• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Sumber Pustaka 1. Rujukan a. Konsep Sejenis

Skripsi berjudul “Munafik Menurut Hadis: Kritik Sanad dan Matan dalam Munad Ahmad” yang ditulis oleh Ibrahim Zaki Bin Long seorang

mahasiswa Tafsir-Hadis, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Ibrahim Zaki dalam skripsinya ini mengangkat kemunafikan menurut ajaran Islam sebagai pokok bahasan utama yang dikaji dalam penelitiannya, terutama kemunafikan yang terkandung dalam hadits. Begitu banyaknya hadits yang membahas tentang kemunafikan sehingga membutuhkan penelitian mengenai sahih atau tidaknya hadits tersebut.

Dalam menentukan keshahihan hadis kehujjahan suatu hadis itu, tidak cukup dengan hanya meneliti sanad, maka dengan itu matan juga memiliki kepentingan yang sama. Karena menurut ulama hadis, sesuatu hadis barulah dinyatakan berkualitas sahih apabila sanad dan matan hadis itu sama-sama berkualitas sahih.(Ibrahim Zaki. 2009: 50)

Hadits mengenai kemunafikan yang dikaji oleh Ibrahim Zaki adalah hadits-hadits yang bersumber dari kitab hadits Musnad Ahmad ibn Hanbal. Ibrahim Zaki menyimpulkan bahwa munafik dalam Musnad Ahmad yang paling berbahaya adalah munafik orang yang pandai dalam hal lisan

(2)

Orang munafik adalah orang yang hatinya beriman, biasanya orang tersebut pandai berbicara. Ia sering memberi fatwa kepada orang lain dengan fatwa yang batil, menyesatkan namun disadur dan disalut demikian rupa sehingga menimbulkan kesan seolah-olah dia orang yang baik. Akan tetapi, ada perkara yang sehubungan dengan hadis yang sikaji penulis atau yang paling dekat adalah berkait rapat dengan sifat pandai berbicara adalah pemimpin, karena orang yang pandai berbicara dan suka membuat janji-janji manis adalah pemimpin… (Ibrahim Zaki. 2009: 60)

Penulis memiliki kesamaan dengan Ibrahim Zaki, yaitu kesamaan tema tentang kemunafikan yang sama-sama diangkat penulis dan Ibrahim Zaki, namun terdapat perbedaan yang signifikan dimana Ibrahim Zaki mengkaji nilai kemunafikan yang ada dalam hadits, sedangkan penulis memvisualisasikan bentuk-bentuk dari kemunafikan yang terjadi pada masyarakat Indonesia melalui pengamatan dan pengalaman pribadi penulis. Dari tulisan Ibrahim Zaki ini penulis terinspirasi untuk melihat kemunafikan tidak hanya dari segi sosial saja namun juga dari segi sudut pandang agama.

b. Kemunafikan

1. Pengenalan Kemunafikan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata munafik memiliki arti berpura-pura percaya atau setia dan sebagainya pada agama dan sebagainya tetapi sebenarnya dalam hatinya tidak; suka (selalu) mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya; bermuka dua. Kemunafikan itu sendiri memiliki arti hal-hal yang bersifat munafik, seperti perbuatan dan sebagainya, dan orang-orang munafik disebut sebagai munafikin.

(3)

2. Kemunafikan Menurut Pandangan Islam

Kemunafikan menurut sudut pandang agama Islam sangatlah dibenci oleh Allah, hal ini dapat dilihat dari surat An-Nisa ayat 145 berikut ini:

Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-sekali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. (QS. An-Nissa;145)

Dalam beberapa hadits juga menyebutkan hal yang berhubungan dengan kemunafikan, seperti tanda-tanda dari orang-orang munafik, yang disebutkan dalam hadits riwayat Abu Hurairah ra, seperti berikut:

Rasulullah saw. bersabda: Ada tiga tanda orang munafik; apabila berbicara ia berbohong, apabila berjanji ia mengingkari dan apabila dipercaya ia berkhianat. (HR Muslim)

3. Kemunafikan Menurut Pandangan Hindu

Agama Hindu selalu mengajarkan umatnya untuk selalu berperilaku baik dan mulia (Subhakarma), salah satu ajarannya adalah Panca Satya. Panca berarti lima, dan Satya berarti kesetiaan atau kejujuran, berarti Panca Satya adalah lima macam tindak kesetiaan. Bagian Panca Satya antara lain adalah; Satya Hridaya yang berarti setia pada keimanan atau kata hati; Satya Wacana yang berarti setia akan kata-kata atau ucapan; Satya Samaya yang berarti setia pada janji; Satya Mitra yang berarti setia dalam bersahabat; dan Satya Laksana yang berarti setia pada setiap tindakan (Ida Bagus Agung. 2006: 48).

