• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPSUS OSTEOMIELITIS.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPSUS OSTEOMIELITIS.docx"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan medula tulang baik karena infeksi piogenik atau non-piogenik misalnya mikobakterium tuberkulosa. Osteomielitis masih merupakan permasalahan di negara kita karena tingkat higienis yang masih rendah dan pengertian mengenai pengobatan yang belum baik, diagnosis yang sering terlambat sehingga biasanya berakhir dengan osteomielitis kronis. Fasilitas diagnostik yang belum memadai di puskesmas-puskesmas, serta angka kejadian tuberkulosis di Indonesia pada saat ini masih tinggi sehingga kasus-kasus tuberkulosis tulang dan sendi juga masih tinggi.

Pengobatan osteomielitis memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang tinggi juga menjadi permasalahan di negara kita, banyak juga penderita dengan fraktur terbuka yang datang terlambat dan biasanya datang dengan komplikasi osteomielitis. Dengan diagnosis dini dan obat-obat antibiotik/tuberkulostatik yang ada pada saat ini, angka kejadian osteomielitis diharapkan berkurang.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, pemeriksaan fisik, diagnosis dan penatalaksanaan osteomielitis?

1.3 TUJUAN

1.3.1 Mengetahui etiologi, patogenesis, pemeriksaan fisik, diagnosis dan penatalaksanaan osteomielitis.

1.4 MANFAAT

1.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit bedah khususnya osteomielitis. I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti

(2)

2

BAB II

STATUS PENDERITA

A. IDENTITAS PENDERITA Nama : Nn. A Umur : 13 tahun

Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Pelajar

Agama : Islam

Alamat : Kepanjen

Status perkawinan : Belum Menikah

Suku : Jawa

Tanggal MRS : Selasa, 3 Mei 2011 Tanggal periksa : Rabu, 4 Mei 2011

No. Reg : 252831

B. ANAMNESA

1. Keluhan utama : Nyeri pada tungkai kanan bawah 2. Riwayat penyakit sekarang

Sejak ± 2 tahun yang lalu pasien jatuh dengan tungkai kanan bawah menghantam lantai dan menjadi memar, saat itu orangtua pasien hanya mengoleskan minyak tawon pada memar. 3 hari kemudian pasien menjadi demam tinggi dan mengeluh kesakitan dengan bengkak berwarna kemerahan. ± 1 bulan kemudian memar tersebut mulai mengeluarkan nanah dan darah, dan pasien menjadi susah untuk berjalan. Kemudian pasien di bawa ke puskesmas dan di beri obat minum serta bubuk yang ditaburkan ke luka, namun pasien tidak tahu apa nama obatnya. Luka yang diderita pasien sembuh tetapi kemudian berpindah tempat sebanyak 3 kali. ± 1 tahun kemudian pasien sudah tidak sering demam lagi, nyeri yang dirasakan hilang timbul, bengkak mengecil, dan pasien tidak susah berjalan lagi.

(3)

3

± 2 hari yang lalu pasien mengeluh nyeri lagi pada tungkai kanan bawahnya, kemudian pasien dibawa ke Poli Bedah Orthopedi. Nyeri yang dirasakan linu di dalam tulangnya dan terasa panas dari bawah lutut hingga ujung kaki, dan terasa lebih nyeri jika ditekan. Pasien juga mengeluh tungkainya bengkak dan ada luka yang mengeluarkan nanah serta darah terus menerus dan berwarna kemerahan di sekitarnya, saat ini pasien tidak mengeluhkan adanya demam, bengkak tidak pernah semakin membesar, berat badan pasien tidak pernah menurun.

3. Riwayat penyakit dahulu

- Riwayat trauma sebelumnya tidak ditemukan

- Pasien tidak pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya

4. Riwayat pengobatan

 Pasien mengkonsumsi obat-obatan yang di berikan oleh puskesmas, namun pasien tidak tahu apa nama obatnya

5. Riwayat operasi

- Pasien tidak pernah menjalani operasi sebelumnya

6. Riwayat keluarga

- Tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien

(4)

4 C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum (Tanggal 04 Mei 2011)

Tampak kesakitan, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6). 2. Tanda Vital

Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 83 x / menit, reguler, isi cukup Pernafasan : 20 x /menit, regular

Suhu : 36,8 oC 3. Kepala

Bentuk mesocephal, rambut tidak mudah dicabut. 4. Mata

Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-). 5. Telinga

Bentuk normotia, sekret (-), pendengaran berkurang (-). 6. Hidung

Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-). 7. Mulut dan tenggorokan

Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-),tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).

