• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRACT ROBIN. Kukuh Nirmala Enang Harris.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRACT ROBIN. Kukuh Nirmala Enang Harris."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

ROBIN. Analysis of Lead (Pb) Bioaccumulation in Red Tilapia (Oreochromis nilotica) and Jambal Catfish (Pangasius djambal) Cultivated in The Old Lake Formated by Tin Mining Activity in Bangka Belitung. Under Direction of Kukuh Nirmala and Enang Harris.

The consequences of tin mining activity is the formation large basin-shaped holes filled with water in which the local (Bangka Belitung islands) term is a Kolong or Camuy (lake). Heavy metal concentrations are still high in all the pit and endangering human health; is the image that is in today's society so that people refused to eat the fish from or doing aquaculture activities in kolong. The study was conducted from October 2011 to February 2012 in Kolong Grasi, District Sungailiat Bangka Regency, Province of Bangka Belitung Archipelago at coordinates S01052.464 '; E106007.005.

Chemical analysis carried out at the Laboratory of Industrial Technology of Agricultural, Aquaculture Environmental Laboratory, Fish Nutrition Laboratory, IPB. Materials used in this study are meats, gills, liver and kidneys of red tilapia and jambal catfish. Organ samples taken each month from October 2011 to February 2012. Chemicals for testing heavy metal Pb is the standard solution at a concentration of 1000ppm Pb from BDH, concentrated nitric acid from Merck and distilled water. The equipment used is the pH meter, DO meter, analytical neraca, a ruler, a set of surgical instruments, two units of floating net cage with the dimension 3m x 3m x 2m of each, and pH-meters, a set of Atomic Absorption Spectrometry tools (AAS) AA 300 P type from Varian Techtron Australia, 50ml beaker glass, 10 ml volumetric flask, 5ml vial size polyethylene, 10-100mL effendorf micro pipettes, analytical balance, furnace, hot plate, Mercury Vaporise Unit (MVU) and other glassware equipment used in labs.

The study began with measurements of heavy metals lead (Pb) in water and sediment once at the beginning of the study. Measurement of water quality include physical parameters are: temperature, pH, brightness, and chemical parameters including DO, CO2. Measurements were made directly in the field. Measurement of chemical parameters such as: Total Organic Matter (TOM) and Pb performed in the laboratory at the beginning of the fish culture period and then performed each month at the site of cultivation. Measurement of Pb content in the sediment is also done once in the early of the study. All data was analyzed using the comparison of two mean values (t-test). The results of gut contents identification of fish are presented in tabulated and all the relationships described in the descriptive parameters.

Physico-chemical quality of water in Kolong Grasi is ideal for red tilapia aquaculture and jambal catfish. Several parameters such as temperature, brightness decreased and increased levels of TOM in January 2012 and did not occur in previous months dueto the rainy season in January 2012. Pb heavy metal content in the red tilapia was found in the first month of cultivation, the month of November is 0,085µg/g in liver. In the third month (January 2012), lead is found

(2)

in almost every organ of red tilapia and exceed safe levels for consumption, ie 8,41 µg/g in the gills, 93,98 µg/g in kidney, 62,14 µg/g in the liver and undetectable in meat. Accumulation of the heavy metal in the meat of red tilapia is found 0,188 µg/g in the mont of fourth (February 2012). The highest content of the heavy metal found in the kidney of red tilapia in the month of third (January 2012) at 93,98 µg/g. Pb heavy metal in the jambal catfish start found in the second month, the month of December 2011 on the kidney and meat measured 0,032 µg/g and 0177 µg/g, respectively. In the third month (January 2012) Pb is found in almost every organ of jambal above safe levels for consumption, ie 55,23 µg/g in the gills, 15,39 µg/g in liver, and 40,56 µg/g in the flesh. The highest content of the heavy metal found in the gills in the third month, i.e 55,23 µg/g. Decrease in water temperature and pH as well as increased brightness in January 2012 impact on increasing the accumulation of Pb in several tested fish organs. Pb was found 8,41 µg/g in red tilapia gills and 55,23 µg/g in the gills of the jambal catfish. Decrease in water temperature and pH also resulted in an increase of Pb accumulation in the meats of jambal catfish, which amounted to 40,56 µg/g, while in the red tilapia were not measurable. Content of lead of red tilapia were 62,14 µg/g in liver, whereas in the liver of jambal catfish was 15,39 µg/g. Content of the heavy metal was also found in the kidneys of red tilapia 93,98 µg/g whereas in jambal catfish jamball in the month of January 2012 (3thmonths)was.not.found.