Tindakan munafik yang memiliki sifat tidak jujur dan khianat sangat bertentangan dengan ajaran Panca Satya yang menjunjung nilai

(4)

kesetiaan dalam segala tindakan. Kemunafikan itu sendiri berarti termasuk ke dalam Asubhakarma atau segala tindakan buruk yang bertentangan dengan ajaran dharma.

4. Kemunafikan Ditinjau dari Segi Psikoanalisis

Psikoanalisis dapat diartikan sebagai metode untuk menyembuhkan tingkah laku menyimpang, dan teori untuk menggambarkan semua tingkah laku. Sebagai metode psikoterapi, psikoanalisis ditemukan oleh dua psikolog asal Viena, Josef Breuer dan Siegmund Freud yang disebutkannya dalam “Studies on Hysteria” yang dipublikasikan pada

1893.

“Psychoanalysis is both a method of treating abnormal behavior and a theory for describing all behavior.

As a method of psychoteraphy, psychoanalisis was originated by two Vienesse psychians, Josef Breuer and Siegmund Freud, who described it in their studies on Hysteria, published in 1893” (73/74 Psychology Encyclopedia, 1973: 213)

Carl Gustav Jung merupakan salah seorang psikolog yang juga memiliki teori mengenai psikoanalisis. Teori Jung membagi psike menjadi tiga bagian. Yang pertama adalah “ego”, dimana dimaksudkan Jung

sebagai pikiran sadar. Berhubungan dekat dengan itu adalah “ketidaksadaran pribadi” yang berisikan segala sesuatu yang tidak disadari

saat ini, tapi dapat disadarkan. Ketidaksadaran pribadi adalah yang secara umum dipahami sebagai ketidaksadaran yang berisikan memori yang mudah diingat dan memori yang sengaja dipendam. Namun tidak termasuk insting seperti yang diungkapkan Freud.

(5)

Jung menambahkan satu bagian psike yang membuat teorinya beda dari lainnya: “ketidaksadaran kolektif”. Dapat disebut sebagai warisan

psikis. Ini adalah sebuah waduk berisikan pengalaman manusia sebagai sebuah spesies, semacam kecerdasan yang dimiliki dari lahir. Meskipun begitu kita tidak dapat langsung sadar akan itu. Itu mempengaruhi pengalaman dan tingkah laku kita, terutama secara emosional, namun kita tidak dapat mengetahui secara langsung, kecuali melihat dari pengaruhnya.

“Jung’s theory divide the psyche into three parts. The first is the

ego, which Jung Identifies with the conscious mind. Closely related is the personal unconscious, which includes anything which is not presently conscious, but can be. The personal unconscious is like most people’s understanding of the unconscious in that it includes both memories that are easily brought to mind and those that have been suppressed for some reason. But it does not include the instincts that Freud would have it include.

But then Jung adds the part of the psyche that makes his theory stand out from all others: the collective unconscious. You could call it your “psychic inheritance.” It is the reservoir of our experiences as a species, a kind of knowledge we are all born with. And yet we can never be directly conscious of it. It influences all of our experiences and behaviors, most especially the emotional ones, but we only know about it indirectly, by looking at the influences” (Encyclopaedia of World Great Psychologists, 2004:

1239).

