeksi bakteri kronis atau infeksi viral akut.6,7
Monosit adalah sel fagositik yang dapat melawan bakteri sama seperti neutrofil. Monosit memproduksi interferon, yang merupakan imunostimulan endogen tubuh. Monosit dapat diproduksi secara cepat dan bertahan lebih lama dibandingkan neutrofil. Keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan nilai leukosit total (leukositosis) adalah:6
Infeksi: leukosit akan meningkat untuk memulai dan mempertahankan mekanisme pertahanan tubuh untuk mengatasi infeksi.
Keganasan: Ca paru dapat mengakibatkan leukositosis. Mekanisme masih belum diketahui dengan jelas.
Gambar 1. Diferensiasi sel darah putih6
Tabel 1. Hal-hal yang dapat mempengaruhi kadar masing-masing komponen leukosit6
Tipe Leukosit Peningkatan Penurunan
Neutrofil Stres fisik atau emosional
Infeksi akut supuratif
Leukemia mielositik
Trauma
Sindrom Cushing
Kelainan inflamatorik (misalnya demam rematik, tiroiditis, artritis reumatoid)
Kelainan metabolik (misalnya ketoasidosis, pirai/ gout, eklampsia)
Anemia aplastik
Defisiensi zat gizi
Infeksi bakteri hebat (terutama pada orang tua)
Infeksi virus (misalnya hepatitis, influenza, campak)
Terapi radiasi
Penyakit Addison
Pengaruh obat-obatan mielotoksik (seperti pada kemoterapi) Limfosit Infeksi bakteri kronis
Infeksi virus (misalnya campak, rubella, hepatitis)
Leukemia limfositik Mieloma multipel Mononukleosis infeksiosa Radiasi Leukemia Sepsis Penyakit imunodefisiensi Lupus eritematosa
Fase lanjutan infeksi HIV
Pengaruh obat-obatan kortikosteroid, antineoplastik
Terapi radiasi Monosit Kelainan inflamatorik kronis
Infeksi virus (misalnya mononukleosis infeksiosa)
Tuberkulosis
Kolitis ulserativa kronis
Parasit (misalnya malaria)
Anemia aplastik
Hairy cell leukemia
Pengaruh obat prednison
Eosinofil Infeksi parasitik
Reaksi alergi
Eksem
Leukemia
Penyakit autoimun
Peningkatan produksi adrenosteroid
Basofil Penyakit mieloproliferatif (misalnya mielofibrosis, polisitemia rubra vera)
Leukemia
Reaksi alergi akut
Hipertiroidisme
Trauma, stres, perdarahan: leukosit total di bawah pengaruh hormonal (epinefrin)
Inflamasi: pengenalan jaringan normal ataupun nekrotik yang dianggap benda asing, sehingga meningkatkan respons leukosit.
Dehidrasi: dehidrasi menimbulkan keadaan stres pada tubuh, selain itu keadaan hemokonsentrasi secara tidak langsung akan meningkatkan nilai leukosit.
Thyroid storm: peningkatan hormon tiroid dapat berkaitan dengan peningkatan leukosit.
Steroid: glukokortikoid memicu produksi leukosit.
