• Tidak ada hasil yang ditemukan

21_241Analisis-Pemeriksaan Laboratorium untuk Membedakan Infeksi Bakteri dan Infeksi Virus.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "21_241Analisis-Pemeriksaan Laboratorium untuk Membedakan Infeksi Bakteri dan Infeksi Virus.pdf"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

 Alamat Korespon

 Alamat Korespondensidensi email:email:email: kusuma.radius@gmail.comemail: kusuma.radius@gmail.com

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

Demam merupakan salah satu gejala klinis

Demam merupakan salah satu gejala klinis

yang sering membuat seseorang datang ke

yang sering membuat seseorang datang ke

praktik dokter; kondisi ini sering dikaitkan

praktik dokter; kondisi ini sering dikaitkan

dengan keadaan infeksi. Infeksi umumnya

dengan keadaan infeksi. Infeksi umumnya

disebabkan oleh infeksi virus atau infeksi

disebabkan oleh infeksi virus atau infeksi

bakterial, terkadang infeksi jamur dan parasit.

bakterial, terkadang infeksi jamur dan parasit.

Penentuan diagnosis infeksi bakteri akut sering

Penentuan diagnosis infeksi bakteri akut sering

sulit karena kemiripan gejala klinis dengan

sulit karena kemiripan gejala klinis dengan

infeksi virus akut ataupun peradangan

infeksi virus akut ataupun peradangan

non-infeksi, seperti trauma, reaksi penolakan organ

infeksi, seperti trauma, reaksi penolakan organ

donor, reaksi autoimun, dan sebagainya.

donor, reaksi autoimun, dan sebagainya.

 Terapi

 Terapi memerlukan memerlukan diagnosis. diagnosis. DiagnosisDiagnosis

infeksi bakteri dapat ditegakkan secara pasti

infeksi bakteri dapat ditegakkan secara pasti

dengan pemeriksaan kultur, sedangkan

dengan pemeriksaan kultur, sedangkan

diagnosis pasti infeksi virus dapat ditegakkan

diagnosis pasti infeksi virus dapat ditegakkan

dengan pemeriksaan kadar titer antibodi

dengan pemeriksaan kadar titer antibodi

serum dan kadar antigen virus (

serum dan kadar antigen virus (viral load viral load ).).

Pada praktik sehari-hari, kedua hal ini

Pada praktik sehari-hari, kedua hal ini

 jarang

 jarang dikerjakan dikerjakan karena karena hasil hasil pemeriksaanpemeriksaan

laboratorium cenderung lambat. Oleh karena

laboratorium cenderung lambat. Oleh karena

itu, adanya suatu penanda yang dapat

itu, adanya suatu penanda yang dapat

menggambarkan adanya infeksi bakteri akut

menggambarkan adanya infeksi bakteri akut

pada awal perjalanan penyakit dapat sangat

pada awal perjalanan penyakit dapat sangat

membantu mengarahkan rencana terapi,

membantu mengarahkan rencana terapi,

mengurangi penggunaan antibiotik yang

mengurangi penggunaan antibiotik yang

tidak rasional, dan memperbaiki

tidak rasional, dan memperbaiki outcomeoutcome

 jangka panjang.

 jangka panjang.11

P

PARAMETER ARAMETER LABORATLABORATORIUMORIUM Sel Darah Putih/ Leukosit

Sel Darah Putih/ Leukosit

Pengukuran leukosit total dan diferensiasi

Pengukuran leukosit total dan diferensiasi

biasa digunakan pada pasien infeksi,

biasa digunakan pada pasien infeksi,

neoplasma, alergi, atau imunosupresi. Hitung

neoplasma, alergi, atau imunosupresi. Hitung

leukosit terdiri atas 2 komponen, yaitu total

leukosit terdiri atas 2 komponen, yaitu total selsel

dalam 1 mm

dalam 1 mm33  darah vena perifer dan hitung  darah vena perifer dan hitung

 jenis

 jenis ((differential count differential count ). Sebanyak 75-90%). Sebanyak 75-90%

total leukosit terdiri dari limfosit dan neutrofil.

total leukosit terdiri dari limfosit dan neutrofil.