Ketidaksadaran kolektif ini berisikan gambaran-gambaran primitif atau arkhetipe-arkhetipe yang mencerminkan sejarah spesies kita, yang meliputi gambaran-gambaran mitos yang misterius dan samar-samar, seperti Allah Yang Mahakuasa, ibu yang subur dan bersifat mengasuh, pahlawan cilik, orang tua yang bijaksana, dan tema-tema kelahiran kembali dan kebangkitan. Dalam pandangan Jung meskipun

(6)

arkhetipe-arkhetipe itu tidak sadar namun mereka mempengaruhi pikiran-pikiran, mimpi-mimpi, dan emosi-emosi kita. (Yustinus Semiun, 2013: 9).

Arkhetipe memiliki berbagai macam bentuk dan karakteristik, berikut adalah bentuk dari arkhetipe yang berhubungan dengan kemunafikan: Persona dan Shadow (bayang-bayang).

Persona; sisi kepribadian yang diperlihatkan seseorang kepada dunia disebut persona. Ialah topeng yang kita gunakan (atau bersembunyi di belakangnya) untuk menyajikan diri kita sebagai sesuatu yang lain daripada yang sebenarnya. Dengan demikian sama seperti memainkan peranan dari pemain drama, kita menggunakan perilaku-perilaku dan sikap-sikap tertentu untuk mencocokkan tuntutan-tuntutan dari situasi-situasi yang berbeda dan orang-orang yang berbeda (Yustinus Semiun, 2013: 57).

Shadow; arkhetipe bayang-bayang terdiri atas insting-insting binatang yang diwarisi manusia dalam evolusinya dari bentuk-bentuk kehidupan yang lebih rendah (Jung, 1948). Dengan demikian bayang-bayang pertama-tama melambangkan sisi binatang pada kodrat manusia. Ini adalah arkhetipe yang sangat kuat dan mungkin sekali sangat berbahaya. Pada sisi negatif, bayang-bayang mengandung semua impuls yang dianggap masyarakat sebagai yang jahat, penuh dosa, dan tak bermoral (Yustinus Semiun, 2013: 59).

(7)

2. Referensi Teori Seni Rupa a. Ide Penciptaan

1. Proses Penemuan Ide

Berbicara masalah seni, sebenarnya selain yang ekspresif spontan, adapula yang rasional, yang kelahirannya memerlukan kalkulasi yang matang (P. Mulyadi, 1998: 39). Penulis menemukan ide mengangkat kemunafikan sebagai tema ketika penulis merasa dan mulai mengamati banyaknya kejadian yang bersifat munafik dan dianggap sebagai hal yang wajar. Penulis setelah itu mulai mengamati secara lebih mendalam berbagai macam kejadian yang dilihat langsung atau melalui media lain, dibaca di media massa, wawancara dengan orang terdekat, maupun yang dialami secara pribadi.

2. Bahan dan Material

Bahan atau material dalam dunia seni dikenal dengan "medium", pada dasarnya merupakan sesuatu yang kongkrit atau nyata–nyata ada. Oleh sebab itu seringkali dinyatakan bahan atau material menjadi sesuatu mutlak perlu dan bersifat pengikat (P. Mulyadi, 1998: 17). Penulis dalam hal ini menggunakan material berbagai macam jenis kuas, seperti kuas pipih dengan ukuran kecil, sedang dan lebar, serta kuas dengan bulu ujung lancip untuk memberikan detail. Bahan yang digunakan adalah cat akrilik berbasis air, karena pertimbangan cepat kering untuk mempercepat proses pengerjaan.

(8)

3. Teknik

Teknik dalam seni lukis ada beberapa macam, diantaranya adalah teknik kering dan teknik basah. Penulis dalam karyanya menggunakan teknik basah, yaitu sapuan cat akrilik diatas kanvas.

b. Komponen Karya Seni

1. Subject Matter atau Tema

Tema merupakan gagasan yang hendak dikomunikasikan pencipta karya seni kepada masyarakat atau penikmat seni (Nooryan Bahari, 2008: 22).

Subject Matter dalam seni adalah sesuatu (persoalan) yang akan diungkap pada suatu karya dan oleh karena itu sering kali juga disebut pokok – soal atau tema. Dengan kata lain, subject metter adalah apa–apa yang diungkapkan dalam suatu karya (P. Mulyadi, 1998: 15).

