• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU PERAWAT MENJALANKAN PERAWATAN ATRAUMATIK SAAT PEMBERIAN OBAT MELALUI INJEKSI IV PADA ANAK 1-18 TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERILAKU PERAWAT MENJALANKAN PERAWATAN ATRAUMATIK SAAT PEMBERIAN OBAT MELALUI INJEKSI IV PADA ANAK 1-18 TAHUN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ATRAUMATIK SAAT PEMBERIAN OBAT MELALUI INJEKSI IV

PADA ANAK 1-18 TAHUN

Musayemah Kurnia,1, Fajar Tri Waluyanti,2

1

Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia 2

Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus FIK UI, Jl. Prof. Dr. Bahder Djohan, Depok, Jawa Barat – 16424.

E-mail: [email protected]

Abstrak

Hospitalisasi dapat membuat anak mengalami stres salah satunya dengan adanya prosedur invasif seperti pemberian obat melalui injeksi intravena. Perawat berperan penting mengurangi stresor tersebut dengan menerapkan perawatan atraumatik pada anak. Penelitian ini bertujuan menggambarkan perilaku perawat dalam menjalankan perawatan atraumatik saat pemberian obat melalui injeksi IV pada anak usia 1-18 tahun. Desain penelitian ini adalah deskriptif sederhana dengan pendekatan kuantitatif dan observasi menggunakan teknik pengambilan sampel secara aksidental sebesar 70 perawat. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi yang dibuat sendiri oleh peneliti. Hasil penelitian akan dianalisis menggunakan analisis univariat. Hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 65,7% perawat menerapkan perilaku sesuai dengan prinsip perawatan atraumatik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perawat untuk lebih meningkatkan pelayanan keperawatan dan masukan bagi institusi rumah sakit dalam upaya pengembangan mutu pelayanan rumah sakit sehingga dapat lebih mengoptimalkan kepuasan anak dan keluarga.

Kata kunci: hospitalisasi, perawatan atraumatik, perilaku perawat, stres, anak

ABSTRACT

Hospitalization can make children become stress because of invasive procedures such as when administering medication via intravenous injection. Nurses play an important role in reducing the stress by implementing atraumatic care in children. This study aims to describe nurses behavior of implementing atraumatic care when administering medication via intravenous injection to children at aged 1-18 years old. Design in this research was simple descriptive by quantitative approach and observational method using accidental sampling technique to 70 nurses. An observational sheet, developed by the researcher was used in this study. The results of the study, analyzed using univariate analysis, showed that 65,7% of nurses have implemented principle of atraumatic care. The results of this study can be a recommendation for nurse to improve nursing services quality and suggestion for hospital in the development of hospital service quality so the hospital can optimize the satisfaction of children and families.

Keywords: atraumatic care, nurse behavior, hospitalization, stress, children

Pendahuluan

Hospitalisasi merupakan suatu kondisi saat anak harus tinggal dan menjalani terapi medis dan perawatan di rumah sakit selama beberapa

hari sampai anak pulang ke rumah (Supartini, 2004). Sebagian besar anak merasa stres, cemas dan takut saat berada di rumah sakit. Hampir seluruh tindakan atau prosedur yang akan dilakukan pada anak dapat menimbulkan

(2)

trauma dan rasa takut anak (Ball dan Bindler, 2003). Kecemasan dan ketakutan pada anak semakin meningkat ketika ingin dilakukan tindakan terhadap dirinya terutama saat dilakukan tindakan invasif (Leroy, Elixson, O’Brien, Tong, Turpin, & Uzark, 2003). Sebagian besar anak merasa takut dan nyeri saat akan dilakukan tindakan pemasangan infuse, pengambilan sampel darah, pemeriksaan dan medikasi (Salmela, 2010). Salah satu tindakan keperawatan yang dilakukan pada anak yaitu tindakan pemberian obat pada anak dapat menjadi tantangan besar bagi perawat (Bowden & Greenberg, 2008). Pemberian obat melalui injkesi pada anak merupakan salah satu tindakan intrusif yyang dapat membuat anak cemas (Wong, 2009). Pemberian obat melalui intravena merupakan pemberian obat yang sering diberikan pada anak. Sebagian besar obat yang diberikan melalui intravena memerlukan pelarutan minimal dan kecepatan aliran yang spesifik serta beberapa obat bersifat sangat iritatif atau toksik sehingga dapat menimbulkan nyeri pada anak (Wong, 2009). Vena pada anak berukuran kecil dan mudah mengalami iritasi (Ricci & Kyle, 2009).