Peningkatan leukosit total (leukositosis)

Peningkatan leukosit total (leukositosis)

mengindikasikan adanya infeksi, inflamasi,

mengindikasikan adanya infeksi, inflamasi,

nekrosis jaringan, atau neoplasia leukemik.

nekrosis jaringan, atau neoplasia leukemik.

Selain itu, trauma dan stres, baik emosional

Selain itu, trauma dan stres, baik emosional

maupun fisik, dapat meningkatkan nilai

maupun fisik, dapat meningkatkan nilai

leukosit. Pada keadaan infeksi, khususnya

leukosit. Pada keadaan infeksi, khususnya

sepsis, nilai leukosit biasanya akan sangat

sepsis, nilai leukosit biasanya akan sangat

tinggi. Fenomena ini disebut sebagai reaksi

tinggi. Fenomena ini disebut sebagai reaksi

leukemoid dan akan membaik dengan cepat

leukemoid dan akan membaik dengan cepat

apabila infeksi berhasil ditangani.

apabila infeksi berhasil ditangani.66

Lima tipe leukosit dapat dibedakan melalui

Lima tipe leukosit dapat dibedakan melalui

pemeriksaan darah samar. Sel-sel ini adalah

pemeriksaan darah samar. Sel-sel ini adalah

neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, dan

neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, dan

basofil.

basofil.

Pemeriksaan Laboratorium untuk Membedakan

Pemeriksaan Laboratorium untuk Membedakan

Infeksi Bakteri dan Infeksi Virus

Infeksi Bakteri dan Infeksi Virus

 Andika Surya Atmadja,

 Andika Surya Atmadja,

11

 Radius Kusuma,

 Radius Kusuma,

22

 Freddy Dinata

 Freddy Dinata

22

1

1Dokter Umum di Wilayah Pulomas, Jakarta TimurDokter Umum di Wilayah Pulomas, Jakarta Timur

2

2Dokter Umum di Wilayah Kebon Jeruk, Jakarta BaratDokter Umum di Wilayah Kebon Jeruk, Jakarta Barat

ABSTRAK  ABSTRAK 

Infeksi bakteri akut sering sukar dibedakan dari

Infeksi bakteri akut sering sukar dibedakan dari infeksi virus karena kemiripan infeksi virus karena kemiripan gejala klinis keduanya. Dalam praktik, penegakan diagnosis infeksigejala klinis keduanya. Dalam praktik, penegakan diagnosis infeksi

bakteri dilakukan melalui pemeriksaan kultur, sedangkan infeksi virus melalui pemeriksaan titer antibodi dan

bakteri dilakukan melalui pemeriksaan kultur, sedangkan infeksi virus melalui pemeriksaan titer antibodi danviral load.viral load. Namun, pemeriksaan Namun, pemeriksaan

tersebut jarang dilakukan karena membutuhkan waktu lama. Di sisi lain, pemberian

tersebut jarang dilakukan karena membutuhkan waktu lama. Di sisi lain, pemberian terapi harus segera dilakukan. Saat ini, terapi harus segera dilakukan. Saat ini, parameter laboratoriumparameter laboratorium

yang dianggap sebagai penanda infeksi bakteri akut

yang dianggap sebagai penanda infeksi bakteri akut adalah jumlah leukosit, hitung jenis, laju endap darah, dan berbagai adalah jumlah leukosit, hitung jenis, laju endap darah, dan berbagai jenis reaktan fase akut.jenis reaktan fase akut.

Reaktan fase akut, seperti

Reaktan fase akut, sepertiC-reactive proteinC-reactive protein(CRP) dan(CRP) dan procalcit procalcitoninonin (PCT), memiliki sensitivitas  (PCT), memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik. Ada yang dan spesifisitas yang baik. Ada yang mengajukanmengajukan

indeks gabungan nilai LED, hitung jenis, dan CRP dengan nilai

indeks gabungan nilai LED, hitung jenis, dan CRP dengan nilai cut-off cut-off  tertentu, sehingga sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan diharapkan tertentu, sehingga sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan diharapkan

menjadi lebih tinggi.

menjadi lebih tinggi.