During the four months of cultivation, the accumulation of heavy metals Pb that occur in every organ of observation not had a significant influence to the growth rate of red tilapia. Accumulation number of Pb from the first month to the second month of cultivation in each organ of red tilapia almost no immeasurable followed by increase in the rate of growth of red tilapia because the body is still growing well without being distracted pollutants. Accumulation of Pb which was measured from the second to third month of cultivation in the gills, liver and kidneys, resulting in not decreased growth rate of red tilapia. Decrease in the rate of growth continues to occur from the third month up to four months of cultivation. The results revealed that the increased accumulation of Pb in several organ systems can’t affect the body's metabolism so that the energy of red tilapia from the feed for growth, more used to defend the body from pollutants. During the four months of cultivation, the accumulation of heavy metals Pb that occur in every organ of observation had a significant influence to the growth rate of jambal catfish. Accumulation of Pb in each jambal catfish organs in the first and second months of cultivation is almost immeasurable but still lowering the rate of growth since the first month. The jambal catfish body already polluted with the heavy metals, as evidenced by Pb measured in the meats and kidney in the second month of cultivation. Pb content in sediment trap is not related to the amount of accumulated Lead in tested fish organs and income lines derived from the food chain.

(3)

RINGKASAN

ROBIN. Analisis Bioakumulasi Timbal (Pb) Pada Ikan Nila Merah (Oreochromis nilotica) dan Patin Jambal (Pangasius djambal) yang Dibudidayakan di Kolong Tua pasca Tambang Timah Bangka Belitung. Dibimbing oleh Kukuh Nirmala dan Enang Harris.

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sampai sekarang (2012) masih merupakan salah satu produsen biji timah terbesar dunia. Perusahaan penambangan bijih timah terbesar di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah PT.Timah, Tbk dan PT. Kobatin. Konsekuensi dari kegiatan penambangan timah ini adalah terbentuknya lubang bekas galian penambangan timah berbentuk cekungan besar, dalam dan terisi air yang menurut istilah lokal wilayah Bangka Belitung adalah kolong atau lubang camuy (danau).

Berdasarkan hasil penelitian lapangan yang dilakukan PT. Timah di tahun 2000, jumlah kolong pasca penambangan timah oleh PT. Tambang Timah di Bangka dan Belitung sebanyak 887 kolong dengan luas 1.712,65 Ha, yaitu 544 kolong dengan luas 1.035,51 Ha di pulau Bangka dan sebanyak 343 kolong dengan luas 677,14 Ha di pulau Belitung. Kolong yang sudah direklamasi di Pulau Bangka baru sebanyak 108 kolong dan di Pulau Belitung baru sebanyak 54 kolong. Jumlah kolong terus bertambah dengan pesat sejalan dengan maraknya aktivitas tambang inkonvensional yang dikelola oleh masyarakat Bangka Belitung.

Karakteristik dari kolong ialah tidak mempunyai aliran masuk dan aliran keluar. Debit air kolong dan kondisi air secara fisik dan kimia sangat dipengaruhi oleh proses evapokonsentrasi. Kondisi galian umumnya berukuran panjang dan lebar sekitar 75-200 m, dengan kedalaman berkisar 2-50 m. Cynthia Henny (2007), mengelompokkan kolong menjadi dua yakni kolong muda dan kolong tua.

Wahyu widowati dkk (2008) membagi logam berat kedalam dua jenis. Pertama, logam berat esensial, yakni logam dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme, tapi dalam jumlah berlebihan logam tersebut dapat menimbulkan efek toksik, contoh : Zn,Cu, Fe, Co, Mn dan sebagainya. Kedua, logam berat tidak esensial, yakni logam yang keberadaannya didalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya, bahkan bersifat toksik, contohnya : Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain. Tabel 1 menunjukkan urutan tingkat toksisitas logam berat dari yang paling toksik terhadap hewan air dan manusia serta jenis logam berat yang ada di kolong.