Tema dapat berasal dari berbagai masalah, mulai dari kehidupan perasaan (emosi), kisah atau cerita, kehidupan keagamaan, sejarah, pengalaman intelektual, perlambangan-perlambangan, atau peristiwa metafisik lainnya (Mikke Susanto, 2003: 22). Penulis dalam hal ini mengangkat kemunafikan sebagai tema yang menjadikan kemunafikan sebagai pokok persoalan yang akan diwujudkan dan disampaikan kepada masyarakat dalam penciptaan karya seni lukis

2. Bentuk (Form)

Yang dimaksud "bentuk" dalam suatu karya seni adalah aspek visualnya, atau yang terlihat itu, yaitu karya seni itu sendiri. Bentuk dikenal pula sebagai "totalitas" karya, yang merupakan organisasi

(9)

unsur-unsur rupa sehingga terwujud apa yang disebut karya. Unsur-unsur-unsur yang dimaksudkan adalah: garis, shape, gelap-terang, warna. Ini berarti bahwa bentuk adalah sesuatu yang dapat ditangkap dengan panca indera; dengan kata lain bisa dilihat, diraba, atau didengar (dalam musik) (P. Mulyadi, 1998: 16). Bentuk yag ditampilkan oleh penulis dalam karyanya adalah karya seni lukis, dengan media cat akrilik di atas kanvas, dengan bentuk objek yang terdiri dari bidang warna solid.

3. Isi atau Makna

Isi disebut sebagai kualitas atau arti, yang ada dalam suatu karya seni. Isi juga dimaksudkan sebagai final statement, mood (suasana hati) atau pengalaman penghayat, isi merupakan arti yang essential daripada bentuk, dan seringkali dinyatakan sebagai sejenis emosi, aktifitas intelektual atau asosiasi yang kita lakukan terhadap suatu karya seni (P. Mulyadi, 1998: 16)

c. Komposisi

Komposisi ada dua macam, yaitu komposisi terbuka adalah komposisi dimana dalam suatu bidang atau ruang, unsur-unsur komposisinya merupakan bagian yang memberi kesan menerus, tersebar, meluas dari pusat bidang atau ruang komposisi tersebut.

Sedangkan yang dimaksud komposisi tertutup adalah jika unsur-unsur tersebut seakan-akan didalam bagian, mengumpul, menyempit, sehingga terlihat adanya pengelompokan unsur-unsur itu kedalam pusat bidang atau ruang komposisi" (Arfial Arsyad Hakim,1997:31). Komposisi yang digunakan dalam karya seni lukis penulis adalah keduanya. Terdapat

(10)

beberapa karya penulis yang menggunakan komposisi terbuka, dengan objek yang tersebar pada bidang karya, serta komposisi tertutup, dengan objek yang yang terkesan memusat.

d. Unsur-unsur Visual 1. Garis

Perpaduan sejumlah titik-titik yang sejajar dan sama besar. Garis memiliki dimensi memanjang juga punya arah, bisa panjang, pendek, halus, tebal, berombak melengkung, serta lurus. Hal inilah yang menjadi ukuran garis. Garis memiliki ukuran yang bersifat nisbi, yakni ukuran yang panjang-pendek, tinggi-rendah, besar-kecil, tebal-tipis. Sedangkan arah garis ada tiga: horizontal, vertikal, diagonal, meskipun garis bisa melengkung, bergerigi maupun acak (Mikke Susanto, 2011: 148). Garis yang dimunculkan dalam karya penulis adalah garis-garis seperti garis lengkung, garis zig-zag, dan garis gabungan. Penulis dalam karyanya menggunakan garis nyata seperti pada outline dari suatu objek dan garis semu yang muncul akibat dari batas antara bidang yang saling berdempetan.

2. Warna

Warna adalah gelombang cahaya dengan frekuensi yang dapat mempengaruhi penglihatan kita. Warna memiliki tiga dimensi dasar yaitu hue, nilai (Value), dan intensitas (Intensity). Hue adalah gelombang khusus dalam spektrum dan warna tertentu. Misalnya, spektrum warna merah disebut hue merah, nilai (Value) adalah nuansa yang terdapat pada warna, seperti nuansa cerah atau gelap, sedangkan intensitas adalah kemurnian

(11)

dari hue warna (Nooryan Bahari, 2008:100). Penulis lebih cenderung menggunakan warna dengan intesitas cerah untuk memberikan warna dasar objek, dan warna dengan intesitas lebih gelap untuk bayangan dan outline objek.