Selain rasa nyeri yang dapat dialami anak, perasaan takut akan perpisahan dengan keluarga atau orang tua dan perasaan tidak nyaman dan tidak bebas dalam melakukan sesuatu di rumah sakit juga dapat dialami anak. Peranan perawat sangat dibutuhkan dalam menyediakan pelayanan yang dapat mengurangi trauma hospitalisasi pada anak, ini biasa disebut perawatan atraumatik (Wong, 2009).

Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita merupakan rumah sakit khusus rujukan nasional di Indonesia. Perawat anak di RSAB Harapan Kita terdiri dari 96 perawat. Penelitian Imtiyaz (2012) menyatakan bahwa sebesar 75,9% pasien anak yang berusia 3-5 tahun (usia prasekolah) yang dirawat di RSAB

Harapan Kita berada pada tingkat stres sedang. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka peneliti ingin mengetahui gambaran perilaku perawat dalam menjalankan prinsip perawatan atraumatik saat pemberian obat melalui injeksi intravena pada anak RSAB Harapan Kita.

Metode

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan metode observasi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di ruang rawat anak dan merawat anak usia 1 tahun sampai remaja serta bersedia menjadi responden. Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah perawat yang sedang cuti. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 70 perawat. Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah menggunakan pengambilan sampel secara aksidental.

Empat prinsip dasar etika penelitian ini yaitu prinsip menghormati harkat dan martabat manusia, prinsip menghormati privasi dan kerahasiaan, prinsip keadilan dan inklusivitas serta prinsip memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan.

Pengambilan data penelitian ini menggunakan lembar karakteristik responden dan observasi. Instrumen dibuat sendiri oleh peneliti berisi indikator perilaku perawat dalam menjalankan perawatan atraumatik dengan menggunakan skala Guttman yang bernilai 1 untuk jawaban “ya” dan bernilai 0 untuk jawaban “tidak”. Uji validitas yang sudah dilakukan pada penelitian ini yaitu uji validitas isi. Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan interrater reliability dari Kappa.

Peneliti meminta bantuan asisten peneliti berjumlah 4 orang. Peneliti dan asisten peneliti diukur reliabilitasnya menggunakan uji interrater reliability dari Kappa dan didapatkan hasil yang sangat baik (0,783-1). Sebelum observasi dilakukan, peneliti memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian kepada

(3)

responden. Setelah responden menandatangani lembar persetujuan, asisten peneliti mengobservasi perilaku perawat dalam memberikan obat melalui injeksi intravena pada anak. Empat tahapan dalam pengolahan data yaitu pengeditan, pengkodean, proses, dan pembersihan data. Penelitian ini menggunakan analisis data univariat yang bertujuan untuk menggambarkan karakteristik variabel yang diteliti.

Hasil

1. Karakteristik Perawat

Tabel 1. Distribusi Perawat Berdasarkan Karakteristik Perawat Pada Anak di Ruang Rawat Anak RSAB Harapan Kita, April 2014 (n=70)

Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%) Usia 20-40 tahun 41-65 tahun Lama Kerja <5 tahun 5-10 tahun >10 tahun Jenis Kelamin 52 18 24 15 31 74,3 25,7 34,3 21,4 44,3 Laki-laki 5 7,1 Perempuan 65 92,9 Tingkat Pendidikan SPK 3 4,3 DIII 52 74,3 S1 4 5,7

Pendidikan Profesi Ners 11 15,7 Keikutsertaan Pelatihan

Pernah 13 18,6

Tidak pernah 57 81,4

Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa usia perawat didominasi pada usia dewasa awal yaitu 20-40 tahun sedangkan lama kerja perawat terbanyak adalah lebih dari 10 tahun. Selain itu, sebagian besar perawat adalah perempuan sebesar 92,9% perawat. Tingkat pendidikan perawat yang terbanyak yaitu DIII Keperawatan sebesar 74,3% perawat. Sebagian besar perawat tidak pernah mengikuti pelatihan tentang perawatan atraumatik pada anak yaitu sebesar 81,4% perawat.

2. Perilaku Perawat dalam Menjalankan Perawatan Atraumatik Saat Pemberian Obat Melalui Injeksi Intravena Pada Anak Tabel 2. Distribusi Perawat Berdasarkan Perilaku dalam Menjalankan Perawatan Atraumatik Pada Anak Pada Anak di Ruang Rawat Anak RSAB Harapan Kita, April 2014 (n=70) Prinsip Perawatan Atraumatik Jumlah (n) Persentase (%) Sesuai Kurang sesuai 46 24 65,7 34,3 Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa sebanyak 65,7% perawat sudah menerapkan perilaku yang sesuai dengan prinsip perawatan atraumatik.