Menurut Puslit Biologi LIPI ditambah data penelitian lain dari Lamidi (1997), ada kecendrungan bahwa pada bekas galian yang sudah ditinggalkan dari kegiatan lebih dari 25 tahun kandungan logam berat pada air menurun sampai

dibawah ambang batas dan layak untuk usaha perikanan. Penelitian Brahmana et

al. (2004) menunjukkan bahwa, hasil pengukuran kualitas air di kolong muda ditemukan logam berat (Fe, Al, Pb, Mn) dalam jumlah yang berbahaya bagi kesehatan manusia, dengan pH berkisar 2,9 – 4.5. Sedangkan kolong tua mempunyai kualitas air yang lebih baik dengan kisaran pH 5.5 – 8.0 Hasil penelitian Cynthia Henny (2007) pada 40 kolong di Kabupaten Bangka (acak : kolong tua dan kolong muda), menemukan bahwa kandungan logam berat di air

(4)

dan sedimen pada kolong muda masih diatas baku mutu aman untuk terkonsumsi manusia. Hasil penelitian ini juga menemukan, terdapat beberapa jenis logam berat di sedimen kolong tua dalam jumlah di atas baku mutu, walaupun di dalam air kandungan logam berat tidak terukur. Beberapa penelitian telah dilakukan berbagai pihak sebagai alternatif usaha untuk memperbaiki kualitas air kolong (terutama di kolong muda), seperti penerapan teknologi sederhana in situ

treatment menggunakan limestone (pengapuran) ataupun passive treatment yang

dapat menaikkan pH air kolong dengan cepat dan menurunkan kandungan beberapa logam berat berbahaya pada air kolong sehingga kualitasnya lebih baik juga penggunaan Phytoplankton sebagai penyerap alami logam berat (Cynthia Henny, LIPI.2007-2010) dan penggunaan tumbuhan air sebagai penyerap logam berat di kolong oleh Wike, dkk. UBB (2009).

Dampak sosial dari keberadaan logam berat di kolong adalah tertanamnya image di masyarakat, tentang konsentrasi logam berat yang masih tinggi di semua kolong dan membahayakan kesehatan manusia. Sehingga masyarakat cendrung menolak untuk mengkonsumsi dan melakukan kegiatan budidaya perikanan tawar di kolong. Keberadaan perairan kolong di Bangka Belitung dapat menjadi sarana pengembangan perikanan yang potensial, terutama kolong tua yang berusia di atas 25 tahun.

Kemungkinan terlepasnya logam berat dari sedimen ke air dan berakhir terakumulasi di dalam ikan sangatlah besar. Bryan (1976 a) mengemukakan bahwa, dalam keadaan yang sesuai, beberapa logam yang berikatan dengan sedimen dan partikel yang mengendap kembali kedalam air diikuti remobilisasi dan difusi keatas. Forstner (1979 b) : menyimpulkan proses pelepasan logam berat dari sedimen ke air menjadi lima proses, yakni : (1) Kepekatan garam yang tinggi. Pada kepekatan yang tinggi, kation alkali dan alkalin dapat bersaing untuk tempat penyerapan pada partikel padat, dengan cara mengganti ion-ion logam runutan yang telah diserap. (2) Perubahan keadaan redoks. Penurunan potensial oksigen dalam sedimen dapat terjadi karena keadaan seperti eutrofikasi lanjutan. Hal ini mengakibatkan suatu perubahan dalam bentuk kimiawi logam dan dengan demikian perubahan dalam kelarutan air. (3) Perubahan pH. Reduksi pH mengarah pada penguraian karbonat dan hidroksida, begitu pula untuk meningkatkan desorpsi kation logam disebabkan persaingan dengan ion-ion hidrogen. (4) Kehadiran zat-zat pembentuk kompleks. Meningkatnya penggunaan zat-zat pembentuk kompleks yang alamiah dan buatan, dengan logam runutan dapat membentuk kompleks logam yang stabil dan dapat larut yang diserap ke dalam partikel padat lain. (5) Transformasi biokimiawi . Hal ini dapat mengarah pada perpindahan logam dari sedimen ke dalam fase cair atau pengambilannya oleh makhluk hidup air dan kemudian dilepaskan melalui hasil dekomposisi. Bryan (1979) juga menambahkan, perbandingan pengambilan logam dari sumber makanan dengan penyerapan langsung dari larutan merupakan kepentingan dasar bagi makhluk hidup heterotrofik. Kejadiannya sangat terbatas, tetapi makanan dan pertikulat merupakan sumber akumulasi penting yang terjadi pada ikan.