3. Bidang (Shape)

Shape adalah suatu bidang kecil yang terjadi karena pembatasan sebuah kontur (garis) atau dibatasi oleh adanya warna yang berbeda atau gelap terang pada arsiran atau karena adanya tekstur, bidang bisa menyerupai wujud alam (figur), dan juga ada yang tidak sama sekali menyerupai wujud alam (nonfigur) (Darsono & Nanang, 2004:90).

Bidang geometric dan non geometric, selain kedua bidang tersebut terdapat bidang yang bersifat maya, yaitu bidang yang seolah meliuk, bentuk bidang yang seolah miring membentuk sudut, bentuk bidang yang seolah bersudut-sudut, dan bentuk bidang gabungan (Sadjiman Ebdi Sunyoto, 2009:104). Penulis dalam karyanya menggunakan bentuk geometrik dan non geometrik.

4. Tekstur

Tekstur adalah kesan halus dan kasarnya suatu permukaan lukisan atau gambar, atau perbedaan tinggi rendahnya permukaan suatu lukisan atau gambar. Tekstur juga merupakan rona visual yang menegaskan karakter suatu benda yang dilukis atau digambar. Ada dua macam jenis tekstur atau barik. Pertama adalah tekstur nyata, yaitu nilai permukaannya nyata atau cocok antara tampak dengan nilai rabanya. Misalnya sebuah lukisan menampakkan tekstur yang kasar, ketika lukisan tersebut diraba,

(12)

maka yang dirasakan adalah rasa kasar sesuai tekstur lukisan tersebut. Sebaliknya kedua, tekstur semu memberikan kesan kasar karena penguasaan teknik gelap terang pelukisnya, ketika diraba maka rasa kasarnya tidak kelihatan, atau justru sangat halus. (Nooryan Bahari, 2008:101). Karya seni lukis yang dibuat oleh penulis menggunakan tekstur semu karena kesan yang tampak tidak sama dengan ketika diraba.

e. Prinsip Organisasi Unsur Rupa 1. Kesatuan (Unity)

Kesatuan atau keutuhan merupakan salah satu prinsip dasar seni rupa. Kesatuan dapat juga disebut keutuhan seluruh bagian-bagian atau semua unsur menjadi satu kesatuan. Tanpa adanya satu kesatuan, sebuah karya seni tidak sempurna atau tidak enak untuk dilihat. Prinsip kesatuan sesungguhnya "adanya saling hubungan" antar unsur yang disusun di dalam karya seni (Sadjiman Ebdi Sunyoto, 2009: 213). Penulis memunculkan kesatuan dalam karyanya dengan cara menggambarkan objek-objek dalam karyanya saling berkaitan dan berhubungan satu sama lain.

2. Keseimbangan (Balance)

Persesuaian materi-materi dari ukuran berat dan memberi tekanan pada stabilitas suatu komposisi karya (Mikke Susanto, 2011: 46). Keseimbangan merupakan suatu keadaan, semua bagian sebuah karya seni tidak ada yang lebih dibebani. Sebuah karya seni dikatakan seimbang manakala di semua bagian pada karya bebannya sama, sehingga pada karya tersebut akan membawa rasa tenang dan enak dilihat, di dalam

(13)

keseimbangan ada keseimbangan simetri (symmetrical balance), keseimbangan memancar (radial balance), keseimbangan sederajat (obvious balance) (Sadjiman Ebdi Sunyoto, 2009: 237). Penulis menggunakan keseimbangan berbeda yang tidak sama pada tiap karyanya. Penulis menggunakan keseimbangan simetris dan asimetris pada karyanya.

3. Keselarasan (Ritme)

Ritme (keselarasan) suatu istilah yang biasanya dipakai di dalam musik dan puisi. Ritme pada seni rupa berarti suatu susunan teratur yang ditimbulkan dari pengulangan sebuah atau beberapa unsur sehingga menimbulkan gerak karena pengulangan objek yang satu ke objek yang lainnya (Arfial Arsad Hakim, 1997: 18). Penulis memunculkan ritme dalam karyanya seperti pengulangan beberapa objek sejenis dan pada pembagian bidang warna dengan warna yang senada saling berhimpit berurutan.