Tabel 3. Distribusi Perawat Berdasarkan Perilaku dalam Menjalankan Perawatan Atraumatik Berdasarkan Sub Variabel Prinsip Perawatan Atrauamtik Pada Anak di Ruang Rawat Anak RSAB Harapan Kita, April 2014 (n=70) Prinsip Perawatan Atraumatik Jumlah (n) Persentase (%) Mengurangi Perpisahan Anak

dari Keluarga

Sesuai 51 72,9

Kurang sesuai 19 27,2

Mengurangi Rasa Nyeri dan Cedera Sesuai Kurang sesuai 46 24 65,7 34,3 Meningkatkan Kendali Anak

Sesuai 25 35,7

Kurang sesuai 45 64,3

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa sebanyak 65,7% perawat sudah menerapkan perilaku yang sesuai dengan prinsip perawatan atraumatik. Perilaku perawat yang sesuai dengan prinsip mengurangi perpisahan anak dari keluarga yaitu sebesar 72,9% perawat. Perilaku perawat yang sesuai dengan prinsip mengurangi rasa nyeri dan cedera yaitu sebesar 65,7% perawat. Kemudian, perilaku perawat yang sesuai dengan prinsip meningkatkan kendali anak yaitu hanya sebesar 35,7% perawat.

(4)

3. Perilaku Perawat dalam Menjalankan Perawatan Atraumatik Berdasarkan Karakteristik Perawat

Tabel 4. Distribusi Perilaku Perawat dalam Menjalankan Perawatan Atraumatik Berdasarkan Karakteristik Pada Anak di Ruang Rawat Anak RSAB Harapan Kita, April 2014 (n=70)

Karakteristik Perilaku

Sesuai Kurang Sesuai Usia Dewasa awal 35 (67,3%) 17 (32,7%) Dewasa tengah 11 (61,1%) 7 (38,9%) Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Lama Kerja 43 (66,2%) 3 (60%) 22 (33,8%) 2 (40%) < 5 tahun 16 (66,7%) 8 (33,3%) 5-10 tahun >10 tahun 9 (60%) 21 (67,7%) 6 (40%) 10 (32,3%) Tingkat Pendidikan SPK DIII SI (S.Kep) SI Profesi Ners 1 (33,3%) 35 (67,3%) 2 (50%) 8 (72,7%) 2 (66,7%) 17 (32,7%) 2 (50%) 3 (27,3%) Keikutsertaan Pelatihan Pernah 12 (92,3%) 1 (7,7%) Tidak pernah 34 (59,6%) 23 (40,4%) Berdasarkan tabel 4 didapatkan bahwa proporsi perawat berusia 20-40 tahun yang menerapkan perilaku sesuai dengan perawatan atraumatik adalah sebesar 67,3%, lebih besar dibandingkan dengan perawat berusia 41-60 tahun. Proporsi perawat dengan lama kerja lebih dari 10 tahun yang menerapkan perilaku sesuai dengan perawatan atraumatik adalah sebesar 67,7%, lebih besar daripada perawat dengan lama kerja kurang dari 10 tahun. Selain itu, tabel tersebut menunjukkan perawat perempuan yang menerapkan perilaku sesuai perawatan atraumatik lebih banyak daripada perawat laki-laki yaitu sebesar 66,2%. Perawat dengan tingkat pendidikan profesi ners menerapkan perilaku sesuai prinsip perawatan atraumatik sebanyak 72,7%, lebih banyak daripada perawat dengan tingkat pendidikan SPK, DIII dan SI (S.Kep). Perawat yang pernah mengikuti pelatihan perawatan

atraumatik pada anak, menerapkan perilaku sesuai dengan perawatan atraumatik sebanyak 92,3%, lebih besar daripada perawat yang tidak pernah mengikuti pelatihan.

Pembahasan

Perilaku Perawat Berdasarkan Karakteristik Perawat

Karakteristik perawat yang terdapat pada penelitian ini yaitu usia, lama bekerja, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pelatihan. Usia perawat pada penelitian ini terdiri dari dua kelompok yaitu dewasa awal (20-40 tahun) dan dewasa tengah (41-65 tahun). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa usia perawat lebih banyak terdapat pada usia dewasa awal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat yang berusia 20-40 tahun menerapkan perilaku yang sesuai prinsip perawatan atraumatik lebih banyak daripada perawat yang berusia 41-65 tahun. Polkki, Laukkala, Vehvilainen-Julkunen, dan Pietila (2003) menemukan bahwa usia tidak mempengaruhi perilaku perawat dalam menggunakan teknik non-farmakologi. Seseorang yang berusia lebih muda juga dapat menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja yang baik dapat ditunjukkan pada berbagai kategori usia (Mulyaningsih, 2013). Hasil penelitian ini menunjukkan perawat yang bekerja di ruang rawat anak RSAB Harapan Kita berada pada usia yang sedang mencapai, mengembangkan dan mengoptimalkan produktifitas dalam bekerja.

