• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN 5E TERINTEGRASI PENDEKATAN SAINTIFIK TERHADAP KOMPETENSI LITERASI SAINS SISWA SMPN 1 KURIPAN TAHUN AJARAN 2016/2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN 5E TERINTEGRASI PENDEKATAN SAINTIFIK TERHADAP KOMPETENSI LITERASI SAINS SISWA SMPN 1 KURIPAN TAHUN AJARAN 2016/2017"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN 5E TERINTEGRASI PENDEKATAN SAINTIFIK TERHADAP KOMPETENSI LITERASI SAINS SISWA SMPN 1

KURIPAN TAHUN AJARAN 2016/2017

ARTIKEL SKRIPSI

Oleh:

ALOK IRMA SURYANI NIM. E1A 012 003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM

(2)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN 5E TERINTEGRASI PENDEKATAN SAINTIFIK TERHADAP KOMPETENSI LITERASI SAINS

SISWA SMPN 1 KURIPAN TAHUN AJARAN 2016/2017

Alok Irma Suryani1), Jufri, A.W2), Dadi Setiadi2)

1)Mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mataram 2)

Dosen Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mataram Universitas Mataram, Jalan Majapahit No.62, Mataram

Email: Alokirma32@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran 5E terintegrasi pendekatan saintifik terhadap kompetensi literasi sains berdasarkan kemampuan mengidentifikasi isu-isu sains, menjelaskan fenomena sains dan menggunakan fakta atau bukti sains. Penelitian ini tergolong eksperimen semu dengan pola Pre-Test dan Post-Test

Group Design. Populasi penelitian yaitu seluruh kelas IX SMPN 1 Kuripan tahun ajaran

2016/2017. Sampel kelas dipilih dengan teknik Purposive Sampling sehingga didapatkan kelas IX-A sebagai kelas eksperimen dan kelas IX-B sebagai kelas kontrol, dengan sampel berjumlah 50 siswa. Instrumen yang digunakan yaitu tes kompetensi literasi sains berupa soal pilihan ganda. Data kompetensi literasi sains dianalisis secara deskriptif dan uji hipotesis dengan uji-t. Hasil analisis data menunjukkan bahwa hasil uji hipotesis menunjukkan model pembelajaran 5E terintegrasi pendekatan saintifik memberikan pengaruh terhadap kompetensi literasi sains (thitung =4,39 > ttabel = 2,01).

Kata Kunci: 5E, pendekatan saintifik, literasi sains

ABSTRACT

The aim of this research is to know the effect of the 5E learning model integrated scientific approach towards competence of science literacy based on issues science identification, explain about phenomenon science and use the evidence of science. This research is classified as quasi-experimental, with Pre-Test dan Post-Test Group Design. The population of this research were all the nine grade of junior high school 1 Kuripan academic year 2016/2017. The class sample was taken by using purposive sampling in which IX-A became the experimental class and IX-B became the control class, with number of sample 50 students. The instruments that is used the data was competence of literacy science in form of multiple choice. The date competence of literacy science was analyzed by using deskriftive and using t-test. The result of data analyze showed the result of hypothesis showed the 5E learning model integrated scientific approach gave effect toward competence of science literacy (t-count= 4,39 > t-table= 2,01).

(3)

PENDAHULUAN

Pada tahun 1997, OECD

memunculkan Programme for

International Student Assessment (PISA).

PISA bertujuan untuk memetakan

kemampuan literasi matematika, membaca dan sains siswa SMP yang berusia sekitar 15 tahun di negara-negara anggota OECD

termasuk negara Indonesia. PISA

mengumpulkan informasi yang reliabel setiap tiga tahun. Temuan-temuan PISA

digunakan antara lain untuk: (a)

membandingkan literasi membaca,

matematika dan sains siswa-siswa suatu negara dengan negara peserta lain; dan (b)

memahami kekuatan dan kelemahan

sistem pendidikan masing-masing negara (Thomson dan Bortoli, 2008).

