• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peluang Pemanfaatan Sistem Refrigerasi Cascade Sebagai Air Conditioner

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peluang Pemanfaatan Sistem Refrigerasi Cascade Sebagai Air Conditioner"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Peluang Pemanfaatan Sistem Refrigerasi Cascade Sebagai Air

Conditioner

Ade Suryatman Marganaa*, Anggi Gumilara**

(a)Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara Politeknik Negeri Bandung

*

adesmargana@polban.ac.id, **

anggigumilar94@gmail.com

Abstrak

Penggunaan sistem pengkondisisan udara (air conditioning system) pada saat ini merupakan hal yang sangat penting baik untuk kenyamanan manusia maupun untuk pemakaian di sektor industry, yang menjadi permasalahan adalah sistem pengkondisian udara memerlukan penggunaan daya yang sangat besar, sebagai contoh dalam sebuah gedung komersial daya yang dibutuhkan untuk sistem tata udara sebesar 60% dari daya yang digunakan oleh gedung komersial tersebut. Pada sektor industri perbedaan antara biaya penggunaan peralatan listrik pada Waktu Beban Puncak (WBP) dengan Luar Waktu Beban Puncak (LWBP) menjadikan tarif listrik per-kWh berbeda-beda tiap waktunya. Sehingga penggunaan peralatan listrik yang tidak mengenal waktu menjadikan biaya operasional listrik akan membengkak. Pada penelitian ini, model sistem refrigerasi cascade sebagai air conditioner disimulasikan untuk menghindari penggunaan peralatan listrik (air conditioner) pada WBP. Alat yang digunakan adalah mesin pendingin refrigerasi kompresi uap dan fan coil unit. Pada simulasi terdapat dua proses, yaitu proses penyimpanan kalor pada air oleh sistem pendingin kompresi uap selama 240 menit yang dioperasikan pada LWBP dan penggunaan air dingin untuk air conditioner oleh sistem fan coil unit pada WBP. Hasil simulasi menunjukan bahwa model ini dapat menangani panas ruangan selama 255 menit dengan kapasitas pendinginan udara rata-rata 1,2 kW. Selain itu hasil simulasi penggunaan model ini dapat menghemat tarif listrik hingga 28% dari penggunaan normal.

Kata kunci: sistem refrigerasi cascade, air conditioner, waktu beban puncak, luar waktu beban puncak

PENDAHULUAN

Mesin pengondisi udara ruangan atau air conditioner kini sudah memegang peranan penting dalam aktifitas manusia, hal tersebut dilihat dari banyaknya penggunaan air conditioner seperti pada gedung perkantoran, kendaraan, rumah sakit, rumah tangga dan industri produksi yang digunakan untuk memenuhi kenyamanan termal ruangan. Dalam setiap aktifitas, manusia mengalami metabolisme yang menghasilkan panas yang akan dibuang dari luar tubuhnya. Oleh karena itu temperatur ruangan dijaga lebih rendah agar manusia tidak merasa panas saat melakukan aktivitas. Salah satu persyaratan kondisi fisik yang nyaman adalah suhu nyaman, yaitu sutu kondisi termal udara didalam ruangan yang tidak mengganggu tubuhnya. Indonesia berpedoman pada standar Amerika (ASHRAE 55-1992) merekomendasikan suhu nyaman 22,5°-26ºC.

Pada umumnya sistem pendingin ruangan menggunakan metode direct expansion atau menggunakan refrigeran sebagai media penukar kalor langsung dengan udara ruangan. Namun dengan metode ini, pengguna tidak akan terhindar dari Waktu Beban Puncak (WBP) dimana nilai dari biaya operasional listrik lebih mahal dibanding dengan Luar Waktu Beban Puncak (LWBP) dimana biaya operasional listrik bernilai normal. Dengan menggunakan sistem refrigerasi cascade, perlu adanya suatu sistem penyimpanan kalor atau ice bank untuk menghindari penggunaan air conditioner pada saat waktu peak load. Ice bank dapat memungkinkan penggunaan

air conditioner diluar waktu peak load, sehingga dapat menyimpan kalor untuk digunakan pada WBP dan dapat

menghindari biaya operasional yang mahal (McDowall, Robert. Fundamentals of HVAC Systems SI Edition. Atlanta, USA: ELSEVIER. 2007) [8].

Berdsarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian tentang Peluang Pemanfaatan Sistem Refrigerasi Cascade sebagai Air Conditioner.

Ice Bank merupakan salah satu dari aplikasi thermal storage yang merupakan bagian dari sistem

pendingin ruangan. Ice Bank ini nantinya akan berfungsi sebagai media penyimpanan kalor, dimana air sebagai penukar kalor akan diturunkan temperaturnya hingga berubah fasa sebagian air menjadi es. Sehingga Ice Bank bisa menyimpan air dingin yang digunakan sebagai cadangan media penukaran kalor.

METODOLOGI PENELITIAN

(2)

Sistem ice bank pada umumnya mengggunakan sistem refrigerasi kompresi uap untuk mendinginkan media pendingin yaitu air. Dalam hal ini media pendingin air akan digunakan untuk pendinginan udara pada ruangan yang akan dikondisikan.

Gambar 1. Sistem refrigerasi kompresi uap Cascade

Peralatan yang di pakai dalam penelitian ini ditunjukkan oleh gambar 2.1. Komponen utama dari sistem refrigerasi cascade adalah kompresor, condenser berpendingin udara, liquid receiver, filter dryer, capillary tube,

thermal ice storage, water pump, dan fan coil unit. Refrigeran yang digunakan R-22.

Rancangan mesin pendingin Cascade Joule-Thomson yang dilengkapi dengan thermal ice storage seperti terlihat pada gambar 2.2. terlihat bahwa penukar kalor evaporator shell and coil diletakkan di dalam chamber penampung air.

Gambar 2.2. Thermal ice storage

Dinding thermal storage menggunakan lapisan luar pelat alumunium, bagian tengah menggunakan insulasi panas polyurethane dan bagian lapisan dalam menggunakan bahan plastik. Oleh karena temperatur

thermal storage rendah maka akan mengakibatkan perpindahan kalor yang cukup kuat antara lingkungan dengan thermal storage, sehingga diperlukan ketebalan dan kerapatan bahan insulasi yang tepat. Pada penelitian ini akan

dilakukan dua ketebalan dan kerapatan bahan insulasi, sehingga dihasilkan nilai ”U” (koefisien overall heat

transfer) lebih kecil dari 0,1 W/m2.oC

sangat rendah maka akan mengakibatkan perpindahan kalor yang cukup kuat antara lingkungan dengan

cooling box, sehingga diperlukan ketebalan dan kerapatan bahan insulasi yang tepat. Pada penelitian ini akan

dilakukan dua ketebalan dan kerapatan bahan insulasi, sehingga dihasilkan nilai ”U” (koefisien overall heat

transfer) lebih kecil dari 0,1 W/m2.oC

(3)

Dengan :

q : Laju perpindahan kalor total, W U : Perpindahan kalor menyeluruh,

[W/m2.K]

tm : Beda temperatur rata-rata, [K] A : Luas bidang pertukaran kalor, [m2] hi : Koefisien perpindahan kalor ditinjau

dari sisi permukaan dalam, [W/m2.K]

ho : Koefisien perpindahan kalor ditinjau

dari sisi permukaan luar, [W/m2.K]

Ao : Luas pertukaran kalor sisi luar, , m2

Ai : Luas pertukaran kalor sisi luar, , m2

Am : Luas pertukaran kalor rata-rata, m2

k : Konduktivitas termal , W/(m.K) t : Tebal permukaan pertukaran kalor, m rfi : Fouling factor sisi dalam, m2.K/W

rfo : Fouling factor sisi luar, m2.K/W

Pompa yang digunakan adalah pompa air DC, yang digunakan pada proses discharging pada thermal

storage dengan cara mensirkulasikan air dari thermal storage pada fan coil unit yang digunakan sebagai penukar

kalor pada udara ruangan. Berikut merupakan perhitungan dan spesifikasi pompa yang digunakan : Debit Chilled Water = Qcoil / (500 x 10 ˚F)

Kemampuan kerja sistem refrigerasi dinyatakan oleh besaran yang dinamakan COP (Coeffisien of

performance). COP ini dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur kerja dari sistem itu sendiri. COP terbagi

menjadi dua, diantaranya COP actual dan COP carnot.