Sementara itu, Jumlah perawat perempuan yang bekerja di ruang rawat anak RSAB Harapan Kita lebih banyak daripada laki-laki yaitu sebanyak 92,9% perawat. Selain itu, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa perawat perempuan menerapkan perilaku yang sesuai prinsip perawatan atraumatik lebih banyak daripada perawat laki-laki.

(5)

Johnson, Profesor of Communication dari University Massachusetts menyatakan bahwa perawat perempuan merupakan seseorang yang memiliki kecenderungan sebagai pendengar yang baik, tidak hanya fokus terhadap diri sendiri namun lebih peka terhadap orang lain (Bastable, 2002). Selain itu, perbedaan lainnya yaitu perawat perempuan memiliki naluri keibuan dalam merawat, mengurus, dan mengasuh sehingga perawat perempuan lebih dapat merawat anak dengan lembut (Bastable, 2002).

Hasil penelitian berdasarkan tingkat pendidikan menunjukkan bahwa sebagian besar perawat yang bekerja di ruang rawat anak RSAB Harapan Kita adalah perawat dengan lulusan DIII Keperawatan. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat dengan pendidikan profesi ners sebanyak 72,7% perawat menerapkan perilaku yang sesuai dengan prinsip perawatan atraumatik dibandingkan perawat dengan pendidikan SI (S.Kep), DIII dan SPK.

Hal ini juga didukung oleh penelitian Polkki, Laukkala, Vehvilainen-Julkunen, dan Pietila (2003) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi perilaku perawat dalam menggunakan teknik non-farmakologi. Hal ini sejalan dengan penelitian Clarke, French, Bilodeau, Capasso, Edwards, dan Empoliti (1996) bahwa semakin tinggi tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin baik perilaku dalam melakukan asuhan keperawatan salah satunya manajemen nyeri pada anak. Hal ini dapat dijelaskan oleh pernyataan Twycross (2007) menemukan bahwa karena itu, pendidikan berkelanjutan dibutuhkan bagi perawat agar dapat meningkatkan pengetahuan dan menunjukan sikap dan perilaku yang lebih baik.

Hasil penelitian berdasarkan lama kerja didapatkan bahwa sebagian besar perawat memiliki lama kerja lebih dari 10 tahun. Hal ini sesuai yang ditemukan oleh Maaskant, Knops, Ubbink, dan Vermeulen (2012) yang

menemukan bahwa rata-rata lama kerja perawat adalah lebih dari 10 tahun yaitu 19 tahun. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat dengan lama kerja lebih dari 10 tahun menerapkan perilaku yang sesuai prinsip perawatan atraumatik yaitu sebanyak 67,7%.

Nursalam (2007) menyatakan bahwa lama kerja seseorang berkaitan dengan tingkat produktifitas kerja. Hal ini sesuai dengan pernyataan Vincent dan Denyes (2004) bahwa lama kerja memiliki hubungan positif dengan kemampuan dan perilaku perawat dalam memberikan teknik manajemen nyeri secara optimal. Hal ini berarti semakin lama masa kerja seseorang, maka semakin baik kemampuan dan perilakunya dalam melakukan tugasnya.

Hasil penelitian berdasarkan keikutsertaan perawat dalam pelatihan perawatan atraumatik didapatkan bahwa perawat yang tidak pernah mengikuti pelatihan mengenai perawatan atraumatik lebih banyak daripada yang sudah pernah mengikuti pelatihan. Sebagian besar perawat yang bekerja di ruang rawat anak RSAB Harapan Kita mengaku tidak mengetahui adanya pelatihan mengenai perawatan atraumatik pada anak.

Selain itu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perawat yang pernah mengikuti pelatihan perawatan atraumatik, menerapkan perilaku yang sesuai prinsip perawatan atraumatik lebih banyak dibandingkan dengan perawat yang tidak pernah mengikuti pelatihan. Twycross (2007) menyatakan bahwa pelatihan mengenai asuhan keperawatan salah satunya mengenai perawatan atraumatik pada anak sangat dibutuhkan untuk meningkatkan pengetahuan perawat sehingga dapat menunjukkan sikap dan perilaku yang baik dan sesuai dengan standar. Pelatihan yang berkaitan dengan kinerja seseorang memberikan manfaat dalam proses mengembangkan dan meningkatkan kemampuan dan keahlian seseorang yang akan

(6)

berdampak pada kinerja individu (Herpan, 2012).