4. Proporsi (Proportion)

Proporsi berasal dari bahasa Inggris proportion yang artinya perbandingan. Proporsi dapat diartikan perbandingan atau kesebandingan dalam suatu objek antara bagian satu dengan bagian lainnya. Proporsi pada dasarnya menyangkut perbandingan ukuran yang sifatnya sistematis (Sadjiman Ebdi Sunyoto, 2009: 249). Penulis menggunakan proporsi antara objek lukisan dengan ukuran ruang dari bidang lukis dan ukuran karya penulis adalah 120x150cm, dengan pertimbangan penikmat karya dapat lebih fokus memperhatikan dan menikmati karya.

(14)

5. Dominasi (Domination)

Dominasi dalam karya seni disebut sebagai keunggulan, keistimewaan, keunikan, keganjilan, dan kelainan. Dominasi merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa yang harus ada pada karya seni, agar diperoleh karya seni yang artistik atau memiliki nilai seni. Jadi dominasi bertugas sebagai pusat perhatian dan daya tarik (Sadjiman Ebdi Sunyoto, 2009: 225). Penulis memberikan dominasi pada objek-objek utama dalam karyanya dengan cara memberikan detail dan outline pada objek tersebut.

f. Karikatur

Gambar atau sejenis kartun olok-olok yang mengandung pesan atau sindiran yang terbentuk dari proses deformasi atas figur aslinya. Umumnya karikatur bersangkut-paut dan berkolaborasi dengan media massa, dan karena karikatur dianggap sebagai pedang opini, kritik atau sikap politik yang tak kalah efektif dibanding kritik dalam bentuk karya tulis atau sastra (Mikke Susanto. 2011: 215). Karya yang dibuat penulis bergaya karikatur, karena berisikan pesan sindiran yang digambarkan dengan objek-objek yang telah mengalami deformasi dari bentuk aslinya.

g. Pop Art

Sebuah perkembangan seni yang dipengaruhi oleh gejala-gejala budaya popular yang terjadi di masyarakat. Gaya ini lahir juga karena sentuhan dari kaum Dada yang mengimbas ke zaman berikutnya sekitar tahun 1970 sampai tahun 80-an (Mikke Susanto. 2011: 314). Karya penulis juga memiliki kecenderungan bergaya pop art, karena penulis membuat karya berdasarkan budaya munafik yang kerap terjadi di masyarakat, serta

(15)

menampilkan objek-objek yang sudah dikenal dan mudah dipahami masyarakat.

h. Deformasi

Perubahan susunan bentuk yang dilakukan dengan sengaja untuk kepentingan seni, yang sering terkesan sangat kuat/besar sehingga kadang-kadang tidak lagi berwujud figur semula atau yang sebenarnya. Sehingga hal ini dapat menimbulkan figur atau karakter baru yang lain dari sebelumnya. Adapun cara mengubah bentuk antara lain dengan cara simplifikasi (penyederhanaan), distorsi (pembiasan), destruksi (perusakan), stilasi (penggayaan), atau kombinasi diantara semua susunan bentuk (mix). (Mikke Susanto, 2011:98).

i. Distorsi

Distorsi adalah perubahan bentuk, penyimpangan, atau keadaan yang dibengkokkan. Dalam fotografi disebut pemiuhan. Dibutuhkan dalam berkarya seni, karena merupakan salah satu cara untuk mencoba menggali kemungkinan lain pada suatu bentuk atau figur (Mikke Susanto, 2011:107). Objek dalam beberapa karya penulis menggunakan perubahan bentuk distorsi untuk menambah daya tarik dan menciptakan keunikan tersendiri menurut penulis.