Untuk mengetahui nilai COPactual, digunakan persamaan :

o Kapasitas pendinginan, Qin = m x Cp x ΔT

o Kerja kompresor, Wkomp. = P x I ΔT x Cp x m in Q 

(4)

Untuk mengetahui nilai COPcarnot digunakan persamaan : COPcarnot=

 

2.3 Tevaporasi i Tkondensas Tevaporasi  Effisiensi = COPcarnot COPaktual x 100% (2.4) 2.2. Prosedur Pelaksanaan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan rangkaian komponen system rerigerasi kompresi uap sederhana yang dimodifikasi menjadi cascade. Modifikasi dilakukan dengan menambah komponen penukar panas, alat ukur tekanan (pressure gauge). Gambar 2.3 merupakan titik pengukuran skema peralatan uji dalam penelitian ini.

Sebelum melakukan eksperimen, system yang telah dirakit dilakukan dulu proses pem-vakuuman, proses ini dilakukan untuk mengeluarkan uap air yang terdapat dalam sistem selama proses perakitan dan juga untuk mendeteksi kebocoran di dalam sistem . Proses selanjutnya adalah mengetahui letak kebocoran, caranya sistem diisi dengan refrigeran kemudian gunakan leak detector atau dengan cara yang paling sederhana dengan busa sabun yang diletakkan pada setiap sambungan. Prses pemvacuuman kembali dilakukan setelah perbaikan sistem akibat kebocoran.

Setelah selesai proses vacuum, isi sistem dengan refrigerant campuran, kemudian mesin dihidupkan,

Gambar 2. Titik pengukuran Skema Alat Uji.

Titik pengukuran yang diukur pada sistem saat proses charging adalah sebagai berikut : 1. Tekanan Discharge (Bar)

2. Tekanan Suction (Bar) 3. Temperatur Discharge (˚C) 4. Temperatur masuk Kapiler (˚C) 5. Temperatur Suction (˚C) 6. Temperatur Air (˚C) 7. Arus Kompresor (ampere) 8. Tegangan Kompresor (volt)

Sedangkan titik pengukuran pada saat sistem melakukan discharging adalah sebagai berikut: 9. Temperatur air masuk FCU (˚C)

10. Temperatur air keluar FCU (˚C)

11. Temperatur bola kering udara masuk FCU (˚C) 12. Temperatur bola basah udara masuk FCU (˚C) 13. Temperatur bola kering udara keluar FCU (˚C)

(5)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. COP (coeffisien of performance) dan effisiensi

Sistem (mesin) refrigerasi siklus cascade rancangan dilengkapi dengan 10 sensor temperatur dan 2 sensor tekanan, serta alat ukur tegangan dan arus. Perhitungan data tersebut diolah dengan menggunakan program CoolPack 5.

Berikut ini merupakan salah satu perhitungan dari data hasil pengukuran untuk mengetahui COP dan efesiensi sistem ketika proses charging. Pada proses ini sistem kompresi uap menangani beban air pada thermal

storage. Berikut ini adalah perhitungan hasil dari data pengukuran pada menit ke-240, yang diinput kedalam

diagram moiller P-h (diagram terlampir). Pd = 14,2 Bar Absolute

Ps = 1,85 Bar Absolute

T. Kapiler in = 33,6 ˚C T. Suction = -3 ˚C T. Discharge = 97,1 ˚C

Gambar 3. P-h diagram data menit ke 240

Setelah diinput kedalam diagram P-h (gambar 3.1) didapatkan parameter-parameter untuk menghitung hasil pengukuran sebagai berikut :

h1 = 409,83 kJ/Kg

h2 = 467,54 kJ/Kg

h3 = 241,41 kJ/Kg

Evaporating temperature = -27,03 ˚C = 246,12 K Condensing temperature = 36,88 ˚C = 310,03 K