Kata kunci:

Kata kunci: Bakteri, CRP, infeksi, penanda, PCT  Bakteri, CRP, infeksi, penanda, PCT 

ABSTRACT ABSTRACT

Discriminating acute bacterial infections from viral infection is challenging due to the similarity of symptoms. In practice, the

Discriminating acute bacterial infections from viral infection is challenging due to the similarity of symptoms. In practice, the diagnosis of bacterialdiagnosis of bacterial

infection carried through culture examination, while the virus

infection carried through culture examination, while the virus infection through the examination of antibody titer infection through the examination of antibody titer and viral load. However, theand viral load. However, the

examination is rarely performed because it takes a long time. However, prompt treatment must be done. In the current practice, laboratory

examination is rarely performed because it takes a long time. However, prompt treatment must be done. In the current practice, laboratory

parameter which are considered as an acute bacterial infection marker are leukocyte count, differential count, erythrocyte sedimentation rate

parameter which are considered as an acute bacterial infection marker are leukocyte count, differential count, erythrocyte sedimentation rate

(ESR), and a variety of acute phase reactants. Acute phase reactans such as

(ESR), and a variety of acute phase reactants. Acute phase reactans such asC-reactive proteinC-reactive protein(CRP) and(CRP) and procalcito procalcitoninnin (PCT) have good sensitivity (PCT) have good sensitivity

and specificity in determining acute bacterial infection. A formula to calculate ESR, differential count, and CRP was proposed. Results were

and specificity in determining acute bacterial infection. A formula to calculate ESR, differential count, and CRP was proposed. Results were

then compared to a certain cut-off value to increase test sensitivity and specificity.

then compared to a certain cut-off value to increase test sensitivity and specificity. Andika Surya Atmadja, Radius Kusuma, Freddy Dinata.Andika Surya Atmadja, Radius Kusuma, Freddy Dinata.

Laboratory Examination to Differentiat

Laboratory Examination to Differentiate Bacterial Infection e Bacterial Infection and Viral Infectionsand Viral Infections

Keywords:

(2)

Leukosit dibagi menjadi granulosit dan non-granulosit. Granulosit terdiri dari neutrofil, basofil, dan eosinofil; limfosit dan monosit termasuk dalam non-granulosit. Karena bentuknya yang multilobi nuclei , neutrofil kadang disebut sebagai leukosit polimorfonuklear (PMN). Granulosit yang paling dominan, yaitu neutrofil, diproduksi dalam 7-14 hari, bertahan dalam sirkulasi selama 6 jam. Fungsi utama neutrofil adalah fagositosis (membunuh dan mencerna mikroorganisme). Infeksi bakteri akut dan trauma memicu produksi neutrofil. Peningkatan jumlah neutrofil ini bisa disebut sebagai “shift to the left ” yang mengindikasikan adanya infeksi bakterial akut.

Basofil (sel mast)  dan khususnya eosinofil berperan pada reaksi alergi. Sel-sel ini mampu memfagositosis kompleks antigen antibodi. Setelah reaksi alergi menghilang, hitung eosinofil akan berkurang. Eosinofil dan basofil tidak berespons dengan infeksi bakteri ataupun viral. Infeksi parasit dapat menstimulasi produksi sel-sel ini.

Non-granulosit (sel mononuklear) termasuk limfosit dan monosit (termasuk histiosit). Limfosit terdiri dari 2 tipe, yaitu sel T (timus) dan sel B (sumsum tulang). Sel T berperan terutama pada reaksi imun tipe seluler, sedangkan sel B berperan pada imunitas humoral (produksi antibodi). Sel T adalah sel pembunuh (killer cell ), sel supressor, dan sel T4 helper . Peningkatan hitung limfosit mengindikasikan adanya infeksi bakteri kronis atau infeksi viral akut.6,7

Monosit adalah sel fagositik yang dapat melawan bakteri sama seperti neutrofil. Monosit memproduksi interferon, yang merupakan imunostimulan endogen tubuh. Monosit dapat diproduksi secara cepat dan bertahan lebih lama dibandingkan neutrofil. Keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan nilai leukosit total (leukositosis) adalah:6

 Infeksi: leukosit akan meningkat untuk memulai dan mempertahankan mekanisme pertahanan tubuh untuk mengatasi infeksi.