Berdasarkan hasil tes PISA,

kemampuan siswa Indonesia cenderung mengalami penurunan. Pada tahun pertama

penyelenggaraan PISA Tahun 2000,

Indonesia berada di urutan ke-38 dari 41 negara peserta pada kompetensi literasi sains (OECD, 2003), pada PISA periode kedua (2003), Indonesia juga berada pada urutan ke-38 untuk kompetensi literasi sains (OECD, 2004), dan pada PISA periode ketiga Tahun 2006, Indonesia berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta (OECD, 2006), pada periode

keempat Tahun 2009 menyatakan bahwa kompetensi literasi sains siswa Indonesia berada di peringkat ke-62 dari 65 negara peserta (OECD, 2009). Hasil terbaru pada Tahun 2012 Indonesia berada pada urutan ke 64 dari 65 negara (OECD, 2013).

Data tentang rendahnya tingkat

literasi sains tersebut mencerminkan

bahwa kualitas pembelajaran sains SMP di Indonesia masih jauh dibawah negara-negara OECD, sehingga sekolah-sekolah di Indonesia perlu mempelajari bagaimana perencanaan, pelaksanaan dan penilaian

pembelajaran sains, sehingga dalam

beberapa tahun mendatang bisa lebih kompetitif antara hasil tes literasi sains siswa Indonesia dengan hasil tes siswa di

negara-negara OECD. Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan telah

melakukan perubahan-perubahan dalam bidang pendidikan salah satunya yakni penerapan kurikulum 2013. Tujuan mata pelajaran IPA yang tercantum dalam Permendikbud Nomor 58 tahun 2014

tentang Kurikulum 2013 Sekolah

Menengah Pertama Dan Madrasah

Tsanawiyah adalah: 1) Mengagumi

keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang aspek fisik dan materi, kehidupan dalam ekosistem, dan peranan

manusia dalam lingkungan sehingga

(4)

mewujudkannya dalam pengamalan ajaran agama yang dianutnya. 2) Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu, objekti, jujur, teliti, cermat, tekun, hati-hati, bertanggung jawab, terbuka, kritis, kreatif, inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan pengamatan, percobaan, dan berdiskusi.

Kenyaataan di sekolah,

menunjukkan pembelajaran IPA masih terfokus pada dimensi konten. Menurut Hernani dan Raharjo, (2009) bahwa pendidikan sains di Indonesia sekarang masih didominasi oleh pandangan bahwa

pengetahuan sains hanya berupa

seperangkat fakta-fakta yang harus

dihafalkan oleh siswa. Dalam kondisi seperti ini, tentu pendidikan sains kita akan tertinggal dari negara-negara yang telah menerapkan kurikulum sesuai dengan

tuntutan PISA. Pada implementasi

kurikulum 2013, kegiatan pembelajaran IPA dikembangkan dengan pendekatan saintifik atau yang lebih dikenal dengan

sebutan 5M (mengamati, menanya,

mengumpulkan informasi, menalar,

mengkomunikasikan). Proses

pembelajaran dengan pendekatan saintifik tercantum di dalam Permendikbud Nomor 103 tahun 2014 tentang pembelajaran pada

pendidikan dasar dan pendidikan

menengah meliputi kegiatan mengamati,

menanya, mencoba, menalar, dan

mengkomunikasikan. Nasution (2013)

menyatakan bahwa pendekatan saintifik atau yang bisa disebut dengan pendekatan ilmiah dipandang paling cocok dalam pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan dapat mendorong siswa dalam mencari tahu dari berbagai sumber dan bukan hanya diberi tahu.

Pendekatan saintifik diharapkan

dapat mencapai tujuan-tujuan

pembelajaran IPA dan meningkatkan

literasi sains siswa. Literasi sains

merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dikuasai setiap individu karena hal ini berkaitan erat dengan bagaimana seseorang dapat memahami lingkungan hidup dan masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat modern yang sangat bergantung pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk juga masalah sosial kemasyarakatan. Ciri-ciri siswa yang memiliki literasi sains yang baik, yaitu siswa dapat mengidentifikasi isu-isu sains, menjelaskan fenomena sains dan menggunakan fakta atau bukti sains (OECD, 2009). Dari pernyataan tersebut

maka, guru diharapakan dapat

menggunkana salah satu model

pembelajaran yang interaktif, inovatif dan

(5)

meningkatkan literasi sains. Salah satu inovasi model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran 5E terintegrasi dengan pendekatan saintifik.