1. Besarnya Kerja Kompresi (qw) qw = h2 – h1

= 467,54 kJ/kg - 409,83 kJ/kg = 57,70 kJ/kg

2. Besarnya kalor yang dilepas kondenser (qc) qc = h2 – h3

= 467,54 kJ/kg – 241,41 kJ/Kg = 226,13 kJ/kg

3. Besarnya kalor yang serap evaporator (qe) qe = h1 – h4 = 409,832 kJ/kg – 241,41 kJ/kg = 168,42 kJ/kg 4. Rasio Kompresi Rasio Kompresi =Pd Ps Rasio Kompresi =14,2 1,85 = 7,67 5. COPaktual COPaktual = qe qw COPaktual =168,42 kJ/kg 57,71 kJ/kg = 2,92 6. COPcarnot COPcarnot = Te Tc − Te 246,12 ˚C

(6)

= 3,85 7. Efesiensi Sistem (ɳ) ɳ =COPaktual COPcarnot x 100% ɳ =2,92 3,85 x 100% ɳ = 75,78 %

Efesiensi sistem (gambar 3.2) pada menit ke 240 sebesar 75,78 %, nilai tersebut dapat dikatakan sistem bekerja dengan baik tetapi belum optimal. Nilai efesiensi dipengaruhi dari besarnya nilai COPcarnot dan COPaktual,

nilai COP dipengaruhi adanya subcool dan superheat yang terjadi pada sistem mempengaruhi besarnya nilai masing masing COP. COPaktual sangat dipengaruhi oleh besarnya enthalpy yang berkaitan dengan temperatur

masuk kompresor dan masuk kapiler. Karena pada perancangan sistem dikatakan ideal (tanpa subcooled dan

superheat), maka pada saat pengukuran akan terjadi perbedaan dimana sistem mengalami subcooled dan

superheat. Sedangkan COPcarnot dipengaruhi oleh temperatur saturasi yang ditunjukan oleh tekanan pada pressure

gauge, namun pada kenyataannya kondisi sitem tidak ideal karena adanya subcooled dan superheat yang mengakibatkan COPcarnot mengalami perbedaan dengan COPcarnot pada kenyataannya.

Gambar 4. Efesiensi sistem

B. Chilling time dan Temperatur Air

Chilling time sebesar 4 ˚C. Dalam pengambilan data, waktu 4 jam belum dapat menghasilkan temperatur air sebesar 4 ˚C namun baru dapat menghasilkan air pada temperatur 4,4 ˚C. Hal ini dikarenakan adanya beban infiltrasi yang terdapat pada celah-celah sambungan yang tidak terduga, adapun ketebalan dari dinding thermal

storage yang tidak merata karena pengisian polyurethane yang kurang baik menjadikan beban konduksi berlebih

dari hitungan. Akibatnya sistem tidak dapat menangani beban pendinginan yang telah direncanakan (gambar 3.3).

Gambar 5. Chilling time

C. Biaya Operasional Sistem

Sistem Ice Bank berfungsi pada saat beban peak load listrik, dimana tarif listrik akan meningkat 1,4 sampai 2 kalinya dibandingkan waktu biasa. Pada saat proses chaarging dimana kompresor akan mendinginkan

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 160,00 180,00 10 30 50 70 90 110 130 150 170 190 210 230 E fesiens i Waktu (menit) Grafik Efesiensi Sistem terhadap

Waktu 0 5 10 15 20 25 30 0 40 80 120 160 200 240 T em pera tur C t (Waktu)

Temperatur Chilled Water FCU

T. FCU in (˚C) T. FCU out (˚C)

(7)

kemudian kompresor akan mati pada saat waktu peak load dan kemudian menyalakan pompa untuk mengoprasikan FCU yang tidak terlalu besar dalam memakan biaya per kWh.