 Keganasan: Ca paru dapat mengakibatkan leukositosis. Mekanisme masih belum diketahui dengan jelas.

Gambar 1. Diferensiasi sel darah putih6

 Tabel 1. Hal-hal yang dapat mempengaruhi kadar masing-masing komponen leukosit6

Tipe Leukosit Peningkatan Penurunan

Neutrofil  Stres fisik atau emosional

 Infeksi akut supuratif 

 Leukemia mielositik 

 Trauma

 Sindrom Cushing

 Kelainan inflamatorik (misalnya demam rematik, tiroiditis, artritis reumatoid)

 Kelainan metabolik (misalnya ketoasidosis, pirai/  gout, eklampsia)

 Anemia aplastik 

 Defisiensi zat gizi

 Infeksi bakteri hebat (terutama pada orang tua)

 Infeksi virus (misalnya hepatitis, influenza, campak)

 Terapi radiasi

 Penyakit Addison

 Pengaruh obat-obatan mielotoksik (seperti pada kemoterapi) Limfosit  Infeksi bakteri kronis

 Infeksi virus (misalnya campak, rubella, hepatitis)

 Leukemia limfositik   Mieloma multipel  Mononukleosis infeksiosa  Radiasi  Leukemia  Sepsis  Penyakit imunodefisiensi  Lupus eritematosa

 Fase lanjutan infeksi HIV 

 Pengaruh obat-obatan kortikosteroid, antineoplastik 

 Terapi radiasi Monosit  Kelainan inflamatorik kronis

 Infeksi virus (misalnya mononukleosis infeksiosa)

 Tuberkulosis

 Kolitis ulserativa kronis

 Parasit (misalnya malaria)

 Anemia aplastik 

 Hairy cell leukemia

 Pengaruh obat prednison

Eosinofil  Infeksi parasitik 

 Reaksi alergi

 Eksem

 Leukemia

 Penyakit autoimun

Peningkatan produksi adrenosteroid

Basofil  Penyakit mieloproliferatif (misalnya mielofibrosis, polisitemia rubra vera)

 Leukemia

 Reaksi alergi akut

 Hipertiroidisme

(3)

  Trauma, stres, perdarahan: leukosit total di bawah pengaruh hormonal (epinefrin)

 Inflamasi: pengenalan jaringan normal ataupun nekrotik yang dianggap benda asing, sehingga meningkatkan respons leukosit.

 Dehidrasi: dehidrasi menimbulkan keadaan stres pada tubuh, selain itu keadaan hemokonsentrasi secara tidak langsung akan meningkatkan nilai leukosit.

 Thyroid storm: peningkatan hormon tiroid dapat berkaitan dengan peningkatan leukosit.

 Steroid: glukokortikoid memicu produksi leukosit.

Hal-hal yang dapat menyebabkan leukopenia adalah:6

 Kegagalan sumsum tulang

 Infeksi luar biasa

 Defisiensi vitamin B12 dan zat besi

 Infiltrasi sumsum tulang, misalnya mielofibrosis

 Hipersplenisme: lien akan secara agresif mengekstraksi leukosit dari aliran darah. Reaktan Fase Akut ( Acute Phase Reactant )  Terdapat berbagai kelompok protein pada

reaksi fase akut, antara lain erythrocyte sedimentation rate  (ESR)/ laju endap darah (LED), C-reactive protein  (CRP),  procalcitonin (PCT), fibrinogen, ferritin, serum amiloid protein A, 1 antikemotripsin, alfa-1 antitripsin, haptoglobulin, alfa-a asam glukoprotein, seruloplasmin, dan C3,C4.8

Parameter laboratorium reaktan fase akut yang lazim diperiksa, yaitu LED, CRP, dan PCT. Laju Endap Darah (LED)

Pemeriksaan laju endap darah (LED) atau erythrocyte sedimentation rate  (ESR) tidak dapat menentukan diagnosis klinis, tetapi sering dilakukan karena biayanya terjangkau dan dapat menilai respons terhadap terapi. Hal yang menentukan LED adalah pembentukan rouleaux berupa agregasi eritrosit. Agregasi eritrosit ditentukan dari dorongan elektrostatiknya. Eritrosit normal mempunyai dorongan negatif dan saling menolak. Namun, beberapa protein plasma mempunyai dorongan positif dan menetralisir membran eritrosit, sehingga mengurangi daya tolak dan menyebabkan agregasi.8