Menurut Bybee, et al. (2006) model belajar 5E terdiri atas lima fase yang saling berhubungan satu sama lainnya, yaitu: engagement, exploration, explaination, elaboration, dan evaluation. Fase-fase dalam model 5E memiliki fungsi khusus untuk mendukung tercapainya kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan cara berperan aktif. Selain itu fase-fase dalam 5E ini diintegrasikan dengan 5M pendekatan

saintifik, sehingga siswa melakukan

kegiatan menggali dan menemukan

pengetahuannya sendiri melalui kegiatan

pengamatan/praktikum, dengan siswa

menggali dan menemukan sendiri

pengetahuannya melalui pengalaman

langsung dan nyata, pengetahuan yang didapatkan siswa tidak akan mudah dilupakan.

Model pembelajarn 5E merupakan model pembelajaran yang berlandaskan

pada teori konstruktivistik. Teori

konstruktivistik menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuannya melalui keterlibatan langsung dalam proses

mengajar, sehingga proses belajar

mengajar lebih berpusat pada siswa.

Menurut Agustyaningrum (2011)

keuntungan model pembelajaran 5E adalah

pembelajaran akan bersifat student

centered, berorientasi pada proses

investigasi dan penemuan, pemecahan masalah, serta menghindarkan siswa dari cara belajar tradisional yang cenderung menghafal, sehingga dapat mendorong siswa menjadi aktif, kritis, dan kreatif.

Berdasarkan pemaparan di atas

peneliti tertarik untuk mengadakan

penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran 5E Terintegrasi Pendekatan Saintifik Terhadap Literasi Sains Siswa SMPN 1 Kuripan Tahun Ajaran 2016/2017 ”.

METODE

Jenis penelitian ini adalah

penelitian Quasi experiment. Penelitian telah dilaksanakan pada semester genjil tahun ajaran 2016/2017 di SMPN 1 Kuripan pada siswa kelas IX di bulan Agustus sampai September. Variabel bebasnya adalah model pembelajaran 5E

terintegrasi pendekatan saintifik,

sedangkan variabel terikatnya adalah kompetensi literasi sains siswa. Populasi penelitian yaitu seluruh kelas IX di SMPN 1 Kuripan tahun ajaran 2016/2017 yang

terbagi dalam enam kelas, sampel

ditentukan dengan teknik Purposive

sampling dan diperoleh kelas IX A sebagai

(6)

model pembelajaran 5E terintegrasi pendekatan saintifik dan kelas IX B sebagai kelas kontrol yang tidak diajarkan

dengan model pembelajaran 5E

terintegrasi pendekatan saintifik. Desain penelitian yang digunakan adalah Pre-Test dan Post-Test Group Design. Materi yang diajarkan yaitu sistem reproduksi pada

manusia dan kependudukan dan

lingkungan yaitu KD 3.1 dan 3.3.

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data kompetensi literasi sains siswa menggunakan tes pilihan ganda yang telah valid dan reliabel sebanyak 35 soal. Analisis uji hipotesis menggunakan uji-t.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kompetensi literasi sains siswa sebelum diberikan perlakuan untuk kelas eksperimen diperoleh nilai tertinggi

pre-test yaitu sebesar 45 dan nilai pre-pre-test

terendah yaitu 11. Sedangkan kelas kontrol diperoleh nilai tertinggi pre-test 48 dan nilai pre-test terendah yaitu 14. Pada kelas eksperimen diperoleh nilai rata-rata pre-test yaitu 32.04 dan pada kelas kontrol diperoleh nilai rata-rata pre-test

sebesar 32.96. Kompetensi literasi sains

siswa setelah diberikan perlakuan untuk kelas eksperimen yang menggunakan

model pembelajaran 5E terintegrasi

pendekatan saintifik memiliki rata-rata kompetensi literasi sains yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yang

tidak menggunakan model pembelajaran 5E terintegrasi pendekatan saintifik. Hal ini dapat dilihat dari perolehan nilai rata-rata post-test pada kelas eksperimen yaitu 69.38 dan nilai rata-rata post-test pada kelas kontrol yaitu 57.67. Nilai post-test tertinggi pada kelas eksperimen yaitu 82 dan nilai post-test terendah yaitu 48, sedangkan pada kelas kontrol diperoleh nilai post-test tertinggi yaitu 71 dan nilai

pos-test terendah yaitu 37.