8. Leher

JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-). 9. Paru

Suara nafas vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-). 10. Jantung

(5)

5

11. Abdomen

Inspeksi : perut tampak mendatar, tidak tampak adanya massa Palpasi : Supel (+), Nyeri tekan (-)

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Status Lokalis

Regio cruris dextra

Look : Terdapat luka/sinus dengan diameter ± 1 cm yang mengeluarkan pus dan darah, kemerahan di sekitar luka/sinus, oedem (+), hipervaskularisasi (-) Feel : Teraba lebih hangat dibanding regio cruris sinistra, nyeri tekan (+),

krepitasi (-), sensibilitas (+) Move : Gerakan aktif pasif normal

D. RESUME

Nn. A 13 tahun datang ke Poli Bedah Orthopedi dengan nyeri pada tungkai kanan bawah dan ada luka yang mengeluarkan nanah dan darah sejak ± 2 tahun yang lalu. Bengkak (+), kemerahan, teraba lebih hangat dibanding tungkai sebelah kiri. Nyeri tekan (+), ada riwayat jatuh sebelumnya, riwayat pengobatan (+).

Pada pemeriksaan lokalis regio cruris dextra didapatkan luka/sinus dengan diameter ± 1 cm yang mengeluarkan pus dan darah, kemerahan di sekitar luka/sinus, oedem (+), teraba lebih hangat dibanding regio cruris sinistra, nyeri tekan (+), sensibilitas (+), gerakan aktif pasif normal.

(6)

6 E. DIAGNOSA

Diagnosa Kerja

Osteomielitis kronis cruris dextra

Diagnosa Banding  Selullitis

 Anemia sel sabit  Tumor Ewing

F. PLANNING DIAGNOSA

• Planning pemeriksaan

– Lab : DL, CT, BT, HBsAg, kultur, tes sensitivitas – Foto Rontgen : Cruris dextra AP/Lateral

• Planning Terapi 1. Non operatif a. Medikamentosa  Antibiotik : Broadspectrum  Analgesik : NSAID b. Non medikamentosa  Istirahat

 Edukasi kepada pasien beserta keluarganya tentang penyakit yang diderita pasien

2. Operatif

 Pro debridement

(7)

7 G. Follow Up

Nama : Nn. A Umur : 13 tahun

Tgl S O A P

04/05/11 Pasien masih merasa kesakitan, pasien mengeluh masih keluar nanah dan darah dari luka terus menerus

T=120/80mmhg N= 83x/mnt RR= 20x/mnt S= 36,8oC Osteomielitis kronis tibia dextra Pro debridement + sequesterectomy, AB broad spectrum, analgesik NSAID 05/05/11 Pasien tidak ada keluhan. Bila

di buat istirahat terus, nyeri hilang. T=110/80mmhg N= 85x/mnt RR= 18x/mnt S= 36,5oC Osteomielitis kronis tibia dextra Pro debridement + sequesterectomy, AB broad spectrum, analgesik NSAID H. DISKUSI

Pada kasus ini diambil kesimpulan bahwa pasien menderita osteomielitis kronis cruris dextra berdasarkan temuan pada :

1. Anamnesa

Pada pasien ini didapatkan keluhan nyeri pada tungkai kanan bawah dan terdapat luka yang mengeluarkan nanah serta darah sejak ± 2 tahun yang lalu, didapatkan bengkak dan berwarna kemerahan di sekitar luka, terasa nyeri bila ditekan. ± 2 tahun yang lalu pasien sering demam tinggi dan susah berjalan, tetapi sejak ± 1 tahun belakangan ini pasien jarang mengalami demam, nyeri juga hilang timbul, bengkak sudah mulai mengecil, dan tidak susah lagi bila berjalan, berat badan pasien juga tidak pernah menurun. Pasien sebelumnya memiliki riwayat jatuh pada tungkai yang sakit.