Protein-protein yang berperan dalam

pengendapan eritrosit adalah fibrinogen, albumin, alfa dan beta globulin, namun fibrinogen mempunyai kontribusi paling besar. Peningkatan sedikit dari kadar fibrinogen dapat memberikan peningkatan yang besar pada LED. Hal ini menyebabkan pemeriksaan LED dapat dijadikan gambaran fibrinogen secara tidak langsung. Karena LED dipengaruhi oleh beberapa protein plasma, maka kadar LED meningkat secara lambat dari onset   inflamasi dan tetap tinggi selama beberapa hari atau beberapa minggu setelah inflamasi teratasi. LED tidak selalu mencerminkan reaksi fase akut. Terdapat beberapa kondisi selain inflamasi yang dapat meningkatkan atau menurunkan nilai LED. Kelainan seperti polisitemia dan kelainan morfologi dari sel darah merah seperti pada anemia sel sabit mempunyai kecenderungan untuk lebih sulit membentuk rouleaux,  sehingga akan mempunyai nilai LED yang rendah. Anemia akan cenderung untuk membentuk rouleaux,  sehingga akan meningkatkan nilai LED.8

 Tabel 2.  Faktor-faktor yang dapat menyebabkan perubahan palsu pada LED.8

Faktor Penyebab Peningkatan Palsu Faktor Penyebab Penurunan Palsu  Peningkatan kadar fibrinogen, globulin, kolesterol

 Suhu ruangan yang tinggi

 Anemia makrositik 

 Menstruasi

 Kehamilan

 Tabung reaksi LED yang miring/tergeletak   Pengaruh obat, misalnya dekstran, metildopa, metisergid, penisilamin, prokainamid, teofilin, trifluoroperidol, vitamin A  Kakheksia

 Koagulasi pada sampel darah  Peningkatan garam empedu  Peningkatan kadar fosfolipid  Pembentukan sedimentasi LED lebih dari 2 jam  Peningkatan kadar steroid adrenal  Hipofibrinogenemia  Hiperglikemia  Hiperalbuminemia  Leukositosis  Anemia mikrositik   Pengaruh obat, misalnya ACTH, kortison, etambutol, kina, salisilat

 Tabel 3.  Faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan dan penurunan LED8

Peningkatan LED Penurunan LED

 Keracunan logam berat akut

 Penyakit kolagen vaskuler

 Karsinoma

 Cedera sel atau jaringan

 Artritis gout/pirai  Infeksi  Gangguan inflamatorik   Leukemia  Infark miokard  Nefritis  Sifilis  Gagal jantung kongestif   Polisitemia

 Anemia sel sabit

C-Reactive Protein (CRP)

CRP adalah sebuah reaktan fase akut yang disintesis di hati terhadap respons dari sitokin IL-1 dan IL-6.11  Istilah CRP digunakan karena

reaksi terhadap dinding sel C-polisakarida pneumokokal. Kadar CRP mulai meningkat beberapa jam setelah inflamasi dan akan mencapai puncaknya pada 2-3 hari. Semakin besar stimulusnya, maka akan semakin tinggi dan lama kadar CRP akan bertahan. Setelah stimulus inflamasi dihilangkan, nilai CRP akan turun dengan cepat.9 CRP bekerja dengan cara

berikatan langsung pada mikroorganisme sebagai opsonin untuk komplemen, mengaktivasi neutrofil dan menginhibisi agregasi trombosit. CRP juga berperan untuk membersihkan jaringan nekrotik dan mengaktivasi natural killer cell .