Hal-hal yang dapat menyebabkan leukopenia adalah:6
Kegagalan sumsum tulang
Infeksi luar biasa
Defisiensi vitamin B12 dan zat besi
Infiltrasi sumsum tulang, misalnya mielofibrosis
Hipersplenisme: lien akan secara agresif mengekstraksi leukosit dari aliran darah. Reaktan Fase Akut ( Acute Phase Reactant ) Terdapat berbagai kelompok protein pada
reaksi fase akut, antara lain erythrocyte sedimentation rate (ESR)/ laju endap darah (LED), C-reactive protein (CRP), procalcitonin (PCT), fibrinogen, ferritin, serum amiloid protein A, 1 antikemotripsin, alfa-1 antitripsin, haptoglobulin, alfa-a asam glukoprotein, seruloplasmin, dan C3,C4.8
Parameter laboratorium reaktan fase akut yang lazim diperiksa, yaitu LED, CRP, dan PCT. Laju Endap Darah (LED)
Pemeriksaan laju endap darah (LED) atau erythrocyte sedimentation rate (ESR) tidak dapat menentukan diagnosis klinis, tetapi sering dilakukan karena biayanya terjangkau dan dapat menilai respons terhadap terapi. Hal yang menentukan LED adalah pembentukan rouleaux berupa agregasi eritrosit. Agregasi eritrosit ditentukan dari dorongan elektrostatiknya. Eritrosit normal mempunyai dorongan negatif dan saling menolak. Namun, beberapa protein plasma mempunyai dorongan positif dan menetralisir membran eritrosit, sehingga mengurangi daya tolak dan menyebabkan agregasi.8
Protein-protein yang berperan dalam
pengendapan eritrosit adalah fibrinogen, albumin, alfa dan beta globulin, namun fibrinogen mempunyai kontribusi paling besar. Peningkatan sedikit dari kadar fibrinogen dapat memberikan peningkatan yang besar pada LED. Hal ini menyebabkan pemeriksaan LED dapat dijadikan gambaran fibrinogen secara tidak langsung. Karena LED dipengaruhi oleh beberapa protein plasma, maka kadar LED meningkat secara lambat dari onset inflamasi dan tetap tinggi selama beberapa hari atau beberapa minggu setelah inflamasi teratasi. LED tidak selalu mencerminkan reaksi fase akut. Terdapat beberapa kondisi selain inflamasi yang dapat meningkatkan atau menurunkan nilai LED. Kelainan seperti polisitemia dan kelainan morfologi dari sel darah merah seperti pada anemia sel sabit mempunyai kecenderungan untuk lebih sulit membentuk rouleaux, sehingga akan mempunyai nilai LED yang rendah. Anemia akan cenderung untuk membentuk rouleaux, sehingga akan meningkatkan nilai LED.8
Tabel 2. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan perubahan palsu pada LED.8
Faktor Penyebab Peningkatan Palsu Faktor Penyebab Penurunan Palsu Peningkatan kadar fibrinogen, globulin, kolesterol
Suhu ruangan yang tinggi
Anemia makrositik
Menstruasi
Kehamilan
Tabung reaksi LED yang miring/tergeletak Pengaruh obat, misalnya dekstran, metildopa, metisergid, penisilamin, prokainamid, teofilin, trifluoroperidol, vitamin A Kakheksia
Koagulasi pada sampel darah Peningkatan garam empedu Peningkatan kadar fosfolipid Pembentukan sedimentasi LED lebih dari 2 jam Peningkatan kadar steroid adrenal Hipofibrinogenemia Hiperglikemia Hiperalbuminemia Leukositosis Anemia mikrositik Pengaruh obat, misalnya ACTH, kortison, etambutol, kina, salisilat
Tabel 3. Faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan dan penurunan LED8
Peningkatan LED Penurunan LED
Keracunan logam berat akut
Penyakit kolagen vaskuler
Karsinoma
Cedera sel atau jaringan
Artritis gout/pirai Infeksi Gangguan inflamatorik Leukemia Infark miokard Nefritis Sifilis Gagal jantung kongestif Polisitemia
Anemia sel sabit
C-Reactive Protein (CRP)
CRP adalah sebuah reaktan fase akut yang disintesis di hati terhadap respons dari sitokin IL-1 dan IL-6.11 Istilah CRP digunakan karena
reaksi terhadap dinding sel C-polisakarida pneumokokal. Kadar CRP mulai meningkat beberapa jam setelah inflamasi dan akan mencapai puncaknya pada 2-3 hari. Semakin besar stimulusnya, maka akan semakin tinggi dan lama kadar CRP akan bertahan. Setelah stimulus inflamasi dihilangkan, nilai CRP akan turun dengan cepat.9 CRP bekerja dengan cara
berikatan langsung pada mikroorganisme sebagai opsonin untuk komplemen, mengaktivasi neutrofil dan menginhibisi agregasi trombosit. CRP juga berperan untuk membersihkan jaringan nekrotik dan mengaktivasi natural killer cell .