Gambar 4.3 Perbandingan Nilai Pre-test dan Post-test Kedua Kelas Sampel

Hasil analisis Uji t-test kelas eksperimen dan kelas kontrol terangkum dalam tabel 4.1

thitung ttabel

Eksperimen

4,39 2,01

Kontrol

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa, hasil Uji t-test memiliki nilai thitung > ttabel yakni 4.39>2.01 pada taraf signifikansi 5%. Berdasarkan kriteria pengujian hipotesis, dilihat dari hasil perhitungan uji-t berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran 5E

Pre-Test Post-Test Eksperimen 32.96 69.38 Kontrol 32.04 57.67 0 20 40 60 80 100 Nilai

(7)

terintegrasi pendekatan saintifik terhadap literasi sains siswa SMPN 1 Kuripan Tahun Ajaran 2016/2017.

Peranan Model Pembelajaran 5E Terintegrasi Pendekatan Sainstifik dalam Meningkatkan Kompetensi Literasi Sains

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa model pembelajaran 5E terintegrasi pendekatan saintifik berpengaruh terhadap kompetensi literasi sains siswa. Hal ini dibuktikan dengan perbedaan hasil yang

signifikan antara kelas yang tidak

diberikan perlakuan model 5E terintegrasi pendekatan saintifik dengan pembelajaran 5E terintegrasi saintifik. Pernyataan ini didukung oleh hasil uji hipotesis, dan

keterlaksanaan pembelajaran dengan

katagori sangat baik. Hasil uji hipotesis

menunjukkan terdapat perbedaan

kompetensi literasi sains antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Perbedaan yang paling menonjol adalah proses pembelajaran yang dilakukan di kelas, dimana siswa pada kelas eksperimen berperan lebih aktif selama pembelajaran berlangsung dibandingkan dengan siswa dikelas kontrol. Hal tersebut disebabkan oleh fase-fase dari model pembelajaran 5E memberikan pengaruh yang signifikan terhadap proses pembelajaran. Hal ini dapat didlihat dari fase pertama yaitu fase

engagement, pada fase ini pendidik

berusaha membangkitkan keingintahuan siswa dengan cara mengajukan pertanyaan,

kemudian, siswa akan memberikan

jawaban terhadap pertanyaan yang

diberikan. Dalam fase ini siswa

diharapakan akan megamati dan

menanyakan hal-hal yang terkait materi yang disampaikan, sesuai dengan tuntutan pendektan saintifik.. Fase kedua yaitu

exploration, pada fase ini siswa diarahkan

untuk membuat hipotesis, melakukan diskusi kelompok untuk memecahkan masalah dan mencatat pendapat terkait materi yang dibahas. Pada fase ini siswa akan melakuan penalaran sesuai dengan

tuntukan dari pendekatan saintifik.

Disamping itu, tujuan dari fase ini adalah untuk melihat sejauh mana para siswa sudah benar dalam memahami materi. Kemudian fase ketiga, yaitu explanation, dimana siswa akan menjelaskan suatu konsep dengan kalimatnya sendiri, setelah mendapatkan penjelasan dari pendidik. Fase keempat, yaitu elaboration, dalam fase ini siswa akan menerapkan konsep yang sudah dipelajari. Jika pada tahap ini, pendidik merancang proses pembelajaran yang baik maka motivasi belajar siswa akan meningkat dan fase yang terakhir adalah evaluation, pada fase ini guru akan dapat mengamati pemahaman siswa yang dijadikan bahan evaluasi sejauh mana proses penerapan model pembelajaran 5E Terintegrasi pendekatan saintifik. Dengan

(8)

fasse-fase tersebut, akan melatih siswa untuk mampu mengidentifikasi masalah-masalah yang ada disekitar, menjelaskan femone yang terjadi dan memberikan bukti atau fakta terhadap masalah-masalah yang terjadi. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Tuna (2013), Feyzioglu (2012) Harfina (2012) Cholistyana (2014) dan Astuti, dkk (2010) bahwa siswa yang diberikan perlakuan model pembelajaran 5E akan menunjukkan prestasi belajar yang lebih tinggi, lebih atraktif, dan

berpeluang untuk mengkonstruk

pengetahuan sendiri. Penerapan model pembelajaran 5E terintegrasi pendekatan

saintifk juga membuat siswa aktif

melakukan dalam pembelajaran dikelas

dikarenakan dipandu dengan bahan

belajar yang sudah mencakup langkah-langkah model pembelajaran 5E dan juga

kriteria pendekatan saintifik. Hasil

penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Marjan (2014) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar biologi dan keterampilan proses sains antara siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan pendekatan

saintifik dengan siswa yang tidak

menggunakan pendekatan saintifik.