Prosi (1979) berkesimpulan bahwa, salah satu faktor penentu yang berhubungan dengan pemgambilan dan akumulasi logam berat oleh mahkluk hidup perairan, adalah sebagai berikut : (1) Ketersediaan logam secara biologi hewan pada tingkat trofik yang lebih tinggi, pada umumnya lebih ditentukan oleh perpindahan dari air

(5)

dibandingkan dari makanan. (2) Makhluk hidup yang makan dengan cara menyaring, atau ikan penyaring diketahui mengakumulasi logam di dalam jaringannya dengan tingkat kandungan yang tinggi, tetapi memindahkan hanya sebagian kecil saja pada makhluk predator.

Menurut Forstner (1979 b), terdapat tiga proses mikrobial utama yang mempengaruhi pengangkutan logam dari sedimen ke air di lingkungan, yaitu : (1) Degradasi bahan-bahan organik menjadi senyawa yang berbobot molekulnya lebih rendah, yang lebih mampu membentuk senyawa dengan ion-ion logam. (2) Perubahan sifat lingkungan dan bentuk kimiawi logam oleh kegiatan metabolik, contoh : potensial oksidasi-reduksi dan keadaan pH. (3) Perubahan senyawa anorganik menjadi bentuk organologam dengan cara proses oksidatif dan reduktif. Mekanisme yang ketiga ini melibatkan metilasi sejumlah unsur oleh bakteri, seperti logam berat Timbal (Pb), dimana metilkobalamin muncul sebagai zat pembentuk metil secara biologis yang utama.

Pengambilan logam berat oleh makhluk hidup air melalui tiga proses utama, yaitu (1) dari air melalui permukaan pernapasan (misalnya insang); (2) penyerapan dari air ke dalam permukaan tubuh; dan (3) dari makanan, partikel atau atau air yang dicerna melalui sistem pencernaan. Proses pengambilan logam dalam makhluk hidup perairan autotrofik (Fitoplankton) menurut Bryan (1976 b) adalah melalui mekanisme pertukaran ion yang dengan cepat terserap pada permukaan sel, dari tempat mereka berdifusi ke dalam membran sel, terakhir diserap dan diikat oleh protein (tempat pertukaran ion) di dalam sel. Pada ikan, proses masuknya logam berat ke dalam tubuh dapat bersumber dari air dan makanan. Proses masuknya logam berat ke ikan menurut Bryan (1976 b) melalui mekanisme penyerapan pada permukaan tubuh, yang kemudian diikat oleh ligan organik dan disimpan dalam protein. Pada ikan, penyerapan melalui makanan lebih sering terjadi.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 hingga bulan Februari 2012 di Kolong Grasi dengan titik koordinat S01052.464’; E106007.005’, Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Analisis kimia dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Pertanian, Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Laboratorium Nutrisi Ikan, IPB.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah organ daging, insang, hati dan ginjal ikan nila merah dan ikan patin jambal. Sampel organ diambil setiap bulan dari bulan Oktober 2011 hingga Februari 2012. Bahan kimia untuk pengujian logam berat Pb adalah larutan standar Pb konsentrasi 1000 ppm buatan BDH, asam nitrat pekat buatan Merck dan air suling.

Peralatan yang digunakan adalah pH meter, DO meter, timbangan analitik, penggaris, seperangkat alat bedah, dua unit karamba jaring apung (KJA) masing-masing berukuran 3m x 3m x 2m, dan pH-meter,seperangkat alat atomic absorption spectrometry (AAS) tipe AA 300 P buatan Varian Techtron, Australia, gelas beker 50 ml, labu ukur 10 ml, vial polietilen ukuran 5 ml, mikro pipet effendorf 10 -100 μL, neraca analitik, tanur, Hot Plate, Mercury Vaporise Unit (MVU) dan peralatan gelas lain yang digunakan dalam laboratorium.