Tabel 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan CRP8 Normal/Tidak bermakna (< 1 mg/dL) Ringan (1-10 mg/dL) Sangat tinggi (>10 mg/dL) Olahraga berat Influenza Kehamilan Gingivitis Stroke Angina pektoris Infark miokard Keganasan Pankreatitis Infeksi mukosa (bronkitis, sistitis) Penyakit jaringan kolagen Infeksi bakteri akut (8085%) Trauma berat Vaskulitis sistemik
Pada individu yang sehat, nilai CRP adalah <0,2 mg/dL. Karena adanya mikrotrauma yang terjadi sepanjang hari, nilai ini dapat meningkat hingga 1 mg/dL. Nilai CRP antara 1-10 mg/dL dianggap sebagai peningkatan ringan dan apabila nilainya >10 mg/dL, dianggap sebagai peningkatan yang sangat tinggi. CRP tidak dipengaruhi variasi diurnal dan diet. CRP sangat berguna untuk menilai respons terhadap terapi dan derajat inflamasi.8
Pemeriksaan CRP merupakan pemeriksaan yang sangat baik untuk melihat adanya kemungkinan infeksi bakteri berat (serious bacterial infection/ SBI ) pada neonatus. Karena CRP tidak menembus plasenta, sehingga kadar CRP yang tinggi menunjukkan adanya produksi de novo. Konsentrasi CRP pada cairan serebrospinal dapat membedakan meningitis yang disebabkan bakteri atau virus. CRP merupakan pemeriksaan yang lebih baik dibandingkan dengan ESR karena CRP
meningkat lebih cepat dan juga menurun lebih cepat.10
Procalcitonin
Procalcitonin (PCT) adalah prehormon dari calcitonin, yang normalnya disekresikan oleh sel C kelenjar tiroid sebagai respons terhadap hiperkalsemia. Mekanisme produksi PCT terhadap respons inflamasi dan fungsinya masih belum diketahui, namun diduga procalcitonin dihasilkan oleh hati, sel mononuklear periferal dan termasuk dalam sitokin yang berhubungan dengan sepsis.1
Procalcitonin dinilai sangat baik untuk mendeteksi adanya infeksi bakteri berat (serious bacterial infection/SBI ) seperti bakteremia, meningitis, infeksi saluran kemih, atau pneumonia. Adapun nilai cut off yang diajukan adalah sebesar 0,12 ng/mL di mana nilai di atas cut off dinyatakan sebagai abnormal.