 Tabel 4.  Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan CRP8 Normal/Tidak bermakna (< 1 mg/dL) Ringan (1-10 mg/dL) Sangat tinggi (>10 mg/dL) Olahraga berat Influenza Kehamilan Gingivitis Stroke Angina pektoris  Infark miokard  Keganasan  Pankreatitis  Infeksi mukosa (bronkitis, sistitis)  Penyakit  jaringan kolagen  Infeksi bakteri akut (8085%)  Trauma berat  Vaskulitis sistemik 

Pada individu yang sehat, nilai CRP adalah <0,2 mg/dL. Karena adanya mikrotrauma yang terjadi sepanjang hari, nilai ini dapat meningkat hingga 1 mg/dL. Nilai CRP antara 1-10 mg/dL dianggap sebagai peningkatan ringan dan apabila nilainya >10 mg/dL, dianggap sebagai peningkatan yang sangat tinggi. CRP tidak dipengaruhi variasi diurnal dan diet. CRP sangat berguna untuk menilai respons terhadap terapi dan derajat inflamasi.8

Pemeriksaan CRP merupakan pemeriksaan yang sangat baik untuk melihat adanya kemungkinan infeksi bakteri berat (serious bacterial infection/ SBI ) pada neonatus. Karena CRP tidak menembus plasenta, sehingga kadar CRP yang tinggi menunjukkan adanya produksi de novo. Konsentrasi CRP pada cairan serebrospinal dapat membedakan meningitis yang disebabkan bakteri atau virus. CRP merupakan pemeriksaan yang lebih baik dibandingkan dengan ESR karena CRP

(4)

meningkat lebih cepat dan juga menurun lebih cepat.10

Procalcitonin

Procalcitonin  (PCT) adalah prehormon dari calcitonin, yang normalnya disekresikan oleh sel C kelenjar tiroid sebagai respons terhadap hiperkalsemia. Mekanisme produksi PCT terhadap respons inflamasi dan fungsinya masih belum diketahui, namun diduga  procalcitonin dihasilkan oleh hati, sel mononuklear periferal dan termasuk dalam sitokin yang berhubungan dengan sepsis.1

Procalcitonin  dinilai sangat baik untuk mendeteksi adanya infeksi bakteri berat (serious bacterial infection/SBI ) seperti bakteremia, meningitis, infeksi saluran kemih, atau pneumonia. Adapun nilai cut off  yang diajukan adalah sebesar 0,12 ng/mL di mana nilai di atas cut off   dinyatakan sebagai abnormal.

Dalam membedakan infeksi bakteri dengan infeksi viral, Simon, et al, (2008) melalui meta-analisisnya menyebutkan sensitivitas penanda PCT mencapai 92% dan spesifisitas 73%, hal ini lebih superior apabila dibandingkan dengan sensitivitas penanda CRP setinggi 86% dan spesifisitas yang tidak jauh berbeda, yaitu 70%. Adapun bias yang mungkin dapat terjadi pada meta-analisis ini adalah kadar puncak plasma yang berbeda antara PCT dengan CRP. Sekresi PCT dimulai pada 4 jam pascastimulasi dan memuncak pada 8 jam, sedangkan sekresi CRP dimulai pada 4 – 6 jam pasca-stimulasi dan memuncak dalam 36 jam. Dalam meta-analisis tersebut tidak disebutkan apakah waktu pemeriksaan telah disesuaikan dengan masa kadar puncak plasma masing-masing penanda. Setelah perhitungan likelihood ratio (LR) kedua penanda, peneliti menyimpulkan bahwa akurasi penanda PCT lebih baik dibandingkan CRP. Selain itu, PCT dinilai lebih unggul dalam kecepatan diagnosa dini, yaitu pada 8 jam pertama demam PCT sudah dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya infeksi bakterial.11

Penyakit infeksi non-bakterial seperti malaria dapat meningkatkan nilai penanda CRP dan PCT secara signifikan, sehingga penggunaan kedua penanda ini pada daerah endemik malaria dinilai kurang berguna. Malnutrisi protein berat (kwashiorkor) secara teoritis

dapat mengganggu pembentukan reaktan fase akut. Suatu penelitian oleh Page, et al, (2014) menemukan bahwa nilai median penanda CRP dan PCT pada populasi anak dengan kwashiorkor lebih rendah dibandingkan populasi anak dengan gizi baik. Akan tetapi, peningkatan nilai penanda tersebut tetap bermakna apabila dibandingkan pada populasi yang tidak sakit.12