(8)

8

2. Pemeriksaan Fisik

Pasien nampak kesakitan, Status Lokalisata

Regio cruris dextra

Look : Terdapat luka/sinus dengan diameter ± 1 cm yang mengeluarkan pus dan darah, kemerahan di sekitar luka/sinus, oedem (+), hipervaskularisasi (-)

Feel : Teraba lebih hangat dibanding regio cruris sinistra, nyeri tekan (+), krepitasi (-), sensibilitas (+)

Move : Gerakan aktif pasif normal

Pada kasus ini yang menjadi diagnosa bandingnya adalah selullitis, anemia sel sabit, dan tumor Ewing.

 Selullitis dijadikan diagnosa banding berdasarkan kesamaan manifestasi klinis seperti lesi kemerahan yang membengkak di kulit serta terasa hangat dan nyeri bila di pegang. Umumnya disebabkan oleh staphylococcus aureus.

Namun diagnosa ini dapat disingkirkan bila kemerahan di sekitar luka didapatkan tidak mengalami penyebaran dan perluasan serta tidak ada kulit yang terkelupas, karena pada selullitis penyebaran dan perluasan kemerahan berjalan cepat disekitar luka dan tampak seperti kulit jeruk yang mengelupas.

 Anemia sel sabit dijadikan diagnosa banding karena pada anemia sel sabit di mana sel-sel darah merah menjadi berbentuk bulan sabit dan sulit untuk melewati pembuluh darah terutama di bagian pembuluh darah yang menyempit, karena sel darah merah ini akan tersangkut dan akan menimbulkan rasa sakit, infeksi serius, dan kerusakan organ tubuh. Lokasi yang sering terkena serangan tersebut salah satunya adalah pada tulang panjang. Jika terjadi iskemik pada tulang maka akan terjadi nekrosis, selain itu juga bisa menjadi osteomielitis.

(9)

9

Namun diagnosa ini dapat disingkirkan jika pada pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht) hasilnya dalam batas normal, karena pada anemia sel sabit akan di temukan hemolisis yang kronik, hematokrit biasanya 20-30%.

Tumor Ewing dijadikan diagnosa banding karena tumor ewing bisa tumbuh di bagian tubuh manapun, dan paling sering di tulang panjang. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dan kadang pembengkakan di bagian tulang yang terkena, penderita juga mungkin mengalami demam.

Namun diagnosa ini dapat disingkirkan jika pada anamnesa tidak ditemukan adanya pembesaran pada daerah yang dikeluhkan, tidak ada penyebaran ketempat lain, berat badan pasien tidak menurun secara drastis, dan pada pemeriksaan foto rontgen tidak didapatkan adanya gambaran massa tumor. Karena pada tumor ewing pertumbuhannya cepat, penyebarannya juga cepat ketempat lain, pada pemeriksaan foto rontgen ditemukan adanya massa tumor.

(10)

10

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

OSTEOMIELITIS

DEFINISI

Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut ataupun kronis dari tulang dan struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involucrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomeilitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Beberapa ahli memberikan definisi terhadap osteomielitis sebagai berkut :

 Osteomielitis adalah infeksi bone marrow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus influenzae (Depkes RI, 1995).

 Osteomielitis adalah infeksi tulang (Carpenito, 1990).

 Osteomielitis adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh darah yang disebabkan oleh staphylococcus (Henderson, 1997).

ETIOLOGI

Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi di tempat lain (mis. tonsil yang terinfeksi, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas atas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat trauma dan dimana terdapat resistensi rendah kemungkinan akibat trauma subklinis.

Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (misalnya ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung pada tulang (misalnya fraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak,

(11)

11

dan pembedahan tulang). Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan atau penderita diabetes.

Gambar 3.1 Etiologi dan Prevalensi Osteomielitis

PATOGENESIS

Infeksi dalam sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui beberapa cara. Kuman dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka penetrasi langsung, melalui penyebaran hematogen dari situs infeksi didekatnya ataupun dari struktur lain yang jauh, atau selama pembedahan dimana jaringan tubuh terpapar dengan lingkungan sekitarnya. Osteomielitis hematogen adalah penyakit masa kanak-kanak yang biasanya timbul antara usia 5 dan 15 tahun.