Tahapan penelitian ini dimulai dengan pengukuran logam berat timbal (Pb) di air dan sedimen satu kali di awal penelitian. Pengukuran kualitas air (parameter fisika : suhu, pH, kecerahan; dan parameter kimia : DO, CO2) dilakukan secara langsung di lapangan. Pengukuran di laboratorium (parameter

(6)

kimia : Total Organic Mettler dan Pb) dilakukan untuk mendapatkan data awal dan selanjutnya dilakukan setiap bulan di perairan kolong tempat ikan akan dipelihara. Pengukuran kandungan Pb dalam sedimen juga dilakukan sebanyak satu kali diawal penelitian. Tahapan dan proses penelitian selanjutnya secara sistematis terbagi atas 4 kelompok, yaitu proses budidaya pembesaran selama empat bulan, proses sampling dan proses analisis logam berat di setiap bulan pemeliharaan, serta pengolahan data.

Keseluruhan data disajikan secara deskriptif dan dianalisis menggunakan perbandingan 2 nilai tengah (t-test). Hasil identifikasi isi usus ikan disajikan secara tabulasi dan keterhubungan semua parameter dijelaskan secara deskriptif.

Rata-rata parameter fisika dan kimia hasil pengukuran kualitas air di Kolong Grasi menunjukkan kondisi yang ideal untuk kegiatan budidaya ikan nila merah dan patin jambal. Kondisi penurunan beberapa parameter seperti suhu, kecerahan dan peningkatan kadar TOM terjadi di bulan Januari 2012 dan tidak terjadi di bulan-bulan sebelumnya. Hal ini dikarenakan pada bulan Januari 2012 merupakan musim penghujan.

Kandungan logam berat Pb pada ikan nila merah mulai ditemukan di bulan pertama pemeliharaan, yakni bulan November di organ hati sebesar 0,085µg/g. Selanjutnya di bulan ketiga (Januari 2012) logam berat Pb ditemukan hampir di semua organ ikan nila merah tapi belum melebihi ambang batas baku mutu sehingga masih aman untuk dikonsumsi, yaitu organ insang sebesar 8,41

µg/g, ginjal sebesar 93,98 µg/g, hati sebesar 62,14 µg/g dan tidak ditemukan pada organ daging. Kontaminasi logam berat Pb di organ daging ikan nila merah baru ditemukan sebesar 0,188 µg/g di bulan keempat (Februari 2012). Kandungan logam berat tertinggi ditemukan di organ ginjal ikan nila merah di bulan ketiga pemeliharaan, yakni bulan Januari 2012 terukur sebanyak 93,98 µg/g.

Kandungan logam berat Pb pada ikan patin jambal mulai ditemukan di bulan kedua pemeliharaan, yakni bulan Desember 2011 pada organ ginjal dan daging masing-masing terukur sebesar 0.032 µg/g dan 0,177 µg/g. Di bulan ketiga (Januari 2012) logam berat Pb ditemukan hampir di semua organ ikan Patin jambal dan juga tidak melebihi ambang batas aman untuk konsumsi, yaitu organ insang sebesar 55,23 µg/g, hati sebesar 15,39 µg/g, daging sebesar 40,56 µg/g. Kandungan logam berat tertinggi ditemukan di organ insang pada bulan ketiga pemeliharaan, yakni sebesar 55,23 µg/g.

Penurunan suhu dan pH air serta peningkatan kecerahan kolong di bulan Januari 2012 berdampak pada peningkatan jumlah akumulasi logam berat Pb

dibeberapa organ ikan uji. Logam berat Pb ditemukan mengakumulasi sebanyak 8,41 µg/g di organ insang ikan nila merah dan 55,23 µg/g di organ insang ikan

patin jambal. Penurunan suhu dan pH air kolong juga berdampak pada

peningkatan akumulasi Pb di organ daging ikan patin jambal,yakni sebesar 40,56

µg/g sedangkan di organ ikan nila merah akumulasi tidak terukur. Logam berat Pb terukur di organ hati ikan nila merah sebanyak 62,14 µg/g, sedangkan di organ hati ikan patin jambal sebesar 15,39 µg/g. Kandungan logam berat Pbjuga banyak

ditemukan di ginjal ikan nila merah, yakni sebesar 93,98 µg/g sedangkan pada

ikan patin jambal kandungan logam berat Pb di bulan Januari 2012 (bulan ke-3)

tidak ditemukan.

