• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Studi Kasus di Wanagama I, Gunung Kidul, DIY)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "(Studi Kasus di Wanagama I, Gunung Kidul, DIY)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 9 No. 1(2009) p: 49-57

KANDUNGAN C-ORGANIK DAN N-TOTAL PADA SERESAH

DAN TANAH PADA 3 TIPE FISIOGNOMI

(Studi Kasus di

Wanagama

I, Gunung Kidul, DIY)

Haryono Supriyol), Eny Faridah1),Winastuti Dwi A.1), Arom Figyantika1) dan Ahmad Khairil F.2)

1)Jurusan Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan UGM. E-mail: haryono_supriyo@yahoo.com

2) MahasiswaJurusan BudidayaHutan, Fakultas Kehutanan UGM

Abstract

Wanagama I is considered a criticalarea having solum less than 10/20 cm with soil order of Lithosol (Entisol). The area has been developed since 1966 by planting with vegetation pioneers. The objective of this research was to determine the biomass weight of forest floor and the content of C and N in the forest floor and soil under three physiognomy types. Three physiognomy types are physiognomy I dominated by Melaleucacajuput;' physiognomy II has the majority of Tectona grandis, Leucaena leucocephala, Eugena spp. and Acacia leucophloea and physiognomy III are mostly planted by A. auriculiformis, Swietenia macrophylla and Schleichera oleosa. Litter was collected from quadrangle of 1 m x 1 m using three replications.Soil samples were taken from the depth inte/Valof 0-10, 10-20 and 20-30 cm. The result showed that the highest C stock was obse/Ved in physiognomy III (4.75 ton ha-1), followed by physiognomy I (4.51 ton ha-1)and II (2.13 ton ha-1). The highest N content was found in physiognomy III, followed by physiognomy I and II with values of 61.06.kg ha-1, 46.58 kg ha-1and 30.42 kg ha-1. OrganicC in soil decreased as the depth increased, 4.00 % to 5.63 % at 0-10 cm, 2.38 % to 3.89 % at 10-20 cm and 2.38% to 3.56 % at 20-30 cm. Nitrogen content was at the range of 0.33 % to 0.47 %, 0.32 % to 0.38 % and 0.27 % to 0.32 % at the depth of 0-10 cm, 10-20 cm and 20-30 cm.

Keywords:physiognomy, forest floor, soil, c; N

Pendahuluan

Kesesuaian jenis dengan tempat tumbuhnya merupakan suatu kunci sukses dalam pertumbuhansuatu jenis tanaman. Hal ini mengakibatkantanah yang kritissulituntuk dapat ditanami. Hutan Wanagama I awalnya merupakantanah kritis,mulaidibangunsejak tahun 1966 (Soeseno, 2004). Petak-petakdi Wanagama I semuanya memilikiperbedaan dalam hal kondisi lingkungannyatermasuk kondisi vegetasi penyusunnya. Perbedaan vegetasi penyusun ini dapat berdampakpada perbedaan akumulasi biomassa yang ada di lantai hutan. Adanya perbedaan akumulasi biomassa seresah ini tentunya akan menyebabkan perbedaan kandungan unsur-unsur hara yang ada di dalam tanah karena kandungan bahan organik dan unsur hara tanah berasaldaridekomposisiseresah.

Denganadanya perbedaan kandungan unsur hara antar lokasi maka terjadilah perbedaan tingkat kesuburan antara petak

..

yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan yang ada ini dimungkinkandapat berpengaruh terhadap kemampuantumbuhan untuk dapat tumbuh di lokasi tersebut, sehingga kemungkinankondisi tanah dan unsur hara yang ada dapat menjadi faktor pembatas dalam penyebaran suatu jenis tumbuhan di .

.

,

-

. hutan Wanagama I. BiomassaSeresah yang ada di hutan memilikiperan yang sangat penting terhadap pertumbuhan suatu jenis tanaman. Akumulasi biomassa seresah di lantai hutan sangat dipengaruhi oleh kecepatan dekomposisi seresah tersebut, kecepatan dekomposisi ini salah satunya dipengaruhioleh nisbah C-N yang ada pada seresah, semakin besar nisbah C-N seresah maka akan semakin sulit seresah tersebut untukterdekomposisi.