Data hasil pengukuran didapatkan estimasi biaya yang dibutuhkan untuk mengoprasikan sistem sebagai berikut:

1. Pengukuran Biaya Operasional saat Charging (luar waktu peak load) Biaya = kWh kompresor x Biaya

= 1.976 kWh x 975,49 Rupiah/kWh = 1927,56 Rupiah

2. Pengukuran Biaya Operasional saat Discharging (waktu peak load) Biaya = kWh pompa x Biaya

= 1,5 x 0,0956 x 975,49 Rupiah/kWh = 139,976 Rupiah

3. Biaya Total = 1927,56 Rupiah + 139,976 Rupiah = 2067,53 Rupiah

Jika dibandingkan dengan pengoprasian kompresor ½ pk dengan daya yang relatif sama untuk mengondisikan udara dengan metoda direct expansion pada waktu peakload dengan pengoperasian selama 4 jam maka hasilnya adalah sebagai berikut:

Biaya = 1,5 x kWh kompresor x Biaya

= 1,5 x 1,976 kWh x 975,49 Rupiah/kWh = 2889,88 Rupiah

Maka dapat dilihat angka perbandingan antara biaya operasional menggunakan thermal storage sebagai strategi penghematan biaya listrik dengan biaya 28% dari biaya penggunaan pengondisi udara direct expansion.

KESIMPULAN

Temperatur air yang dapat dicapai pada thermal storage sebesar 4,5oC, air tersebut dapat mendinginkan

ruangan selama 240 menit dengan temperatur ruangan 22oC. Dari hasil perhitungan efesiensi sistem 75,8%,

kapasitas pendinginan udara 1230,28 watt dengan rancangan 966,03 watt. Dari hasil perhitungan biaya operasional dari segi penggunaan listrik, model sistem ini dioperasikan Waktu Beban Puncak adalah 2067,53 rupiah, sedangkan dalam operasional model komersial adalah 2889,88 rupiah. Dengan ini dapat dikatakan sistem berhasil dengan penghematan biaya operasional listrik sebesar 28%.

DAFTAR PUSTAKA

ASHRAE Handbook. Refrigeration Load. Chapter 13. 2006. ASHRAE Handbook. Liquid Cooler. Chapter 41 2008 ASHRAE Handbook. Chapter 50. Thermal Storage. 2008. Danfoss, Coolpack versi 5(software)

Elder, Keith. Psychrometrics and Coil Load. Washington Education. 2006

Holman, J. P. 1997. Perpindahan Kalor, terj. E. Jasfi. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.

Incropera, F.P. and De Witt, 2002, Fundamental of Heat and Mass Transfer, 4thed, John Wiley & Sons, New

York

McDowall, Robert. Fundamentals of HVAC Systems SI Edition. Atlanta, USA: ELSEVIER. 2007) .

Mooran, Michael J., Shapiro, Howard N.,2006, Fundamentals Of Engineering Thermodynamics, John Wiley & Sons, Ltd., England

Refprod versi 7 (software)., Thermophysical Properties Division, NIST (National Institute of Standarts and Technology).

Sumeru, 2007, Rancang bangun prototipe mesin pendingin temperatur rendah menggunakan metode cascade, Jurnal RACE, Jurnal Refrigerasi, Tata Udara, dan Energi, Politeknik Negeri Bandung, Vo. 1, No. 1, Maret, p.15-23.

(8)

Gambar

Gambar 2.2. Thermal ice storage
Gambar  2. Titik pengukuran Skema Alat Uji.
Gambar 5. Chilling time

Referensi

Dokumen terkait

Hasil belajar matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan yang dicapai atau dimiliki siswa yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka atau skor dari hasil

Oleh karena itu @TA_FEB harus mempertahankan media sosial Twitter @TA_FEB sebagai sumber informasi tentang tugas akhir bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi dan

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Aplikasi Seleksi

Penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk menegtahui: (1) Pengaruh kondisi pasar terhadap keputusan konsumen membeli sayuran, (2) Pengaruh lokasi pasar

Setelah nilai risiko diperoleh, maka nilai resiko tersebut dibandingkan dengan standart risiko untuk mengetahui tingkatan risiko yang terdapat pada tahapan kerja

Dari hasil analisis yang dilakukan untuk angkutan umum konvensional yang perlu ditingkatkan kinerjanya adalah item yang masuk kuadran A atau tingkat harapan

0apat dikatakan bahwa polisi merupakan salah satu kunci sukses dalam mengurangi kecelakaan dijalan, karena jika polisi ini melanggar hukum maka siapa yang akan bertindak jika

Caranya adalah melalui difusi (penyebaran), dimana unsur kebudayaan baru diserap ke dalam suatu kebudayaan yang berada dalam keadaan konflik dengan unsur