Kadar PCT dapat meningkat pada subjek yang baru saja diimunisasi, namun penanda ini tetap dapat dipakai untuk identifikasi infeksi bakteri berat. Sebuah penelitian oleh Dauber (2014) terhadap 3 subjek, yaitu bayi dengan SBI, bayi yang baru saja diimunisasi dalam 48 jam terakhir dan bayi sehat yang belum diimunisasi, didapatkan bahwa terdapat peningkatan median SBI pada kelompok bayi yang diimunisasi. Median PCT pada kelompok SBI adalah 0,53 ng/mL, kelompok imunisasi 0,29 ng/mL, dan kelompok kontrol 0,17 ng/  mL. Dengan nilai cut off  pada 0,12 ng/mL, PCT dapat mendeteksi SBI pada kelompok bayi terimunisasi dan kelompok kontrol dengan sensitivitas 96%, spesifisitas 23%, dan negative  predictive value 96%.13

Composite Bacterial Infection Index 

Sebuah penelitian dengan desain kasus-kontrol oleh Kossiva, et al, (2014) mengajukan suatu indeks yang dinamakan Composite Bacterial Infection Index (CBII). Tujuan dari indeks ini adalah untuk membedakan demam yang disebabkan oleh infeksi virus dengan infeksi bakterial menggunakan parameter laboratorium yang lazim digunakan di instalasi gawat darurat (IGD). Indeks ini dirumuskan dengan rasio jumlah neutrofil (N) dengan  jumlah limfosit (L) dan monosit (M), yang dikali dengan kadar CRP dan LED, sehingga didapatkan rumus:

L + M

 X CRP X LED = CBII 

Keterangan:

N = jumlah neutrofil dalam persen L = jumlah limfosit dalam persen M = jumlah monosit dalam persen

CRP = kadar C-reactive protein  darah dalam satuan mg/dL

LED = laju endap darah dalam satuan mm/jam

Adapun dasar penggunaan rumus di atas adalah jumlah neutrofil, CRP, dan LED dikaitkan dengan adanya infeksi bakterial, sedangkan  jumlah limfosit dan monosit dikaitkan dengan infeksi viral (non-bakterial). Nilai cut off  untuk CBII yang diajukan adalah 32,45 dengan hasil sensitivitas 85% dan spesifisitas 91%.

Kelemahan yang ada pada penelitian ini antara lain belum ada penelitian lebih lanjut untuk menentukan nilai cut off   optimal dari CBII, jumlah populasi yang dipakai dalam penelitian sedikit (138 anak; 69 sehat dan 69 sakit) dan tidak dapat diaplikasikan pada pasien dengan neutropenia.14

SIMPULAN

Diagnosis infeksi bakteri akut pada kasus demam seringkali sulit dibedakan dengan infeksi virus akut, dan pembedaan ini penting untuk menentukan rencana terapi selanjutnya. Penghitungan jumlah leukosit dan hitung jenis merupakan salah satu parameter laboratorium yang paling dasar dalam membedakan infeksi bakteri atau virus. Namun, parameter ini dinilai kurang sensitif dan spesifik untuk menentukan adanya infeksi, sebab peningkatan jumlah leukosit juga dapat disebabkan oleh hal lain selain infeksi, misalnya trauma, keganasan, dan dehidrasi.

Adanya infeksi bakterial dikaitkan dengan peningkatan reaktan fase akut, misalnya laju endap darah (LED). Akan tetapi, LED tidak cukup untuk membedakan infeksi bakteri atau virus karena tidak sensitif dan spesifik. Selain LED, reaktan fase akut lain yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosis infeksi bakteri akut adalah C-reactive protein (CRP) dan procalcitonin (PCT).

Penelitian terbaru mengenai CBII menarik untuk diteliti lebih lanjut, sebab dengan menggabungkan beberapa penanda infeksi bakteri akut, seperti LED, CRP, dan hitung  jenis, diharapkan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaannya menjadi lebih tinggi. Dengan demikian, pemakaian antibiotik yang tidak perlu dapat dicegah.