Selainkondisitanah, faktor lainseperti iklim tentu juga berpengaruh terhadap keberhasilan hidup suatu jenis tanaman. Setiap jenis tumbuhan tentunya memiliki persyaratan untuk tumbuh pada iklim yang

-

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

--56

Tabel 4. pH tanah

Tempat 1 Kedalamantanah em H20pH

0-10 7 7 10-20 7 6 F I 20-30 7 6 0-10 73 10-20 7 4 F II 20-30 76 0-10 -66 F III I 10-20 6,8 20-30 6,4 *

=

Notohadiprawiro, 2000 Harkat* Berdasarkan pengukuran pH menunjukan bahwa pH tanah di lokasi pengamatan berada pada rentang agak masam hinggaagak basa. FisiognomiI dan II berada pada kondisi agak basa sedangkan fisiognomiIII berada kondisiagak masam. Hal ini mungkindisebabkantopografidi Fisiognomi III yang lebih datar dibandingkanyang lain sehingga air hujan yang jatuh akan tertampung dan terinfiltrasike dalam tanah melindi logam-Iogam alkali sehingga menyebabkanpHtanah menjadilebihmasam.

Jika dilihat dari tipe iklimnyaC yang memiliki eurah hujan rendah yaitu 1.700 mm/tahun dan bahan induk batuan gamping (CaCO) maka dapat menjadialasan mengapa tanah di Wanagamaeenderung netral sedikit alkalis/basa. Dengan kondisi pH tanah yang berada pada kisaran tersebut sebenarnya tanah pada lokasi-lokasipengamatan berada

pada kondisi yang baik karena hampir mendekati netral. Dengan keadaan yang seperti ini maka sangat membantu dalam melarutkan unsur hara sehingga mudah digunakanoleh tanaman. Unsur N dan unsur hara makrolainnyatersedia dengan baik pada pH > 6 - netralatau sedkitalkalis.

Selainmampumemengaruhikelarutan unsur hara, pH juga berperan penting dalam perkembangan makroorganisme (eacing tanah) dan mikroorganisme (bakteri). Mikroorganismeseperti bakteri dekomposer, bakteri penambat N dari udara, bakteri nitrifikasidan bakteri pelarut fosfat hanya" dapat berkembang baik pada pH > 5,5 (Hardjowigeno,1987). Keberadaanmikrodan makroorganisme sangat penting karena mereka dapat menyediakanunsur hara yang dibutuhkan tanaman. Seperti yang dilakukan bakteri pengikat N bebas dan bakteri

Jumal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 9 No.1 (2009) p: 49-57

dekomposer yang membantu proses

dekomposisi seresah.

Proses dekomposisi dipengaruhi kondisi pH tanahnya, pada kondisi pH tanah agak masam hingga agak basa dekomposisi berlangsung optimal (Notohadiprawiro, 2000). Namun dengan kondisi pH dan lingkungan yang baik, kecepatan dekomposisi bahan-bahan organik masih rendah. Hal ini berarti kecepatan dekomposisi yang ada lebih dipengaruhi oleh sifat dari bahan organik itu sendiri seperti kandungan lignin yang tinggi dan adanya kandungan kimia lain di seresah seperti xineol pada seresah daun kayu putih.

Kesimpulan

1. Biomassa seresah pada ke tiga tipe fisiognomi berturut-turut dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah: fisiognomi I yaitu 8,51 ton/ha, fisiognomi III yaitu 7,21 ton/ha dan yang terkecil yaitu fisiognomi II 3,45 ton/ha.

2. Kandungan C-organik tanah pada

kedalaman tanah 0-10, 10-20 daR 20-30 cm berturut-turut adalah fisiognomi I yaitu 4 %, 3,38% dan 2,52% fisiognomi II yaitu 5 %, 2,67 % dan 2,38 % fisiognomi III yaitu 5,63 %, 3,89% dan 3,56%.

3. Kandungan N-total tanah pada kedalaman tanah 0-10, 10-20 dan 20-30 cm berturut-turut adalah fisiognomi I 0,33 %, 0,32 % dan 0,28% fisiognomi II 0,47 %, 0,39 % dan 0,32 % fisiognomi III 0,46 %, 0,38 % dan 0,27 %.