Ujung metafisis tulang panjang merupakan tempat predileksi untuk osteomielitis hematogen. Diperkirakan bahwa end-artery dari pembuluh darah yang menutrisinya bermuara pada vena-vena sinusoidal yang berukuran jauh lebih besar, sehingga menyebabkan terjadinya aliran darah yang lambat dan berturbulensi pada tempat ini. Kondisi ini mempredisposisikan bakteri untuk bermigrasi melalu celah pada endotel dan melekat pada matriks tulang.

(12)

12

Selain itu rendahnya tekanan oksigen pada daerah ini juga akan menurunkan aktivitas fagositik dari sel darah putih. Dengan maturasi, ada osifikasi total lempeng fiseal dan ciri aliran darah yang lamban tidak ada lagi. Sehingga osteomielitis hematogen pada orang dewasa merupakan suatu kejadian yang jarang terjadi. Infeksi hematogen ini akan menyebabkan terjadinya trombosis pembuluh darah lokal yang pada akhirnya menciptakan suatu area nekrosis avaskular yang kemudian berkembang menjadi abses.

Akumulasi pus dan peningkatan tekanan lokal akan menyebarkan pus hingga ke korteks melalui sistem Havers dan kanal Volkman hingga terkumpul dibawah

periosteum menimbulkan rasa nyeri lokalisata di atas daerah infeksi. Abses subperiosteal kemudian akan menstimulasi pembentukan involucrum periosteal (fase

kronis). Apabila pus keluar dari korteks, pus tersebut akan dapat menembus jaringan lunak disekitarnya hingga ke permukaan kulit, membentuk suatu sinus drainase.

Faktor-faktor sistemik yang dapat mempengaruhi perjalanan klinis osteomielitis adalah diabetes mellitus, immunosupresan, penyakit imunodefisiensi, malnutrisi, gangguan fungsi hati dan ginjal, hipoksia kronik, dan usia tua. Sedangkan faktor-faktor lokal adalah penyakit vaskular perifer, penyakit stasis vena, limfedema kronik, arteritis, neuropati, dan penggunaan rokok.

(13)

13 Gambar 3.2 Patogenesa Osteomielitis

(14)

14 INSIDEN

Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II, tetapi dapat pula ditemukan pada bayi dan infant. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula.

Penyebab osteomielitis pada anak-anak adalah kuman Staphylococcus aureus (89- 90%),Streptococcus (4-7%), Haemophilus influenza (2-4%), Salmonella typhii dan Eschericia coli(1-2%).

KLASIFIKASI

Beberapa sistem klasifikasi telah digunakan untuk mendeskripsikan ostemielitis. Sistem tradisional membagi infeksi tulang menurut durasi dari timbulnya gejala: akut, subakut, dan kronik. Osteomielitis akut diidentifikasi dengan adanya onset penyakit dalam 7- 14 hari. Infeksi akut umumnya berhubungan dengan proses hematogen pada anak. Namun pada dewasa juga dapat berkembang infeksi hematogen akut khususnya setelah pemasangan prothesa dan sebagainya.

Durasi dari osteomielitis subakut adalah antara 14 hari sampai 3 bulan. Sedangkan osteomielitis kronik merupakan infeksi tulang yang perjalanan klinisnya terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini berhubungan dengan adanya nekrosis tulang pada episentral yang disebut sequester yang dibungkus involucrum. Sistem klasifikasi lainnya dikembangkan oleh Waldvogel yang mengkategorisasikan infeksi muskuloskeletal berdasarkan etiologi dan kronisitasnya : hematogen, penyebaran continue (dengan atau tanpa penyakit vaskular) dan kronik.

Penyebaran infeksi hematogen dan continue dapat bersifat akut meskipun penyebaran continue berhubungan dengan adanya trauma atau infeksi lokal jaringan lunak yang sudah ada sebelumnya seperti ulkus diabetikum. Cierny-Mader mengembangkan suatu staging system untuk osteomielitis yang diklasifikasikan berdasarkan penyebaran anatomis dari infeksi dan status fisiologis dari penderitanya. Stadium 1 – medular, stadium 2 – korteks superfisial, stadium 3 – medular dan kortikal yang terlokalisasi, dan stadium 4 – medular dan kortikal difus.