Laju penambahan bobot tubuh ikan nila merah selama empat bulan pemeliharaan, didapatkan bahwa akumulasi logam berat Pb yang terjadi disetiap

(7)

organ pengamatan, tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Hampir tidak terukurnya jumlah akumulasi logam berat Pb dari bulan pertama ke bulan kedua pemeliharaan pada setiap organ ikan nila merah, diikuti dengan peningkatan laju pertumbuhan. Hal ini terjadi karena tubuh ikan nila merah masih tumbuh dengan baik tanpa terganggu bahan pencemar. Akumlasi logam berat Pb yang mulai terukur pada bulan kedua hingga bulan ketiga pemeliharaan, yakni organ insang, hati dan ginjal, tidak mengakibatkan penurunan penambahan bobot tubuh ikan nila merah. Peningkatan penambahan bobot tubuh terus terjadi dari bulan ketiga pemeliharaan hingga ke bulan empat pemeliharaan. Hal ini menjelaskan bahwa, peningkatan akumulasi Pb di beberapa organ tidak menyebabkan terganggunya sistem metabolisme tubuh ikan nila merah. Hal ini dikarenakan rendahnya akumulasi di setiap organ ikan nila merah selama pemeliharaan dan akumulasi yang terjadi masih dalam ambang batas toleransi ikan nila merah, sehingga energi dari pakan dapat digunakan secara optimal untuk pertumbuhan.

Laju penambahan bobot tubuh ikan patin jambal selama empat bulan pemeliharaan, didapatkan bahwa akumulasi logam berat Pb yang terjadi disetiap organ pengamatan memberikan pengaruh yang signifikan. Meningkatnya jumlah akumulasi logam berat Pb pada setiap organ ikan patin jambal di bulan ketiga pemeliharaan, memberikan pengaruh melambat terhadap penambahan bobot tubuh di bulan tersebut. Hal ini menjelaskan bahwa, peningkatan akumulasi Pb di beberapa organ tersebut, menyebabkan terganggunya sistem metabolisme tubuh ikan patin jambal. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada keterhubungan antara kandungan logam berat Pb di sedimen kolong terhadap jumlah akumulasi logam berat Pb di organ ikan uji dan jalur pemasukan berasal dari rantai makanan. Kata Kunci : kolong, akumulasi, logam berat Timbal (Pb), keamanan pangan, nila

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini, pengisian yang diperlukan pada level eselon I dan level K/L adalah pengisian Prakiraan Maju 3 (tiga) tahun yang dilakukan dengan menggunakan aplikasi

Docker swarm merupakan sebuah docker yang berbasis container yang dimana cara kerja menggunakan routing mesh yang memberikan kemungkinan untuk setiap node dapat

secara nasional dan internasional, akan mampu menetapkan standar etika yang bukan hanya dapat diterima di dalam negeri, tetapi juga setara atau bahkan lebih baik

Berdasarkan asumsi yang dijelaskan diatas mengenai penggunaan KIT fisika dalam pembelajaran fisika maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian kegiatan belajar

Hasil penelitian menunjukan dari luas 3,64 Ha areal penelitian di Hutan Wisata Baning Kabupaten Sintang dengan 3 (Tiga) jalur pengamatan, terdapat 39 jenis pohon yang ditemukan

Berdasarkan hasil pengolahan data tentang pengaruh kompetensi kepribadian guru terhadap minat belajar siswa di kelas XI SMA Negeri 13 Bandar Lampung Tahun

2) A57DKUKM Setiap kali selepas solat, aku akan menangis memohon ampun atas dosa yang akan kuulangi lagi! Terasa kejinya diriku ini!! Di kampus aku tetap

Dalam menjaga kesinambungan arah penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara diperlukan rumusan Visi Antara yang menjelaskan visi di antara cita-cita luhur