6.1.2 Perilaku Perawat dalam Menjalankan Perawatan Atraumatik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 65,7% perawat menerapkan perilaku yang sesuai dengan prinsip perawatan atraumatik. Perilaku menjalankan perawatan atraumatik terdiri dari 3 subvariabel yaitu prinsip mengurangi perpisahan anak dari keluarga, prinsip mengurangi rasa nyeri dan cedera serta prinsip meningkatkan kendali anak.

Pada subvariabel prinsip mengurangi perpisahan anak dari keluarga didapatkan bahwa sebanyak 72,9% perawat menerapkan perilaku yang sesuai dengan prinsip mengurangi perpisahan anak dari orang tua/keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat sudah melibatkan keluarga atau orang tua dalam menangani dan merawat anak. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan Melnyk dan Alpert-Gillis (2004) bahwa perawat mendorong dan memfasilitasi keikutsertaan dan keterlibatan orang tua dalam setiap perawatan baik fisik maupun emosional anak.

Hasil ini pun sejalan dengan yang dinyatakan oleh Subhashini, Vatsa, dan Lodha (2009) bahwa sebagian besar perawat yaitu sebesar 76,6% perawat membolehkan kehadiran orang tua selama prosedur invasif yang dilakukan pada anak. Perawat dapat meminimalkan perpisahan anak dari keluarga dengan menerapkan pendekatan family-centered care, menyediakan akomodasi yang nyaman untuk orang tua, mengizinkan keluarga untuk menemani dan mendukung anak (Keyle, 2008).

Kehadiran orang tua selama perawatan anak dapat meminimalkan ketakutan anak, membuat anak merasa tenang dan kooperatif. Oleh karena itu, selain peran perawat dan petugas kesehatan lainnya, peranan keluarga

sangat penting dalam menyediakan dan memberikan perawatan optimal bagi anak (Abdulbaki, Gaafar, & Waziry, 2011).

Hasil penelitian mengenai perilaku perawat terkait prinsip mengurangi rasa nyeri dan cedera anak menunjukkan bahwa sebanyak 65,7% perawat menerapkan perilaku yang sesuai dengan prinsip mengurangi rasa nyeri dan cedera anak. Hal yang telah dilakukan perawat dalam mengurangi nyeri yaitu perawat mencairkan obat sesuai petunjuk terutama obat antibiotik yang biasanya dapat menimbulkan rasa perih.

Selain itu, pengenceran atau pencairan obat diperlukan jika volume dosis obat sangat kecil. Pencairan obat terutama obat antibiotik yang diberikan melalui IV dibutuhkan untuk menghindari kepekatan obat yang dapat menyebabkan aliran dalam infus terhambat sehingga dapat terjadi komplikasi seperti tromboplebitis (Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2009).

Selain itu, perawat menyuntikkan obat melalui IV bolus secara perlahan-lahan selama beberapa menit untuk mengurangi rasa nyeri (Bowden & Greenberg, 2008). Sebagian besar obat yang diberikan melalui intravena memerlukan pelarutan minimal dan kecepatan aliran spesifik (Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2009).

Seluruh perawat di ruang rawat anak RSAB Harapan Kita lebih sering memberikan teknik non-farmakologi saat menyuntikkan obat melalui intravena. Hal ini sesuai dengan Polkki, Julkunen, dan Pietila (2001) menyatakan bahwa sebagian besar perawat menggunakan teknik non-farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri pada anak.

Intervensi non-farmakologi yang sering digunakan perawat di ruang rawat anak RSAB Harapan Kita untuk mengurangi rasa nyeri saat pemberian obat yaitu melakukan teknik distraksi seperti mengajak anak mengobrol dan

(7)

memberikan sensasi dingin dengan meletakkan swab alkohol di tangan anak. Hal ini sesuai dengan Srouji, Ratnapalan dan Schneeweiss (2010) menyatakan bahwa teknik distraksi merupakan intervensi yang sering digunakan oleh perawat dan spesialis anak untuk mengalihkan perhatian anak dari stimulus nyeri dan agar dapat mengurangi rasa nyeri. Namun, perawat di ruang rawat anak RSAB Harapan Kita tidak melakukan manajemen farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri seperti EMLA karena pada saat observasi berlangsung, keseluruhan perawat memberikan obat melalui bolus. Hal ini pun dikarenakan pemberian obat melalui IM, SC, dan IV secara langsung sangat jarang dilakukan di ruang rawat anak RSAB Harapan Kita. Hal ini ditujukan untuk meminimalkan penusukan berulang pada anak yang dapat membuat rasa sakit dan nyeri serta trauma pada anak. Akibat lain dari penusukan yang dilakukan berulang di satu lokasi yaitu dapat menyebabkan fibrosis otot yang akhirnya menyebabkan kontraktur otot (Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2009).