Dalam membedakan infeksi bakteri dengan infeksi viral, Simon, et al, (2008) melalui meta-analisisnya menyebutkan sensitivitas penanda PCT mencapai 92% dan spesifisitas 73%, hal ini lebih superior apabila dibandingkan dengan sensitivitas penanda CRP setinggi 86% dan spesifisitas yang tidak jauh berbeda, yaitu 70%. Adapun bias yang mungkin dapat terjadi pada meta-analisis ini adalah kadar puncak plasma yang berbeda antara PCT dengan CRP. Sekresi PCT dimulai pada 4 jam pascastimulasi dan memuncak pada 8 jam, sedangkan sekresi CRP dimulai pada 4 – 6 jam pasca-stimulasi dan memuncak dalam 36 jam. Dalam meta-analisis tersebut tidak disebutkan apakah waktu pemeriksaan telah disesuaikan dengan masa kadar puncak plasma masing-masing penanda. Setelah perhitungan likelihood ratio (LR) kedua penanda, peneliti menyimpulkan bahwa akurasi penanda PCT lebih baik dibandingkan CRP. Selain itu, PCT dinilai lebih unggul dalam kecepatan diagnosa dini, yaitu pada 8 jam pertama demam PCT sudah dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya infeksi bakterial.11
Penyakit infeksi non-bakterial seperti malaria dapat meningkatkan nilai penanda CRP dan PCT secara signifikan, sehingga penggunaan kedua penanda ini pada daerah endemik malaria dinilai kurang berguna. Malnutrisi protein berat (kwashiorkor) secara teoritis
dapat mengganggu pembentukan reaktan fase akut. Suatu penelitian oleh Page, et al, (2014) menemukan bahwa nilai median penanda CRP dan PCT pada populasi anak dengan kwashiorkor lebih rendah dibandingkan populasi anak dengan gizi baik. Akan tetapi, peningkatan nilai penanda tersebut tetap bermakna apabila dibandingkan pada populasi yang tidak sakit.12
Kadar PCT dapat meningkat pada subjek yang baru saja diimunisasi, namun penanda ini tetap dapat dipakai untuk identifikasi infeksi bakteri berat. Sebuah penelitian oleh Dauber (2014) terhadap 3 subjek, yaitu bayi dengan SBI, bayi yang baru saja diimunisasi dalam 48 jam terakhir dan bayi sehat yang belum diimunisasi, didapatkan bahwa terdapat peningkatan median SBI pada kelompok bayi yang diimunisasi. Median PCT pada kelompok SBI adalah 0,53 ng/mL, kelompok imunisasi 0,29 ng/mL, dan kelompok kontrol 0,17 ng/ mL. Dengan nilai cut off pada 0,12 ng/mL, PCT dapat mendeteksi SBI pada kelompok bayi terimunisasi dan kelompok kontrol dengan sensitivitas 96%, spesifisitas 23%, dan negative predictive value 96%.13
Composite Bacterial Infection Index
Sebuah penelitian dengan desain kasus-kontrol oleh Kossiva, et al, (2014) mengajukan suatu indeks yang dinamakan Composite Bacterial Infection Index (CBII). Tujuan dari indeks ini adalah untuk membedakan demam yang disebabkan oleh infeksi virus dengan infeksi bakterial menggunakan parameter laboratorium yang lazim digunakan di instalasi gawat darurat (IGD). Indeks ini dirumuskan dengan rasio jumlah neutrofil (N) dengan jumlah limfosit (L) dan monosit (M), yang dikali dengan kadar CRP dan LED, sehingga didapatkan rumus:
N
L + M
X CRP X LED = CBII
Keterangan:
N = jumlah neutrofil dalam persen L = jumlah limfosit dalam persen M = jumlah monosit dalam persen
CRP = kadar C-reactive protein darah dalam satuan mg/dL
LED = laju endap darah dalam satuan mm/jam
Adapun dasar penggunaan rumus di atas adalah jumlah neutrofil, CRP, dan LED dikaitkan dengan adanya infeksi bakterial, sedangkan jumlah limfosit dan monosit dikaitkan dengan infeksi viral (non-bakterial). Nilai cut off untuk CBII yang diajukan adalah 32,45 dengan hasil sensitivitas 85% dan spesifisitas 91%.
Kelemahan yang ada pada penelitian ini antara lain belum ada penelitian lebih lanjut untuk menentukan nilai cut off optimal dari CBII, jumlah populasi yang dipakai dalam penelitian sedikit (138 anak; 69 sehat dan 69 sakit) dan tidak dapat diaplikasikan pada pasien dengan neutropenia.14
SIMPULAN
Diagnosis infeksi bakteri akut pada kasus demam seringkali sulit dibedakan dengan infeksi virus akut, dan pembedaan ini penting untuk menentukan rencana terapi selanjutnya. Penghitungan jumlah leukosit dan hitung jenis merupakan salah satu parameter laboratorium yang paling dasar dalam membedakan infeksi bakteri atau virus. Namun, parameter ini dinilai kurang sensitif dan spesifik untuk menentukan adanya infeksi, sebab peningkatan jumlah leukosit juga dapat disebabkan oleh hal lain selain infeksi, misalnya trauma, keganasan, dan dehidrasi.