Sedangkan pada kelas kontrol tidak

diterapkan model pembelajaran 5E

terintegrasi pendekatan sainstifik

melainkan model pembelajaran ekspositori yaitu model pembelajaran yang biasa

dilakukan disekolah. Pada model ini peserta didik yang lamban mungkin bingung dalam usahanya mengembangkan pikirannya jika berhadapan dengan hal-hal yang abstrak, atau menemukan saling ketergantungan antara pengertian dalam suatu subyek, atau dalam usahanya menyusun suatu hasil penemuan dalam bentuk tertulis. Siswa yang lebih pandai mungkin akan memonopoli. Walaupun proses pembelajaran dilakukan secara diskusi kelompok, proses pembelajaran masih bersifat pasif hanya beberapa peserta didik saja yang aktif dalam proses pembelajaran. Kondisi ini disebabkan karena peserta didik tidak akan memberi kesempatan untuk berpikir kreatif, kalau

pengertian-pengertian yang akan

ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu

oleh guru. Maka akan sulit

mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa:

Model pembelajaran 5E terintegrasi

pendekatan saintifik berpengaruh terhadap kompetensi literasi sains siswa SMPN 1 Kuripan tahun ajaran 2016/2017. (4,39 > 2.01)

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Agustyaningrum, N. 2011. Implementasi

Model Pembelajaran Learning

Cycle 5E Untuk Meningkatkan

Kemampuan Komunikasi

Matematis Siswa Kelas IX B SMP

Negeri 2 Sleman. Seminar

Nasional Matematika dan

Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika UNY, 3 Desember 2011, h. 6. [online]

Tersedia: http://eprints.uny.ac.id

diakses pada tanggal 30 September 2016.

Astuti, M. S. A., Sumarjono dan

Supriyono, K. H. 2010. Pengaruh

Model Pembelajaran Siklus Belajar 5e Terhadap Prestasi Belajar Fisika Materi Listrik Dinamis Siswa Kelas X Man 3 Malang.

Artikel. [Online] Tersedia:

https://www.google.com/url?.html &usg=AFQjCNElT8PjI2sACIUVz qUHUb0y-E85mQ, diakses pada tanggal 29 September 2016.

Bybee. 1997. The Concept of Literacy: A View of the Current Debate as on Outgrowth of the Past Two Centuries. Electronic Journal of

Literacy Through Science. Volume 1 Issue 1

Bybee, et al. 2006. The BSCS 5E

Instructional Model: Origins and Effectiveness. Colorado: Office of

Science Education National

Institutesof Health.

Bybee, R. W. 2009. PISA’S 2006

Measurement of Scientific Literacy: An Insider’s Perspective for the

U.S. APresentation for the NCES

PISA Research Conference.

Washington: Science Forum and Science Expert Group.

Cholistyana, I. E. 2014. Pengaruh Model

Learning Cycle 5e Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Sistem Ekskresi. UIN Jakarta. Skripsi.

[Online]Tersedia:https://www.goog

le, diakses pada tanggal 16

September 2016.

Feyzioglu, B., Akyildiz, M., Dermirdag, B., dan Altun, E. 2012. Developing a Science Process Skills Test for Secondary Students: Validity and

Realibility Study. Educational

Science: Theory & Practice. 13(3).

[Online] Tersedia:

http://www.academicjournals

diakses pada tanggal 23 Desember 2015.

Harfina, I. 2012. Pengaruh Model

Pembelajaran Learning Cycle 5 Fase (Lc5E)Terhadap Kesadaran

Metakognitif dan Penguasaan

Konsep Fisika Peserta Didik Kelas X SMA Laboratorium UM. Malang:

Universitas negeri Malang.

[Online] Tersedia:

http://fisika.um.ac.pengaruh- model-pembelajaranlearning-cycle- 5-fase-lc-5e-terhadap-kesadaran-metakognitif, diakses pada tanggal 20 Agustus 2016.

Hernani dan Raharjo, M. 2009.