Rasa nyeri dan kesakitan yang dialami dapat menyebabkan anak akan sulit dan menolak untuk dilakukan prosedur atau tindakan lainnya karena sebagian anak masih mengingat dan membayangkan pengalaman rasa sakit yang pernah dialami sebelumnya dan merasa takut mengalami kembali (Potts & Mandleco, 2007). Hal ini dapat terjadi terutama pada sebagian besar anak usia prasekolah yang menganggap suntikan sebagai suatu hal yang menimbulkan nyeri dan kesakitan dan juga menganggap prosedur intrusif sebagai ancaman bagi dirinya (Whaley & Wong, 2003).

Hasil penelitian mengenai perilaku perawat terkait prinsip meningkatkan kendali anak didapatkan bahwa sebanyak 64,3% perawat menerapkan perilaku yang kurang sesuai dengan prinsip meningkatkan kendali anak. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar

perawat belum menerapkan prinsip meningkatkan kendali anak. Hasil penelitian ini sesuai dengan Mahoney, Ayers, dan Seddon (2009) yang menemukan bahwa sebagian besar perawat kurang dalam memberikan kontrol atau kendali pada anak selama tindakan invasif. Mahoney, Ayers dan Seddon (2009) menemukan bahwa perawat lebih sering menerapkan dan mengunakan tindakan meningkatkan koping anak (seperti melakukan humor, mengajak berbicara, dan teknik napas dalam) daripada meningkatkan kendali anak (seperti memberikan informasi, membantu mengungkapkan rasa ketakutan, nyeri, menangis dan emosi anak)

Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan yang ditemukan oleh Subhasini, Vatsa, dan Lodha (2009) bahwa sebanyak 93,5% perawat meningkatkan kontrol anak dengan memberikan informasi pada anak mengenai tindakan yang akan dilakukan padanya seperti menjelaskan kepada anak mengenai tindakan yang akan dilakukan dengan kata-kata yang sederhana dan mudah dimengerti anak. Selain itu, perawat menjelaskan ketidaknyamanan yang akan dirasakan anak dan apa yang dapat dilakukan anak selama tindakan sehingga anak merasa memiliki kendali terhadap situasi dan perawatannya (Bowden & Greenberg, 2008). Perawat dapat meningkatkan kendali anak dengan membantu anak membangun rasa autonomi anak seperti memberikan pilihan pada anak untuk membuat keputusan mengenai perawatannya sehingga anak akan merasa memiliki kontrol diri terhadap perawatan dirinya. Selain itu, perawat dapat membantu anak untuk mengekspresikan rasa takut, nyeri dan sakit (Coyne, 2006). Karlsson dan Enska (2013) menyatakan bahwa perawat dapat mendukung anak selama tindakan invasif seperti melibatkan anak dalam melakukan tindakan pada anak dan membantu anak mengungkapkan perasaan, pengalaman dan ketakutannya terhadap tindakan invasif.

(8)

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini adalah pengambilan data penelitian tidak dilakukan dengan perekaman hasil observasi. Hal ini kemungkinan dapat mempengaruhi interpretasi hasil. Hal yang telah dilakukan untuk meminimalisir hal tersebut adalah peneliti dan observer diskusi bersama terkait lembar observasi dan melakukan uji interrater. Keterbatasan lainnya adalah upaya memvalidasi jumlah pencairan obat hanya dilakukan melalui wawancara. Selain itu, pada penelitian ini tidak ditemukan pemberian teknik farmakologi salah satunya EMLA karena pada saat observasi berlangsung pemberian obat secara keseluruhan dilakukan melalui bolus.

Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini adalah Jumlah perawat dalam penelitian ini yaitu 70 orang dengan mayoritas perawat berusia 20-40 tahun dan lama kerja lebih dari 10 tahun. Sebagian besar perawat berjenis kelamin perempuan sebanyak 92,9%.Sebagian besar perawat berjenis kelamin perempuan sebanyak 92,9%. Tingkat pendidikan perawat terbanyak adalah DIII Keperawatan sebanyak 74,3%. Kemudian, rata-rata perawat tidak pernah mengikuti pelatihan perawatan atraumatik sebanyak 81,4%.