Adanya infeksi bakterial dikaitkan dengan peningkatan reaktan fase akut, misalnya laju endap darah (LED). Akan tetapi, LED tidak cukup untuk membedakan infeksi bakteri atau virus karena tidak sensitif dan spesifik. Selain LED, reaktan fase akut lain yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosis infeksi bakteri akut adalah C-reactive protein (CRP) dan procalcitonin (PCT).
Penelitian terbaru mengenai CBII menarik untuk diteliti lebih lanjut, sebab dengan menggabungkan beberapa penanda infeksi bakteri akut, seperti LED, CRP, dan hitung jenis, diharapkan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaannya menjadi lebih tinggi. Dengan demikian, pemakaian antibiotik yang tidak perlu dapat dicegah.
DAFTAR PUSTAKA :
1. Simon L, Gauvin F, Amre DK, Saint-Louis P, Lacroix J. Serum procalcitonin and C-reactive protein levels as penandas of bacterial infection: A systematic review and meta-analysis. Clinical Infectious Disease 2004; 39: 206-17.
2. McCance K, Huether S, Brashers V, Rote N. Patophysiology. Infection. 6th ed. Cleveland: Mosby; 2010. Chapter 9. p. 498-9.
3. Sherwood L. Human physiology: From cells to systems. 7th ed. Australia: Brooks Cole Cengage Learning; 2010.
4. Feigin, Cherry, Demmier-Harrison, Kaplan. Feigin & Cherry’s textbook of pediatric infectious disease. 6th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2009.
5. McInerny TK, Adam HM, Campbell DE, Kamat DM, Kelleher KJ, eds. American Academy of Pediatrics textbook of pediatric care. Elk Grove Village, IL: American Academy of Pediatrics; 2009.
6. Pagana J, Emeritus. Mosby’s manual of diagnostic and laboratory tests. White blood cell count and dierential count (WBC and dierential, leukocyte count, neutrophil count, lymphocyte count, monocyte count, eosinophil count, basophil count). 5th Ed. Pennsylvania: Elsevier; 2007. p. 880-6.
7. Christensen R, Baer V, Gordon P. Reference ranges for lymphocyte counts of neonates: Associations between abnormal counts and outcomes. Pediatrics2012;129. 8. Gryus E, Toussaint MJM, Niewold TA, Koopmans SJ. Acute phase reaction and acute phase proteins. J Zhejiang Univ Sci. 2005; 6B(11):1045-56.
9. Gomez B, Bressan S, Mintegi S, Da Dalt L, Blazquez D, Olaciregui I, et al. Diagnostic value of procalcitonin in well-appearing young febrile infants. Pediatrics 2012; 130(5): 815-22. doi: 10.1542/peds.2011-3575.
10. Batlivala SP. Focus on diagnosis: The erythorcyte sedimentation rate and the C-reactive protein test. Pediatrics in Review. 2009; 30: 72.
11. Maniaci V, Dauber A, Weiss S, Nylen E, Becker KL, Bachur R. Procalcitonin in young febrile infants for the detection of serious bacterial infections. Pediatrics 2008; 122(4): 701 – 10.
12. Page AL, de Rekeneire N, Sayadi S, Aberrane S, Janssens AC, Dehoux M, et al. Diagnostic and prognostic value of procalcitonin and C-reactive protein in malnourished children. Pediatrics 2014; 133(2): 363 -70.
13. Dauber A, Weiss S, Maniaci V, Nylen E, Becker KL, Bachur R. Procalcitonin levels in febrile infants after recent immunization. Pediatrics 2008; 122(5): 1119 – 22. 14. Kossiva L, Gourgiotis DI, Douna B, Marmarinos A, Sdogou T, Tsentidis C. Composite bacterial infection index in the evaluation of bacterial versus viral infection in