(15)

15 Presentasi Klinis

Osteomielitis hematogenik akut

Osteomielitis hematogen akut merupakan infeksi bakteri pada tulang dan sumsum tulang yang terjadi pada anak-anak. Infeksi ini dapat menyebar melalui darah (hematogen). Terjadi pada anak-anak karena penyakit ini mengenai tulang yang sedang tumbuh.

Insidens

 Mengenai anak-anak  Laki-laki : wanita = 3 : 1

 Lokasi tulang tersering : paha, tibia (tulang kering), radius dan ulna (lengan bawah), dan fibula

Penyebab

Bakteri yang menjadi penyebab tersering terjadinya penyakit ini adalah bakteri Stafilokokus aureus. Bakteri ini ditemukan sekitar > 90% pada setiap penyakit ini. Bakteri lain yang juga dapat menjadi penyebab penyakit ini adalah golongan Streptokokus dan Pneumokokus.

Gejala Klinis

Pada anak-anak, dapat ditemukan adanya riwayat infeksi bakteri di tempat lain selain tulang. Seperti halnya infeksi pada kulit atau saluran pernapasan bagian atas. Sekitar 50% ditemukan riwayat benturan atau trauma pada tulang. Pada anak-anak yang sudah dapat berkomunikasi, dapat dikeluhkan perasaan nyeri yang hebat pada ujung tulang panjang sehingga anak tidak mau menggunakan ekstremitas yang terkena tersebut. Dalam 24 jam pertama, jika tidak dilakukan penanganan, maka akan terjadi septikemia yang ditandai dengan gejala anak menjadi lemas, demam, dan anoreksia. Pada pemeriksaan fisis, dapat ditemukan adanya pembengkakan pada daerah yang terkena (biasanya pembengkakan timbul setelah beberapa hari).

Pemeriksaan Tambahan

Pemeriksaan tambahan lain untuk menunjang ditegakkannya diagnosis osteomielitis hematogen akut

(16)

16  Foto polos tulang : kelainan pada foto polos ini baru dapat dilihat setelah 1

minggu, yaitu seperti kerusakan tulang dan pembentukan tulang yang baru.  Bone scan : dapat dilakukan pada minggu pertama

 MRI : jika terdapat fokus yang gelap pada T1 dan fokus yang terang pada T2, maka kemungkinan besar adalah osteomielitis

Mengingat pentingnya penegakkan diagnosis pada osteomielitis ini, dan karena pemeriksaan tambahan baru dapat menunjukkan hasil yang nyata setelah 1 minggu, maka penting untuk dilakukan penegakkan diagnosis berdasarkan gejala klinis saja.

Penatalaksanaan

1. Rawat inap dan bed rest total, serta diberikan obat penghilang rasa nyeri 2. Dapat dilakukan pemberian nutrisi tambahan secara intravena

3. Dilakukan imobilisasi pada tulang yang terkena dengan removable splint atau traksi untuk mengurangi nyeri, mencegah penyebaran, mencegah kontraktur jaringan lunak

4. Pemberian antibiotik dapat dilakukan, melalui mulut, melalui infus (jika dilakuakn pemberian melalui infus, maka diberikan selama 2 minggu, kemudian diganti menjadi melalui mulut)

5. Jika dalam 24 jam pertama gejala tidak membaik, maka perlu dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan operasi untuk mengurangi tekanan yang terjadi dan untuk mengeluarkan nanah yang ada. Setelah itu dilakukan irigasi secara continue dan dipasang drainase.

6. Teruskan pemberian antibiotik selama 3-4 minggu hingga nilai LED normal

Komplikasi Dini  Septikemia  Abses

(17)

17 Komplikasi Lanjut  Osteomielitis kronik  Fraktur patologis  Kontraktur sendi  Gangguan pertumbuhan Osteomielitis Subakut

Insiden hampir sama dg osteomielitis akut, biasanya pd anak-anak dan remaja.