Membelajarkan Konsep

Sains-Kimia dari Perspektif Sosial untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP. [Online] Tersedia: Jurnal

Pengajaran MIPA.

Marjan, J. 2014. Pengaruh Pembelajaran Saintifik Terhadap Hasil Belajar Biologi Dan Keterampilan Proses Sains Siswa MA Mu’amilat NW Pancor Selong Kabupaten Lombok

Timur Nusa Tenggara Barat.

Journal of University Ganesha. Volume 4, 2014, hala 1-1.

(10)

Nasution, K. 2013. Aplikasi Model

Pembelajaran dalam Perspektif

Pendekatan Saintifik. [Online]

Tersedia :http://nqtx1392172430 , diakses tanggal 20 September 2015.

OECD. 2003. Literacy Science. [Online]

Tersedia: http://www.oecd.org/

dataoecd/38/29 /33707226. pdf. Akses tanggal 8 Agustus 2015 OECD. 2004. Learning for Tomorrow’s

World. USA: OECD-PISA.

OECD. 2006. Assessing Scientific,

Reading and Mathematical

Literacy, A Framework for PISA 2006. Paris: OECD Publications.

OECD. 2009. PISA 2009 Assessment Framework, key competencies in reading, Mathematics and science.

[Online] Tersedia:

http://www.evaluacioneducativadia kses pada tanggal 16 September 2015.

OECD. 2013. PISA 2012 Results. Diakses pada tanggal 8 Agustus 2015. Permendikbud RI nomor 58 tahun 2014

tentang Kurikulum 2013 SMP Dan MTs. Salinan lampiran Peraturan

Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 58Tahun 2014

Permendikbud RI Nomor 103 tahun 2014

tentang Pembelajaran pada

Pendidikan Dasar dan Pendidikan

Menengah. Salinan Lampiran

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014.

PISA. 2010. Assessment Framework

KeyCompetencies In Reading

,mathematicsand science. OECD.

Shofiyah, N. 2015. Deskripsi Literasi Sains Awal Mahasiswa Pendidikan Ipa. Universitas Muhammadiyah

Sidoarjo. Journal Pedagogia ISSN

2089 -3833 Volume. 4, No. 2,

Agustus 2015

Thomson, S. & De Bortoli, L. 2008.

Exploring scientific literacy: how Australia measures up the PISA

2006 survey of students’

scientific, reading and

mathematical literacy skills.

Camberwell, Vic.: ACER Press. Tuna, A. K dan Ahmet, K. 2013. Effect of

5E Learning Cycle Model In

Teaching Trigonometry On

Students Academic Achievement And the Permanence Of Their Knowledge. International Journal

on New Trends in Education and TheirImplicationvol.4(1). Turki :

Kastamonu University. [Online]

Tersedia :http://www.ijonte,

(11)

Gambar

Gambar  4.3  Perbandingan  Nilai  Pre-test  dan Post-test Kedua Kelas Sampel

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap usaha industri kerajinan batik kayu di Dusun Krebet, Sendangsari, Pajangan, Bantul dapat ditarik

Dalam peleburan tersebut individu tidak lagi mutlak berkait dengan satu perlawanan besar, namun bergantung pada kemampuan ‘menjahit’ habitat dengan telisik benang kecil yang

Kegiatan pengelolaan usaha tambang pada dasarnya merupakan upaya peningkatan taraf hidup manusia dengan memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat didaerah itu, salah

sebagaimana yang dirumskan dalam Pasal 830 KUHPerdata yaitu dasar hukum waris adalah “Pewarisan hanya berlangsung karena kematian”, maka dapat dipahami seseorang yang

Maka untuk contoh perhitungan luas permukaan adsorben diambil contoh yaitu adsorben cangkang telur bebek pada suhu 600 0 C dengan waktu adsorpsi 10 menit, kemudian dhitung

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa variabel Enveronmental Consequence, Brand Preference, Brand Awareness, Core Brand Image, Attitude Advertisement, Brand

kemudahan menyamai dan pemasaran, dengan memasarkan produk dengan baik dan mendekatkan produk secara prinsip dengan konsumen mampu mendorong UKM naik kelas melalui

Pelaksanaan standar MKI 12 di RSUD Majenang baru mancapai 44,4 %, berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan hal ini dikarenakan dari ketiga butir