(5)

DAFTAR PUSTAKA :

1. Simon L, Gauvin F, Amre DK, Saint-Louis P, Lacroix J. Serum procalcitonin and C-reactive protein levels as penandas of bacterial infection: A systematic review and meta-analysis. Clinical Infectious Disease 2004; 39: 206-17.

2. McCance K, Huether S, Brashers V, Rote N. Patophysiology. Infection. 6th ed. Cleveland: Mosby; 2010. Chapter 9. p. 498-9.

3. Sherwood L. Human physiology: From cells to systems. 7th ed. Australia: Brooks Cole Cengage Learning; 2010.

4. Feigin, Cherry, Demmier-Harrison, Kaplan. Feigin & Cherry’s textbook of pediatric infectious disease. 6th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2009.

5. McInerny TK, Adam HM, Campbell DE, Kamat DM, Kelleher KJ, eds. American Academy of Pediatrics textbook of pediatric care. Elk Grove Village, IL: American Academy of Pediatrics; 2009.

6. Pagana J, Emeritus. Mosby’s manual of diagnostic and laboratory tests. White blood cell count and dierential count (WBC and dierential, leukocyte count, neutrophil count, lymphocyte count, monocyte count, eosinophil count, basophil count). 5th Ed. Pennsylvania: Elsevier; 2007. p. 880-6.

7. Christensen R, Baer V, Gordon P. Reference ranges for lymphocyte counts of neonates: Associations between abnormal counts and outcomes. Pediatrics2012;129. 8. Gryus E, Toussaint MJM, Niewold TA, Koopmans SJ. Acute phase reaction and acute phase proteins. J Zhejiang Univ Sci. 2005; 6B(11):1045-56.

9. Gomez B, Bressan S, Mintegi S, Da Dalt L, Blazquez D, Olaciregui I, et al. Diagnostic value of procalcitonin in well-appearing young febrile infants. Pediatrics 2012; 130(5): 815-22. doi: 10.1542/peds.2011-3575.

10. Batlivala SP. Focus on diagnosis: The erythorcyte sedimentation rate and the C-reactive protein test. Pediatrics in Review. 2009; 30: 72.

11. Maniaci V, Dauber A, Weiss S, Nylen E, Becker KL, Bachur R. Procalcitonin in young febrile infants for the detection of serious bacterial infections. Pediatrics 2008; 122(4): 701 – 10.

12. Page AL, de Rekeneire N, Sayadi S, Aberrane S, Janssens AC, Dehoux M, et al. Diagnostic and prognostic value of procalcitonin and C-reactive protein in malnourished children. Pediatrics 2014; 133(2): 363 -70.

13. Dauber A, Weiss S, Maniaci V, Nylen E, Becker KL, Bachur R. Procalcitonin levels in febrile infants after recent immunization. Pediatrics 2008; 122(5): 1119 – 22. 14. Kossiva L, Gourgiotis DI, Douna B, Marmarinos A, Sdogou T, Tsentidis C. Composite bacterial infection index in the evaluation of bacterial versus viral infection in

Gambar

Gambar 1. Diferensiasi sel darah putih 6

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, peneliti berusaha meneliti makna konotatif, denotatif dan isi pesan slogan yang disampaikan iklan ―Yamaha N-Max Momen Terbaik Bersama

Pusat Ilmu Pengetahuan Hutan Catalonia (Forest Sciences Center of Catalonia /CFTC), pada tanggal 14 Pebruari 2012, menjadi tuan rumah sebuah pertemuan antara perwakilan Satuan

Alat-alat berat (yang sering dikenal di dalam ilmu Teknik Sipil) merupakan alat yang digunakan untuk membantu manusia dalam melakukan pekerjaan pembangunan

Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus.. Pindahkan tangan

Salah satu cara untuk memenuhi ekspektasi stakeholder adalah dengan menjalin hubungan secara kontinu. Misalnya, sebuah bisnis global yang berusaha untuk memonitor

UNTUK DITAMPAL..

Berdasarkan hasil pre test dan post test diatas, maka dapat dinyatakan bahwa hipotesis statistik yang diajukan dalam penelitian yang berbunyi “Penerapan bimbingan

According to the system approach, Bahasa Indonesia, which belongs to the cultural subsystem, serves the function as an official language and a national language.. All