Etiologi

Stafilokokus aureus, lokasi di distal femur dan proksimal tibia

Patologi

 Kavitas dengan batas tegas  Cairan seropurulen

 Kavitas diliputi jaringan granulasi  Penebalan trabekula

Gambaran Klinis  Nyeri lokal

 Nyeri sekitar sendi yang lama  Sedikit odema

 Atrofi otot  Pincang

 Suhu tubuh biasanya normal

Laboratorium

 Leukosit biasanya normal  LED meningkat

Radiologis

Ditemukan kavitas diameter 1-2 cm :

- Pada daerah metafisis tibia dan femur - Kadang-kadang pada diafisis tulang panjang

(18)

18 Pengobatan

 Antibiotik selama 6 minggu  Biopsi dan kuretase bila ragu-ragu

Osteomielitis Kronik

Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan subakut yang tidak diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara hematogen, iatrogenik, atau akibat dari trauma tembus. Infeksi kronis seringkali berhubungan dengan implan logam ortopedi yang digunakan untuk mereposisi tulang. Inokulasi langsung intraoperatif atau perkembangan hematogenik dari logam atau permukaan tulang mati merupakan tempat perkembangan bakteri yang baik karena dapat melindunginya dari leukosit dan antibiotik. Pada hal ini, pengangkatan implan dan tulang mati tersebut harus dilakukan untuk mencegah infeksi lebih jauh lagi.

Patologi dan Patogenesa:

Infeksi tulang dapat menyebabkan terjadinya sequestrum yang menghambat terjadinya resolusi dan penyembuhan spontan yang normal pada tulang. Sequestrum ini merupakan benda asing bagi tulang dan mencegah terjadinya penutupan kloaka (pada tulang) dan sinus (pada kulit). Sequestrum diselimuti oleh involucrum yang tidak dapat keluar/dibersihkan dari medula tulang kecuali dengan tindakan operasi. Proses selanjutnya terjadi destruksi dan sklerosis tulang yang dapat terlihat pada foto rontgen.

Gambaran Klinis

Penderita sering mengeluhkan adanya cairan keluar dari luka/sinus setelah operasi, yang bersifat menahun. Kelainan kadang-kadang disertai demam dan nyeri lokal yang hilang timbul di daerah anggota gerak tertentu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya sinus, fistel atau sikatriks bekas operasi dengan nyeri tekan. Mungkin dapat diemukan sequestrum yang menonjol keluar melalui kulit. Biasanya terdapat riwayat fraktur terbuka atau osteomielitis pada penderita.

(19)

19 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya peningkatan laju endap darah, leukositosis serta peningkatan titer antibody anti stafilokokus. Pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas diperlukan untuk menentukan organisme penyebabnya.

Pemeriksaan Radiologis

1. Foto polos  pada foto rontgen dapat ditemukan adanya tanda-tanda porosis dan sklerosis tulang, penebalan periosteum, elevasi periosteum dan mungkin adanya sequestrum.

2. Radioisotop scanning  dapat membantu menegakkan diagnosis osteomielitis kronis dengan memakai 99mTCHDP.

3. CT dan MRI  bermanfaat untuk membuat rencana pengobatan serta untuk melihat sejauh mana keruskan tulang yang terjadi.

Pengobatan

a. Pemberian antibiotik  Osteomielitis kronis tidak dapat diobati dengan antibiotik semata-mata. Pemberian ditujukan untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang sehat lainnya, mengontrol eksaserbasi akut. b. Tindakan operatif  dilakukan bila fase eksaserbasi akut telah reda setelah

pemberian antibiotik yang adekuat. Operasi yang dilakukan bertujuan untuk mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun jaringan tulang (sequestrum) sampai ke jaringan sehat sekitarnya. Selanjutnya dilakukan drainase dan dilanjutkan irigasi secara kontinu selama beberapa hari. Adakalanya diperlukan penanaman rantai antibiotik di dalam bagian tulang yang terinfeksi. Tindakan operatif ini juga sebagai dekompresi pada tulang dan memudahkan antibiotik mencapai sasaran dan mencegah penyebaran osteomielitis lebih lanjut.