Perawat yang menerapkan perilaku sesuai dengan prinsip mengurangi perpisahan anak dari keluarga atau orang tua sebanyak 72,9%, perawat menerapkan perilaku sesuai dengan prinsip mengurangi rasa nyeri dan cedera anak yaitu sebanyak 65,7% dan perawat yang menerapkan perilaku sesuai dengan prinsip meningkatkan kendali anak sebanyak 35,7%. Secara keseluruhan, perawat yang menerapkan perilaku sesuai dengan prinsip perawatan atraumatik yaitu sebanyak 65,7%.

Perawat berusia 20-40 tahun yang menerapkan perilaku sesuai dengan perawatan atraumatik adalah sebesar 63,7%, lebih besar daripada

perawat berusia 41-60 tahun. Perawat dengan lama kerja lebih dari 10 tahun menerapkan perilaku sesuai dengan perawatan atraumatik adalah sebesar 67,7%, lebih besar daripada perawat dengan lama kerja kurang dari 10 tahun. Perawat perempuan menerapkan perilaku sesuai perawatan atraumatik lebih banyak daripada perawat laki-laki yaitu 66,2%. Perawat yang memiliki tingkat pendidikan profesi ners menerapkan perilaku sesuai perawatan atraumatik sebesar 72,7%, lebih banyak daripada perawat dengan tingkat pendidikan SPK Keperawatan, DIII Keperawatan, dan SI (S.Kep). Perawat yang pernah mengikuti pelatihan perawatan pada anak, menerapkan perilaku sesuai dengan perawatan atraumatik sebanyak 92,3%, lebih besar daripada perawat yang tidak pernah mengikuti pelatihan.

Perawat diharapkan untuk menerapkan prinsip perawatan atraumatik saat melakukan perawatan pada anak. Bagi rumah sakit, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan perawat dengan mengadakan pelatihan terkait perawatan atraumatik dan memotivasi perawat untuk mengikuti pelatihan baik yang diadakan di luar maupun didalam rumah sakit sehingga dapat mengembangkan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan tingkat kepuasan klien. Selain itu, rumah sakit diharapkan dapat melakukan supervisi terhadap pelaksanaan prinsip perawatan atraumatik dan memasukkan prinsip perawatan atraumatik sebagai standar dalam penilaian kinerja perawat

Penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan menjadi penelitian yang bersifat hubungan (korelatif) sehingga didapatkan faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi perilaku perawat dalam menjalankan perawatan atraumatik salah satunya mengenai hubungan perilaku perawat dalam menjalankan perawatan atraumatik dengan nyeri anak. Selain itu, penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengambil data melalui perekaman

(9)

berupa video dan melakukan validasi terkait pencairan obat tidak hanya melalui wawancara.

Referensi

Jurnal

Abdulbaki, M.A., Gaafar, Y.A.E., & Waziry, O.G. (2011). Maternal versus pediatric nurses attitudes regarding mothers’ participation in the care of their hospitalized children.

Journal of American Science, 7 (9)

Anne, W. (2010). A nurse’s role in helping well children cope with a parent’s serious illness and hospitalization. Journal of

Specialists in Pediatric Nursing, 6 (1):

42-45

Clarke, E.B., French, B., Bilodeau, M.L., Capasso, V.C., Edwards, A., & Empoliti, J. (1996). Pain management knowledge, attitudes and clinical practice: The impact of nurses’ characteristics and education. Journal of

Pain and Symptom Management, 11:

18-31 Subhashini, L., Vatsa, M., & Lodha, R. (2009). Knowledge, attitude, and practice among health care professional regarding pain. Indian Journal of Pediatrics, 76 Coyne, I. (2006). Children’s experiences of

hospitalization. Journal of Child Health

care, 10: 326-336

Coyne, I. (2006). Children’s experiences of hospitalization. Journal of Child Health

care, 10: 326-336

Dunst, C.J. & Trivette, C.M.T. (2009). Meta Analytic structural equation modeling of the influences of family centered care on parent and child psychological health.