(16)

B. Referensi Karya 1. WPAP (Wedha’s Pop Art Potrait)

Penulis sangat tertarik dan terinspirasi dalam berkarya oleh karya-karya bergaya WPAP. Karya digital yang menggunakan bentuk-bentuk geometris dengan garis lurus dan tanpa menggunakan satupun garis lengkung ini pertama kali dipelopori oleh Wedha Abdul Rasyid, seorang seniman asal Pekalogan yang lebih dikenal dengan sebutan bapak ilustrasi Indonesia. Penulis tertarik dengan karya-karya bergaya WPAP karena penulis merasa pembagian bidang warna pada karya WPAP sistematis dengan pada umumnya menggunakan warna-warna yang cerah dan menarik perhatian. Penulis terinspirasi oleh cara pembagian warna dengan bidang-bidang warna yang solid dari karya WPAP

Gambar 2.1. Karya potret digital bergaya WPAP

(Sumber: https://mantonlausma.wordpress.com/2015/02/27/biografi-wedha-abdul-rasyid/5/7/2016/18.25)

Persamaan karya penulis dengan potret WPAP adalah kesamaan dalam menggunakan bidang warna solid dalam pembagian warnanya tanpa menggunakan gradasi warna halus untuk memunculkan dimensi pada karya, namun terdapat perbedaan pada karya penulis yaitu penulis

(17)

tidak hanya terpaku menggunakan bidang geometris tanpa garis lengkung seperti pada potret WPAP.

2. James Roper

Penulis terinspirasi oleh lukisan karya James Roper, seorang seniman asal Manchester United, Inggris. Salah satu karya James Roper adalah “Snakes and Ladders” dengan medium akrilik di atas kanvas

berukuran 150,5cm x 132cm. James Roper menggambarkan bentuk-bentuk benda abstrak yang disusun sedemikian rupa. James Roper menggunakan pembagian gradasi warna menggunakan bidang warna solid untuk memunculkan dimensi dan gelap terang pada bentuk objek abstraknya, dan dengan latar karya menggunakan satu warna untuk membedakan objek dengan latar karya. Penulis tertarik dengan cara Roper membagi dan menyusun bidang warna solid sehingga bisa menimbulkan dimensi dan gelap terang suatu objek.

Gambar 2.2. “Snakes and Ladders”, akrilik di atas kanvas, 2007, 150,5cm x 132cm

(Sumber:

http://jroper.co.uk/painting/hypermass/snakes%20and%20ladders/index.html/5/7/ 2016/20.15)

(18)

Perbedaan penulis dengan Roper adalah pada objek yang digambarkan dalam karya serta maksud dari karya, dimana Roper cenderung lebih abstrak sehingga maksud dari karya cenderung lebih sulit untuk dicapai sedangkan penulis menggunakan objek yang lebih jelas supaya maksud dari karya lebih mudah diterima penikmat seni.

Gambar

Gambar 2.1. Karya potret digital bergaya WPAP
Gambar 2.2. “Snakes and Ladders”, akrilik di atas kanvas, 2007, 150,5cm x  132cm

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan perhitungan eect size, dapat disimpulkan bahwa remediasi dengan penyediaan booklet efektif untuk meremediasi miskonsepsi siswa kelas VIII SMP Panca Setya 2 Sintang

Industri peternakan Sapi Potong di Provinsi Jambi secara ekonomis seharusnya menguntungkan mengingat jumlah penduduk yang terus bertambah, tingkat kesejahteraan

Pada variabel pendidikan, menurut penelitian yang dilakukan oleh Sunmin pada subjek dengan pendidikan yang tinggi yaitu perawat didapatkan hasil fungsi kognitif yang lebih baik

Alhamdulillahirobbil’alamin, berkat rahmat, hidayah dan inayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap

Dengan demikian hipotesis Ha diterima dan menolak Ho karena F hitung > F tabel, artinya anggaran waktu audit, kompleksitas dokumen audit dan pengalaman auditor

Jika cincin benzena terikat pada rantai alkana lurus yang memiliki suatu gugus fungsional atau rantai alkana yang terdiri atas 7 atom karbon atau lebih, maka benzena tersebut

Perubahan wujud musik patrol dari fungsi awal sebagai musik yang dimainkan pada saat menjelang waktu sahur pada bulan Ramadhan menjadi pertunjukan telah membuktikan bahwa

Pada saat melakukan wawancara dengan petani di Kecamatan Kuranji, didapatkan gulma yang paling bayak muncul di areal sawah pada fase vegetatif menurut petani