Komplikasi

1. Kontraktur sendi 2. Penyakit amiloid 3. Fraktur patologis

(20)

20

4. Perubahan menjadi ganas pada jaringan epidermis (Ca epidermoid, ulkus marjolin)

5. Kerusakan epifisis sehingga terjadi gangguan pertumbuhan

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

a. Foto polos

Pada osteomielitis awal, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan radiograf. Setelah 7-10 hari, dapat ditemukan adanya area osteopeni, yang mengawali destruksi

cancellous bone. Seiring berkembangnya infeksi, reaksi periosteal akan tampak, dan

area destruksi pada korteks tulang tampak lebih jelas. Osteomielitis kronik diidentifikasi dengan adanya detruksi tulang yang masif dan adanya involucrum, yang membungkus fokus sklerotik dari tulang yang nekrotik yaitu sequestrum. Infeksi jaringan lunak biasanya tidak dapat dilihat pada radiograf kecuali apabila terdapat oedem. Pengecualian lainnya adalah apabila terdapat infeksi yang menghasilkan udara yang menyebabkan terjadinya „gas gangrene‟. Udara pada jaringan lumak ini dapat dilihat sebagai area radiolusen, analog dengan udara usus pada foto abdomen.

(21)

21

b. Ultrasound

Berguna untuk mengidentifikasi efusi sendi dan menguntungkan untuk mengevaluasi pasien pediatrik dengan suspek infeksi sendi panggul.

c. Radionuklir

Jarang dipakai untuk mendeteksi osteomielitis akut. Pencitraan ini sangat sensitif namun tidak spesifik untuk mendeteksi infeksi tulang. Umumnya, infeksi tidak bisa dibedakan dari neoplasma, infark, trauma, gout, stress fracture, infeksi jaringan lunak, dan artritis. Namun, radionuklir dapat membantu untuk mendeteksi adanya proses infeksi sebelum dilakukan prosedur invasif dilakukan.

d. CT Scan

CT scan dengan potongan koronal dan sagital berguna untuk mengidentifikasi

sequestrum pada osteomielitis kronik. Sequestrum akan tampak lebih radiodense

dibanding involucrum disekelilingnya.

EVALUASI DIAGNOSTIK

Pada osteomielitis akut, pemeriksaan sinar – x awal hanya menunjukkan pembengkakan jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nekrosis tulang baru. Pemindaian tulang dan MRI dapat membantu diagnosis definitif awal. Pemeriksaan darah memperlihatkan peningkatan leukosit dan peningkatan laju endap darah. Kultur darah dan kultur abses diperlukan untuk menentukan jenis antibiotika yang sesuai.

Pada osteomielitis kronik, besar, kavitas iregular, peningkatan periosteum,

sequestrum atau pembentukan tulang padat terlihat pada sinar – x. pemindaian tulang

dapat dilakukan untuk mengidentifikasi area infeksi. Laju sedimentasi dan jumlah sel darah putih biasanya normal. Anemia, dikaitkan dengan infeksi kronik. Abses ini dibiakkan untuk menentukan organisme infektif dan terapi antibiotik yang tepat.

(22)

22 TERAPI

Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan pemberian antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena Staphylococcus merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang dipilih harus memiliki spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka diperlukan aspirasi subperiosteum atau aspirasi intramedula pada tulang yang terlibat. Pasien diharuskan untuk tirah baring, keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan, diberikan antipiretik bila demam, dan ekstremitas diimobilisasi dengan gips. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian antibiotika. Jika tidak ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah.

Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu untuk memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan CRP yang persisten pada masa akhir pemberian antibiotik yang direncanakan mungkin memiliki infeksi yang tidak dapat ditatalaksana secara komplit. Kondisi dapat terjadi pada pasien dengan retensi alat ortopedi, debridemant jaringan nekrotik yang inkomplit, immunocompromised, atau resistensi terhadap antibiotik. Idealnya, eksplorasi bedah harus dilakukan pada pasien ini untuk menentukan apakah dibutuhkan terapi tambahan.

Keberhasilan terapi pada infeksi muskuloskeletal membutuhkan intervensi bedah untuk menghilangkan jaringan mati dan benda asing. Jaringan nekrotik melindungi kuman dari leukosit dan anitibiotik. Pada fraktur terbuka, semua soft tissues yang mati dan semua fragmen tulang bebas harus dibersihkan dari luka. Pada osteomielitis kronik, sequestrum harus dibuang seluruhnya dengan meninggalkan involucrum tetap ditempatnya. Kulit, lemak subkutan, dan otot harus di debridemant secara tajam hingga berdarah. Untuk mendeteksi viabilitas dari cancellous bone, ditandai dengan adanya perdarahan dari permukaan trabekula.