International Journal of Pediatrics, (2009)

: 1-9

Francischinelli, A.G.B., Almedia, F.A., & Fernandes, D.M. (2012). Routine use of therapeutic play in the care of hospitalized children: Nurses’s perceptions. Acta

Paulista de Enfermagem, 25: 1

Herpan, Y.W. (2012). Analisis kinerja perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial di RSU PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta. Jurnal Kesmas, 6 (3): 144-211

Kain, Z.N., Mayes, L.C., & Caramico, L.A. (1996). Preoperative preparation in children: A cross sectional study. Journal of Clinical

Anesthesia. 8: 508-514

Karlsson, K. & Enska, K. (2013). Nurses’

perspectives on supporting children during needle-related medical procedures.

International Journal of Qualitative Studies on Health and Well –Being, 9

Lizasoain, O., & Polaino, A. (1995). Reduction of anxiety in pediatric patients: Effects of a psychopedagogical intervention programme.

Patient Education and Counseling, 25:

17-22

Maaskant, J.M., Knops, A.M., Ubbink, D.T., & Vermeulen, H. (2012). Evidence based practice: A survey among pediatric nurse and pediatricians. Journal of Pediatric

Nursing, 28(2): 150-157

Mahoney, L., Ayers, S., & Seddon, P. (2009). The association between parent’s and

healthcare professional’s behavior and children’s coping and distress during venapucture. Journal of Pediatric

Psychology, 35 (9): 985-995

Mathew, P.J., Mathew, J.L., & Singhi, S. (2011). Knowledge, attitude and practice of pediatric critical care nurses towards pain: Survey in a developing country setting.

Original Article, 57:196-200

Melnyk, B.M. (1994). Coping with unplanned

childhood hospitalization: Efects of

informational interventions on mothers and children. Nursing Research, 43: 50-55 Melnyk, M., & Alpert-Gillis, L. (2004). Creating

opportunities for parent empowerment: Program effects on the mental health / Coping outcomes of critically ill young

(10)

children and their mothers. Pediatrics, 113 (6): 97-100

Polkki, T., Julkunen, K.V., & Pietila, A.M. (2001). Nonpharmacological methods in relieving children’s postoperative pain: A survey on hospital nurses in Finland. J Adv Nurs, 34: 483-492

Polkki, T., Laukkala, H., Julkunen, K.V., & Pietila, A.M. (2003). Factors influencing nurses’ use of nonpharmacological pain alleviation methods in paediatric patients. Scand J

Caring Sci, 17: 373-383

Rieman, M.T., & Gordon, M. (2007). Pain management competency evidence by a survey of pediatric nurses’s knowledge and attitudes. Pediatric Nursing, 33(4): 307-312

Salmela. (2010). Hospital related fears and coping

strategies in 4-6 year old children. Academic dissertation. Academic of Dissertation.

Finlandia: University of Helsinki. Vincent, C.V.H. (2005). Nurses’s knowledge,

attitudes, and practices regarding

children’s pain. Journal of Maternal and

Child Nursing, 30: 177-183

Whalley, L.F., dan Wong, D.L. (2003). Nursing

care of infants and children. United States :

Mosby

Wright, K.D., Stewart, S.H. Finley, G.A., & Jerrott, S.F.B. (2007). Prevention and

intervention strategies to alleviate

preoperative anxiety in children. Behavior

Modification, 31(1): 52-79

Buku

Bastable, S.B. (2002). Perawat sebagai pendidik:

Prinsip-prinsip pengajaran dan pembelajaran. Jakarta: EGC

Bowden, V.R. & Greenberg, C.S. (2008). Pediatric

nursing procedures. Philadephia : Lippincott

Williams & Wilkins

Hockenberry, M., Wilson, D., & Winkeilstein, M.L. (2003). Wong’s nursing care of infants

and children (7th edition). St. Louis: Mosby

Notoatmodjo. (2003). Pengembangan sumber daya

manusia. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian

kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2011).

Dasar-dasar metodologi penelitian klinis edisi 4.

Jakarta: Sagung seto

Siagian, S.P. (2007). Kiat meningkatkan

produktivitas kerja. Jakarta: Rineka Cipta

Buku terjemahan

Wong, D.L., Hockenberry, M., Eaton, M.H., Wilson, D., Wilkelstein, M., & Schwartz, P.

(2001/2009). Buku ajar keperawatan

pediatrik Wong. Edisi 6. (Sutama, A.,

Juniarti, N., & Kuncara, H.Y., Penerj). Jakarta: EGC. (Buku asli diterbitkan tahun 2001)

Gambar

Tabel  1.  Distribusi  Perawat  Berdasarkan  Karakteristik  Perawat  Pada  Anak  di  Ruang  Rawat  Anak  RSAB  Harapan Kita, April 2014 (n=70)

Referensi

Dokumen terkait