Daftar Pustaka

,Daniel, T. W., J. A. H~I!]1esdan F. Baker...

(1987) Principle of Silviculture.

Diterjemahkan oleh Djoko Marsono. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Fisher, R.F. dan Binkley, D. (2000) Ecology and Management of Forest Soils. 31'1IEd. John Willeyand Sons, Ine, Canada.

Hardjowigeno, S. (1987) Ilmu Tanah. PT. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

Kasmudjo (2007) Materi Perkuliahan Hasil Hutan Non Kayu. Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta. (Tidak Dipublikasikan).

Ngoran, A., Zakra dan Ballo (2006) Litter Decomposition of Acacia auriculiformis

-...

(9)

Supriyo. Kandungan C-Organik dan N-Total

Cunn. Ex Benth. AndAc~ciamangium Willd.

Under Coconut Trees on Quaternary Sandy Soils in Ivory Coast. Journal Biology and

Fertility of Soils, Berlin.43: 102-106.

Notohadiprawiro, T. (2000) Tanah dan Lingkungan. Pusat Studi Sumberdaya Lahan UGM,Yogyakarta.

Prayitno,T.A., dan Suranto,Y.(1985) Analisis Kimia Limbah Daun Kayu Putih. Penelitian

Dana DPP Fakultas Kehutanan UGM,

Yogyakarta. (Tidak Dipublikasikan).

Purwowidodo (2000) MengenalTanah Hutan:

Metode Kaji Tanah. Laboratorium Pengaruh Hutan. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Rayamajhi, M. Dan Van, T. (2003) Impacts of

Melaleuca Invasions on Ecosystem

Processes. http://tame.ifas.ufl.edu/ .

Diaksestanggal19 Juni 2009.

Supriyo, H. (2004) Perkembangan Fisik dan

Vegetasi di Wanagama I. Penyunting.

57

Atmosoedarjo, H.S., Pramoedibyo, R.I.S.,

Ranoeprawiro, S. 2004. Dari Bukit-bukit

Gundul Sampai Wanagama I. Yayasan

Sarana Wana Jaya, Yogyakarta. Hal 41-46.

Soeseno (2004) Sejarah Wanagama I.

Penyunting. Atmosoedarjo, H.S.,

Pramoedibyo, R.I.5., Ranoeprawiro, S.

2004. Dari Bukit-bukit Gundul Sampai

Wanagama I. Yayasan Sarana Wana Jaya, Yogyakarta. Hal 7-9.

Utomo, S. (2008) Laju Dekomposisi Seresah

Johar (Cassia siameaLamk.) dan Kedelai

(Gliricine(L.) Merril.) paCtaBerbagai Bentuk Pemanfaatan Lahan. Skripsi 5-1 Fakultas

.Kehutanan UGM, Yogyakarta. (Tidak

DipJblikasikan).

Wiyono (2005) Materi PerkuliahanDendrologi.

Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta.

(Tidak Dipublikasikan).

. I

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pendidikan (p value 0,016), pelatihan (p value 0,009), insentif (p value 0,000) dengan Kinerja Kader Posyandu

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan karuniaNya dalam kehidupan, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjalan

Faktor pendukung yang paling utama, dari penerapan sedekah terpimpin, adalah KSPPS-MUI kekurangan dana sosial untuk menunjang pelaksanaan kegiatan sosial

pengendalian berjenjang) sebagaimana diatur oleh PP 39/2006, pasal 4, 5,6,7 dan 8; adalah sebagai berikut: Komponen Pelaporan data realisasi pelaksanaan komponen Rincian Output (RO)

5 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa di Kabupaten Blora (Berita Daerah Kabupaten Blora Tahun 2018 Nomor 62) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bupati Blora

Sintesis NPP dengan PVA 5% lebih efektif pada perbandingan ekstrak dengan AgNO3 0,5:10 (E5) dari segi banyaknya jumlah NPP yang terbentuk, karena memiliki

Bagi setiap kitar gaya jalan, julat gerakan bagi sendi paha, lutut dan buku lali dalam satah sagital diberikan seperti dalam Rajah 2[a].. Figure 2[a]