Pada beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat dan luas sehingga satu-satunya tindakan terbaik adalah amputasi dan pemasangan prothesa. Bila proses akut telah dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan diberikan. Kapan

(23)

23

aktivitas penuh dapat dimulai tergantung pada jumlah tulang yang terlibat. Pada infeksi luas, kelemahan akibat hilangnya tulang dapat mengakibatkan terjadinya fraktur patologis. Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involucrum telah cukup kuat, mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan. Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh :

a. Pemberian antibiotika yang tidak sesuai dengan mikroorganisme penyebab b. Dosis yang tidak adekuat

c. Lama pemberian tidak cukup d. Timbulnya resistensi

e. Kesalahan hasil biakan f. Antibiotika antagonis

g. Pemberian pengobatan suportif yang buruk h. Kesalahan diagnostik

KOMPLIKASI

Komplikasi dari osteomielitis antara lain : 1. Abses tulang 2. Bakteremia 3. Fraktur 4. Selulitis 5. Fistel PENCEGAHAN

Sasaran utamanya adalah Pencegahan osteomielitis. Penanganan infeksi lokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatian terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.

Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat pembedahan dan selama 24 jam sampai 48 jam setelah operasi akan sangat

(24)

24

membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptik akan menurunkan insiden infeksi superfisial dan potensial terjadinya osteomielitis.

(25)

25

BAB IV

KESIMPULAN

Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut ataupun kronis dari tulang dan struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik. Infeksi dalam suatu sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui dua cara, baik melalui peredaran darah maupun akibat kontak dengan lingkungan luar tubuh.

Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan pada bayi dan infant. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula. Penyebab osteomielitis pada anak-anak adalah kuman Staphylococcus aureus (89- 90%),Streptococcus (4-7%), Haemophilus influenza (2-4%), Salmonella typhii dan eschericia coli(1-2%).

Penatalaksanaannya harus secara komprehensif meliputi pemberian antibiotika, pembedahan, dan konstruksi jaringan lunak, kulit, dan tulang. Juga harus dilakukan rehabilitasi pada tulang yang terlibat setelah pengobatan.

(26)

26 DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., “infeksi piogenik”, dalam Buku Ajar Ilmu

Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,hlm. 903.

Rasjad, Chairudin, “infeksi dan inflamasi”, dalam Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Edisi 3. Yarsif Watampone, Jakarta, 2007,hlm. 133.

Osteomielitis Akut. Available http://jurnaldokter.com/?s=osteomielitis. Diakses tanggal 06 Mei 2011.

Harri Prawira. 2010. Osteomielitis. available at http//:Scribs.com. diakses tanggal 06 Mei 2011.

Dr. Johan Bastian, Sp.OT. 2009. Kuliah Infeksi Tulang Dan Sendi FK UNISMA.

W.A. Newman Dorland; alih bahasa Huriawati Hartanto et al. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.

Gambar

Gambar 3.1 Etiologi dan Prevalensi Osteomieliti s
Gambar 3.3 Gambaran Radiologi Osteomielitis

Referensi

Dokumen terkait

“Analisis Pngaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar, Inflasi, Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK), Serta implikasinya Pada Pembiayaan Mudharabah

Input data, yaitu: data Sumber PLN, Trafo, Saluran, dan beban yang diperoleh dari sistem yang terkait dengan catu daya Kawasan GI PUSPIPTEK dalam hal ini menggunakan catu

c. Memenuhi persyaratan teknis minimal dan berlabel. Lahan bera atau tidak ditanami dengan tanaman yang satu familli minimal satu musim tanam. Untuk tanaman rimpang lahan yang

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

terkait dengan pengajaran yang dilakukan oleh mahasiswa. Evaluasi yang diberikan guru pembimbing lebih kepada cara menghadapi siswa. Dalam melaksanakan praktik mengajar

Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui peranan fungsi Bimbingan Konseling Islam dalam upaya mengembangkan religiusitas remaja dan menekan atau mengontrol kenakalan remaja

Guna meningkatkan kenyamanan dan kemudahan penggunaan ashitaba maka diformulasikan granul effervescent, dengan tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh variasi